URGENSI SERTIFIKASI DOSEN DAN PUBLIKASI (1)

URGENSI SERTIFIKASI DOSEN DAN PUBLIKASI DALAM
PENGEMBANGAN PENDIDIKAN TINGGI
BERKELANJUTAN

MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas kelompok
Mata Kuliah Kapita Selekta Manajemen Pendidikan Tinggi
diampu oleh
Prof. Dr. Nahrowi

Disusun oleh Kelompok 3:
Bayu Koen Anggoro
P056163283.22EK
Jeaneke Neltje Tapilatu
P056163353.22EK
Mhd. Hendra Wibowo
P056163373.22EK
R. Khairunnisa
P056163403.22EK

MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN TINGGI

SEKOLAH BISNIS
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam pertimbangan UU No. 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi
dinyatakan bahwa pendidikan tinggi sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional
memiliki peran strategis dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan ilmu
pengetahuan dan teknologi dengan memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora
serta pembudayaan dan pemberdayaan bangsa Indonesia yang berkelanjutan. Untuk
meningkatkan daya saing bangsa dalam menghadapi globalisasi di segala bidang,
diperlukan pendidikan tinggi berkualitas yang mampu mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta menghasilkan intelektual, ilmuwan, dan/atau
profesional yang berbudaya dan kreatif, toleran, demokratis, berkarakter tangguh, dan
berakhlak mulia serta berani membela kebenaran untuk kepentingan bangsa.
Untuk mendukung program-program pendidikan, pada tahun 2016 pemerintah
telah mencetak sejarah dimana anggaran pendidikan Indonesia pada APBN 2016

mencapai Rp 419,2 triliun atau 20 persen dari total belanja negara sebesar Rp 2.095,7
triliun. Anggaran pendidikan tersebut dikucurkan melalui belanja negara pemerintah
pusat untuk Kementerian Pendidikan dan Kebudayan Rp 49,2 triliun, Kementerian
Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Rp 39,5 triliun, Kementerian Agama Rp 46,8
triliun, Kementerian Negara dan lembaga lainnya Rp 10,7 trilun. Kemudian anggaran
pendidikan melalui transfer ke daerah dan dana desa mendapat kucuran sebesar Rp
267,9 triliun dan anggaran pendidikan melalui pengeluaran Pembiayaan sebesar Rp 5
triliun. Anggaran sebesar itu harus dapat dimanfaatkan secara optimal oleh unsur-unsur
pendidikan tinggi dalam meningkatkan daya saingnya di tingkat global (Wicaksono,
2015).
Globalisasi dan implementasi berbagai pakta perdagangan bebas seperti ASEAN
Free Trade Area (AFTA), ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA), dan Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA) juga berdampak pada PT agar mampu bersaing secara global.
Arah pengembangan pendidikan tinggi di Indonesia menuju daya saing global terlihat
dari visi yang telah ditetapkan oleh berbagai PT baik Perguruan Tinggi negeri (PTN)
maupun Perguruan Tinggi Swasta (PTS), meskipun dengan istilah yang berbeda-beda,
misalnya dengan istilah “Unggul pada Tingkat Global”, “Diakui Dunia”, “Berkelas
Dunia”, “Berstandar Internasional”, “World Class University”, dan lain-lain.
Globalisasi menuntut setiap orang (Sumber Daya Manusia / SDM) dalam
organisasi PT dipergunakan untuk meningkatkan kinerja organisasi dan mendukung

produktivitas PT. SDM yang kurang produktif akan tertinggal oleh situasi yang
menuntut persaingan yang semakin ketat, global, dan berkinerja tinggi. Stanciu (2015)
mengemukakan bahwa SDM merupakan sumber daya yang paling berharga yang tidak
dapat diukur dengan uang dimana organisasi tidak bisa berjalan tanpa SDM dan kinerja
organisasi sangat bergantung pada kinerja SDM-nya.
Dosen merupakan salah satu unsur SDM yang memegang peranan penting dalam
menjalankan sistem pendidikan di PT. Menurut UU No 12 Tahun 2012 dosen adalah
pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan,
mengembangkan, dan menyebarluaskan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi melalui
Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian kepada Masyarakat. Kompetensi dan
profesionalisme dosen merupakan salah satu penentu dalam mencapai kinerja dan
kualitas pelaksanaan tridharma PT. Sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional, UU No 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, PP No

