Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Sebelum Dan Sesudah Privatisasi BUMN Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

(1)

SKRIPSI

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN SEBELUM DAN SESUDAH PRIVATISASI BUMN

YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

OLEH DILLA ASRINI

100502058

PROGRAM STUDI STRATA-I MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

ABSTRAK

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN SEBELUM DAN SESUDAH PRIVATISASI BUMN

YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah terdapat perbedaan kinerja keuangan BUMN yaitu profitabilitas, leverage, likuiditas dan efisiensi setelah privatisasi.

Pengujian menggunakan 8 rasio keuangan yang mewakili profitabilitas,

leverage,likuiditas, dan efisiensi yaitu ROA (Return On Asset), ROE (Return On Equity), ROS (Return On Sales) , DTA (Debt to Total Asset), DER (Debt to Equity Ratio), CR (Current Ratio), QR (Quick Ratio), dan ATO (Asset Turn Over)selama periode 2 tahun sebelum dan 2 tahun setelah privatisasi.

Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling yaitu BUMN non jasa keuangan yang go public selama tahun 2004 sampai 2011. Sampel penelitian ini sebanyak 6 perusahaan yang melakukan revenue privatization yaitu PT Adhi Karya Tbk, PT Wijaya Karya Tbk, PT Jasa Marga Tbk, PT Pembangunan Perumahan Tbk, PT Krakatau Steel Tbk, dan PT Garuda Indonesia Tbk.

Hipotesis dianalisis menggunakan Paired Sample T-test. Penelitian ini memberikan hasil empiris bahwa tidak terdapat perbedaan profitabilitas, likuiditas, dan efisiensi yang signifikan sedangkan leverage terdapat perbedaan yang signifikan pada BUMN setelah privatisasi.

Kata Kunci: Privatisasi, kinerja keuangan, rasio keuangan

ABSTRACT

ANALYSIS OF FINANCIAL PERFORMANCE BEFORE AND AFTER BUMN PRIVATIZATION LISTED IN


(3)

INDONESIA STOCK EXCHANGE

The aim of this study was to examine whether there are differences in the financial performance of BUMN is profitability, leverage, liquidity and efficiency after privatization.

Tests using 8 financial ratios representing profitability, leverage, liquidity, and efficiency that is ROA (Return on Assets), ROE (Return On Equity), ROS (Return on Sales), DTA (Debt to Total Assets), DER (Debt to Equity ratio), CR (Current Ratio), QR (Quick Ratio) and ATO (Asset Turn Over) over a period of 2 years before and 2 years after privatization.

This study used purposive sampling method BUMN non-financial services public during 2004 to 2011. Samples this study of 6 companies that privatization revenues are PT Adhi Karya Tbk, PT Wijaya Karya Tbk, PT Jasa Marga Tbk, PT Housing Development Tbk PT Krakatau Steel Tbk, and PT Garuda Indonesia Tbk.

Hypotheses were analyzed using paired sample T-test. This research provides empirical results that there is no difference of profitability, liquidity, and leverage significant efficiency while there are significant differences in BUMN after privatization.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam. Karena atas berkah, rahmat, dan izinNya penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Sebelum Dan Sesudah Privatisasi Bumn Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia”. Shalawat dan salam tak lupa penulis panjatkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi dari Program S1 Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak memperoleh dukungan, bimbingan, semangat, nasehat, doa, dan bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta Bapak Sujono dan Ibu Eliyati Siagian yang telah memberikan cinta, kasih sayang, dan doa yang tak henti-hentinya selama ini. Penulis juga ingin menyampaikan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc.(CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec.Ac, Ak, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dr. Isfenti Sadalia, ME selaku Ketua Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara dan Ibu Dra. Marhayanie, Msi selaku Sekretaris Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dr. Endang Sulistya Rini, SE, Msi selaku Ketua Program Studi S1 Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara dan Ibu Dra. Friska Sipayung, MSi selaku Sekretaris Program Studi S1 Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Dr. Khaira Amalia Fachrudin, SE, MBA, Ak selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan, arahan, bantuan, dan motivasi kepada penulis selama proses penyusunan skripsi ini. 6. Ibu Dr. Isfenti Sadalia, ME, MSi selaku dosen pembaca penilai atas saran dan

masukan yang diberikan kepada penulis.

7. Abang – abang tersayang Mardian Sunanda dan Ade Kurniawan serta adik tersayang Dinda Leylan Nazmy yang telah memberikan semangat kepada penulis selama proses penyusunan skripsi ini.

8. Sahabat-sahabat tercinta, yang telah memberikan masukan dan semangat dalam penyusunan skripsi, Wiwit, Caca, Ika, Fani, Lidya dan Adi.

9. Teman-teman Manajemen 2010, serta pihak-pihak lain yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan pengetahuan dan pengulasan skripsi. Akhir kata, penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.


(5)

Medan, Agustus 2014 Penulis

Dilla Asrini 100502058


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK... ... i

ABSTRACK………... ii

KATA PENGANTAR ………. iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ………... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Landasan Teori ... 9

2.1.1 BUMN ... 9

2.1.2 Privatisasi ... 12

2.1.2.1 Maksud dan Tujuan Privatisasi ………... 14

2.1.2.2 Metode – metode Privatisasi ………... 14

2.1.3 Pengertian dan Manfaat go public ... 18

2.1.4 Analisis Laporan Keuangan ... 21

2.1.5 Analisis Kinerja Keuangan ………. 26

2.1.6 Rasio Keuangan……… 30

2.1.6.1 Rasio Profitabilitas ………. 31

2.1.6.2 Rasio Leverage ………... 32

2.1.6.3 Rasio Likuiditas ……….. 33

2.1.6.4 Rasio Aktivitas atau Efisiensi ………. 34

2.2Penelitian Terdahulu ... 35

2.3 Kerangka Konseptual ... 40

2.4 Hipotesis Penelitian ... 42

BAB III METODE PENELITIAN ... 44

3.1 Jenis Penelitian ... 44

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 44

a. Tempat Penelitian ………. 44

b. Waktu Penelitian ……….. 44

3.3 Batasan Operasional ... 45

3.4 Definisi Operasional Variabel ... 45

3.5 Populasi dan Sampel ... 49

3.6 Jenis Data ... 50


(7)

3.8 Teknik Analisis Data ... 51

3.8.1 Statistik Deskriptif ... 51

3.8.2 Uji Normalitas ... 51

3.9. Pengujian Hipotesis ... 52

3.9.1 Uji T (T-test)………... 52

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 54

4.1 Gambaran Umum Perusahaan ... 54

4.1.1 Gambaran Umum Bursa Efek Indonesia... 54

4.1.2 Gambaran Umum BUMN yang Go Public ... 57

4.2 Hasil Penelitian ... 67

4.2.1 Kondisi Kinerja Keuangan ... 67

4.2.2 Analisis Statistik Deskriptif ... 79

4.2.3 Uji Normalitas ……… 82

4.2.4 Pengujian Hipotesis ……… 83

4.2.4.1 Uji Hipotesis Pertama ... 84

4.2.4.2 Uji Hipotesis Kedua ... 88

4.2.4.3 Uji Hipotesis Ketiga ... 91

4.2.4.4 Uji Hipotesis Keempat ... 94

4.3 Pembahasan ... 95

4.3.1 Tingkat profitabilitas pada sebelum dan sesudah privatisasi ……… 96

4.3.2 Tingkat leverage pada sebelum dan sesudah privatisasi … 98 4.3.3 Tingkat likuiditas pada sebelum dan sesudah privatisasi … 99 4.4.4 Tingkat efisiensi pada sebelum dan sesudah privatisasi …. 100 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 101

5.1 Kesimpulan ... 101

5.2 Keterbatasan Penelitian ……… 102

5.2 Saran ... 103


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Data kinerja BUMN dilihat dari perolehan laba ……… 2

Tabel 2.1 Matriks Penelitian Terdahulu……….. 37

Tabel 3.1 Defenisi operasional variabel yang digunakan dalam penelitian ………. 48

Tabel 3.2 Daftar nama BUMN non financial yang go public yang terdaftar di BEI ……… 50

Tabel 4.1 Kinerja keuangan PT Adhi Karya Tbk ……… 67

Tabel 4.2 Kinerja keuangan PT Wijaya Karya Tbk ………. 69

Tabel 4.3 Kinerja keuangan PT Jasa Marga Tbk ………. 71

Tabel 4.4 Kinerja keuangan PT Pembangunan Perumahan Tbk ………. 73

Tabel 4.5 Kinerja keuangan PT Krakatau Steel Tbk ………... 75

Tabel 4.6 Kinerja keuangan PT Garuda Indonesia Tbk ………... 77

Tabel 4.7 Hasil statistik deskriptif ……… 79

Tabel 4.8 Hasil uji normalitas ……….. 82

Tabel 4.9 Hasil paired sample t test ………. 83

Tabel 4.10 Hasil Paired Sample Statistics ROA ……… 84

Tabel 4.11 Hasil Paired Samples Correlations ROA ………. 85

Tabel 4.12 Hasil Paired Sample Statistics ROE ………. 86

Tabel 4.13 Hasil Paired Samples Correlations ROE ………. 86

Tabel 4.14 Hasil Paired Sample Statistics ROS ………. 87

Tabel 4.15 Hasil Paired Samples Correlations ROS ………. 87

Tabel 4.16 Hasil Paired Sample Statistics DTA ……… 88

Tabel 4.17 Hasil Paired Samples Correlations DTA ………. 89

Tabel 4.18 Hasil Paired Sample Statistics DER ……… 90

Tabel 4.19 Hasil Paired Samples Correlations DER ………. 90

Tabel 4.20 Hasil Paired Sample Statistics CR ………... 91

Tabel 4.21 Hasil Paired Samples Correlations CR ……… 92

Tabel 4.22 Hasil Paired Sample Statistics QR ………... 92

Tabel 4.23 Hasil Paired Samples Correlations QR ……… 93

Tabel 4.24 Hasil Paired Sample Statistics ATO ………. 94


(9)

DAFTAR GAMBAR


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kinerja Keuangan Sebelum dan Sesudah Privatisasi ... 109 Lampiran 2 Output SPSS 12 ... 115 Lampiran 3 Data Average dan Cumulative Rasio Keuanagn ……….. 129 Lampiran 4 UU Nomor 33 Tahun 2005 Tentang Tata Cara


(11)

ABSTRAK

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN SEBELUM DAN SESUDAH PRIVATISASI BUMN

YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah terdapat perbedaan kinerja keuangan BUMN yaitu profitabilitas, leverage, likuiditas dan efisiensi setelah privatisasi.

Pengujian menggunakan 8 rasio keuangan yang mewakili profitabilitas,

leverage,likuiditas, dan efisiensi yaitu ROA (Return On Asset), ROE (Return On Equity), ROS (Return On Sales) , DTA (Debt to Total Asset), DER (Debt to Equity Ratio), CR (Current Ratio), QR (Quick Ratio), dan ATO (Asset Turn Over)selama periode 2 tahun sebelum dan 2 tahun setelah privatisasi.

Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling yaitu BUMN non jasa keuangan yang go public selama tahun 2004 sampai 2011. Sampel penelitian ini sebanyak 6 perusahaan yang melakukan revenue privatization yaitu PT Adhi Karya Tbk, PT Wijaya Karya Tbk, PT Jasa Marga Tbk, PT Pembangunan Perumahan Tbk, PT Krakatau Steel Tbk, dan PT Garuda Indonesia Tbk.

Hipotesis dianalisis menggunakan Paired Sample T-test. Penelitian ini memberikan hasil empiris bahwa tidak terdapat perbedaan profitabilitas, likuiditas, dan efisiensi yang signifikan sedangkan leverage terdapat perbedaan yang signifikan pada BUMN setelah privatisasi.

