BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbandingan Hasil Belajar Menggunakan Model Realistic Mathematic Education dan Contextual Teaching and Learning Siswa Kelas III SD Gugus Pangeran Diponegoro Bringin

  10

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori.

2.1.1 Hakikat Matematika

  Matematika adalah bahasa simbol; ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil, merupakan definisi matematika menurut Ruseffendi (Heruman, 2007:1).

  Berdasar Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP-Kurikulum 2006) Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat dibidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika dibidang teori, bilangan, aljabar, analisis, teori peluang, dan diskrit. Untuk menguasai dan menciptakan teknologi dimasa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini.

  Berdasar pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa matematika adalah ilmu tentang keteraturan yang bersifat abstrak, berasal dari penalaran manusia yang berkembang dan menimbulkan pola pikir deduktif serta ilmu yang bersifat universal sebagai dasar perkembangan teknologi masa kini.

2.1.1.1 Pembelajaran Matematika di SD

  Menurut Heruman (2007:1-2) menyatakan dari usia perkembangan kognitif, siswa SD masih terikat dengan objek konkret yang dapat ditangkap oleh panca indra. Dalam pembelajaran matematika yang abstrak, siswa memerlukan alat bantu berupa media, dan alat peraga yang dapat memperjelas apa yang akan disampaikan oleh guru sehingga lebih cepat dipahami dan dimengerti oleh siswa. Proses pembelajaran pada fase konkret dapat melalui tahapan konkret, semi konkret, semi abstrak, dan selajutnya abstrak.

  11

  Menurut Heruman (2007:2) dalam matematika, setiap konsep yang abstrak yang baru dipahami siswa perlu segera diberi penguatan, agar mengendap dan bertahan lama dalam memori siswa, sehingga akan melekat dalam pola pikir dan pola tindakannya. Untuk keperluan inilah, maka di perlukan adanya pembelajaran melalui perbuatan dan pengertian, tidak hanya sekedar hafalan atau mengingat fakta saja, karena hal ini akan mudah dilupakan siswa.

  Heruman (2007:2), merujuk pada berbagai pendapat para ahli guru hendaknya dapat menyajikan pembelajaran yang efektif dan efisien, sesuai dengan kurikulum dan pola pikir siswa. Dalam mengajarkan matematika, guru harus memahami bahwa pemahaman setiap siswa berbeda-beda, serta tidak semua menyenangi mata pelajaran matematika.

  Pembelajaran matematika adalah proses interaksi antara guru dan siswa yang melibatkan pengembangan pola berfikir dan mengolah logika pada suatu lingkungan belajar yang sengaja diciptakan oleh guru dengan berbagai metode agar program belajar matematika tumbuh dan berkembang secara optimal dan siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien. Pembelajaran matematika sebaiknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan masalah kontekstual, siswa secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika (Depdiknas, 2006).

  Pada tingkat pendidikan SD/MI mata pelajaran matematika memiliki tujuan agar siswa memiliki lima kemampuan, yaitu: yang pertama adalah kemampuan dalam memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mampu mengaplikasikan konsep atau alogaritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. Kemampuan yang yang kedua adalah kemampuan dalam menggunakan penalaran pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membaut generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. Kemampuan yang

  12 kemampuan dalam memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. Kemampuan yang keempat adalah kemampuan dalam mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. Kemampuan yang kelima adalah kemamapuan dalam memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. (Depdiknas, 2006) untuk dapat menguasai bilangan, geometri dan pengukuran serta olah data. Pembelajaran matematika membuat siswa dapat menguasai konsep dan berperan aktif dalam pembelajaran serta mampu untuk mengaplikasikan konsep matematika untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan kegiatan sehari-hari siswa.

  Sejalan dengan tujuan yang pembekajaran matemtika yang ditetapkan Depdiknas Heruman (2007:2) menyatakan, konsep-konsep pada kurikulum matematika SD dapat dibagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu penanaman konsep dasar (penanaman konsep), pemahaman konsep, dan pembinaan ketrampilan. Memang, tujuan akhir pembelajaran matematika SD yaitu agar siswa terampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari.

  Dari teori tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah pembelajaran yang bersifat abstrak dan digunkan untuk memecahkan masalah sehari-hari siswa. Guna siswa mampu memecahkan masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari pelibatan siswa dalam pembelajaran dan penggunaan model yang berangkat dari masalah yang kontekstual diperlukan untuk membangun konsep pemcahan masalah pada diri siswa dan untuk meningkatkan pemahaman siswa dalam matematika yang abstrak. Maka penulis mencoba menggunakan model pembelajaran matematika realistik atau Realistic

  

Mathematic Education dan Contextual Teaching and Learning. Kedua metode

  13

  dengan kehidupan sehari-hari siswa, sehingga tujuan akhir pendidikan akan tercapai dan berimbas pula pada peningkatan hasil belajar siswa.

2.1.2 Model Realistic Mathematic Education

2.1.2.1 Pengertian Model Realistic Mathematic Education

  . Menurut Trianto (2011:23) model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada strategi, metode atau prosedur. Model pengajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode atau prosedur. Ciri-ciri tersebut antara lain:

  “1) Rasional teoritis logis yang disusun bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai). 3) Tingkah laku mengajar yang diperlukan. 4) Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai

  ”. Pendidikan matematika realistik dikembangkan pertama kali di Belanda pada tahun 1971 di Belanda oleh sekelompok ahli matematika dari Freudenthal

  Institute, Utrecht University. Dasar pemikiran ini berasal dari pernyataan Hans Freudenthal (1905

  • – 1990) “mathematic is human activity” atau matematika merupakan kegiatan manusia. Menurut pandangan ini pulalah mengartikan bahwa matematika merupakan suatu proses bukan suatu barang jadi. Dengan kata lain matematika bukanlah pemindahan rumus dari guru ke siswa melainkan merupakan pembangunan kembali konsep atau ide yang mereka temukan dalam eksplorasi masalah-masalah nyata.

