KAJIAN SEMIOTIK PADA KUMPULAN CERPEN SEKUNTUM MAWAR DI DEPAN PINTU KARYA M. ARMAN A.Z.

Jurnal Pesona Volume 2 No. 1, Januari 2016 Hlm. 117-124

KAJIAN SEMIOTIK PADA KUMPULAN CERPEN
SEKUNTUM MAWAR DI DEPAN PINTU
KARYA M. ARMAN A.Z.
Ani Diana
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, STKIP Muhammadiyah Pringsewu
anidiana66@gmail.com
Abstract
Literary works are human beings art works which giving aesthetic athmosphere for
him. It becomes a medium for literary men in delivering their ideas and messages
about humans’ life. There are some of literary works and one of them is short story. A
short story is a literary work which telling story about a character in short, which can
be red in a time since only tell single situation. It tells humans’ problems in physical
and mental side, which create a conflict which is delivered inform of semiotics which
have their own meanings.
Keywords: icon, index, and symbol

bahasa-bahasa yang menarik dan sarat

1. PENDAHULUAN

Sastra atau kesusastraan merupakan

akan makna. Hal itu dapat dilihat dari

bahasa

adanya penggunaan tanda-tanda yang

maupun isinya. Hal tersebut berarti

melambangkan suatu hal berupa ikon,

bahwa karya sastra diungkapkan melalui

indeks, ataupun simbol. Ketiga hal itu

bahasa yang artistik dan melalui proses

dikaji dalam ilmu semiotik.


karangan

yang

indah,

baik

imajinatif. Karya sastra ditulis atau

Semiotik merupakan cabang ilmu

diciptakan oleh pengarang bukan hanya

yang berurusan dengan tanda dengan

untuk dirinya sendiri, melainkan untuk

pengkajian tanda dan segala sesuatu yang


disampaikan kepada pembaca.

berhubungan dengan tanda, seperti sistem

Salah satu jenis karya sastra yang di

tanda dan proses yang berlaku bagi

dalamnya banyak mengandung berbagai

tanda” (Zoest dalam Alfian Rokmansyah,

masalah

yang

berkaitan

dengan


2014: 93-94). Sebagai fakta kemanusiaan,

kehidupan

atau

kemanusiaan

adalah

karya sastra merupakan ekspresi dari

cerita pendek atau yang lebih dikenal

kebutuhan tertentu manusia, sedangkan

dengan

sebagai


istilah

cerpen.

Dalam

fakta

menceritakan kisah pada suatu cerpen,

mempunyai

biasanya

diketahui.

pengarang

menggunakan


ciri

semiotik
khas

karya
yang

itu
perlu

117
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/pesona
Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung

Jurnal Pesona Volume 2 No. 1, Januari 2016 Hlm. 117-124

Dalam sebuah karya sastra, semiotik

Adapun menurut Paul Cobley dan


dapat kita ketahui melalui lambang-

Litza Janz (dalam Nyoman Kutha Ratna,

lambang

2009: 97) “Semiotika berasal dari kata

bahasa

atau
sebagai

simbol-simbol
alat

dengan

komunikasinya.


seme,

bahasa

Yunani,

yang

berarti

Manusia dengan perantara tanda-tanda

penafsir tanda”. Sejalan dengan pendapat

dapat melakukan komunikasi dengan

tersebut, Suwardi Endraswara (2008: 64)

sesamanya. Dalam karya sastra, arti


mengungkapkan bahwa “Semiotik adalah

bahasa

model

ditentukan

atau

disesuaikan

penelitian

sastra

dengan

dengan konvensi sastra. Tentu saja,


memperhatikan

karena karya sastra bahannya bahasa

tersebut dianggap mewakili sebuah objek

yang sudah mempunyai sistem dan

representatif”.

konvensi itu, tidaklah dapat lepas sama

tanda-tanda.