Kata Kunci: Privatisasi, kinerja keuangan, rasio keuangan

ABSTRACT

ANALYSIS OF FINANCIAL PERFORMANCE BEFORE AND AFTER BUMN PRIVATIZATION LISTED IN


(12)

INDONESIA STOCK EXCHANGE

The aim of this study was to examine whether there are differences in the financial performance of BUMN is profitability, leverage, liquidity and efficiency after privatization.

Tests using 8 financial ratios representing profitability, leverage, liquidity, and efficiency that is ROA (Return on Assets), ROE (Return On Equity), ROS (Return on Sales), DTA (Debt to Total Assets), DER (Debt to Equity ratio), CR (Current Ratio), QR (Quick Ratio) and ATO (Asset Turn Over) over a period of 2 years before and 2 years after privatization.

This study used purposive sampling method BUMN non-financial services public during 2004 to 2011. Samples this study of 6 companies that privatization revenues are PT Adhi Karya Tbk, PT Wijaya Karya Tbk, PT Jasa Marga Tbk, PT Housing Development Tbk PT Krakatau Steel Tbk, and PT Garuda Indonesia Tbk.

Hypotheses were analyzed using paired sample T-test. This research provides empirical results that there is no difference of profitability, liquidity, and leverage significant efficiency while there are significant differences in BUMN after privatization.


(13)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Tantangan persaingan bisnis yang semakin tajam dan mengglobal menuntut perusahaan untuk selalu berkembang dan dinamis karena itu diperlukan adanya peningkatan produktivitas dan efisiensi seluruh kekuatan ekonomi nasional, salah satunya adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Namun kinerja BUMN tidak berkontribusi memadai bagi negara yang juga memiliki hutang dalam jumlah besar.

Kinerja yang lemah dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti adanya hak monopoli oleh BUMN maupun lingkungan dan organisasi bisnis BUMN sehingga tidak menumbuhkan kompetisi terhadap kompetensi sebab struktur organisasi menjadi birokratis yang cenderung dikomando oleh pemerintah terutama dalam hal penentuan pejabat BUMN, sehingga manajemen menjadi lebih mengutamakan hubungan baik dengan departemen yang membawahinya daripada berkonsentrasi pada kinerja perusahaan serta fokus terhadap pelayanan bagi pelanggan. Penyebab kedua adalah adanya kecenderungan BUMN dimanfaatkan bagi kepentingan politik. Penyebab ketiga adalah BUMN mengalami kekurangan dana untuk melakukan investasi. Kendala yang dihadapi BUMN tidak terlepas dari intervensi berlebih dari pemerintah yang tidak memiliki kompetensi utama dalam berbisnis sehingga terjadi ketidakprofesionalan dalam pengelolaan BUMN, karena itu perlu dilakukan suatu upaya untuk meningkatkan kinerja perusahaan salah satunya melalui privatisasi (Dwidjowijoto dan Wrihatnolo, 2008).


(14)

Namun dalam kurun waktu 50 tahun semenjak BUMN dibentuk, BUMN secara umum belum menunjukkan kinerja yang menggembirakan. Perolehan laba yang dihasilkan masih sangat rendah. Sebagai contoh, pada tahun 2000 BUMN memiliki total asset sebesar Rp. 861,52 trilyun hanya mampu menghasilkan keuntungan sebesar Rp. 13,34 Trilyun, atau dengan tingkat Return on Assets

(ROA) sebesar 1,55%. Tabel berikut menunjukkan bahwa tingkat ROA BUMN Indonesia pada lima tahun terakhir hanya berkisar antara 1,55% sampai dengan 3,25%.

Tabel 1.1

Kinerja Bumn Dilihat Dari Perolehan Laba (juta rupiah)

Tahun Total Asset Laba Bersih ROA

1997 425,971,407 7,310,092 1.72% 1998 437,756,394 14,226,201 3.25% 1999 607,022,845 14,271,101 2.35% 2000 861,520,494 13,336,582 1.55% 2001 845,186,151 20,186,469 2.39% Sumber: Laporan Perkembangan Kinerja BUMN – Dirjen Pembinaan BUMN, 2001

Data tahun 2000 menunjukkan bahwa hanya 78,10% (107 perusahaan) BUMN yang beroperasi dalam keadaan sehat. Sedangkan sisanya, 16,06% (22 perusahaan) dalam kondisi kurang sehat, dan 5,84% (8 perusahaan) dalam keadaan tidak sehat. Agar dapat menjalankan fungsinya, BUMN yang ada dalam kondisi kurang sehat dan tidak sehat perlu dibantu oleh pemerintah, dalam bentuk penyertaan modal pemerintah.

Sementara itu, Pemerintah Indonesia masih harus berjuang untuk melunasi pinjaman luar negeri yang disebabkan oleh krisis ekonomi tahun 1997 lalu. Dan


(15)

salah satu upaya yang ditempuh pemerintah untuk dapat meningkatkan pendapatannya adalah dengan melakukan privatisasi BUMN.

Namun demikian, privatisasi BUMN telah mengundang pro dan kontra di kalangan masyarakat. Sebagian masyarakat berpendapat bahwa BUMN adalah aset negara yang harus tetap dipertahankan kepemilikannya oleh pemerintah, walaupun tidak mendatangkan manfaat karena terus merugi. Namun ada pula kalangan masyarakat yang berpendapat bahwa pemerintah tidak perlu sepenuhnya memiliki BUMN, yang penting BUMN tersebut dapat mendatangkan manfaat yang lebih baik bagi negara dan masyarakat Indonesia.

Privatisasi BUMN merupakan fenomena yang terjadi di negara maju dan berkembang, dilakukan secara intensif terutama pada awal dekade 1980 an. Privatisasi BUMN yang banyak dijalankan terutama di negara berkembang sering menimbulkan kontroversi terkait dengan tujuan, motivasi, serta implementasi yang sering disertai dengan banyak distorsi. Beberapa pemikiran yang muncul mendukung privatisasi sebagai suatu konsep untuk menciptakan perbaikan kinerja BUMN, sementara pemikiran lain melihat langkah restrukturisasi BUMN lebih tepat dilakukan untuk menghindarkan efek buruk privatisasi.

Privatisasi adalah usaha dalam perdagangan yang berusaha untuk mengurangi peran pemerintah dalam memberikan kesempatan yang lebih besar pada pihak swasta dalam pengelolaan perekonomian. (Diah, 2003: 133). Privatisasi berarti pelibatan modal swasta dalam struktur modal perusahaan publik sehingga kinerja finansial dapat dipengaruhi secara langsung oleh investor melalui mekanisme pasar uang (Mardiasmo, 2002: 24). Kebijakan privatisasi yang


(16)

ditempuh oleh pemerintah sebagai upaya untuk mereformasi perusahaan publik dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas banyak mendapatkan perhatian publik. Berbagai pihak yang pro maupun yang kontra terhadap privatisasi mulai mempertanyakan bagaimana implementasi privatisasi di Indonesia. Kinerja BUMN merupakan faktor yang sangat menentukan penilaian keberhasilan pengelolaan BUMN. Untuk mengukur kinerja ini maka harus dibuat perbandingan antara kinerja sebelum privatisasi dan kinerja setelah privatisasi. Permasalahan pokok yang ada dalam privatisasi menurut kalangan adalah terletak pada pengalihan kepemilikan saham BUMN kepada pihak swasta atau asing. Dengan adanya privatisasi, memungkinkan cabang-cabang produksi yang penting bagi Indonesia akan beralih ke pihak swasta atau asing, seperti halnya salah satu perusahaan telekomunikasi, pertambangan bahkan perbankan kita dikuasai oleh pihak asing.

Kebijakan privatisasi dari tahun 1991 hingga tahun 1997 dilakukan dengan penjualan saham perdana di pasar modal dalam negeri dan pasar moda luar negeri. Tahun 1991 pemerintah menjual 35% saham PT Semen Gresik kemudian dilanjutkan pada tahun 1994, pemerintah menjual 35% saham PT Indosat. Tahun 1995, pemerintah menjual 35% saham PT Tambang Timah dan 23% saham PT Telkom, tahun 1996 saham BNI didivestasi 25% dan tahun 1997 saham PT Aneka

Tambang dijual sebanyak 35%

Di bawah IMF, Indonesia dipaksa mengetatkan anggaran dengan pengurangan dan penghapusan subsidi, menaikkan harga barang-barang pokok dan public utilities, peningkatan penerimaan sektor pajak dan penjualan aset-aset


(17)

negara dengan memprivatisasi BUMN. Program privatisasi yang sudah dijalankan Orde Baru dilanjutkan lagi dengan memperbanyak jumlah BUMN yang dijual baik di pasar modal maupun kepada investor strategis. Tahun 1998 pemerintah kembali menjual 14% saham PT Semen Gresik kepada perusahaan asing Cemex. Tahun 1999 pemerintah menjual 9,62%. saham PT Telkom, 51% saham PT Pelindo II kepada investor Hongkong, dan 49% saham PT Pelindo III investor Australia. Tahun 2001 pemerintah kembali menjual 9,2% saham Kimia Farma, 19,8% saham Indofarma, 30% saham Socufindo, 11,9% saham PT Telkom. Antara tahun 2002-2006 privatisasi dilanjutkan dengan menjual saham 14 BUMN dengan cara IPO dan strategic sales (www.bumn-ri.com).

Ukuran utama keberhasilan BUMN yang diprivatisasi adalah semata – mata keberhasilan pemerintah menghemat dana untuk BUMN atau meningkatkan penerimaan pemerintah melalui penjualan saham kepada swasta. Akan tetapi harus diukur dengan kriteria bagaimana pelayanan BUMN tersebut kepada masyarakat. Karena walaupun telah diprivatisasi tetap saja perusahaan tersebut memiliki basis pada pelayanan publik sehingga kepuasan masyarakat harus tetap diperhatikan, dalam arti jangan sampai nantinya harga jual layanan yang disediakan oleh BUMN yang telah diprivatisasi justru berada diatas harga jual normal dan akan memberatkan masyarakat.

Uraian tersebut menunjukkan adanya pengaruh privatisasi terhadap kinerja keuangan yang masih bervariasi, sehingga mendorong dilakukannya penelitian untuk memperoleh bukti empiris terhadap perbedaan kinerja keuangan sebelum dan setelah privatisasi di Indonesia. Pembatasan tahun penelitian 2007 – 2011


(18)

akan menunjukkan rata – rata perubahan kinerja perusahaan yang diprivatisasi dengan pertimbangan bahwa perusahaan yang diprivatisasi dengan cara IPO lebih mampu memastikan ketersediaan data dan informasi keuangan sehingga dapat dibandingkan dan 6 dari 7 BUMN yang diprivatisasi sejak tahun 2004 hingga 2011 yang diprivatisasi melalui IPO. Dilakukan pembatasan periode penelitian atas kinerja keuangan perusahaan 2 tahun sebelum dan 2 tahun setelah privatisasi untuk melihat pengaruh privatisasi dalam jangka pendek dan menghindari pengaruh selain privatisasi. Penelitian ini mengecualikan sektor jasa keuangan sebab sektor tersebut memiliki rasio keuangan tersendiri dibandingkan dengan sektor lainnya.

Berdasarkan uraian tersebut maka perlu dilakukan penelitian mengenai “Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Sebelum dan Sesudah Privatisasi BUMN yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (Studi Empiris pada BUMN Sektor Non Jasa Keuangan yang Go Public Tahun 2004 - 2011)”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dalam penelitian dapat diformulasikan sebagai berikut :

Apakah terdapat perbedaan kinerja keuangan BUMN sebelum dan sesudah privatisasi BUMN sektor non jasa keuangan yang go public di Bursa Efek Indonesia.