  Menurut asal kata pembelajaran matematika realistik berasal dari tiga kata yaitu: pembelajaran, mtematika dan realistik. Pembelajaran memiliki arti kegiatan yang dilakukan untuk merubah tingkah laku. Matematika adalah ilmu yang memperlajari tentang simbol, pola keteraturan. Realistik adalah nyata. Secara kata dapat pembelajaran matematika realistik adalah kegiatan yang dilakukan mempelajari tentang simbol dan pola keteraturan yang bersumber dari dunia nyata.

  Menurut Van den Heuvel (Ariyadi Wijaya, 2012:20) realistic berasalah dari bahasa belanda “zich realiseren” yang berarti “to imagine” atau dapat

  14 dibayangkan, sehingga realistik disini tidak sekedar dunia nyata namun lebih fokus kepada situasi yang dapat dibayangkan oleh siswa.

  Menurut Ni Putu Ana I.G.A.A Sri Asri dan I Wayan Wiarta (2014) pendekatan pembelajaran Matematika realistik merupakan pendekatan pembelajaran yang dilakukan melalui penjelajahan berbagai situasi dan persoalan-persoalan realistik. Pendekatan ini bertitik tolak dari hal-hal yang riil (nyata) bagi peserta didik, menekankan keterampilan "process of doing

  

mathematics", berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi, akhirnya

maupun kelompok.

  Pembelajaran matematika realistik adalah pembelajaran yang dilakukan berdasarkan penjelajahan masalah yang realistik dan menekankan pada proses matematisasi yang dilakukan secara individu maupun secara berkelompok untuk membangun konsep matematika.

2.1.2.2 Karakteristik Model Realistic Mathematic Education

  Traffers (Ariyadi Wijaya, 2012: 21) dalam pembelajaran matematika realistik terdapat lima karakteristik, yaitu :

  1. Penggunaan konteks Konteks atau permasalahan realistik digunakan sebagai titik tolak pembelajaran. Masalah ini tidak harus berupa masalah dunia nyata namun dapat berupa permainan, penggunaan alat peraga atau situasi yang dibentuk oleh guru sendiri/situasi rekaan asal selama dapat dibayangkan oleh siswa.

  Melalui konteks siswa dapat terlibat secara aktif dalam kegiatan eksplorasi masalah yang kemudian dapat menentukan strategi-strategi untuk memecahkan masalah. Jadi eksplorasi masalah ini tidak bertujuan untuk langsung dapat menemukan hasil akhir.

  2. Penggunaan model untuk matematika progresif Dalam PMR model berfungsi sebagai jembatan penghubung antara matematika horinzontal dan matematika vertikal atau jembatan dari pengetahuan dan matematika konkrit ke matematika tingkat formal. Model dalam PMR

  15

  bukanlah alat peraga namun lebih kepada bentuk representasi matematis dalam suatu masalah

  3. Pemanfaatan hasil konstruksi siswa Matematika bukanlah barang jadi, yang didalam terdapat proses yang dibangun siswa dalam pengkonstruksian konsep, sehingga siswa menjadi subjek belajar. Siswa mendapat kebebasan dalam pengembangan berbagai macam strategi yang digunakan untuk menyelesaikan masalah.

  Dalam pengkonstruksian siswa bermanfaat sebagai ajang kreatifitas siswa. soal terbuka (open-ended), dan dari learning by doing.

  4. Interaktifitas Proses belajar dalam PMR dipandang bukan hanya sebagai aktifitas individu melainkan juga aktifitas sosial. Proses belajar akan lebih bermakna dan efektif ketika semua siswa saling mengkomunikasikan hasil kerja dan gagasan mereka.

  Dalam proses interkatifitas bermanfaat untuk pengembangan kemampuan kognitif dan afektif siswa.

  5. Keterkaitan Konsep-konsep dalam matematika (geometri, aljabar, statistika, bilangan dll) tidak berdiri sendiri namun berdiri saling terkait. Konsep-konsep matematika harus diperkenalkan secara terkait tidak terpisah. Dalam pembelajaran perlu pertimbangan penyampaian konsep matematika. Dengan adanya keterkaitan antar konsep ini pembelajaran matematika tidak hanya dapat membangun satu konsep saja namun dapat membangun lebih dari satu konsep, meskipun dalam prakteknya nanti akan ada konsep yang lebih dominan dibanding konsep lain.

2.1.2.3 Prinsip Model Realistic Mathematic Education

  Marpaung (2003:5-6) menjelaskan prinsip pokok pembelajaran matematika dalam PMR sebagai berikut:

1. Prinsip aktivitas

  Prinsip ini adalah matematika adalah aktifitas manusia, sehingga lebih baik

  16

  2. Prinsip realitas Dalam prinsip ini pembelajaran matematika berasal dari masalah sekitar dunia nyata siswa yang berhubungan dengan pengalaman siswa (realistis).

  Realistis tidak harus masalah dari dunia nyata namun juga dapat berupa masalah fiktif yang dapat dibayangkan siswa. Prinsip ini juga menimbulkan kebermaknaan dalam belajar sehingga materi tidak mudah dilupakan oleh siswa.

  3. Prinsip penjenjangan Mengacu pada proses pemahaman siswa melalui berbagai jenjang atau skematisasi. Kemudian perolehan secara insight dan penyelesaian formal.