37 Tahun 2009 Tentang Dosen, dan Peraturan Mendiknas No. 47 Tahun 2009 Tentang
Sertifikasi Pendidik untuk Dosen, penilaian terhadap keprofesionalan dosen ditunjukan
dengan sertifikasi dosen (serdos). Serdos merupakan bukti dari upaya pemerintah
meningkatkan kualitas pendidikan tinggi nasional dan memberikan pengakuan resmi
pada tenaga pendidik tinggi yang profesional.
Terkait dengan daya saing publikasi internasional, posisi Indonesia masih kalah

bersaing dibandingkan dengan beberapa negara di ASEAN dan Asia. Berdasarkan data
dari The SCImago Journal & Country Rank yang diakses tanggal 19 Mei 2016,
Indonesia berada pada urutan ke-11 di tingkat Asia, di bawah Singapore (7), Malaysia
(8), Thailand (9), dan Pakistan (10). Di tingkat Dunia, berdasarkan data The SCImago
Journal & Country Rank tersebut Indonesia berada diperingkat ke-57. Hal yang sama
juga ditunjukkan oleh data Scopus, dimana jumlah publikasi Indonesia tahun 2015
hanya mencapai 6.819 artikel, dibawah jumlah publikasi Malaysia (24.606 artikel),
Singapore (18.575 artikel), dan Thailand (11.911 artikel).
Berdasarkan penjelasan di atas, pendidikan tinggi Indonesia harus berupaya lebih
keras untuk meningkatkan kinerjanya. Dosen dengan sistem sertifikasinya harus
mendukung pencapaian kinerja perguruan tinggi dan pendidikan tinggi Indonesia agar
berdaya saing global. Peningkatan produktivitas dosen dalam menghasilkan publikasi
internasional menjadi salah satu faktor yang mendukung pengembangan pendidikan
tinggi berkelanjutan yang mampu bersaing secara global.
1.2 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menganalisis peran dan dampak
sertifikasi dosen dan publikasi ilmiah terhadap pengembangan pendidikan tinggi yang
berkelanjutan agar mampu bersaing secara global.
1.3 Ruang Lingkup
Makalah ini disusun berdasarkan kajian pustaka (literature study) yang diambil

dari berbagai sumber, antara lain buku, jurnal, artikel serta olahan data dari internet, dan
lain-lain. Adapun ruang lingkup yang dikaji dalam makalah ini adalah:
- peran dan dampak sertifikasi dosen terhadap pengembangan pendidikan tinggi
berkelanjutan (sebelum dan setelah kebijakan diterapkan), dan
- peran dan dampak publikasi ilmiah terhadap pengembangan pendidikan tinggi
berkelanjutan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sertifikasi Dosen
Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama
mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat
(PP No. 37 Tahun 2009 Tentang Dosen). Dosen wajib memiliki kualifikasi akademik,
kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, dan memenuhi kualifikasi
lain yang dipersyaratkan satuan pendidikan tinggi tempat bertugas, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
UU No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen pasal 7 menjelaskan tentang
profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan

prinsip sebagai berikut: (1) Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme; (2)
Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan

akhlak mulia; (3) Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai
dengan bidang tugas; (4) Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang
tugas; (5) Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; (6)
Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja; (7) Memiliki
kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan
belajar sepanjang hayat; dan (6) Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan.
Dalam rangka menjalankan tugas keprofesionalannya tersebut dosen diwajibkan
mempunyai sertifikat profesi pendidik. Program sertifikasi profesi pendidik dalam hal
ini sertifikasi dosen atau serdos merupakan upaya meningkatkan mutu pendidikan
nasional, dan memperbaiki kesejahteraan dosen, dengan mendorong dosen secara
berkelanjutan meningkatkan profesionalismenya. Sertifikat pendidik yang diberikan
kepada dosen melalui proses sertifikasi adalah bukti formal pengakuan pemerintah dan
masyarakat terhadap dosen sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan tinggi.
Serdos merupakan program yang dijalankan berdasar UU Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen, dan PP No. 37 Tahun 2009 Tentang Dosen dan Peraturan Mendiknas No. 47
Tahun 2009 Tentang Sertifikasi Pendidik untuk Dosen. Proses penilaian akhir portofolio
dilakukan oleh asesor, yang diusulkan oleh perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi
dosen setelah mengikuti pembekalan sertifikasi, dan mendapatkan pengesahan dari

