EUTHANASIA DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KAITANNYA DENGAN HUKUM PIDANA

Nur Hayati – Euthanasia Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia Dan Kaitannya Dengan Hukum Pidana

EUTHANASIA DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA
DAN KAITANNYA DENGAN HUKUM PIDANA
Oleh:

NUR HAYATI
Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonusa Esa Unggul

ABSTRAK
EUTHANASIA merupakan salah satu masalah etika yang paling berat
dalam zaman kita dan tampaknya dalam waktu singkat tidak mungkin
diselesaikan. Sejak beberapa dekade terakhir ini, masalah euthanasia
dan bunuh diri berbantuan ramai didiskusikan. Diajukan segala macam
argumen pro dan kontra. Argumen-argumen yang menolak antara lain
berasal dari agama. Tidak ada satu agama pun yang dapat mengizinkan
euthanasia dan bunuh-diri berbantuan. Keberatan juga dikemukakan
profesi medis. Hakikat profesi kedokteran adalah menyembuhkan dan
meringankan penderitaan. Euthanasia justru bertentangan radikal
dengan hakikat itu. Belanda adalah negara pertama yang
memungkinkan euthanasia dan bunuh diri berbantuan. Tetapi perlu

ditekankan, dalam Kitab Hukum Pidana Belanda secara formal
euthanasia dan bunuh diri berbantuan masih dipertahankan sebagai
perbuatan kriminal. Hanya saja, kalau beberapa syarat dipenuhi, dokter
yang melakukan tidak akan dituntut di pengadilan. Tindakannya akan
dianggap sebagai force majeure atau keadaan terpaksa, di mana hukum
tidak bisa dipenuhi. Sejak akhir tahun 1993, Belanda secara hukum
mengatur kewajiban para dokter untuk melapor semua kasus euthanasia
dan bunuh diri berbantuan. Instansi kehakiman selalu akan menilai
betul tidaknya prosedurnya. Di Indonesia seruan akan legalisasi
euthanasia dan/atau bunuh diri berbantuan belum terdengar lantang.
Mungkin, Menteri Negara Urusan HAM kita belum pernah mendapat
permintaan untuk menaruh perhatian kepada hak untuk mati. Tetapi
tidak mungkin diragukan, perawatan pasien terminal juga merupakan
suatu masalah medis yang mahapenting di Tanah Air kita.
Key Words: Euthanasia, Hak Asasi Manusia, Hukum Pidana.

I. PENGERTIAN EUTHANASIA
Dalam Kamus Umum Bahasa

berbagai pengertian tentang euthanasia,

diantaranya adalah:

Indonesia, Euthanasia diartikan sebagai

1. Euthanasia

“tindakan pengakhiran hidup seseorang

mengakhiri

(atau makhluk lain) dengan sengaja

untuk

karena sakitnya yang membuat dia

deritaannya.

Dari pengertian euthanasia secara
tersebut,


perbuatan

kehidupan

seseorang

menghentikan

pen-

2. Euthanasia adalah bantuan yang

terlalu menderita”.

harfiah

adalah

kemudian


muncul

diberikan kepada seseorang untuk
mati dengan tenang atas permintaan-

Lex Jurnalica /Vol. 1 /No.2 /April 2004

90

Nur Hayati – Euthanasia Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia Dan Kaitannya Dengan Hukum Pidana

nya sendiri.

tersebut Sedangkan dalam euthanasia,

3. Euthanasia adalah

kesengajaan,


korban

memiliki

kepentingan

atas

baik dengan tindakan aktif ataupun

terjadinya peristiwa tersebut. Dalam hal

pasif, mengakhiri kehidupan oleh

ini, kematian terjadi atas keinginan

orang lain atas permintaan yang

korban dan dianggap untuk kebaikan


bersangkutan.

korban itu sendiri.

4. Dalam

ilmu

kedokteran,

kata

Di beberapa negara maju praktek

euthanasia dipergunakan dalam tiga

euthanasia telah dilegalkan. Di Amerika

arti, yaitu:


serikat misalnya, euthanasia sudah mulai

i.

