WORLD TRADE ORGANIZATION, INTERNATIONAL MONETARY FUND DAN PERUBAHAN SISTEM PERBANKAN

WORLD TRADE ORGANIZATION,
INTERNATIONAL MONETARY FUND DAN
PERUBAHAN SISTEM PERBANKAN *
by Zulkarnain Sitompul

I.

Pendahuluan

1.

Latar Belakang

Proses liberalisasi perdagangan dan perekonomian yang t elah diupayakan secara
bersama-sama oleh negara-negara di dunia t elah semakin menimbulkan int erdependensi
dan int egrasi ekonomi di ant ara bangsa-bangsa, t ermasuk Indonesia. Proses ini kemudian
mencapai puncaknya dengan disepakat inya Agr eement Est abl i shi ng t he Wor l d Tr ade
Or gani zat i on (selanj ut nya disebut dengan "Perj anj ian WTO") sebagai dasar pendirian Wor l d
Tr ade Or gani zat i on. 1

Wor l d Tr ade Or gani zat i on (selanj ut nya disingkat "WTO") merupakan organisasi

int ernasional ut ama dalam mengat ur perdagangan int ernasional, yang t uj uannya adalah
meliberalisasikan perdagangan int ernasional dan menj adikan perdagangan bebas sebagai
landasan perdagangan int ernasional unt uk mencapai pert umbuhan ekonomi, pembangunan
dan kesej aht eraan umat manusia. 2
Organisasi int ernasional ini adalah salah sat u organisasi t erpent ing di bidang
perekonomian int ernasional disamping Int er nasional Monet ar y Fund (IMF) dan Int ernat ional
Bank f or Reconst r uct i on and Devel opment (IBRD) at au lebih populer dikenal dengan Wor l d
Bank . 3 Ket iganya merupakan pendukung vit al unt uk memperkuat kerj asama ekonomi dunia.
Masing-masing mempunyai mandat yang berbeda akan t et api mempunyai ket ergant ungan
sat u sama lainnya, sebagaimana yang dinyat akan oleh Pet er D. Sut herland (mant an Dirj en
WTO) dalam pidat onya di Wor l d Economi c For um . 4
*

. Dimuat pada Pr o Just i t i a, Tahun XVI Nomor 4 Okt ober 1998

1

. WTO didirikan sebagai hasil perundingan Put aran Uruguay yang diselenggarakan dalam kerangka General
Agreement on Tarif f and Trade (GATT), yang dimulai pada Sept ember 1986 di Punt a del Est e, Uruguay dan berakhir pada April
1994 di Marrakesh, Maroko. Perj anj ian WTO besert a seluruh lampirannya (annex) berlaku mulai 1 Januari 1995.

2
. Daniel S. Ehrenberg, "The Labor Link: Applying t he Int ernat ional Trading Syst em To Enf orce Violat ion of Forced and
Child Labor", (20 Yale J. Int 'l L. , 1991), hal. 391.
3

. . . . . . . . . . . . . , "Trading Post ", The Economist , (March 11t h-17t h, 1995), hal. 15.

4

. Dalam pidat onya pada World Economic Forum, Davos, Swit zerland t anggal 28 Januari 1994 dengan j udul "Global
Trade - The Next Challlenge", Pet er D. Sut herland menyat akan bahwa: "Money, Finance and Trade have all t o be t reat ed in an

1

Berdirinya WTO t elah memberikan konsekwensi bagi Indonesia sebagai salah sat u
diant ara 125 negara yang ikut menandat angani perj anj ian WTO dan t elah merat if ikasinya
melalui UU No. 7 Tahun 1994 t anggal 2 November 1994. Dengan rat if ikasi ini maka seluruh
ket ent uan dalam WTO waj ib dilaksanakan oleh Indonesia. Pelaksanaan ket ent uan WTO
t ersebut dilakukan dengan menyesuaikan seluruh ket ent uan yang berlaku di bidang
perdagangan/ perekonomian dengan ket ent uan-ket ent uan WTO t ersebut . 5 Art inya Indonesia

harus melakukan harmonisasi at au minimal berupaya agar perat uran perundangan-undangan
di bidang t ersebut konsist en dengan ket ent uan-ket ent uan WTO.
Disamping WTO, lembaga int ernasional lain yang j uga t urut mensyarat kan agar
dilakukan percepat an proses liberalisasi perekonomian Indonesia adalah IMF. Permint aan
akan percepat an liberalisasi oleh IMF sangat dirasakan t erut ama akhir-akhir ini. Hal it u
disebabkan karena perekonomian Indonesia sedang mengalami krisis yang sangat dalam
sehingga membut uhkan uluran t angan IMF unt uk menanggulanginya. Bant uan yang diberikan
IMF t ent unya disert ai dengan berbagai persyarat an yang harus dipenuhi oleh pemerint ah
yang dit uangkan kedalam kesepakat an ant ara pemerint ah dengan IMF dalam bent uk
Memor andum on Economi c and Fi nanci al Pol i ci es at au populer dengan sebut an l et t er of
i nt ent (selanj ut nya disebut "kesepakat an IMF").

2. Perumusan Masalah

Unt uk memahami pelaksanaan ket ent uan WTO dan kesepakat an IMF dalam proses
liberalisasi perekonomian khususnya dalam sekt or perbankan, diadakan ident if ikasi masalah
yang memerlukan j awaban sebagai berikut :
a.

Sampai sej auh manakah hukum perbankan yang berlaku sekarang ini t elah konsist en

dengan ket ent uan WTO dan kesepakat an IMF?

b.

Hal-hal apa saj akah yang dapat dibuat dari segi hukum agar t erj adi harmonisasi
ant ara ket ent uan WTO dan kesepakat an IMF dengan at uran dalam sekt or perbankan?

c.