  4. Prinsip jalinan Dalam prinsip ini matematika bukanlah aspek yang terpisah-pisah melainkan suatu jalinan atau koneksi antar aspek dan konsep.

  5. Prinsip interaksi Selain sebagi aktifitas individu matematika juga merupakan aktifitas sosial dengan adanya diskusi dam kerja kelompok.

  6. Prinsip bimbingan Dalam menemukan kembali konsep matematika siswa perlu mendapat bimbingan.

2.1.2.4 Kelebihan dan kekurangan Model Realistic Mathematic

  Education

  Suatu model pembelajaran pasti memiliki kelebihan dan kekurangan begitu pula dengan model pembelejaran matemtika realistik juga memiliki kelebihan dan kekurangan.

  Menurut Mustaqimah (2001:16) Kelebihan Pembelajaran Matematika Realistik adalah sebagai berikut: 1.) Karena siswa membangun sendiri pengetahuannya maka siswa tidak mudah lupa dengan pengetahuannya. 2.) Suasana dalam proses pembelajaran menyenangkan karena menggunakan realitas kehidupan, sehingga siswa tidak cepat bosan untuk belajar matematika.

  3.) Siswa merasa dihargai dan semakin terbuka karena setiap jawaban siswa ada

  17

  Melatih siswa untuk terbiasa berpikir dan mengemukakan pendapat. 6.) Pendidikan budi pekerti, misalnya: saling kerjasama dan menghormati teman yang sedang bekerja.

  Selain kelebihan-kelebihan yang disebutkan, terdapat pula kelemahan- kelemahan pembelajaran matematika realistik atau Realistic Mathematic

  

Education (RME). Mustaqimah (2001:16) mengemukakan kelemahan-

  kelemahan sebagai berikut: 1) Membutuhkan waktu yang lama,terutama bagi siswa yang kemampuannya rendah. 2) Siswa yang pandai kadang-kadang tidak peraga yang sesuai dengan situasi pembelajaran pada saat itu. 4) Karena masih diberi informasi terlebih dahulu maka siswa kesulitan untuk menemukan sendiri jawabannya,

  Dari uraian tersebut bahwa pembelajaran matematika realistik sangat bagus untuk pembangunan konsep matematika, ketrampilan pemecahan masalah dan mampu untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari siswa sehingga mampu meningkatkan pemahaman siswa namun yang perlu diperhatikan adalah pemilihan dan pembuatan masalah yang menjadi landasan pembelajaran serta penggunaan dan pemilihan media yang mendukung pembelajaran

2.1.2.5 Komponen Model Realistic Mathematic Education 1) Sintagmantik

  Sintak dalam suatu pembelajaran berisi tentang langkah-langkah praktis yang harus dilakukan oleh guru dan siswa dalam suatu kegiatan. Pada dasarnya model Realistic Mathematic Education memiliki langkah utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan suatu situasi masalah yang kontektual dan diakhiri dengan penarikan kesimpulan.

  Dalam pembelajaran yang biasa dilakukan dikelas terdapat kegiatan- kegiatan sebagai berikut : kegiatan awal, inti dan penutup. Berikut tahapan pembelajaran matematika realistik menurut Wahyudi dan Kriswandani (2010:53) : 1) Fase 1: pemahaman masalah/konteks. 2) Fase 2: penjelasan masalah. 3) Fase 3 : menyelesaikan masalah. 4) Fase 4 : membandingkan dan

  18

2) Prinsip Reaksi

  Beberapa perilaku guru (prinsip-prinsip reaksi) yang diharapkan dalam pembelajaran matematika realiastik adalah sebagai berikut (Yuwono, 2007: 71) Guru menjaga suasana kelas agar kondusif untuk kegiatan pembelajaran. Guru harus senantiasa memberikan motivasi kepada siswa agar tetap memiliki motivasi mengikuti pembelajaran. Guru perlu mengenal siswa secara mendalam, menggunakan contoh, memanfaatkan sumber belajar di pengulangan materi pengajaran yang sebenarnya tidak terlalu perlu bagi anak. Kegiatan di sini dapat berupa: mengawali proses pembelajaran dari pengalaman yang telah dipunyai siswa, mengaitkan masalah yang akan dibahas dengan lingkungan siswa dan memberikan motivasi memanfaatkan permasalahan yang muncul pada kehidupan sehari-hari. 2) Guru memberikan kesempatan siswa menggunakan strategi sendiri dalam memecahkan masalah. Guru mengarahkan siswa sehingga siswa dapat mengkonstruksi pengetahuan melalui aktivitas mandiri. Guru juga perlu mendorong siswa mengemukakan gagasan. Guru perlu mengurangi dan atau menghindarkan diri dari kebiasaan transfer pengetahuan satu arah. Guru harus mau dan mampu menggeser tanggungjawab belajar ke siswa sehingga siswa dapat menjalani proses belajar lebih bertanggungjawab. Guru perlu pula mengorganisasi siswa tetap dalam aktivitas atau tugas belajar (on-task), dan menfasilitasi agar terjadi kerjasama secara kooperatif dan memungkinkan terjadinya konstruksi pengetahuan. 3) Guru memantulkan pertanyaan siswa kepada siswa lain dan memberikan kesempatan siswa menggunakan intuisinya . Respon guru terhadap pertanyaan dan tanggapan siswa harus mampu mendorong siswa untuk aktif terlibat pembelajaran, mengajukan pertanyaan dan pendapat alternatif jika pendapat mereka sebelumnya kurang tepat. Pemantulan pertanyaan dan tanggapan jawaban siswa memungkinkan terjadinya dialog/interaksi antar siswa. Pemberian kesempatan siswa