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Dosen harus memiliki kualifikasi akademik yang diperoleh melalui pendidikan
tinggi program pascasarjana yang terakreditasi sesuai dengan bidang keahlian,
minimum kualifikasi seperti berikut ini. (1) Lulusan program magister untuk program
diploma atau program sarjana, (2) Lulusan program doktor untuk program pascasarjana.
Kemudian Serdos, diberikan setelah memenuhi persyaratan sebagai berikut: (1)
Memiliki pengalaman kerja sebagai pendidik pada perguruan tinggi sekurangkurangnya 2 (dua) tahun; (2) Memiliki jabatan akademik sekurang-kurangnya asisten
ahli; dan (3) Lulus sertifikasi yang dilakukan oleh perguruan tinggi terakreditasi yang
menyelenggarakan program pengadaan tenaga kependidikan pada perguruan tinggi yang
ditetapkan oleh Pemerintah RI.
Untuk mendapat pengakukan sebagai dosen profesional, maka dosen tersebut
harus melalui uji kompetensi yang dilakukan dalam bentuk penilaian portofolio, yang
merupakan penilaian pengalaman akademik dan profesional. Penilaian portofolio dosen
dilakukan untuk menentukan pengakuan atas kemampuan profesional dosen, dalam
bentuk penilaian terhadap kumpulan dokumen yang mendeskripsikan: (1) Kualifikasi
akademik dan unjuk kerja tridharma perguruan tinggi; (2) Persepsi dari atasan, sejawat,
mahasiswa dan diri sendiri tentang kepemilikan kompetensi pedagogik, profesional,
sosial, dan kepribadian; dan (3) Pernyataan diri tentang kontribusi dosen yang
bersangkutan dalam pelaksanaan dan pengembangan tridharma perguruan tinggi.
2.2 Publikasi Ilmiah

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “publikasi” memiliki dua arti
kata, yaitu 1) pengumuman dan 2) penerbitan, sedangkan kata “ilmiah” berarti bersifat
ilmu atau secara ilmu pengetahuan atau memenuhi syarat (kaidah) ilmu pengetahuan.
Lebih lanjut disebutkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa publikasi primer

jurnal dan publikasi berseri merupakan kumpulan makalah dengan subjek yang sama
atau publikasi yang disajikan pada konferensi atau pertemuan yang sama
(http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/kbbi/index.php, diakses 23 Mei 2016).
Publikasi ilmiah adalah sistem publikasi yang dilakukan berdasarkan peer review
dalam rangka untuk mencapai tingkat obyektivitas setinggi mungkin
(https://id.wikipedia.org/wiki/Publikasi_ilmiah, diakses 23 Mei 2016). Waseso di dalam
Suaedi (2015) menyebutkan bahwa publikasi ilmiah dapat dimaknai sebagai upaya
untuk menyebarluaskan suatu karya pemikiran seseoarang atau sekelompok orang
dalam bentuk laporan penelitian, makalah, buku atau artikel. Selanjutnya Anshori di
dalam Suaedi (2015) menyatakan bahwa publikasi ilmiah adalah salah satu upaya agar
karya ilmiah yang telah dibuat dapat dibaca oleh orang lain. Menurut Day (1998),
tujuan penelitian ilmiah adalah publikasi. Sebuah karya ilmiah adalah laporan tertulis
dan diterbitkan yang menggambarkan hasil penelitian.
Publikasi ilmiah bagi dosen merupakan salah satu kewajiban yang harus dipenuhi
sebagai pemegang jabatan fungsional atau jabatan akademik. Pasal 12 (3) UU No

12/2012 menyatakan bahwa dosen secara perseorangan atau berkelompok wajib
menulis buku ajar atau buku teks, yang diterbitkan oleh Perguruan Tinggi dan/atau
publikasi ilmiah sebagai salah satu sumber belajar dan untuk pengembangan budaya
akademik serta pembudayaan kegiatan baca tulis bagi Sivitas Akademika. Lebih lanjut
disampaikan dalam Pasal 46 (2) UU No 12/2012 dan Pasal 44 (5) Peraturan Menteri
Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 44 tahun 2015 bahwa hasil hasil
penelitian yang tidak bersifat rahasia, tidak mengganggu dan/atau tidak membahayakan
kepentingan umum atau nasional wajib disebarluaskan dengan cara diseminarkan,
dipublikasikan, dipatenkan, dan/atau cara lain yang dapat digunakan untuk
menyampaikan hasil penelitian kepada masyarakat. Dipublikasikan artinya bahwa hasil
Penelitian dimuat dalam jurnal ilmiah yang terakreditasi dan/atau buku yang telah
diterbitkan oleh Perguruan Tinggi atau penerbit lainnya dan memiliki International
Standard Book Number (ISBN). Hal tersebut dipertegas kembali oleh Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB) Nomor 17 Tahun
2013 dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 92 Tahun 2014
mengatur kenaikan jenjang jabatan akademik dosen mewajibkan untuk publikasi pada
jurnal ilmiah nasional terakreditasi dan jurnal internasional bereputasi di bidangnya.
Kebijakan ini mendorong dosen agar lebih produktif dalam menghasilkan publikasi
ilmiah, sehingga dapat meningkatkan daya saing bangsa Indonesia di tingkat dunia
dalam hal publikasi.