Berpindah ke alam baka dengan

diterapkan berdasarkan putusan pe-

tenang

tanpa

ngadilan yang membebaskan pelakunya

penderitaan, buat yang beriman

dari konsekuensi hukum. Bahkan di

dengan menyebut nama Allah di


Belanda, telah dikeluarkan undang-

bibir.

undang yang melegalisasi euthanasia

dan

aman,

ii. Waktu hidup akan berakhir,

dengan kondisi tertentu. Disamping

diringankan penderitaan si sakit

Belanda, Australia Utara selama dua

dengan


tahun

memberikan

obat

penenang.

(1995-1997)

meng-

undangkan undang-undang yang meng-

iii. Mengakhiri

penderitaan

dan


izinkan

euthanasia,

dengan

per-

hidup seseorang sakit dengan

timbangan hak pasien yang berada pada

sengaja atas permintaan pasien

stadium terminal. Namun kemudian,

sendiri dan keluarganya.

karena protes yang diajukan masyarakat,


Dalam euthanasia, seorang yang
menginginkan

atau

undang-undang tersebut dicabut. Di

dianggap

Indonesia,

menginginkannya memerlukan bantuan

euthanasia

orang lain untuk mendapatkan kematian

wacana

tersebut. Peranan orang lain itulah yang

perdebatan

membedakan euthanasia dari bunuh diri.

masyarakat.

Dalam bunuh diri, seseorang tidak
menggunakan

orang

lain

untuk

legalisasi
masih

yang

1. Euthanasia

pembunuhan

pembunuhan.
korban

tidak

yang

dengan
dianut

dilakukan oleh pelakunya, euthanasia

juga

dari

berkembang

suatu

Ditinjau dari sudut perbuatan yang

terdiri atas:

dibedakan

penerapan

merupakan

nilai-nilai

memperoleh kematiaannya. Euthanasia

Dalam

pernah

Pasif

(Euthanasia

Indirect)

memiliki kepentingan atas peristiwa

Lex Jurnalica /Vol. 1 /No.2 /April 2004

91

Nur Hayati – Euthanasia Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia Dan Kaitannya Dengan Hukum Pidana

Euthanasia
euthanasia

pasif

yang

dilakukan

adalah

korban dianggap atau diandaikan akan

dengan

memilih atau meminta mati jika ia dapat

membiarkan seseorang untuk meninggal

menyatakan keinginannya.

dengan cara menghentikan atau tidak

3. Euthanasia

memberikan

perawatan

yang

dapat

2. Euthanasia Aktif (Mercy Killing)

euthanasia

Aktif

yang

dilakukan

melakukan suatu tindakan

(In

Voluntary Euthanasia)
Euthanasia

memperpanjang hidupnya.

Euthanasia

Dipaksakan

dipaksakan

merupakan pembunuhan yang dilakukan

adalah

terhadap pasien yang dalam kondisi

dengan

sadar untuk menentukan kemauannya,

secara

tetapi pembunuhan tersebut dilakukan

sengaja dimana telah disadari bahwa
tindakan tersebut akan mengakibatkan

tanpa persetujuannya.
Menurut

Dr.

J.E.

Sahetapy,

euthanasia dapat dibedakan atas tiga

kematian seseorang.
Ditinjau dari sudut korban, maka
euthanasia dibedakan dalam 3 bentuk,
yaitu:

jenis yaitu:
1. Action to Permit Death to Occur
Kematian dapat tejadi karena pasien

1. Euthanasia

Sukarela

(Voluntary

dengan sungguh-sungguh dan secara
cepat menginginkan untuk mati. Dalam

Euthanasia)
Euthanasia Sukarela merupakan

hal ini pasien sadar dan tahu bahwa

kematian yang diminta seseorang secara

penyakit yang dideritanya itu tidak akan

sukarela. Permintaan tersebut biasanya

dapat disembuhkan walaupun diadakan

timbul

menderita

pengobatan dan perawatan secara baik.

penyakit yang menimbulkan nyeri tak

oleh sebab itu pasien tersebut kemudian

tertahankan dan penyakit itu sendiri

meminta kepada dokter agar tidak usah

tidak dapat disembuhkan. Dalam hal ini,

memberikan

mereka tidak dapat bunuh diri karena

guna penyembuhan terhadap penyakit

alasan-alasan tertentu. Untuk itu mereka

yang dideritanya itu.