  19

  kolaboratif siswa. Proses ini penting sebagai media konfirmasi dan negosiasi antar siswa dalam membangun pemahaman. 4) Guru mengungkapkan kembali pertanyaan pada siswa dengan bahasa lebih sederhana. Pengungkapan kembali pertanyaan siswa dapat mendorong partisipasi dan kolaborasi siswa. Bahasa dan kalimat sederhana dapat memudahkan siswa menangkap makna dan arah pembelajaran. Reaksi guru terhadap pertanyaan siswa bersifat konstruktif, sehingga dapat menumbuhkan minat dan semangat tinggi mengikuti pembelajaran sekaligus membangun interaksi sosial dalam memancing siswa terlibat aktif baik fisik, mental, sosial, dan/atau emosional. 5) Guru berusaha memberikan pancingan bila siswa mengalami kebuntuan penelusuran untuk mendapatkan pemahaman. Kegiatan ini dapat difungsikan sebagai scaffoding sekaligus membangun interaktivitas. Guru memberikan bantuan terbatas pada siswa berupa penjelasan secukupnya tanpa memberikan jawaban atas masalah yang dipelajari, atau bantuan berupa pertanyaan terfokus yang berkaitan dengan realitas siswa agar siswa dapat menyadari hubungan konsep terkait yang dikaji dan penerapannya dalam menyelesaikan masalah. Guru juga harus memberi kesempatan siswa melakukan praktek atau menemukan sesuatu melalui pengamatan, penelitian atau pengalaman melakukan sendiri, dan sebagainya

3) Sistem Sosial

  Dalam pembelajaran matematika realistik, dikembangkan suasana pembelajaran yang terbuka dan demokratis. Interaksi antar siswa dalam melakukan aktivitas belajar pada setiap fase mendapat penekanan penting. Guru berfungsi sebagai pendamping dan menfasilitasi agar interaksi antar siswa dalam semua aktivitas pembelajaran dapat berlangsung baik. Siswa dapat berdiskusi dengan sesama siswa dan mengajukan pertanyaan kepada guru. Pada tahap awal posisi guru lebih banyak di depan kelas, tempat guru memberikan pengantar, dan mengingatkan pengetahuan prasyarat yang harus diingat siswa. Bila diperlukan guru dapat mengecek secara acak tugas

  20 berkeliling kelas, berjalan dari siswa atau kelompok yang satu ke siswa atau kelompok lain. Pada akhir pembelajaran, guru kembali di depan kelas, tempat dia meminpin diskusi kelas, untuk menghasilkan konsep atau teorema.

4) Daya Dukung

  Pembelajaran matematika realistik memerlukan sejumlah bahan dan media yang sesuai. Untuk setiap pokok bahasan, diperlukan buku pegangan guru, bahan ajar realistik bagi siswa (baik berupa buku siswa, hand out, media pembelajaran yang relevan. Berbagai komponen pendukung tersebut dikembangkan sesuai karakteristik dan prinsip-prinsip pembelajaran matematika realistik sehingga mendukung kelancaran pembelajaran. Perangkat pembelajaran siswa, baik buku siswa maupun LKS, penting bagi siswa agar mereka dapat mengikuti pembelajaran matematika dengan lebih mudah dan termotivasi. Perangkat penilaian dan media pembelajaran juga perlu disesuaikan dengan kebutuhan pembelajaran, yang sesuai karena berbagai prinsip dan karakteristik pembelajaran matematika realistik.

5) Dampak Instruksional dan Dampak Penggiring Dampak Instruksional

  1) Penguasaan kompetensi Pembelajaran matematika realistik diharapkan dapat meningkatkan penguasaan kompetensi siswa. Selain kompetensi yang berkaitan dengan materi, juga kompetensi memproduksi, merefleksikan dan berinteraksi. Hal ini sesuai dengan tiga pilar pendidikan matematika yaitu refleksi, konstruksi dan narasi. Melalui materi, kompetensi yang dibangun siswa adalah berpikir formal, sedangkan melalui proses belajarnya kompetensi yang dicapai adalah memproduksi, merefleksi dan berinteraksi. Melalui pemecahan masalah, siswa diberi kesempatan memproduksi sendiri pemahaman dan perkakas matematisnya.

  21

  Pembelajaran matematika realistik diharapkan meningkatkan kemampuan membangun pemahaman dan pengetahuan mandiri siswa. Model ini menekankan proses dan tanggung jawab belajar pada siswa. Pemahaman dan pengetahuan siswa tidak lagi pewarisan guru. Siswa secara kreatif dan proaktif membangun pemahaman dan pengetahuannya sendiri. Konsep matematika yang dipelajari ditemukan siswa melalui proses memecahkan masalah kontekstual yang disajikan guru. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban dan pengetahuan secara kolaboratif.

  3) Kemampuan pemecahan masalah Pembelajaran matematika realistik diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa. Pada pembelajaran matematika realistik, siswa diberi masalah kontekstual, kemudian diberi kesempatan memecahkan masalah mandiri tanpa banyak bergantung guru. Siswa harus berupaya, baik sendiri maupun bersama siswa lain, memecahkan masalah yang diajukan guru. Proses memecahkan masalah, membandingkan dan mendiskusikan hasil dengan siswa lain, dan diakhiri dengan menyimpulkan, merupakan rentetan langkah yang sangat baik untuk mengasah kemampuan pemecahan masalah.