Tanda

Mohammad A. Syuropati (2011: 71),

sekali dari sistem bahasa dan artinya.


menjelaskan

Dari bahasa itu muncul sebuah tanda

tanda-tanda berkaitan dengan objek-objek

yang mempunyai makna. Tanda itu tidak

yang

satu macam saja, tetapi ada beberapa

mempunyai

macam berdasarkan hubungan antara

dengan tanda-tanda atau karena ikatan

penanda dan petandanya.

konvensional

Rahmat Djoko Pradopo (2001: 71)
mengungkapkan

bahwa

“semiotika

bahwa

menurut

menyerupainya,
hubungan

dengan

Peirce

keberadaannya
sebab

akibat

tanda-tanda

tersebut. Ia menggunakan istilah ikon
untuk

kesamaannya;

indeks

untuk

adalah ilmu tentang tanda-tanda”. Tanda

hubungan sebab akibat dan simbol untuk

mempunyai dua aspek yaitu penanda

asoisasii konvensional. Hal ini sesuai

(signified).

dengan apa yang yang ditegaskan Peirce,

Penanda adalah bentuk formalnya yang

“… sebuah analisis tentang esensi tanda

menandai sesuatu yang disebut petanda,

…. Mengarah pada pembuktian bahwa

sedangkan petanda adalah sesuatu yang

setiap tanda ditentukan oleh objeknya.

ditandai oleh petanda itu yaitu artinya.

Pertama,

Contohnya kata „ibu‟ merupakan tanda

objeknya, ketika saya menyebut tanda

berupa satuan bunyi yang menandai arti

sebuah ikon. Kedua, menjadi kenyataan

„orang yang melahirkan kita‟.

dan keberadaannya berkaitan dengan

(signifier)

dan

petanda

dengan

mengikuti

sifat

objek individual, ketika saya menyebut

118
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/pesona
Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung

Jurnal Pesona Volume 2 No. 1, Januari 2016 Hlm. 117-124

tanda sebuah indeks. Ketiga, kurang

karya

lebih, perkiraan yang pasti bahwa hal itu

pemikiran,

diinterpretasikan

pengarang lewat bahasa. Bahasa itu

sebagai

denotative sebgai

akibat

objek
dari suatu

sendiri

sastra

merupakan

perasaan,

tidak

refleksi

dan

keinginan

sembarang

bahasa,

kebiasaan (di mana istilah yang saya

melainkan bahasa khas. Yakni, bahasa

pegunakan sebagai cakupan suatu sifat

yang memuat tanda-tanda atau semiotik.

yang alami), ketika saya menyebut tanda

Bahasa itu akan membentuk sistem

sebuah symbol.”

ketandaan yang dinamakan semiotik dan

Selanjutnya Burhan Nurgiyantoro (2013:

ilmu yang mempelajari masalah ini

67) memaparkan bahwa perkembangan

adalah semiologi. Semiologi juga sering

teori semiotik hingga dewasa ini dapat

dinamakan semiotika, artinya ilmu yang

dibedakan ke dalam dua jenis, yaitu

mempelajari tanda-tanda dalam karya

semiotik

sastra.

komunikasi

signifikasi.

dan

Semiotik

semiotik
komunikasi

Berbeda

dengan

menekankan diri pada teori produksi

menurut

Preminger

tanda, sedangkan semiotik signifikasi

Djoko Pradopo, 2001: 73) “studi semiotik

menekankan

sastra adalah usaha untuk menganalisis

pemahaman,

dan

atau

pendapat

di

(dalam

atas,

Rahmat

pemberian makna, suatu tanda.

sebuah sistem tanda-tanda”. Oleh karena

Mukarovsky (dalam Faruk, 2012: 77),

itu, peneliti harus menentukan konvensi-

menyebutkan

konvensi apa yang memungkinkan karya

bahwa

karya

sastra

khususnya dan karya seni umumnya
sebagai

fakta

semiotik.

sastra mempunyai makna.

Kondisi

keberadaan karya sastra sebagai fakta
kemanusian yang bersifat semiotik itu
amat perlu diperhatikan. Sebagai fakta
kemanusian, karya sastra merupakan
ekspresi dari kebutuhan tertentu manusia,
sedangkan sebagai fakta semiotik karya
itu mempunyai ciri khas yang perlu
diketahui. Selanjutnya menurut Suwardi
Endraswara (2008: 63) dari kodratnya,

2. Metode penelitian
Penelitian ini dikerjakan melalui
beberapa

tahap,

yaitu:

(1)

tahap

perencanaan, (2) tahap pelaksanaan, dan
(3) tahap pelaporan. Tahap perencanaan
terdiri atas perumusan masalah, studi
pendahuluan, dan penyusunan rancangan
penelitian. Tahap pelaksanaan meliputi
pengumpulan data, pengelompokan data,