karena korban

meminta

kepada

seseorang

kepadanya

untuk

mengakhiri hidupnya.
2. Euthanasia

pengobatan

2. Failure to Take Action to Prevent

diandaikan

(Non

Death

Voluntary Euthanasia)
Euthanasia

diandaikan

merupakan kematian yang tidak diminta

Kematian terjadi karena kelalaian

secara tegas oleh korban. Dalam hal ini

atau kegagalan dari seorang dokter
dalam mengambil suatu tindakan untuk

Lex Jurnalica /Vol. 1 /No.2 /April 2004

92

Nur Hayati – Euthanasia Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia Dan Kaitannya Dengan Hukum Pidana

mencegah adanya kematian. Hal ini

dengan euthanasia, dimana hak untuk

terjadi bilamana dokter akan mengambil

mati dianggap bagian dari hak-hak asasi

suatu

manusia.

tindakan

kematian,

akan

guna

mencegah

tetapi

ia

tidak

Kehadiran euthanasia sebagai Hak

mengerjakan sesuatu apa-apa karena ia

Asasi Manusia berupa hak untuk mati,

tahu bahwa pengobatan yang akan

dianggap sebagai sebuah konsekuensi

diberikan kepada pasien itu adalah sia-

logis dari adanya hak untuk hidup. Oleh

sia belaka

karena setiap orang berhak untuk hidup,
maka setiap orang juga berhak untuk
memilih

3. Positive Action to Cause Death
Merupakan tindakan yang positif
dari

dokter

untuk

mempercepat

kematian

yang

dianggap

menyenangkan bagi dirinya. Kematian
yang

menyenangkan

terjadinya kematian. Dari tindakan yang

kemudian

aktif ini, seorang pasien akan segera

Euthanasia.

inilah

memunculkan

yang
istilah

mati dengan tenang, misalnya dengan

Secara filosofis, jika dikaji lebih

memberikan injeksi dengan obat yang

dalam maka sebenarnya manusia tidak

menimbulkan kematian, obat penghilang

memiliki

hak

untuk

rasa kesadaran dengan dosis yang tinggi,

manusia

tidak

memiliki

dan lain-lain

sendiri. Kehadiran manusia sepenuhnya

hidup

karena

hidup

itu

merupakan kehendak Tuhan Yang Maha
Esa. Hal ini terlihat pada kelahiran

II. EUTHANASIA DAN HAK

manusia, dimana ia tidak memiliki

ASASI MANUSIA
kebebasan

wewenang untuk menentukan kapan

manusia untuk melakukan sesuatu atas

harus terlahir, dalam kondisi bagaimana

dirinya, mulai muncul suatu tuntutan

akan terlahir, ataupun dari rahim siapa ia

untuk mengakui euthanasia sebagai

akan lahir. Jika hak untuk hidup itu

bagian dari hak asasi manusia. Dalam

dimiliki oleh manusia, maka ia akan

hal ini, euthanasia dianggap sebagai hak

dapat menentukan kapan ia akan hidup,

untuk mati, sebagaimana laporan Tim

dalam kondisi apa ia akan hidup,

Pengkajian

Masalah

Hukum

maupun dari rahim siapa ia akan

Pelaksanaan

Euthanasia

yang

memulai hidupnya. Namun ternyata,

menyatakan bahwa Perkembangan yang

manusia tidak memiliki hak tersebut.

paling menarik dari masalah – masalah

Manusia hanya mengetahui bahwa ia

Seiring

dengan

Hak Asasi Manusia adalah berkaitan

Lex Jurnalica /Vol. 1 /No.2 /April 2004

93

Nur Hayati – Euthanasia Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia Dan Kaitannya Dengan Hukum Pidana

telah

terlahir

dan

telah

dikaruniai

kehidupan.

berjudul Euthanasia, HAM, dan Hukum
Pidana menyatakan bahwa di dalam

Dari uraian di atas, kehidupan

deklarasi PBB tentang hak-hak asasi

sepenuhnya merupakan hak Tuhan Yang

manusia itu, yang diakui secara jelas

Maha Esa, sehingga manusia tidak

hanyalah the right to life. Sedangkan

memiliki hak untuk hidup. Dalam hal

mengenai the right to die, berkembang

ini, manusia telah dikarunia kehidupan

berdasarkan adanya suatu pengakuan

oleh Tuhan, sehingga ia memiliki hak

baik nasional maupun internasional

untuk mempertahankan hidupnya. Jadi

bahwa setiap individu mempunyai

lebih

bahwa

right to life, free form torture, and cruel

manusia tidak memiliki hak hidup, tetapi

and inhuman treatment“. Disamping itu,

memiliki hak untuk mempertahankan

the

hidupnya.

perkembangannya pula menimbulkan

tepat

jika

dikatakan

right

to

“a

dalam

life

Dari hak untuk mempertahankan

adanya the right to health dari seseorang.

hidup tersebut, kemudian muncul hak–

Oleh sebab itu, perkembangan daripada

hak asasi manusia lainnya, seperti hak

the right to die jelas tak dapat dipisahkan

mendapatkan

sama

dari “the right to life, health and

dalam hukum, hak memiliki kebebasan

freedom from forture or cruel inhuman

bergerak, maupun hak untuk merdeka.

treatment”.

perlakuan

Seiring
dunia

dengan

kedokteran

yang

Berdasarkan

perkembangan
yang

mampu

uraian

tersebut

diatas, dapat disimpulkan bahwa hak

mempertahankan kehidupan dan bahkan

untuk

membiaskan hakekat kehidupan, mulai

perkembangan dari adanya hak untuk

muncul

hudup yang telah diakui sebagai suatu

dianggap

istilah
sebagai

euthanasia

yang

hak untuk mati.

mati

merupakan

suatu

hak asasi manusia.

Kemudian timbul pertanyaan, apakah

Namun apabila dikaji lebih dalam,

seseorang itu mempunyai hak untuk

maka hak untuk mati bukanlah suatu

mati sebagai bagian dari adanya hak

perkembangan dari adanya hak untuk

untuk hidup yang selama ini dimiliki

hidup karena kematian dan kehidupan

dan telah dirumuskan

tidak

secara jelas

sebagai suatu hak asasi manusia?
Mengenai

pertanyaan

tersebut

berbanding

lurus,

tetapi

berbanding terbalik. Kehidupan tidak
dapat

dimiliki

bersamaan

diatas, Djoko Prakoso, dan Djaman

kematian. Kehidupan

Andhi Nirwanto, dalam bukunya yang

selalu

berada

Lex Jurnalica /Vol. 1 /No.2 /April 2004

pada

dan

dengan
kematian

posisi

yang

94

Nur Hayati – Euthanasia Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia Dan Kaitannya Dengan Hukum Pidana

bersebrangan dimana jika tidak hidup

pidana penjara paling lama dua belas

maka berarti mati, dan sebaliknya.

tahun.”

Dalam hal ini, karena hidup dan mati

Dari bunyi pasal tersebut dapat

adalah dua hal yang berlawanan, maka

disimpulkan bahwa seseorang tidak

tidak mungkin jika hak untuk mati

diperbolehkan merampas nyawa orang

merupakan

lain, walaupun dengan alasan atas

perkembangan

dari

hak

untuk hidup.

permintaan si korban sendiri. Hal ini

Apabila ditinjau bahwa hak atas

menandakan

penghargaan

hukum

hidup manusia berada pada kehendak

terhadap nyawa seseorang, terlepas dari

Tuhan, maka dapat dikatakan bahwa

kepentingan orang itu sendiri.

manusiapun tidak memiliki hak untuk

Unsur–unsur Pasal 344 KUHP

mati mengingat pada dasarnya manusia

sebagaimana tersebut di atas adalah:

tidak memiki hak untuk hidup. Apabila

1. Barangsiapa

manusia itu sendiri tidak memiliki hak

Unsur ini menunjuk pada subjek.

untuk hidup, bagaimana mungkin ia

Dalam hal ini, pelaku tindak pidana

memiliki hak untuk mati, sedangkan

adalah manusia sebagai individu yang

adanya kematian adalah karena ada

memenuhi syarat sebagai subjek hukum.

hidup. Dalam hal ini, dengan tidak

2. Merampas Nyawa Orang Lain

dimilikinya hak hidup oleh manusia,

Unsur

ini

menunjuk

pada

maka manusia juga tidak memiliki hak

perbuatan pidana yang dilakukan, yaitu

untuk mati, yang dewasa ini lebih

menghilangkan jiwa orang lain. Untuk

dikenal

Dengan

terpenuhinya unsur ini harus terdapat

demikian, setiap tindakan euthanasia

jiwa seseorang yang hilang. Dalam hal

dianggap melawan anugerah Tuhan

ini, perbuatan yang dilakukan oleh

dengan

euthanasia.

pelaku harus mengakibatkan kematian
III.PENGATURAN

EUTHANASIA

DALAM HUKUM PIDANA

seseorang.
3. Atas Permintaan Orang Itu Sendiri
Unsur ini menunjukkan adanya

Dalam hukum pidana Indonesia,
Euthanasia diatur dalam

Pasal 344

KUHP:
“ Barangsiapa merampas nyawa orang
lain atas permintaan orang itu sendiri,
yang

jelas

kesungguhan

dinyatakan
hati

diancam

dengan

syarat tambahan untuk terjadinya delik.
Dalam hal ini, harus terdapat keinginan
mati dari korban. Keinginan tesebut
kemudian diwujudkan dalam sebuah
permintaan kepada pelaku agar pelaku
menghilangkan

nyawa

korban. Jadi

dengan

Lex Jurnalica /Vol. 1 /No.2 /April 2004

95

Nur Hayati – Euthanasia Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia Dan Kaitannya Dengan Hukum Pidana

untuk memenuhi unsur ini, korban harus

dalam pasal ini. Namun karena KUHP

meminta

tidak

kepada

pelaku

untuk

menyebutkan

bagaimanakah

menghilangkan nyawanya.

tersebut,
4. Yang Jelas Dinyatakan Dengan

bentuk

timbul

Permintaan korban untuk mati

jelas

kesengajaan

berbagai

pendapat

sebagaimana diuraikan berikut ini:
1. Simons,

Kesungguhan Hati.

dengan

berpendapat

bahwa

kesengajaan menghilangkan nyawa

harus disebutkannya dengan nyata dan

orang lain

dengan

Untuk

tegas dan sungguh-sungguh dari

memenuhi unsur ini, korban harus

korban itu “dapat terjadi tanpa

mengungkapkan

pelaku melakukan suatu perbuatan”

sungguh-sungguh.

dengan

jelas

dan

atas permintaan yang

sungguh-sungguh keinginannya untuk

atau

mati. Pengungkapan

tersebut tidak

seseorang dapat dipandang telah

dapat dilakukan dengan isyarat ataupun

menghilangkan nyawa orang lain

melalui orang lain.

seperti yang dimaksud dalam pasal

Dalam

perumusan

pasal

344

dengan

“sikap

pasif

itu”

344 KUHP. Dalam hal ini Simons

KUHP sebagaimana diuraikan di atas,

berpendapat

tidak terdapat unsur kesengajaan (opzet).

euthanasia dalam pasal 344 KUHP

Dalam

meliputi

kaitannya

dengan

susunan

KUHP, pasal 344 diletakkan pada Bab

bahwa

euthanasia

pengaturan

aktif

dan

euthanasia pasif.

XIX tentang kejahatan terhadap nyawa.

2. Noyon, berpendapat bahwa sesuai

Dalam hal ini, yang menjadi delik pokok

dengan rumusan ketentuan pidana

adalah pasal 338 yang disebut dengan

yang diatur dalam pasal 344 KUHP

pembunuhan.

itu

Penempatan pasal 344

sendiri,

kesengajaan

dalam Bab XIX menunjukkan hubungan

menghilangkan nyawa orang lain itu

antara pasal 344 dengan pasal 338 yang

hanya dapat diberlakukan bagi orang

merupakan delik pokok. Dalam hal ini,

yang secara aktif telah melakukan

meskipun tidak terdapat unsur sengaja

sesuatu perbuatan yang menyebabkan

dalam pasal 344 KUHP, unsur tersebut

meninggalnya

dianggap ada dan dimiliki pasal ini serta

permintaan yang tegas dan sungguh-

berkedudukan sebagai elemen.

sungguh dari orang lain itu sendiri.

Keberadaan

unsur

orang

lain

atas

sengaja

Dalam hal ini Noyon berpendapat

dalam perumusan pasal 344 KUHP akan

bahwa pengaturan euthanasia dalam

menentukan jenis euthanasia yang diatur

pasal 344 KUHP hanya berlaku ter -

Lex Jurnalica /Vol. 1 /No.2 /April 2004

96

Nur Hayati – Euthanasia Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia Dan Kaitannya Dengan Hukum Pidana

hadap euthanasia aktif.

dilakukannya. Kelompok inilah yang

Dari kedua pendapat tersebut di
atas,

kemudian

timbul

pertanyaan,

kemudian dikenal sebagai kelompok
menyetujui euthanasia.

pendapat manakah yang dianut KUHP?

Dalam pandangan kelompok yang

Dalam hal ini, mengingat pasal 344

menyetujui

KUHP tidak pernah diterapkan dalam

bahwa euthanasia merupakan hak pasien

praktek, maka tidak diketahui secara

untuk menentukan sesuatu yang baik

pasti pendapat manakah yang dianut

bagi

KUHP. Namun, dari hasil simposium

melepaskan diri dari penderitaan yang

euthanasia

yang

disebabkan oleh penyakitnya. Dalam hal

diselenggarakan oleh majalah Higina

ini, pasien dianggap memiliki hak untuk

terungkap bahwa di Indonesia telah

mati.

banyak terjadi kasus euthanasia pasif

euthanasia

dan

pertolongan

tahun

tidak

1984

pernah

diajukan

ke

euthanasia

dirinya.

Pasien

Dengan

menganggap

berhak untuk

demikian,

harus
yang

tindakan

dianggap

sebagai

dilakukan

pelaku

pengadilan. Dengan demikian, dapat

terhadap pasiennya. Dalam hal ini,

disimpulkan bahwa KUHP mengatur

pelaku “terpaksa” melakukan euthanasia

tentang euthanasia aktif.

karena

Namun dari segi yuridis, pasal 344
KUHP

tidak

menyebutkan

merasa

kasihan

dengan

penderitaan si pasien.

apakah

Dalam kaitannya dengan ajaran

euthanasia yang diatur adalah euthanasia

dasar penghapus pidana, “perbuatan

aktif atau euthanasia pasif. Dengan

yang dilakukan karena pengaruh daya

demikian,

asalkan

“seseorang

telah

paksa” merupakan salah satu sebab yang

merampas

nyawa

orang

atas

dapat menghapuskan pidana. Hal ini

permintaan orang itu sendiri yang jelas

diatur dalam pasal 48 KUHP yang

dinyatakan dengan kesungguhan hati”

berbunyi

maka tindakan tersebut memenuhi unsur

perbuatan karena pengaruh daya paksa,

pasal 344 KUHP.

tidak dipidana“.

lain

”Barangsiapa

melakukan

Euthanasia merupakan perbuatan

Dalam pembahasan selanjutnya

pidana yang diatur dan diancam pidana

akan ditinjau apakah “keterpaksaan”

berdasarkan pasal 344 KUHP. Di sisi

yang

lain,

tindakan

terdapat

kelompok

yang

melatarbelakangi
euthanasia

dilakukannya
merupakan

menganggap bahwa pelaku euthanasia

“keterpaksaan” sebagaimana dimaksud

tidak perlu dihukum atas perbuatan yang

pasal 48 KUHP. Untuk itu, perlu

Lex Jurnalica /Vol. 1 /No.2 /April 2004

97

Nur Hayati – Euthanasia Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia Dan Kaitannya Dengan Hukum Pidana

dipahami

pengertian

“keterpaksaan”

yang dimaksud pasal 48 KUHP.

termasuk keadaan memaksa sebagaimana dimaksud pasal 48 KUHP.