(19)

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

Untuk mengetahui adanya perbedaan pada kinerja keuangan BUMN sebelum dan sesudah privatisasi BUMN sektor non jasa keuangan yang go public di Bursa Efek Indonesia.

1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi perusahaan (emiten)

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi untuk pertimbangan investasi pada saham BUMN.

2. Bagi Akademisi

Penelitian ini diharapkan sebagai tambahan pengetahuan dan informasi mengenai privatisasi BUMN di Indonesia khususnya pengaruh terhadap kinerja keuangan dan menjadi referensi bagi pihak – pihak yang membutuhkan dan berminat mengembangkannya dalam taraf yang lebih lanjut dengan topik sejenis.

3. Bagi Pemerintah

Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai masukan dalam menentukan kebijakan praktik privatisasi BUMN di Indonesia khususnya bagi Kementerian Negara BUMN.


(20)

4. Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai informasi terhadap masyarakat sehingga meningkatkan pemahaman mengenai privatisasi sehingga mampu respon terhadap privatisasi secara bijaksana dan memadai. 5. Bagi Penelitian Selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan acuan dan informasi tambahan agar penelitian selanjutnya dapat memperoleh hasil yang lebih baik.


(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.2Latar Belakang

Tantangan persaingan bisnis yang semakin tajam dan mengglobal menuntut perusahaan untuk selalu berkembang dan dinamis karena itu diperlukan adanya peningkatan produktivitas dan efisiensi seluruh kekuatan ekonomi nasional, salah satunya adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Namun kinerja BUMN tidak berkontribusi memadai bagi negara yang juga memiliki hutang dalam jumlah besar.

Kinerja yang lemah dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti adanya hak monopoli oleh BUMN maupun lingkungan dan organisasi bisnis BUMN sehingga tidak menumbuhkan kompetisi terhadap kompetensi sebab struktur organisasi menjadi birokratis yang cenderung dikomando oleh pemerintah terutama dalam hal penentuan pejabat BUMN, sehingga manajemen menjadi lebih mengutamakan hubungan baik dengan departemen yang membawahinya daripada berkonsentrasi pada kinerja perusahaan serta fokus terhadap pelayanan bagi pelanggan. Penyebab kedua adalah adanya kecenderungan BUMN dimanfaatkan bagi kepentingan politik. Penyebab ketiga adalah BUMN mengalami kekurangan dana untuk melakukan investasi. Kendala yang dihadapi BUMN tidak terlepas dari intervensi berlebih dari pemerintah yang tidak memiliki kompetensi utama dalam berbisnis sehingga terjadi ketidakprofesionalan dalam pengelolaan BUMN, karena itu perlu dilakukan suatu upaya untuk meningkatkan kinerja perusahaan salah satunya melalui privatisasi (Dwidjowijoto dan Wrihatnolo, 2008).


(22)

Namun dalam kurun waktu 50 tahun semenjak BUMN dibentuk, BUMN secara umum belum menunjukkan kinerja yang menggembirakan. Perolehan laba yang dihasilkan masih sangat rendah. Sebagai contoh, pada tahun 2000 BUMN memiliki total asset sebesar Rp. 861,52 trilyun hanya mampu menghasilkan keuntungan sebesar Rp. 13,34 Trilyun, atau dengan tingkat Return on Assets

(ROA) sebesar 1,55%. Tabel berikut menunjukkan bahwa tingkat ROA BUMN Indonesia pada lima tahun terakhir hanya berkisar antara 1,55% sampai dengan 3,25%.

Tabel 1.1

Kinerja Bumn Dilihat Dari Perolehan Laba (juta rupiah)

Tahun Total Asset Laba Bersih ROA

1997 425,971,407 7,310,092 1.72% 1998 437,756,394 14,226,201 3.25% 1999 607,022,845 14,271,101 2.35% 2000 861,520,494 13,336,582 1.55% 2001 845,186,151 20,186,469 2.39% Sumber: Laporan Perkembangan Kinerja BUMN – Dirjen Pembinaan BUMN, 2001

Data tahun 2000 menunjukkan bahwa hanya 78,10% (107 perusahaan) BUMN yang beroperasi dalam keadaan sehat. Sedangkan sisanya, 16,06% (22 perusahaan) dalam kondisi kurang sehat, dan 5,84% (8 perusahaan) dalam keadaan tidak sehat. Agar dapat menjalankan fungsinya, BUMN yang ada dalam kondisi kurang sehat dan tidak sehat perlu dibantu oleh pemerintah, dalam bentuk penyertaan modal pemerintah.

Sementara itu, Pemerintah Indonesia masih harus berjuang untuk melunasi pinjaman luar negeri yang disebabkan oleh krisis ekonomi tahun 1997 lalu. Dan


(23)

salah satu upaya yang ditempuh pemerintah untuk dapat meningkatkan pendapatannya adalah dengan melakukan privatisasi BUMN.

Namun demikian, privatisasi BUMN telah mengundang pro dan kontra di kalangan masyarakat. Sebagian masyarakat berpendapat bahwa BUMN adalah aset negara yang harus tetap dipertahankan kepemilikannya oleh pemerintah, walaupun tidak mendatangkan manfaat karena terus merugi. Namun ada pula kalangan masyarakat yang berpendapat bahwa pemerintah tidak perlu sepenuhnya memiliki BUMN, yang penting BUMN tersebut dapat mendatangkan manfaat yang lebih baik bagi negara dan masyarakat Indonesia.

Privatisasi BUMN merupakan fenomena yang terjadi di negara maju dan berkembang, dilakukan secara intensif terutama pada awal dekade 1980 an. Privatisasi BUMN yang banyak dijalankan terutama di negara berkembang sering menimbulkan kontroversi terkait dengan tujuan, motivasi, serta implementasi yang sering disertai dengan banyak distorsi. Beberapa pemikiran yang muncul mendukung privatisasi sebagai suatu konsep untuk menciptakan perbaikan kinerja BUMN, sementara pemikiran lain melihat langkah restrukturisasi BUMN lebih tepat dilakukan untuk menghindarkan efek buruk privatisasi.

Privatisasi adalah usaha dalam perdagangan yang berusaha untuk mengurangi peran pemerintah dalam memberikan kesempatan yang lebih besar pada pihak swasta dalam pengelolaan perekonomian. (Diah, 2003: 133). Privatisasi berarti pelibatan modal swasta dalam struktur modal perusahaan publik sehingga kinerja finansial dapat dipengaruhi secara langsung oleh investor melalui mekanisme pasar uang (Mardiasmo, 2002: 24). Kebijakan privatisasi yang


(24)

ditempuh oleh pemerintah sebagai upaya untuk mereformasi perusahaan publik dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas banyak mendapatkan perhatian publik. Berbagai pihak yang pro maupun yang kontra terhadap privatisasi mulai mempertanyakan bagaimana implementasi privatisasi di Indonesia. Kinerja BUMN merupakan faktor yang sangat menentukan penilaian keberhasilan pengelolaan BUMN. Untuk mengukur kinerja ini maka harus dibuat perbandingan antara kinerja sebelum privatisasi dan kinerja setelah privatisasi. Permasalahan pokok yang ada dalam privatisasi menurut kalangan adalah terletak pada pengalihan kepemilikan saham BUMN kepada pihak swasta atau asing. Dengan adanya privatisasi, memungkinkan cabang-cabang produksi yang penting bagi Indonesia akan beralih ke pihak swasta atau asing, seperti halnya salah satu perusahaan telekomunikasi, pertambangan bahkan perbankan kita dikuasai oleh pihak asing.

Kebijakan privatisasi dari tahun 1991 hingga tahun 1997 dilakukan dengan penjualan saham perdana di pasar modal dalam negeri dan pasar moda luar negeri. Tahun 1991 pemerintah menjual 35% saham PT Semen Gresik kemudian dilanjutkan pada tahun 1994, pemerintah menjual 35% saham PT Indosat. Tahun 1995, pemerintah menjual 35% saham PT Tambang Timah dan 23% saham PT Telkom, tahun 1996 saham BNI didivestasi 25% dan tahun 1997 saham PT Aneka

Tambang dijual sebanyak 35%

Di bawah IMF, Indonesia dipaksa mengetatkan anggaran dengan pengurangan dan penghapusan subsidi, menaikkan harga barang-barang pokok dan public utilities, peningkatan penerimaan sektor pajak dan penjualan aset-aset


(25)

negara dengan memprivatisasi BUMN. Program privatisasi yang sudah dijalankan Orde Baru dilanjutkan lagi dengan memperbanyak jumlah BUMN yang dijual baik di pasar modal maupun kepada investor strategis. Tahun 1998 pemerintah kembali menjual 14% saham PT Semen Gresik kepada perusahaan asing Cemex. Tahun 1999 pemerintah menjual 9,62%. saham PT Telkom, 51% saham PT Pelindo II kepada investor Hongkong, dan 49% saham PT Pelindo III investor Australia. Tahun 2001 pemerintah kembali menjual 9,2% saham Kimia Farma, 19,8% saham Indofarma, 30% saham Socufindo, 11,9% saham PT Telkom. Antara tahun 2002-2006 privatisasi dilanjutkan dengan menjual saham 14 BUMN dengan cara IPO dan strategic sales (www.bumn-ri.com).

Ukuran utama keberhasilan BUMN yang diprivatisasi adalah semata – mata keberhasilan pemerintah menghemat dana untuk BUMN atau meningkatkan penerimaan pemerintah melalui penjualan saham kepada swasta. Akan tetapi harus diukur dengan kriteria bagaimana pelayanan BUMN tersebut kepada masyarakat. Karena walaupun telah diprivatisasi tetap saja perusahaan tersebut memiliki basis pada pelayanan publik sehingga kepuasan masyarakat harus tetap diperhatikan, dalam arti jangan sampai nantinya harga jual layanan yang disediakan oleh BUMN yang telah diprivatisasi justru berada diatas harga jual normal dan akan memberatkan masyarakat.

Uraian tersebut menunjukkan adanya pengaruh privatisasi terhadap kinerja keuangan yang masih bervariasi, sehingga mendorong dilakukannya penelitian untuk memperoleh bukti empiris terhadap perbedaan kinerja keuangan sebelum dan setelah privatisasi di Indonesia. Pembatasan tahun penelitian 2007 – 2011


(26)

akan menunjukkan rata – rata perubahan kinerja perusahaan yang diprivatisasi dengan pertimbangan bahwa perusahaan yang diprivatisasi dengan cara IPO lebih mampu memastikan ketersediaan data dan informasi keuangan sehingga dapat dibandingkan dan 6 dari 7 BUMN yang diprivatisasi sejak tahun 2004 hingga 2011 yang diprivatisasi melalui IPO. Dilakukan pembatasan periode penelitian atas kinerja keuangan perusahaan 2 tahun sebelum dan 2 tahun setelah privatisasi untuk melihat pengaruh privatisasi dalam jangka pendek dan menghindari pengaruh selain privatisasi. Penelitian ini mengecualikan sektor jasa keuangan sebab sektor tersebut memiliki rasio keuangan tersendiri dibandingkan dengan sektor lainnya.

Berdasarkan uraian tersebut maka perlu dilakukan penelitian mengenai “Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Sebelum dan Sesudah Privatisasi BUMN yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (Studi Empiris pada BUMN Sektor Non Jasa Keuangan yang Go Public Tahun 2004 - 2011)”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dalam penelitian dapat diformulasikan sebagai berikut :

Apakah terdapat perbedaan kinerja keuangan BUMN sebelum dan sesudah privatisasi BUMN sektor non jasa keuangan yang go public di Bursa Efek Indonesia.


(27)

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

Untuk mengetahui adanya perbedaan pada kinerja keuangan BUMN sebelum dan sesudah privatisasi BUMN sektor non jasa keuangan yang go public di Bursa Efek Indonesia.