III. PEMBAHASAN
Untuk menjadi PT yang berdaya saing global atau berkelas dunia, beberapa
indikator kinerja yang perlu diperhatikan antara lain kualifikasi pendidikan dosen,
jumlah publikasi internasional per dosen, rasio mahasiswa sarjana dan pascasarjana,
jumlah mahasiswa asing, anggaran riset per dosen, dan kekuatan penggunaan jaringan
komunikasi. Dosen memegang peranan penting untuk mencapai dua dari enam indikator
kinerja tersebut, yaitu kualifikasi pendidikan dosen dan jumlah publikasi internasional.
Kualifikasi pendidikan dosen akan menunjukkan kualitas dosen yang salah satunya
dapat diukur melalui proses sertifikasi dosen. Peningkatan kompetensi dosen salah
satunya dapat dilakukan melalui kegiatan penelitian dan pengembangan dengan salah

satu luarannya adalah publikasi ilmiah. Berikut diuraikan urgensi atau pentingnya
sertifikasi dosen dan publikasi ilmiah dalam pengembangan pendidikan tinggi
berkelanjutan.
3.1 Sertifikasi Dosen dalam Pengembangan Pendidikan Tinggi Berkelanjutan
Memasuki era ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge based economy), sektor
pendidikan dipandang sebagai suatu sektor strategis dalam pembangunan dewasa ini.
Kualitas pendidikan dan kemampuan menguasi ilmu pengetahuan sangat mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi, kemakmuran, dan kesejahteraan suatu negara. Setelah
bergulirnya era reformasi tahun 1998, tuntutan penyelenggaraan pelayanan pendidikan

yang berazaskan “good governance” semakin menguat. Pemerintah melalui Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional telah menyusun strategi
Kerangka Pengembangan Pendidikan Tinggi Jangka Panjang (KPPT-JP) III 1995-2005
dan selanjutnya dikembangkan menjadi Strategi Perguruan Tinggi Jangka Panjang
(SPT-JP atau HELTS (Higher Education Long Term Strategy) 2003-2010 (Depdiknas,
Ditjen DIKTI 2004a, 2004b). Pengembangan SDM menjadi salah satu bagian penting
dari HELTS 2003-2010. Beberapa tantangan dalam pengembangan SDM Perguruan
Tinggi di Indonesia terkait dengan kuantitas, kualitas, dan kinerjanya. Berbagai
penelitian menunjukkan bahwa di Indonesia menghadapi isu ketidakmerataan jumlah
dan kualifikasi SDM baik antar wilayah, maupun bidang ilmu (Kartiwa, 2006). Tabel 1
memperlihatkan profil sebaran SDM Perguruan Tinggi di Indonesia.
Tabel 1 Profil
tenaga pendidik
Indonesia
berdasarkan
jenjang pendidikan
XWilayah

Jenjang Pendidikan

D3

D4

S1

S2

S3

Sp1

Sp
2

Profe
si

Tanpa Jenjang

20.33
2
12.95
0
2.492

84.19
9
34.89
1
8.168
15.48
0
10.04
6

18.50
0

1.33
4

21
9

512

9.642

4.439

603

92

444

4.214

1.171

46

5

65

867

3.400

117

27

277

2.158

1.063

45

8

86

1.223

Jawa dan Bali

295

Sumatera

276

Kalimantan

32

1.62
7
1.22
7
234

Sulawesi

40

268

6.428

Nusa Tenggara,
Maluku, dan Papua

22

183

4.196

Sumber: diolah dari http://forlap.ristekdikti.go.id/dosen/homegraphjenjang, diakses 7 Juni 2016

