Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Menggunakan Model Think Pair Share (TPS) Dipadukan dengan Eksperimen pada Siswa Kelas 5 SD Negeri Tolokan Kecamatan Getasan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

  2.1.1 Hakikat Pembelajaran IPA

  Depdiknas RI No. 22 Tahun 2006 menyatakan bahwa “IPA berhubungan dengan upaya manusia mencari tahu tentang alam dan isinya secara sitematis, sehingga mereka tidak hanya tahu tentang fakta, konsep, dan prinsip IPA saja tetapi juga tahu dan paham bagaimana fakta, konsep, dan prinsip itu terbentuk. Trianto (2013: 137) mengatakan bahwa IPA mencakup tentang dasar produk, ilmiah, proses ilmiah sikap ilmiah dan nilai yang terkandung di dalamnya.

  IPA adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan yang menjadi dasar ilmu pengetahuan dan menjadi pijakan dalam perkembangan iptek (Ratna Hidayat dan Pratiwi Pujiastuti, 2016: 186). Dari sumber-sumber tersebut dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang alam dan isinya yang berupa fakta, konsep, dan prinsip IPA juga bagaimana fakta, konsep, dan prinsip IPA itu terbentuk. IPA adalah kumpulan teori yang mempelajari alam semesta, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah dan ilmunya selalu berkembang juga menjadi tumpuan dalam perkembangan iptek. Dalam proses pembelajarannya IPA diharapkan mampu untuk membimbing siswa berpikir secara sistematis tentang suatu masalah guna mencari penyebab dan solusi dari masalah tersebut. IPA juga menuntut siswa untuk berpikir kritis guna mengembangkan sikap yang kreatif dalam memecahkan masalah yang ada di kehidupan sehari-hari. Pada jenjang Sekolah Dasar (SD) IPA perlu diajarkan untuk mengenalkan siswa dan membiasakan mereka untuk berpikir kritis dalam menghadapai masalah yang ada dalam kehidupan sehari-hari mereka, juga untuk melatih siswa berpikir secara sistematis dalam memecahkan maslah yang dihadapi karena nantinya mereka akan tumbuh dan berkembang dimasyarakat.

  2.1.2 Pembelajaran IPA SD

  Menurut Slameto (2010: 2) pembelajaran adalah interaksi yang tercipta dengan lingkungan sekitar. Menurut Nur dan Wikandari (Trianto, 2010: 143) dalam proses pembelajarannya IPA harus lebih menitikberatkan pada pendekatan ketrampilan proses supaya dapat melatih siswa untuk menemukan sendiri fakta- fakta, membentuk konsep-konsep, teori-teori, dan sikap ilmiah yang memberikan dampak positif pada proses pembelajaran dan tujuan pendidikan. Sugiono (2012: 2) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran IPA di SD bukan hanya pada konsep saja, tetapi juga pada ketrampilan proses yang menekankan pada bagaimana cara peserta didik dalam menyelidiki tentang alam sekitar, kemudian memecahkan maslah dan membuat kesimpulan.

  Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA adalah interaksi yang tercipta dalam proses pembelajaran antara guru dengan peserta didik, peserta didik dengan peserta didik, peserta didik dengan lingkungan sekitar yang disusun dan dirancang oleh guru dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran dengan menitikberatkan pada ketrampilan proses.

  Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Standar Isi 2006 menyatakan bahwa pembelajaran IPA dimaksudkan untuk melatih peserta didik mempelajari diri sendiri dan lingungan alam disekitarnya, dimana apa yang dipelajari oleh peserta didik tersebut diharapkan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. dari latar belakang ini dapat diartikan pendidikan IPA mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia. Melalui pendidikan IPA manusia akan tertatik, termotivasi dan selalu ingin untuk mempelajari hal-hal baru yang akan menghasilkan penemuan-penemuan baru yang berguna bagi kehidupan manusia pada umumnya.

