HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN INTRAPERSONAL DENGAN MOTIVASI INTRINSIK PADA MAHASISWA FBS UNY YOGYAKARTA
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN INTRAPERSONAL DENGAN
MOTIVASI INTRINSIK PADA MAHASISWA FBS UNY YOGYAKARTA
Rizwan Syah Putra
Sekolah Tinggi Psikologi Yogyakarta
Email: [email protected]
Abstract
This study aims to determine the relationship between intrapersonal intelligence and
intrinsic motivation in students . The hypothesis is the existence of a positive relationship
between intrapersonal intelligence and intrinsic motivation in students . The higher the
intrapersonal intelligence , the higher the intrinsic motivation . The subjects used in this
study were 50 students of Department of Literature & Indonesian UNY FBS . Data
collection techniques using Intrinsic Motivation Scale ( validity aitem 0.410 s / d 0.786 ;
reliability of 0.925 ) and Intrapersonal Intelligence Scale ( validity aitem 0.230 s / d
0.708 ; reliability of 0.915 ) . The hypothesis was tested using correlation analysis of
Pearson Product Moment . Based on the results of the data analysis , the correlation
coefficient ( rxy ) of 0.359 with a significance of 0.1 ( p > 0.05 ) . The results showed that
there was no significant relationship between Intrapersonal intelligence with Intrinsic
Motivation . Both variables correlated but not significant . Intrapersonal intelligence to
contribute effectively to the intrinsic motivation of 12.9 % .
Keywords: Intrinsic Motivation , Intrapersonal Intelligence
Remaja yang berkualitas adalah
seorang remaja yang tangguh, selalu ingin
meningkatkan prestasi menjadi lebih baik,
mempunyai daya tahan mental untuk
mengatasi persoalan yang timbul dan
mampu mencari jalan keluar yang positif
bagi semua persoalan hidupnya.
Terbentuknya remaja yang berkualitas salah
satunya dapat dicapai melalui banyaknya
proses belajar yang dijalani, serta didukung
dengan pola asuh orangtua yang diperoleh
selama proses perkembangan. (Faturohman
dalam Patriana, 2007),
Remaja berasal dari kata latin
adolescence yang berarti tumbuh atau
tumbuh menjadi dewasa. Istilah
adolessence mempunyai arti yang lebih luas
lagi yang mencakup kematangan mental,
emosional sosial dan fisik (Hurlock, 2005).
Psikologi Perkembangan memaknai remaja
sebagai tahap perkembangan manusia yang
penting artinya karena merupakan fase
peralihan dari fase anak-anak menuju fase
dewasa. Di fase ini remaja juga
mendapatkan tugas-tugas perkembangan
Jurnal Psikologi Mandiri
yang penting untuk dicapai demi kelancaran
perkembangan dan masa depannya. Tugastugas perkembangan itu meliputi dimensi
psikis, kognitif, psikoseksual, emosional,
dan sosial (Hurlock, 2005).
Tugas perkembangan dimensi
kognitif ini salah satunya terkait dengan
kesuksesan pendidikan/kemampuan belajar
yang perlu dicapai. Dalam pendidikan
formal, fase remaja ini umumny sedang
melalui pendidikan di jenjang SLTA atau di
jenjang perguruan tinggi/kuliah.
Sebagaimana menurut Monks, dkk (2004)
Sebagian mahasiswa termasuk ke dalam
kategori remaja akhir (18-21 tahun), namun
sebagian pula terkategori sebagai dewasa
awal pada periode pertama (22-28 tahun).
Kategori remaja akhir umumnya berada di
jenjang SLTA sebagai pelajar, sedang
remaja dewasa awal berada di jenjang
perguruan tinggi/kuliah sebagai mahasiswa.
Salah satu tugas primer mahasiswa
adalah belajar menimba ilmu dan
mematangkan diri. Meminjam istilah Arief
Budiman bahwa “mahasiswa adalah orang
67
Rizwan Syah Putra
yang belajar di sekolah tingkat Perguruan
Tinggi untuk mempersiapkan dirinya bagi
suatu keahlian tingkat sarjana”. Itulah yang
pertama dan utama tugas bagi para
mahasiswa.(Ziaulhaq, 2011)
Belajar di Perguruan Tinggi tentu
berbeda dengan belajar di Sekolah
M e n e n g a h . D i P e rg u r u a n Ti n g g i ,
mahasiswa dituntut untuk lebih mandiri dan
proaktif dalam belajar. Di sini mahasiswa
diberi keleluasan lebih dalam mengatur
jadwal belajar menurut kadar
kemampuannya. Dia berhak mengatur
jadwal kuliah dan menentukan sendiri target
belajar dan kelulusannya. Tentu selain
kebebasan yang lebih luas, juga diiringi
dengan tanggung jawab yang lebih besar
daripada belajar di SMA/SMK.
Pola belajar yang lebih menuntut
kemandirian ini tentu tidak akan berjalan
efektif bila seorang mahasiswa masih
bergantung pada Guru/Dosen saja. Dia jelas
akan kesulitan untuk mengikuti sistem
perkuliahan dan sukar mengembangkan
diri. Mahasiswa perlu memotivasi dirinya
untuk terus semangat dan konsisten
mengikuti perkuliahan dan kegiatan lain
yang menunjang pembelajaran.
Apalagi dalam dunia kita dewasa ini
yang berkembang dengan begitu cepat. Di
abad teknologi informasi ini dunia kita tidak
hanya berubah dalam hitungan jam ataupun
menit, akan tetapi juga dalam hitungan
detik. (Dryden & Vos, 2002). Mahasiswa
harus terus adaptif dalam mengikuti
perubahan zaman dan pola belajar yang
fleksibel dan independen.
Dinamika perubahan itu ternyata turut
berpengaruh pada dunia pendidikan
modern, utamanya yang berhubungan
dengan bidang kajian Psikologi Pendidikan.
Beberapa perubahan mendasar itu
diantaranya sebagai berikut (Dryden & Vos,
2000 ; Santosa, 2007).
1. Era pembelajaran tanpa batas, dan
dimulainya era belajar seumur hidup (life
long learning). Saat ini tersedia materi
belajar yang melimpah dan terbukanya
kesempatan belajar untuk seluruh kalangan
dan usia. Hal ini karena pengaruh internet
68
yang memiliki jutaan akses informasi
menuju sumber-sumber pengetahuan &
keterampilan di berbagai bidang.
2. Era kesetaraan belajar dan self center
learning. (pembelajaran yang berpusat pada
individu siswa). Di sini siswa/pembelajar
memegang peranan penting bagi kemajuan
dan kesuksesan belajar mereka sendiri.
Belajar tidak lagi bergantung pada figur
Guru/Pengajar. Siswa tidak lagi menjadi
objek belajar, akan tetapi sebagai subyek
belajar yang utama.
3. Era pembelajar mandiri. Hal ini karena
adanya keterbukaan informasi dan
pengetahuan yang begitu melimpah. Agar
bisa terus berkembang dan mengikuti
perubahan zaman, setiap individu dituntut
untuk mampu terus memperbaharui
pengetahuan, kemampuan dan keterampilan
yang dimilikinya.
Revolusi di bidang teknologi
informasi ternyata juga mempengaruhi
dunia Pendidikan untuk mengubah
pendekatan dan paradigma belajar yang
lama dengan paradigma belajar yang baru.
Inilah yang dinamakan Revolusi Belajar.
(Dryden & Vos, 2000). Dalam arus
perubahan belajar di era modern ini, ada
beberapa tokoh yang mengenalkan teoriteori dan konsep-konsep baru dalam dunia
pendidikan dan pengembangan diri.
Diantaranya adalah sebagai berikut :
a. B o b b y D e P o r t e r , d k k y a n g
mengenalkan konsep Quantum
Learning & Quantum Teaching (Sistem
Belajar & Mengajar secara Quantum).
b. Stephen Covey, yang memperkenalkan
metode 7 Habits of Effective People (7
kebiasaan baik untuk hidup yang lebih
efektif).
c. Gordon Dryden & Jeanette Vos, yang
mengenalkan The Learning Revolution
on 21st Century (Revolusi Belajar di
Abad 21).
d. Howard Gardner, yang mengenalkan
konsep Multiple Intelligence
(Kecerdasan Majemuk).
e. Barbara Given, yang mengenalkan
Brain Based Teaching (Pendidikan
berbasis cara kerja otak manusia).
Jurnal Psikologi Mandiri
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN INTRAPERSONAL DENGAN MOTIVASI INTRINSIK PADA MAHASISWA FBS UNY YOGYAKARTA
Meskipun masing-masing tokoh itu
mengenalkan metode dan konsep
belajarnya masing-masing, akan tetapi
ternyata memiliki beberapa kesamaan
mendasar dalam hal ide dan gagasan pokok,
diantaranya yaitu ;
1. Penumbuhan Motivasi Belajar
Internal.
Salah satu isu penting dalam
revolusi belajar adalah bagaimana
menumbuhkan motivasi belajar yang kuat
dalam diri siswa. Dryden & Vos (2000)
menegaskan bahwa siswa harus
menemukan kondisi ideal yang
memungkinkan mereka dapat belajar secara
maksimal. Kondisi itu didefinisikan sebagai
keadaan belajar yang menyenangkan,
menggembirakan atau menggairahkan
(Fun) serta terbebas dari tekanan, beban &
ketegangan. Dengan itu siswa menjadi
termotivasi secara personal dan memiliki
peran aktif dalam belajar.
Senada dengan itu dalam Quantum
Learning & Quantum Teaching (DePorter
dkk, 2010) ditekankan pentingnya
memunculkan hasrat & minat belajar siswa
sebelum memulai proses belajar. Hal itu
dikenal dengan metode AMBAK (Apa
Manfaatnya Bagiku). Motivasi dalam diri
siswa yang tumbuh sejak awal belajar akan
mengakselerasi kemampuan belajar siswa
dan meningkatkan daya tangkapnya
terhadap materi belajar. Quantum Learning
juga menekankan pentingnya keterlibatan
penuh siswa dalam suasana belajar yang
kondusif & supportif. (DePorter, 2010).
2. Pembentukan Karakter Pembelajar
Yang Mandiri.
Dalam Revolusi Belajar (Dryden &
Vos 2000), adalah penting untuk mendorong
siswa untuk menjadi lebih mandiri, proaktif
dan memiliki inisiatif tinggi dalam belajar.
Para Guru/Pengajar berfokus untuk
memotivasi para siswa agar lebih aktif dan
kreatif dalam proses belajar. Para siswa
yang mandiri dalam belajar cenderung
berfikiran terbuka, fleksibel dan adaptif
terhadap perubahan, mereka berani
mengambil resiko dan pantang mundur
dalam menghadapi kesulitan. Dengan
Jurnal Psikologi Mandiri
berbagai kelebihan itu, tidak heran bila
mereka lebih terlihat menonjol dari siswa
yang lain. Mereka dapat menjadi teladan
dan berpeluang besar menjadi pemimpin di
masa depan. (Dryden & Vos, 2000).
Para pembelajar yang mandiri juga
memiliki pola dan kualitas belajar yang
lebih baik dari siswa yang pasif dan
memiliki ketergantungan dalam belajar.
Dalam prakteknya, keberadaan para siswa
yang mandiri tentunya akan semakin
memudahkan kerja Guru/Pengajar.
(DePorter dkk, 2006).
3. Optimalisasi Potensi Otak &
Karakter Manusia.
Alat belajar utama bagi manusia
adalah otaknya, karena itu penting untuk
mengadaptasikan proses belajar dengan
karakteristik unik & potensi otak manusia.
Hal itu tentunya bertujuan agar
pembelajaran bisa berlangsung optimal &
siswa bisa meraih hasil/prestasi yang
maksimal. (Given, 2007). Bila di era
sebelumnya manusia yang harus mengikuti
metode belajar, maka di era modern ini
proses/metode belajarlah yang harus
mengikuti karakter & sifat otak manusia.
Inilah yang dikenal sebagai konsep Brain
Based Teaching yang diperkenalkan oleh
Barbara Given (2007).
Given (2007) mengenalkan metode belajar
mengajar yang memberdayakan lima sistem
alamiah otak manusia yang terdiri dari (a)
Otak emosional yang membangkitkan
hasrat untuk belajar. ; (b) Otak sosial yang
menumbuhkan visi dan melihat
kemungkinan yang ada. ; (c) Otak kognitif
yang menumbuhkan niat untuk belajar. ; (d)
Otak kinestetik yang mendorong tindakan
untuk mengubah mimpi menjadi kenyataan.
; (e) Otak reflektif yang melahirkan
kebijakan dan kearifan.
Selain itu, Quantum Learning & Quantum
Teaching (DePorter dkk, 1999 ; 2006) juga
mendasarkan konsep metode belajar
uniknya berdasarkan berbagai penelitian
mendasar mengenai otak manusia.