Dari tabel tersebut telihat adanya ketidakmerataan alokasi sumberdaya manusia,
sehingga kompetensi dosen mulai dipertanyakan, terutama sejak dikeluarkannya HELTS
2003-2010 yang menuntut adanya kesiapan dosen sebagai backbone perguruan tinggi
untuk meningkatkan daya saing bangsa. Tuntutan dan tantangan tersebut, menuntut
pendidikan termasuk perguruan tinggi harus mengembangakan sumber daya khususnya
tenaga pengajar yang bertugas menghasilkan moral force bangsa, dan tenaga pengajar
harus meningkatkan kualitas dalam proses belajar mengajar agar lebih kompetitif dan
komprehensif. Standar kompetensi dan standarisasi tenaga pengajar di Perguruan Tinggi
yang ditentukan oleh kemampuan melaksanakan tugas yang berbasiskan keterampilan,
pengetahuan, dan perilaku diperlukan agar pelaksanaan proses pembelajaran di

perguruan tinggi dapat berjalan dengan baik. Oleh karenanya wacana sertifikasi tenaga
pengajar atau sertifikasi dosen sudah menjadi sangat penting.
Sertifikasi dan kompetensi dosen menjadi penting karena terkait dengan kesiapan
dosen dalam mendidik mahasiswa. Sertifikasi menjadi slah satu bentuk jaminan mutu
kompetensi seseorang yang seharusnya menjadi tanggungjawab organisasi profesi
(Ditjen Dikti 2004b: 26). Sertifikasi diberikan kepada seseorang sebagai pengakuan atas
keahlian atau keterampilan tertentu yang biasanya diberikan oleh asosiasi profesi
tertentu dan merupakan lisensi untuk melakukan pekerjaan pada bidang yang spesifik.
Sertifikasi terdiri dari berbagai tingkatan, mulai dari tingkat dasar (basic) sampai tinggi
(advance). Sertifikasi menjadi alat yang memberikan jaminan pada publik yang
menunjukkan kualifikasi tenaga pengajar yang kompeten di bidangnya sesuai dengan
standar nasional.
Kompetensi dosen perguruan tinggi menjadi penting mengingat sejauh ini belum
ada mekanisme dan format yang pasti yang mampu memberikan gambaran bagaimana
kualifikasi seorang dosen dapat dinilai, diklasifikasi dan dipertanggungjawabkan. Hal
ini tentu saja tidak bisa sepenuhnya disalahkan pada tenaga pengajar, karena pemerintah
sendiri belum mempunyai format yang pasti mengenai bagaimana standarisasi dan
sertifikasi dosen dilakukan.
Dosen yang tidak dapat memenuhi kualifikasi akademik, kompetensi, dan
sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud dalam PP No. 37 Tahun 2009 dalam jangka
waktu 10 (sepuluh) tahun sejak berlakunya UU No. 14 Tahun 2005 akan dikenai sanksi
oleh Pemerintah melalui penyelenggara pendidikan tinggi atau satuan pendidikan tinggi
yang diselenggarakan masyarakat berupa: (a) dialihtugaskan pada pekerjaan tenaga
kependidikan yang tidak mempersyaratkan kualifikasi dan kompetensi dosen; (b)
diberhentikan tunjangan fungsional atau subsidi tunjangan fungsional, dan tunjangan
khususnya; atau (c) diberhentikan dari jabatan sebagai dosen.
Setelah batas waktu sertifikasi dosen (serdos) berakhir, mulai tahun 2016 ini para
dosen yang belum menempuh sertifikasi atau yang tidak memiliki jabatan fungsional
akademik sebagai tenaga pengajar, maka bukan termasuk dosen. Keputusan tersebut
masih menjadi masalah karena banyak perguruan tinggi yang kemudian terkendala
dikarenakan keputusan Serdos. Sampai saat ini, keputusan mengenai serdos masih
menjadi PR (pekerjaan rumah) bagi Kemenristekdikti.
Seperti dijelaskan di atas, pada awal tahun 2016 idealnya seluruh dosen di tanah
air sudah harus bersertifikat atau sudah lulus serdos. Namun demikian dari 222.191
dosen tetap yang tercatat di Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDPT) sebanyak
136.898 orang atau 61,61% belum bersertifikat. Salah satu kendalanya adalah sekitar
40.837 dosen belum berkualifikasi S2, bahkan sebagian dosen tidak diketahui jenjang
pendidikannya (http://forlap.ristekdikti.go.id/ dosen/homerekapserdos, diakses 7 Juni
2016). Di lain pihak kemampuan pemerintah dalam memberikan beasiswa hanya 3.700
orang per tahun.
Terdapat tiga isu penting mengapa sertifikasi dosen tersebut menjadi urgent atau
sangat mendesak dilaksanakan atau lebih tepatnya harus segera diselesaikan yakni:
1. Batas waktu target UU No. 14 Tahun 2005 kemudian di perjelas dengan PP No. 37
Tahun 2009 yang mengharuskan seluruh dosen di Indonesia sudah bersetifikat
profesi paling lambat 10 tahun semenjak UU No. 14 Tahun 2005 di tetapkan yang
artinya akhir tahun 2015 sudah berakhir;