Dengan penerapan ket ent uan WTO dan kesepakat an IMF, sej auh manakah sist em
perbankan akan berubah?

int egrat ed way. The resources t hat can be mobilized by t he World Bank in support of t he development of essent ial
inf rast ruct ure and ent erprise are vit al, especially t o give a lead t o promosing privat e sect or init iat ives. The IMF's role of
guiding macro-economic and monet ary policy is a crucial one. And t he new WTO will-over and above all it s ot her specif ic t askprovide a much-needed means of gauging t he appropriat eness and ef f ect iveness of micro-economic policies t hrough t heir
impact on t rade and consist ency wit h mult ilat eral rules. "
5
. Pasal XVI ayat 4 Perj anj ian WTO menyat akan bahwa "Each Member shall ensure t he conf ormit y of it s laws,
regulat ions and administ rat ive procedures wit h it s obligat ions as provided f or in t he annexed Agreement . "


2

3. Tuj uan Penulisan

Pembahasan pelaksanaan ket ent uan WTO dan kesepakat an IMF t erut ama dalam
sekt or perbankan di Indonesia mempunyai t uj uan unt uk memberikan j alan keluar t erhadap
masalah-masalah dari pembahasan ini, yait u sebagai berikut :
a.

Membukt ikan belum t erdapat nya kesesuaian (keseimbangan) ant ara hukum yang
berlaku di Indonesia di sekt or perbankan dan ket ent uan-ket ent uan dalam WTO dan
kesepakat an IMF.

b.

Merumuskan hal-hal yang perlu dilakukan dari sudut hukum unt uk melaksanakan
ket ent uan WTO dan kesepakat an IMF di sekt or perbankan.

c.


Mengembangkan perat uran perundangan-undangan
perubahan sekt or perbankan.

yang dapat

menunj ang

4. Kegunaan Penulisan

Tulisan ini diharapkan memberikan manf aat unt uk memberikan j alan keluar kepada
hal-hal yang menj adi permasalahan dalam t ulisan ini, baik secara t eorit is maupun secara
prakt is. Dari segi t eorit is dan prakt is, t ulisan ini diharapkan
dapat menunj ang
pengembangan sekt or perbankan di Indonesia. Selanj ut nya dalam rangka pengembangan
hukum perbankan dalam kait annya dengan perkembangan prinsip liberalisasi perekonomian,
j uga diharapkan t ulisan ini dapat dimanf aat kan sebagai kerangka konsept ual.

II. Penerapan Ketentuan WTO dan Kesepakatan IMF Kedalam Hukum Nasional

Secara t eoret is, set iap negara adalah berdaulat dan set ara. 6 Pada kenyat aannya,

dengan perkembangan t eknologi yang sedemikian pesat , t idak sat u negarapun yang benarbenar independen, bahkan negara paling berkuasapun t idak sepenuhnya berdaulat . Realit as
t elah memandulkan pelaksanaan konsep kedaulat an dan meningkat kan keinginan akan
kerj asama int ernasional unt uk menyelesaikan masalah-masalah perekonomian, lingkungan
hidup dan t erorisme. 7

6
. R. Y. Jennings and A. D. Wat t s (ED. ), Oppenheim’ s Int ernat ional Law, Volume I Peace (London: Longman, 1992) 9t h
Edit ion, hal. 52.
7
. Malcolm N. Shaw, Int ernat ional Law, (Cambridge: Cambridge Univ. Press: 1997), 4t h Edit ion, hal. 99. Pelaksanaan
kedaulat an negara ini t elah diuj i melalui Panel WTO dimana pada 17 Januari 1996 Panel WTO memut uskan agar Amerika
Serikat mencabut Clean Air Act karena dinyat akan bert ent angan dengan ket ent uan GATT. (unt uk lebih mendalam silahkan lihat ,
Pat rick Tangney, ” The New Int ernat ionalism: The Cession of Sovereign Compet ences t o Supranat ional Organizat ions and
Const it ut ional Change in t he Unit ed St at es and Germany” , Yale Journal of Int ernat ional Law, Summer 1996, Vol. 21 No. 2,
hal. 395) Hal yang sama j uga dialami oleh Indonesia yang diperint ahkan unt uk mencabut Keput usan Presiden yang memberikan
pembebasan bea masuk bagi impor mobil dari Korea dalam kait annya dengan program Mobil Nasional (lihat keput usan Panel
WTO No. WT/ DS54/ R t anggal 2 Juli 1998)

3


Menurut t eori t erdapat dua aj aran (dokt rin) mengenai penerapan
hukum
8
int ernasional kedalam wilayah suat u negara. Pert ama adalah dokt rin t ransf ormasi, yait u
suat u aj aran yang menyat akan bahwa unt uk melaksanakan hukum int ernasional diperlukan
suat u landasan konst it usional sepert i perset uj uan parlemen. Kedua adalah dokt rin
inkorporasi, yang menyat akan bahwa hukum int ernasional secara ot omat is adalah bagian
dari hukum nasional sehingga dalam penerapannya t idak diperlukan lagi prosedur rat if ikasi.
Dalam prakt ek kedua dokt rin ini dilaksanakan secara berbeda. Apabila hukum
int ernasional yang akan dilaksanakan t ersebut berbent uk perj anj ian int ernasional maka
hampir semua negara menerapkannya
dengan menggunakan dokt rin t ransf ormasi.
Sedangkan apabila bent uknya adalah kebiasaan int ernasional ( cust omary int ernat ional l aw ),
paling t idak Inggris dan Amerika Serikat menerapkan dokt rin inkorporasi. 9
Ket ent uan WTO dan kesepakat an IMF pada dasarnya merupakan perj anj ian ant ar
bangsa-bangsa di dunia10 yang menurut pendapat W. Friedmann merupakan sumber ut ama
hukum int ernasional dengan t iadanya legislat or kedaulat an int ernasional, t elah berkembang
secara cepat 11 Dalam bekerj anya ket ent uan WTO dan kesepakat an IMF dapat dilihat lebih
lanj ut uraian Friedmann yang menyat akan bahwa hukum int ernasional t idak akan pernah
menj adi hukum penduduk ( muni ci pal l aw ), namun secara t epat harus selalu diadopsi dalam