119
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/pesona
Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung

Jurnal Pesona Volume 2 No. 1, Januari 2016 Hlm. 117-124

dan analisis data. Tahap berikutnya

simbol (45), kedua ikon (31), dan ketiga

pelaporan,

indeks (19). Dari dua belas cerpen ada

diisi

dengan

kegiatan
hasil

dua cerpen yang tidak mengandung ikon

penelitian agar dapat dibaca, diketahui,

dan indeks, yaitu cerpen yang ke-7

dan dimanfaatkan oleh orang lain yang

(berjudul Satu Pertanyaan untuk Yulia)

memerlukannya.

tidak terdapat ikon di dalamnya, dan

penulisan

dan

penggandaan

Penelitian ini merupakan penelitian
sastra

yang

menggunakan

metode

cepen yang ke-10 (berjudul Kantor)
hanya ada simbol.

kualitatif yang bersifat deskriptif, yaitu

Ikon adalah tanda yang paling mudah

dengan menitikberatkan pada segi ilmiah

dipahami karena kemiripannya dengan

dan mendasarkan pada karakter yang

sesuatu yang diwakili. Karena itu, ikon

terdapat dalam data, dan kemudian

sering juga disebut gambar dari wujud

menguraikan secara terperinci fakta-fakta

yang diwakilinya.

yang ada di dalam data tersebut. Kajian

Digelitik

semiotik yang dilakukan pada kumpulan

melangkah

cerpen Sekuntum Mawar di Depan Pintu

Instingnya

karya M Arman A.Z. ini mengerucut pada

kesibukan di sana. Tebakannya tak

tiga hal yaitu ikon, indeks, serta simbol.

meleset. Dia mendapati Bapak masih
bergelut

3.

Hasil dan pembahasan

telah

mengkaji

penulis

lakukan

penasaran,

menuju

ruang

mengatakan

dengan

Putri
tamu.
ada

pekerjaannya.

Kertas-kertas berserak di meja dan

Berdasarkan hasil analisis data
yang

rasa

dalam

tanda-tanda semiotik yang

lantai. Ada bukit kecil di asbak. Tiga
gelas kopi yang sudah kosong, beku
dekat Bapak (SMDP, 2005: 1).

meliputi ikon, indeks, dan simbol pada
kumpulan cerpen Sekuntum Mawar di
Depan Pintu karya M. Arman A.Z, dapat
diketahui bahwa ketiga tanda tersebut
hampir terdapat dalam kedua belas
cerpen yang ada dalam kumpulan cerpen
tersebut. Adapun dilihat dari frekuensi
tanda yang terbanyak adalah pertama

Secara heuristik kertas mempunyai
makna sebuah barang lembaran yang
dibuat dari bubur rumput, jerami, kayu,
dan sebagainya yang biasa ditulisi atau
untuk pembungkus. Secara hermeneutik
mempunyai sebuah makna bahwa saat itu
sedang ada Bapak Putri sedang sibuk. Hal

120
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/pesona
Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung

Jurnal Pesona Volume 2 No. 1, Januari 2016 Hlm. 117-124

tersebut terlihat pada kalimat kertas-

manusia, khususnya kehidupan gelap

kertas berserak di meja dan lantai.

sehingga banyak orang yang berdatangan.

Malam terus merangkak menjemput
pagi. Tapi di kota besar, siang dan
malam sudah tak ada bedanya lagi.
Kehidupan selalu berputar dengan

Indeks adalah tanda yang mengandung
hubungan

kausal

ibarat

yang

melangkah

Terus

Instingnya

dikerumuni

laron-laron.

yang

kutipan berikut:
Digelitik

petromaks

apa

ditandakan. Hal ini dapat dilihat pada

segala pernak-perniknya. Kota besar
lampu

dengan

rasa

penasaran,

menuju

ruang

mengatakan

Putri
tamu.
ada

bergerak dengan ritmenya sendiri

kesibukan di sana. Tebakannya tak

yang seperti tak mengenal waktu.

meleset. Dia mendapati Bapak masih

Dan bagi sebagian orang, malam

bergelut

hari saat yang tepat jika ingin

Kertas-kertas berserak di meja dan

melihat

arti

lantai. Ada bukit kecil di asbak. Tiga

sesungguhnya. Tak ada basa-basi,

gelas kopi yang sudah kosong, beku

tak ada malu, tak ada aturan dan

dekat Bapak (SMDP, 2005: 1).

kehidupan

norma.