  4) Kemampuan berpikir kritis dan kreatif Pembelajaran matematika realistik diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa. Pada pembelajaran matematika realistik, pemahaman dan pengetahuan harus dikonstruksi mandiri sehingga siswa dilatih secara kritis dan kreatif memanfaatkan kemampuan pikirnya. Hal ini tentu tidak dapat terjadi pada pembelajaran yang berpusat pada guru. Ketika guru merupakan pusat kegiatan belajar, maka siswa hanya akan menjadi penerima pasif setiap ilmu yang diajarkan pada mereka. Siswa tidak terlatih

  22 memanfaatkan potensi pikirnya untuk menggali dan menguasai ilmu pengetahuan.

  Dampak Pengiring

  1) Minat terhadap matematika Pembelajaran matematika realistik diharapkan meningkatkan minat siswa terhadap matematika. Mengkaitkan materi dengan masalah nyata diharapkan menjadikan matematika menarik. salah satu penyebab matematika kurang diminati. Selain itu, pembelajaran matematika realistik menekankan keterlibatan aktif siswa. Siswa diposisikan sebagai subjek, bukan penerima pasif, sehingga menjadi lebih bertanggungjawab. Tanggungjawab belajar ini dapat menjadikan siswa lebih dihargai dan diposisikan sebagai pemilik kegiatan belajar. Hal ini akan membantu siswa dapat lebih menikmati belajar matematika.

  2) Keaktifan belajar siswa Pembelajaran matematika realistik diharapkan meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar. Dominasi guru bukan lagi menjadi inti pembelajaran, melainkan aktivitas aktif siswalah pelaku utama pembelajaran. Sejak awal pembelajaran, yaitu ketika guru menyajikan masalah konstekstual, siswa telah didorong untuk aktif. Menginjak pemecahan masalah, dilanjutkan membandingkan dan mendiskusikan jawaban, serta diakhiri menyimpulkan, siswa yang harus aktif. Pergeseran pembelajaran ke arah mengaktifkan siswa ini tentu akan berdampak pada semakin meningkatnya keaktifan belajar siswa.

  3) Kemandirian belajar Pembelajaran matematika realistik diharapkan meningkatkan kemandirian belajar siswa. Proses aktif siswa dalam belajar akan berdampak pada meningkatnya ketidaktergantungan pada orang lain (guru). Siswa terlatih mengandalkan dirinya dalam menggali dan

  23

  dalam memecahkan masalah selama pembelajaran akan mendorong terbangunnya kepercayaan diri. Pengalaman sukses akan membantu siswa mengambil prakarsa dalam memecahkan suatu masalah. Siswa terlatih tidak bergantung pada orang lain untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.

  4) Pengembangan aspek sosial Pembelajaran matematika realistik diharapkan meningkatkan pengembangan aspek sosial siswa. Interaktifitas merupakan salah satu saling berinteraksi satu sama lain selama pembelajaran. Kerjasama tersebut merupakan ajang bagi pengembangan aspek sosial siswa.

  Siswa terlatih saling membantu, saling mengisi, saling mengoreksi, serta saling memberi dan menerima. Interaksi antar siswa maupun siswa dengan guru juga akan mendorong terbangunnya rasa saling menghormati dan menghargai satu sama lain.

  5) Pemahaman kaitan matematika dengan dunia nyata Pembelajaran matematika realistik diharapkan dapat meningkatkan pemahaman kaitan matematika dengan dunia nyata.

  Keterkaitan materi matematika yang dipelajari dengan dunia nyata merupakan kerangka utama pembelajaran matematika realistik. Matematika yang dipelajari adalah matematika yang tidak diasingkan dengan dunia anak yang sesungguhnya. Masalah matematika yang disajikan merupakan masalah kontekstual, yang dekat, dan atau pernah dialami siswa sehingga membawa pemahaman siswa bahwa matematika memiliki kaitan erat dengan dunia nyata

2.1.3 Model Contextual Teaching and Learning

2.1.3.1 Pengertian Model Contextual Teaching and Learning

  Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) merupakan konsep belajar yang dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat

  24 sebagai anggota keluarga dan masyarakat (Rusman, 2011:189). Menurut Depdiknas (2002 : 3

  ) “ Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and ) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan materi yang

  Learning

  diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan mereka sehari- hari “.

  Pembelajaran CTL adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata peserta dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Syaiful Sagala (2005:87) dan Masnur Muslich (2008:41) “Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membua t hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.

2.1.3.2 Karakteristik Model Contextual Teaching and Learning

  Menurut Muslich (2008:42) karakteristik pembelajaran dengan model pembelajaran CTL sebagai berikut : 1) Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks autentik, yaitu pembelajaran yang diarahkan pada ketercapaian keterampilan dalam konteks kehidupan nyata atau pembelajaran yang dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah (learning in real life setting). 2) Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas- tugas yang bermakna (meaningful learning). 3) Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada siswa (learning by doing). 4) Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, saling mengoreksi antar teman (learning in a group). 5) Pembelajaran memberikan kesempatan untuk mencipatakan rasa kebersamaan, bekerja sama, saling memahami antar satu dengan yang lain secara mendalam (learning to know each

  

other deeply ). 6) Pembelajaran dilaksanakan secara aktif,kreatif, produktif, dan

  25

  Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan (learning as an enjoy activity ).

  Sedangkan menurut Sanjaya (201:114) ada beberapa karakteristik pembelajaran berbasis CTL yaitu : 1) Pembelajaran merupakan proses mengaktifkan pengetahuan yang sudah ada. 2) Pembelajaran kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru (Acquiring

  

Knowledge) . 3) Pemahaman pengetahuan (Understanding Knowledge). 4)

  Mempraktikan pengetahuan dan pengalaman tersebut (Applying Knowledge). 5)

2.1.3.3 Prinsip Contextual Teaching and Learning

  Trianto (2011:107) pembelajaran CTL melibatkan tujuh komponen utama, yaitu: 1) konstruktivisme (constructivism), 2) bertanya (questioning), 3) inkuiri (inquiry), 4) masyarakat belajar (learning community), 5) permodelan (modeling), 6) refleksi (reflection), dan 7) penilaian autentik (authentic assessment ).