set iap kasus oleh pemegang kewenangan negara. 12 Hal ini menj adi dokt rin unt uk memat uhi
ket ent uan WTO dan kesepakat an IMF.
Dengan demikian pelaksanaan ket ent uan WTO dan kesepakat an IMF khususnya yang
berkait an dengan sekt or perbankan dapat merupakan sarana baru bagi pembangunan hukum
perbankan, dan perkembangan aspek pelaksanaan ket ent uan dimaksud mempunyai art i
pent ing dalam mewuj udkan hubungan hukum ant ara ket ent uan WTO dan kesepakat an IMF,
yait u hubungan ant ara hukum yang secara nyat a berlaku di sekt or perbankan sert a
kemungkinan pembuat an hukum dalam melaksanakan ket ent uan WTO dan kesepakat an IMF
di Indonesia.
Lebih j elasnya Triepel melihat kesahihan hukum int ernasional dalam kenyat aan
bahwa perj anj ian yang dibuat ant ara negara-negara t elah menyat u ke dalam badan obj ekt if
yang disebut konvensi, yang kemudian negara-negara t ersebut t idak bebas lagi unt uk
mengingkari. 13 Lebih t egasnya dalam upaya memat uhi ket ent uan WTO dan kesepakat an
8

. Ibid, hal 105.

9

. Ibid.


10

. Perj anj ian int ernasional menurut Int ernat ional Law Comission didef inisikan sebagai "any int ernat ional law
agreement in writ t en f orm, whet her embodied in a single inst rument or in t wo or more relat ed inst rument s and what ever it s
part icular designat ion (t reat y, convent ion, prot ocol, covenant , chart er, st at ut e, act , declarat ion, concordat , excchange of
not es, agreed minut e, memorandum of agreemnet , modus vivendi or any ot her appelat ion), concluded bet ween t wo or mare
St at es or ot her subj ect s of int ernat ional law and governed by int ernat ional law. (Ian Brownlie, Principles of Public
Int ernat ional Law, (Oxf ord: Clarendon Press, 1990), hal. 605).
11
. W. Friedmann, Teori dan Filsaf at Hukum [ Legal Theory] , dit erj emahkan oleh Mohamad Arif in, (Jakart a: Raj awali
Press, 1980), hal. 245.
12

. Ibid.

13

. Ibid. hal. 246. Lebih lanj ut perhat ikan j uga Jean-Jacques Rousseau yang menyat akan bahwa "Why should I abide


4

dengan IMF dapat dilihat dari uraian Anzilot t i yang mengat akan bahwa bangkit nya kembali
kenyat aan essensial dari t eori Grot ius, t anpa adanya aroma hukum alam, yang mencoba
menyelamat kan hukum int ernasional dengan pengakuan universal t erhadap prinsip pact a sun
ser vanda. 14
Jika ket ent uan WTO dan kesepakat an IMF dipandang sebagai hukum int ernasional,
maka bagi Indonesia akan membent uk pemikiran hukum yang akan dit erapkan sebagai
pendukung pelaksanaan ket ent uan t ersebut . Pemikiran hukum ini dapat dikait kan dengan
pendapat M. M. Dj oj odigoeno sebagai berikut :
". . . hukum it u adalah suat u karj a j ang t erhadap suat u perhubungan t ert ent u masih memint a suat u
pelaksanaan. . . . dj adi menurut logika karj a it u adalah suat u karj a "in f ut ure t ense", karj a j ang masih menghendakkan
pelaksanaannj a. Pert ama konsekuensinj a ialah bahwa hukum posit if dalam art ian berlaku pada wakt u t ert ent u di
dalam suat u masj arakat t ert ent u. . . adalah ius const it uendum dan bukan ius consit ut um". 15

Dalam kait an pelaksanaan ket ent uan WTO dan kesepakat an IMF
dengan
pembangunan hukum, akan t erlihat mengandung makna ganda sebagaimana dikut ip oleh
Sat j ipt o Rahardj o dari yang dinyat akan Mocht ar Kusumaat madj a sebagai berikut : 16
a.

Pembangunan hukum bisa diart ikan sebagai suat u usaha unt uk memperbaharui
hukum posit if sendiri sehingga sesuai dengan kebut uhan unt uk melayani masyarakat
pada t ingkat perkembangannya yang mut akhir, suat u pengert ian yang biasanya
disebut sebagai modernisasi hukum.

b.

Pembangunan hukum bisa diart ikan j uga sebagai suat u usaha unt uk
memf ungsionalkan hukum dalam masa pembangunan, yait u dengan cara t urut
mengadakan perubahan-perubagan sosial sebagaimana yang dibut uhkan masyarakat
yang sedang membangun.

Dari uraian di at as dapat disimpulkan bahwa ket ent uan WTO dan kesepakat an IMF
dikait kan dengan kesesuaian hukum di Indonesia unt uk memat uhinya dapat dikat egorikan
sebagai hukum modern yang bert ugas sebagai rekayasa sosial, sebagaimana dilukiskan oleh
Roscoe Pound bahwa t ugas pokok pemikiran modern mengenai hukum adalah "rekayasa
sosial". 17
Jadi dalam lingkup hukum di at as ini dapat dipahami sebagaimana j uga yang
dinyat akan Roscoe Pound sebagai berikut :

by t he decision of t he maj orit y? Because by t he deed of t he social cont ract it self , t o which ever y one subscribe and pledges
(t here is no quest ion of a maj orit y here; you eit her subscribe or you are not in civil societ y at all)", Jean-Jacques Rousseau,
The Cont r act Soci al , t ranslat ed and int roduced by Maurice Cranst on, (New York: Penguin Books, 1968), hal. 37.
14

. Ibid.

15

. M. M. Dj oj odigoeno, dikut ip oleh Bambang Poernomo, Pelaksanaan Pidana Penj ara Dengan Pemasyarakat an,
(Yokyakart a : Libert y, 1968), hal. 18-19.
16

. Sat j ipt o Rahardj o, Hukum dan Perubahan Sosial, (Bandung: Alumni, 1983) hal. 221.

17

. Friedmann, Op. Cit . , hal. 141.