1.4 Manfaat Penelitian 6. Bagi perusahaan (emiten)

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi untuk pertimbangan investasi pada saham BUMN.

7. Bagi Akademisi

Penelitian ini diharapkan sebagai tambahan pengetahuan dan informasi mengenai privatisasi BUMN di Indonesia khususnya pengaruh terhadap kinerja keuangan dan menjadi referensi bagi pihak – pihak yang membutuhkan dan berminat mengembangkannya dalam taraf yang lebih lanjut dengan topik sejenis.

8. Bagi Pemerintah

Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai masukan dalam menentukan kebijakan praktik privatisasi BUMN di Indonesia khususnya bagi Kementerian Negara BUMN.


(28)

9. Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai informasi terhadap masyarakat sehingga meningkatkan pemahaman mengenai privatisasi sehingga mampu respon terhadap privatisasi secara bijaksana dan memadai. 10.Bagi Penelitian Selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan acuan dan informasi tambahan agar penelitian selanjutnya dapat memperoleh hasil yang lebih baik.


(29)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif komparatif, yang bertujuan untuk membandingkan persamaan atau perbedaan antara satu variabel dengan variabel lainnya, ataupun untuk membandingkan persamaan dan perbedaan dua atau lebih fakta-fakta dan sifat-sifat objek yang di teliti berdasarkan kerangka pemikiran tertentu.

Metode deskriptif komparatif menurut Nazir (1999 : 69) adalah metode penelitian yang bersifat ex post facto, artinya data dikumpulkan setelah semua kejadian telah berlangsung. Peneliti dapat melihat akibat dari suatu fenomena dan menguji hubungan sebab akibat dari data – data yang tersedia.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian a. Tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan di Bursa Efek Indonesia melalui media internet dengan situs www.idx.co.id.

b. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret 2014 sampai dengan Juni 2014.

3.3 Batasan Operasional


(30)

1. Variabel yang digunakan dalam penelitian, yaitu:

a. Sebelum privatisasi BUMN dan sesudah privatisasi BUMN. b. Profitabilitas

c. Leverage

d. Likuiditas e. Efisiensi

2. Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari:

a. Data laporan tahunan pada BUMN non jasa keuangan yang di privatisasi di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2002 - 2013.

b. Datayang terdapat di IDX Fact Book periode 2002 - 2013.

3.4Defenisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Profitabilitas (X1) digunakan untuk mengetahui kemampuan perusahaan

dalam menghasilkan laba atau seberapa efektif pengelolaan perusahaan oleh manajemen. (Syahyunan, 2004: 83). Rasio yang biasa digunakan adalah Return on Asset (ROA) yaitu rasio yang mengukur profitabilitas dari aset, Return on Equity (ROE) yaitu rasio yang mengukur profitabilitas dari ekuitas dan Return on Sales (ROS) yaitu rasio yang mengukur profitabilitas dari penjualan. Semakin besar profitabilitas maka semakin baik kinerja keuangan perusahaan.

a. Return On Asset (ROA) = lababersih


(31)

b. Return On Equity (ROE) = lababersih

Totalekuitas x 100%

c. Return On Sales (ROS) = lababersih

totalpenjualan x 100%

2. Leverage (X2) menunjukkan seberapa besar aset perusahaan dibiayai oleh hutang dan menunjukkan struktur modal (Riyanto,2001 : 23). Leverage berkaitan dengan penggunaan biaya tetap untuk menghasilkan pendapatan dan keuntungan perusahaan yang melibatkan pembiayaan aset dengan dana pinjaman dari kreditor maupun pemegang saham preferen yang memiliki tingkat penghasilan atau imbalan yang tetap sehingga merupakan kewajiban bagi perusahaan, semakin tinggi proporsi hutang relatif terhadap ekuitas semakin tinggi risiko yang dimiliki perusahaan dan mempengaruhi kemampuan perusahaan membagi keuntungan dengan pemegang saham. Rasio yang digunakan adalah Debt to Total Assets

(DTA) dan Debt to Equity Ratio (DER). Semakin rendah tingkat leverage

semakin baik kinerja keuangan perusahaan.

Debt to Total Assets (DTA) = TotalUtang

TotalAset x 100% Debt to Equity Ratio (DER) = ����������

����������������� x 100%

3. Likuiditas (X3) merupakan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya melalui aset lancar yang dimiliki untuk kelangsungan operasional perusahaan seperti pembelian bahan baku, hutang yang jatuh tempo dan pembayaran tenaga kerja. Perusahaan dapat mengalami kesulitan likuiditas meski laba yang diperoleh besar karena itu


(32)

manajemen harus mampu mengelola modal kerja yang dimiliki dengan cara menentukan kebijakan kredit yang diberikan, mengatur persediaan dan menjaga siklus produksi. Rasio ini menggambarkan kebutuhan kas perusahaan di masa datang. Rasio yang digunakan adalah Current Ratio

(CR) dan Quick Ratio (QR).

a. Current Ratio (CR) = AsetLancar

KewajibanLancar x 100%

b. Quick Ratio (QR) = Asetlancar−persediaan

kewajibanlancar x 100%

4. Efisiensi (X4) adalah mengukur efisiensi penggunaan aset yang dimiliki perusahaan berupa aktiva tetap, persediaan dan piutang usaha dalam menghasilkan aktivitas penjualan. Rasio yang biasa digunakan adalah

Asset Turn Over (ATO)yang mana jika semakin besar maka semakin baik karena efisien.

Asset Turn Over (ATO)= Penjualanbersih

Totalaset x 100%

Tabel 3.1 Defenisi Operasional

Variabel Indikator Skala

Kinerja Keuangan BUMN sebelum Privatisasi

Return on Assets (ROA)

= Laba Bersih

Aset x 100% Rasio

Return on Equity (ROE)

= Laba Bersih


(33)

Return on Sales (ROS)

= Laba Bersih

Penjualan x 100% Rasio

Debt to Total Assets (DTA)

= Total Utang

Total Aset x 100%

Rasio

Debt to Equity Ratio (DER)

= Total Utang

Total Modal Sendiri x 100% Rasio

Current Ratio (CR)

= Aset Lancar

Kewajiban Lancar x 100% Rasio

Quick Ratio (QR)

= Aset Lancar−Persediaan

Kewajiban x 100%

Rasio

Total Asset Turn Over (ATO)

= Penjualan bersih

Total aset x 100% Rasio

Kinerja Keuangan BUMN sesudah Privatisasi

Return on Assets (ROA)

= Laba Bersih

Aset x 100% Rasio

Return on Equity (ROE)

= Laba Bersih

Ekuitas x 100% Rasio

Return on Sales (ROS)

= Laba Bersih

Penjualan x 100% Rasio

Debt to Total Assets (DTA)

= Total Utang

Total Aset x 100% Rasio

Debt to Equity Ratio (DER)

= Total Utang

Total Modal Sendiri x 100%


(34)

Current Ratio (CR)

= Aset Lancar

Kewajiban Lancar x 100% Rasio

Quick Ratio (QR)

= Aset Lancar−Persediaan

Kewajiban x 100 Rasio

Total Asset Turn Over (ATO)=

Penjualan bersih

Total aset x 100% Rasio

3.5Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah BUMN non jasa keuangan yang terprivatisasi yang terdaftar (listing) di Bursa Efek Indonesia selama periode 2004 -2011, yang berjumlah 6 perusahaan. Pengambilan sampel dilakukan berdasarkan suatu kriteria tertentu.

Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah:

1. BUMN yang diprivatisasi sektor non jasa keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2004 - 2011.

2. BUMN yang diprivatisasi sektor non jasa keuangan yang memiliki data laporan keuangan yang lengkap dan telah diaudit selama periode 2002 - 2013.

Jumlah BUMN yang diprivatisasi yang bergerak di bidang non jasa keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang memenuhi seluruh kriteria yang digunakan peneliti dapat dilihat pada Tabel 3.2 berikut:


(35)

Sampel Penelitian

No Kode Perusahaan Nama Perusahaan Tanggal IPO

1 ADHI Adhi Karya Tbk 18 Maret 2004

2 WIKA Wijaya Karya Tbk 29 Oktober 2007

3 JSMR Jasa Marga Tbk 12 November 2007

4 PTPP Pembangunan Perumahan Tbk 09 Februari 2010

5 KRAS Krakatau Steel Tbk 10 November 2010

6 GIAA Garuda Indonesia Tbk 11 Februari 2011

Sumber: idx.co.id

3.6 Jenis Data

Jenis data pada penelitian ini adalah data sekunder yang merupakan hasil publikasi Bursa Efek Indonesia, buku-buku referensi, jurnal, skripsi, dan internet yang berkaitan dengan topik bahasan penelitian.

3.7 Metode Pengumpulan Data

Metode Pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumentasi dengan mengumpulkan data pendukung dari buku-buku referensi, jurnal, dan mengumpulkan data sekunder dari laporan yang dipublikasikan oleh Bursa Efek Indonesia. Internet dengan mengakses situs – situs yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

3.8 Teknik Analisis Data

Analisis statistik diperlukan untuk menguji hipotesis penelitian sehingga menghasilkan kesimpulan diterima atau ditolaknya hipotesis penelitian yang ada. Analisis penelitian menggunakan software SPSS versi 16 for Windows.


(36)

3.8.1 Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif digunakan untuk menggambarkan karakteristik mengenai nilai rata-rata, nilai minimum dan nilai maksimum dan standar deviasi

Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Return On Sales (ROS), Debt to Asset (DTA), Debt to Equity Ratio (DER), Current Ratio (CR), Quick Ratio

(QR), dan Asset Turn Over (ATO) sebelum dan setelah privatisasi yang akan diteliti.

3.8.2 Uji Normalitas

Uji Normalitas dilakukan untuk menguji normalitas data yaitu variabel penelitian yaitu Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Return On Sales (ROS), Debt to Asset (DTA), Debt to Equity Ratio (DER), Current Ratio

(CR), Quick Ratio (QR), dan Asset Turn Over (ATO) sehingga dapat digunakan untuk menentukan analisis hipotesis yang akan digunakan. Pengujian normalitas yang digunakan adalah one-sample Kolmogorov-Smirnov.

3.9 Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis yang digunakan adalah pengujian hipotesis komparatif dengan menggunakan t-test. Pengujian ini dilakukan untuk menguji parameter khusus dari populasi yang berbentuk perbandingan atau untuk menguji kemampuan – kemampuan generalisasi (signifikasi hasil penelitian) yang berupa


(37)

perbandingan keadaan variabel dari dua sampel atau lebih dengan menggunakan tingkat signifikasi α = 0,05.

Kriteria pengambilan keputusan dalam penelitian ini adalah : a. Ho dapat diterima jika T hitung < T tabel, atau sig > 0,05

b. Ha dapat diterima jika T hitung > T tabel, atau sig < 0,05

3.9.1 Uji Beda Paired Sample t-test

Berdasarkan uji Kolmogorov-Smirnov jika data berdistribusi normal,maka pengujian hipotesis dilakukan dengan uji beda t-test. Uji beda t-test dalam penelitian ini bertujuan membandingkan rata-rata dari dua kelompok yaitu dua tahun sebelum dan dua tahun sesudah privatisasi dengan standar eror dari rata-rata perbedaan dua sampel.


(38)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum

4.1.1 Gambaran Umum Bursa Efek Indonesia

Pasar modal atau bursa efek telah hadir sejak jaman kolonial Belanda, tepatnya pada tanggal 14 Desember 1912 di Batavia.Bursa Batavia tersebut merupakan cabang dari Amsterdamse Effectenbuerus, dan penyelenggaranya adalah Verreniging Voor de Effectenhandel. Pasar modal ketika itu didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan pemerintah kolonial atau VOC. Sekuritas yang diperjualbelikan adalah saham dan obligasi perusahaan – perusahaan Belanda yang beroperasi di Indonesia, obligasi yang diterbitkan pemerintah Hindia Belanda serta sekuritas Belanda lainnya.