  Setiap komponen utama pembelajaran CTL mempunyai prinsip-prinsip dasar yang harus diperhatikan ketika akan menerapkannya dalam pembelajaran Muslich (2008: 44), yaitu sebagai berikut :1) Konstruktivisme (constructivism) Konstruktivisme yaitu pengetahuanyangdibangun sedikit demi sedikit melalui sebuah proses. 2) Bertanya (questioning). Bertanya yaitu kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berfikir siswa. Kegiatan bertanya penting untuk menggali informasi, mengkonfirmasi apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya. 3) Inkuiri (inquiry). Inkuiri merupakan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. 4) Masyarakat Belajar (learning

  

community ). Masyarakat belajar yaitu hasil belajar yang diperoleh dari kejasama

  dengan orang lain. Dalam praktiknya ”masyarakat belajar” terwujud dalam pembentukan kelompok kecil, kelompok besar, mendatangkan ahli ke kelas, bekerja sama dengan kelas paralel, bekerja kelompok dengan kelas diatasnya,

  26 proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu contoh model nyata. 6) Refleksi (reflection). Refleksi merupakan upaya untuk melihat kembali, mengorganisasi kembali, menganalisis kembali, mengklarifikasi kembali, dan mengevaluasi hal-hal yang telah dipelajari. 7) Penilaian Autentik (authentic

  

assessment ). Penilaian autentik adalah upaya pengumpulan berbagai data yang

  bisa memberikan gambaran perkembangan belajar peserta didik. Data dikumpulkan dari kegiatan nyata yang dikerjakan peserta didik pada saat melakukan pembelajaran.

   Kelebihan dan Kekurangan Model Contextual Teaching and Learning

  Menurut Anisa (2009) ada beberapa kelebihan dalam pembelajaran CTL, yaitu: 1) Pembelajaran lebih bermakna, artinya siswa melakukan sendiri kegiatan yang berhubungan dengan materi yang ada sehingga siswa dapat memahaminya sendiri. 2) Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena pembelajaran CTL menuntut siswa menemukan sendiri bukan menghafalkan.3) Menumuhkan keberanian siswa untuk mengemukakan pendapat tentang materi yang dipelajari. 4) Menumbuhkan rasa ingin tahu tentang materi yang dipelajari dengan bertanya kepada guru. 5) Menumbuhkan kemampuan dalam bekerjasama dengan teman yang lain untuk memecahkan masalah yang ada. 6) Siswa dapat membuat kesimpulan sendiri dari kegiatan pembelajaran.

  Menurut Dzaki (2009) kelemahan dalam pembelajaran CTL yaitu: 1) Bagi siswa yang tidak dapat mengikuti pembelajaran, tidak mendapatkan pengetahuan dan pengalaman yang sama dengan teman lainnya karena siswa tidak mengalami sendiri. 2) Perasaan khawatir pada anggota kelompok akan hilangnya karakteristik siswa karena harus menyesuaikan dengan kelompoknya.

  3) Banyak siswa yang tidak senang apabila disuruh bekerjasama dengan yang lainnya, karena siswa yang tekun merasa harus bekerja melebihan siswa yang lain dalam kelompoknya. Dari penjelasan di atas maka seorang guru dalam menerapkan model pembelajaran CTL harus dapat memperhatikan keadaan

  27

  kelompok secara heterogen, agar siswa yang pandai dapat membantu siswa yang kurang pandai.

2.1.3.5 Komponen Model Contextual Teaching and Learning 1) Sintagmantik

  Sutarji dan Sudirjo (2007:106) Contextual Teaching and Learning (CTL) memiliki langkah pembelajaran sebagai berikut: 1) Menemukan pengetahuan awal dengan problem, 2) Ekplorasi, 3) Tindakan dan solusi, 4) Pengambilan tindakan baik individu maupun kelompok. Pembelajaran CTL secara singkat kemudian diarahkan untuk eksplorasi masalah dan kemudian siswa mengambil inisiatif tindakan dan solusi yang tepat untuk menyelesaikan masalah untuk kemudian pengambilan tindakan secara individu maupuan kelompok.

  2) Prinsip Reaksi

  Prinsip reaksi yang diharapkan dengan penerapan Contextual Teaching and Learning adalah: 1) Guru membuat masalah yang realistis. 2) Guru menyiapkan sumber belajar atau alat peraga yang dapat merangsang anak berpikir dan tidak sekedar menghafal. 3) Siswa banyak latihan dan jangan cepat menyerah. 4) Siswa belajar untuk tidak menghafal, tetapi harus memahami masalah. 5) Dalam setiap langkah siswa dapat munculkan pertanyaan “mengapa”, lalu tentukan jawabannya.

  3) Sistem Sosial

  Dengan adanya masyarakat belajar sebagai prinsip pembelajaran ini maka guru berperan sebagai fasilitator dan motivator dalam membantu proses belajar siswa. Siswa harus aktif dalam memberikan ide-idenya dan mengembangkan pengetahuannya, keterampilan yang telah dimiliki sebelumnya. Siswa juga mampu mencari atau memproses keterkaitan atau keterhubungan antara hal-hal yang baru dengan hal-hal yang sudah diketahui. Dan siswa mampu mengemukakan hasil belajar didepan kelas. Sehingga peran guru adalah membantu siswa mampu menemukan keterkaitan antara pengalaman baru dengan pengalaman sebelumnya. Dan guru juga berperan dalam mendorong

  28 siswa dalam memperbaiki hasil mereka sendiri maupun hasil kerja kelompoknya.

4) Daya Dukung

  Sarana dan prasarana yang diperlukan dalam pembelajarana adalah buku paket matematika, Lembar kerja siswa (LKS), alat peraga berupa papan berpaku dan kertas berpetak serta bangun datar persegi, persegi panjang, bangun datar tak beraturan dan bangun datar lainnya. Peralatan tulis yang mendukung pembelajaran.

   Dampak Instruksional dan Dampak Penggiring

  Dampak Instruksional yang muncul dengan penggunaan model

  

Contextual Teaching and Learning adalah: 1) Siswa dapat dengan mudah

  memahami materi dengan adanya ide-ide, gagasan-gagasan yang diciptakan karena siswa dituntut dari keadaaan yang sangat konkret. 2) Siswa dapat menggali potensi dirinya dalam mengerjakan soal. 3) Belajar untuk tidak menghafal, tetapi harus memahami masalah. 4) Prestasi akademi meningkat dalam memahami.

  Sedangkan dampak Pengiring yang tampak dalam model Contextual

  

Teaching and Learning adalah: 1) Siswa dapat lebih aktif dan kreatif dalam

  menyampaikan idenya. 2) Pengetahuan baru yang dibangun siswa berasal dari seperangkat ragam pengalaman sehari-hari. 3) Siswa menjadi lebih dapat menghargai perbedaan pendapat atau ide. 4) Toleransi, 5) Kerjasama.

2.1.4 Sintak Model Realistic Mathematic Education

  Dalam penelitian ini, model Pembelajaran Matemtaika Realistik digunakan sebagai variabel perlakuan pada kelompok eksperimen. Menurut Wahyudi dan Kriswandani (2010:53) Pembelajaran model Pembelajaran Matematika Realistik/Realisric Mathematic Education pada pembelajaran Matematika dengan materi luas persegi dan persegi panjang, sintak pembelajarannya adalah sebagai berikut:

  29

Tabel 2.1 Sintaks Model Pembelajaran Realistic Mathematic Education Aktifitas Guru Fase Aktifitas Siswa

  Guru Siswa memahami memberikan soal atau Pemahaman masalah atau soal permasalahan yang open masalah/konteks tersebut. ended

  Guru hanya Siswa memberikan penjelasan mendengarkan mengenai masalah/soal penjelasan guru dan

  Penjelasan seperlunya agar siswa mulai mengerti mengenai masalah mendapat gambaran masalah dan yang lebih jelas tentang mengorganisasikan maksud soal sumber belajar.

  Bisa secara individu maupun Guru Menyelesaikan kelompok untuk memberikan bimbingan masalah menyelesaikan masalah/soal yang diajukan

  Pemberian kesempatan pada siswa secara individu maupun

  Guru kelompok untuk Membandingkan membimbing dan mempresentasikan dan mendiskusikan memimpin jalannya jawaban dan kemudian jawaban diskusi dalam kelas membandingkan jawaban dan mendiskusikan dalam kelas.

  . Dari hasil diskusi guru menarik kesimpulan mengenai Mencatat dan

  Menyimpulkan hasil belajar/hasil membuat rangkuman hasil diskusi jawaban siswa kedalam mengenai hasil diskusi. prosedur atau suatu konsep.

  Ket. Rangkuman dari sumber

2.1.5 Sintak Model Contextual Teaching and Learning

  Pada penelitian ini model pembelajaran CTL digunakan sebagai variabel perlakuan terhadap kelas kontrol. Sutarji dan Sudirjo (2007:106) Contextual

  30

  Teaching and Learning (CTL) memiliki langkah pembelajaran sebagai berikut:

  pertama menemukan pengetahuan awal dengan problem, kedua ekplorasi, ketiga tindakan dan solusi, keempat pengambilan tindakan baik individu maupun kelompok.

Tabel 2.2 Sintaks Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning Aktifitas Guru Fase/Tahap Aktifitas Siswa

  Mendeskripsikan tujuan dan memberikan pertanyaan awal yang

  Siswa menjawab berdasarkan masalah Menemukan berdasarkan pengetahuan sehari-hari yang pengetahuan awal yang telah mereka berkaitan dengan terima.. pengukuran luas bangun datar

  Guru membantu Siswa bersama siswa mendefinisikan dengan kelompoknya dan mengorganisasikan masing-masing

  Ekplorasi tugas belajar yang melakukan penyelidikan berhubungan dengan dan pengorganisasian masalah tersebut solusi

  Guru memotivasi Siswa membuat dan memfasilitasi siswa ringkasan, model dan untuk mengemukakan Penjelasan dan pendapat mengenai pendapat, pembuatan solusi pemecahan model yang sesuai dan pemersalahan yang meringkas. diberikan guru

  Membantu siswa Siswa membuat dalam menyiapkan karya keputusan mengenai yang sesuai seperti pengetahuan dan laporan, dan membantu

  Pengambilan tindakan yang akan mereka untuk berbagai tindakan diambil, mengambil tugas dengan temannya banyak informasi dan serta memfasilitasi mengajukan pertanyaan jawaban lanjutan dari lanjutan. siswa

  Ket. Rangkuman dari sumber

2.1.6 Hasil Belajar

2.1.6.1 Hakikat Hasil Belajar

  Menurut Susanto (2013:5) hasil belajar yaitu “perubahan-perubahan yang

  31

  sebagai hasil dari kegiatan hasil belajar ”. Pengertian tentang hasil belajar diuraikan oleh Nawawi dalam Susanto (2013: 39) yang menyatakan bahwa

  “hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberasilan siswa dalam mempelajari materi pembelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu ”.

