PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANAYANG ADIL DAN LAYAK (DUE PROCESS MODEL) (Sebuah Telaah Sosiologi Hukum)
PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANAYANG ADIL DAN LAYAK (DUE PROCESS MODEL)
(Sebuah Telaah Sosiologi Hukum) 1
Oleh:
Otto Restu Fadjar, SH., MH
Abstrak
Tujuan peradilan pidana adalah untuk memutuskan apakah seseorang bersalah atau tidak,Peradilan pidana dilakukan dengan prosedur yang diikat oleh aturan-aturan ketat tentang pembuktian yang mencakup semua batas-batas konstitusional dan berakhir pada proses pemeriksaan di pengadilan. Untuk mewujudkan tujuan peradilan pidana tersebut, dalam hal ini Sistem Peradilan Pidana, telah mengetengahkan due process model,seperti yang telah di perkenalkan oleh Herbert L Packer. Yaitu model yang penuh dengan nilai-nilai kemanusiaan. Dalam praktek model ini banyak menimbulkan permasalahan dalam proses pemeriksaan perkara pidana di Pengadilan. pemeriksaan umumnya berlangsung lama, berbelit-belit, penuh keberpihakan, rumit dan tidak sederhana seperti yang disebutkan dalam aturan normatifn / formalnya (KUHAP). Dari permasalah inilah maka dilakukanlah Penulisan terhadap hal ini. Penulisan ini, menggunakan Penulisan hukum yang sosiologis (empiris), dan menggunakan metode pendekatan Yuridis-Empirik, yaitu hukum dipandang sebagi gejala masyarakat, sebagai institusi sosial atau perilaku yang mempola. Objek Penulisan ini adalah, Perilaku aparatur peradilan dalam pemeriksaan perkara pidana di pengadilan. Pemilihan informannya dalam Penulisan ini, dilakukan secara Purposive dan yang menjadi sumber datanya adalah kata kata dan tindakan para aparatur pengadilan
1 Tulisan ini adalah hasil Penulisan penulis terhadap pemeriksaan perkara pidana di Pengadilan Negeri Kelas 1 A Karawang yang tersistematis, terjadwal, dengan menggunakan pendekatan
sosiologi hukum.
Pendahuluan membutuhkan tiga masukan (Input)
adalah :
Tujuan peradilan pidana adalah
untuk memutuskan apakah seseorang Pengadilan membutuhkan suatu
analisis tentang hubungan sebab bersalah atau tidak,Peradilan pidana
akibat, antara hal-hal yang diputus dengan
kemungkinan- dilakukan dengan prosedur yang diikat kemungkinan yang akan diderita
oleh aturan-aturan ketat tentang dari akibat putusan tersebut.
membutuhkan pembuktian yang mencakup semua evaluasi tuntutan-tuntutan yang
2. Pengadilan
batas-batas konstitusional dan berakhir
saling
bertentangan dan mengantisipasi efek-efek dari
pada proses pemeriksaan
di
suatu putusan
pengadilan 1 . Kaitannya dengan tujuan 3. Pengadilan membutuhkan suatu kemauan para pihak untuk
peradilan pidana ini, Harry C menggunakan pengadilan untuk Bredemeire memandang bahwa tugas 2 penyelesaian konflik
pengadilan adalah untuk membuat Baik dari tujuan peradilan
suatu putusan yang akan mencegah
ataupun dari tugas konflik dan gangguan terciptanya
pidana,
pengadilan.keduanya sangat erat kerjasama, dalam hal ini untuk
hubungannya dengan mewujudkan tugasnya itu pengadilan
sekali
Responsibilitas,
Liabilitas, dan Akuntabilitas, Peradilan. dengan ketiga
1 Anthon F Susanto, Wajah Peradilan Kita:
hal ini, diharapkan pemeriksaan
Konstruksi sosial Tentang Penyimpangan, Mekanisme Kontrol sosial Dan Akuntabilitas
perkara pidana seyogyanya harus
Peradilan, Refika Aditama. 2004 Bandung hlm:1. Bandingkan dengan tujuan hukum
memperhatikan: Adanya kewajiban
acara pidana yang tertuang dalam pedoman pelaksanaan KUHAP bahwa
untuk
mempertanggungjawabkan
tujuan hukum acara pidana adalah untuk mencari kebenaran materil atau setidak-
tindakan ataupun keputusannya, Yang
tidaknya mendekati kebenaran materil, ialah
melakukan penilaian tersebut adalah
kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan
institusi sosial politik yang berada di
ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat, dengan tujuan untuk mencari 3 luar peradilan
siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan
2 Achmad Ali, Sosiologi Hukum: Kajian empiris dari pengadilan guna menemukan apakah
Terhadap Pengadilan, BP Iblam. 2004 terbukti bahwa suatu tindak pidana telah
Jakarta hlm: 12-14.
dilakukan dan apakah orang yang didakwakan 3 Anthon F Susanto Makna Realitas Kontrol ini dapat dipersalahkan .
Dalam Pemeriksaan Perkara Pidana, Dalam
Untuk mewujudkan tujuan “Bahwa suatu pendekatan pragmatis atas pertanyaan mendasar mengenai
peradilan pidana tersebut, dalam hal tujuan baik dari adanya hukum pidana
ini Sistem Peradilan Pidana, telah memerlukan penyelidikan secara umum tentang apakah
proses pidana mengetengahkan
model normatif merupakan kendali sosial yang
dalam pelaksanaannya. Herbert L memiliki kecepatan tinggi atau rendah dan penyelidikan lanjutan dan bersifat
Packer, telah memperkenalkan dua khusus mengenai kemampuannya untuk
model peradilan pidana due process mengatasi perilaku anti-sosial, bertitik tolak dari kedua persyarat tersebut
model dan crime control model dan
suatu pemahaman, pembedaan dua model tersebut sesuai mengenai “Criminal proces” satu- satunya cara untuk melaksanakan
memerlukan
dengan kondisi sosial, budaya dan tugas tersebut di atas adalah dengan
stuktural (sobural)
masyarakat mengabstraksi
kenyataan dan
4 membangun sebuah model, model yang Amerika Serikat lebih lanjut Packer hendak dibangun adalah (1) yang
mengemukakan: memilki kegunaan sebagai indeks dari suatu pilihan nilai masa kini tentang bagaimana
suatu sistem diimplementasikan; (2) dan sebuah
Jurnal Ilmu Hukum Litigasi, Fakultas
model berbentuk dari usaha untuk
Hukum Unpas,Volume 2 Nomor 2 Juli-
membedakan secara tajam hukum
Desember 2001, hlm 59. selanjutnya dengan mengutip dari Caiden, Anthon F
dalam buku teks dan mengungkapkan
susanto, Menjelaskan
bahwa.
seakurat mungkin apa yang terjadi
Responsibilitas biasanya menunjuk pada
dalam kehidupan nyata sehari-hari; (3)
otoritas bertindak,
yang dapat
mengambil keputusan, dan kekuasaan
dipergunakan untuk mengenali secara
untuk mengawasi.