Meskipun pasar modal telah ada sejak tahun 1912, perkembangan dan pertumbuhan pasar modal tidak berjalan seperti yang diharapkan, bahkan pada beberapa periode kegiatan pasar modal mengalami kevakuman.Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti perang dunia I (1914-1918) dan II (1942-1952), perpindahan kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada pemerintah Republik Indonesia, dan berbagai kondisi yang menyebabkan operasi bursa efek tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya.

Perkembangan bursa efek yang pesat mendorong pemerintah Hindia Belanda mendirikan Bursa Efek Surabaya pada tanggal 11 Januari 1925 dan Bursa Efek Semarang pada tanggal 1 Agustus 1925. Kedua bursa ini kemudian ditutup karena terjadinya gejolak politik Eropa pada awal tahun 1939. Bursa Efek di


(39)

Indonesia akhirnya resmi ditutup pada tanggal 10 Mei 1940 karena terjadinya Perang Dunia II, sekaligus menandai berakhirnya aktivitas pasar modal di Indonesia.

Pada tahun 1952, Bursa efek di Jakarta diaktifkan kembali dengan UU Darurat Pasar Modal 1952, yang dikeluarkan oleh Menteri Kehakiman (Lukman Wiradinata) dan Menteri Keuangan (Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo) dan instrumen yang diperdagangkan adalah Obligasi Pemerintah RI (1950). Pada tahun 1956-1977, bursa efek vakum karena program nasionalisasi perusahaan Belanda di Indonesia.Hal ini tidak berlangsung lama sebab Bursa Efek Jakarta buka kembali dan akhirnya mengalami kebangkitan pada tahun 1970. Kebangkitan ini disertai dengan dibentuknya Tim Uang dan Pasar Modal.

Pada tanggal 10 Agustus 1977, Bursa Efek diresmikan kembali oleh Presiden Soeharto, BEJ dijalankan dibawah BAPEPAM (Badan Pelaksana Pasar Modal).Tanggal 10 Agustus diperingati sebagai HUT pasar modal. Pengaktifan kembali pasar modal ini juga ditandai dengan go public PT. Semen Cibinong sebagai emiten pertama. Pada awalnya tujuan pengaktifan kembali pasar modal lebih ditekankan pada asas pemerataan, sehingga kepemilikan saham tidak terjatuh pada segolongan masyarakat saja.Untuk itu, pemerintah berperan aktif dalam menangani pasar modal Indonesia.BAPEPAM dan PT. Danareksa diberikan prioritas untuk membeli sedikitnya 50% dari saham yang ditawarkan.

Pada tahun 1977 sampai 1987, adanya deregulasi perbankan menyebabkan tingkat suku bunga deposito naik, sehingga perdagangan di Bursa Efek lesu karena masyarakat lebih memilih instrumen perbankan dibandingkan instrumen


(40)

pasar modal. Pada tahun 1987, ditandai dengan hadirnya Paket Desember 1987 (PAKDES 87) memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk melakukan penawaran umum dan investor asing menanamkan modal di Indonesia.Dan Desember 1988 dikeluarkan kebijakan tentang diperbolehkannya swastanisasi Bursa Efek.

Pada tanggal 16 Juni 1989, Bursa Efek Surabaya (BES) mulai beroperasi dan dikelola oleh Perseroan Terbatas milik swasta yaitu PT Bursa Efek Surabaya. Paket deregulasi ini kemudian mendorong Bursa Efek Jakarta berubah menjadi PT Bursa Efek Jakarta pada tanggal 13 Juli 1992. Bursa Efek Jakarta berkembang dengan pesat, jumlah saham yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta dari 24 saham pada tahun 1988 menjadi lebih dari 200 saham. Pada tahun 1995, Bursa paralel Indonesia merger dengan Bursa Efek Surabaya dan diberlakukannya sistem otomatisasi perdagangan di BEJ dengan sistem komputer JATS (Jakarta Automated Trading System).BEJ mulai mengaplikasikan sistem perdagangan jarak jauh (remote trading).Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Undang-Undang ini mulai diberlakukan mulai Januari 1996. Pada tanggal 10 November 2007, Bursa Efek Surabaya (BES) dengan Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI) (Tandelilin, 2001 : 26).

4.1.2 Gambaran Umum BUMN yang Go Public 1. PT. Adhi Karya (persero) Tbk


(41)

Merupakan

bermarkas di

tercantum dalam Surat Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga Kerja pada tanggal 11 Maret 1960.Kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 65 tahun 1961 Adhi Karya ditetapkan menjadi Perseroan Negara Adhi Karya. Pada tahun itu juga, berdasarkan PP yang sama Perseroan Bengunan bekas milik Belanda yang telah dinasionalisasikan, yaitu Associate NV, dilebur ke dalam Perseroan.

Perusahaan ini merupakan perusahaan konstruksi pertama yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (Bursa Efek Jakarta) sejak 18 Maret 2004, di mana pada akhir tahun 2003 negara Republik Indonesia telah melepas 49% kepemilikan sahamnya kepada masyarakat melalui mekanisme Initial Public Offering (IPO).

Pada tanggal 8 Maret 2004 Perusahaan memperoleh pernyataan efektif dari Ketua Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dengan suratnya No. S-494/PM/2004 untuk melakukan penawaran perdana kepada masyarakat 441.320.000 saham biasa atas nama baru dengan nilai nominal Rp 100 setiap saham dengan harga penawaran Rp 150 setiap saham. Dari jumlah saham yang ditawarkan dalam penawaran umum kepada masyarakat tersebut sebesar 10% atau sebanyak 44.132.000 saham biasa atas nama baru dijatahkan secara khusus kepada manajemen dan karyawan Perusahaan melalui program penjatahan saham untuk pegawai Perusahaan (Employee Stock Allocation/ESA).

Pelepasan Saham EMBO Berdasarkan Akta Notaris Imas Fatimah SH tentang Perjanjian Jual Beli Saham No. 8 Tgl. 4 Maret 2004, Pemerintah melepas


(42)

saham 441.320.000 lbr saham dengan nilai Rp.44.132.000.000 kepada Karyawan dan Manajemen dengan harga Rp. 150 dan nilai nominal Rp.100,-.

Penjualan saham dalam rangka IPO terdiri dari : 397.188.000 lbr (22%) sebesar Rp. 39.718.800.000 dan ESA sebesar 44.132.000 lbr (2,5%) atau sebesar Rp. 4.413.200.000.

Selain bergerak di bidang konstruksi, perusahaan juga bergerak d bidang terkait seperti bisnis EPC, dan Investasi untuk meningkatkan daya saing perusahaan dan kekuatan perusahaan di tengah tekanan persaingan dan perang harga pada tahun 2006. Dengan tagline-nya, “Beyond Construction”, perusahaan ingin menggambarkan motivasinya untuk bergerak ke bisnis lain yang terkait dengan core business perusahaan. ADHI juga telah merambah dunia Internasional di negara-negara Asia Tenggara.

Dalam kegiatan operasionalnya, ADHI didukung oleh delapan divisi operasi yang tersebar di seluruh Indonesia dan luar negeri di samping Anak-anak Perusahaannya. Perusahaan ini memiliki visi untuk menjadi salah satu Perusahaan konstruksi terkemuka di Asia Tenggara dengan melakukan kinerja berdasarkan

atas peningkatan corporate value secara incorporated, melakukan proses

pembelajaran (learning) dalam mencapai pertumbuhan (peningkatan corporate value), proaktif melaksanakan lima lini bisnis secara profesional, governance, mendukung pertumbuhan perusahaan, dan menerapkan Corporate Culture yang simple tapi membumi/dilaksanakan (down to earth), serta ikut berpartisipasi aktif dalam Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) dan Corporate Social Responsibility (CSR) seiring pertumbuhan perusahaan.


(43)

2. PT. Wijaya Karya (Persero) Tbk

Merupakan salah satu perusahaan konstruksi di nasionalisasi perusahaan Belanda, Naamloze Vennotschap Technische Handel Maatschappij en Bouwbedijf Vis en Co atau NV Vis en Co, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 1960 dan Surat Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik (PUTL) No. 5 tanggal 11 Maret 1960, WIKA lahir dengan nama Perusahaan Negara Bangunan Widjaja Karja.

Dimulai sebagai sub-kontraktor, di akhir 1960-an WIKA berkembang menjadi pemborong pemasangan jaringan listrik tegangan rendah, menengah, dan tinggi. Di awal tahun 1970, WIKA memperluas usahanya menjadi perusahaan kontraktor sipil dan bangunan perumahan.

Perusahaan memasuki babak baru pada 20 Desember 1972. Melalui Akta No. 110, dibuat di hadapan Notaris Djojo Muljadi, perusahaan berubah status menjadi Perseroan Terbatas Wijaya Karya (Persero).

Pertumbuhan WIKA sebagai perusahaan infrastruktur terintegrasi yang kuat semakin mendapat pengakuan dari berbagai pihak. Pada tanggal 11 Oktober 2007, Perusahaan memperoleh pernyataan efektif dari Ketua BAPEPAM dengan suratnya No. S-5275/BL/2007 untuk melakukan penawaran perdana kepada masyarakat atas 1.846.154.000 lembar saham Seri B baru, dengan nilai nominal Rp. 100 per saham dan harga penawaran Rp 420 per saham. Saham saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Jakarta pada tanggal 29 Oktober 2007.


(44)

Perseroan sukses dalam melaksanakan penawaran saham perdana Initial Public Offering (IPO) sebanyak 35% kepada publik pada 29 Oktober 2007, di Bursa Efek Indonesia. Setelah IPO, pemerintah Republik Indonesia memegang 68,4%, sementara sisanya dimiliki oleh masyarakat, termasuk karyawan, melalui

Management Stock Ownership Program (MSOP), Employee Stock Allocation

(ESA), dan Employee/ Management Stock Option (E/MSOP).

Dari jumlah saham yang ditawarkan dalam penawaran umum kepada masyarakat tersebut sebesr 10% atau sebanyak 184.615.400 lembar saham biasa seri B dijatahkan secara khusus kepada manajemen dan karyawan perusahaan melalui program penjatahan saham untuk pegawai Perusahaan (Employee Stock Allocation / ESA). Porsi saham ESA untuk manajemen (pengurus dan pengawas) adalah sebesar 22,5%, dengan pembagian sebesar 17,5% untuk manajemen perusahaan induk dan sebesar 5% untuk manajemen anak perusahaan. Adapun porsi saham ESA untuk pegawai sebesar 77,5% dengan pembagian sebesar 62,5% untuk pegawai perusahaan induk dan sebesar 15% untuk pegawai anak perusahaan.

3. PT. Jasa Marga (Persero) Tbk

Melalui Peraturan Pemerintah No. 04 Tahun 1978, pada tanggal 01 Maret 1978 Pemerintah mendirikan PT Jasa Marga (Persero) Tbk. Tugas utama Jasa Marga adalah merencanakan, membangun, mengoperasikan dan memelihara jalan tol serta sarana kelengkapannya agar jalan tol dapat berfungsi sebagai jalan bebas hambatan yang memberikan manfaat lebih tinggi daripada jalan umum bukan tol.


(45)

Pada awal berdirinya, Perseroan berperan tidak hanya sebagai operator tetapi memikul tanggung jawab sebagai otoritas jalan tol di Indonesia. Hingga tahun 1987 Jasa Marga adalah satu-satunya penyelenggara jalan tol di Indonesia yang pengembangannya dibiayai Pemerintah dengan dana berasal dari pinjaman luar negeri serta penerbitan obligasi Jasa Marga dan sebagai jalan tol pertama di Indonesia yang dioperasikan oleh Perseroan, Jalan Tol Jagorawi (Jakarta-Bogor-Ciawi) merupakan tonggak sejarah bagi perkembangan industri jalan tol di Tanah Air yang mulai dioperasikan sejak tahun 1978.