Semua

dalam

bebas

kutipan

menunjukkan

di

ikon

pekerjaannya.

sebebas-

bebasnya (SMDP, 2005: 122-123).
Dari

dengan

atas,
adalah

yang
„lampu

Dari kutipan di atas, „bukit kecil di
asbak‟

secara

heuristik

menandakan

Bapak sudah banyak mengabiskan rokok,

petromaks‟. Gambar lampu petromaks

sedangkan

menandai

Secara

menandakan bahwa Bapak Putri sudah

heuristik lampu petromaks mempunyai

berada di tempat itu dalam waktu yang

makna lampu yang menggunakan kaus

cukup lama.

lampu

petromaks.

lampu (bukan sumbu), nyalanya terang
benderang, menggunakan bahan bakar
minyak tanah, dihidupkan dengan jalan
dipompa. Secara hermeneutik mempunyai
makna

sebuah

tempat

ramai

yang

menyediakan apapun yang diinginkan

Jam

secara

dinding

berdentang

hermeneutik

di

ruang

tamu

sekali.

Mata

Bandi

belum juga terpejam meski sudah
lewat tengah malam. Kedua telapak
tangannya disatukan jadi bantal.
Lamunannya menari-nari digugusan

121
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/pesona
Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung

Jurnal Pesona Volume 2 No. 1, Januari 2016 Hlm. 117-124

bintang. Malam begitu hening. Bandi

kita telah melihat kenyataan bahwa

bisa menangkap hela napas Mira

guru tak jauh beda dengan sapi

yang pulas di sampingnya. Nyenyak

perah.”

sekali ia tidur, pikir Bandi sambil
mengamati wajah istrinya. Pasti
pekerjaan

menyita

seluruh

Dari kutipan di atas, secara heuristik
„sapi perah sebagai simbol sapi yang
khusus dipelihara untuk menghasilkan

tenaganya (SMDP, 2005: 46).

susu. Sedangkan secara hermeneutik
Dari kutipan di atas, „jam dinding di

simbol „sapi perah‟ yang dimaksudkan

ruang tamu berdentang sekali‟ secara

adalah orang yang hanya dimanfaatkan

heuristik menandakan jam dinding di

tenaganya secara terus menerus tanpa

ruang

upah ( SMDP, 2005: 4-5).

tamunya

sedangkan

berbunyi
secara

satu

kali,

hermeneutik

menandakan bahwa malam sudah sangat
larut karena sudah jam satu pagi tetapi
Bandi belum juga dapat tidur.

Ada yang berubah dalam diri Bandi
belakangan ini. Ia bagai kumbang
tersesat di taman nan luas. Aneka
jenis dan warna bunga terhampar

Simbol adalah tanda yang memiliki

memesona.

Semuanya

sedang

hubungan makna dengan yang ditandakan

merekah.

arbitrer, sesuai dengan konvensi suatu

Tapi, entah kenapa, di taman yang

lingkungan sosial tertentu.

asing itulah Bandi kehilangan kata-

“Kita semua tahu, menekuni profesi

Cantik

menawan

hati.

kata (SMDP, 2005: 43)

sebagai pendidik di negeri ini begitu
saya

Dari kutipan di atas, secara heuristik

jelaskan panjang-lebar. Ini sudah

„kumbang‟ sebagai simbol serangga yang

jadi rahasia umum. Apalah artinya

besar

gaji guru dibandingkan kebutuhan

Sedangkan secara hermeneutik simbol

hidup mereka? Belum lagi potongan

„kumbang‟ yang dimaksudkan adalah

di

laki-laki

dilematis.

Tidak

sana-sini.

usahlah

Kalau

dulu,

kita

menganggap guru adalah pekerjaan

berwarna

yang

hitam

sedang

berkilap.

kebingungan

karena sedang jatuh cinta.

yang luhur dan mulia, tapi sekarang,

122
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/pesona
Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung

Jurnal Pesona Volume 2 No. 1, Januari 2016 Hlm. 117-124

Dalam teks kesasteraan ketiga tanda

tambahan

ini

diperlukan

pembacaan

di atas sering hadir bersama dan sulit

selanjutnya,

dipisahkan. Ketiganya memiliki peranan

hermeneutik (pembacaan pada tataran

yang sama penting. Ikon mempunyai

semiotik tingkat kedua).