Liabilitas, sering
ekplisit pilihan nilai yang melandasi
diasumsikan sebagai
tugas
untuk
rincian suatu “criminal process”,
memperbaiki, menggantikan kerugian,
membalas jasa. Akibat segala kesalahan
bentuk model yang cocok untuk
atau kemiskinan penilaian atas dampak
mencapai ketiga hal tersebut adalah
kebijakan, sedangkan akuntabilitas, adalah
model atau model-model normatif,
kewajiban
untuk
adalah The due process model, dan The
mempertanggungjawabkan, melaporkan, menjelaskan, memberi alasan, menjawab,
crime control model
memikul tanggungjawab.
Memberi
perhatian dan tunduk kepada penilaian
Proses pemeriksaan perkara
(Judgement) dari luar. 4 Herbert L Packer The Limit Of The Criminal
pidana yang tertuang dalam KUHAP
Sanction, Stanford University Press, Stanford California, 1968, hlm 152-153.
(Kitab Undang-Undang Hukum Acara
yang kemudian dikutip oleh Romli
pidana), telah mencerminkan nilai-
Atmasasmita, dalam bukunya Sistem Peradilan Pidana (criminal justice system):
nilai yang tertuang dalamdue process
Perspektif eksistensialisme dan Abolisionisme, Putra A. Bardin (Anggota IKAPI),
model . sebab model ini menawarkan
Jakarta, 1996, hlm 18.
prosedural yang ketat, yang didukung itu, Di ruang sidang kekerasan muncul oleh sikap batin (penegak hukum) melalui berbagai simbol tertentu, untuk menghormati hak-hak warganya. hakim yang bertanya dengan nada Namun dalam kenyataanya, formulasi marah atau membentak tersangka, aturan model yang demikian itu arogansi kewenangan dan sifat otoriter, biasanya
keamanan dengan hubungan yang signifikan terhadap persenjataan
tidak
memperlihatkan atau aparat
lengkap mengawal komitmen dalam praktek, yaitu masuknya tersangka ke persidangan. menyangkut persolan subtantif yang Di tengah wacana peradilan pidana sering dikesampingkan, yang pada yang seperti ini, banyak kritikan yang akhirnya hanya muncul prosedur dilontarkan.terhadap
lembaga formal semata. Akibatnya dari peradilan di indonesia, yang telah formulasi model yang demikian menjurus ke arah caci maki dan tersebut, timbullah permasalahan sumpah serapah. hendak diapakan dalam proses pemeriksaan perkara peradilan dalam kondisi seperti saat pidana di pengadilan. pemeriksaan
ini? bukan semata-mata ungkapan umumnya berlangsung lama, berbelit- sinis dan pesimis, namun realitas yang belit, penuh keberpihakan, rumit dan beralngsung mempertontonkan sebuah tidak
yang peradilandagelan, peradilan yang di disebutkan dalam aturan normatifnya/ dalamnya penuh nuansa formalitas formalnya (KUHAP). Pemeriksaan yang pada akhirnya menjadikan perkara pidana di pengadilan biasanya peradilan sebagai Super market (jual menunjukan kepada pelayanan status, beli keadilan) yang terjadi di ruangan biasanya memihak status yang lebih pengadilan.di ruang pengadilan inilah tinggi atau lebih berbobot materinya, terdapat semacam simulasi pengadilan
sederhana
seperti
dibandingkan dengan status yang lebih 5 (Simulationofcourt) Dalam wacana rendah atau kering bobot materinya.
dan inilah dinamakan dengan perilaku 5 Simulationofcourt , yaitu pengadilan yang
berlangsung pada tingkat citraan (Image), diskriminatif yang di dalamnya dicari citraan kebenaran (image oftruth), bukan kebenaran sejati.
Selain itu juga, permasalahan
simulasi pengadilan hanya menghasilkan simulakra
yang timbul dari model yang demikian (Simulacraofjustice),
keadilan
yaitu keadilan yang ditampilkan dalam yaitu keadilan yang ditampilkan dalam
6 olah adil (as if). keadilan keadilan Piliang mengatakan berkembang dalam wujud simulasinya,
Wacana hukum dalam hal ini, yang menampilkan citra-citra konkrit, menciptakan semacam realitas hukum sebagai signifer (pengadilan, terdakwa, yang melampui (post-justice), yaitu saksi, jaksa, hakim), menampakan aksi- sebuah dunia hukum, yang di dalamnya aksi sosial yang aktual, akan tetapi pengadilan (court) dan keadilan semua dalam wujud simulasinya (justice) hidup dalam wujud simulakra, di
dalam wujud topeng-topeng Permasalahan dalam Penulisan ini akan
diuraikan sebagai berikut:
wujud citraan
yang
terdistrosi,
menyimpang, terdeviasi, bahkan terputus,
1. Apakah pemeriksaan perkara
dari kebenaran yang sesungguhnya. dalam
pidana (di pengadilan negeri
simulasi hukum, pemeriksaan, penyidik, penyelidikan,
Vonis, berlangsung dalam mekanisme
pemeriksaan yang layak dan adil
seolah-oleh (asif), dalam wujud citraan
(due process model)?
kamuflase, sebagai cara untuk menutupi
2. Bagaimana implementasi asas
realitas sesungguhnya. dalam wacana
persamaan di muka hukum
simulationofcourt , di mana pengadilan, misalnya
(equality before the law), sebagai
memang
menghadirkan
tersangka yang faktual, jaksa yang faktual,
nilai yang melandasi Due
saksi yang faktual, di sebuah geduang
process
model. Dalam
pengadilan yang faktual. akan tetapi
pemeriksaan perkara pidana (di
semua yang hadir itu belum tentu nyata. di
pengadilan negeri karawang)?
sini, perbedaan antar fakta (fact) dan yang nyata (Real), harus ditegaskan kembali.
3. Kendala apa yang timbul, dan
Dalam hal ini Fakta Hukum adalah orang,
upaya apa yang harus dilakukan
benda, bangunan, saksi, atau barang bukti,
dalam pemeriksaan perkara
yang hadir secara fisik (Fresence), yang bisa
pidana (di pengadilan negeri
dipoto, divideokan,
atau
difilmkan,
karawang), kaitannya dengan
menjadi sebuah image dalam sebuah media. Realitas Hukum, adalah apa yang
sistem peradilan pidana yang
sesungguhnya terjadi di balik fakta dan
adil dan layak
image tersebut. singkatnya fakta hukum tidak selalu merupakan realitas hukum,
Dari permasalahan di atas,
disebabkan fakta tersebut secara semiotik dapat merupakan tanda palsu, tanda
Penulisaan ini bertujuan untuk:;
menipu, tanda dusta, ketika tanda-tanda ini diterapkan dalam dunia hukum, maka
1. Mengetahui, mengkaji, dan
hukum dikuasai oleh image. Lihat dalam
menjelaskan dari sudut pandang
Yasraf Amir Piliang, Posrealitas: Realitas
sosiologi hukum, apakah
Kebudayaan, Dalam
era
Posmetafisika, pemeriksaan perkara pidana di
Jalasutra Yogyakarta, 2004, hlm. 306-dst.