Menurut memorie van toelichting,

Pada sudut pandang yang lain, jika

keadaan memaksa merupakan suatu

pelaku merasa “terpaksa” melakukan

kekuatan, dorongan, paksaan yang tidak

euthanasia

dapat dilawan. Paksaan tersebut dapat

keadaan korban, hal ini pun tidak

dilakukan oleh pihak ketiga dengan

termasuk

menggunakan kekerasan, ancaman, atau

sebagaimana dimaksud pasal 48 KUHP.

cara-cara memaksa lainnya (overmacht)

Dalam hal ini, paksaan tersebut berasal

ataupun paksaan tersebut dapat berasal

dari bathin pelaku sendiri. Dengan

dari kodrat alam yang disebut keadaan

demikian, tidak terdapat unsur lain

darurat (noodtoestand).keadaan darurat

diluar pelaku yang memaksa pelaku

merupakan keadaan yang

melakukan delik.

seseorang

untuk

memaksa

melakukan

delik.

karena

kasihan

keadaan

melihat

memaksa

Berdasarkan uraian diatas, maka

Paksaan tersebut berasal dari luar diri

“keterpaksaan”

pelaku. Dalam hal ini, pelaku dipaksa

tindakan

euthanasia

memilih diantara dua pilihan yang sama-

dijadikan

sebagai

sama buruk. Ia memilih melakukan

pidana. dengan demikian, euthanasia

suatu delik daripada harus mengalami

merupakan tindak pidana dan terhadap

kerugian yang sangat besar. Dengan

pelakunya dapat dihukum berdasarkan

demikian,

pasal 344 KUHP.

pelaku

sendirilah

yang

dalam

melakukan
tidak

dasar

dapat

penghapus

memilih untuk melakukan delik.
Dalam

euthanasia,

permintaan

DAFTAR PUSTAKA

korban tidak dapat digolongkan sebagai
“pengaruh daya paksa”. Permintaan

Adji,Oemar Seno. Etika Profesional Dan

tersebut lebih cenderung pada memohon

Hukum

belas kasihan pelaku. Dalam hal ini,

Pidana Dokter. Jakarta: Penerbit

pelaku tidak harus memenuhi keinginan

Erlangga, 1991.

korban

karena

pelaku

masih

bisa

Pertanggungjawaban

Albineno,J.L. Ch. Euthanasia. Meditek,

menghindar untuk melakukan perbuatan

vol.1,

tersebut. Menurut asas kepatutan pun

Desember,2003.

seharusnya

pelaku

No.2.

Juli-

menghindari

Badudu, J.S. dan Sutan Muhammad

perbuatan tersebut. Dengan demikian,

Zain. Kamus Umum Bahasa

jika pelaku tetap melakukannya, tidak

Lex Jurnalica /Vol. 1 /No.2 /April 2004

98

Nur Hayati – Euthanasia Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia Dan Kaitannya Dengan Hukum Pidana

Indonesia.

Jakarta:

Pustaka

Sinar Harapan, 1996.
Badan Pembinaan Hukum Nasional.
Laporan Akhir Tim Pengkajian
Masalah Hukum Pelaksanaan
Euthanasia.

Jakarta:

BPHN,

1999/2000.
Djamali,R.

Abdoel

dan

Lenawati

Tedjapermana. Tanggung Jawab
Hukum Seorang Dokter Dalam
Menangani

Pasien.

Jakarta:

Abardin, C.V, 1988.
Indonesia. Keputusan Mentri Kesehatan
RI Tentang berlakunya Kode
Etik Kedokteran Indonesia Bagi
Para

Dokter

Indonesia,

Kepmen Kesehatan RI. No.
434/MENKES/SK/X/1983.
Lamintang, to The Present Indonesian
Penal Code. Majalah Badan
Pembinaan

Nasional,

Bina

Cipta, Jakarta, Tahun:2, Nomor
7, 1996.
Sinaga, Bintatar. Euthanasia Ditinjau
Dari Aspek Yuridis. Thesis
Magister Hukum, Universitas
Indonesia, Jakarta, 1993.
Utrecht. Rangkaian Sari Kuliah Hukum
Pidana I. Surabaya: Pustaka
Tinta Mas, Surabaya, 1994.
Wiradharma,Danny. Etika Profesi
Medis. Jakarta: Universitas
Trisakti, 1999.

Lex Jurnalica /Vol. 1 /No.2 /April 2004

99