Diantaranya adalah teori tentang belahan
otak kanan dan kiri manusia, serta teori otak
triune (3 in 1) yang terdiri dari batang otak,
69
Rizwan Syah Putra
sistim limbik dan neokorteks.
Itulah tiga gagasan pokok dalam
Revolusi Belajar (Dryden & Vos, 2002)
yang saat ini menjadi arus utama dalam era
pendidikan modern yaitu : (1) Penumbuhan
motivasi belajar internal ; (2). Pembentukan
karakter pembelajar yang mandiri ; (3)
Optimalisasi potensi otak & karakter
manusia.
Berbicara tentang motivasi/dorongan
untuk melakukan sesuatu, dalam kajiankajian Psikologi dan pengembangan diri,
para ahli biasanya membagi dua jenis
motivasi yaitu motivasi internal/intrinsik
yang lahir dari dalam diri serta motivasi
eksternal/intrinsik yang muncul dari
dorongan faktor luar seperti lingkungan atau
karena adanya reward & punishment. (Ryan
& Deci, 2000).
Motivasi belajar internal atau
motivasi belajar intrinsik adalah model
motivasi dalam diri seseorang yang timbul
karena minat dan hasrat individu yang unik
dan otentik. Motivasi ini muncul karena
dedikasi individu untuk mencapai
kepuasan/kegembiraan diri sendiri, dan
bukan untuk tujuan yang lain. (Santrock,
2008 ; Elliot dkk, 2000 ; Corpus dkk, 2005).
Bila ditelaah lebih lanjut, ternyata
motivasi intrinsik memiliki beberapa aspek
yaitu : (1) Kegemaran mencari tantangan ;
(2) Rasa ingin tahu dan keterlibatan diri, dan
(3) Tingkat kemandirian diri. (Harter dalam
Corpus dkk, 2005).
Selain ketiga aspek itu, ada juga
faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi
intrinsik seseorang, salah satunya adalah
pengenalan diri yang baik. DePorter dkk
(2006) menyebutkan bahwa seseorang yang
memiliki pemahaman dan pengenalan diri
yang baik akan mampu mengetahui caracara untuk bagaimana membangkitkan
motivasi dalam dirinya.
K e m a m p u a n
u n t u k
mengenali/memahami diri sendiri dalam
Psikologi dikenal dengan istilah
intrapersonal skill (kemampuan
intrapersonal). Gardner (2000)
mengemukakan bahwa kecerdasan
intrapersonal adalah kemampuan seseorang
70
untuk memiliki kepekaan terhadap
perasaan, keinginan dan ketakutannya
sendiri. Mereka juga mampu
mengekspresikan perasaannya dengan
wajar, bertindak asertif serta mampu
memotivasi diri. Kecerdasan intrapersonal
juga dinyatakan sebagai bagian dari
kecerdasan emosional. (Stain & Book,
2004).
Sehubungan dengan sistem belajar di
Perguruan Tinggi, Revolusi Belajar yang
digagas oleh Dryden & Vos (2000) itu
menemukan relevansinya. Mahasiswa
dalam tugas belajar dan pengembangan
dirinya perlu memiliki tiga kemampuan
yang menjadi ide pokok Revolusi Belajar.
Yaitu (1) Mampu menumbuhkan motivasi
internal dalam diri untuk terus bersemangat
dalam belajar dan mengikuti perkuliahan. ;
(2) Mampu membentuk diri menjadi
pembelajar yang mandiri. ; (3) Mampu
mengoptimalisasi potensi otak & karakter
unggulnya, baik sebagai insan pembelajar,
maupun insan sosial. Idealnya seperti itu.
Dalam kenyataannya, ternyata
masih ada beberapa mahasiswa yang belum
mampu menginternalisasi ketiga hal pokok
tersebut dengan baik. Terjadi kesenjangan
antara hal yang ideal (das solen) dengan
faktual (das sein). Pada kenyataannya
peneliti mendapatkan fakta di lapangan,
masih ada beberapa mahasiswa yang
kesulitan dalam memotivasi dirinya untuk
bersemangat dalam belajar dan mengikuti
perkuliahan, belum mandiri dalam belajar,
serta belum mampu mengoptimalkan
potensi otaknya yang luar biasa.
Dalam sebuah seminar pendidikan,
diungkap salah satu masalah akademik
mahasiswa yang terjadi dan sangat
merisaukan dosen adalah rendahnya
partisipasi mahasiswa dalam proses
kegiatan belajar mengajar di kelas. Dalam
perkuliahan yang berlangsung selama ini,
para mahasiswa cenderung hanya duduk,
diam, dan sekedar mendengarkan tanpa
memberikan respon yang relevan dengan
materi kuliah. (Saliman, 2006).
Dalam penelitiannya itu, Saliman
(2006), menyampaikan bahwa hal itu
Jurnal Psikologi Mandiri
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN INTRAPERSONAL DENGAN MOTIVASI INTRINSIK PADA MAHASISWA FBS UNY YOGYAKARTA
tampak pada Hal ini tampak pada rendahnya
beberapa poin strategis berikut :
1. Rendahnya keaktifan partisipasi
mahasiswa dalam kuliah. Yang ditandai
dengan rendahnya keaktifan bertanya
dan rendahnya keaktifan berpendapat.
2 Rendahnya keaktifan mengerjakan
tugas, yang ditandai dengan rendahnya
ketepatan waktu mengumpulkan tugas,
rendahnya kesungguhan mengerjakan
tugas serta minimnya kelengkapan
tugas tatkala dikumpulkan.
3 Rendahnya rata-rata kehadiran/absesnsi
mahasiswa dalam pertemuan kuliah
baik teori maupun praktik.
Solihin Mahmudah (2009), salah
seorang Dosen Sastra & Bahasa Indonesia
juga mengatakan dalam sebuah artikelnya
bahwa, perkembangan mahasiswa dilihat
dari segi kognitifnya ternyata setiap tahun
justru semakin menurun, Hal itu jelas akan
berpengaruh pada motivasi belajarnya
otomatis yang juga akan ikut menurun dan
secara tidak langsung perkembangan
kognitifnya juga ikut menurun. Hal itu
terjadi saling kait mengait dan
mempengaruhi satu sama lain.
Dijelaskan pula oleh Eduard Krisanto
(2011), seorang pemerhati edukasi, bahwa
keengganan mahasiswa untuk membaca
dan menulis bukan tanpa sebab atau latar
belakang. Faktor intrinsik menjadi bagian
pembentuk sikap enggan mahasiswa
sehingga tidak termotivasi untuk membaca
dan menulis karena memang tidak ada
keinginan dalam dirinya untuk menambah
pengetahuan dan membuka wawasan.
Ketiadaan keinginan kemungkinan
terjadi karena beberapa hal yaitu : (1)
berkaitan dengan motivasi kuliah ; (2) tidak
menganggap penting mempunyai
pengetahuan atau melengkapi pengetahuan
diluar buku teks, handout atau informasi
yang disampaikan di dalam kelas ; (3) tiada
daya kritis untuk menchalenge informasi
yang diterima diruang kelas. (Krisanto,
2011)
Dari berbagai tulisan dan sumber
diatas dapat kita lihat bagaimana rendahnya
kualitas minat & motivasi belajar/akademik
Jurnal Psikologi Mandiri
mahasiswa, yang bisa dinilai dari berbagai
aspek dan poin seperti yang telah dijelaskan
diatas. Selain itu minimnya minat belajar
mahasiswa kita juga bisa dilihat dari
rendahnya minat belajar dan menulis di
kalangan mahasiswa.
Dalam sebuah wawancara dengan
sebuah media online, Kepala Balai Bahasa
Bandung Abdul Khak mengatakan bahwa
tradisi menulis di Indonesia jauh lebih
rendah dibandingkan dengan tradisi
membaca, terlebih lagi di kalangan generasi
muda. Rendahnya tradisi menulis, menurut
Abdul, akibat rendahnya minat membaca.
Membaca adalah tindakan pasif, berbeda
dengan menulis dimana kita lebih aktif
berfikir dan bergerak. Bila yang pasif saja
kita masih rendah apalagi yang aktif.
Bagaimanapun membaca dan menulis
adalah kegiatan yang saling menunjang &
berkaitan, ujarnya (Kompas.com, 2011)
Saat ini, lanjut Abdul, banyak dosendosen di sejumlah perguruan tinggi, baik
swasta maupun negeri yang mengeluhkan
kualitas tulisan mahasiswanya. "Kualitas
dan kemampuan menulis mahasiswa saat ini
cenderung rendah. Ini juga membuktikan
bahwa, minat membaca mahasiswa juga
masih rendah," ujar Abdul. (Kompas.com)
Selain dengan menggali fakta dari
berita, seminar dan penelitian terdahulu,
peneliti juga mencoba mendapatkan fakta
dari relita di lapangan dengan menggunakan
metode observasi dan wawancara. Observsi
dan wawancara ini difokuskan pada
mahasiswa Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Yogyakarta sebagai
objek penelitian kali ini.
Dari observasi dan wawancara yang
dilakukan diperoleh fakta beberapa
mahasiswa yang suka membolos kuliah,
mangkir dari pertemuan belajar, jarang
mengumpulkan tugas serta suka menunda
nunda mengumpulkan tugas atau pekerjaan
belajar. Sebagian lagi sering merasa malas
untuk belajar/kuliah.
Bila ditanyakan alasannya mengapa
mereka tidak hadir dalam beberapa
pertemuan kuliah, beberapa mahasiswa
menjawab bahwa mereka tidak tertarik
71
Rizwan Syah Putra
dengan materi kuliah, ada juga mengatakan
suka dengan materi kuliah tapi tidak suka
dengan sifat dosennya, ada pula yang
mengeluhkan cara mengajar dosen yang
dianggap membosankan. Secara umum
mereka mengatakan tidak terlalu berminat
dengan materi dan bidang yang diajarkan,
sebab bila mereka suka tentu mereka akan
hadir belajar dan mengerjakan tugas.
Dari uraian berbagai fakta dan realita
yang ditemukan peneliti diatas, dapat
disimpulkan bahwa saat ini terjadi
penurunan/rendahnya minat dan motivasi
belajar mahasiswa, utamanya dilihat dari
faktor internal/intrinsik mahasiswa itu
sendiri yang memang kurang tertarik untuk
belajar dan berkuliah.
Berbagai kendala dan masalah belajar
yang dihadapi mahasiswa, serta adanya gap
antara harapan dengan kenyataan yang ada
mendasari keinginan peneliti untuk
melakukan penelitian ini. Yaitu ingin
membuktikan apakah ada hubungannya
antara kecerdasan intrapersonal dengan
motivasi intrinsik pada mahasiswa.
Hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah ada hubungan positif
antara kecerdasan intrapersonal dengan
motivasi intrinsik pada mahasiswa. Hal itu
berarti semakin tinggi tingkat kecerdasan
intrapersonalnya maka akan semakin tinggi
pula motivasi intrinsiknya. Begitu juga
sebaliknya.
METODE PENELITIAN
Variabel - variabel yang digunakan
dalam
penelitian ini adalah motivasi
intrinsik sebagai variabel tergantung dan
kecerdasan intrapersonal sebagai variabel
bebas. Populasi dalam penelitian ini adalah
mahasiswa-mahasiswi Fakultas Bahasa &
Sastra Universitas Negeri Yogyakarta yang
berjumlah sekitar 600-650 orang.
Subjek/sampel yang digunakan berjumlah
50 orang yang terdiri atas 28 orang
mahasiswi dan 22 orang mahasiswa.
Teknik pengambilan sampling
dalam penelitian ini dilakukan dengan
teknik random secara Pengambilan sampel
dilakukan dengan menggunakan teknik
72
Purposive Non Random Sampling yaitu
pengambilan sampel berdasarkan ciri-ciri
atau sifat yang sama pada populasi untuk
menjadi sampel, sehingga hanya diberikan
kepada mereka yang memiliki ciri-ciri atau
sifat seperti yang telah ditentukan oleh
peneliti.
Metode pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
metode triangulasi yaitu metode dengan
usaha penggabungan kedua pendekatan
kuantitatif dan kualitatif, atau disebut juga
sebagai strategi penelitian ganda (multiple
research strategies) (Alsa, 2007).
Menurut Brannen(Alsa 2007)
Ed(Alsa 2007), dan Suryabrata
(Alsa, 2007) pemakaian metode triangulasi
umumnya mengkombinasikan kedua
pendekatan (kuantitatif dan kualitatif)
dalam tiga cara, yaitu: (1) Pendekatan
kuantitatif sebagai pendekatan utama,
pendekatan kualitatif sebagai fasilitator, (2)
Pendekatan kualitatif sebagai pendekatan
utama, pendekatan kuantitatif sebagai
fasilitator, (3) Kedua pendekatan diberi
tekanan yang sama. Dalam penelitian ini
peneliti menggunakan pendekatan
kuantitatif sebagai pendekatan utama, dan
pendekatan kualitatif sebagai fasilitator.