pengadilan negeri karawang,
Yasraf Amir Piliang, Posrealitas, Ibid, hlm. 298. Simulasi (simulation) adalah proses
mencerminkan pemeriksaan
penciptaan bentuk yang nyata melalui
yang adil dan layak (Due process
model-model yang tidak mempunyai asal-
model ).
usul, atau referensi realitasnya, sehingga
Mengetahui dan menelaah dari
memampukan manusia membuat yang
sudut pandang sosiologi hukum,
supernatural, ilusi,
implementasi asas
menjadi nampak nyata.
persamaan di muka hukum pidana dipandangan sebagai suatu (Equality before the law ),
sistem yang mempunyai masukan dan sebagai nilai yang melandasi
Dueprocessmodel . dalam keluaran dalam arus perkara mulai pemeriksaan perkara pidana di
dari pembentukan UU pidana, sampai pengadilan negeri karawang
2. Mengetahui,
dan pada pembinaan narapidana hingga mencari pemecahannya dari
mengkaji
keluar dari lembaga pemasyarakatan. hambatan yang timbul, dalam
pemeriksaan perkara pidana di karena setiap interaksi baik yang pengadilan negeri karawang,
dilakukan antara individu dengan kaitannya
dengan
sistem
peradilan pidana yang adil dan masyarakat maupun dengan negara layak.
selalu memerlukan sistem yang dapat
kerangka pemikiran dalam mengatur agar terselenggaranya tanpa Penulisan ini, penulis menggunakan distorsi. Pendekatan sistem dalam
teori 8 utamanya adalah dunia ilmu pengetahuan bukanlah Teorisistem 7 dalam hal ini peradilan pendekatan yang baru, bahkan sejak
masa kejayaan romawi telah memakai
7 Pemikiran secara sistem (system thinking) pada hakekatnya berarti pemikiran dengan
pendekatan secara sistem untuk
bantuan sistem dengan pendekatan sistem.
menjelaskan
esensi suatu
Sasaran utama pemikiran sistem adalah membalikan
subdivisi
ilmu-ilmu
pengetahuan yang berkembang menjadi disiplin –disiplin yang sangat terspesialisasi
sistem berarti sebagai menjadi sebuah sintesa interdisipliner
Tranformasi,
menjadi output, pengetahuan ilmiah yang ada. Pemikiran
pengubah
input
maksudnya apa yang diterima sistem dengan bantuan teori sistem mengandung
tersebut dimodifikasi oleh sistem tersebut ciri-ciri seperti yang telah disebutkan oleh
dengan cara sedemikian rupa.bentuk Joseph A. Litterer, (a) Adanya antara
sangat berbeda dengan hubungan interdispliner objek-objek, sifat-
keluarannya
bentuk masukannya, (f) Entropi, adalah sifat dan kejadian-kejadian artinya setiap
sistem dalam keadaan tertutup, di mana sistem harus mengikuti elemen yang ada
sebuah elemen berada dalam kekacauan pada sistem yang bersangkutan, (b)
maksimum (sistem dalam keadaan Chaos). Holism,
Selanjutnya lihat dalam Karhi Nisjhar & bukanlah pendekatan secara analitikal, di
Winardi, Teori Sistem Dan Pendekatan sistem mana
Dalam Bidang Manajemen, CV. Mandar bagian-bagian dan kemudian elemen yang
Maju, Bandung 1997, hlm 25-35. secara telah diurai dipelajari secara terpisah,
umum dapat dikatakan bahwa sistem sistem
menunjukan kesimpulan atau pendekatan tipe gestalt di mana kita
lebih merupakan
sebuah
dapat
himpunan benda-benda yang disatukan berupaya memandang keseluruhan dengan
atau dipadukan oleh suatu bentuk saling semua bagian-bagian yang berinteraksi
hubungan atau saling ketergantungan yang dan independent dalam interakasi, sistem
teratur .
dalam hal ini sebuah kesatuan yang tidak 8 Lili Rasdjidi Hukum Sebagai Suatu Sistem terbagikan, (c) Mencapai tujuan, (d)
Remadja Rosda karya, Bandung, 1994 hlm adanya masukan dan keluaran, (e)
negara.Dikatakan bukan merupakan sistem yang terdapat dalam peradilan suatu hal yang baru, karena sejarah pidana, diamati (di observasi) dengan teori sistem merupakan sejarah menitik beratkan kepada perilaku penjelajahan intelektualitas manusia aparatur peradilan dalam poroses dalam menemukan cara yang paling pemeriksaan
perkara pidana tepat untuk mempelajari suatu berlangsung. kedua teori ini (teori kesatuan yang kompleks (Complex sistem dan teori aksi), sebagai entitiy or sytem )
appliedteori untuk meneliti bekerjanya Berangkat dari teori sistem ini, hukum di masyarakat. hal ini kemudian kerangka pemikiran ini digunakan karena teori ini relaven menurunkan dari Grandtheory (teori untuk meneliti efektivitas hukum ketiga dasar)
sistem tersebut, kepada kerangka pemikiran tersebut dipakai TeoriAksi (action theory) 9 .di mana dalam penulisan Hukum ini, selain
kerangka
pemikiran dari
9 Teori Aksi diperkenalkan oleh Max Weber,
dueprocessmodel . Dari kerangka pikir
dengan “tindakan yang penuh arti”dari individu
ini, penulis mencoba untuk meneliti
mempunyai makna subjektif bagi dirinya
antara ideal hukum (due process
dan diarahkan kepada
orang
lain.
Kemudian teori ini dikembangkan oleh
model )
dengan realitas hukum
Talcott Parsons. Menurut teori aksi, perilaku adalah hasil suatu keputusan
(Tindakan, perilaku manusia di ruang
subjektif dari pelaku atau aktor. Maka tindakan individu pada tempatnya yang
sidang)
pertama tidaklah dilihat sebagai kelakukan biologis, melainkan sebagai kelakukan
penulisan
ini merupakan
yang bermakna. Oleh karena itu parsons
Penulisan hukum empiris (Penulisan
lebih suka memakai istilah “Action” dari pada
”behavior”.Action,
menyatakan
secara tidak langsung suatu aktivitas, kreativitas,
Kendala tersebut berupa situasi dan individu, sedangkan Behavior, secara tidak
dan proses
penghayatan
kondisi sebagian ada yang tidak dapat langsung menyatakan kesesuaian secara
dikendalikan oleh individu, misalnya mekanik antara perilaku (respons) dengan
kelamin dan tradisi. (e) Aktor berada di rangsangan dari luar (stimulus). Parsons
bawa kendala nilai-nilai, norma-norma, mengemukakan karakterisitik tindakan
ide abstrak yang sosial (socialaction ) sebagai berikut: (a)
dan
berbagai
mempengaruhinya dalam memilih dan Adanya individu sebagai aktor, (b) Aktor
tujuan serta tindakan dipandang sebagai pemburu tujuan-tujuan,
menentukan
mencapai tujuan. (c) Aktor memilih alternatif cara, alat, dan
alternatif
untuk
Misalnya kendala kebudayaan. Lihat teknik untuk mencapai tujuan. (d) Aktor
dalam George Ritzer, Sosiologi Ilmu berhadapan dengan sejumlah kondisi-
Berparadigma Ganda kondisi
Pengetahuan
(Terjemahan), PT Rajagrafindo Persada, tindakannya dalam mencapai tujuan.