2.
3.

Penetapan target rencana strategis Kemenristekdikti Tahun 2015-2019 yang
menjadikan peningkatan mutu dan daya saing global sebagai indikator utama
keberhasilan perguruan tinggi yang sebelumnya menjadi prioritas ke tiga; dan
Masih banyaknya ketidaklulusan dosen dalam mengikuti serdos yakni sebanyak
47,17% (11.148 orang lulus dan 5.259 orang tidak lulus) pada periode tahun 2015
dikarenakan: (a) ditemukan kemiripan isian narasi Deskripsi Diri (DD) dengan
yang disusun oleh Dosen yang Bersangkutan (DYS); (b) tidak ditemukan bukti
karya ilmiah yang dipublikasikan pada isian DD; dan (c) terdapatnya dokumen
pekerti/applied approach (AA) yang tidak sah / palsu.

Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan beberapa upaya untuk meningkatkan
kompetensi dosen melalui sertifikasi dosen agar minimal berstandar nasional. Menurut
Kartiwa (2006) beberapa alternatif yang dapat dilakukan diantaranya yaitu:
 mendirikan lembaga penyelenggara penjaminan kompetensi dan sertifikasi tenaga
pengajar yang berbasis keilmuan pada level fakultas,
 dalam upaya menjamin transparansi dan akuntabilitas, lembaga sertifikasi didirikan
dalam bentuk konsorsium perguruan tinggi dengan bidang keilmuan yang sama
dengan standar, mekanisme, dan pola keanggotaan yang ketat,
 lembaga tersebut akan menentukan standar kompetensi yang harus dimiliki dosen
sesuai bidang ilmunya serta melakukan fungsi pengawasan dan evaluasi secara
reguler,
 lembaga tersebut menjalankan fungsi-fungsi strategis dalam penjaminan sertifikasi
dosen, seperti pelatihan, pengembangan strategi pembelajaran, penelitian, dan lainlain yang mengarah pada terbentuknya sistem sertifikasi yang akuntabel, dan
 untuk memenuhi standar nasional dan internasional, lembaga tersebut diharapkan
mampu melakukan kerjasama (networking) dengan lembaga-lembaga profesi yang
diakui oleh pengguna jasa.
Pada kenyataannya upaya yang disarankan oleh Kartiwa tersebut tidaklah mudah
dilaksanakan karena masih banyak dosen berkualifikasi sarjana. Selama ketentuan
sertifikasi dosen mengacu pada Peraturan Mendiknas No. 47 Tahun 2009 yang
mengharuskan dosen memiliki kualifikasi minimal magister dan tidak ada peraturan
tantang konversi keahlian/kepakaran dosen pada Kerangka Kualifikasi Nasional
Indonesia (KKNI) yang memenuhi kualifikasi setara magister tentu saja target
sertifikasi tersebut sangat sulit terpenuhi. Pemerintah harus berani merumahkan dan
mealihtugaskan dosen ke pekerjaan non-pendidik karena yang berhak mengajar hanya
dosen yang bersertifikat pendidik (UU No.14 Tahun 2005).
3.2 Publikasi Ilmiah dalam Pengembangan Pendidikan Tinggi Berkelanjutan
Pada Tabel 2 dapat dilihat bagaimana posisi publikasi Indonesia di tingkat Asia
dan dunia berdasarkan The SCImago Journal & Country Rank (1996-2014), dimana
Indonesia berada pada peringkat ke-11 untuk tingkat Asia dan peringkat ke 57 untuk
tingkat dunia. Hal yang sama ditunjukkan oleh data publikasi terindeks Scopus dimana
produktivitas publikasi Indonesia masih tertinggal dibandingkan beberapa negara
ASEAN dan sangat tertinggal jika dibandingkan dengan beberapa negara di Asia
(Gambar 1). Pada Gambar 2 diperlihatkan bagaimana perkembangan publikasi terindeks
Scopus dari lima PTN besar di Indonesia, trend perkembangan publikasi sebagian besar