  Tujuan pembelajaran IPA menurut KTSP (2006) adalah melatih kemampuan siswa dalam mengembangan pengetahuan dan pemahaman terhadap konsep-konsep ilmu IPA yang dapat dijadikan inovasi dan bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari.Kemampuan-kemampuan yang dikembangkan dalam pembelajaran IPA seperti yang tercantum dalam KTSP Standar Isi 2006 adalah sebagai berikut: (1) Memperoleh keyakinan akan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan ciptaan-Nya yang ada didunia. (2) Mengembangkan pengetahuan

  (3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran akan adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat. (4) Mengembangkan ketrampilan proses untuk mencari tahu tentang alam sekitar, memecahkan persoalan dan membuat keputusan. (5) Meningkatkan kesadaran untuk aktif berperan dalam menjaga, melindungi, dan melestarikan lingkungan alam. (6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai ciptaan Tuhan dan segala ketentuannya. (7) Memperoleh bekal pengetahuan, ketrampilan dan sikap sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya.

  Pembelajaran IPA di SD memiliki ruang lingkup yang mencakup berbagai aspek dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu ruang lingkup tersebut meliputi makhluk hidup dan proses kehidupannya. IPA mempelajari tentang semua makhluk hidup yang meliputi manusia, hewan dan tumbuhan, serta interaksi antar makhluk hidup tersebut dengan lingkungan sekitarnya.

  Kompetensi Dasar (KD) IPA di SD/MI merupakan standar nasional yang harus dicapai oleh peserta didik dalam proses pembelajarannya, juga sebagai acuan bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum pembelajaran yang digunakan. Salah satu Standar Kompetensi dan Kompetesi Dasar yang digunakan dalam proses pembelajaran mata pelajaran IPA di SD Negeri Tolokan Kecamatan Getasan yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel dibawah.

Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA Kelas 5

  

Sekolah Dasar Semester I

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

2. Memahami cara tumbuhan hijau membuat

  2.1 Mengidentifikasi cara tumbuhan hijau makanan membuat makanan

  2.2 Mendeskripsikan ketergantungan manusia dan hewan pada tumbuhan hijau sebagai sumber makanan

  Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar tersebut memerlukan suatu proses pembelajaran yang tidak hanya terjadi transfer pengetahuan dari guru kepada peserta didik. Proses pembelajaran yang berlangsung perlu memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengetahui secara langsung bagaimana tumbuhan membuat makanannya sendiri dan bagaimana ketergantungan manusia dan hewan terhadap tumbuhan hijau sebagai sumber makanannya. Atas dasar itulah metode Think Pair Share (TPS) dipadukan dengan Eksperimen ditawarkan untuk meningkatkan keaktifan peserta didik dan memberikan pengalaman kepada peserta didik dalam proses pembelajaran.

2.1.3 Model Think Pair Share (TPS)

  Model pembelajaran Think Pair Share (TPS) pertama kali diperkenalkan oleh Frank Lyman dari Universitas Mariland pada tahun 1981. Menurut Trianto dalam Purbaningrum (2012: 9) beranggapan bahwa Think Pair Share (TPS) merupakan suatu cara yang efektif untuk mengganti suasana diskusi kelas. Dengan anggapan bahwa diskusi perlu pengaturan untuk mengontrol suasana kelas agar tetap kondusif dan terkendali secara keseluruhan. Prosedur dalam Think

  

Pair Share (TPS) dapat memberikan banyak waktu bagi siswa untuk berpikir,

merespon dan bekerja sama dengan teman dan kelompoknya.

  Estiti (2007: 10) menyatakan bahwa Think Pair Share (TPS) memiliki prosedur secara tersirat dapat memberi peserta didik waktu yang lebih untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu antar sesama peserta didik. Melalui cara ini diharapkan siswa dapat bekerja sama, saling membutuhkan dan saling bergantung pada kelompok-kelompok kecil secara kooperatif.

  Alasan guru memilih model pembelajaran Think Pair Share (TPS) menurut Gunarti dalam Purbaningrum (2012: 10) adalah untuk melatih peserta didik berani dalam mengungkapkan pikirannya kepada peserta didik lain, karena biasanya anak usia SD bila ditunjuk untuk maju ke depan kelas guna menjawab pertanyaan atau menyampaikan pendapatnya akan merasa malu.

  Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Think Pair Share (TPS) merupakan model pembelajaran yang digunakan sebagai pengganti suasana diskusi kelas yang memberikan waktu bagi peserta didik untuk berpikir dalam menjawab masalah yang dihadapi dan didesain untuk melatih peserta didik berkerja sama dengan teman secara berpasangan serta melatih peserta didik untuk berani menyampaikan pendapatnya kepada orang lain.

2.1.3.1 Kelebihan Model pembelajaran Think Pair Share (TPS)

  Model pembelajaran Think Pair Share (TPS) merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang dapat memberikan pilihan bagi guru dalam mengajar peserta didik di dalam kelas.

  Fadholi dalam Ariyanto (2014: 21) menyebutkan 5 kelebihan model pembelajaran Think Pair Share (TPS) sebagi berikut:

  1. Memberi ruang bagi murid untuk lebih banyak berpikir, menjawab, dan saling membantu sesam peserta didik.

  2. Lebih efisien secara waktu dalam membagi kelompok karena hanya terdiri dari 2 orang.

  3. Peserta didik lebih aktif dalam pembelajaran karena setiap kelompok hanya 2 orang sehingga setiap peserta didik harus bekerja dalam menyelesaikan tugasnya.

  4. Peserta didik memperoleh kesempatan untuk menyampaikan ide dan pendapatnya kepada seluruh peserta didik.

  5. Memungkinkan peserta didik untuk merumuskan dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai materi yang diajarkan.

2.1.3.2 Kelemahan Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS)

  Segala hal tidaklah sempurna, jika memiliki suatu kelebihan maka hal tersebut juga pasti memiliki kelemahan, begitu juga dengan model pembelajaran TPS. Menurut Fadholi dalam Ariyanto (2014: 22) kelemahan model pembelajaran

  Think Pair Share (TPS) sebagi berikut: 1.

  Jumlah murid ganjil berdampak pada saat pembentukan kelompok, karena kelompok dalam model pembelajaran Think Pair Share (TPS) adalah kelompok berpasangan.

  2. Jika ada perselisihan dalam berpendapat, tidak ada penengah secara langsung.

  3. Jumlah kelompok yang terbentuk banyak.

  4. Menggantungkan pada pasangan.

  5. Sulit diterapkan pada sekolah dengan kemampuan peserta didik yang rendah.

2.1.3.3 Langkah-Langkah Pembelajaran Think Pair Share (TPS)

  Dalam proses pembelajaran di dalam kelas, model pembelajaran Think

  

Pair Share (TPS) sebaiknya dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah berikut

  ini: 1) siswa ditempatkan dalam sebuah kelompok, setiap kelompok terdiri dari kepada sebuah kelompok. 3) masing-masing anggota memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut secara sendiri-sendiri terlebih dahulu. 4) setiap kelompok mendiskusikan hasil berpikir masing-masing dengan pasangannya. 5) setelah tercipta kesepakatan dengan pasangannya, setiap kelompok membagi hasil diskusinya dengan kelompok lain (Huda, 2013: 206-207).

  Model pembelajaran Think Pair Share (TPS) memiliki prosedur untuk memberikan kesempatan pada peserta didik guna berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain. Menurut Ibrahim dalam Ariyanto (2014: 19) model pembelajaran Think Pair Share (TPS) memiliki tahapan utama sebagi berikut:

  Tahap 1 : Thingking (berpikir) Guru memberikan isu atau topik yang berhubungan dengan materi pelajaran yang akan diajarkan. Kemudian peserta didik diminta untuk memikirkan isu atau topik tersebut secara mandiri terlebih dahulu. Tahap 2 : Pairing (berpasangan) Peserta didik diminta untuk berpasangan dengan teman sebangkunya untuk mendiskusikan hasil pemikiran masing-masing dan menyatukan pendapat mereka mengenai topik yang dibahas. Tahap 3 : Sharing (berbagi) Pada tahap akhir, peserta didik diminta untuk berbagi hasil diskusi kelompok mereka dengan seluruh kelas. Ketrampilan berbagi dengan seluruh kelas dapat dilakukan dengan meminta kelompok maju secara sukarela atau menunjuk kelompok-kelompok tertentu untuk maju dan menyampaikan hasil diskusi mereka. Tahapan-tahapan dalam pembelajaran Think Pair Share (TPS) sederhana, namun penting untuk meningkatkan keaktifan peserta didik. Adanya kegiatan berpikir-berpasangan-berbagi memberi banyak keuntungan bagi peserta didik.

  Secara mandiri peserta didik dapat mengembangkan pikiran masing-masing karena adanya kesempatan atau waktu untuk berpikir sehingga dapat meningkatkan kualitas jawaban siswa. Menurut Nurhadi dalam Ariyanto (2014: 19) akuntabilitas akan berkembang karena setiap siswa wajib saling melaporkan hasil pemikiran masing-masing dan berbagi hasil diskusinya dengan seluruh kelas. Siswa juga akan terlibat aktif dalam proses pembelajaran karena anggota kelompok yang hanya dua orang mendorong siswa untuk mau berbicara dan berbagi ide paling tidak dengan pasangannya.

2.1.4 Metode Eksperimen

  Menurut Devi (2010: 9) Eksperimen dapat didefinisikan sebagai kegiatan yang dirancang secara rinci dan direncanakan untuk memperoleh data dari upaya menjawab suatu masalah atau menguji suatu hipotesis. Melatih bereksperimen tidak harus selalu dalam bentuk penelitian yang rumit, tetapi cukup dilatihkan untuk membuat peserta didik dapat menemukan sendiri fakta, konsep, dan prinsip di dalam Standar Kompetensi mata pelajaran yang dipelajari.

  Metode eksperimen adalah metode yang memberikan kesempatan kepada peserta didik, baik secara individu ataupun berkelompok untuk dilatih melakukan suatu proses atau percobaan (Asmani, 2011: 34). Suparno (2007: 77) menyatakan bahwa metode eksperimen adalah metode mengajar yang mengajak siswa melakukan kegiatan percobaan untuk membuktikan atau menguji teori yang telah dipelajari memang memiliki kebenaran.

  Dari pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa metode eksperimen adalah metode pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melakukan percobaan guna menjawag suatu maslah atau menguji kebeneran dari suatu hipotesis atau dugaan sementara.

  Metode eksperimen dipilih untuk proses pembelajaran IPA jika konsep IPA harus dipelajari melalui fakta-fakta yang bisa ditemukan siswa sendiri. Melalui bereksperimen keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan meningkat, siswa lebih banyak menggunakan ketrampilan proses, kemampuan psikomotoriknya terlatih karena terbiasa menggunakan alat-alat pada suatu percobaan.

2.1.4.1 Tahap-tahap Metode Eksperimen

  Tahap-tahap metode eksperimen menurut Palendeng dalam Asmani (2010: 149) antara lain : 1.

  Percobaan awal, pembelajaran diawali dengan melakukan percobaan yang didemonstrasikan guru atau dengan mengamati fenomena alam.

  2. Pengamatan, merupakan kegiatan siswa saat guru melakukan percobaan atau menjelaskan tentang fenomena alam. Peserta didik diharapakan untuk mengamati dan mencatat peristiwa tersebut.

3. Hipotesis awal, peserta didik dapat merumuskan hipotesis sementara

  4. Verifikasi, kegiatan untuk membuktikan kebenaran dari dugaan awal yang telah dirumuskan.

2.1.4.2 Kelebihan Metode Eksperimen

1) Fakta atau data yang diperoleh akan lebih diingat oleh peserta didik.

  3) Melatih kerja sama diantara siswa karean metode ekperimen di sekolah dilakukan secara berkelompok.

  Model Think Pair Share (TPS) dipadukan dengan Eksperimen adalah penggabungan antara model pembelajaran Think Pair Share (TPS) dengan metode pembelajaran eksperimen dalam suatu proses pembelajaran. Penggabungan antara model Think Pair Share (TPS) dengan metode eksperimen dilakukan untuk

  Diperlukan pengawasan yang ketat agar peserta didik tidak main-main di dalam kelompoknya. 3) Memerlukan waktu belajar yang lebih banyak.

  Dalam pelaksanaanya, penggunaan metode eksperimen juga memiliki kelemahan-kelemahan sebagai berikut. 1) Memerlukan bahan dan alat praktik yang banyak. 2)

  2) Guru dapat berkeliling kelas sambil mengawasi dan melakukan penilaian terhadap sikap dan psikomotorik peserta didik.

  5. Evaluasi, merupakan kegiatan akhir setelah selesai satu konsep.

  Penggunaan metode eksperimen dalam proses pembelajaran mempunya kelebihan-kelabihan sebagai berikut.

  4. Setelah eksperimen selesai guru harus mengumpulkan hasil penelitian peserta didik, mendiskusikan di kelas, dan mengevaluasi dengan tes atau tanya jawab.

  3. Selama eksperimen berlangsung guru harus mengamati pekerjaan peserta didik, bila perlu memberi saran atau pertaanyaan yang menunjang jalannya eksperimen.

  2. Memberikan penjelasan kepada peserta didik tentang alat-alat dan bahan yang akan digunakan dalam eksperimen.

  1. Perlu dijelaskan kepada peserta didik tentang tujuan eksperimen, mereka harus memahami maslah yang akan dibuktikan melalui eksperimen.

  6. Aplikasi konsep, setelah peserta didik merumuskan masalah dan menemukan konsep, hasilnya diaplikasikan dalam kehidupan. Kegiatan ini merupakan pemantapan konsep yang telah dipelajari. Roestiyah (2008: 11) menyatakan bahwa dalam pelaksanaannya, metode eksperimen harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

2.1.4.3 Kelemahan Metode Eksperimen

2.1.5 Model Think Pair Share (TPS) Dipadukan dengan Eksperimen

  memerlukan adanya pemberian pengalaman kepada peserta didik untuk mencari tahu sendiri jawaban dari suatu masalah yang dihadapi atau untuk menguji hipotesis awal peserta didik. Dengan melakukan eksperimen peserta didik akan mendapatkan pengalaman langsung dari proses untuk pembelajaran guna menjawab permasalahan yang mereka hadapi, selanjutnya dengan model Think

  

Pair Share (TPS) peserta didik akan berlatih untuk berdiskusi dengan teman

  sekelompoknya dan berlatih menyampaikan hasil diskusi kelompok kepada seluruh peserta didik di kelas.

  Penggabungan model Think Pair Share (TPS) dan eksperimen selain untuk mengoptimalkan hasil belajar peserta didik juga diharapkan dapat meningkatkan keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran di kelas. Guru harus mampu mengelola kelas dengan baik agar tujuan pembejaran yang diinginkan dapat tercapai, selain itu guru juga harus memahami dan menguasai mengenai model dan metode yang digabungkan ini sehingga tercipta suatu proses pembelajaran yang baik dan menyenangkan yang mana dapat memberikan hasil belajar peserta didik yang baik.

  

2.1.5.1 Langkah-langkah Model Think Pair Share (TPS) Dipadukan dengan

Eksperimen

  Langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan model Think Pair

  Share (TPS) dipadukan dengan eksperimen adalah sebagai berikut : 1.

  Peserta didik ditempatkan dalam sebuah kelompok.

  2. Guru memberikan sebuah tugas atau suatu topik pada kelompok peserta didik.

  3. Peserta didik mengamati dan memperhatikan penjelasan guru mengenai tugas atau topik yang diberikan.

  4. Peserta didik memikirkan tugas atau topik yang diberikan secara mandiri dengan membuat hipotesis awal dari hasil pengamatannya.

  5. Peserta didik melakukan percobaan guna menjawab tugas yang diberikan dan menguji kebearan dari hipotesis awal yang mereka buat.

  6. Menuliskan hasil percobaan yang telah dilakukan secara individu.

  7. Setiap kelompok mendiskusikan hasil percobaan yang telah mereka tulis secara individu dengan pasangannya.

  8. Setelah tercipta kesepakatan dengan pasangannya, setiap kelompok membagi hasil diskusinya dengan kelompok lain.

  Langkah-langkah di atas adalah hal-hal yang harus dilakukan dalam proses pembelajaran yang menggunakan metode Think Pair Share (TPS) dipadukan dengan Eksperimen supaya dapat menghasilkan hasil belajar yang optimal.

2.1.6 Hasil Belajar

  Aunurrahman (2011: 37) mengemukakan hasil belajar adalah berubahnya tingkah laku yang diperolah dari proses pembelajaran. Walaupun tidak semua berubahnya tingkah laku terjadi karena menjalani aktivitas belajar, akan tetapi aktivitas belajar umunya memberikan dampak berupa perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku pada seseorang merupakan sesuatu yang dapat diamati, walaupun tidak juga semua perubahan seseorang tersebut dapat diamati. Perubahan yang dapat diamati kebanyakan terlihat dari hal-hal yang mencakup aspek-aspek motorik.

  Hasil belajar menurut Sudjana (2011: 22) adalah kemampuan yang dimiliki peserta didik sebagai akibat yang diperoleh dari pengalaman belajarnya. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Susanto (2013: 5), hasil belajar merupakan perubahan-perubahan yang terjadi pada diri peserta didik sebagai hasil dari pengalaman belajarnya yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.

  Berdasarkan pendapat mengenai hasil belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan sesuatu yang diraih atau didapat peserta didik dari pengalaman belajarnya yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar dapat dilihat dengan mengadakan evaluasi yang bertujuan untuk mengukur seberapa besar perubahan yang didapat siswa setelah mendapat pengalaman belajarnya.

  Menurut Wardani dkk (2012: 70) hasil belajar dapat diukur dengan menggunakan 2 teknik, yaitu teknik tes dan non tes.

  Teknik tes adalah alat ukur standar dan obyektif yang dapat digunakan unutk mengukur dan membandingkan faktor psikis dan tingkah laku peserta didik. Dalam penelitian ini, teknik tes digunakan untuk mengukur aspek kognitif siswa dengan memberikan soal evaluasi pilihan ganda.

2. Teknik Non Tes

  Teknik non tes berisi pertanyaan atau pernyataan yang tidak memiliki jawaban benar atau salah. Penelitian ini menggunakan aspek non tes untuk mengukur aspek afektif dan psikomotorik siswa berupa kisi-kisi pernyataan yang menunjukkan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran. Dalam pelaksanaannya dalam proses pembelajaran, untuk mencapai hasil belajar yang optimal perlu diciptakan kondisi belajar yang kondusif dan menyenangkan di lingkungan sekolah, rumah maupun masyarakat. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa perlu untuk diperhatikan.

  Slameto (2010: 54) menggolongkan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar menjadi dua, yaitu:

  1. Faktor Internal Faktor internal adalah faktor yang bersumber dari dalam diri peserta didik, antara lain: a.

  Faktor jasmaniah (kesehatan dan cacat tubuh).

  b.

  Faktor psikologis (intelegensi, minat, perhatian, bakat motif, dan kematangan).

  c.

  Faktor kelelahan (kelelahan jasmani dan kelelahan rohani).

  2. Faktor Eksternal Faktor eksternal adalah faktor yang bersumber dari luar diri peserta didik, antara lain: a.

  Faktor keluarga (cara mendidik orang tua, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan).

  b.

  Faktor sekolah (metode mengajar, relasi guru dan peserta didik, relasi peserta didik dengan peserta didik, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah).

  c.

  Faktor masyarakat (keadaan peserta didik dalam masyarakat, media massa, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat). Dari penjelasan di atas hasil belajar peserta didik dapat dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya faktor internal dan faktor eksternal. Selain faktor dari dalam diri peserta didik itu sendiri, faktor yang berasal dari luar diri peserta didik memperhatikan faktor eksternal peserta didik agar hasil belajar yang dicapai peserta didik dapat optimal.

2.2 Kajian hasil-hasil Penelitian yang Relevan

  Alasan memilih model Think Pair Share (TPS) perlu diperkuat oleh penelitian-penelitian terkini yang sudah menunjukkan keberhasilan. Beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti lain yang mendukung keberhasilan model Think Pair Share (TPS) dan metode Eksperimen yaitu :

  Penelitian yang dilakukan Fitriana Eka Marta (2014) yang berjudul

  

Penerapan Pembelajaran Think Pair Share (TPS) untuk meningkatkan Hasil

Belajar IPA Siswa Kelas 4 SDN 01 Tengaran Kabupaten Semarang Tahun Ajaran

2013/2014. Model pembelajaran Think Pair Share (TPS) dapat meningkatkan

  hasil belajar siswa dibuktikan dengan presentase ketuntasan siswa pada kondisi awal 54.3% meningkat pada siklus I menjadi 54.6% dan meningkatkan lagi pada sikul II menjadi 80.7%.

  Penelitian yang dilakukan Henokh Dwi Ariyanto (2014) yang berjudul

  

Meningkatkan Kerjasama dan Hasil Belajar dengan menerapkan Model

Pembelajaran Think Pairs and Share pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan

Sosial Kelas V SD Negeri Sumogawe 01 Kecamatan Getasan Kabupaten

Semarang Tahun Pelajaran 2013/2014 . Model pembelajaran Think Pair Share

  (TPS) dapat meningkatkan hasil belajar siswa dilihat dari kondisi awal dimana terdapat 11 siswa (28.94%) yang belum memenuhi KKM, disiklus I hanya ada 6 siswa (15.79%) belum memenuhi KKM, sedangkan pada siklus II seluruh siswa kelas V SDN Sumogawe 01 telah tuntas KKM.

  Penelitian yang dilakukan Rina Puji Rahayu (2013) yang berjudul

  

Penerapan Strategi Inkuiri Melalui Eksperimen Untuk Meningkatkan Hasil

Belajar IPA Siswa Kelas 4 SD Negeri Kemambang 02 Kecamatan Banyubiru

Kabupaten Semarang. Metode Eksperimen dapat meningkatkan hasil belajar

  siswa dilihat dari hasil belajar kondisi awal hanya ada 15 siswa (46.8%) dari 32 siswa yang tuntas dengan nilai rata-rata kelas 63.59, pada siklus I terdapat 23 siswa (78%) yang tutas dengan nilai rata-rata 73.75, pada siklus II terdapat 31

  Penelitian yang dilakukan Sumarni (2012) yang berjudul Peningkatan

  

Hasil Belajar IPA Melalui Metode Eksperimen pada Siswa Kelas II Semester 2

SDN Simbangdesa 01 Kecamatan Tulis Kabupaten Batang Tahun Pelajaran

2011/2012. Metode Eksperimen dapat meningkatkan hasil belajar dilihat

  ketuntasan belajar pada pra siklus hanya 24.24% dengan nilai rata-rata 58.86, meningkat menjadi 72.41% pada siklus I dengan nilai rata-rata 67.45, dan meningkat lagi menjadi 77.14% pada siklus II dengan nilai rata-rata 75.14.

  Penggabungan model Think Pair Share (TPS) dan metode Eksperimen dilakukan untuk mengoptimalkan peningkatan hasil belajar siswa, selain itu juga untuk memberikan pengalaman langsung kepada siswa dalam proses pembelajaran melalui percobaan yang dilakukan dan meningkatkan keaktifan siswa melalui diskusi yang dilakukan.

2.3 Kerangka Pikir

  Dari permasalahan yang ditemukan penulis seperti yang dijelaskan di atas, penulis berpikir untuk melakukan sebuah upaya untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan melakukan penelitian pada proses pembelajaran yang dilakukan peserta didik dengan menggunakan model pembelajaran Think Pair Share (TPS) dipadukan dengan eksperimen. Permasalahan yang ada pada kelas 5 SD Negeri Tolokan kec. Getasan adalah kurang aktifnya peserta didik dalam mengikuti pembelajaran, juga kurangnya inovasi guru dalam menggunakan model pembelajaran yang dapat mengingkatkan keaktifan siswa. Hal itu berdampak pada hasil belajar siswa yang rendah.