Jakarta, 2004, hlm 45-49.
hukum yang sosiologi), dengan digunakan dalam metode pendekatan menggunakan pendekatan Yuridis- ini adalah, catatan-catatan pribadi,
Empirik, yaitu hukum dipandang dokumen, dan poto atau gambar. sebagi gejala masyarakat, sebagai Penulisan ini mempunyai objek pada, institusi sosial atau perilaku yang Perilaku aparatur peradilan dalam mempola.
Penulisan Kualitatif Sistem peradilan pidana, terutama pada digunakan dalam skripsi ini 10 , Penulis proses pemeriksaan perkara pidana di
dalam hal ini berusaha untuk sidang pengadilan. yang tertuang dalam mengamati (mengobservasi) secara Kitab Undang-Undang Hukum Acara berjarak, selama proses pemeriksaan Pidana (KUHAP) UU NO.8 Tahun perkara pidana berlangsung, penulis 1981 dalam hal ini mengikuti jalannya
Pemilihan informasinya dalam persidangan yang sedang berlangsung Penulisan ini, dilakukan secara
(bukan 11 ikut menceburkan diri Purposive , yaitu terhadap mereka (Verstehen), tapi Penulis di sini
sebagai pengamat (penonton). alat yang 11 Purposive Sampling, atau penarikan sampel
bertujuan
dilakukan dengan cara
pengambilan subjek di dasarkan pada
10 Bogdan & Taylor (1975:5) mendefenisikan tujuan tertentu. teknik ini dipilih dalam metodologi Kualitatif, adalah sebagai
Penulisan ini, karena keterbatasan waktu, prosedur Penulisan yang menghasilkan
tenaga , dan biaya. Lihat dalam Ronny data deskritif berupa kata-kata tertulis atau
Hanitijo Soemitro, Metodologi Penulisan lisan dari orang-orang dan perilaku yang
Hukum Dan Jurimetri,Op cit hlm. 51. dapat
demikian pula dapat dilihat dari bukunya pendekatan ini diarahkan kepada latar
Sumarjono, Pedoman belakang dan individu tersebut secara
Maria
S.W.
Penulisan, Sebuah holistik (utuh). jadi, dalam hal ini tidak
Pembuatan
Usulan
Panduan Dasar, Gramedia Jakarta, 1996, boleh
hlm 31-32. Bahwa pemilihan informasi organisasi
atau situasi sosial tertentu, dengan hipotesis, tetapi perlu memandangnya
dilakukan secara sebagai bagian dari suatu keutuhan.
sendirinya
perlu
purposive (Bukan secara acak), yaitu atas sejalan dengan defenisi tersebut, Kirk &
dasar apa yang kita ketahui tentang Miller, mendefenisikan bahwa Penulisan
variasi-variasi yang ada atau elemen yang kualitatif adalah tradisi tertentu dalam
ada. Sama halnya dengan Amirudin, ilmu pengetahuan sosial yang secara
Penulisan Hukum pundamental
Pengantar
Metode
Rajawali Press, Jakaarta. Hlm: 106, pengamatan
bergantung
pada
Bahwa dalam Purposive Sampling, ada kawasannya sendiri dan berhubungan
pemilihan sekelompok subjek atas ciri-ciri dengan
atau sifat-sifat tertentu yang dipandang bahasanya dan dalam peristilahnya. Lihat
mempunyai sangkut paut yang erat Lexy J. Meleong, Metodologi Penulisan
dengan ciri-ciri atau sifat –sifat populasi Kualitatif, Rosda Karya Bandung, 2004.
yang sudah diketahui sebelumnya. Cara hlm 3.
seperti ini menurut Amirudin, kadang- seperti ini menurut Amirudin, kadang-
(Non-participation sidang pengadilan (Misalanya: Hakim, 13 observation ) , melalui catatan
terlibat
Jaksa, Pengacara, dan Terdakwa), lapangan dan penggunaan dokumen, melalui
yang ditambah wawancara mendalam secara diperlukan dalam Penulisan ini akan informal dan tak terstuktur, sehingga diperoleh. Menurut John Lofland & informasi atau data akan lebih banyak Lyn H. Lofland, bahwa sumber data diperoleh karena dalam kontek
merekalah
data
responden biasanya adalah Kata-kata dan Tindakan, memberikan penjelasan apa adanya, selebihnya adalah data tambahan tidak direkayasa dan tidak ditutup-tupi.
utama dalam Penulisan kualitatif demikian
seperti dokumen dan lain-lain 12 . dalam Pengolahan dan analisis data pada Penulisan ini, sumber data yang utama dasarnya tergantung pada jenis datanya,
adalah kata-kata, perilaku, dan bagi Penulisan hukum normatif yang peristiwa yang terjadi selama Penulis hanya mengenal data sekunder saja, melakukan kontak dalam proses yang terdiri dari bahan hukum primer, pemeriksaan perkara pidana di sidang bahan hukum sekunder dan bahan pengadilan negeri karawang, yang hukum tersier, maka dalam mengolah kemudian Penulis memadukan dengan dan menganalisis data tidak bisa lepas sumber lainnya sebagai data tambahan dari berbagai penafsiran hukum yang Penulis peroleh dari sumber
13 Dengan menggunakan pengamatan, dapat
tertulis, seperti buku, jurnal, dokumen
memperoleh
beberapa keuntungan.
pribadi, dan dokumen resmi.
diantaranya Pertama:Teknik pengamatan didasarkan
atas
pengalaman secara
Penulisan ini menggunakan alat
langsung, Kedua: pengamatan juga memungkinkan untuk melihat, mencatat
pengumpulan data melalui pengamatan,
perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan yang sebenarnya; Ketiga:
Pengamatan memungkinkan
kadang sama dengan quota sampling, Penulis untuk mencatat peristiwa dalam bedanya cara Purposive Sampling, lebih
situasi yang berkaitan dengan pengetahun banyak memusatkan perhatian pada ciri-
proposional maupun pengetahuan yang ciri atau sifat-sifat yang hendak masuk
langsung diperoleh dari data. Keempat: dalam sampel yang dipilih. Penulis
pengamatan dapat memungkinkan Penulis menggunakan cara seperti ini, karena lebih
untuk bisa memahami situasi yang sangat mudah, dan dapat meminimalkan biaya.
rumit. Selanjutnya lihat dalam, Lexy J. 12 Lihat Lexy J. Meleong, Metodologi
Meleong, Metode Penulisan Kualitatif, Ibid, Penulisan Kualitatif, Op cit, hlm 112.
hlm 125-126.