5

"but l aw i s not onl y a means t owar d ci vi l i zat i on, i t i s a pr oduct of ci vi l i zat i on : We must l ook at i t , t her ef or e, i n
t hr ee ways: as t o t he past as a pr oduct of ci vi l i zat i on, as t o t he pr esent as a means of mai nt ai ni ng ci vi l i zat i on, as
t o t he f ut ur e as a means of f ur t her i ng ci vi l i zat i on. "18

Dikait kan dengan hal ini , maka hukum yang dit elaah dalam t ulisan ini adalah hukum
sebagai alat rekayasa sosial ( l aw as a t ool of soci al engi neer i ng). Jika hukum merupakan
soci al engi neer i ng, maka salah sat u syarat agar pembuat an hukum it u dapat dilihat sebagai
suat u sarana soci al engi neer i ng, adalah adanya pemikiran yang sist emat is mengenai
kemungkinan keberhasilan sarana yang dipakai sert a dengan memperhit ungkan akibat -akibat
yang diperkirakan akan t imbul. 19
Selanj ut nya j ika dikait kan dengan kont eks Indonesia maka secara konst it usional,
dalam penerapan perj anj ian int ernasional ke dalam hukum nasional dianut dokt rin
t ransf ormasi. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 11 UUD 1945 yang menyat akan bahwa
” Presiden dengan perset uj uan DPR menyat akan perang, membuat perdamaian dan
perj anj ian dengan negara lain. ” Namun demikian secara prakt ek t idak seluruh perj anj ian
int ernasional memerlukan perset uj uan DPR sebelum dilaksanakan. Berdasarkan Surat
Presiden kepada Ket ua DPR No. 2826/ HK/ 60 t anggal 22 Agust us 1960 perihal Pembuat an
Perj anj ian-perj anj ian Dengan negara Lain, ant ara lain menyebut kan bahwa perkat aan
"perj anj ian" pada Pasal 11 (UUD 1945) t idak mengandung art i segala perj anj ian dengan
negara lain, t et api hanya perj anj ian yang t erpent ing saj a, yait u yang mengandung soal-soal
polit ik dan yang lazimnya berbent uk t r eat y. Unt uk perj anj ian-perj anj ian lainnya yang
disampaikan kepada DPR hanya unt uk diket ahui. Dengan demikian banyak perj anj ian
int ernasional yang dibuat pemerint ah cukup dit indaklanj ut i dengan mengeluarkan Keput usan
Presiden. Meskipun secara hukum kekuat an mengikat surat presiden t ersebut dapat
diperdebat kan.
Berdasarkan pembahasan di at as dapat dikat akan bahwa secara hukum ket ent uan
WTO dan kesepakat an yang dibuat pemerint ah dengan IMF t elah menj adi bagian dari hukum
nasional ( l aw of t he l and ) yang harus dilaksanakan. Pelaksanaan ket ent uan WTO dan
kesepakat an IMF t ersebut akan membawa perubahan bagi sist em perbankan di Indonesia.

III.

Ketentuan WTO dan Kesepakatan IMF yang Berkaitan dengan Sektor Perbankan

1. Ketentuan WTO
Ket ent uan WTO yang berkait an dengan sekt or perbankan t erdapat dalam Gener al
Agr eement on Tr ade i n Ser vi ces (Selanj ut nya disebut "GATS") yang merupakan salah sat u
lampiran ( annex ) dari Perj anj ian WTO. Perj anj ian ini berisikan at uran-at uran dasar bagi
perdagangan int ernasional di sekt or j asa. Secara garis besar GATS berisikan dua kumpulan
kewaj iban yait u kumpulan t ent ang konsep, prinsip dan at uran yang mencipt akan kewaj iban
bagi seluruh kebij akan ( measur e) yang mempengaruhi perdagangan j asa; dan kumpulan
18

. Roscoe Pound, Int erpret at ions of Legal Hist ory, (Florida: Wm. W. Gaunt & Sons. Inc. , 1986) hal. 143.

19

. Rahardj o, Op. Cit . hal. 178.

6

t ent ang kewaj iban khusus hasil negosiasi yang t ercant um dalam Schedul e of Commit ment s. 20
Dalam kait annya dengan WTO, pihak yang melakukan kegiat an di sekt or j asa di
Indonesia yang saat ini mendapat perlindungan dari ket ent uan WTO adalah 5 (lima) sekt or
j asa, yait u t elekomunikasi, konsult an indust ri, t ransport asi laut , t urisme dan keuangan
t ermasuk perbankan sebagaimana t ermuat dalam Schedul e of Commi t ment Indonesia. 21
Prinsip-prinsip dasar yang berlaku dalam GATS ant ara lain yang t erpent ing adalah:
a. Prinsip non diskriminisasi ( Most Favour ed Nat i on/ MFN),
Prinsip non diskriminasi at au MFN adalah suat u prinsip yang menyat akan bahwa suat u
kemudahan yang diberikan kepada suat u negara j uga harus diberikan unt uk negara lain.
Prinsip ini bersif at segera ( i mmedi at el l y) dan ot omat is ( uncondi t i onal l y).
b. Prinsip national treatment
Berdasarkan prinsip ini maka perlakuan ( t r eat ment ) yang diberikan kepada
pengusaha at au perusahaan domest ik j uga harus diberikan kepada pengusaha at au
perusahaan asing t anpa diskriminasi.
c. Transparansi
Prinsip t ransparansi mewaj ibkan semua anggot a mempublikasikan seluruh perat uran
perundang-undangan, pedoman pelaksanaan sert a seluruh keput usan dan ket ent uan yang
berlaku secara umum yang dikeluarkan oleh pemerint ah pusat maupun daerah yang
berdampak kepada perdagangan j asa.
d. Liberalisasi bertahap
Prinsip ini mewaj ibkan semua anggot a WTO unt uk melakukan negosiasi
berkesinambungan yang bert uj uan unt uk menghilangkan hambat an-hambat an perdagangan
j asa secara bert ahap. Prinsip liberalisasi bert ahap dimaksudkan agar liberasisasi yang
dimint akan kepada anggot a WTO dapat dilaksanakan sej alan dengan t ahap perkembangan
perekonomian negara t ersebut . Dengan demikian diharapkan agar liberalisasi menj adi suat u
proses yang t idak mengakibat kan t erj adinya suat u sit uasi yang malah akan memperburuk
perekonomian negara t ersebut .
Perdagangan di bidang j asa yang diat ur dalam GATS adalah perdagangan j asa yang
dilakukan dengan 4(empat ) cara pemasokan ( mode of suppl y). 22 Unt uk pemasokan j asa
20
. Schedule of Commit ment (SOC) adalah daf t ar komit men yang diberikan suat u negara sebagai hasil perundingan
yang dilakukan dalam kerangka GATS.
21

. GATS/ SC/ 43 April 1994.