  Model pembelajaran Think Pair Share (TPS) adalah salah satu model pembelajaran kooperatif yang dilaksanakan untuk mengingkatkan peran peserta didik dalam proses pembelajaran. Melalui penerapan model pembelajaran Think

  

Pair Share (TPS) dipadukan dengan eksperimen ini diharapkan peserta didik

  mampu untuk berpikir sendiri dalam memecahkan masalah yang dihadapi, serta dapat memperoleh sendiri informasi yang diperlukan dari eksperimen yang dilakukan oleh peserta didik kemudian bekerja sama dengan peserta didik lain untukuntuk membuat keputusan yang tepat mengenai pemecahan masalah yang tepat dan disepakati oleh semua peserta didik, mereka diminta membagi pendapat mereka tersebut dengan orang lain.

  Dengan demikian melalui penggunaan model pembelajaran Think Pair

  

Share (TPS) dipadukan dengan ekperimen dalam proses pembelajaran diharapkan

  dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Untuk lebih jelasnya kerangka pikir penulis dapat digambarkan pada bagan sebagi berikut: Pembelajaran sebelum menggunakan model TPS

  Hasil belajar Kondisi Awal dipadukan dengan siswa rendah eksperimen

  Pembelajaran sesudah menggunakan model TPS Siklus I

  Tindakan dipadukan dengan eksperimen

  Siklus II Diduga peningkatan hasil belajar peserta didik dapat

  Kondisi Akhir diupayakan dengan menggunakan pembelajaran model TPS dipadukan dengan eksperimen

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir Penggunaaan Model TPS

2.4 Hipotesis Penelitian

  Berdasarkan kerangka pikir maka hipotesis penelitian ini adalah “Peningkatan hasil belajar IPA pada pembelajaran siswa kelas 5 SD Negeri Tolokan Kecamatan Getasan kabupaten Semarang semester 1 tahun pelajaran 2017/2018 dapat diupayakan dengan menggunakan model Think Pair Share (TPS) dipadukan dengan eksperimen ”.

Dokumen yang terkait

BAB IV Kala Putnam Datang ke Desa Prangat Baru - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Modal Sosial dalam Hubungan Mutual Islam–Kristen di Desa Prangat Baru Marang Kayu

0 0 11

BAB II - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Jagongan sebagai Pendampingan Pastoral Budaya: Kajian Pastoral Budaya kepada Warga Jemaat GITJ Sembaturagung-Pati yang Mengalami Kedukaan

0 2 24

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Jagongan sebagai Pendampingan Pastoral Budaya: Kajian Pastoral Budaya kepada Warga Jemaat GITJ Sembaturagung-Pati yang Mengalami Kedukaan

0 3 35

4.1. Analisis Landasan filosofis Jagongan. - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Jagongan sebagai Pendampingan Pastoral Budaya: Kajian Pastoral Budaya kepada Warga Jemaat GITJ Sembaturagung-Pati yang Mengalami Kedukaan

0 0 19

PENERAPAN MODEL SOMATIC, AUDITORY, VISUALIZATION, INTELLECTUALY UNTUK MENINGKATKAN BERPIKIR KRITIS SISWA BERBANTUAN MEDIA AUDIO VISUAL TEMA DAERAH TEMPAT TINGGALKU KELAS IV B SD 1 MAYONG LOR

0 0 22

5 BAB II KAJIAN REPERTOAR a) Sejarah Drumset

0 0 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Unexpected Result dalam Penerapan Teknologi pada Dua Tahun Pertama: Sebuah Kajian Kelembagaan pada Kasus PT. Pasti Sukses

0 0 12

4. BAB IV - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Unexpected Result dalam Penerapan Teknologi pada Dua Tahun Pertama: Sebuah Kajian Kelembagaan pada Kasus PT. Pasti Sukses

0 0 23

BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Studi Kemiskinan di Distrik Jila Kabupaten Mimika Provinsi Papua

0 0 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Studi Kemiskinan di Distrik Jila Kabupaten Mimika Provinsi Papua

0 0 12