Sedangkan pada Penulisan sosiologis, Ketiga, analisis demikian lebih dapat menguraikan latar secara penuh dan
atau Penulisan kualitatif, analisi data dapat membuat keputusan-keputusan
dan pengolahan data mengikuti cara- tentang dapat tidaknya pengalihan kepada suatu latar lainnya; Keempat,
cara yang ada dalam ilmu sosial. dalam analisis indukif lebih dapat menemukan
hal ini metode kualitatif dikembangkan pengaruh bersama yang mempertajam hubungan-hubungan; dan terakhir,
untuk mengkaji kehidupan manusia
demikian dapat dalam kasus-kasus terbatas, kasuitis memperhitungkan nilai-nilai secara ekspilisit sebagai bagian dari stuktur
analisis
sifatnya, namun mendalam (indefth),
analitik
dan total menyeluruh dalam arti tak
data yang mengenal pemilahan-pemilahan gejala dilakukan oleh Penulis dalam hal ini secara konseptual ke dalam aspek- adalah dengan menggunakan Editing aspek yang ekslusif. yang kita kenal sebagai proses awal dari pengolahan dengan sebutan variabel, dalam data. editing merupakan proses hubungan ini, metode kualitatif juga Penulisan kembali terhadap catatan, dikembangkan untuk mengungkap berkas-berkas,
Pengolahan
informasi yang gejala-gejala kehidupan masyarakat dikumpulkan oleh para pencari data. seperti yang dipersepsi oleh warga lazimnya editing ini dilakukan terhadap
masyarakat 14 dengan demikian kuesioner, atau catatan lapangan. Penulisan hukum sosiologis, atau Melalui editing diharapkan dapat Penulisan kualitatif menggunakan meningkatkan mutu kehandalan data analisis data secara induktif. Lexy J. yang hendak dianalisis. Dalam hal ini,
menggunakan Analisis induktif ini digunakan karena 16 Hermeneutika (penafsiran)
Meleong 15 dalam hal ini mengatakan:
penulis
sebagai beberapa alasan, pertama, Proses induktif
ini lebih
menemukan
kenyataan-kenyataan ganda sebagai 16 Hermeneutika, adalah merupakan yang terdapat dalam data; kedua,
padanan kata Hermeneutic (tanpa „S‟) dan
analisis induktif lebih dapat membuat
Hermen eutics (Dengan hurup„S‟) Term
hubungan Penulis-responden menjadi
pertama dimaksudkan sebuah bentuk Adjektive (kata sifat) apabila diterjemahkan
eksplisit, dapat dikenal, dan akontabel;
ke dalam bahasa indonesia dapat berarti
Ketafsiran adalah menunjukan kepada
14 Soetandyo Wigjosoebroto, Hukum: “Keadaan” atau sifat yang terdapat dalam Paradigma, Metode, Dan Pilihan Masalahnya, satu penafsiran. Sementara Term ke dua
Elsam-Huma, Jakarta. hlm 168. adalah kata benda , yang mengandung arti 15 Lexy J. Meleong, Metode Penulisan (a) ilmu penafsiran, (a) Ilmu untuk
Kualitatif, Op cit, Hlm 5. mengetahui maksud yang terkandung Kualitatif, Op cit, Hlm 5. mengetahui maksud yang terkandung
proses pemeriksaan selama proses pemeriksaan perkara perkara pidana berdasarkan Undang- pidana
Dari
di sidang pengadilan undang No 8 Tahun 1981, tahap berlangsung.
alasan mengapa pemeriksaan yang terakhir adalah Hermeneutika digunakan sebagai alat pemeriksaan
muka sidang analisis data dalam Penulisan ini, pengadilan. Secara substansial normatif karena betapa salah orang menganggap pemeriksaan di muka sidang ini, telah perjalanan hukum itu sebagai sesuatu dijelaskan dalam setiap Pasalnya yaitu yang mulus dan lurus, seolah-olah dari Pasal 145-232 (KUHAPidana) hanya ada satu jalan menuju hukum. Dalam hal ini, penulis tidak membahas Bertentangan dengan anggapan yang pemeriksaan perkara pidana secara sedikit banyak eksak dan matematis yuridis-normatif. Akan tetapi penulis demikian itu, sesungguhnya perjalanan memandang,
di
mengkaji, dan hukum penuh dengan lika-liku yang menelaahnya
secara sosiologis. tidak bisa dipolakan secara absolut- Sosiologi hukum tidaklah menilai eksak
apakah pemeriksaan perkara pidana di sidang pengadilan karawang itu baik
Pembahasan
atau tidak, sesuai atau tidak dengan Pemeriksaan Perkara Pidana (di PN-
peraturan dasarnya. Akan tetapi Karawang)
sosiologi hukum dalam hal ini berusaha
Kaitannya Dengan Konsep Due process model
untuk menjelaskan, menguraikan baik
itu yang sesuai dengan KUHAP, maupun yang tidak sesuai dengan
dalam kata-kata dan ungkapan penulis, (c) penafsiran secara khusus atas teks atau
KUHAP.
kitab suci. Menurut Arief Sidharta, Filsafat Hermeneutika adalah filsafat
Tahap pemeriksaan perkara
tentang hakikat hal mengerti
atau
memahami sesuatu,
yakni
refleksi
pidana dalam persidangan ini, adalah
kefilsafatan yang menganalisis syarat-
merupakan
pemahaman yang
syarat kemungkinan
bagi
semua
pengalaman dan pergaulan manusiawi
berlangsung terus menerus. Dari mulai
dengan kenyataan termasuk peristiwa mengerti atau interpretasi. Lihat dalam
panggilan terhadap terdakwa untuk
Jazim Hamidi, Hermeneutika Hukum: Teori Penemuan Hukum Baru Dengan Interpretasi
datang dimuka persidangan, penentuan
Teks, UUI-Press, Yogyakarta, 2005. hlm xi-19.