22

. Pasal 1 ayat 2 GATS menent ukan 4 cara pemasokan j asa (mode of supply) yait u:
a. cross border;
b. consumpt ion abroad;
c. commercial presence; dan
d. movement of nat ural person.

7

yang dilakukan melalui kehadiran komersial at au invest asi langsung ( For ei gn Di r ect
Invest ment ) di dalam wilayah negara anggot a dapat dilakukan melalui :
a.

pembent ukan, akuisisi at au pendirian suat u badan hukum, at au

b.

pendirian suat u kant or cabang at au perwakilan
di dalam wilayah suat u negara anggot a dengan t uj uan unt uk melakukan
pemasokan suat u j asa.

Disamping it u pihak asing j uga dapat menawarkan j asanya di sekt or perbankan t anpa
perlu mendirikan badan usaha dit empat t ersebut . Jasa perbankan dapat diberikan melalui
t ransaksi lint as bat as ( cr oss bor der t r ansact ion). Misalnya nasabah di Indonesia menyimpan
uangnya di bank asing.
Sedangkan kegiat an usaha yang dapat dilakukan oleh lembaga keuangan di luar
asuransi diat ur dalam Annex on Fi nanci al Ser vi ces yang meliput i kegiat an usaha sebagai
berikut 23:
1)

Accept ance of deposi t and ot her r epayabl e f unds f r oms t he publ i c;

2)

Lendi ng of al l t ypes, i ncl udi ng consumer cr edi t , mor t gage cr edi t , f act or i ng and
f i nanci ng of commer ci al t r ansact i on;

3)

Fi nanci al l easi ng;

4)

Al l payment and money t r ansmi ssi on ser vi ces, i ncl udi ng cr edi t , char ge and debi t
car d, t r avel l er s cheques and banker s dr af t s;

5)

Guar ant ees and commi t ment s;

6)

Tr adi ng f or own or f or account of cust omer s, whet her on an exchange, i n an over t he-count er mar ket or ot her wi se, t he f ol l owi ng:

7)

a)

money mar ket i nst r ument (i ncl udi ng cheques, bil l s, cer t if icat es of deposit ) ;

b)

f or ei gn exchange;

c)

der i vat i ves pr oduct s i ncl udi ng, but not l i mi t ed t o, f ut ur es and opt i ons;

d)

exchange r at e and i nt er est r at e i nst r ument s, i ncl udi ng pr oduct s such as
swaps, f or war d r at e agr eement s;

e)

t r ansf er abl e secur i t i es;

f)

ot her negot i abl e i nst r ument s and f i nanci al asset s, i ncl udi ng bul l i on.

Par t i ci pat i on i n i ssues of al l ki nds of secur i t i es, i ncl udi ng under wr i t i ng and
pl acement as agent (whet her publ icl y or privat el y) and pr ovision of ser vices r el at ed
t o such i ssues;

23

. Annex on Financial Services, Art icle 5.

8

8)

Money br oki ng;

9)

Asset management , such as cash or por t f ol i o management , al l f or ms of col l ect i ve
invest ment management , pension f und management , cust odial , deposit ory and t rust
ser vi ces;

10)

Set t l ement and cl ear ing ser vices f or f inancial asset s, incl uding securit ies, derivat ive
pr oduct s, and ot her negot i abl e i nst r ument s;

11)

Pr ovi si on and t r ansf er of f i nanci al i nf or mat i on, and f i nanci al dat a pr ocessi ng and
r el at ed sof t war e by suppl i er s of ot her f i nanci al ser vi ces;

12)

Advi sor y, i nt er medi at i on and ot her auxi l i ar y on al l t he act i vi t i es l i st ed i n
subpr agr aph (v) t hr ough (xv), i ncl udi ng cr edi t r ef er ence and anal ysi s, i nvest ment
and por t f ol i o r esear ch and advi ce, advi ce on acui si t i ons and on cor por at e
r est r uct ur i ng and st r at egy.

2. Kesepakatan Pemerintah dengan IMF
Kesepakat an yang dilakukan ant ara pemerint ah dengan IMF yang t ercant um pada
Memor andum on Economi c and Fi nanci al Pol i ci es ( MEFP) 15 Januari, 10 April dan 25 Juni
1998 dalam rangka penyehat an perekonomian Indonesia, khusus di sekt or perbankan ant ara
lain memuat hal-hal sebagai berikut :
a.

Menghilangkan seluruh pembat asan kepemilikan bank oleh pihak asing;

b.

menghilangkan pembat asan pembukaan kant or cabang bank asing;

c.

menghilangkan pembat asan kepemilikan asing pada bank yang t elah t ercat at di Bursa
Ef ek Jakart a;

d.

menghilangkan semua pembat asan pemberian pinj aman oleh bank kecuali unt uk
alasan prudent ial at au dalam rangka mendukung koperasi at au pengusaha kecil;

e.

menj amin simpanan masyarakat yang ada di bank nasional;

f.

mendirikan Badan Penyehat an Perbankan Nasional (BPPN)

g.

melakukan merger bank-bank pemerint ah;

h.

mendirikan skim asuransi deposit o

Dari uraian di at as dapat disimpulkan bahwa baik WTO maupun IMF menghendaki
agar pembat asan-pembat asan di sekt or perbankan yang diberlakukan kepada pihak asing
agar dihapuskan. Art inya secara t ransparan pihak asing harus diberikan akses ke sekt or
perbankan dan memperlakukannya set ara dengan pihak nasional.

9

IV.