Dalam penelitian ini, peneliti
mengumpulkan data dengan menggunakan
skala yang mengikuti metode Likert,
dengan empat alternatif jawaban yaitu:
Sangat Sesuai (SS); Sesuai (S); Tidak Sesuai
(TS); Sangat Tidak Sesuai (STS). Dalam
skala kecerdasan intrapersonal dan motivasi
intrinsik ini disusun dalam dua jenis yaitu
favorable (mendukung atau memihak pada
objek sikap dan pernyataan unfavorable
(tidak mendukung objek sikap) (Azwar,
2007). Nilai favorable bergerak dari 4 s/d 1.
Sedangkan unfavorable bergerak dari 1 s/d
4.
Te k n i k a n a l i s i s d a t a y a n g
digunakan untuk mengetahui hubungan
antara variabel bebas yaitu kecerdasan
intrapersonal dengan kebermaknaan hidup
sebagai variabel tergantung yaitu dengan
menggunakan teknik analisis korelasi
Product Moment dari Pearson.
Jurnal Psikologi Mandiri
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN INTRAPERSONAL DENGAN MOTIVASI INTRINSIK PADA MAHASISWA FBS UNY YOGYAKARTA
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan hasil analisis
korelasional statistik yang telah dilakukan,
maka didapatkan hasil yang tidak searah
dengan hipotesis penelitian. Artinya
hipotesis penelitian yang menyatakan
adanya hubungan positif antara kecerdasan
intrapersonal dengan motivasi intrinsik
pada mahasiswa FBS UNY adalah tidak
terbukti.
Hal ini dapat ditunjukkan dari nilai
koefisien korelasi (r ) = 0,359 dan taraf
signifikansinya 0,1 (p>0,05) atau tingkat
kepercayaan (á) sebesar 90%. Korelasi
kedua variabel itu ditunjukkan oleh Rsquare
sebesar 12,9 %. Artinya kecerdasan
intrapersonal hanya memberikan
sumbangan efektif sebesar 12,9 % saja
terhadap motivasi intrinsik, sedang
sebagian besar lainnya (87,1%) justru
dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang
tidak diteliti. Data tersebut menunjukkan
kedua variabel tersebut tidak memiliki
hubungan yang signifikan. Karena korelasi
yang begitu kecil, maka ecerdasan
intrapersonal tidak cukup untuk untuk
dijadikan salah satu faktor yang secara
meyakinkan dapat mempengaruhi motivasi
intrinsik.
Berdasarkan hasil penelitian yang
menunjukkan bahwa sumbangan faktor
kecerdasan intrapersonal terhadap motivasi
intrinsik sebesar 12,9%, maka
dimungkinkan masih ada faktor-faktor lain
sebesar 87,1% yang juga berpengaruh
terhadap motivasi intrinsik. Hal itu akan
dijelaskan dalam paragraf berikut.
Nilai sumbangan efektif yang
cukup rendah ini dapat dipahami bahwa
ternyata masih ada beberapa faktor lainnya
yang lebih berpengaruh pada tingkat
motivasi intrinsik, dibanding kecerdasan
intrapersonal. Hal itu berkesesuaian dengan
teori SDT yang dikemukakan oleh Ryan dan
Deci (2000) bahwa ada tiga faktor yang
mempengaruhi motivasi intrinsik yaitu : (1)
Kebutuhan akan kemandirian diri (Need of
Autonomy) ; (2) Kebutuhan akan kecakapan
diri (Need of Competence) ; (3) Kebutuhan
Jurnal Psikologi Mandiri
akan pergaulan (Need of Relatedness).
Dua faktor pertama memang
berkaitan dengan kemampuan diri/aspek
internal yang berhubungan dengan
kecerdasan intrapersonal (Stein & Book,
2004), namun faktor terakhir justru terkait
dengan faktor eksternal diri/lingkungan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa selain faktor
internal yang saat ini diteliti, faktor
eksternal/lingkungan juga mengambil peran
yang sangat mempengaruhi tingkat
motivasi intrinsik seseorang.
Hal tersebut sejalan dengan apa
yang didapatkan oleh Nafiudin (2009)
dalam penelitiannya tentang hubungan
antara dukungan sosial dengan academic
amotivational / ketiadaan motivasi
akademis pada pelajar. Penelitian itu
mendapatkan hasil bahwa dukungan
sosial/faktor lingkungan terbukti memiliki
hubungan negatif yang signifikan terhadap
academic amotivational para pelajar. Atau
dengan kata lain tingginya dukungan sosial
akan menurunkan tingkat academic
motivational pada pelajar. Hal itu bermakna
bahwa semakin tinggi dukungan sosial yang
diberikan lingkungan si pelajar, maka akan
semakin rendahlah ketiadaan motivasi
belajarnya. Dengan semakin rendah
ketiadaan motivasi belajarnya, tentu saja
berarti akan semakin membaiklah tingkat
motivasi belajarnya.
Kesimpulannya dukungan sosial
terbukti berperan baik/bagus dalam
membangkitkan/meningkatkan motivasi
akademis para pelajar. Dalam penelitian itu,
dukungan sosial itu sendiri dapat dijabarkan
menjadi tiga bagian berdasarkan sumbernya
yaitu dukungan sosial dari orang tua &
keluarga, dukungan sosial dari guru &
sekolah serta dukungan sosial dari temanteman. (Nafiuddi, 2009).
Secara keseluruhan, dalam
penelitian itu didapatkan bahwa variabel
dukungan sosial mempunyai kontribusi
sebesar 47% terhadap penurunan tingkat
academic amotivation. Sedangkan sisanya
sebesar 53% disumbang oleh faktor
intrinsik pelajar itu sendiri. (Nafiudin,
2009).
73
Rizwan Syah Putra
berpengaruh yaitu adanya perbedaan faktor
budaya antara masyarakat barat dan
masyarakat Indonesia. Teori yang peneliti
gunakan kali ini berasal dari penelitian di
barat/AS yang tentu saja sedikit berbeda
dengan kondisi di Indonesia baik secara
lingkungan budaya maupun secara tata
etika/nilai kemasyarakatan. Masyarakat
Indonesia yang termasuk bangsa timur/asia,
dinilai lebih memiliki ikatan sosial lebih
kuat dari bangsa barat/eropa & AS yang
lebih individualis.
Pengaruh kecerdasan intrapersonal
diduga lebih tampak pengaruhnya dalam
pergaulan masyarakat barat yang lebih
individualis/personal, daripada bangsa
timur yang lebih komunal/sosial. Perbedaan
budaya inilah yang mengakibatkan
kecerdasan intrapersonal memberikan
sumbangsih yang relatif rendah pada tingkat
motivasi intrinsik subyek yang diteliti.
Dalam masyarakat timur, faktorfaktor lingkungan sosial yang meliputi
individu seperti pengaruh teman, guru,
orang tua & keluarga dirasakan lebih besar
pengaruhnya terhadap tingkat motivasi
intrinsik daripada pengaruh internal
individu subjek sendiri. Artinya lingkungan
dapat berperan penting dalam
menumbuhkan motivasi intrinsik individu.
Peneliti menduga, bentuk
kecerdasan lain yang merupakan pasangan
dari kecerdasan intrapersonal (inter
pribadi), yaitu kecerdasan interpersonal
(antar pribadi) lebih memiliki peran penting
dalam penumbuhan motivasi intrinsik
seseorang. Hal ini dapat dipahami karena
kecerdasan intrapersonal lebih merupakan
kecerdasan dalam memahami diri sendiri,
sedangkan kecerdasan interpersonal lebih
menitik beratkan pada kemampuan individu
dalam membangun dan memaknai
hubungan sosial dan interaksi antar
individu. Secara umum dalam masyarakat
timur pengaruh lingkungan sosial dirasakan
lebih besar daripada pengaruh individu itu
sendiri.
Secara bersamaan kedua-duanya
(kecerdasan intrapersonal dan
interpersonal) merupakan bagian penting
74
dari Teori Kecerdasan Majemuk (multipple
intelligence) yang dikembangkan oleh
Howard Gardner (1993), dan Teori
Kecerdasan Emosional (emotional
intelligence) yang digagas oleh Daniel
Goleman (1995).
Penyebab lainnya juga diajukan oleh
Hadi (dalam Chulsum, 2006) yang
berpendapat bahwa faktor-faktor yang
menyebabkan hipotesis ditolak adalah 1).
Kurang cermatnya alat pengukuran (skala
penelitian), 2). Terlalu tinggi atau
rendahnya taraf signifikansi yang
digunakan untuk menguji hipotesis, 3).
Hipotesis terletak didaerah penolakan, 4).
Kesalahan sampel dan 5). Kesalahan
perhitungan. Kemungkinan lain yang
menjadi penyebab ditolaknya hipotesis
karena teori yang sudah usang, sampel tidak
representatif, dan tidak mengontrol variabel
ekstra.
Faktor-faktor lain yang diduga
menjadi penyebab hipotesis ditolak adalah
karena kesalahan sampel yang tidak
representatif. Pelaksanaan penelitian yang
berbenturan dengan kegiatan-kegiatan
mahasiswa/i FBS UNY yang beraneka
ragam seperti adanya ujian tengah semester
(UTS), tugas-tugas kuliah menjelang ujian,
acara pementasan seni, liburan pasca ujian
dll. Aktifitas mahasiswa yang begitu
beragam dan kesibukan mereka yang
berbeda-beda, menyulitkan peneliti dalam
mendapatkan sampel yang diinginkan dan
melakukan penelitian.
Hal itu pula menyebabkan sampel
yang diambil tidak representatif karena
tidak bisa mewakili keseluruhan dari
populasi ada. Sifat dan karakteristik
individu dari sampel yang diambil serta
situasi dan kondisi yang kurang mendukung
pada saat pelaksanaan penelitian turut
menjadi faktor penyebab ditolaknya
hipotesis yang diajukan peneliti.
Pembahasan selanjutnya adalah
tentang kategorisasi subjek yang terbagi
atas tiga tingkat kategori yaitu rendah,
sedang dan tinggi. Berdasarkan data
sebelumnya didapatkan bahwa motivasi
intrinsik subjek yang diteliti mayoritas
Jurnal Psikologi Mandiri
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN INTRAPERSONAL DENGAN MOTIVASI INTRINSIK PADA MAHASISWA FBS UNY YOGYAKARTA
termasuk kategori sedang (80% atau
sebanyak 40 dari total 50 orang). Ini berarti
bahwa rata-rata subjek memiliki tingkat
motivasi intrinsik yang cukup baik.
Sedangkan pada kategorisasi
kecerdasan intrapersonal dari tabel di atas
dapat diketahui bahwa 58% atau 29 dari 50
subjek memiliki tingkat kecerdasan
intrapersonal yang sedang, 21 dari 50 subjek
memiliki tingkat kecerdasan intrapersonal
yang tinggi, yaitu dengan persentase 42%
dan tidak ada subjek yang rendah tingkat
kecerdasan intrapersonalnya (0%). Dari hal
tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
sebagian besar subjek penelitian memiliki
tingkat kecerdasan intrapersonal yang
cukup baik. Ini menjelaskan bahwa rata-rata
mahasiswa yang diteliti mampu mengenali
potensi diri dan emosinya dengan cukup
baik.
Dilihat dari analisa korelasi
kategorisasi diatas dapat diketahui bahwa
rata-rata subjek memiliki motivasi intrinsik
yang tinggi, ternyata juga mempunyai
tingkat kecerdasan intrapersonal dengan
tingkat yang cukup baik juga. Tingkat
kecerdasan intrapersonal yang baik
dibarengi juga dengan motivasi intrinsik
yang baik pula. Hal tersebut menandakan
adanya hubungan positif antara kedua
variabel yang diteliti, meskipun lewat oleh
data statistik nilainya tidak signifikan.
Keterkaitan itu memang sudah
diisyaratkan sebelumnya dengan adanya
kesamaan aspek yang dimiliki oleh kedua
variabel itu, yaitu kemandirian. Keduanya
juga sama-sama merupakan bentuk tipikal
konstruk psikologi yang lebih menitik
beratkan pada pembahasan kekuatan
internal/potensi dalam diri seseorang. (Stein
& Book, 2004 ; Lepper, dkk, 2005).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan analisis data, diperoleh
kesimpulan bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara kecerdasan intrapersonal
dengan motivasi intrinsik. Meskipun
demikian tetap ada korelasi positif antara
Jurnal Psikologi Mandiri
kedua variabel itu, dimana kecerdasan
intrapersonal memberikan sumbangan
efektif terhadap motivasi intrinsik sebesar
12,9 %., sedangkan sebagian besarnya yang
berjumlah 87,1% justru dipengaruhi oleh
faktor - faktor lain yang tidak diteliti dalam
penelitian kali ini.