hari sidang oleh hakim, pembacaan hari sidang oleh hakim, pembacaan
terdapat kesalahan dalam menafsirkan Pemahaman terhadap hal di atas gejala yang ditunjuk dari proses adalah merupakan bagian yang penting interaksi tatap muka tersebut. dalam Penulisan kualitatif ini. Secara
Walapun demikian, interaksi normatif mungkin akan dipahaminya dalam persidangan tersebut dapat secara baik dan wajar karena aturannya ditafsirkan, sebagai ekspresi dari mengharuskan seperti itu, tetapi tingkah laku manusia (perilaku) dalam menjadi
kita mewujudkan maksudnya. Manusia memahaminya dari sesuatu yang telah melangsungkan tingkah laku, dapat nyata. Dengan optik sosiologis dimengerti maksudnya, karena suatu semuanya akan bisa dibuka, dijelaskan, tingkah laku sering begitu jelas
lain
apabila
dielaborasi 18 dengan menggunakan maksudnya.Berger dan Luckman bahasa yang lebih komunikatif. Dari dalam
ini memberikan proses pemeriksaan perkara pidana di komentarnya, dari kesalahan dalam pengadilan itu, terdapat juga interaksi menjalankan gejala yang diamati. atau hubungan lebih dari satu pihak. “Memang saya mungkin saja menyalah
hal
tafsirkan beberapa diantara gejala- Dari pihak-pihak yang hadir di gejala itu. Mungkin saja saya berpikir
persidangan, baik jaksa, hakim, bahwa orang lain itu sedang tersenyum
17 padahal sebenarnya ia sedang
pengacara atau terdakwa dari
menyeringai. Namun demikian, tak ada bentuk hubungan sosial lain yang bisa
17 Interaksi individu (Pengacara, Jaksa,
memproduksi kekayaan akan gejala
Hakim, dan Terdakwa) di pengadilan, bagi
subjektivitas yang menampakan diri
pemahaman defenisi sosial, bahwa mereka
dalam situasi tatap muka. Hanya
saling menerjemahkan
dan
saling
mendefenisiskan tindakannya tersebut. Bukan hanya reaksi belaka dari tindakan
lain itu. Lihat George Ritzer, Sosiologi Ilmu seseorang terhadap orang lain, tanggapan
Pengetahuan Berparadigma Ganda, Rajawali individu tersebut, mungkin tidak akan
Press, Jakarta, 2004. hlm 52. dibuat secara langsung terhadap tindakan
18 Berger dan Luckma, Tafsir Sosial atas orang lain, tetapi didasarkan atas makna
Kenyataan: sebuah risalah Tentang Sosiologi yang diberikan terhadap tindakan orang
Pengetahuan, LP3ES, Jakarta, 1990, hlm 41 Pengetahuan, LP3ES, Jakarta, 1990, hlm 41
ditemukan dalam KUHAP itu sendiri. hubungan lain dengan orang lain
adalah jauh dalam berbagai kadarnya. Namun apabila kita meneliti kembali
beberapa pertimbangan yang menjadi Pemahaman
terhadap
alasan disusunya KUHAP ini jelas pemeriksaaan
di sini bukan bahwa secara singkat KUHAP
didasarkan kepada peraturan dasarnya memiliki lima tujuan sebagai berikut:
Perlindungan atas harkat dan martabat menekankan terhadap realitas yang manusia (tersangka atau terdakwa)
sebenarnya. Jadi penggunaan Perlindungan atas kepentingan hukum dan
pemerintahan
hermeneutika dalam hal ini adalah Kodifikasi dan unifikasi hukum acara
pidana
berangkat dari kenyataan sosial yang Mencapai kesatuan sikap dan tindakan
ada di pengadilan negeri karawang, aparat penegak hukum Mewujudkan hukum acara pidana yang dan bukan memulainya dari peraturan sesuai dengan pancasila dan Undang-
19 perundang-undangan undang dasar 1945. Sebagaimana
memberikan tata pengamatan penulis di pengadilan
Untuk
penyusunan Undang-undang Hukum negeri karawang, pemeriksaan perkara
acara Pidana yang dapat mewujudkan pidana telah merujuk kepada KUHAP
tujuan sebagaimana disebutkan di atas, sebagai aturan dasarnya. Dari mulai
maka KUHAP menetapkan kesepuluh kewenangan
pengadilan
untuk
asas, yang dapat dibagi menjadi dua mengadilinya, pemanggilan terhadap
asas.Pertama asas yang menyangkut terdakwa,
sampai
keputusan
keluhuran harkat dan martabat manusia hakim.semuanya berdasarkan KUHAP.
(HAM), dan yang kedua adalah asas Apa yang menjadi tujuan dari
yang menyangkut peradilan. pengaturan
tentang
pemeriksaan
Dari realitas yang nampak di perkara pidana berdasarkan KUHAP
PN Karawang, sangat jelas sekali
terdapatnya perbedaan status dari
Hermeneutika hukum dalam hal ini menganjurkan agar para pengkaji hukum
terdakwa. Biasanya pemeriksaan di
supaya menggali dan meneliti makna – makna
hukum dari
menunjukan kepada
pengguna dan atau para pencari keadilan. Lihat dalam Soetandyo Wigjosoebroto,
pelayanan status yang lebih tinggi
Hukum:Paradigma, Metoda, Dan Dinamika Masalahnya, Op cit , hlm 104.
kedudukannya dari pada yang lainnya, kedudukannya dari pada yang lainnya,
penipuan yang feodalisme dan secara tidak langsung dilakukan oleh terdakwa bernama ikut menciptakan kelas atau kasta masta.
yang akan dalam peradilan pidana. Perilaku yang menyidangkan perkara ini tidak mau di demikian merupakan perilaku yang ruang sidang I (satu), padahal ruang diskriminatif dan akhirnya melahirkan sidang ini kosong, dengan sangat perlakuan berbeda terhadap segmen mendesak perkara ini akhirnya digelar masyarakat tertentu.
Hakim
di ruang sidang 1 (satu), akan tetapi Terdapatnya kelas atau kasta di pada saat Jaksa akan membacakan PN-Karawang ini, sangat terlihat jelas surat dakwaan, kemudian persidangan dalam pemeriksaan perkara pidana. dipindahkan keruang II (dua). Karena Dari mulai pemilihan ruang sidang, sidang di ruang II (dua) telah selesai. hakim yang akan mengadili sampai
Selain adanya kasta atau kelas perlakuan terhadap terdakwa, sangat ruang sidang, perlakuan terhadap menunjukan
sikap diskriminatif. terdakwa yang satu dengan yang Kaitannya dengan ini, Marx telah lainnya sangatlah berbeda, antara menjadi pusat dari kajiana ini, karena pejabat yang menjadi terdakwa dan menurut Marx sistem kelas berarti orang
biasa.Sangatlah penuh menunjuk pada suatu pola stratifikasi keberpihakan terhadap yang lebih tertentu yang dapat dibedakan dari pola tinggi kedudukannya. Hal ini dapat lainnya. Sesuai dengan pengamatan digambarkan Antara pemeriksaan penulis, di ruang sidang 1 (satu) PN- perkara pemalsuan Izazah, sebagai Karawang biasanya dipakai dalam terdakwa adalah H.Abubakar, dengan pemeriksaan perkara pidana yang lebih pemeriksaan
perkara pencurian, berbobot materinya, salah satunya penipuan, penggelapan yang dilakukan perkara. Selain itu juga ruang sidang 1 oleh orang-orang biasa. Sangatlah (satu) ini sangatlah berbeda dengan jelas sekali dalam pemeriksaan perkara ruang sidang II (dua), apalagi dengan pidana ini, di mana pemeriksaan ini ruang sidang III (tiga). Perilaku hakim lebih
mementingkan dan yang memilih ruang persidangan ini memperlihatkan status yang lebih mementingkan dan yang memilih ruang persidangan ini memperlihatkan status yang lebih
hukumnya (duplik), Jaksa, pemeriksaan saksi yang hanya banding, sampai kasasi, biasanya cukup dengan 5 menit satu orang hanya dialami oleh mereka yang saksi, tidak didampingi oleh penasehat statusnya lebih tinggi. Akan tetapi hukum, biasanya dialami oleh dalam pemeriksaan perkara pidana statusnya yang lebih rendah, mereka yang materinya tidak berbobot, yang menjadi terdakwanya orang materinya sudah menjadi makanan biasa. Sementara didampingi oleh masyarakat kecil. Pemeriksaanya penasehat
hukum, lamanya dilakukan secara cepat, tanpa hati-hati, pemeriksaan, bahkan satu orang saksi rangkaian dalam hukum acara yang diperiksa memakan waktu pidanapun hanya sampai requisitoir, sampai 60 menit, biasanya dinikmati mereka tidak mendapatkan pembelaan, oleh yang statusnya lebih tinggi.
apalagi sampai banding. Bahkan Dalam pemeriksaan yang lebih banyak sekali dari pemeriksaan ini berbobot materinya, statusnya lebih yang tidak mendapatkan bantuan tinggi pemeriksaan dilakukan secara hukum
dari mulainya hati-hati, dari pemanggilan terhadap penyidikan. terdakwa untuk dihadapkan di didepan
sejak
Terhadap materinya yang kecil persidangan oleh jaksa penuntut (misalnya pencurian, penganiyaan, umum, pembacaan surat dakwaan, dll), yang biasanya dilakukan oleh sampai
kecil. Pemeriksaan semuanya dilakukan tanpa adanya biasanya mengalami percepatan, dari kekuarangan satu apapun. Semuanya mulai pemanggilan terdakwa untuk berangkai sesuai dengan tahapan dihadapakan kemuka persidangan, dalam hukum acara pidana. Rangkaian jaksa penuntut umum sangat keras dari mulai pemeriksaan terdakwa, sekali memanggil terdakwa padahal pemeriksaan
terjadinya eksepsi,
itu masyarakat
sedang duduk barang bukti, pemeriksaan ahli, disampingnya. Kata-kata bentakan tuntutan
saksi,
pemeriksaan terdakwanya
(requisitoir), pembelaan bukan saja diucapkan oleh jaksa dalam (pledoi), jawaban penuntut umum pemanggilan terhadap terdakwa, akan (requisitoir), pembelaan bukan saja diucapkan oleh jaksa dalam (pledoi), jawaban penuntut umum pemanggilan terhadap terdakwa, akan
kata-kata
yang tersebut.
membentak, ia pun dalam membaca Dari uraian di atas, sangat surat dakwaan sangat terlihat cepat, terlihat sekali sikap diskriminatif terburu-buru,
pembacaan surat dalam pemeriksaan perkara pidana di dakwaan hanya cukup dengan waktu PN-Karawang,
sikap seperti 3-4
menit, di tengah-tengah itutidaklah terlihat dalam tataran persidangan, pada waktu jaksa norma (Undang-undang), namun bisa membacakan surat dakwaan secara dipahami dengan melihat perilaku dan cepat, hakim tidak mendengarkannya tindakan aparatur melalui konteks bahkan ada hakim yang keluar dari (relasi
interaksi) tahapan persidangan,
dan
ada hakim yang pemeriksaan. Pemeriksaan di PN- memainkan HP (Hand phone), ada Karawang, berlangsunglah interaksi hakim yang tiduran, ada hakim yang antar berbagai pihak baik Hakim, minum, banyak sekali perilaku- jaksa, pengacara, ataupun terdakwa, perilaku yang tidak memperhatikan yang terus menerus, melalu tatap jalannya persidangan ini. Selain itu muka. Dari
interaksi tersebut, juga hakim bertanya baik kepada sangatlah dipenuhi bayak kepentingan terdakwa ataupun saksi, dengan hanya dan dominasi kelas (kekuasaan dan sedikit waktu yang digunakan. kekuatan), dalam hal ini yang kuatlah Sementara
pertanyaan-pertanyaan yang akan menguasi ruang pengadilan, hakim tersebut memerlukan penjelasan yang akan memenangkan perkara. yang akurat dan memuaskan, akan
Dari adanya kelas dalam tetapi terdakwa atu saksi hanya dapat pengadilan, dapat ditafsirkan bahwa menjawab “ya”.
lembaga tersebut berhadapan dengan Padahal kalau kita lihat, para pengguna jasa pengadilan yang perhatikan mereka (baik yang kecil mempunyai kemampuan dan kekuatan ataupun yang besar) datang ke politik dan ekonominya yang tentunya pengadilan sama-sama membutuhkan berbeda. Walaupun dari segi kekuatan keadilan. Dengan harapan mereka atau kekuasaan berbeda, di lihat dari lembaga tersebut berhadapan dengan Padahal kalau kita lihat, para pengguna jasa pengadilan yang perhatikan mereka (baik yang kecil mempunyai kemampuan dan kekuatan ataupun yang besar) datang ke politik dan ekonominya yang tentunya pengadilan sama-sama membutuhkan berbeda. Walaupun dari segi kekuatan keadilan. Dengan harapan mereka atau kekuasaan berbeda, di lihat dari
sebagai sesuatu lembaga yang formal beliau mengemukakan sesuai dengan
liberal dan netral bahwa pengadilan kondisi peradilan yang demikian itu.
Indonesia masih telah bertindak adil. akan tetapi menampakan keberpihakan pada yang
“Hakim
di
pandangan sosiologis mengatakan lain, kuat dan berkemampuan, baik yang memutuskan perkara perdata maupun
bahwa semua itu masih memerlukan
perkara pidana
penjelasan yang memuaskan mengapa Pendapat dari Adi ini, akan paham liberal ini tidak memperhatikan lebih jelas maknanya apabila kita kenyataan yanag berbeda tersebut, menyimak pendapat yang dikemuakan
secara sosiologis keadilan sudah dapat 21 oleh Marc Galanter yang diberikan apabila hukum tidak mengatakan :
membuat diskriminasi antara orang- “Pihak-pihak yang memiliki kemampuan lebih akan mendominasi praktek hukum, orang yang menggunakan jasa yang berarti mereka mendapatkan
pengadilan. pelayanan keadilan yang lebih baik. aparatur hukum (polisi dll). Yang harus
Dari perspektif sosiologis bekerja dalam suasana sosial dan hukum perbedaan dalam kemampuan dan seperti ini tentunya juga akan menjadi kekuatan
tersebut menimbulkan badan penegak hukum yang condong keadaan atau akibat yang sifatnya melindungi kepentingan atau kedudukan khas, yaitu menyangkut kualitas golongan tertentu, sekalipun secara hukum pelayanan yang bisa diberikan kepada segala sesuatunya dapat dikatakan sah
(Legal)
para pencari keadilan. Di pengadilan Apa yang telah dijelaskan oleh negeri karawang, banyak para pencari
keadilan yang tidak mampu untuk Adi dan Marc, ini Sesuai dengan menggunakan jasa pengacara, ada juga
realitas yang ada di PN-Karawang, yang
kemampuannya
pas-pasan
sehingga ia menggunakan jasa dalam hal ini sosiologi hukum tidak pengacara yang baru saja buka
menilainya apakah itu mencerminkan praktek, sehingga pelayanan yang
diberikan hanya sekedarnya saja, pemeriksaan yang adil dan layak, atau pengacara mendampingi terdakwa
tidak. Akan tetapi sosiologi hukum hanya ingin di lihat saja bahwa ia telah
melakukan tugasnya. Sementara bagi terdakwa yang tidak didampingi oleh
20 Adi Andjono, yang dikutip oleh Melani,
penasehat hukum, ia hanya diam
Membenahi Lembaga Peradilan , Al-Mizan,
duduk sambil menundukan kepalanya,
No.114, Juli 2000 hlm 4. dan pelayananyapun hanya sampai 21 Satjipto Rahardjo, Polisi Indonesia Mandiri, tuntutan dan berakhir oleh putusan,
Program Pasca Sarjana Kajian ilmu
tanpa ada pembelaan apalagi banding
Kepolisian Universitas indonesia Jakarta, Kerjasama
atau obor kasasi, Sejalan dengan
dengan yayasan
Indonesia, September-April 1999 hlm: 22.