Pengaruh Ketentuan WTO dan Kesepakatan IMF terhadap Sistem Perbankan
Indonesia

Keikut ansert aan Indonesia dalam WTO didasarkan pada kondisi riel perekonomian
Indonesia yang semakin t ergant ung pada ekspor. Ekspor t elah menj adi t ulang punggung
perekonomian Indonesia. Dengan keikut sert aan dalam WTO paling t idak Indonesia dapat
memanf aat kan peluang pasar di negara lain yang akan semakin t erbuka sesuai dengan
t unt ut an WTO.
Demikian pula halnya dengan kesepakat an yang dilakukan oleh pemerint ah dengan
IMF. Kesepakat an t ersebut dilakukan dalam rangka mengupayakan percepat an pemulihan
perekonomian. Agar upaya pemulihan perekonomian t ersebut berj alan lancar maka perlu
dilakukan penyesuaian dan at au perubahan t erhadap at uran yang berlaku. Perubahan at au
penyesuaian t ersebut dimaksudkan agar sist em perekonomian yang dilaksanakan t erhindar
dari dist orsi sehingga dapat berj alan ef ekt if dan ef isien.
Hal ini sej alan dengan arah perdagangan int ernasional yang akan lebih bebas, dimana
arus modal dan invest asi bergerak lebih bebas ant arnegara. Sehingga modal dan invest asi
akan mengalir ke negara-negara yang dalam j angka panj ang lebih aman dan memberi
keunt ungan lebih besar. Karenanya set iap negara harus berlomba mencipt akan iklim yang
semakin kondusif unt uk invest asi, baik bagi invest asi dalam negeri, lebih-lebih dari luar
negeri. 24
At as dasar ket ent uan-ket ent uan WTO dan kesepakat an IMF di at as, maka diperlukan
pemikiran yang int egrat if yang mencakup keseluruhan sekt or-sekt or ekonomi di Indonesia,
t ermasuk di dalamnya pemikiran mengenai perundang-undangan di sekt or j asa perbankan.
Ket ent uan WTO dalam kerangka GATS dan kesepakat an IMF sangat mempengaruhi hukum
yang berlaku di Indonesia, khususnya mengenai hukum yang mengat ur sekt or perbankan.
Pemikiran mengenai pengaruh ket ent uan WTO dan kesepakat an IMF di at as ini,
sangat perlu dipahami. Oleh karena ket ent uan WTO dan kesepakat an IMF ini "mau t idak
mau", "suka t idak suka" harus dit aat i dan dilaksanakan. Akibat nya hukum t ent ang perbankan
yang berlaku sekarang ini di Indonesia harus diselaraskan sesuai dengan ket ent uan yang
diat ur dalam WTO dan kesepakat an IMF. .
Jika dipahami secara mendalam mengenai hukum perbankan dalam koneksit asnya
dengan pelaksanaan ket ent uan WTO dan kesepakat an IMF dalam sekt or perbankan di
Indonesia, masih belum dapat menj awab secara menyeluruh mengenai masalah-masalah
dalam sekt or perbankan sebagaimana yang diat ur dalam WTO dan kesepakat an IMF
dimaksud.
Ket ent uan di sekt or perbankan yang berlaku sekarang di Indonesia j ika dikait kan
dengan ket ent uan dalam WTO dan kesepakat an IMF masih mempunyai kekosongan pada
perangkat hukum t ersebut . Dengan perkat aan lain hukum perbankan yang ada belum dapat

24

. Mar'ie Muhammad, "Indonesia Menghadapi Abad XXI, " Harian Republika, 8 Sept ember 1995, hal 6, kol. 2-6.

10

mengakomodasikan kebut uhan hukum yang diat ur WTO maupun kesepakat an IMF. Adapun
ket ent uan-ket ent uan yang menurut hemat penulis secara mendasar perlu dan harus
diselaraskan dengan ket ent uan WTO/ GATS dan kesepakat an IMF ant ara lain adalah sebagai
berikut :

1. Perubahan sistem perbankan
Kegiat an usaha yang dapat dilakukan bank berdasarkan ket ent uan GATS di at as
adalah kegiat an usaha yang dalam dunia perbankan dilakukan oleh bank dengan sist em
universal banking. 25 Apabila dicermat i mengenai j enis usaha yang dapat dilakukan bank
umum di Indonesia sebagaimana yang diat ur dalam Pasal 6 Undang-undang No. 7 Tahun 1992
t ent ang Perbankan (selanj ut nya disebut “ UUPB” ) maka dapat disimpulkan bahwa sist em
perbankan yang dianut oleh UUPB adalah sist em commer cial banking yait u suat u sist em yang
melarang bank melakukan usaha yang di bidang sekurit as . Sist em ini mengikut i sist em yang
dilakukan oleh Amerika Serikat melalui The Gl ass-St eagal l Act of 1933 yang memisahkan
commer cial banking dari invest ment banking, berbeda dengan yang lazim berlaku di negaranegara Eropa yang menggunakan sist em uni ver sal banki ng. 26.
Arah liberalisasi yang dikehendaki oleh WTO adalah penghapusan secara bert ahap
set iap hambat an sehingga t ercapai suat u perdagangan bebas. Apabila konsep ini yang
hendak dilaksanakan oleh Indonesia maka arah sist em perbankan Indonesia seharusnya j uga
mengikut i arah yang dikehendaki oleh WTO.
Sist em perbankan yang kehendaki oleh ket ent uan WTO/ GATS adalah sist em universal
banking sedangkan sist em perbankan dalam UndangUndang Perbankan di Indonesia
menganut sist em komersial bank. Perubahan ke arah uni ver sal banki ng selayaknya perlu
dipert imbangkan. Hal ini sej alan dengan kecenderungan yang t erj adi secara int ernasional.
Bank-bank komersial di AS menyadari bahwa keunt ungan yang diperoleh mereka sudah mulai
menurun sedangkan sebaliknya invest ment banking semakin naik dengan sangat cepat . Pada
saat yang sama banyak nasabah bank komersial yang beralih ke invest men bank unt uk
pendanaan j angka pendek mereka, yang merupakan usaha t radisional dari bank komersial.
Beberapa bank komersial besar di New York sepert i Chase Manhat t an malah mengancam
akan menghent ikan usaha bank komersialnya dan beralih menj adi invest ment bank. 27 Usaha
ini t elah berhasil dengan dibolehkannya 12 bank komersial unt uk melakukan usaha sekurit as
yang sebelumnya t idak dibolehkan. 28

25
. Menurut David S. Kidwell dan Richard L. Pet erson universal banking adalah "inst it ut ions t hat can accept deposit s,
make loans, underwrit e securit ies, engage in brokerage act ivit ies, and sell and manuf act ure ot her f inancial services such as
insurance". David S. Kidwell dan Richard L. Pet erson, "Financial Inst it ut ion, Market s, and Money", (Chicago: The Dryden Press,
1990), hal. 342.
26

. Ibid.