  Abdurrahman (2003:37-38) menyebutkan “hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui proses kegiatan belajar. Belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk

  ” Dari pengertian hasil belajar dapat disimpulkan hasil belajar siswa adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Belajar merupakan suatu proses perubahan dan perolehan perilaku yang relatif menetap. Dalam kegiatan pembelajaran, guru akan menetapkan tujuan belajar. Anak yang berhasil dalam belajar adalah anak yang berhasil mencapai tujuan-tujuan belajar.

2.1.6.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

  Menurut teori Gestalt (Baharuddin, 2008:12) “belajar merupakan suatu proses perkembangan

  ”. Artinya bahwa secara kodrati jiwa raga anak mengalami perkembangan. Berdasarkan teori ini hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua hal, siswa itu sendiri dan lingkungannya.

  Pendapat yang sama dikemukakan oleh Wasliman dan Baharuddin (2008 :12), hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhi, baik faktor internal maupun eksternal. Sebagai berikut: 1) Faktor internal: Faktor internal merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri peserta didik, yang mempengaruhi kemampuan belajarnya. Faktor internal ini meliputi: kecerdasan, minat dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap, kebiasaan belajar serta kondisi fisik dan kesehatan. 2) Faktor eksternal: Faktor yang berasal dari luar diri peserta didik yang mempengaruhi hasil belajar yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat.

  Ruseffendi dalam Susanto (2013:14) mengindentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu: “kecerdasaan, kesiapan anak, bakat

  32 guru, suasana belajar, kompetensi guru dan kondisi masyarakat

  ”. Dari kesepuluh faktor yang dapat mempengaruhi keberasilan siswa belajar, terdapat faktor yang dapat dikatakan hampir sepenuhnya tergantung pada siswa. Faktor-faktor itu adalah kecerdasan anak, kesiapan anak dan bakat anak. Faktor yang sebagian penyebabnya hampir sepenuhnya tergantung pada guru, yaitu: kemampuan (kompetensi), suasana belajar dan kepribadian guru.

  Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Sudjana dalam Suprihatiningrum (2013:15), bahwa

  “hasil belajar yang dicapai oleh siswa datang dari luar siswa atau faktor lingkungan ”. Faktor yang datang dari siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa. Faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan dan hasil belajar siswa di sekolah itu sulit dipisahkan karena semua unsur tersebut akan terintegrasi dalam pembelajaran. Jadi faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar pada dasarnya terwujud dalam bentuk perubahan pengetahuan (knowledge), penguasaan perilaku yang ditentukan (kognitif, afektif, psikomotorik) dan perbaikan kepribadian.

2.1.6.3 Ranah Hasil Belajar

  Menurut Benjamian S. Bloom dalam Abdurrahman (2003:38) menyatakan bahwa “hasil belajar memiliki tiga ranah yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor

  ”. Ranah aspek kognitif adalah kemampuan yang berhubungan dengan berpikir, mengetahui, dan memecahkan masalah, seperti pengetahuan, aplikatif, sintesis, analisis. Ranah kognitif adalah kawasan yang membahas tujuan pembelajaran berkenaan dengan proses mental yang berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang lebih tinggi yaitu evaluasi. Ranah aspek afektif adalah kemampuan yang berhubungan dengan sikap,nilai dan apresiasi. Aspek afektif dinilai dari sikap, minat, nilai dan konsep diri. Sedangkan aspek psikomotorik mencakup tujuan yang berkaitan dengan keterampilan (skill) yang bersifat manual dan motorik. Selain itu Bloom membagi tingkat hasil belajar aspek kognitif menjadi enam yaitu pengetahuan hafalan, pemahaman atau

  33

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA dengan Menggunakan Model Cooperative Learning Tipe Numbered Heads Together (NHT) Siswa Kelas 5 SDN Ngablak 02 Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang Semester

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA dengan Menggunakan Model Cooperative Learning Tipe Numbered Heads Together (NHT) Siswa Kelas 5 SDN Ngablak 02 Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang Semester

0 0 24

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA dengan Menggunakan Model Cooperative Learning Tipe Numbered Heads Together (NHT) Siswa Kelas 5 SDN Ngablak 02 Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang Semester

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA dengan Menggunakan Model Cooperative Learning Tipe Numbered Heads Together (NHT) Siswa Kelas 5 SDN Ngablak 02 Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang Semester

0 0 78

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Proses dan Hasil Belajar IPA Melalui Model Student Team Achievement Division (STAD) dengan Kerangka Kerja Scientific pada Siswa Kelas

0 0 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Proses dan Hasil Belajar IPA Melalui Model Student Team Achievement Division (STAD) dengan Kerangka Kerja Scientific pada Siswa Kelas 5Semes

0 0 19

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Seting dan Karakteristik Subjek Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Proses dan Hasil Belajar IPA Melalui Model Student Team Achievement Division (STAD) dengan Kerangka Kerja

0 0 41

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan Tindakan - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Proses dan Hasil Belajar IPA Melalui Model Student Team Achievement Division (STAD) dengan Kerangka Kerja Scientifi

0 0 77

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Proses dan Hasil Belajar IPA Melalui Model Student Team Achievement Division (STAD) dengan Kerangka Kerja Scientific pada Siswa Kelas 5Semester II SD Negeri 03 Kaloran Kabupaten Tem

1 1 18

BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbandingan Hasil Belajar Menggunakan Model Realistic Mathematic Education dan Contextual Teaching and Learning Siswa Kelas III SD Gugus Pangeran Diponegoro Bringin

0 0 9