hanya mengamati dan memberi tumbuh dan subur antara lain penjelasan mengapa praktek tersebut dimungkinkan
karena sistem sampai terjadi di-PN-karawang, dan pembuktian yang dianut dalam proses kemudian menafsirkannya dari realitas pemeriksaan perkara pidana pada yang ada.Nilai-nilai yang tertuang umunya adalah sistem pembuktian dalam pemeriksaan yang adil dan negatif dimana unsur keyakinan hakim layak, sebenarnya telah tertuang dalam dalam Pasal 183 KUHAP sangat peraturan
Dalam praktek di sebagaimana yang telah disebutkan persidangan,
dasarnya
(KUHAP), dominan.
sistem pembuktian dalam asas-asas hukum acara pidana di negatif dan dengan kontaminasi atas.Akan tetapi dalam praktek nilai- persepsi dan perilaku menonjolkan nilai itu banyak disimpanginya.
kekuasaan, sering mengakibatkan Dari
pengamatan penulis putusan hakim jauh dari kepastian sewaktu meneliti pemeriksaan perkara hukum, dan bahkan lebih jauh dari pidana di PN-karawang, sangat keadilan hukum, sehingga dapat terlihat sekali dengan jelas adanya dikatakan bahwa putusan hakim telah pelanggaran HAM, yang antara lain ada sebelumnya di tangan hakim itu misalnya, kurangnya kesempatan sendiri bukan tumbuh dari pengalaman melaksanakan peradilan yang tidak pemeriksaan
Memang sistem memihak (fair trial), baik karena pembuktian seperti itu, adalah faktor
internal maupun faktor prosedur yang digunakan dalam eksternal. Dari faktor internal misalnya hukum acara khususnya hukum acara karena terjadinya kolusi, sedangkan pidana, merupakan ciri penting dari faktor
ekternal adalah adanya hukum moderen.akan tetapi apakah kepentingan birokrat atau politisi prosedur yang digunakan ini sudah tertentu dalam kasus yang sedang benar dan sesuai dengan rasa keadilan ditangani oleh pengadilan. Menurut yang dicita-citakan. dalam menyikapi
Romli Atmasasmita 22 kedua faktor ini
22 Romli Atmasasmita, Hak Asasi Manusia Dan Penegakan Hukum , Binacipta (anggota
IKAPI), Jakarta, 1997, hlm 7.
hal ini, pantaslah untuk menyimak dan menunjukan masih ada proses merenungi ungkapan dibawah ini 23 peradilan pidana yang berjalan
“Bagaimanapun adilnya suatu putusan tersendat-sendat, egoisme hukum, tetapi kalau sang hakim tidak bekerja sesuai dengan prosedur maka instanasional, yang masih ketat, dan putusan yang bagus dan adil itu rawan menyimpangi dari rasa keadilan terhadap gugatan. orang bilang, putusan hakim
Tahap pemeriksaan .sebaliknya, bagaimanapun “tidak adilnya
mengandung
cacat
hukum masyarakat.
“suatu putusan, tetapi apabila proses yang perkara pidana yang cepat, sederhana, ditempuh sudah betul, maka status putusan dan biaya murah.Bukan dalam artian
tersebut lebih aman daripada “putusan yang adil tetapi cacat prosedur
percepatan
dalam pemeriksaan,
ataupun sederhana tanpa didampingi Bila kita renungkan dari
hukum, atau ungkapan di atas, maka telah memberi
oleh
penasehat
yang tanpa hati- gambaran terhadap kita, bahwa kita
pemeriksaan
terjebak pada “Prosedurlisme”, maka hati.Dalam hal ini, proses pemeriksaan perkara pidana yang dilaksanakan
dapat dikatakan hukum di indonesia
cepat.Diartikan untuk baik secara materil maupun secara
dengan
menghindarkan segala rintangan yang formal,
bersifat prosedural, agar tercapai positivisme (discourse), dan hukum
efesiensi kerja mulai dari kegiatan Indonesia
menambah
Virus
penyidikan.sedangkan proses Positivisme.
pemeriksaan perkara pidana yang Dari uraian di atas, dapat
dapat diartikan disimpulkanHakikat sistem peradilan
sederhana,
administrasi pidana terpadu sebenarnya cukup baik,
penyelenggaraan
terpadu agar yaitu untuk mencegah dan atau
peradilan secara
pemberkasan perkara dari masing- kepentingan
yang
bersifat
masing intansi yang berwenang instanasional, sehingga diharapkan
berjalan dalam satu kesatuan, yang proses peradilan pidana dapat berjalan
tidak memberikan peluang kerja yang objektif, cepat dan berkeadilan, namun
berbelit-belit. Pemeriksaan perkara dalam kenyataanya di lapangan
pidana dengan biaya murah, adalah
23 Satjipto Rahardjo, Sisi-Sisi Lain dari
untuk
menghindarkan sistem
Hukum Di Indonesia, Buku Kompas, Jakarta, 2003, hlm 67.
administrasi perkara dan mekanisme administrasi perkara dan mekanisme
7 asas persamaan dimuka hukum ini mengakibatkan beban biaya bagi yang telah dinyatakan:, Setiap orang diakui berkepentingan atau masyarakat yang sebagai manusia pribadi terhadap tidak sebanding.Sistem peradilan Undang-undang.,Segala orang berhak pidana yang cepat, sederhana dan untuk mendapat perlakuan dan biaya ringan adalah sebenarnya lindungan yang sama dari Undang- mencerminkan
nilai-nilai
yang undang.
terkandung dalam Due process model. Baik dari undang-undang dasar 1945, maupun Undang-undang dasar
Implementasi Asas Persamaan Di
Sementara 1950, mengandung makna
muka Hukum
(di PN-Karawang): Merupakan bahwa
semua