Selanjutnya

kekuatan „perayu‟, sementara indeks

pembacaan

dibutuhkan

dapat

memahami

untuk memahami makna tersirat yang

perwatakan tokoh, dan simbol berfungsi

memerlukan pengetahuan dan wawasan

untuk

dan

berkaitan dengan keadaan sosial budaya

pemerasaan dalam teks fiksi. Untuk dapat

suatu masyarakat. Atau dengan kata lain

memahami ketiga tanda semiotik tersebut

memahami karya sastra dalam arti yang

harus

secara

lebih luas menurut maksudnya. Tentunya

terlebih

hal itu perlu dilakukan dengan cara

heurirtik

membaca secara keseluruhan kemudian

dibutuhkan untuk mengetahui makna

berulang-ulang bagian per bagian sampai

tersurat atau makna yang ditunjuk oleh

akhirnya

dapat

kamus yang dikonvensikan oleh bahasa

makna

keseluruhan

yang

bagiannya.

dipakai

untuk

penalaran,

pemikiraan,

dilakukan
dan

heuristik
dahulu.

hermeneutik

Pembacaan

secara

bersangkutan.

pembacaan
dijadikan

pembacaan

Selanjutnya

secara

heuristik

dapat

semacam

pijakan

untuk

memahami makna lain yang mungkin
dimunculkan.

yaitu

pembacaan

hermeneutik

ditafsirkan

secara

pertautan

dan

bagian-

Tanda ikon, indeks, dan simbol
berfungsi untuk menggambarkan dan
memperjelas

cerita.

Selain

itu,

penggunaan ikon, indeks, dan simbol

Banyak makna karya sastra yang

juga

berfungsi

untuk

memperindah

tidak dapat diungkapkan hanya melalui

penggunaan bahasa sehingga pembaca

makna yang ditunjuk kamus saja. Hal ini

lebih menikmati isi dari kumpulan cerpen

karena sering pengarang menyampaikan

karangan M. Arman A.Z. Ketiga tanda

maksudnya tidak secara langsung atau

tersebut

secara tersirat sehingga pembaca perlu

menghubungkan hasil pembacaan secara

mencari

heuristik

tambahan
tersurat.

tafsiran

lain

berdasarkan
Untuk

atau
makna

mengungkap

makna

dapat

dengan

dipahami

pembacaan

dengan

secara

yang

hermeneutik. Dari hasil kajian tersebut

makna

menunjukkan bahwa makna tambahan

123
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/pesona
Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung

Jurnal Pesona Volume 2 No. 1, Januari 2016 Hlm. 117-124

(makna konotatif) dalam sebuah karya
sastra berkaitan erat dengan makna
dasarnya (makna denotatif).

Rahmat Djoko Pradopo. (2001). Metode
Penelitian Sastra. Yogyakarta:
Hanindita Graha Widia.
Suwardi Endraswara. (2008). Metodologi
Penelitian Sastra. Yogyakarta: FBS
Universitas Negeri Yogyakarta.

4. SIMPULAN
Tanda ikon, indeks, dan simbol
berfungsi untuk menggambarkan dan
memperjelas

cerita.

Selain

itu,

penggunaan ikon, indeks, dan simbol
juga

berfungsi

untuk

memperindah

penggunaan bahasa, sehingga pembaca
lebih menikmati isi dari kumpulan cerpen
karangan M. Arman A.Z.
5. DAFTAR PUSTAKA
Alfian Rokhmansyah. (2014). Studi dan
Pengkajian Sastra. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Burhan Nurgiantoro. (2013). Teori
Pengkajian Fiksi. Yogyakarta:
Gajah Mada University Press.
Faruk. (2012). Metode Penelitian Sastra.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
M. Arman AZ. (2015). Sekuntum Mawar
di Depan Pintu. Depok: PT Lingkar
Pena Kreativa.
Mohammad Syuropati. (2011). Teori
Sastra Kontemporer dan 13
Tokohnya. Yogyakarta: IN Azna
Books.
Nyoman Kutha Ratna. (2009). Sastra dan
Cultural
Studies
Representasi
Fiksidan Fakta. Yogyakarta :
PustakaPelajar.

124
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/pesona
Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung