HALAMAN PENGESAHAN ANALISIS GENDER BERDASARKAN JENIS KEGIATAN BURUH TANI DI DESA KLASEMAN KECAMATAN GATAK KABUPATEN SUKOHARJO

DI DESA KLASEMAN KECAMATAN GATAK KABUPATEN SUKOHARJO

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Guna Memperoleh Derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Jurusan / Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian

Oleh : DONY SETYO NUGROHO

H0404038

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

ANALISIS GENDER BERDASARKAN JENIS KEGIATAN BURUH TANI DI DESA KLASEMAN KECAMATAN GATAK KABUPATEN SUKOHARJO

Yang dipersiapkan dan disusun oleh Dony Setyo Nugroho H0404038

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal : Dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Tim Penguji

Ketua

Anggota I

Anggota II

Surakarta, Mengetahui

Universitas Sebelas Maret Fakultas Pertanian Dekan

Prof. Dr. Ir. Suntoro, MS NIP. 195512171982031003

Dr. Ir. Suwarto, MSi

NIP. 19561119 198303 1 002

Agung Wibowo, SP, MSi NIP . 19760226 200501 1 003

Ir. Sutarto, MSi NIP . 19530405 198303 1 002

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, sehingga Penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan Judul ”ANALISIS GENDER

BERDASARKAN JENIS KEGIATAN BURUH TANI DI DESA KLASEMAN KECAMATAN GATAK KABUPATEN SUKOHARJO”.

Penyelesaian Skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak mulai awal penelitian sampai akhir pembuatan Skripsi ini. Berkaitan dengan itu maka pada penulisan Skripsi ini, Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. dr. Much Syamsulhadi, Sp.KJ, selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Prof. Dr. Ir. Suntoro, MS, selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Dr. Ir. Kusnandar, MSi, selaku Ketua Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Ir. Sutarto, MSi, selaku Pembimbing Akademik dan Pembimbing Utama yang telah memberikan bimbingan dan arahan yang baik dalam studi penulis maupun dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Agung Wibowo, SP, MSi, selaku Pembimbing Pendamping yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Dr. Ir. Suwarto, MSi, selaku Dosen Penguji Tamu yang telah memberikan masukan dan saran dalam perbaikan skripsi ini.

7. Administratur Jurusan Penyuluhan Komunikasi Pertanian Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan kemudahan dalam mengurus izin penelitian dilokasi penelitian.

8. Bupati Sukoharjo yang telah memberikan izin penelitian ini.

9. Kepala BAPPEDA Sukoharjo yang telah memberikan izin penelitian ini.

10. Camat Kecamatan Gatak yang telah memberikan ijin dalam penelitian ini.

11. Semua Pihak yang belum Penulis sebut satu persatu yang telah memberikan bantuannya dalam Penyelesaian skripsi ini.

Untuk itu, Penulis menerima kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Semoga Skripsi ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya. Amin.

Surakarta, Agustus 2010

Penulis

Skripsi dengan judul ”ANALISIS GENDER BERDASARKAN JENIS KEGIATAN BURUH TANI DI DESA KLASEMAN KECAMATAN GATAK KABUPATEN SUKOHARJO”, penulis persembahkan kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan tugas akhir ini. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Keluarga besar saya, Nenek Siti Fatimah, Bapak Ahmad Bazar dan Ibu Suriyem serta adikku tercinta, Endah Widiastuti dan Farhan Muhammad Yusuf yang telah memberikan dukungan moril dan spirituil serta doanya dalam penyelesaian skripsi ini.

2. Teman-teman PKP 2004, Iwan, Widi, Resza, Henry, Wayan, Eksa, Indra, Azis, dan lain-lain yang telah memberikan dukungan dan motivasi serta do’anya.

3. Ismarati Ayu Anhari yang telah memberikan bantuan berupa dukungan moral dan spiritual serta doanya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Sujarwo dan Bapak Sakimin yang telah memberikan semangat dalam mengerjakan skripsi ini.

5. Administratur perpustakaan universitas dan fakultas yang telah memberi kemudahan dalam peminjaman buku serta dalam pengumpulan referensi sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai dengan baik.

1. 4S (sederhana, sabar, serius dan syukur)

2. Seseorang akan menilai diri kamu sesuai dengan bagaimana kamu menilai diri kamu sendiri

3. Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini

B. Keadaan Penduduk ........................................................................ 58

C. Keadaan Pertanian ......................................................................... 63

D. Keadaan masyarakat...................................................................... 66

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................... 69

A. Sajian Data Penelitian ................................................................... 69

B. Temuan-temuan Pokok Tentang Buruh Tani Di Desa Klaseman . 115

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 129

A. Kesimpulan ................................................................................... 129

B. Saran .............................................................................................. 130

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Gambar 1. Kerangka Berpikir Analisis Gender Berdasarkan Jenis Kegiatan

Buruh Tani Di Desa Klaseman Kecamatan Gatak Kabupaten Sukoharjo ...................................................................................... 48

Gambar 2. Triangulasi Metode ........................................................................ 55 Gambar 3. Analisis Data .................................................................................. 56

Dony Setyo N. H0404038. “ANALISIS GENDER BERDASARKAN JENIS KEGIATAN BURUH TANI DI DESA KLASEMAN KECAMATAN GATAK KABUPATEN SUKOHARJO”. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dibawah bimbingan Ir. Sutarto, MSi dan Agung Wibowo, SP, MSi.

Rata-rata penduduk yang bekerja sebagai buruh tani adalah wanita karena laki-laki lebih banyak menghabiskan waktu untuk bekerja diluar sektor pertanian. Pekerjaan yang dilakukan buruh tani wanita lebih ringan, seperti menanam, menyiangi, memupuk dan lain-lain. Sedangkan pekerjaan buruh tani tani laki-laki yaitu mengolah tanah, mencangkul, mengairi dan lain-lain. Dalam kehidupan rumah tangga mereka, buruh tani perempuan dan laki-laki juga mempunyai perbedaan peran dalam mengurus rumah tangganya. Wanita lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengerjakan pekerjaan rumah seperti memasak, mengurus anak. Sedangkan laki-laki sedikit peranannya dalam rumah tangga. Dalam kehidupan bermasyarakat, buruh tani perempuan memiliki peran yang lebih kecil dibanding pihak laki-laki dalam hal pengambilan keputusan untuk mengikuti kegiatan kemasyarakatan. Penelitian ini bertujuan mendiskripsikan bentuk ketidaksetaraan gender antara buruh tani laki-laki dan perempuan di dalam kegiatan produktif, kegiatan domestik dan kegiatan masyarakat.

Metode dasar penelitian menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Lokasi penelitian ditentukan secara sengaja di Desa Klaseman, Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo. Dimensi penelitian dalam hal ini adalah buruh tani, jam kerja serta upah yang diperoleh. Metode penentuan informan menggunakan metode snowball sampling. Pada uji validitas menggunakan teknik triangulasi metode yaitu memandang satu data dari berbagai metode yang dilakukan.

Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan kegiatan buruh tani laki- laki dan perempuan dalam melakukan kegiatan mencari nafkah, dalam rumah tangga dan juga kegiatan dalam masyarakat. Hal ini terlihat dari perbedaan jenis pekerjaan yang dilakukan pada masing-masing kegiatan. Pembedaan jenis pekerjaan ini lebih didasarkan pada jenis kelamin serta curahan tenaga yang dikeluarkan pada saat melakukan kegiatan tersebut. Serta adanya temuan-temuan pokok yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah, beban ganda buruh tani perempuan, pilihan pekerjaan terdekat, diskriminasi pendapatan serta adanya stereotipe.

Dari hasil analisis menunjukkan adanya perbedaan pelaku kegiatan dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh buruh tani di desa klaseman. Dalam kegiatan mencari nafkah (produktif) lebih banyak dilakukan oleh buruh tani laki-laki karena sesuai dengan peraannya dalam rumah tangga sebagai kepala keluarga. Untuk kegiatan dalam rumah tangga (domestik) lebih banyak dilakukan oleh buruh tani perempuan karena peranya dalam rumah tangga sebagai ibu rumah tangga. Untuk kegiatan sosial masyarakat adanya perbedaan kegiatan yang dilakukan oleh keduanya, hal ini dikarenakan adanya perbedaan kegiatan yang diikuti buruh tani.

Dony Setyo N. H0404038. "GENDER ANALYSIS OF FARM WORKER BY TYPE ACTIVITY IN THE KLASEMAN VILLAGE SUB DISTRICT GATAK REGENCY SUKOHARJO". Under the guidance of Ir. Sutarto, MSi and Agung Wibowo, SP, MSi. Agriculture Faculty of Eleven March University of Surakarta

The average resident who worked as farm workers are women because men spend more time to work outside the agricultural sector. Work done farm worker women are lighter than men worker, such as planting, weeding, fertilizing and others. While the agricultural labor of male farmers to cultivate the soil, hoeing, irrigating and others. In their domestic life, farm worker women and men also have different roles in the care of the household. Women spend more time doing housework such as cooking, taking care of children, While slightly male role in the household. In social life, women farm workers have a smaller role than the men in the decision to participate in community activities. This study aims to describe the forms of gender inequality among male farm workers and women in productive activities, domestic activities and community activities.

The basic method of research using qualitative methods with case study approach. Research locations specified in the Klaseman Village intentionally, District Gatak, Regency Sukoharjo. Dimension of research in this regard are farm workers, working hours and wages earned. The method to determine the informant with snowball sampling method. In testing the validity of using the technique of triangulation methods, which looked at data from a variety of methods are performed.

The results showed a difference of farm worker activities of men and women in the conduct of activities for a living, in household as well as activities in the community. This can be seen from the differences in types of work performed on each activity. Contrasting this type of work based more on gender and the outpouring of energy released at the moment conduct such activities. And the existence of the principal findings related to government policy, the double burden of women farm workers, the choice of the nearest employment, incomes and the existence of discriminatory stereotypes.

From the analysis results showed that different actors in the activities of each activity carried out by peasants in the village Klaseman. In the ordinary for a living (earning) is mostly done by male farm workers, which in accordance with the role in the household as the head of the family. For activities in the household (domestic) is mostly done by women because the role of farm worker in the household as a homemaker. For social events there is a difference of activities undertaken by both, this is due to the differences in activity followed by agricultural laborers.

A. Latar Belakang

Wanita sering kali mempunyai peran ganda dalam keluarga, baik sebagai pencari nafkah maupun sebagai ibu rumah tangga yang harus selalu mengurusi kebutuhan rumah tangga dalam keluarga seperti: mencuci, membersihkan rumah, memasak, mengasuh anak, mendidik anak dan sebagainya.

Wanita tani sebagai mitra sejajar, secara fungsional tidak dapat dipisahkan dalam proses pembangunan pertanian. Peranan wanita dalam usahatani diarahkan kepada peluang peningkatan produktivitas lahan dan tenaga kerja serta peningkatan nilai tambah. Peranan wanita tani saat ini diketahui sebagai penyandang kerja yang cukup berat tetapi kurang produktif, wanita tani dikenal sebagai tenaga kerja dalam kegiatan penanaman, pemupukan, penyiangan, panen dan pengolahan hasil di dalam maupun di luar usahataninya. Selain sebagai buruh tani juga mengerjakan pekerjaan rumah seperti mengambil air, mencari kayu bakar, mengasuh anak, memasak dan lain-lain.

Di daerah pedesaan, sumbangan wanita tani dalam penghasilan keluarga cukup besar, baik dengan bekerja di lahan sendiri ataupun sebagai buruh tani dan mengurus pekerjaan rumah tangga. Partisipasi wanita pada usahatani baik dalam proses produksi, panen maupun pasca panen cukup tinggi. Banyak hasil penelitian mengungkapkan bahwa wanita di pedesaan mempunyai peranan sebagai pencari nafkah, lebih-lebih dari rumah tangga berpenghasilan rendah. Golongan ini meliputi kurang lebih 40% dari seluruh rumah tangga pedesaan (Parjanto dan Trisni, 2001)

Namun besarnya sumbangan dari wanita terhadap penghasilan dalam rumah tangga tidak lantas menjadikan wanita lebih tinggi peranan dan kedudukannya dari pria. Hal ini disebabkan karena adanya faktor gender. Sukesi (2002), mengemukakan bahwa gender merupakan konsep yang Namun besarnya sumbangan dari wanita terhadap penghasilan dalam rumah tangga tidak lantas menjadikan wanita lebih tinggi peranan dan kedudukannya dari pria. Hal ini disebabkan karena adanya faktor gender. Sukesi (2002), mengemukakan bahwa gender merupakan konsep yang

Rata-rata penduduk yang bekerja sebagai buruh tani adalah wanita karena penduduk laki-laki lebih banyak menghabiskan waktu untuk bekerja diluar sektor pertanian. Pekerjaan yang dilakukan buruh tani wanita lebih ringan dari pada pekerjaan yang dilakukan buruh tani laki-laki, seperti menanam, menyiangi, memupuk dan lain-lain. Sedangkan pekerjaan buruh tani laki-laki yaitu mengolah tanah, mencangkul, mengairi dan lain-lain. Dalam kehidupan rumah tangga mereka, buruh tani perempuan dan laki-laki juga mempunyai perbedaan peran dalam mengurus rumah tangganya. Dari pihak wanita sendiri lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengerjakan berbagai pekerjaan rumah seperti memasak, mengurus anak serta melayani suami. Sedangkan pihak laki-laki hanya sedikit peranannya dalam rumah tangga. Didalam kehidupan bermasyarakat, buruh tani perempuan memiliki peran yang lebih kecil dibanding pihak laki-laki dalam hal pengambilan keputusan untuk mengikuti kegiatan kemasyarakatan.

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk mengkaji perbedaan mengenai kegiatan produktif (kegiatan mencari nafkah), domestik (kegiatan dalam rumah tangga) nonproduktif dan kegiatan sosial kemasyarakatan antara buruh tani laki-laki dan buruh tani perempuan di Desa Klaseman Kecamatan Gatak.

Gender merupakan suatu perbedaan peran, tanggung jawab, sifat dan kedudukan antara wanita dan pria yang telah disosialisasikan oleh masyarakat melalui norma, kebiasaan yang telah diwariskan secara turun-temurun. Adanya perbedaan gender ini mengakibatkan pembagian peran yang cenderung berat sebelah antara pria dan wanita, sehingga seringkali merugikan pihak wanita. Wanita seringkali dipandang sebelah mata dalam mengerjakan setiap hal baik dalam kegiatan produktif, domestik maupun dalam kegiatan sosial kemasyarakatan sehingga sepertinya peran perempuan makin terpinggirkan.

Wanita yang mempunyai peran ganda dalam rumah tangga, yaitu sebagai pencari nafkah dan sebagai ibu rumah tangga yang harus melayani kebutuhan keluarga sering kali harus bekerja lebih berat dari suaminya. Meskipun demikian kadang hasil dari kerjanya tidak mendapatkan penghargaan, ini disebabkan karena pekerjaan wanita cenderung dikaitkan dengan pekerjaan rumah tangga (domestik), sedangkan pria banyak dikaitkan pada pekerjaan diluar rumah (publik).

Posisi dan status yang ditempati oleh masing-masing anggota berbeda- beda. Dalam hal ini disebabkan karena perbedaan umur, jenis kelamin, generasi, posisi ekonomi dan kekuasaan, sedangkan untuk perbedaan posisi laki-laki dan wanita disebabkan alasan biologis dan sosial budaya. Alasan biologis menganggap laki-laki secara fisik lebih kuat daripada wanita, sedangkan alasan sosial budaya dibentuk dari norma-norma yang diatur dalam lingkungan masyarakat seperti: siapa yang mengasuh dan mendidik anak, siapa yang mencari nafkah dan siapa yang tampil dalam kegiatan kemasyarakatan. Alasan biologis dan sosial budaya berangsur-angsur mengalami perubahan dalam masyarakat agraris. Peran ganda wanita di masyarakat agraris sangat terlihat, wanita berperan sebagai ibu rumah tangga yang tugasnya melaksanakan pekerjaan rumah tangga dan sebagai pencari nafkah di usahatani. Hal ini mengubah gambaran bahwa laki-laki pulang Posisi dan status yang ditempati oleh masing-masing anggota berbeda- beda. Dalam hal ini disebabkan karena perbedaan umur, jenis kelamin, generasi, posisi ekonomi dan kekuasaan, sedangkan untuk perbedaan posisi laki-laki dan wanita disebabkan alasan biologis dan sosial budaya. Alasan biologis menganggap laki-laki secara fisik lebih kuat daripada wanita, sedangkan alasan sosial budaya dibentuk dari norma-norma yang diatur dalam lingkungan masyarakat seperti: siapa yang mengasuh dan mendidik anak, siapa yang mencari nafkah dan siapa yang tampil dalam kegiatan kemasyarakatan. Alasan biologis dan sosial budaya berangsur-angsur mengalami perubahan dalam masyarakat agraris. Peran ganda wanita di masyarakat agraris sangat terlihat, wanita berperan sebagai ibu rumah tangga yang tugasnya melaksanakan pekerjaan rumah tangga dan sebagai pencari nafkah di usahatani. Hal ini mengubah gambaran bahwa laki-laki pulang

1. Bagaimana bentuk ketidaksetaraan gender antara buruh tani laki-laki dan buruh tani perempuan dalam kegiatan produktif (kegiatan dalam mencari nafkah)?

2. Bagaimana bentuk ketidaksetaraan gender antara buruh tani laki-laki dan buruh tani perempuan dalam kegiatan domestik (kegiatan dalam rumah tangga)?

3. Bagaimana bentuk ketidaksetaraan gender antara buruh tani laki-laki dan buruh tani perempuan dalam kegiatan kemasyarakatan?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mendiskripsikan bentuk ketidaksetaraan gender antara buruh tani laki-laki dan buruh tani perempuan dalam kegiatan produktif (kegiatan dalam mencari nafkah)

2. Untuk mendiskripsikan bentuk ketidaksetaraan gender antara buruh tani laki-laki dan buruh tani perempuan dalam kegiatan domestik (kegiatan dalam rumah tangga)

3. Untuk mendiskripsikan bentuk ketidaksetaraan gender antara buruh tani laki-laki dan buruh tani perempuan dalam kegiatan kemasyarakatan

D. Kegunaan Penelitian

1. Bagi peneliti, penelitian ini sebagai pembelajaran dengan melihat dan meneliti permasalahan yang ada disekitar penulis, dan mencari jawaban

Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

2. Bagi pengambil kebijakan dan lembaga terkait, sebagai bahan pertimbangan untuk membuat keputusan dan kebijakan dalam hal pembangunan pertanian berbasis gender

3. Bagi narasumber, untuk menambah pengetahuan mereka tentang peran masing-masing pihak, baik pria maupun wanita. Agar pekerjaan usaha tani dan rumah tangga makin efisien dan tidak membedakan peran keduanya

4. Bagi peneliti lain, sebagai bahan informasi serta perbandingan dalam penelitian mengenai analisis gender

A. Tinjauan Pustaka

1. Gender Dalam Pertanian Kata gender ditemui dalam bahasa inggris yang dalam English Dictionary For Advanced Learners , diartikan sebagai kenyataan bahwa seseorang itu menjadi seorang laki-laki atau seseorang itu menjadi seorang perempuan. Perempuan diartikan memiliki sifat lembut, halus, yang ada karena gendernya atau diartikan apakah seseorang itu maskulin, feminin atau maskulin dan feminim. Seorang laki-laki adalah maskulin, sedangkan seorang perempuan adalah feminim. Gender dapat disebabkan karena asal dan kebiasaan (Sinclair, 2001).

Sukesi (2002), menyatakan bahwa gender merupakan konsep yang digunakan untuk menggambarkan perbedaan antara wanita dan pria secara sosial budaya. Pembedaan ini sebenarnya mengacu pada unsur emosional dan kejiwaan, sebagai karakteristik sosial dimana hubungan wanita dan pria dikonstruksikan, sehingga berbeda antara tempat dan waktu. Dalam melihat gender sebagai konstruksi sosial budaya, dapat membedakan gender identity yang berasal dari konsepsi biologis yaitu bagaimana wanita dan pria dibedakan terutama dari aspek kromosomnya dan kemudian bagaimana manusia mengidentifikasikan dirinya sebagai perempuan atau laki-laki.

Fakih (1996), mengemukakan konsep gender yakni suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikontruksikan sosial maupun kultural, misalnya bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut, cantik, emosional atau keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, perkasa. Ciri dari sifat-sifat itu sendri merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan. Perubahan dari ciri sifat-sifat itu dapat terjadi dari waktu ke waktu, dari tempat ke tempat lain. Juga perubahan bisa terjadi dari kelas ke kelas masyarakat yang berbeda. Semua hal yang dapat dipertukarkan antara sifat perempuan dan laki-laki itulah yang dikenal dengan konsep gender.

oleh masyarakat, serta tanggung jawab laki-laki dan perempuan. Gender belum tentu sama di tempat yang berbeda, dan dapat berubah dari waktu ke waktu. Seks/ kodrat adalah jenis kelamin yang terdiri dari perempuan dan laki-laki yang telah ditentukan oleh Tuhan. Oleh karena itu tidak dapat ditukar atau diubah. Ketentuan ini berlaku sejak dahulu kala, sekarang dan berlaku selamanya.

Gender bukanlah kodrat ataupun ketentuan Tuhan. Oleh karena itu gender berkaitan dengan proses keyakinan bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan berperan dan bertindak sesuai dengan tata nilai yang terstruktur, ketentuan sosial dan budaya ditempat mereka berada. Dengan demikian gender dapat dikatakan pembedaan peran, fungsi, tanggung jawab antara perempuan dan laki-laki yang dibentuk/dikonstruksi oleh sosial budaya dan dapat berubah sesuai perkembangan zaman.

Dengan demikian perbedaan gender dan jenis kelamin (seks) adalah Gender: dapat berubah, dapat dipertukarkan, tergantung waktu, budaya setempat, bukan merupakan kodrat Tuhan, melainkan buatan manusia. Lain halnya dengan seks, seks tidak dapat berubah, tidak dapat dipertukarkan, berlaku sepanjang masa, berlaku dimana saja, di belahan dunia manapun, dan merupakan kodrat atau ciptaan Tuhan.

Kesetaraan gender, berdasar anggapan bahwa laki-laki dan perempuan harus mendapat perlakuan sama. Anggapan ini gagal mengenali bahwa perlakuan sama tidak menghasilkan keadilan, karena laki-laki dan perempuan berbeda pengalaman hidup. Keadilan gender, mempertimbangkan perbedaan kehidupan perempuan dan laki-laki dan mengakui perlunya perbedaan pendekatan untuk menghasilkan keadilan bagi perempuan dan laki-laki. Bias gender merujuk pada diskriminasi, mulai dari tidak diikutsertakannya perempuan dalam program pembangunan sampai diskriminasi upah dan kekerasan sistematik terhadap perempuan (Anonim, 2009).

perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan pertahanan dan keamanan nasional (hankamnas), serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut. Kesetaraan gender juga meliputi penghapusan diskriminasi dan ketidak adilan struktural, baik terhadap laki-laki maupun perempuan.

Keadilan gender adalah suatu proses dan perlakuan adil terhadap perempuan dan laki-laki. Dengan keadilan gender berarti tidak ada pembakuan peran, beban ganda, subordinasi, marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan maupun laki-laki. Terwujudnya kesetaran dan keadilan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki, dan dengan demikian mereka memiliki akses, kesempatan berpartisipasi, dan kontrol atas pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan. Memiliki akses dan partisipasi berarti memiliki peluang atau kesempatan untuk menggunakan sumber daya dan memiliki wewenang untuk mengambil keputusan terhadap cara penggunaan dan hasil sumber daya tersebut. Memiliki kontrol berarti memiliki kewenangan penuh untuk mengambil keputusan atas penggunaan dan hasil sumber daya. Sehingga memperoleh manfaat yang sama dari pembangunan. Ketertinggalan perempuan mencerminkan masih adanya ketidakadilan dan ketidak setaraan antara laki-laki dan perempuan di Indonesia, hal ini dapat terlihat dari gambaran kondisi perempuan di Indonesia. Sesungguhnya perbedaan gender dengan pemilahan sifat, peran, dan posisi tidak menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan. Namun pada kenyataannya perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan, bukan saja bagi kaum perempuan, tetapi juga bagi kaum laki- laki (Rangga, 1999).

Ketidakadilan gender adalah suatu sistem dan struktur yang menempatkan laki-laki maupun perempuan sebagai korban dari sistem. Ketidakadilan gender termanifestasikan dalam berbagai bentuk Ketidakadilan gender adalah suatu sistem dan struktur yang menempatkan laki-laki maupun perempuan sebagai korban dari sistem. Ketidakadilan gender termanifestasikan dalam berbagai bentuk

Subkhan (2003), mengemukakan bahwa ketidakadilan gender dalam pembangunan disebabkan oleh mitos bahwa pekerjaan yang dilakukan kaum wanita hanya bersifat melengkapi dan tidak bernilai produktif. Mitos ini menyebabkan tidak adanya penghargaan terhadap karya dan hasil kerja kaum wanita seberapa pun besarnya. Tidak adanya pengakuan, penghargaan terhadap kaum wanita melalui pemberian akses dan kontrol yang lebih besar membuat semakin terkuburnya potensi mereka. Diungkapkan oleh Srini (1995), bahwa gender menjadi persoalan ketika nilai-nilai yang terkandung dalam ketentuan gender tersebut menghambat seseorang untuk mempunyai akses dan kontrol terhadap sumber daya dan hasil-hasilnya.

Peran perempuan masa kini masih sering dipandang sebelah mata. Contoh sederhana, ketika anak mendapat prestasi baik, yang sering terlontar dari masyarakat adalah, "Oh anak Pak Sasmita ya. Hebat ya, bapaknya pintar mendidik." Sebaliknya, ketika sang anak mendapat cap buruk, tak jarang ucapan yang keluar adalah "Ibunya pasti tidak bisa mendidik." Di pedesaan, perempuan sebenarnya sangat banyak berjasa dalam menyumbang ekonomi nasional. Mereka bekerja di lahannya sendiri, Tetapi tak dimasukkan dalam kriteria angkatan kerja karena tidak menghasilkan uang. Sebaliknya, kaum laki-laki pada posisi sama dianggap ikut berkontribusi dalam pendapatan nasional, dengan cara dimasukkan dalam golongan

uang kendati sama-sama bekerja di lahan miliknya sendiri. Padahal, 60% sistem perekonomian nasional digerakkan oleh produk pertanian konsisten dan perempuan berkontribusi besar di dalamnya. Jika dilihat dari ketelibatan dan partisipasi saat ini, tidak seluruhnya benar perempuan pedesaan menjadi satu subordinat. Mereka ikut terlibat dalam proses produksi pertanian, mulai dari menandur hingga menuai hasil pertanian. Pada posisi yang sama, buruh perempuan memiliki upah di bawah buruh laki-laki. Sistem pengupahan yang tidak fair sering didasari pemikiran bahwa laki-laki yang menjadi penanggung jawab keluarga, sementara perempuan tidak. Realitanya, banyak pula perempuan yang terpaksa menjadi kepala rumah tangga, menghidupi anak, orang tua, atau sanak famili lainnya. Sistem pengupahan juga didasarkan oleh perbedaan kekuatan. Laki-laki dianggap memiliki kekuatan lebih, sehingga layak mendapatkan upah lebih. Padahal, jika dihitung persatuan energi, belum tentu begitu. Mungkin perempuan bisa jauh lebih besar. Pekerjaan perempuan dan laki-laki sama berat, ini terlihat secara fisik pada proses produksi padi. Tenaga perempuan menandur atau menginjak-injak tanah sawah sama beratnya dengan pekerjaan laki-laki mencangkul sawah.

Kita ambil salah satu contoh lain, misalnya program kegiatan yang paling sering diagendakan oleh Dinas Pertanian kabupaten, yaitu penyuluhan pertanian ke desa-desa. Program tersebut memberikan informasi baru mengenai sistem bertani dan pada saat yang sama memberikan kredit ringan untuk kelompok-kelompok tani supaya bisa mengimplementasikan pengetahuan baru tersebut di lahan mereka. Siapa yang terlibat dalam kelompok tani tersebut? Kebanyakan laki-laki. Program ini pada dasarnya menawarkan bantuan baik dalam bentuk bahan-bahan pertanian (bibit, pupuk, dll) ataupun pinjaman modal kepada kelompok tani agar dapat mengembangkan tanaman perkebunan di lahan pertanian yang dikelolanya. Kelompok- kelompok tani tersebut dibentuk semata-mata sebagai prasyarat bagi masyarakat untuk dapat mengajukan permohonan

yang memiliki anggota campuran (laki-laki dan perempuan dalam satu kelompok). Ketika penyuluh pertanian datang ke desa untuk menyampaikan informasi, mereka mengundang keluarga-keluarga petani dalam suatu rapat di balai desa. Namun dengan anggapan bahwa laki-laki adalah kepala keluarga, maka hanya laki-laki yang hadir dalam pertemuan tersebut. Absennya perempuan dalam pertemuan tersebut sering luput dari perhatian pemberi program. Mereka beranggapan bahwa kondisi seperti ini tidak perlu dipermasalahkan karena dengan hadirnya petani laki-laki dianggap bahwa informasi telah disampaikan merata kepada sasaran program sebagaimana yang direncanakan dalam program penyuluhan pertanian tersebut. Padahal pada prakteknya, kaum perempuanlah yang paling banyak mencurahkan waktunya dalam mengelola lahan pertanian di desa tersebut. Hasilnya, informasi mengenai cara-cara bertani ataupun mengenai sistem pemberian pinjaman keuangan tersebut tidak sampai pada ‘pelaksana’ programnya. Petani perempuan yang bekerja di ladang tetap menjalankan kegiatannya secara tradisional sebagaimana sebelumnya, tanpa informasi tambahan dari program pertanian tersebut.

Namun pemiskinan atas perempuan maupun laki yang disebabkan jenis kelamin merupakan salah satu bentuk ketidakadilan yang disebabkan gender. Sebagai contoh, banyak pekerja perempuan tersingkir dan menjadi miskin akibat dari program pembangunan seperti internsifikasi pertanian yang hanya memfokuskan petani laki-laki. Perempuan dipinggirkan dari berbagai jenis kegiatan pertanian dan industri yang lebih memerlukan keterampilan yang biasanya lebih banyak dimiliki laki-laki. Selain itu perkembangan teknologi telah menyebabkan apa yang semula dikerjakan secara manual oleh perempuan diambil alih oleh mesin yang umumnya dikerjakan oleh tenaga laki-laki.

Beberapa studi dilakukan untuk membahas bagaimana program pembangunan telah meminggirkan sekaligus memiskinkan perempuan. Seperti Program Revolusi Hijau yang memiskinkan perempuan dari Beberapa studi dilakukan untuk membahas bagaimana program pembangunan telah meminggirkan sekaligus memiskinkan perempuan. Seperti Program Revolusi Hijau yang memiskinkan perempuan dari

Subordinasi pada dasarnya adalah keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin dianggap lebih penting atau lebih utama dibanding jenis kelamin lainnya. Sudah sejak dahulu ada pandangan yang menempatkan kedudukan dan peran perempuan lebih rendah dari laki-laki. Banyak kasus dalam tradisi, tafsiran ajaran agama maupun dalam aturan birokrasi yang meletakan kaum perempuan sebagai subordinasi dari kaum laki-laki. Kenyataan memperlihatkan bahwa masih ada nilai-nilai masyarakat yang membatasi ruang gerak terutama perempuan dalam kehidupan. Sebagai contoh apabila seorang isteri yang hendak mengikuti tugas belajar, atau hendak berpergian ke luar negeri harus mendapat izin suami, tatapi kalau suami yang akan

pergi tidak perlu izin dari isteri (William, 2006).

Setereotipe dimaksud adalah citra baku tentang individu atau kelompok yang tidak sesuai dengan kenyataan empiris yang ada. Pelabelan negatif secara umum selalu melahirkan ketidakadilan. Salah satu stereotipe yang berkembang berdasarkan pengertian gender, yakni terjadi terhadap salah satu jenis kelamin, (perempuan), Hal ini mengakibatkan terjadinya diskriminasi dan berbagai ketidakadilan yang merugikan kaum perempuan. Misalnya pandangan terhadap perempuan yang tugas dan fungsinya hanya melaksanakan pekerjaan yang berkaitan dengan pekerjaan domistik atau kerumahtanggaan. Hal ini tidak hanya terjadi dalam lingkup rumah tangga tetapi juga terjadi di tempat kerja dan masyarakat, bahkan di tingkat Setereotipe dimaksud adalah citra baku tentang individu atau kelompok yang tidak sesuai dengan kenyataan empiris yang ada. Pelabelan negatif secara umum selalu melahirkan ketidakadilan. Salah satu stereotipe yang berkembang berdasarkan pengertian gender, yakni terjadi terhadap salah satu jenis kelamin, (perempuan), Hal ini mengakibatkan terjadinya diskriminasi dan berbagai ketidakadilan yang merugikan kaum perempuan. Misalnya pandangan terhadap perempuan yang tugas dan fungsinya hanya melaksanakan pekerjaan yang berkaitan dengan pekerjaan domistik atau kerumahtanggaan. Hal ini tidak hanya terjadi dalam lingkup rumah tangga tetapi juga terjadi di tempat kerja dan masyarakat, bahkan di tingkat

Berbagai bentuk tindak kekerasan terhadap perempuan sebagai akibat perbedaan, muncul dalam bebagai bentuk. Kata kekerasan merupakan terjemahkan dari violence, artinya suatu serangan terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang. Oleh karena itu kekerasan tidak hanya menyangkut serangan fisik saja seperti perkosaan, pemukulan dan penyiksaan, tetapi juga yang bersifat non fisik, seperpti pelecehan seksual sehingga secara emosional terusik.Pelaku kekerasan bermacam-macam, ada yang bersifat individu, baik di dalam rumah tangga sendiri maupun di tempat umum, ada juga di dalam masyarakat itu sendiri. Pelaku bisa saja suami/ayah, keponakan, sepupu, paman, mertua, anak laki-laki, tetangga, majikan.

Bentuk lain dari diskriminasi dan ketidakadilan gender adalah beban ganda yang harus dilakukan oleh salah satu jenis kelamin tertentu secara berlebihan. Dalam suatu rumah tangga pada umumnya beberapa jenis kegiatan dilakukan laki-laki, dan beberapa dilakukan oleh perempuan. Berbagai observasi, menunjukkan perempuan mengerjakan hampir 90% dari pekerjaan dalam rumah tangga. Sehingga bagi mereka yang bekerja, selain bekerja di tempat kerja juga masih harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Dalam proses pembangunan, kenyataannya perempuan sebagai sumber daya insani masih mendapat pembedan perlakuan, terutama bila bergerak dalam bidang publik. Dirasakan banyak ketimpangan, meskipun

Diskriminasi gender tidak saja membawa konsekuensi langsung terhadap hierarki pembagian kerja didalam hubungan produksi, tapi juga rendahnya upah yang diterima mereka. Lebih jelas penelitian yang dilakukan Grinjs et al (1992) membuktikan buruh perempuan menerima upah sekitar 60-70% dari upah yang diterima laki-laki untuk pekerjaan sejenis. Dalam kenyataan buruh perempuan meski telah berkeluarga harus menerima nilai upah paling rendah yaitu setaraf dengan KFM (kebutuhan fisik minimum) untuk buruh lajang. Hasil survey kecil yang dilakukan Nurbaiti dan Edriana terhadap 38 orang buruh perempuan di Bogor dan Tangerang dengan status 17 orang (44,7%) kawin dan 21 orang (55,3%) belum menikah, menunjukkan bahwa seorang buruh perempuan yang sudah kawin penghasilan yang diterimanya hanya senilai ‘penambah keluarga’. Begitu juga buruh lajang yang dikategorikan tidak mempunyai tanggungan pada kenyataannya harus ikut menanggung beban keluarga. Rata-rata penghasilan sebulan mereka sebesar Rp. 77.194,00 dan pengeluaran rata-rata Rp. 88.846,00 dengan kekurangan rata-rata per bulan sebesar 13,1%. Cara yang dilakukan buruh untuk menutup kekurangan tersebut agar dapat bertahan hidup yakni dengan jalan: 21,1% mengutang kepada kawan dekat atau orang lain; 26,3% mengandalkan dapat arisan/mengambil kredit bank; 7,9% minta bantuan keluarga/orang tua; 53% mengerjakan pekerjaan sampingan; 34,2% tidak tahu harus kemana mencari tambahan (Safa’at, 1998).

Salah satu implikasi kesenjangan gender dalam kesempatan kerja adalah ketidakadilan upah yang diterima antara laki-laki dan perempuan. Upah rata-rata buruh perempuan tidak meningkat sejak tahun 2001, setelah pernah naik 69% pada 1995. "Perempuan hanya memperoleh 75 persen dari pendapatan laki-laki.". Berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional tahun 2007 terdapat lebih dari 1 juta pekerja anak berusia 10-14 tahun (60% laki- Salah satu implikasi kesenjangan gender dalam kesempatan kerja adalah ketidakadilan upah yang diterima antara laki-laki dan perempuan. Upah rata-rata buruh perempuan tidak meningkat sejak tahun 2001, setelah pernah naik 69% pada 1995. "Perempuan hanya memperoleh 75 persen dari pendapatan laki-laki.". Berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional tahun 2007 terdapat lebih dari 1 juta pekerja anak berusia 10-14 tahun (60% laki-

Karena kesenjangan yang masih terjadi antara perempuan dan laki-laki diperlukan upaya untuk menegakkan hak-hak perempuan dan laki-laki atas kesempatan yang sama, pengakuan yang sama dan penghargaan yang sama dilingkungan masyarakat dan upaya ini salah satunya dilakukan pengarusutamaan gender. Landasan hukum dari hal ini adalah UUD 1945 Pasal 27 tentang persamaan hak dan kewajiban setiap warga negara tidak ada kecualinya, UU no 7 tahun 1984 tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan, UU no 22 tentang pemerintah daerah, UU no 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah dan UU no 25 tahun 2000 tentang program pembangunan nasional. Sedangkan dasar hukumnya adalah UU no

25 tahun 2000 tentang Propenas dan Inpres no 9 tahun 2000 tentang pelaksanaan pengarusutaman gender dalam pembangunan (Kantor Kementrian Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia, 2000). Menurut Inpres no.9/2000 Kepmendagri no.132/2003 bab 1 pasal 1 Pengarusutamaan gender adalah strategi yang dilakukan secara rasional dan sistematis untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender dalam sejumlah aspek kehidupan manusia melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan, dan permasalahan perempuan dan laki-laki kedalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dan seluruh kebijakan dan program diberbagai bidang kehidupan dan pembangunan.

Contoh yang dilakukan dalam proyek pertanian misalnya, dimana kelompok sasarannya adalah petani di lahan kering, komitmen pelaksanaan strategi pengarusutamaan gender tertera dalam dokumen pelaksanaan program, dimana dalam dokumen tersebut telah tertera bahwa komitmen menuju kesetaraan yang diterjemahkan dalam entry point pemberdayaan masyarakat melalui organisasi. Pemberdayaan yang dimaksud adalah menguatkan kapasitas masyarakat dalam wadah kelompok dalam hal ini ada Contoh yang dilakukan dalam proyek pertanian misalnya, dimana kelompok sasarannya adalah petani di lahan kering, komitmen pelaksanaan strategi pengarusutamaan gender tertera dalam dokumen pelaksanaan program, dimana dalam dokumen tersebut telah tertera bahwa komitmen menuju kesetaraan yang diterjemahkan dalam entry point pemberdayaan masyarakat melalui organisasi. Pemberdayaan yang dimaksud adalah menguatkan kapasitas masyarakat dalam wadah kelompok dalam hal ini ada

Dalam fase perencanaan misalnya dilakukan penilaian kebutuhan terpilah antara kelompok laki-laki dan perempuan, sehingga kebutuhan yang diterjemahkan dalam pelaksanaan program sesuai dengan kebutuhan kelompok sasaran. Alat yang dapat digunakan dalam proses perencanaan ini bisa melalui alat analisa gender baik itu Harvard, Moser, sampai PROBA (Problem Based Analysis) dan GAP (Gender Analysis Pathway), yang menyaratkan data terpilah dan analisa gender dalam setiap komponen kegiatan yang akan dikembangkan.

Fase pelaksanaan, melalui bentukan pemberdayaan masyarakat dalam wadah organisasi/ kelompok yang ditumbuhkembangkan tersebut terdiri dari kelompok perempuan dan laki-laki. Suatu awal yang baik untuk memulai komitmen pelaksanaan pengarustamaan gender, dimana kelompok petani perempuan yang menjadi sasaran yang dalam program, kegiatan maupun kebijakan pembangunan pada umumnya seringkali di marjinalkan, padahal dalam kondisi riil, kelompok petani perempuan memiliki peran dan fungsi dalam proses pertanian yang signifikan, demikian pula posisinya dalam melakukan kegiatan pengolahan dan pemasaran.

2. Differensiasi Peranan Peranan berasal dari kata peran. Peran memiliki makna yaitu seperangkat tingkat diharapkan yang dimiliki oleh yang berkedudukan di masyarakat. Sedangkan peranan adalah bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan (Lukman, 1996).

Pengertian Peranan dalam Kamus Bahasa Indonesia adalah suatu yang mewujudkan bagian yang memegang pimpinan terutama dalam terjadinya suatu hal atau peristiwa. Peranan dalam pengertian Sosiologi adalah perilaku atau tugas yang diharapkan dilaksanakan seseorang berdasarkan kedudukan Pengertian Peranan dalam Kamus Bahasa Indonesia adalah suatu yang mewujudkan bagian yang memegang pimpinan terutama dalam terjadinya suatu hal atau peristiwa. Peranan dalam pengertian Sosiologi adalah perilaku atau tugas yang diharapkan dilaksanakan seseorang berdasarkan kedudukan

Kata PEREMPUAN diambil dari Per-Empu-An, yang mempunyai arti yang dituakan, yang disegani atau yang penting/utama contoh sederhana adalah empu jari atau jempol adalah jari yang paling penting dan utama dari kelima jari kita yang lain. Selain itu ada sebutan lain untuk kata PEREMPUAN yakni WANITA dari kata Wani artinya berani Ta artinya tata yaitu berani mengatur, menata atau melakukan pekerjaan agar menjadi lebih baik dari sebelumnya. Dari pengertian yang sederhana saja bisa kita lihat betapa besar dan banyaknya peranan perempuan di dalam mengatur kehidupan kita sehari-hari terutama di dalam rumah tangga. Begitu juga yang sering diucapkan orang tua bahwa mendidik seorang anak laki-laki berarti hanya mendidik satu orang saja, berbeda kalau kita mendidik seorang anak perempuan berarti mendidik satu generasi (Anonym, 2007).

Istilah gender biasanya merujuk pada peran dan tanggung jawab perempuan dan laki-laki yang dikonstruksikan secara social, dalam suatu wilayah atau konteks budaya. Hal inilah yang membedakannya dengan istilah “sex” yang merujuk pada perbedaan biologis antara perempuan dan laki-laki. Bersifat permanent dan universal.

Perbedaan antara seks dan gender mempunyai implikasi yang sangat penting, karena manusia berkembang sebagai hasil kontruksi sosial. Dalam memperbaiki kehidupannya, masyarakat perlu memahami perbedaan seks dan gender. Perbedaan seks tidak otomatis sejalan dengan perbedaan gender, karena merupakan hasil sosialisasi masyarakat yang dapat berbeda karena waktu, tempat dan kemauan masyarakat untuk mengubah. Sedangkan perbedaan seks sifatnya biologis dan universal. Perbedaan gender menghasilkan pemberian peran gender pada lakli-laki dan perempuan oleh masyarakat sesuai dengan kehendaknya (Muniarti, 2004).

Peran gender (gender role) merupakan aktivitas yang dibebankan kepada perempuan dan laki-laki atas dasar pembedaan yang diterimanya Peran gender (gender role) merupakan aktivitas yang dibebankan kepada perempuan dan laki-laki atas dasar pembedaan yang diterimanya