27

. Ibid, hal. 361.

28

. Ibid, hal. 363.

11

Unt uk Indonesia, kegiat an usaha sebagaimana yang dilakukan oleh i nvest ment bank
dilakukan oleh lembaga pembiayaan. Pemisahan ini seringkali membuat kebij aksanaan
monet er t idak ef ekt if . Hal t ersebut disebabkan karena pembat asan yang diberlakukan
t erhadap bank dalam melakukan pinj aman luar negeri misalnya, unt uk mengurangi t ekanan
inf lasi, t idak dapat t erlaksana dengan ef ekt if , karena lembaga pembiayaan, yang kegiat an
usahanya semakin meningkat , t idak t erkena pembat asan yang sama.
Selanj ut nya sesuai dengan globalisasi pasar maka bank-bank Indonesia j uga akan dan
t elah go int er nat ional . Dengan kondisi demikian, maka j uga menj adi alasan agar pemisahan
ant ara kegiat an komersial bank dan invest men bank harus dihilangkan sehingga dianut
sist em univer sal bank sebagaimana yang lazim dilakukan bank dari negara lain. Penghilangan
pemisahaan ini dilakukan unt uk mencipt akan l evel of t he pl ayi ng f i el d agar t ingkat
kompet it if bank-bank indonesia di luar negeri dapat lebih t inggi, mengingat "lawan" mereka
adalah bank yang sudah berpengalaman dalam melakukan usaha bank dengan sist em
universal.
Keinginan unt uk menghapuskan pemisahan ant ara bank komersial dan bank invest asi
lebih mendesak lagi unt uk dilakukan mengingat makin canggihnya t eknologi yang dapat
dimanf aat kan perbankan . Dengan t eknologi yang semakin canggih makin banyak produk
perbankan yang dapat dit awarkan sehingga mengaburkan bat asan ant ara i nvest man bank
dan commer ci al bank . Dengan kondisi demikian maka pemisahan ant ara commer ci al bank
dengan invest ment bank merupakan unnecessar y bur den bagi perbankan Indonesia.
Alasan yang sering dikemukakan sebagai dasar pemisahan kegiat an komersial bank
dan invest men bank adalah t ingginya resiko yang akan dihadapi bank apabila melakukan
kegiat an di pasar modal. Alasan ini t ent unya t idak sepenuhnya benar karena memiliki saham
bl ue chi p pada dasarnya berisiko lebih rendah dibandingkan dengan menyalurkan kredit ke
sekt or propert i. 29

2. Pembatasan kepemilikan oleh asing
Invest or asing yang ingin melakukan kegiat an usaha perbankan dengan mendirikan
bank campuran 30 harus memenuhi ket ent uan bahwa saham pihak Indonesia minimal 15%
dari modal. Disamping it uj uga dipersyarat kan bahwa dalam set iap pendirian bank campuran
harus dicant umkan program Indonesianisasi yait u program yang berisi rencana peningkat an
saham Indonesia .
Ket ent uan ini berdasarkan prinsip liberalisasi bert ahap GATS harus dihapuskan.
Berdasarkan prinsip t ersebut saham pihak asing seharusnya secara bert ahap semakin
29
. Paul Anawalt , "Russia's Sberbank and a Fresh Look at t he Glass-St eagall Act ", Berkeley Journal of Int ernat ional
Law, 1996, hal 349.
30
. Bank Campuran adalah Bank Umum yang didirikan bersama oleh sat u at au lebih Bank Umum yang berkedudukan di
Indonesia dan didirikan oleh warga negara Indonesia dan/ at au badan hukum Indonesia yang dimiliki sepenuhnya oleh warga
negara Indonesia, dengan sat u at au lebih bank yang berkedudukan di luar negeri. (Pasal 1 angka 4 UUPB).

12

diperbesar, bukan semakin diperkecil. Memperbesar kepemilikan pihak asing dalam bank
nasional j uga merupakan kesepakat an yang t elah dilakukan ant ara pemerint ah dengan IMF.
Dengan demikian ket ent uan ini harus diubah.

3. Penghapusan prinsip resiprositas
Dalam pendirian bank oleh pihak asing, dipersyarat kan bahwa negara asal bank
t ersebut menganut azas resiprosit as (Pasal 3 ayat 2 PP No. 70 Tahun 1992). Prinsip ini
bert olak belakang dengan prinsip dasar GATS yait u prinsip Most F\avour ed Nat i ons ( MFN)
at au non diskriminasi. Prinsip MFN maksudnya adalah suat u kemudahan yang diberikan
kepada suat u negara j uga harus diberikan unt uk negara lain. MFN ini merupakan prinsip
ut ama di dalam Gener al Agr eement on Tar i f f and Tr ade ( GATT) yang diambil alih oleh
GATS.
Prinsip MFN ini mempunyai sej arah amat panj ang yang dapat dit elusuri
keberadaannya sej ak abad ke-12, namun muncul pert ama sekali pada abad ke-17.
Pert umbuhan perdagangan selama abad ke 15 dan 16 kelihat annya menj adi sebab ut ama
munculnya perj anj ian dengan klausula MFN karena negara-negara Eropa saling bersaing
unt uk mengembangkan j aringan hubungan perdagangan. Amerika Serikat memasukan
klausula ini pada t ahun 1778 pada perj anj iannya yang pert ama dengan Perancis. 31
Berdasarkan ket ent uan GATS, pelaksanaan prinsip ini harus dengan segera
dilaksanakan dan t anpa syarat . 32
Dengan demikian apabila ket ent uan ini hendak
dilaksanakan dengan konsekuen maka penghapusan azas resiprosit as pada perundangundangan di bidang perbankan harus dilaksanakan.