PTN Indonesia cenderung meningkat, kecuali ITB yang mengalami penurunan cukup
signifikan pada tahun 2015.
Kondisi publikasi ilmiah yang diperlihatkan pada Tabel 2 serta Gambar 1 dan 2
menunjukkan bahwa daya saing bangsa Indonesia di tingkat regional dan dunia dari
aspek penelitian masih tertinggal. Hal tersebut juga dinyatakan oleh Ditjen Penguatan
Riset dan Pengembangan (2016) yang menyadari bahwa jumlah publikasi internasional
yang dihasilkan oleh akademisi Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan dengan
negara-negara lain, bahkan dengan sejumlah negara ASEAN. Oleh karenanya perlu
dilakukan perbaikan mutu penelitian agar dapat mewujudkan negara yang bermutu dan
berwibawa, yang salah satu indikator utamanya adalah publikasi internasional para
peneliti dan akademisi.

Tabel 2 Peringkat publikasi Indonesia di tingkat Asia dan Dunia berdasarkan The
SCImago Journal & Country Rank (1996-2014)

2012

2013

Indonesia
China

2014

Singapore
India

Country
USA
China
UK
Germany
India
Brazil
Singapore
Malaysia
Thailand
Morocco
Indonesia

Document
s

H
index

8.626.193
3.617.355
2.397.817
2.176.860
998.544
598.234
192.942
153.378
109.832
35.962
32.355

1648
495
1015
887
383
379
349
165
213
117
140

Malaysia
Japan

2015

144,903
38,774
38,502
26,682

2,497
6,230
7,738
4,459

119,465
106,454
75,512

6,819
18,575
24,606
11,911

426,330

479,189
123,042
110,266
76,631

6,224
19,065
27,919
13,249

445,677
111,352
115,762
73,130

4,997
18,643
25,010
12,171

104,156
116,542
69,976

3,811
17,915
22,565
11,898

404,954

Asia
Worl
H
Ran
Country
Documents
d
index
k
Rank
1
China
3.617.355
495
1
2
Japan
2.074.872
745
2
3
India
998.544
383
3
4
South Korea
739.229
424
4
5
Taiwan
491.560
331
9
6
Hong Kong
200.580
359
15
7
Singapore
192.942
349
32
8
Malaysia
153.378
165
36
9
Thailand
109.832
213
43
10
Pakistan
81.612
148
56
57
11
Indonesia
32.355
140
Sumber: http://www.scimagojr.com/, diakses 19 Mei 2016