Dengan terbitnya Undang Undang No. 38 tahun 2004 tentang Jalan yang menggantikan Undang Undang No. 13 tahun 1980 serta terbitnya Peraturan Pemerintah No. 15 yang mengatur lebih spesifik tentang jalan tol terjadi perubahan mekanisme bisnis jalan tol diantaranya adalah dibentuknya Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) sebagai regulator industri jalan tol di Indonesia, serta penetapan tarif tol oleh Menteri Pekerjaan Umum dengan penyesuaian setiap dua tahun. Dengan demikian peran otorisator dikembalikan dari Perseroan kepada Pemerintah. Sebagai konsekuensinya, Perseroan menjalankan fungsi sepenuhnya sebagai sebuah perusahaan pengembang dan operator jalan tol yang akan mendapatkan ijin penyelenggaraan tol dari Pemerintah.

Pada tanggal 12 November 2007 PT Jasa Marga (Persero) melakukan listing sahamnya di Bursa Efek Indonesia. Penjatahan dilakukan dengan memberikan porsi asing sebesar 33% dan 67% investor domestik dengan distribusi sebesar hampir 80% kepada investor institusi dan sisanya kepada investor retail.


(46)

Pemerintah menetapkan harga penawaran umum perdana (IPO) Jasa Marga Rp 1700 persaham. Dalam prospektus yang dikeluarkan, saham Jasa Marga yang dilepas oleh pemerintah adalah sebesar 30%. Proceed yang didapatkan dari IPO mencapai Rp 3,4 triliun yang semuanya masuk dalam kas perusahaan.

Pemegang saham publik terbesar adalah The Children Trust Fund Investment melalui Deutsche Bank AG,London sebesar 6,71%. Dari total saham publik sebesar 2,040 juta saham 54,3% dimiliki oleh pemegang saham domestik dan dan 45,7% dimiliki oleh pemegang saham asing yang dimiliki oleh 99,7% pemegang saham badan usaha asing. Pemegang saham publik domestik terbesar adalah perorangan 6,7%, Lembaga/Badan Usaha 4,8%, Yayasan 2,4% dan Reksadana 1,82%.

4. PT. Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk

Merupakan salah satu

konstruksi bangunan (real estate). Perusahaan ini berdiri tanggal

menjadi PN Pembangunan Perumahan melalui Peraturan Pemerintah No 63

ta

berubah menjadi PT Pembangunan Perumahan (Persero).

Pada tahun 2009, Perseroan melakukan Initial Public Offering (IPO) berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 76 tahun 2009 mengenai Perubahan Struktur Kepemilikan Saham Negara, melalui Penerbitan dan Penjualan Saham


(47)

Baru pada Perusahaan Perseroan PT Pembangunan Perumahan tanggal 28 Desember 2009. Selanjutnya, pada tanggal 9 Februari 2010 saham Perseroan resmi diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia. Sebagai suatu BUMN, mayoritas (51%) kepemilikan saham PT PP dipegang oleh Pemerintah Republik Indonesia dan sisanya (49%) dipegang karyawan dan manajemen PT PP. Sejak IPO, mayoritas (51%) saham dipegang pemerintah, 21,4% saham publik dan 27,6% saham dipegang karyawan dan manajemen PT PP.

Kegiatan Usaha Perseroan meliputi Bidang jasa Konstruksi (Bangunan/Gedung, Jalan/Jembatan, Pengairan, Pelabuhan, dll), EPC (Power Plant, Mining), Properti (Commercial, Residential, Hotel), Investasi (Power Plant& Infrastruktur) dan lain-lain (Pracetak, tiang pancang, peralatan, dll).

5. PT. Krakatau Steel (Persero) Tbk

Pada 31 Agustus 1970, berdirilah PT Krakatau Steel (Persero) dengan memanfaatkan berbagai fasilitas peninggalan Proyek Besi Baja Trikora, yakni pabrik kawat baja, pabrik baja tulangan dan pabrik baja profil. Pada 1977, Presiden Soeharto meresmikan mulai beroperasinya produsen baja terbesar di Indonesia.

Saat ini, Krakatau Steel memiliki kapasitas produksi baja kasar sebesar 2,45 juta ton per tahun. Melalui sepuluh anak Perusahaannya, Krakatau Steel sanggup melakukan diversifikasi usaha yang menunjang operasional Perusahaan, seperti produk baja bernilai tambah tinggi (pipa spiral, pipa ERW, baja tulangan, baja profil), industri utilitas (air bersih, tenaga listrik),industri infrastruktur (pelabuhan, kawasan industri), industri jasa teknik (konstruksi, rekayasa),


(48)

teknologi informasi, serta layanan kesehatan (rumah sakit). Produk-produk baja Krakatau Steel ini tidak hanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan baja nasional, tetapi juga dipasarkan secara internasional.

Kemampuan teknis Krakatau Steel yang tinggi telah memperoleh pengakuan internasional. Bahkan pada tahun 1973, Perseroan telah memperoleh Sertifikat ASTM A252 dan AWWA C200, serta pada 1977 memperoleh Sertifikat API 5L untuk produksi pipa spiral. Sertifikat ISO 9001 diperoleh PT Krakatau Steel (Persero) pada 1993 dan telah ditingkatkan menjadi ISO 9001:2000 pada 2003.Sementara itu, SGS internasional memberikan Sertifikat ISO 14001 pada 1997 atas komitmen Perseroan pada kesadaran lingkungan dan keselamatan kerja.

Pada 10 November 2010, di tengah kondisi pasar yang masih bergejolak, PT Krakatau Steel (Persero) berhasil menjadi perusahaan terbuka dengan melaksanakan penawaran umum perdana Initial Public Offering(IPO) dan mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia. Pada 2011, PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. membukukan pendapatan bersih sebesar US$ 2.032,85 juta dan laba bersih US$ 151,34 juta. Pada tahun 2011, Perseroan dan anak perusahaan dengan aset senilai US$ 2.398,08 juta memiliki 8.066 orang karyawan.

Pada 2012, PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. membukukan pendapatan bersih sebesar US$ 2.287,45 juta dan mengalami rugi bersih US$ (19,56) juta. Pada tahun 2012, Perseroan dan anak perusahaan dengan aset senilai US$ 2.561,95 juta memiliki 8.092 orang karyawan.


(49)

Garuda Indonesia (PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk) adala

sebagai hari jadi Garuda Indonesia, dimana maskapai bernama

bernamaGunung Emas.

Pada tanggal 11 Februari 2011.Garuda memulai menuju bursa saham. Pemerintah menyatakan bahwa harga saham Garuda adalah Rp.750 per saham dan mengurangi penawaran saham dari 9,362 miliar lembar ke 6,3 miliar lembar saham. Garuda Indonesia memutuskan mencatatkan diri

di

Pada 27 April 2012,

saham Garuda Indonesia di harga Rp620 per lembar dengan total sebesar Rp 1,53 triliun. Harga ini lebih rendah dari harga terendah yaitu Rp395 per lembar, tapi masih dibawah harga IPO sebesar Rp750 per lembar.

Sejak IPO mayoritas saham dimiliki oleh Pemerintah Indonesia 69,14% dan selebihnya dimiliki oleh Perseroan Terbatas (PT) 14,64%, Retail 7,15%, Anggkasa Pura I 1,10%, Angkasa Pura II 1,78%, Dana Pensiun 1,14%, Internasional 3,60%, dan lain – lain 1,95%.

Saat ini, Garuda Indonesia menggunakan pesawat


(50)

4.2 Hasil Penelitian

4.2.1 Kondisi Kinerja Keuangan

Berikut ini merupakan analisis kinerja keuangan BUMN sebelum dan sesudah privatisasi dengan menggunakan tujuh rasio yang merupakan indikator kinerja keuangan.

Tabel 4.1

ADHI (PT. Adhi Karya Tk)

Indikator Sebelum Sesudah

ROA 3.60 3.28

ROE 25.23 27.15

ROS 1.01 2.39

DTA 81.36 84.50

DER 437.83 544.83

CR 149.77 126.84

QR 27.62 29.47

ATO 1.55 1.38

Sumber

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa pada saat sebelum privatisasi rata – rata

Return On Asset(ROA) perusahaan adalah sebesar 3,60 sedangkan rata – rata

Return On Asset(ROA) setelah privatisasi sebesar 3,28 yang berarti mengalami penurunan sebesar 0,32 dari saat sebelum melakukan privatisasi.


(51)

Sebelum privatisasi rata – rata Return On Equity(ROE) perusahaan adalah sebesar 25,23 sedangkan rata – rata Return On Equity (ROE) setelah privatisasi sebesar 27,15 yang berarti mengalami peningkatan sebesar 1,93 dari saat sebelum melakukan privatisasi.

Sebelum privatisasi rata – rata Return On Sales (ROS) perusahaan adalah sebesar 1,01sedangkan rata – rata Return On Sales (ROS) setelah privatisasi sebesar 2,39 yang berarti mengalami peningkatan sebesar 1,39 dari saat sebelum melakukan privatisasi.

Sebelum privatisasi rata – rata Debt To Asset (DTA) perusahaan adalah sebesar 81,36 sedangkan rata – rata Debt To Asset (DTA) setelah privatisasi sebesar 84,50 yang berarti mengalami peningkatan sebesar 3,14 dari saat sebelum melakukan privatisasi.

Sebelum privatisasi rata – rata Debt Equity Ratio (DER) perusahaan adalah sebesar 437,83 sedangkan rata – rata Debt Equty Ratio (DER) setelah privatisasi sebesar 544,83 yang berarti mengalami peningkatan sebesar 107,00 dari saat sebelum melakukan privatisasi.

Sebelum privatisasi rata – rata Current Ratio (CR) perusahaan adalah sebesar 149,77 yang berarti bahwa setiap rupiah utang lancar akan dijamin oleh aktiva lancar sebesar Rp 149,77,- sedangkan rata – rata Current Ratio (CR) setelah privatisasi sebesar 126,84 yang berarti mengalami penurunan sebesar 22,94 dari saat sebelum melakukan privatisasi.

Sebelum privatisasi rata – rata Quick Ratio(QR) perusahaan adalah sebesar 27,62 sedangkan rata – rata Quick Ratio (QR) setelah privatisasi sebesar 29,47


(52)

yang berarti mengalami peningkatan sebesar 1,85 dari saat sebelum melakukan privatisasi.

Sebelum privatisasi rata – rata Asset Turn Over(ATO) perusahaan adalah sebesar 1,55 bahwa setiap rupiah modal yang digunakan (capital employed)

selama dua tahun menghasilkan pendapatan sebesar Rp 1,55,- sedangkan rata – rata Asset Turn Over (ATO) setelah privatisasi sebesar 1,38 yang berarti mengalami penurunan sebesar 0,16 dari saat sebelum melakukan privatisasi.

Tabel 4.2

WIKA (PT. Wijaya Karya Tbk)

Indikator Sebelum Sesudah

ROA 3.40 3.01

ROE 22.05 11.81

ROS 2.85 2.62

DTA 82.34 72.94

DER 534.02 288.01

CR 124.57 144.45

QR 102.13 110.61

ATO 1.20 1.15

Sumber

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa pada saat sebelum privatisasi rata – rata

Return On Asset (ROA) perusahaan adalah sebesar 3,40 sedangkan rata – rata

Return On Asset (ROA) setelah privatisasi sebesar 3,01 yang berarti mengalami penurunan sebesar 0,39 dari saat sebelum melakukan privatisasi.

Sebelum privatisasi rata – rata Return On Equity (ROE) perusahaan adalah sebesar 22,05 sedangkan rata – rata Return On Equity (ROE) setelah privatisasi sebesar 11,81 yang berarti mengalami penurunan sebesar 10,25 dari saat sebelum melakukan privatisasi.


(53)

Sebelum privatisasi rata – rata Return On Sales (ROS) perusahaan adalah sebesar 2,85sedangkan rata – rata Return On Sales (ROS) setelah privatisasi sebesar 2,62 yang berarti mengalami penurunan sebesar 0,23 dari saat sebelum melakukan privatisasi.

Sebelum privatisasi rata – rata Debt To Asset (DTA) perusahaan adalah sebesar 82,34 sedangkan rata – rata Debt To Asset (DTA) setelah privatisasi sebesar 72,94 yang berarti mengalami penurunan sebesar 9,40 dari saat sebelum melakukan privatisasi.

Sebelum privatisasi rata – rata Debt Equity Ratio (DER) perusahaan adalah sebesar 534,02 sedangkan rata – rata Debt Equty Ratio (DER) setelah privatisasi sebesar 288,01 yang berarti mengalami penurunan sebesar 246,02 dari saat sebelum melakukan privatisasi.

Sebelum privatisasi rata – rata Current Ratio (CR) perusahaan adalah sebesar 124,57 yang berarti bahwa setiap rupiah utang lancar akan dijamin oleh aktiva lancar sebesar Rp 124,57,- sedangkan rata – rata Current Ratio (CR) setelah privatisasi sebesar 144,45 yang berarti mengalami peningkatan sebesar 19,89 dari saat sebelum melakukan privatisasi.

Sebelum privatisasi rata – rata Quick Ratio (QR) perusahaan adalah sebesar 102,13 sedangkan rata – rata Quick Ratio (QR) setelah privatisasi sebesar 110,61 yang berarti mengalami peningkatan sebesar 8,48 dari saat sebelum melakukan privatisasi.

Sebelum privatisasi rata – rata Asset Turn Over (ATO) perusahaan adalah sebesar 1,20 bahwa setiap rupiah modal yang digunakan (capital employed)


(54)

selama dua tahun menghasilkan pendapatan sebesar Rp 1,20,- sedangkan rata – rata Asset Turn Over (ATO) setelah privatisasi sebesar 1,15 yang berarti mengalami penurunan sebesar 0,14 dari saat sebelum melakukan privatisasi

Tabel 4.3

JSMR (PT. Jasa Marga Tbk)

Indikator Sebelum Sesudah

ROA 3.84 5.49

ROE 17.46 12.30

ROS 1.81 2.40

DTA 78.19 52.55

DER 360.56 117.70

CR 46.81 215.71

QR 8.18 45.53

ATO 0.21 0.23

Sumber

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa pada saat sebelum privatisasi rata – rata

Return On Asset (ROA) perusahaan adalah sebesar 3,84 sedangkan rata – rata

Return On Asset (ROA) setelah privatisasi sebesar 5,49,yang berarti mengalami peningkatan sebesar 1,65 dari saat sebelum melakukan privatisasi.

Sebelum privatisasi rata – rata Return On Equity (ROE) perusahaan adalah sebesar 17,46 sedangkan rata – rata Return On Equity (ROE) setelah privatisasi sebesar 12,30 yang berarti mengalami penurunan sebesar 5,16 dari saat sebelum melakukan privatisasi.

Sebelum privatisasi rata – rata Return On Sales (ROS) perusahaan adalah sebesar 1,81sedangkan rata – rata Return On Sales (ROS) setelah privatisasi sebesar 2,40 yang berarti mengalami peningkatan sebesar 0,59 dari saat sebelum melakukan privatisasi.


(55)

Sebelum privatisasi rata – rata Debt To Asset (DTA) perusahaan adalah sebesar 78,19 sedangkan rata – rata Debt To Asset (DTA) setelah privatisasi sebesar 52,55 yang berarti mengalami penurunan sebesar 25.64 dari saat sebelum melakukan privatisasi.

Sebelum privatisasi rata – rata Debt Equity Ratio (DER) perusahaan adalah sebesar 360,56 sedangkan rata – rata Debt Equty Ratio (DER) setelah privatisasi sebesar 117,70 yang berarti mengalami penurunan sebesar 242,86 dari saat sebelum melakukan privatisasi.

Sebelum privatisasi rata – rata Current Ratio (CR) perusahaan adalah sebesar 46,81 yang berarti bahwa setiap rupiah utang lancar akan dijamin oleh aktiva lancar sebesar Rp 46,81,- sedangkan rata – rata Current Ratio (CR) setelah privatisasi sebesar 215,71 yang berarti mengalami peningkatan sebesar 168,90 dari saat sebelum melakukan privatisasi.

Sebelum privatisasi rata – rata Quick Ratio (QR) perusahaan adalah sebesar 8,18 sedangkan rata – rata Quick Ratio (QR) setelah privatisasi sebesar 45,53 yang berarti mengalami peningkatan sebesar 37,35 dari saat sebelum melakukan privatisasi.

Sebelum privatisasi rata – rata Asset Turn Over (ATO) perusahaan adalah sebesar 0,21 bahwa setiap rupiah modal yang digunakan (capital employed)

selama dua tahun menghasilkan pendapatan sebesar Rp 0,21,- sedangkan rata – rata Asset Turn Over (ATO) setelah privatisasi sebesar 0,23 yang berarti mengalami peningkatan sebesar 0,02 dari saat sebelum melakukan privatisasi.

Tabel 4.4


(56)

Indikator Sebelum Sesudah

ROA 4.17 3.94

ROE 41.27 19.80

ROS 3.49 3.86

DTA 85.73 80.04

DER 401.40 603.94

CR 128.35 133.00

QR 11.82 22.27

ATO 1.24 0.95

Sumber

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa pada saat sebelum privatisasi rata – rata

Return On Asset (ROA) perusahaan adalah sebesar 4,17 sedangkan rata – rata

Return On Asset (ROA) setelah privatisasi sebesar 3,94 yang berarti mengalami penurunan sebesar 0,23 dari saat sebelum melakukan privatisasi.

Sebelum privatisasi rata – rata Return On Equity (ROE) perusahaan adalah sebesar 41,27 sedangkan rata – rata Return On Equity (ROE) setelah privatisasi sebesar 19,80 yang berarti mengalami penurunan sebesar 21,47 dari saat sebelum melakukan privatisasi.

Sebelum privatisasi rata – rata Return On Sales (ROS) perusahaan adalah sebesar 3,49sedangkan rata – rata Return On Sales (ROS) setelah privatisasi sebesar 3,86 yang berarti mengalami peningkatan sebesar 0,37 dari saat sebelum melakukan privatisasi.

Sebelum privatisasi rata – rata Debt To Asset (DTA) perusahaan adalah sebesar 85,73 sedangkan rata – rata Debt To Asset (DTA) setelah privatisasi sebesar 80,04 yang berarti mengalami penurunan sebesar 5,69 dari saat sebelum melakukan privatisasi.


(57)

Sebelum privatisasi rata – rata Debt Equity Ratio (DER) perusahaan adalah sebesar 401,40 sedangkan rata – rata Debt Equty Ratio (DER) setelah privatisasi sebesar 603,94 yang berarti mengalami peningkatan sebesar 202,54 dari saat sebelum melakukan privatisasi.

Sebelum privatisasi rata – rata Current Ratio (CR) perusahaan adalah sebesar 128,35 yang berarti bahwa setiap rupiah utang lancar akan dijamin oleh aktiva lancar sebesar Rp 128,35,- sedangkan rata – rata Current Ratio (CR) setelah privatisasi sebesar 133,00 yang berarti mengalami peningkatan sebesar 4,65 dari saat sebelum melakukan privatisasi.

Sebelum privatisasi rata – rata Quick Ratio (QR) perusahaan adalah sebesar 11,82 sedangkan rata – rata Quick Ratio (QR) setelah privatisasi sebesar 22,27 yang berarti mengalami peningkatan sebesar 10,45dari saat sebelum melakukan privatisasi.

Sebelum privatisasi rata – rata Asset Turn Over (ATO) perusahaan adalah sebesar 1,24 bahwa setiap rupiah modal yang digunakan (capital employed)

selama dua tahun menghasilkan pendapatan sebesar Rp 1,24,- sedangkan rata – rata Asset Turn Over (ATO) setelah privatisasi sebesar 0,95 yang berarti mengalami penurunan sebesar 0,29 dari saat sebelum melakukan privatisasi

Tabel 4.5

KRAS (PT. Krakatau Steel Tbk) Indikator Sebelum Sesudah

ROA 0.03 3.56

ROE 6.18 7.38

ROS 2.24 0.43

DTA 59.35 53.82

DER 149.78 117.21


(58)

QR 44.21 56.78

ATO 0.15 0.87

Sumber

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa pada saat sebelum privatisasi rata – rata

Return On Asset (ROA) perusahaan adalah sebesar 0,03sedangkan rata – rata

Return On Asset (ROA) setelah privatisasi sebesar 3,56yang berarti mengalami peningkatan sebesar 3,52 dari saat sebelum melakukan privatisasi.

Sebelum privatisasi rata – rata Return On Equity (ROE) perusahaan adalah sebesar 6,18 sedangkan rata – rata Return On Equity (ROE) setelah privatisasi sebesar 7,38yang berarti mengalami peningkatan sebesar 1,20 dari saat sebelum melakukan privatisasi.

Sebelum privatisasi rata – rata Return On Sales (ROS) perusahaan adalah sebesar 2,24sedangkan rata – rata Return On Sales (ROS) setelah privatisasi sebesar 0,43yang berarti mengalami penurunan sebesar 1,81 dari saat sebelum melakukan privatisasi.

Sebelum privatisasi rata – rata Debt To Asset (DTA) perusahaan adalah sebesar 59,35sedangkan rata – rata Debt To Asset (DTA) setelah privatisasi sebesar 53,82yang berarti mengalami penurunan sebesar 5,53 dari saat sebelum melakukan privatisasi.

Sebelum privatisasi rata – rata Debt Equity Ratio (DER) perusahaan adalah sebesar 149,78sedangkan rata – rata Debt Equty Ratio (DER) setelah privatisasi sebesar 117,21yang berarti mengalami penurunan sebesar 32,56 dari saat sebelum melakukan privatisasi.


(59)

Sebelum privatisasi rata – rata Current Ratio (CR) perusahaan adalah sebesar 137,65yang berarti bahwa setiap rupiah utang lancar akan dijamin oleh aktiva lancar sebesar Rp 137,65,- sedangkan rata – rata Current Ratio (CR) setelah privatisasi sebesar 129,44yang berarti mengalami penurunan sebesar 8,21 dari saat sebelum melakukan privatisasi.

Sebelum privatisasi rata – rata Quick Ratio (QR) perusahaan adalah sebesar 44,21sedangkan rata – rata Quick Ratio (QR) setelah privatisasi sebesar 56,78yang berarti mengalami peningkatan sebesar 12,57 dari saat sebelum melakukan privatisasi.

Sebelum privatisasi rata – rata Asset Turn Over (ATO) perusahaan adalah sebesar 0,15bahwa setiap rupiah modal yang digunakan (capital employed)

selama dua tahun menghasilkan pendapatan sebesar Rp 0,15,- sedangkan rata – rata Asset Turn Over (ATO) setelah privatisasi sebesar 0,87yang berarti mengalami peningkatan sebesar 0,72 dari saat sebelum melakukan privatisasi

Tabel 4.6

GIAA (PT. Garuda Indonesia Tbk)

Indikator Sebelum Sesudah

ROA 5.33 2.27

ROE 23.30 5.47

ROS 4.17 1.75

DTA 76.43 58.95

DER 326.73 145.12

CR 70.36 83.83

QR 31.65 39.55

ATO 1.32 1.32

Sumber

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa pada saat sebelum privatisasi rata – rata


(1)

Pasal 10

1. Untuk membahas dan memutuskan kebijakan tentang Privatisasi sehubungan dengan kebijakan lintas sektoral, pemerintah membentuk sebuah Komite Privatisasi sebagai wadah koordinasi.