Faktor-faktor itu diduga berasal
dari variabel eksternal subjek seperti faktor
lingkungan sosial seperti keluarga, orang
tua, teman-teman dan dosen. Dugaan itu
didasarkan pada teori SDT yang dicetuskan
oleh Ryan & Deci (2000) dimana dikatakan
bahwa ada tiga faktor yang bisa
mempengaruhi perkembangan motivasi
intrinsik, dimana salah satunya adalah
faktor lingkungan/eksternal
.
Saran
Berdasarkan hasil yang diperoleh
dan dengan adanya beberapa kelemahan
dalam penelitian ini, penulis mencoba
merekomendasikan beberapa saran sebagai
berikut:
1. Saran Kepada Mahasiswa.
Menjadi seorang mahasiswa
merupakan berkah yang harus
disyukuri, karena tidak semua keluarga
di Indonesia mampu menguliahkan
anak-anaknya. Selain sebagai berkah,
menjadi seorang mahasiswa
merupakan sebuah tanggung jawab
yang besar, dimana kita tidak hanya
dituntut untuk sukses secara akademis,
akan tetapi juga mampu berperan aktif
dalam kegiatan non akademis dan
memberikan sumbangsih positif bagi
masyarakat.
Menjalani perkuliahan dan
belajar di Perguruan Tinggi tentu
berbeda dengan belajar di SMA/SMK.
Disini mahasiswa dituntut untuk lebih
mandiri dan proaktif dalam belajar. Hal
itu disebabkan pola pembelajaran yang
lebih bebas, mandiri, fleksibel dan
berpusat pada mahasiswa. Di sinilah
motivasi intrinsik sangat berperan
penting.
Adalah penting bagi seorang
mahasiswa untuk terus bisa memotivasi
75
Rizwan Syah Putra
dirinya agar terlibat aktif dalam proses
belajar mengajar. Dengan memiliki
motivasi intrinsik yang kuat dan
otentik, maka mahasiswa sebenarnya
memiliki sumber semangat yang tidak
pernah padam. Senantiasa menyulut
dan mendorong dirinya untuk terus
mencemerlangkan potensinya dan
meraih prestasi optimal.
2. Saran Kepada Keluarga/Orang Tua.
Dari hasil penelitian di atas
diketahui bahwa tumbuhnya motivasi
intrinsik tidak hanya diakselerasi oleh
kemampuan internal diri mahasiswa
saja, akan tetapi juga faktor eksternal
juga berpengaruh. Salah satunya adalah
faktor lingkungan keluarga &
dukungan orang tua.
Dengan support yang baik dari
pihak keluarga dan orang tua,
mahasiswa akan merasa nyaman dan
bersemangat dalam belajar. Dia akan
terdorong untuk memberikan
kemampuan terbaik demi
membahagiakan orang tuanya. Kasih
sayang, perhatian dan keteladanan
orang tua adalah bahan bakar terbaik
bagi semangat belajar anak. Tidak
diragukan lagi dukungan dari orang
tua/keluarga baik dukungan moril
maupun materiil sangat diperlukan
sang anak/mahasiswa demi mencapai
aktualisasi diri yang baik dan meraih
prestasi belajar yang gemilang.
3. S a r a n K e p a d a P i h a k
Pengajar/Dosen dan Pihak Kampus.
Faktor lingkungan selanjutnya
yang punya peranan besar juga dalam
peningkatan motivasi intrinsik
mahasiswa adalah pihak
pengajar/dosen dan pihak
penyelenggara/kampus. Bahkan boleh
dibilang pihak yang memiliki peran
serta otoritas paling besar bagi
mahasiswa adalah dua pihak ini (
pengajar & akademis kampus).
Hal ini tidaklah mengherankan,
karena dalam kesehariannya
mahasiswa banyak melakukan aktifitas
belajar dan berinteraksi akademik di
76
4.
lingkungan kampus. Pihak kampus bisa
memenuhinya dengan memberikan
fasilitas belajar yang lengkap,
memberikan support dan
pendampingan yang baik, memberikan
peluang beasiswa yang banyak,
menciptakan suasana dan kondisi
belajar yang mendukung serta
menstimulasi semangat belajar siswa
dengan memberikan acara-acara dan
lomba-lomba kreatif.
Para dosen juga penting dalam
menjalin kedekatan dengan para
mahasiswanya secara personal. Dengan
adanya hal itu maka dosen akan lebih
leluasa untuk mengetahui
perkembangan belajar mahasiswa serta
juga akan memudahkan dosen untuk
memberi nasehat-nasehat, memotivasi,
atau dalam menanamkan nilai-nilai
pada diri anak didiknya.
Saran Kepada Peneliti Selanjutnya
Bagi para peneliti selanjutnya
yang hendak meneliti dengan variabel
sama dalam penelitian ini, adalah
hendaknya mengembangkan teori-teori
yang dipakai dalam penelitian ini, baik
teori dalam variabel motivasi intrinsik
maupun kecerdasan intrapersonal
Peneliti lain perlu lebih mengeksplorasi
faktor-faktor eksternal yang
mempengaruhi tumbuh kembang
kualitas motivasi intrinsik. Beberapa
variabel itu diantaranya adalah
kecerdasan interpersonal/antar pribadi
dan dukungan sosial.
Topik ini perlu dikaji lebih
mendalam mengingat peran penting
motivasi intrinsik dalam
mengakselerasi prestasi belajar
mahasiswa, mendukung proses belajarmengajar di kampus/sekolah pada
khususnya, serta meningkatkan
kualitas pendidikan di Indonesia pada
umumnya.
Jurnal Psikologi Mandiri
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN INTRAPERSONAL DENGAN MOTIVASI INTRINSIK PADA MAHASISWA FBS UNY YOGYAKARTA
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M,. Asrori, M (2006). Psikologi Remaja
: Perkembangan Peserta Didik.
Jakarta : Bumi Aksara.
Armstrong, Thomas. (2002). 7 Kinds Of
Smart: Menemukan dan
Meningkatkan Kecerdasan Anda
Berdasarkan Teori Multiple
Intelligence. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama.
Azwar, Saifuddin. (2004). Penyusunan
Skala Psikologi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Azwar, Saifuddin. (2007). Validitas dan
Reliabilitas. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Baard, P. P, Ryan, R. M., & Deci, L. E.
(2004). Intrinsic Need Satisfaction:
A Motivational Basis of
Performance and Well-Being in
Two Work Setting. Journal of
Applied Social Psychology. Hal,
2046.
Chaplin, J. P. (2002). Kamus Lengkap
Psikologi. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Chulsum, Umi. (2006). Hubungan Antara
Kecerdasan Emosi Dengan Tingkat
Agresivitas Remaja Pada Siswa
SMK Yudya Karya Magelang.
Skripsi (Tidak Diterbitkan).
Yogyakarta : Sekolah Tinggi
Psikologi.
DePorter, Bobby, & Hernacki, Mike.
(2001). Quantum Learning:
Membiasakan Belajar Nyaman dan
Menyenangkan. Bandung : Penerbit
Kaifa.
De Porter, Bobby, Reardon, Mark, & Singer,
Sarah. (2009). Quantum Teaching :
Mengubah Cara Anda Mengajar.
Bandung : Penerbit Kaifa Mizan.
Jurnal Psikologi Mandiri
Desmita.2005. Psikologi Perkembangan.
Bandung : Remaja Rosda Karya.
Dryden, G, & Vos, J, (2001). Revolusi Cara
belajar The Learning Revolution :
Bagian 1 Keajaiban Pikiran.
Bandung : Mizan.
Dryden, G, & Vos, J, (2004). Revolusi Cara
belajar The Learning Revolution :
Bagian 2 Sekolah Masa Depan.
Bandung : Mizan.
Elliott, S. N., Kratochwill, T. L., Littlefield,
J., & Travers, J. F. (2000).
Educational Psychology: Effective
Teaching, Effective Learning. 2nd
Edition. Singapore : McGraw-Hill
Book Co.
Gardner, Howard. (1993). Mulltiple
I n t e l l i g e n c e : K e c e rd a s a n
Majemuk. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama.
Given, Barbara, K. (2007). Brain Based
Teaching : Merancang Kegiatan
Belajar-Mengajar Yang Melibatkan
Otak Emosional, Sosial, Kognitif,
Kinestetis, dan Reflektif. Bandung :
Penerbit Kaifa Mizan Pustaka.
Goleman, Daniel. (1995). Emotional
Intelligence: Kecerdasan
Emosional. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Gunawan, Adi. (2005). Born To Be Genius.
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Hadi, Sutrisno. (2004). Metodologi
Research jilid 1. Yogyakarta: Andi
Offset.
Hadi, Sutrisno. 2005. Metodologi Research
jilid 2. Yogyakarta: Andi Offset.
Hurlock, Elizabeth, B. (2005). Psikologi
Perkembangan : Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan.
Jakarta : Penerbit Erlangga.
77
Rizwan Syah Putra
Ifriani, Nur Ida. (2010). Motivasi Intrinsik,
Motivasi Ekstrinsik dan Disiplin
Kerja Pengaruhnya Terhadap
Kinerja Pegawai Pada Kantor Dinas
Pendidikan Kabupaten Sumba.
Jurnal Aplikasi Manajeman, Vol 8
no 2.
Kartono, Kartini. (1996). Psikologi Umum.
Bandung: Mandar maju.
Krestiaji, Irene, S.N. (2012). Hubungan
Antara Kecerdasan Intrapersonal
Dengan Kebermaknaan Hidup Pada
Pegawai Negeri Sipil Dinas
Kimpraswil Kota Yogyakarta.
Skripsi (Tidak Diterbitkan).
Yogyakarta: Sekolah Tinggi
Psikologi.
Legault, L., Pelletier, L., & Green-Demers,
I.. (2006). Why Do High School
Students Lack Motivation in the
C l a s s r o o m ? To w a r d a n
Understanding of Academic
Amotivation and the Role of Social
Support. Journal of Educational
Psychology, hal 567-569, 576-578.
Lepper, Mark , Corpus, Jennifer, & Iyengar,
Sheena.(2005). Intrinsic and
Ekstrinsic Motivational Orientation
in the Classroom : Age Differences
and Academic Correlates. Journal
of Educational Psychology, Vol:97
No 2, Hal 184-196.
Monks, F. J. , Knoers, A. M. P. , & Haditono,
S. R. (2004). Psikologi
Perkembangan: Pengantar Dalam
Berbagai Bagiannya. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Nafiuddin, Muhammad, (2009). Hubungan
Antara Dukungan Sosial Dengan
Academic Amotivational Pada
Pelajar SMP. Skripsi (Tidak
Diterbitkan). Yogyakarta : Sekolah
Tinggi Psikologi.
Patriana, Pradnya. (2007).
Hubungan
Antara Kemandirian Dengan
78
Motivasi Bekerja Sebagai Pengajar
Les Privat Pada Mahasiswa Di
S e m a r a n g . S k r i p s i ( Ti d a k
Diterbitkan). Semarang : Fakultas
Psikologi Universitas Diponegoro.
Pink, Daniel H. (2009). Misteri Otak Kanan
Manusia. Yogyakarta : Diva Press.
Ryan, Richard M., & Deci, Edward L.
(2000). Self-Determination Theory
and the Facilitation of Intrinsic
Motivation, Social Development,
and Well-Being. Journal of
American Psychologist, hal 68-73.
Ryan, Richard M., & Deci, Edward L.
(1985). Intrinsic Motivation And
Self Determination In Human
Behavior. New York : Plenum Press.
Santosa, Ippho. (2008). 13 Wasiat
Terlarang. Jakarta : Elex Media
Komputindo.
Santrock, John.W. (2006). Educational
Psychology; Third Edition. New
York: Mc Graw Hill Companies, inc.
Santrock, John, W. (2002). Life-Span
Development Perkembangan Masa
Hidup Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Sardiman, Ahmad, M. 2005. Interaksi &
Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta
: Rajawali Press.
Sarwono, Sarlito W.(2008). Psikologi
Remaja. Jakarta: Rajawali Pers.
Syah, Muhibbin. (2003). Psikologi Belajar.
Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Stein, Steven, & Book, Howard. (2004).
Ledakan EQ : 15 Prinsip Dasar
Kecerdasan Emosional Meraih
Sukses. Bandung : Kaifa Mizan.