Peran tersebut dipengaruhi oleh persepsi dan harapan yang dibangun dari factor budaya, politik, lingkungan, ekonomi, social, agama dan juga kebiasaan, hokum, strata kelas, etnisitas bahkan termasuk juga didalamnya bias individu maupun institusi. Sifat dan perilaku gender merupakan sesuatu yang dibangun, dipelajari dan dapat diubah/berubah. Situasi apa saja yang dapat menyebabkan pembedaan gender?: Social, persepsi yang berbeda antar perempuan dan laki-laki mengenai peran sosialnya. Misalnya perempuan sebagai pengurus rumah tangga, laki-laki sebagai kepala rumah tangga; perempuan sebagai pengasuh anak, pengurus rumah tangga, sosok yang lemah sedangkan laki-laki sebagai pelindung, penjaga keamanan, figure yang kuat dan sebagainya. Politik, pembedaan cara dimana laki-laki dan perempuan berbagi kekuasaan dan otoritas diruang public. Biasanya laki-laki berkiprah dilevel politik nasional dan politik tingkat tinggi sedangkan perempuan lebih banyak bergerak dilevel politik local dan aktivitas yang berkaitan dengan domestic. Pendidikan, pembedaan dalam hal kesempatan mendapatkan pendidikan antara laki-laki dan perempuan. Kebanyakan sumber keuangan keluarga diarahkan bagi pendidikan laki-laki sementara anak perempuan tidak diarahkan untuk mendapatkan tantangan akademik. Ekonomi, pembedaan akses antara perempuan dan laki-laki dalam hal pencapaian karir dan control terhadap sumber daya maupun pengelolaan Peran tersebut dipengaruhi oleh persepsi dan harapan yang dibangun dari factor budaya, politik, lingkungan, ekonomi, social, agama dan juga kebiasaan, hokum, strata kelas, etnisitas bahkan termasuk juga didalamnya bias individu maupun institusi. Sifat dan perilaku gender merupakan sesuatu yang dibangun, dipelajari dan dapat diubah/berubah. Situasi apa saja yang dapat menyebabkan pembedaan gender?: Social, persepsi yang berbeda antar perempuan dan laki-laki mengenai peran sosialnya. Misalnya perempuan sebagai pengurus rumah tangga, laki-laki sebagai kepala rumah tangga; perempuan sebagai pengasuh anak, pengurus rumah tangga, sosok yang lemah sedangkan laki-laki sebagai pelindung, penjaga keamanan, figure yang kuat dan sebagainya. Politik, pembedaan cara dimana laki-laki dan perempuan berbagi kekuasaan dan otoritas diruang public. Biasanya laki-laki berkiprah dilevel politik nasional dan politik tingkat tinggi sedangkan perempuan lebih banyak bergerak dilevel politik local dan aktivitas yang berkaitan dengan domestic. Pendidikan, pembedaan dalam hal kesempatan mendapatkan pendidikan antara laki-laki dan perempuan. Kebanyakan sumber keuangan keluarga diarahkan bagi pendidikan laki-laki sementara anak perempuan tidak diarahkan untuk mendapatkan tantangan akademik. Ekonomi, pembedaan akses antara perempuan dan laki-laki dalam hal pencapaian karir dan control terhadap sumber daya maupun pengelolaan

Peran perempuan dijabarkan sebagai peran produktif, reproduktif, pengembangan masyarakat, menunjukkan peran berganda perempuan. Sayangnya peran tersebut tidak dinilai setara dengan peran yang dilakukan laki-laki, tidak diakui kontribusinya dan tidak diperhitungkan karena dianggap tidak menghasilkan pendapatan. Pada taraf tertentu tiadanya pengakuan yang setara tersebut menyebabkan ketidakadilan gender, baik dalam bentuk subordinasi, marginalisasi, diskriminasi dan kekerasan (Anonym, 2007)

Pada dasarnya bagi perempuan Indonesia khususnya mereka yang tinggal didaerah pedesaan dan miskin peranan ganda bukanlah merupakan sesuatu hal yang baru. Bagi golongan ini peranan ganda telah ditanamkan oleh orang tua mereka sejak mereka masih berusia muda. Bagi putrid seorang petani miskin ia tidak dapat lagi bermain-main seperti lazimnya anak-anak sebaya mereka dari keluarga kaya di desa mereka karena putrid keluarga miskin tersebut dibebani kewajiban bekerja oleh orang tua mereka. Pekerjaan mereka tergantung dari usia anak, bervariasi mulai dari menjaga adik, menggembala kambing, sampai bekerja sebagai buruh tani untuk memperoleh upah didalam menambah pendapatan keluarga mereka. Keadaan ini terus merka lakukan setelah mereka kawin; mereka bekerja baik sebagai ibu rumah tangga maupun sebagai “bread winer” disamping suaminya. Bagi perempuan golongan ini peranan ganda seorang perempuan telah mereka terima sebagai kodrat perempuan (Soetrisno, 1997) Pada dasarnya bagi perempuan Indonesia khususnya mereka yang tinggal didaerah pedesaan dan miskin peranan ganda bukanlah merupakan sesuatu hal yang baru. Bagi golongan ini peranan ganda telah ditanamkan oleh orang tua mereka sejak mereka masih berusia muda. Bagi putrid seorang petani miskin ia tidak dapat lagi bermain-main seperti lazimnya anak-anak sebaya mereka dari keluarga kaya di desa mereka karena putrid keluarga miskin tersebut dibebani kewajiban bekerja oleh orang tua mereka. Pekerjaan mereka tergantung dari usia anak, bervariasi mulai dari menjaga adik, menggembala kambing, sampai bekerja sebagai buruh tani untuk memperoleh upah didalam menambah pendapatan keluarga mereka. Keadaan ini terus merka lakukan setelah mereka kawin; mereka bekerja baik sebagai ibu rumah tangga maupun sebagai “bread winer” disamping suaminya. Bagi perempuan golongan ini peranan ganda seorang perempuan telah mereka terima sebagai kodrat perempuan (Soetrisno, 1997)

Kehidupan sehari-hari wanita berada dalam suatu konteks beban ganda. Beban tersebut adalah beban untuk memberikan pengasuhan yang tidak dibayar dalam pelayanan-pelayanan dalam pekerjaan rumah tangga serta beban untuk memberikan kelangsungan hidup perekonomian melalui kerja upahan. Tidak ada pemisahan rasional dari kedua konteks beban tersebut, dua hal ini merupaka aktivitas yang tidak terpisahkan bagi wanita (Ollenburger dan Helen, 1996).

Perbedaan posisi dan status yang ditempati oleh masing-masing anggota keluarga yang didasarkan atas berbagai perbedaan seperti umur, jenis kelamin, generasi, posisi ekonomi dan kekuasaan. Perbedaan posisi status antara pria dan wanita disebabkan karena alasan biologis dan sebagian lagi disebabkan karena perbedaan sosial budaya lingkungan keluarga itu: siapa yang mengasuh anak, siapa yang mencari nafkah, siapa yang tampil kedepan pada kegiatan-kegiatan ritual dan seterusnya (Sayogjo dan Pudjiwati, 1992).

Seorang ayah selalu dikatakan sebagai kepala keluarga maka yang menjadi Kepala Rumah Tangga adalah seorang istri. Dalam perannya sebagai kepala rumah tangga terkandung fungsi pengelolaan/ manajemen. Peran yang utama adalah mengatur dan merencanakan kebutuhan rumah tangga, hidup sederhana, tidak kikir dan berorientasi ke masa depan. Dari peran di atas, yang harus dikelola adalah barang, manusia dan uang. Dalam