2. Komite Privatisasi dipimpin oleh Menteri Koordinator yang membidangi perekonomian dengan anggota-anggotanya yaitu Menteri, Menteri Keuangan, dan Menteri Teknis tempat Persero melakukan kegiatan usaha.

3. Keanggotaan Komite Privatisasi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 ditetapkan dengan keputusan Presiden.

Pasal 11 Komite Privatisasi bertugas untuk:

a. merumuskan dan menetapkan kebijakan umum dan persyaratan pelaksanaan Privatisasi;

b. menetapkan langkah-langkah yang diperlukan untuk memperlancar proses Privatisasi Persero;

c. membahas dan memberikan jalan keluar atas permasalahan strategis yang timbul dalam proses Privatisasi Persero termasuk yang berhubungan dengan kebijakan sektoral Pemerintah.

Bagian Kedua

Program Tahunan Privatisasi Pasal 12

1. Menteri melakukan seleksi dan menetapkan rencana Persero yang akan diprivatisasi, metode Privatisasi yang akan digunakan, serta jenis dan rentangan jumlah saham yang akan dijual.

2. Menteri menuangkan hasil seleksi dan rencana Persero yang akan diprivatisasi, metode Privatisasi yang akan digunakan, jenis serta rentangan jumlah saham yang akan dijual sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dalam program tahunan Privatisasi.

3. Menteri menyampaikan program tahunan Privatisasi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 kepada Komite Privatisasi untuk memperoleh arahan dan kepada Menteri Keuangan untuk memperoleh rekomendasi, selambat-lambatnya pada akhir tahun anggaran sebelumnya.

4. Arahan Komite Privatisasi dan rekomendasi Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 harus sudah diberikan selambat-lambatnya pada akhir bulan pertama tahun anggaran berjalan.

5. Menteri wajib melaksanakan program tahunan Privatisasi dengan berpedoman pada arahan dan rekomendasi sebagaimana dimaksud

pada ayat 3.

6. Menteri mensosialisasikan program tahunan Privatisasi.

7. Menteri mengkonsultasikan program tahunan Privatisasi kepada DPR-RI. 8. Menteri mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam rangka


(2)

9. Dalam kondisi tertentu Menteri dapat mengusulkan privatisasi yang belum dimasukkan dalam program tahunan privatisasi setelah terlebih dahulu diputuskan oleh Komite Privatisasi dan dikonsultasikan dengan DPR-RI.

10.Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan program tahunan Privatisasi diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian Ketiga

Lembaga dan/atau Profesi Penunjang serta Profesi Lainnya Pasal 13

Pelaksanaan Privatisasi melibatkan 1embaga dan/atau profesi penunjang serta profesi lainnya sesuai dengan kebutuhan dan ketentuan yang berlaku.

Pasal 14

1. Menteri melakukan seleksi terhadap lembaga dan/atau profesi penunjang serta profesi lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.

2. Seleksi dilakukan terhadap paling sedikit 3 (tiga) bakal calon untuk masing-masing lembaga dan/atau profesi penunjang serta profesi lainnya.

3. Apabila setelah 2 (dua) kali penawaran, bakal calon lembaga dan/atau profesi penunjang serta profesi lainnya yang berminat kurang dari 3 (tiga), maka Menteri dapat melakukan penunjukan langsung apabila penawar hanya 1 (satu) bakal calon dan melakukan seleksi apabila penawar hanya 2 (dua) bakal calon.

4. Untuk sektor usaha tertentu yang memerlukan jasa spesialis industry dikecualikan dari ketentuan jumlah sebagaimana dimaksud pada ayat 2.

5. Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur penunjukan lembaga dan/atau profesi penunjang serta profesi lainnya diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 15

1. Penasihat keuangan dilarang merangkap atau memiliki hubungan afiliasi dengan:

a. penjamin pelaksana emisi dan perantara pedagang efek dalam hal Privatisasi dilakukan dengan cara penawaran umum;

b. Investor atau perantaranya dalam hal Privatisasi dilakukan dengan cara penjualan saham secara langsung kepada Investor.

2. Spesialis industri yang dapat terlibat dalam proses Privatisasi harus mempunyai keahlian teknis dalam bidang usaha Persero yang bersangkutan yang dibuktikan dengan sertifikat atau pengalaman yang telah mendapatkan pengakuan dari lembaga atau asosiasi atau sejenisnya yang berkompeten.

Pasal 16

Perjanjian dengan lembaga dan/atau profesi penunjang sekurangkurangnya memuat klausul yang mewajibkan lembaga dan/atau profesi penunjang:

a. melakukan tugasnya hanya untuk kepentingan pemegang saham Persero dan Persero yang bersangkutan;


(3)

b. menjamin dan menjaga kerahasiaan segala informasi yang diperoleh sehubungan dengan pelaksanaan tugasnya yang dituangkan dalam pernyataan tertulis:

c. menggunakan informasi tersebut hanya untuk pelaksanaan tugasnya dalam proses Privatisasi yang bersangkutan dan tidak menggunakannya untuk kepentingan lain.

Pasal 17

1. Lembaga dan/atau profesi penunjang dengan bantuan Persero yang bersangkutan melakukan penelaahan dan pengkajian (due diligence) terhadap perusahaan sesuai dengan bidang profesinya masingmasing.

2. Perjanjian dengan lembaga dan/atau profesi penunjang sekurangkurangnya memuat klausul yang mewajibkan lembaga dan/atau profesi penunjang:

a. menyusun proyeksi keuangan, penilaian perusahaan dan usulan struktur penjualan serta jumlah saham yang akan dijual;

b. menyusun persyaratan dan identifikasi calon Investor; c. menyiapkan memorandum informasi dan/atau prospektus;

d. menyusun seluruh dokumen yang diperlukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

e. membantu dalam melakukan negosiasi dengan calon Investor. Bagian Keempat

Pembiayaan Pelaksanaan Privatisasi Pasal 18

1. Biaya pelaksanaan Privatisasi dibebankan pada hasil Privatisasi. 2. Biaya pelaksanaan Privatisasi dipergunakan untuk:

a. biaya lembaga dan/atau profesi penunjang serta profesi lainnya; b. biaya operasional Privatisasi.

3. Apabila Privatisasi tidak dapat dilaksanakan atau ditunda pelaksanaannya, maka pembebanan atas biaya yang telah dikeluarkan ditetapkan oleh RUPS.

Pasal 19

1. Besarnya biaya privatisasi ditetapkan oleh Menteri.

2. Penetapan biaya pelaksanaan Privatisasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 wajib memperhatikan prinsip kewajaran, transparansi dan akuntabilitas.

Bagian Kelima Hasil Privatisasi


(4)

1. Hasil Privatisasi saham milik negara pada Persero disetorkan langsung ke Kas Negara.

2. Hasil Privatisasi saham dalam simpanan disetorkan langsung ke kas Persero yang bersangkutan.

3. Hasil Privatisasi anak perusahaan Persero sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dapat ditetapkan sebagai dividen interim Persero yang bersangkutan.

Pasal 21

Hasil Privatisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 merupakan hasil bersih setelah dikurangi dengan biaya-biaya pelaksanaan Privatisasi.

Pasal 22

1. Pengadministrasian dan pelaksanaan penyetoran hasil Privatisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 diatur sebagai berikut:

a. Penjamin pelaksana emisi atau penasihat keuangan membuka rekening penampungan (escrow account) untuk menampung hasil Privatisasi;

b. Setelah dikurangi biaya-biaya pelaksanaan Privatisasi, penjamin pelaksana emisi atau penasihat keuangan wajib segera menyetorkan hasil bersih Privatisasi ke Kas Negara dan/atau kas Persero yang bersangkutan;

c. Penjamin pelaksana emisi atau penasihat keuangan wajib segera melaporkan penyetoran hasil Privatisasi sebagaimana dimaksud dalam huruf b kepada Menteri, Menteri Keuangan dan Direksi Persero yang bersangkutan.

2. Penghasilan lain yang diperoleh dari rekening penampungan hasil Privatisasi diperhitungkan sebagai hasil Privatisasi.

3. Verifikasi atas biaya dan hasil Privatisasi dilakukan oleh akuntan publik yang ditunjuk oleh Menteri.

BAB V LAIN-LAIN

Pasal 23

1. Penjualan saham milik Negara Republik Indonesia pada perseroan terbatas yang sahamnya kurang dari 51% (lima puluh satu persen) dimiliki oleh Negara Republik Indonesia dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasar dan perjanjian pemegang saham serta memperhatikan prinsip-prinsip yang diatur dalam Pasal 3 ayat (2), Pasal 18, Pasal 19 ayat (2), Pasal 20 dan Pasal 21.

2. Penjualan saham milik Badan Usaha Milik Negara pada perseroan nterbatas yang sahamnya paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) dimiliki oleh Badan Usaha Milik Negara dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasar dan perjanjian pemegang saham serta memperhatikan prinsip-prinsip yang diatur dalam ketentuan Pasal 3 ayat (2), Pasal 18, Pasal 19 ayat (2), Pasal 20 dan Pasal 21.


(5)

3. Penjualan saham milik Negara Republik Indonesia pada Persero terbuka dilakukan dengan berpedoman pada prinsip-prinsip dan ketentuan di bidang pasar modal.

Pasal 24

1. Menteri dapat membatalkan atau menunda penjualan saham Persero apabila situasi dan kondisi ekonomi, politik, keamanan, dan/atau pasar modal tidak menguntungkan.

2. Menteri melaporkan kepada Komite Privatisasi atas pembatalan atau penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

BAB VI

KETENTUAN PERALIHAN Pasal 25

Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka:

1. Rencana privatisasi yang belum disetujui oleh DPR-RI sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini, pelaksanaannya dilakukan setelah memperoleh persetujuan DPR-RI dalam forum konsultasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (7).

2. Segala peraturan mengenai Privatisasi masih tetap berlaku selama tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

BAB VII

KETENTUAN PENUTUP Pasal 26

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 5 September 2005

PRESIDEN REPUBLIk INDONESIA, Ttd

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta


(6)

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

ttd

HAMID AWALUDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005 NOMOR 79 Salinan sesuai dengan aslinya

Deputi Menteri Seretaris Negara Bidang Perundang-undangan,


Dokumen yang terkait

Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Sebelum Dan Sesudah Merger Dan Akuisisi Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2011 (Studi Pada Perusahaan Non Keuangan)

6 137 81

ANALISIS KINERJA KEUANGAN SEBELUM DAN SESUDAH AKUISISI PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

0 17 1

Evaluasi kinerja keuangan BUMN sebelum dan sesudah privatisasi

1 3 142

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI) Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (Bei) Sebelum Dan Sesudah Adopsi Ifrs

1 4 16

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (Bei) Sebelum Dan Sesudah Adopsi Ifrs Tahun 2010-2013.

1 5 17

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN ANTAR BANK BUMN DAN INDUSTRINYA YANG Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Antar Bank Bumn Dan Industrinya Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia.

0 3 16

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN ANTAR BANK BUMN DAN INDUSTRINYA YANG Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Antar Bank Bumn Dan Industrinya Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia.

0 3 16

KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN BUMN YANG TERDAFTAR DI BEI SEBELUM DAN SESUDAH PRIVATISASI DENDY

0 1 21

Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Sebelum Dan Sesudah Privatisasi BUMN Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 10

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN BUMN SEBELUM DAN SESUDAH PRIVATISASI - Perbanas Institutional Repository

0 0 20