4. Pembatasan wilayah usaha
Bank asing dan bank campuran hanya boleh berkedudukan di 8 kot a yait u
Jakart a, Bandung, Semarang, Surabaya, Denpasar, Medan, Uj ung Pandang dan Pulau Bat am .
Pembat asan yang dilakukan t erhadap bank asing dan bank campuran dalam melakukan
ekspansi usaha yait u hanya di delapan kot a, bert ent angan dengan prinsip nat ional t reat ment
yang dianut GATS. Prinsip ini menegaskan bahwa apabila suat u negara t elah dibolehkan
berusaha di wilayah suat u negara (diberikan mar ket access) maka pemasok j asa t ersebut
harus diperlakukan sama dengan pemasok j asa dalam negeri.

31
. John J. Jackson, The World Trading Syst em Law and Policy of Int ernat ional Economic Relat ion, (Cambridge : MIT
Press, 1992) hal. 134.
32
. Pasal II ayat 1 GATS , menyat akan ". . . each Member shall accord immediat ely and uncondit ionally t o services and
services supplier of any ot her Member, t reat ment no less f avourable t han it accord t o like services and services supplier of any
ot her Member. "

13

5. Pembukaan kantor cabang
Invest or asing dapat menanamkan dananya dan berusaha di sekt or perbankan di
Indonesia melalui 4 cara yait u:
a. pembukaan kant or cabang;
b. pembukaan kant or perwakilan;
c. mendirikan bank campuran (j oint vent ure); dan
d. membeli saham bank nasional yang t ercat at di bursa.
Mengenai cara yang pert ama, sampai saat ini masih belum t erbuka unt uk bank baru
karena mekanisme pelaksanaannya masih belum dit et apkan oleh pemerint ah 33. Sedangkan
pendirian bank campuran dibat asi maksimal 85% dan pembelian saham melalui bursa
maksimal 49% dari saham yang dicat at kan. 34
Berdasarkan kesepakat an IMF pembat asan-pembat asan di at as harus dihapuskan
sehingga pihak asing diperbolehkan menguasai seluruh saham. Sehingga t idak dikenal lagi
j enis bank campuran. Di pasar modal asing boleh membeli seluruh saham yang dicat at kan.

6. Lain-lain

Disamping perubahan-perubahan di at as, ket ent uan WTO dan kesepakat an IMF j uga
memint a agar dibent uk lembaga-lembaga baru yang selama ini t idak dikenal dalam sist em
perbankan. Pembent ukan BPPN sebagai lembaga yang bert anggung j awab menangani bank
bermasalah t idak dikenal dalam UU Perbankan maupun UU No. 13 Tahun 1968 t ent ang Bank
Sent ral. Kehadiran lembaga ini membawa konsekwensi bagi pelaksanaan t ugas pembinaan
dan pengawasan perbankan yang dimiliki oleh Bank Indonesia sebagai Bank Sent ral
sebagaimana yang diamanat kan oleh UU.
Pembent ukan lembaga asuransi deposit o sebagaimana yang dikehendaki oleh IMF
harus dipelaj ari dengan seksama. Kehadiran lembaga ini j uga akan membawa perubahan
t erhadap sist em pengawasan perbankan karena sebagai pihak yang akan menanggung dana
deposan apabila bank t idak mampu membayar dana t ersebut t ent unya lembaga ini perlu
diberikan wewenang mengawasi perbankan.
Sist em asuransi deposit o ini memang t elah diamanat kan oleh UU Bank Sent ral unt uk
didirikan, dalam upaya unt uk memperkuat kepercayaan masyarakat t erhadap lembaga
perbankan. Tet api sampai saat ini masih belum diwuj udkan.

33
. Kant or cabang bank asing yang ada saat ini berj umlah 10 dan keberadaannya dij amin secara hukum melalui
komit men yang diberikan Indonesia kepada WTO.
34
. Khusus mengenai pembukaan bank campuran, Indonesia t idak memberikan komit men (unbound) unt uk pendirian
bank campuran baru.

14

V. Penutup

Pengakomodasian kebut uhan hukum di sekt or perbankan ini, agar sesuai dengan
ket ent uan WTO/ GATS dan kesepakat an IMF t idak t erlepas dari pembangunan ekonomi, yang
harus dit ingkat kan seiring dengan bekerj anya hukum secara rasional. Berdasarkan
kecenderungan perangkat hukum mengenai perbankan di Indonesia yang belum dapat
mengakomodasikan ket ent uan-ket ent uan WTO dan kesepakat an IMF di at as maka dapat
dilihat bahwa perangkat hukum perbankan masih memerlukan penyesuaian dan at au
perubahan.
Sat u hal yang harus diperhat ikan agar dalam keiikut sert aan Indonesia dalam
globalisasi perekonomian sebagaimana yang dit ent ukan dalam WTO dan kesepakat an IMF
adalah bahwa dalam int eraksi ekonomi int ernasional dimana f akt or modal bergerak dari
negeri dimana produkt ivit as marj inal ( mar gi nal pr oduct i vi t y) f akt or modal rendah ke
negeri dimana produkt ivit as marj inalnya t inggi at au diharapkan akan t inggi unt uk menuj u
keseimbangan pada keseluruhannya t idak t erj adi.
Kendat ipun t erj adi pergerakan modal ant ar negara (yait u dari negeri maj u ke negeri
miskin), pergerakan ini hanyalah bert uj uan unt uk menyedot keunt ungan dari negeri miskin.
Naiknya pendapat an nasional di negeri miskin it u sebagai akibat dari adanya invest asi asing,
t idaklah dinikmat i oleh sebagian besar rakyat di negeri t ersebut oleh karena adanya
kepincangan dalam dist ribusi pendapat an. 35 Agar hal ini t idak menj adi kenyat aan t ent unya
perlu diperhat ikan f akt or pemerat aan sebagaimana yang diamanat kan dalam t rilogi
pembangunan. **

Jakart a, 6 Okt ober 1998

35
. Adi Sasono, "Tesis Ket ergant ungan dan Kasus Indonesia", Maj alah bulanan Prisma, No. 12, Desember (Jakart a:
LP3ES, 1984), hal. 77.

15