Tahar, Syaiful. Hubungan Antara
Kemandirian Belajar Dengan Hasil
Belajar Pada Mahasiswa. Skripsi
(Tidak Diterbitkan). Semarang :
Jurnal Psikologi Mandiri
MOTIVASI INTRINSIK PADA MAHASISWA FBS UNY YOGYAKARTA
Rizwan Syah Putra
Sekolah Tinggi Psikologi Yogyakarta
Email: [email protected]
Abstract
This study aims to determine the relationship between intrapersonal intelligence and
intrinsic motivation in students . The hypothesis is the existence of a positive relationship
between intrapersonal intelligence and intrinsic motivation in students . The higher the
intrapersonal intelligence , the higher the intrinsic motivation . The subjects used in this
study were 50 students of Department of Literature & Indonesian UNY FBS . Data
collection techniques using Intrinsic Motivation Scale ( validity aitem 0.410 s / d 0.786 ;
reliability of 0.925 ) and Intrapersonal Intelligence Scale ( validity aitem 0.230 s / d
0.708 ; reliability of 0.915 ) . The hypothesis was tested using correlation analysis of
Pearson Product Moment . Based on the results of the data analysis , the correlation
coefficient ( rxy ) of 0.359 with a significance of 0.1 ( p > 0.05 ) . The results showed that
there was no significant relationship between Intrapersonal intelligence with Intrinsic
Motivation . Both variables correlated but not significant . Intrapersonal intelligence to
contribute effectively to the intrinsic motivation of 12.9 % .
Keywords: Intrinsic Motivation , Intrapersonal Intelligence
Remaja yang berkualitas adalah
seorang remaja yang tangguh, selalu ingin
meningkatkan prestasi menjadi lebih baik,
mempunyai daya tahan mental untuk
mengatasi persoalan yang timbul dan
mampu mencari jalan keluar yang positif
bagi semua persoalan hidupnya.
Terbentuknya remaja yang berkualitas salah
satunya dapat dicapai melalui banyaknya
proses belajar yang dijalani, serta didukung
dengan pola asuh orangtua yang diperoleh
selama proses perkembangan. (Faturohman
dalam Patriana, 2007),
Remaja berasal dari kata latin
adolescence yang berarti tumbuh atau
tumbuh menjadi dewasa. Istilah
adolessence mempunyai arti yang lebih luas
lagi yang mencakup kematangan mental,
emosional sosial dan fisik (Hurlock, 2005).
Psikologi Perkembangan memaknai remaja
sebagai tahap perkembangan manusia yang
penting artinya karena merupakan fase
peralihan dari fase anak-anak menuju fase
dewasa. Di fase ini remaja juga
mendapatkan tugas-tugas perkembangan
Jurnal Psikologi Mandiri
yang penting untuk dicapai demi kelancaran
perkembangan dan masa depannya. Tugastugas perkembangan itu meliputi dimensi
psikis, kognitif, psikoseksual, emosional,
dan sosial (Hurlock, 2005).
Tugas perkembangan dimensi
kognitif ini salah satunya terkait dengan
kesuksesan pendidikan/kemampuan belajar
yang perlu dicapai. Dalam pendidikan
formal, fase remaja ini umumny sedang
melalui pendidikan di jenjang SLTA atau di
jenjang perguruan tinggi/kuliah.
Sebagaimana menurut Monks, dkk (2004)
Sebagian mahasiswa termasuk ke dalam
kategori remaja akhir (18-21 tahun), namun
sebagian pula terkategori sebagai dewasa
awal pada periode pertama (22-28 tahun).
Kategori remaja akhir umumnya berada di
jenjang SLTA sebagai pelajar, sedang
remaja dewasa awal berada di jenjang
perguruan tinggi/kuliah sebagai mahasiswa.
Salah satu tugas primer mahasiswa
adalah belajar menimba ilmu dan
mematangkan diri. Meminjam istilah Arief
Budiman bahwa “mahasiswa adalah orang
67
Rizwan Syah Putra
yang belajar di sekolah tingkat Perguruan
Tinggi untuk mempersiapkan dirinya bagi
suatu keahlian tingkat sarjana”. Itulah yang
pertama dan utama tugas bagi para
mahasiswa.(Ziaulhaq, 2011)
Belajar di Perguruan Tinggi tentu
berbeda dengan belajar di Sekolah
M e n e n g a h . D i P e rg u r u a n Ti n g g i ,
mahasiswa dituntut untuk lebih mandiri dan
proaktif dalam belajar. Di sini mahasiswa
diberi keleluasan lebih dalam mengatur
jadwal belajar menurut kadar
kemampuannya. Dia berhak mengatur
jadwal kuliah dan menentukan sendiri target
belajar dan kelulusannya. Tentu selain
kebebasan yang lebih luas, juga diiringi
dengan tanggung jawab yang lebih besar
daripada belajar di SMA/SMK.
Pola belajar yang lebih menuntut
kemandirian ini tentu tidak akan berjalan
efektif bila seorang mahasiswa masih
bergantung pada Guru/Dosen saja. Dia jelas
akan kesulitan untuk mengikuti sistem
perkuliahan dan sukar mengembangkan
diri. Mahasiswa perlu memotivasi dirinya
untuk terus semangat dan konsisten
mengikuti perkuliahan dan kegiatan lain
yang menunjang pembelajaran.
Apalagi dalam dunia kita dewasa ini
yang berkembang dengan begitu cepat. Di
abad teknologi informasi ini dunia kita tidak
hanya berubah dalam hitungan jam ataupun
menit, akan tetapi juga dalam hitungan
detik. (Dryden & Vos, 2002). Mahasiswa
harus terus adaptif dalam mengikuti
perubahan zaman dan pola belajar yang
fleksibel dan independen.
Dinamika perubahan itu ternyata turut
berpengaruh pada dunia pendidikan
modern, utamanya yang berhubungan
dengan bidang kajian Psikologi Pendidikan.
Beberapa perubahan mendasar itu
diantaranya sebagai berikut (Dryden & Vos,
2000 ; Santosa, 2007).
1. Era pembelajaran tanpa batas, dan
dimulainya era belajar seumur hidup (life
long learning). Saat ini tersedia materi
belajar yang melimpah dan terbukanya
kesempatan belajar untuk seluruh kalangan
dan usia. Hal ini karena pengaruh internet
68
yang memiliki jutaan akses informasi
menuju sumber-sumber pengetahuan &
keterampilan di berbagai bidang.
2. Era kesetaraan belajar dan self center
learning. (pembelajaran yang berpusat pada
individu siswa). Di sini siswa/pembelajar
memegang peranan penting bagi kemajuan
dan kesuksesan belajar mereka sendiri.
Belajar tidak lagi bergantung pada figur
Guru/Pengajar. Siswa tidak lagi menjadi
objek belajar, akan tetapi sebagai subyek
belajar yang utama.
3. Era pembelajar mandiri. Hal ini karena
adanya keterbukaan informasi dan
pengetahuan yang begitu melimpah. Agar
bisa terus berkembang dan mengikuti
perubahan zaman, setiap individu dituntut
untuk mampu terus memperbaharui
pengetahuan, kemampuan dan keterampilan
yang dimilikinya.
Revolusi di bidang teknologi
informasi ternyata juga mempengaruhi
dunia Pendidikan untuk mengubah
pendekatan dan paradigma belajar yang
lama dengan paradigma belajar yang baru.
Inilah yang dinamakan Revolusi Belajar.
(Dryden & Vos, 2000). Dalam arus
perubahan belajar di era modern ini, ada
beberapa tokoh yang mengenalkan teoriteori dan konsep-konsep baru dalam dunia
pendidikan dan pengembangan diri.
Diantaranya adalah sebagai berikut :
a. B o b b y D e P o r t e r , d k k y a n g
mengenalkan konsep Quantum
Learning & Quantum Teaching (Sistem
Belajar & Mengajar secara Quantum).
b. Stephen Covey, yang memperkenalkan
metode 7 Habits of Effective People (7
kebiasaan baik untuk hidup yang lebih
efektif).
c. Gordon Dryden & Jeanette Vos, yang
mengenalkan The Learning Revolution
on 21st Century (Revolusi Belajar di
Abad 21).
d. Howard Gardner, yang mengenalkan
konsep Multiple Intelligence
(Kecerdasan Majemuk).
e. Barbara Given, yang mengenalkan
Brain Based Teaching (Pendidikan
berbasis cara kerja otak manusia).
Jurnal Psikologi Mandiri
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN INTRAPERSONAL DENGAN MOTIVASI INTRINSIK PADA MAHASISWA FBS UNY YOGYAKARTA
Meskipun masing-masing tokoh itu
mengenalkan metode dan konsep
belajarnya masing-masing, akan tetapi
ternyata memiliki beberapa kesamaan
mendasar dalam hal ide dan gagasan pokok,
diantaranya yaitu ;
1. Penumbuhan Motivasi Belajar
Internal.
Salah satu isu penting dalam
revolusi belajar adalah bagaimana
menumbuhkan motivasi belajar yang kuat
dalam diri siswa. Dryden & Vos (2000)
menegaskan bahwa siswa harus
menemukan kondisi ideal yang
memungkinkan mereka dapat belajar secara
maksimal. Kondisi itu didefinisikan sebagai
keadaan belajar yang menyenangkan,
menggembirakan atau menggairahkan
(Fun) serta terbebas dari tekanan, beban &
ketegangan. Dengan itu siswa menjadi
termotivasi secara personal dan memiliki
peran aktif dalam belajar.
Senada dengan itu dalam Quantum
Learning & Quantum Teaching (DePorter
dkk, 2010) ditekankan pentingnya
memunculkan hasrat & minat belajar siswa
sebelum memulai proses belajar. Hal itu
dikenal dengan metode AMBAK (Apa
Manfaatnya Bagiku). Motivasi dalam diri
siswa yang tumbuh sejak awal belajar akan
mengakselerasi kemampuan belajar siswa
dan meningkatkan daya tangkapnya
terhadap materi belajar. Quantum Learning
juga menekankan pentingnya keterlibatan
penuh siswa dalam suasana belajar yang
kondusif & supportif. (DePorter, 2010).
2. Pembentukan Karakter Pembelajar
Yang Mandiri.
Dalam Revolusi Belajar (Dryden &
Vos 2000), adalah penting untuk mendorong
siswa untuk menjadi lebih mandiri, proaktif
dan memiliki inisiatif tinggi dalam belajar.
Para Guru/Pengajar berfokus untuk
memotivasi para siswa agar lebih aktif dan
kreatif dalam proses belajar. Para siswa
yang mandiri dalam belajar cenderung
berfikiran terbuka, fleksibel dan adaptif
terhadap perubahan, mereka berani
mengambil resiko dan pantang mundur
dalam menghadapi kesulitan. Dengan
Jurnal Psikologi Mandiri
berbagai kelebihan itu, tidak heran bila
mereka lebih terlihat menonjol dari siswa
yang lain. Mereka dapat menjadi teladan
dan berpeluang besar menjadi pemimpin di
masa depan. (Dryden & Vos, 2000).
Para pembelajar yang mandiri juga
memiliki pola dan kualitas belajar yang
lebih baik dari siswa yang pasif dan
memiliki ketergantungan dalam belajar.
Dalam prakteknya, keberadaan para siswa
yang mandiri tentunya akan semakin
memudahkan kerja Guru/Pengajar.
(DePorter dkk, 2006).
3. Optimalisasi Potensi Otak &
Karakter Manusia.
Alat belajar utama bagi manusia
adalah otaknya, karena itu penting untuk
mengadaptasikan proses belajar dengan
karakteristik unik & potensi otak manusia.
Hal itu tentunya bertujuan agar
pembelajaran bisa berlangsung optimal &
siswa bisa meraih hasil/prestasi yang
maksimal. (Given, 2007). Bila di era
sebelumnya manusia yang harus mengikuti
metode belajar, maka di era modern ini
proses/metode belajarlah yang harus
mengikuti karakter & sifat otak manusia.
Inilah yang dikenal sebagai konsep Brain
Based Teaching yang diperkenalkan oleh
Barbara Given (2007).
Given (2007) mengenalkan metode belajar
mengajar yang memberdayakan lima sistem
alamiah otak manusia yang terdiri dari (a)
Otak emosional yang membangkitkan
hasrat untuk belajar. ; (b) Otak sosial yang
menumbuhkan visi dan melihat
kemungkinan yang ada. ; (c) Otak kognitif
yang menumbuhkan niat untuk belajar. ; (d)
Otak kinestetik yang mendorong tindakan
untuk mengubah mimpi menjadi kenyataan.
; (e) Otak reflektif yang melahirkan
kebijakan dan kearifan.
Selain itu, Quantum Learning & Quantum
Teaching (DePorter dkk, 1999 ; 2006) juga
mendasarkan konsep metode belajar
uniknya berdasarkan berbagai penelitian
mendasar mengenai otak manusia.
Diantaranya adalah teori tentang belahan
otak kanan dan kiri manusia, serta teori otak
triune (3 in 1) yang terdiri dari batang otak,
69
Rizwan Syah Putra
sistim limbik dan neokorteks.
Itulah tiga gagasan pokok dalam
Revolusi Belajar (Dryden & Vos, 2002)
yang saat ini menjadi arus utama dalam era
pendidikan modern yaitu : (1) Penumbuhan
motivasi belajar internal ; (2). Pembentukan
karakter pembelajar yang mandiri ; (3)
Optimalisasi potensi otak & karakter
manusia.
Berbicara tentang motivasi/dorongan
untuk melakukan sesuatu, dalam kajiankajian Psikologi dan pengembangan diri,
para ahli biasanya membagi dua jenis
motivasi yaitu motivasi internal/intrinsik
yang lahir dari dalam diri serta motivasi
eksternal/intrinsik yang muncul dari
dorongan faktor luar seperti lingkungan atau
karena adanya reward & punishment. (Ryan
& Deci, 2000).
Motivasi belajar internal atau
motivasi belajar intrinsik adalah model
motivasi dalam diri seseorang yang timbul
karena minat dan hasrat individu yang unik
dan otentik. Motivasi ini muncul karena
dedikasi individu untuk mencapai
kepuasan/kegembiraan diri sendiri, dan
bukan untuk tujuan yang lain. (Santrock,
2008 ; Elliot dkk, 2000 ; Corpus dkk, 2005).
Bila ditelaah lebih lanjut, ternyata
motivasi intrinsik memiliki beberapa aspek
yaitu : (1) Kegemaran mencari tantangan ;
(2) Rasa ingin tahu dan keterlibatan diri, dan
(3) Tingkat kemandirian diri. (Harter dalam
Corpus dkk, 2005).
Selain ketiga aspek itu, ada juga
faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi
intrinsik seseorang, salah satunya adalah
pengenalan diri yang baik. DePorter dkk
(2006) menyebutkan bahwa seseorang yang
memiliki pemahaman dan pengenalan diri
yang baik akan mampu mengetahui caracara untuk bagaimana membangkitkan
motivasi dalam dirinya.
K e m a m p u a n
u n t u k
mengenali/memahami diri sendiri dalam
Psikologi dikenal dengan istilah
intrapersonal skill (kemampuan
intrapersonal). Gardner (2000)
mengemukakan bahwa kecerdasan
intrapersonal adalah kemampuan seseorang
70
untuk memiliki kepekaan terhadap
perasaan, keinginan dan ketakutannya
sendiri. Mereka juga mampu
mengekspresikan perasaannya dengan
wajar, bertindak asertif serta mampu
memotivasi diri. Kecerdasan intrapersonal
juga dinyatakan sebagai bagian dari
kecerdasan emosional. (Stain & Book,
2004).
Sehubungan dengan sistem belajar di
Perguruan Tinggi, Revolusi Belajar yang
digagas oleh Dryden & Vos (2000) itu
menemukan relevansinya. Mahasiswa
dalam tugas belajar dan pengembangan
dirinya perlu memiliki tiga kemampuan
yang menjadi ide pokok Revolusi Belajar.
Yaitu (1) Mampu menumbuhkan motivasi
internal dalam diri untuk terus bersemangat
dalam belajar dan mengikuti perkuliahan. ;
(2) Mampu membentuk diri menjadi
pembelajar yang mandiri. ; (3) Mampu
mengoptimalisasi potensi otak & karakter
unggulnya, baik sebagai insan pembelajar,
maupun insan sosial. Idealnya seperti itu.
Dalam kenyataannya, ternyata
masih ada beberapa mahasiswa yang belum
mampu menginternalisasi ketiga hal pokok
tersebut dengan baik. Terjadi kesenjangan
antara hal yang ideal (das solen) dengan
faktual (das sein). Pada kenyataannya
peneliti mendapatkan fakta di lapangan,
masih ada beberapa mahasiswa yang
kesulitan dalam memotivasi dirinya untuk
bersemangat dalam belajar dan mengikuti
perkuliahan, belum mandiri dalam belajar,
serta belum mampu mengoptimalkan
potensi otaknya yang luar biasa.
Dalam sebuah seminar pendidikan,
diungkap salah satu masalah akademik
mahasiswa yang terjadi dan sangat
merisaukan dosen adalah rendahnya
partisipasi mahasiswa dalam proses
kegiatan belajar mengajar di kelas. Dalam
perkuliahan yang berlangsung selama ini,
para mahasiswa cenderung hanya duduk,
diam, dan sekedar mendengarkan tanpa
memberikan respon yang relevan dengan
materi kuliah. (Saliman, 2006).
Dalam penelitiannya itu, Saliman
(2006), menyampaikan bahwa hal itu
Jurnal Psikologi Mandiri
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN INTRAPERSONAL DENGAN MOTIVASI INTRINSIK PADA MAHASISWA FBS UNY YOGYAKARTA
tampak pada Hal ini tampak pada rendahnya
beberapa poin strategis berikut :
1. Rendahnya keaktifan partisipasi
mahasiswa dalam kuliah. Yang ditandai
dengan rendahnya keaktifan bertanya
dan rendahnya keaktifan berpendapat.
2 Rendahnya keaktifan mengerjakan
tugas, yang ditandai dengan rendahnya
ketepatan waktu mengumpulkan tugas,
rendahnya kesungguhan mengerjakan
tugas serta minimnya kelengkapan
tugas tatkala dikumpulkan.
3 Rendahnya rata-rata kehadiran/absesnsi
mahasiswa dalam pertemuan kuliah
baik teori maupun praktik.
Solihin Mahmudah (2009), salah
seorang Dosen Sastra & Bahasa Indonesia
juga mengatakan dalam sebuah artikelnya
bahwa, perkembangan mahasiswa dilihat
dari segi kognitifnya ternyata setiap tahun
justru semakin menurun, Hal itu jelas akan
berpengaruh pada motivasi belajarnya
otomatis yang juga akan ikut menurun dan
secara tidak langsung perkembangan
kognitifnya juga ikut menurun. Hal itu
terjadi saling kait mengait dan
mempengaruhi satu sama lain.
Dijelaskan pula oleh Eduard Krisanto
(2011), seorang pemerhati edukasi, bahwa
keengganan mahasiswa untuk membaca
dan menulis bukan tanpa sebab atau latar
belakang. Faktor intrinsik menjadi bagian
pembentuk sikap enggan mahasiswa
sehingga tidak termotivasi untuk membaca
dan menulis karena memang tidak ada
keinginan dalam dirinya untuk menambah
pengetahuan dan membuka wawasan.
Ketiadaan keinginan kemungkinan
terjadi karena beberapa hal yaitu : (1)
berkaitan dengan motivasi kuliah ; (2) tidak
menganggap penting mempunyai
pengetahuan atau melengkapi pengetahuan
diluar buku teks, handout atau informasi
yang disampaikan di dalam kelas ; (3) tiada
daya kritis untuk menchalenge informasi
yang diterima diruang kelas. (Krisanto,
2011)
Dari berbagai tulisan dan sumber
diatas dapat kita lihat bagaimana rendahnya
kualitas minat & motivasi belajar/akademik
Jurnal Psikologi Mandiri
mahasiswa, yang bisa dinilai dari berbagai
aspek dan poin seperti yang telah dijelaskan
diatas. Selain itu minimnya minat belajar
mahasiswa kita juga bisa dilihat dari
rendahnya minat belajar dan menulis di
kalangan mahasiswa.
Dalam sebuah wawancara dengan
sebuah media online, Kepala Balai Bahasa
Bandung Abdul Khak mengatakan bahwa
tradisi menulis di Indonesia jauh lebih
rendah dibandingkan dengan tradisi
membaca, terlebih lagi di kalangan generasi
muda. Rendahnya tradisi menulis, menurut
Abdul, akibat rendahnya minat membaca.
Membaca adalah tindakan pasif, berbeda
dengan menulis dimana kita lebih aktif
berfikir dan bergerak. Bila yang pasif saja
kita masih rendah apalagi yang aktif.
Bagaimanapun membaca dan menulis
adalah kegiatan yang saling menunjang &
berkaitan, ujarnya (Kompas.com, 2011)
Saat ini, lanjut Abdul, banyak dosendosen di sejumlah perguruan tinggi, baik
swasta maupun negeri yang mengeluhkan
kualitas tulisan mahasiswanya. "Kualitas
dan kemampuan menulis mahasiswa saat ini
cenderung rendah. Ini juga membuktikan
bahwa, minat membaca mahasiswa juga
masih rendah," ujar Abdul. (Kompas.com)
Selain dengan menggali fakta dari
berita, seminar dan penelitian terdahulu,
peneliti juga mencoba mendapatkan fakta
dari relita di lapangan dengan menggunakan
metode observasi dan wawancara. Observsi
dan wawancara ini difokuskan pada
mahasiswa Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Yogyakarta sebagai
objek penelitian kali ini.
Dari observasi dan wawancara yang
dilakukan diperoleh fakta beberapa
mahasiswa yang suka membolos kuliah,
mangkir dari pertemuan belajar, jarang
mengumpulkan tugas serta suka menunda
nunda mengumpulkan tugas atau pekerjaan
belajar. Sebagian lagi sering merasa malas
untuk belajar/kuliah.
Bila ditanyakan alasannya mengapa
mereka tidak hadir dalam beberapa
pertemuan kuliah, beberapa mahasiswa
menjawab bahwa mereka tidak tertarik
71
Rizwan Syah Putra
dengan materi kuliah, ada juga mengatakan
suka dengan materi kuliah tapi tidak suka
dengan sifat dosennya, ada pula yang
mengeluhkan cara mengajar dosen yang
dianggap membosankan. Secara umum
mereka mengatakan tidak terlalu berminat
dengan materi dan bidang yang diajarkan,
sebab bila mereka suka tentu mereka akan
hadir belajar dan mengerjakan tugas.
Dari uraian berbagai fakta dan realita
yang ditemukan peneliti diatas, dapat
disimpulkan bahwa saat ini terjadi
penurunan/rendahnya minat dan motivasi
belajar mahasiswa, utamanya dilihat dari
faktor internal/intrinsik mahasiswa itu
sendiri yang memang kurang tertarik untuk
belajar dan berkuliah.
Berbagai kendala dan masalah belajar
yang dihadapi mahasiswa, serta adanya gap
antara harapan dengan kenyataan yang ada
mendasari keinginan peneliti untuk
melakukan penelitian ini. Yaitu ingin
membuktikan apakah ada hubungannya
antara kecerdasan intrapersonal dengan
motivasi intrinsik pada mahasiswa.
Hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah ada hubungan positif
antara kecerdasan intrapersonal dengan
motivasi intrinsik pada mahasiswa. Hal itu
berarti semakin tinggi tingkat kecerdasan
intrapersonalnya maka akan semakin tinggi
pula motivasi intrinsiknya. Begitu juga
sebaliknya.
METODE PENELITIAN
Variabel - variabel yang digunakan
dalam
penelitian ini adalah motivasi
intrinsik sebagai variabel tergantung dan
kecerdasan intrapersonal sebagai variabel
bebas. Populasi dalam penelitian ini adalah
mahasiswa-mahasiswi Fakultas Bahasa &
Sastra Universitas Negeri Yogyakarta yang
berjumlah sekitar 600-650 orang.
Subjek/sampel yang digunakan berjumlah
50 orang yang terdiri atas 28 orang
mahasiswi dan 22 orang mahasiswa.
Teknik pengambilan sampling
dalam penelitian ini dilakukan dengan
teknik random secara Pengambilan sampel
dilakukan dengan menggunakan teknik
72
Purposive Non Random Sampling yaitu
pengambilan sampel berdasarkan ciri-ciri
atau sifat yang sama pada populasi untuk
menjadi sampel, sehingga hanya diberikan
kepada mereka yang memiliki ciri-ciri atau
sifat seperti yang telah ditentukan oleh
peneliti.
Metode pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
metode triangulasi yaitu metode dengan
usaha penggabungan kedua pendekatan
kuantitatif dan kualitatif, atau disebut juga
sebagai strategi penelitian ganda (multiple
research strategies) (Alsa, 2007).
Menurut Brannen(Alsa 2007)
Ed(Alsa 2007), dan Suryabrata
(Alsa, 2007) pemakaian metode triangulasi
umumnya mengkombinasikan kedua
pendekatan (kuantitatif dan kualitatif)
dalam tiga cara, yaitu: (1) Pendekatan
kuantitatif sebagai pendekatan utama,
pendekatan kualitatif sebagai fasilitator, (2)
Pendekatan kualitatif sebagai pendekatan
utama, pendekatan kuantitatif sebagai
fasilitator, (3) Kedua pendekatan diberi
tekanan yang sama. Dalam penelitian ini
peneliti menggunakan pendekatan
kuantitatif sebagai pendekatan utama, dan
pendekatan kualitatif sebagai fasilitator.
Dalam penelitian ini, peneliti
mengumpulkan data dengan menggunakan
skala yang mengikuti metode Likert,
dengan empat alternatif jawaban yaitu:
Sangat Sesuai (SS); Sesuai (S); Tidak Sesuai
(TS); Sangat Tidak Sesuai (STS). Dalam
skala kecerdasan intrapersonal dan motivasi
intrinsik ini disusun dalam dua jenis yaitu
favorable (mendukung atau memihak pada
objek sikap dan pernyataan unfavorable
(tidak mendukung objek sikap) (Azwar,
2007). Nilai favorable bergerak dari 4 s/d 1.
Sedangkan unfavorable bergerak dari 1 s/d
4.
Te k n i k a n a l i s i s d a t a y a n g
digunakan untuk mengetahui hubungan
antara variabel bebas yaitu kecerdasan
intrapersonal dengan kebermaknaan hidup
sebagai variabel tergantung yaitu dengan
menggunakan teknik analisis korelasi
Product Moment dari Pearson.
Jurnal Psikologi Mandiri
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN INTRAPERSONAL DENGAN MOTIVASI INTRINSIK PADA MAHASISWA FBS UNY YOGYAKARTA
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan hasil analisis
korelasional statistik yang telah dilakukan,
maka didapatkan hasil yang tidak searah
dengan hipotesis penelitian. Artinya
hipotesis penelitian yang menyatakan
adanya hubungan positif antara kecerdasan
intrapersonal dengan motivasi intrinsik
pada mahasiswa FBS UNY adalah tidak
terbukti.
Hal ini dapat ditunjukkan dari nilai
koefisien korelasi (r ) = 0,359 dan taraf
signifikansinya 0,1 (p>0,05) atau tingkat
kepercayaan (á) sebesar 90%. Korelasi
kedua variabel itu ditunjukkan oleh Rsquare
sebesar 12,9 %. Artinya kecerdasan
intrapersonal hanya memberikan
sumbangan efektif sebesar 12,9 % saja
terhadap motivasi intrinsik, sedang
sebagian besar lainnya (87,1%) justru
dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang
tidak diteliti. Data tersebut menunjukkan
kedua variabel tersebut tidak memiliki
hubungan yang signifikan. Karena korelasi
yang begitu kecil, maka ecerdasan
intrapersonal tidak cukup untuk untuk
dijadikan salah satu faktor yang secara
meyakinkan dapat mempengaruhi motivasi
intrinsik.
Berdasarkan hasil penelitian yang
menunjukkan bahwa sumbangan faktor
kecerdasan intrapersonal terhadap motivasi
intrinsik sebesar 12,9%, maka
dimungkinkan masih ada faktor-faktor lain
sebesar 87,1% yang juga berpengaruh
terhadap motivasi intrinsik. Hal itu akan
dijelaskan dalam paragraf berikut.
Nilai sumbangan efektif yang
cukup rendah ini dapat dipahami bahwa
ternyata masih ada beberapa faktor lainnya
yang lebih berpengaruh pada tingkat
motivasi intrinsik, dibanding kecerdasan
intrapersonal. Hal itu berkesesuaian dengan
teori SDT yang dikemukakan oleh Ryan dan
Deci (2000) bahwa ada tiga faktor yang
mempengaruhi motivasi intrinsik yaitu : (1)
Kebutuhan akan kemandirian diri (Need of
Autonomy) ; (2) Kebutuhan akan kecakapan
diri (Need of Competence) ; (3) Kebutuhan
Jurnal Psikologi Mandiri
akan pergaulan (Need of Relatedness).
Dua faktor pertama memang
berkaitan dengan kemampuan diri/aspek
internal yang berhubungan dengan
kecerdasan intrapersonal (Stein & Book,
2004), namun faktor terakhir justru terkait
dengan faktor eksternal diri/lingkungan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa selain faktor
internal yang saat ini diteliti, faktor
eksternal/lingkungan juga mengambil peran
yang sangat mempengaruhi tingkat
motivasi intrinsik seseorang.
Hal tersebut sejalan dengan apa
yang didapatkan oleh Nafiudin (2009)
dalam penelitiannya tentang hubungan
antara dukungan sosial dengan academic
amotivational / ketiadaan motivasi
akademis pada pelajar. Penelitian itu
mendapatkan hasil bahwa dukungan
sosial/faktor lingkungan terbukti memiliki
hubungan negatif yang signifikan terhadap
academic amotivational para pelajar. Atau
dengan kata lain tingginya dukungan sosial
akan menurunkan tingkat academic
motivational pada pelajar. Hal itu bermakna
bahwa semakin tinggi dukungan sosial yang
diberikan lingkungan si pelajar, maka akan
semakin rendahlah ketiadaan motivasi
belajarnya. Dengan semakin rendah
ketiadaan motivasi belajarnya, tentu saja
berarti akan semakin membaiklah tingkat
motivasi belajarnya.
Kesimpulannya dukungan sosial
terbukti berperan baik/bagus dalam
membangkitkan/meningkatkan motivasi
akademis para pelajar. Dalam penelitian itu,
dukungan sosial itu sendiri dapat dijabarkan
menjadi tiga bagian berdasarkan sumbernya
yaitu dukungan sosial dari orang tua &
keluarga, dukungan sosial dari guru &
sekolah serta dukungan sosial dari temanteman. (Nafiuddi, 2009).
Secara keseluruhan, dalam
penelitian itu didapatkan bahwa variabel
dukungan sosial mempunyai kontribusi
sebesar 47% terhadap penurunan tingkat
academic amotivation. Sedangkan sisanya
sebesar 53% disumbang oleh faktor
intrinsik pelajar itu sendiri. (Nafiudin,
2009).
73
Rizwan Syah Putra
berpengaruh yaitu adanya perbedaan faktor
budaya antara masyarakat barat dan
masyarakat Indonesia. Teori yang peneliti
gunakan kali ini berasal dari penelitian di
barat/AS yang tentu saja sedikit berbeda
dengan kondisi di Indonesia baik secara
lingkungan budaya maupun secara tata
etika/nilai kemasyarakatan. Masyarakat
Indonesia yang termasuk bangsa timur/asia,
dinilai lebih memiliki ikatan sosial lebih
kuat dari bangsa barat/eropa & AS yang
lebih individualis.
Pengaruh kecerdasan intrapersonal
diduga lebih tampak pengaruhnya dalam
pergaulan masyarakat barat yang lebih
individualis/personal, daripada bangsa
timur yang lebih komunal/sosial. Perbedaan
budaya inilah yang mengakibatkan
kecerdasan intrapersonal memberikan
sumbangsih yang relatif rendah pada tingkat
motivasi intrinsik subyek yang diteliti.
Dalam masyarakat timur, faktorfaktor lingkungan sosial yang meliputi
individu seperti pengaruh teman, guru,
orang tua & keluarga dirasakan lebih besar
pengaruhnya terhadap tingkat motivasi
intrinsik daripada pengaruh internal
individu subjek sendiri. Artinya lingkungan
dapat berperan penting dalam
menumbuhkan motivasi intrinsik individu.
Peneliti menduga, bentuk
kecerdasan lain yang merupakan pasangan
dari kecerdasan intrapersonal (inter
pribadi), yaitu kecerdasan interpersonal
(antar pribadi) lebih memiliki peran penting
dalam penumbuhan motivasi intrinsik
seseorang. Hal ini dapat dipahami karena
kecerdasan intrapersonal lebih merupakan
kecerdasan dalam memahami diri sendiri,
sedangkan kecerdasan interpersonal lebih
menitik beratkan pada kemampuan individu
dalam membangun dan memaknai
hubungan sosial dan interaksi antar
individu. Secara umum dalam masyarakat
timur pengaruh lingkungan sosial dirasakan
lebih besar daripada pengaruh individu itu
sendiri.
Secara bersamaan kedua-duanya
(kecerdasan intrapersonal dan
interpersonal) merupakan bagian penting
74
dari Teori Kecerdasan Majemuk (multipple
intelligence) yang dikembangkan oleh
Howard Gardner (1993), dan Teori
Kecerdasan Emosional (emotional
intelligence) yang digagas oleh Daniel
Goleman (1995).
Penyebab lainnya juga diajukan oleh
Hadi (dalam Chulsum, 2006) yang
berpendapat bahwa faktor-faktor yang
menyebabkan hipotesis ditolak adalah 1).
Kurang cermatnya alat pengukuran (skala
penelitian), 2). Terlalu tinggi atau
rendahnya taraf signifikansi yang
digunakan untuk menguji hipotesis, 3).
Hipotesis terletak didaerah penolakan, 4).
Kesalahan sampel dan 5). Kesalahan
perhitungan. Kemungkinan lain yang
menjadi penyebab ditolaknya hipotesis
karena teori yang sudah usang, sampel tidak
representatif, dan tidak mengontrol variabel
ekstra.
Faktor-faktor lain yang diduga
menjadi penyebab hipotesis ditolak adalah
karena kesalahan sampel yang tidak
representatif. Pelaksanaan penelitian yang
berbenturan dengan kegiatan-kegiatan
mahasiswa/i FBS UNY yang beraneka
ragam seperti adanya ujian tengah semester
(UTS), tugas-tugas kuliah menjelang ujian,
acara pementasan seni, liburan pasca ujian
dll. Aktifitas mahasiswa yang begitu
beragam dan kesibukan mereka yang
berbeda-beda, menyulitkan peneliti dalam
mendapatkan sampel yang diinginkan dan
melakukan penelitian.
Hal itu pula menyebabkan sampel
yang diambil tidak representatif karena
tidak bisa mewakili keseluruhan dari
populasi ada. Sifat dan karakteristik
individu dari sampel yang diambil serta
situasi dan kondisi yang kurang mendukung
pada saat pelaksanaan penelitian turut
menjadi faktor penyebab ditolaknya
hipotesis yang diajukan peneliti.
Pembahasan selanjutnya adalah
tentang kategorisasi subjek yang terbagi
atas tiga tingkat kategori yaitu rendah,
sedang dan tinggi. Berdasarkan data
sebelumnya didapatkan bahwa motivasi
intrinsik subjek yang diteliti mayoritas
Jurnal Psikologi Mandiri
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN INTRAPERSONAL DENGAN MOTIVASI INTRINSIK PADA MAHASISWA FBS UNY YOGYAKARTA
termasuk kategori sedang (80% atau
sebanyak 40 dari total 50 orang). Ini berarti
bahwa rata-rata subjek memiliki tingkat
motivasi intrinsik yang cukup baik.
Sedangkan pada kategorisasi
kecerdasan intrapersonal dari tabel di atas
dapat diketahui bahwa 58% atau 29 dari 50
subjek memiliki tingkat kecerdasan
intrapersonal yang sedang, 21 dari 50 subjek
memiliki tingkat kecerdasan intrapersonal
yang tinggi, yaitu dengan persentase 42%
dan tidak ada subjek yang rendah tingkat
kecerdasan intrapersonalnya (0%). Dari hal
tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
sebagian besar subjek penelitian memiliki
tingkat kecerdasan intrapersonal yang
cukup baik. Ini menjelaskan bahwa rata-rata
mahasiswa yang diteliti mampu mengenali
potensi diri dan emosinya dengan cukup
baik.
Dilihat dari analisa korelasi
kategorisasi diatas dapat diketahui bahwa
rata-rata subjek memiliki motivasi intrinsik
yang tinggi, ternyata juga mempunyai
tingkat kecerdasan intrapersonal dengan
tingkat yang cukup baik juga. Tingkat
kecerdasan intrapersonal yang baik
dibarengi juga dengan motivasi intrinsik
yang baik pula. Hal tersebut menandakan
adanya hubungan positif antara kedua
variabel yang diteliti, meskipun lewat oleh
data statistik nilainya tidak signifikan.
Keterkaitan itu memang sudah
diisyaratkan sebelumnya dengan adanya
kesamaan aspek yang dimiliki oleh kedua
variabel itu, yaitu kemandirian. Keduanya
juga sama-sama merupakan bentuk tipikal
konstruk psikologi yang lebih menitik
beratkan pada pembahasan kekuatan
internal/potensi dalam diri seseorang. (Stein
& Book, 2004 ; Lepper, dkk, 2005).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan analisis data, diperoleh
kesimpulan bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara kecerdasan intrapersonal
dengan motivasi intrinsik. Meskipun
demikian tetap ada korelasi positif antara
Jurnal Psikologi Mandiri
kedua variabel itu, dimana kecerdasan
intrapersonal memberikan sumbangan
efektif terhadap motivasi intrinsik sebesar
12,9 %., sedangkan sebagian besarnya yang
berjumlah 87,1% justru dipengaruhi oleh
faktor - faktor lain yang tidak diteliti dalam
penelitian kali ini.
Faktor-faktor itu diduga berasal
dari variabel eksternal subjek seperti faktor
lingkungan sosial seperti keluarga, orang
tua, teman-teman dan dosen. Dugaan itu
didasarkan pada teori SDT yang dicetuskan
oleh Ryan & Deci (2000) dimana dikatakan
bahwa ada tiga faktor yang bisa
mempengaruhi perkembangan motivasi
intrinsik, dimana salah satunya adalah
faktor lingkungan/eksternal
.
Saran
Berdasarkan hasil yang diperoleh
dan dengan adanya beberapa kelemahan
dalam penelitian ini, penulis mencoba
merekomendasikan beberapa saran sebagai
berikut:
1. Saran Kepada Mahasiswa.
Menjadi seorang mahasiswa
merupakan berkah yang harus
disyukuri, karena tidak semua keluarga
di Indonesia mampu menguliahkan
anak-anaknya. Selain sebagai berkah,
menjadi seorang mahasiswa
merupakan sebuah tanggung jawab
yang besar, dimana kita tidak hanya
dituntut untuk sukses secara akademis,
akan tetapi juga mampu berperan aktif
dalam kegiatan non akademis dan
memberikan sumbangsih positif bagi
masyarakat.
Menjalani perkuliahan dan
belajar di Perguruan Tinggi tentu
berbeda dengan belajar di SMA/SMK.
Disini mahasiswa dituntut untuk lebih
mandiri dan proaktif dalam belajar. Hal
itu disebabkan pola pembelajaran yang
lebih bebas, mandiri, fleksibel dan
berpusat pada mahasiswa. Di sinilah
motivasi intrinsik sangat berperan
penting.
Adalah penting bagi seorang
mahasiswa untuk terus bisa memotivasi
75
Rizwan Syah Putra
dirinya agar terlibat aktif dalam proses
belajar mengajar. Dengan memiliki
motivasi intrinsik yang kuat dan
otentik, maka mahasiswa sebenarnya
memiliki sumber semangat yang tidak
pernah padam. Senantiasa menyulut
dan mendorong dirinya untuk terus
mencemerlangkan potensinya dan
meraih prestasi optimal.
2. Saran Kepada Keluarga/Orang Tua.
Dari hasil penelitian di atas
diketahui bahwa tumbuhnya motivasi
intrinsik tidak hanya diakselerasi oleh
kemampuan internal diri mahasiswa
saja, akan tetapi juga faktor eksternal
juga berpengaruh. Salah satunya adalah
faktor lingkungan keluarga &
dukungan orang tua.
Dengan support yang baik dari
pihak keluarga dan orang tua,
mahasiswa akan merasa nyaman dan
bersemangat dalam belajar. Dia akan
terdorong untuk memberikan
kemampuan terbaik demi
membahagiakan orang tuanya. Kasih
sayang, perhatian dan keteladanan
orang tua adalah bahan bakar terbaik
bagi semangat belajar anak. Tidak
diragukan lagi dukungan dari orang
tua/keluarga baik dukungan moril
maupun materiil sangat diperlukan
sang anak/mahasiswa demi mencapai
aktualisasi diri yang baik dan meraih
prestasi belajar yang gemilang.
3. S a r a n K e p a d a P i h a k
Pengajar/Dosen dan Pihak Kampus.
Faktor lingkungan selanjutnya
yang punya peranan besar juga dalam
peningkatan motivasi intrinsik
mahasiswa adalah pihak
pengajar/dosen dan pihak
penyelenggara/kampus. Bahkan boleh
dibilang pihak yang memiliki peran
serta otoritas paling besar bagi
mahasiswa adalah dua pihak ini (
pengajar & akademis kampus).
Hal ini tidaklah mengherankan,
karena dalam kesehariannya
mahasiswa banyak melakukan aktifitas
belajar dan berinteraksi akademik di
76
4.
lingkungan kampus. Pihak kampus bisa
memenuhinya dengan memberikan
fasilitas belajar yang lengkap,
memberikan support dan
pendampingan yang baik, memberikan
peluang beasiswa yang banyak,
menciptakan suasana dan kondisi
belajar yang mendukung serta
menstimulasi semangat belajar siswa
dengan memberikan acara-acara dan
lomba-lomba kreatif.
Para dosen juga penting dalam
menjalin kedekatan dengan para
mahasiswanya secara personal. Dengan
adanya hal itu maka dosen akan lebih
leluasa untuk mengetahui
perkembangan belajar mahasiswa serta
juga akan memudahkan dosen untuk
memberi nasehat-nasehat, memotivasi,
atau dalam menanamkan nilai-nilai
pada diri anak didiknya.
Saran Kepada Peneliti Selanjutnya
Bagi para peneliti selanjutnya
yang hendak meneliti dengan variabel
sama dalam penelitian ini, adalah
hendaknya mengembangkan teori-teori
yang dipakai dalam penelitian ini, baik
teori dalam variabel motivasi intrinsik
maupun kecerdasan intrapersonal
Peneliti lain perlu lebih mengeksplorasi
faktor-faktor eksternal yang
mempengaruhi tumbuh kembang
kualitas motivasi intrinsik. Beberapa
variabel itu diantaranya adalah
kecerdasan interpersonal/antar pribadi
dan dukungan sosial.
Topik ini perlu dikaji lebih
mendalam mengingat peran penting
motivasi intrinsik dalam
mengakselerasi prestasi belajar
mahasiswa, mendukung proses belajarmengajar di kampus/sekolah pada
khususnya, serta meningkatkan
kualitas pendidikan di Indonesia pada
umumnya.
Jurnal Psikologi Mandiri
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN INTRAPERSONAL DENGAN MOTIVASI INTRINSIK PADA MAHASISWA FBS UNY YOGYAKARTA
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M,. Asrori, M (2006). Psikologi Remaja
: Perkembangan Peserta Didik.
Jakarta : Bumi Aksara.
Armstrong, Thomas. (2002). 7 Kinds Of
Smart: Menemukan dan
Meningkatkan Kecerdasan Anda
Berdasarkan Teori Multiple
Intelligence. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama.
Azwar, Saifuddin. (2004). Penyusunan
Skala Psikologi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Azwar, Saifuddin. (2007). Validitas dan
Reliabilitas. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Baard, P. P, Ryan, R. M., & Deci, L. E.
(2004). Intrinsic Need Satisfaction:
A Motivational Basis of
Performance and Well-Being in
Two Work Setting. Journal of
Applied Social Psychology. Hal,
2046.
Chaplin, J. P. (2002). Kamus Lengkap
Psikologi. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Chulsum, Umi. (2006). Hubungan Antara
Kecerdasan Emosi Dengan Tingkat
Agresivitas Remaja Pada Siswa
SMK Yudya Karya Magelang.
Skripsi (Tidak Diterbitkan).
Yogyakarta : Sekolah Tinggi
Psikologi.
DePorter, Bobby, & Hernacki, Mike.
(2001). Quantum Learning:
Membiasakan Belajar Nyaman dan
Menyenangkan. Bandung : Penerbit
Kaifa.
De Porter, Bobby, Reardon, Mark, & Singer,
Sarah. (2009). Quantum Teaching :
Mengubah Cara Anda Mengajar.
Bandung : Penerbit Kaifa Mizan.
Jurnal Psikologi Mandiri
Desmita.2005. Psikologi Perkembangan.
Bandung : Remaja Rosda Karya.
Dryden, G, & Vos, J, (2001). Revolusi Cara
belajar The Learning Revolution :
Bagian 1 Keajaiban Pikiran.
Bandung : Mizan.
Dryden, G, & Vos, J, (2004). Revolusi Cara
belajar The Learning Revolution :
Bagian 2 Sekolah Masa Depan.
Bandung : Mizan.
Elliott, S. N., Kratochwill, T. L., Littlefield,
J., & Travers, J. F. (2000).
Educational Psychology: Effective
Teaching, Effective Learning. 2nd
Edition. Singapore : McGraw-Hill
Book Co.
Gardner, Howard. (1993). Mulltiple
I n t e l l i g e n c e : K e c e rd a s a n
Majemuk. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama.
Given, Barbara, K. (2007). Brain Based
Teaching : Merancang Kegiatan
Belajar-Mengajar Yang Melibatkan
Otak Emosional, Sosial, Kognitif,
Kinestetis, dan Reflektif. Bandung :
Penerbit Kaifa Mizan Pustaka.
Goleman, Daniel. (1995). Emotional
Intelligence: Kecerdasan
Emosional. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Gunawan, Adi. (2005). Born To Be Genius.
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Hadi, Sutrisno. (2004). Metodologi
Research jilid 1. Yogyakarta: Andi
Offset.
Hadi, Sutrisno. 2005. Metodologi Research
jilid 2. Yogyakarta: Andi Offset.
Hurlock, Elizabeth, B. (2005). Psikologi
Perkembangan : Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan.
Jakarta : Penerbit Erlangga.
77
Rizwan Syah Putra
Ifriani, Nur Ida. (2010). Motivasi Intrinsik,
Motivasi Ekstrinsik dan Disiplin
Kerja Pengaruhnya Terhadap
Kinerja Pegawai Pada Kantor Dinas
Pendidikan Kabupaten Sumba.
Jurnal Aplikasi Manajeman, Vol 8
no 2.
Kartono, Kartini. (1996). Psikologi Umum.
Bandung: Mandar maju.
Krestiaji, Irene, S.N. (2012). Hubungan
Antara Kecerdasan Intrapersonal
Dengan Kebermaknaan Hidup Pada
Pegawai Negeri Sipil Dinas
Kimpraswil Kota Yogyakarta.
Skripsi (Tidak Diterbitkan).
Yogyakarta: Sekolah Tinggi
Psikologi.
Legault, L., Pelletier, L., & Green-Demers,
I.. (2006). Why Do High School
Students Lack Motivation in the
C l a s s r o o m ? To w a r d a n
Understanding of Academic
Amotivation and the Role of Social
Support. Journal of Educational
Psychology, hal 567-569, 576-578.
Lepper, Mark , Corpus, Jennifer, & Iyengar,
Sheena.(2005). Intrinsic and
Ekstrinsic Motivational Orientation
in the Classroom : Age Differences
and Academic Correlates. Journal
of Educational Psychology, Vol:97
No 2, Hal 184-196.
Monks, F. J. , Knoers, A. M. P. , & Haditono,
S. R. (2004). Psikologi
Perkembangan: Pengantar Dalam
Berbagai Bagiannya. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Nafiuddin, Muhammad, (2009). Hubungan
Antara Dukungan Sosial Dengan
Academic Amotivational Pada
Pelajar SMP. Skripsi (Tidak
Diterbitkan). Yogyakarta : Sekolah
Tinggi Psikologi.
Patriana, Pradnya. (2007).
Hubungan
Antara Kemandirian Dengan
78
Motivasi Bekerja Sebagai Pengajar
Les Privat Pada Mahasiswa Di
S e m a r a n g . S k r i p s i ( Ti d a k
Diterbitkan). Semarang : Fakultas
Psikologi Universitas Diponegoro.
Pink, Daniel H. (2009). Misteri Otak Kanan
Manusia. Yogyakarta : Diva Press.
Ryan, Richard M., & Deci, Edward L.
(2000). Self-Determination Theory
and the Facilitation of Intrinsic
Motivation, Social Development,
and Well-Being. Journal of
American Psychologist, hal 68-73.
Ryan, Richard M., & Deci, Edward L.
(1985). Intrinsic Motivation And
Self Determination In Human
Behavior. New York : Plenum Press.
Santosa, Ippho. (2008). 13 Wasiat
Terlarang. Jakarta : Elex Media
Komputindo.
Santrock, John.W. (2006). Educational
Psychology; Third Edition. New
York: Mc Graw Hill Companies, inc.
Santrock, John, W. (2002). Life-Span
Development Perkembangan Masa
Hidup Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Sardiman, Ahmad, M. 2005. Interaksi &
Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta
: Rajawali Press.
Sarwono, Sarlito W.(2008). Psikologi
Remaja. Jakarta: Rajawali Pers.
Syah, Muhibbin. (2003). Psikologi Belajar.
Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Stein, Steven, & Book, Howard. (2004).
Ledakan EQ : 15 Prinsip Dasar
Kecerdasan Emosional Meraih
Sukses. Bandung : Kaifa Mizan.
Tahar, Syaiful. Hubungan Antara
Kemandirian Belajar Dengan Hasil
Belajar Pada Mahasiswa. Skripsi
(Tidak Diterbitkan). Semarang :
Jurnal Psikologi Mandiri