1 9 Mei 2 0 1 6

Thailand
South Korea

Sumber: http://www.scopus.com/, diakses 19 Mei 2016

Gambar 1. Perkembangan publikasi terindeks Scopus delapan negara di Asia

800
612

563
476
303
183

147

108
2012

500

468
297

384

382

295

225

300
237

291

2014

2015

180
2013
UI

ITB

IPB

UGM

380
224
227
157 145
114
1 9 Me i 2 0 1 6
ITS

Sumber: http://www.scopus.com/, diakses 19 Mei 2016

Gambar 2. Perkembangan publikasi terindeks Scopus lima PTN di Indonesia
Pemeringkatan dan akreditasi PT telah memasukkan publikasi ilmiah sebagai
salah satu indikator atau kriteria yang dinilai. Di tingkat dunia, pemeringkatan PT
berdasarkan QS World University Rankings menjadikan sitasi per dosen sebagai salah
satu kriteria yang dinilai dengan bobot 20%, yang datanya diperoleh dari database
Scopus. Di tingkat regional, sebagai contoh adalah akreditasi ASEAN University
Network-Quality Assurance (AUN-QA) yang memasukkan luaran penelitian berupa
publikasi, kekayaan intelektual dan komersialisasi sebagai salah satu kriteria untuk
kategori penelitian. Di tingkat nasional, salah satu elemen penilaian standar penelitian
dan pengabdian kepada masyarakat dalam Akreditasi Institusi PT adalah publikasi hasilhasil penelitian, yaitu publikasi dalam jurnal yang memiliki reputasi dan prosiding
ilmiah internasional, publikasi dalam jurnal dan prosiding ilmiah nasional terakreditasi,
dan jumlah dosen yang menulis buku ajar, yang masing-masing berbobot 1,06%.
Menurut Zhou (2013), produktivitas publikasi dapat dipengaruhi oleh banyak
faktor seperti pemasukan basis data, evaluasi kebijakan, serta investasi penelitian dan
pengembangan serta jumlah peneliti. Lebih lanjut Zhou (2013) menyampaikan dua
faktor yang mungkin akan memperlambat pertumbuhan publikasi internasional, yaitu
pertumbuhan kerjasama internasional dan peningkatan jumlah peneliti yang mampu
menerbitkan publikasi internasional.
Pemerintah Indonesia memiliki komitmen tinggi untuk mendorong dan
melakukan percepatan peningkatan jumlah publikasi ilmiah. Kewajiban dosen untuk
melakukan publikasi secara tegas telah diatur dalam UU No. 12 Tahun 2012,
Permenristekdikti No. 44 Tahun 2015, PermenPANRB No. 17 Tahun 2013 dan
Permendikbud No. 92 Tahun 2014. Kewajiban tersebut didukung oleh pendanaan yang
secara tegas dinyatakan dalam UU No. 12 Tahun 2012 bahwa perguruan tinggi
mendapatkan Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) dimana paling
sedikit 30% dialokasikan untuk kegiatan penelitian. Jumlah publikasi internasional
menjadi Indikator Kinerja Sasaran Strategis Kemenristekdikti 2015-2019 dimana
targetnya adalah 5.008 (2015), 6.229 (2016), 7.769 (2017), 9.689 (2018), dan 12.089
(2019). Untuk mencapai kinerja tersebut, program-program yang dilaksanakan oleh
Ditjen Penguatan Riset dan Pengembangan terkait publikasi antara lain: pelatihan
penulisan artikel ilmiah internasional dan nasional; pelatihan pengelolaan dan akreditasi
jurnal elektronik; bantuan pengelolaan/tata kelola jurnal elektronik; pelatihan dosen

sebagai calon asesor akreditasi terbitan berkala ilmiah; bantuan internasionalisasi jurnal;
insentif artikel jurnal internasional; serta melanggan dan menyediakan referensi ilmiah
bagi dosen peneliti.
Ketentuan tentang sertifikasi dosen berpengaruh nyata terhadap produktivitas
dosen dalam menghasilkan karya ilmiah dan penelitian, walaupun kontribusi
pengaruhnya dinilai masih sangat rendah. Sertifikasi mempunyai hubungan yang searah
terhadap produktivitas dosen dalam menghasilkan karya ilmiah dan penelitian.
Hubungan tersebut mengartikan, dengan adanya sertifikasi yang diberikan kepada dosen
yang sudah disertifikasi, dapat berkontribusi terhadap peningkatan produktivitas dosen
dalam menghasilkan karya ilmiah dan penelitian (Muhradi, 2011).
Dorongan untuk melakukan publikasi ilmiah juga disampaikan melalui surat
Dirjen Dikti No. 152/E/T/2012 yang mewajibkan publikasi bagi lulusan S1, S2, dan S3.
Surat edaran tersebut ditanggapi beragam oleh PT, sebagai contoh IPB dan ITB
menanggapinya dengan mewajibkan lulusan S2 dan S3 untuk publikasi. Sebelum edaran
tersebut, IPB juga telah mengatur ketentuan tentang publikasi yang dihasilkan dari
kegiatan penelitian melalui SK Rektor IPB No. 03/I3/PL/2010 sebagai berikut:
a. Dana penelitian per tahun < Rp 50 juta: 1 (satu) artikel dalam jurnal nasional,
dan/atau 2 (dua) artikel/sub bab dalam buku/prosiding;
b. Dana penelitian per tahun > Rp 50 juta < Rp. 100 juta : 1 (satu) artikel dalam jurnal
internasional, dan/atau 2 (dua) artikel dalam jurnal nasional, dan/atau 4 (empat)
artikel/sub bab dalam buku/prosiding;
c. Dana penelitian per tahun > Rp 100 juta: 1 (satu) artikel dalam jurnal internasional,
1 (satu) artikel dalam jurnal nasional, dan/atau 2 (dua) artikel/sub bab dalam
buku/prosiding.
Berdasarkan uraian di atas terlihat bagaimana pentingnya publikasi ilmiah yang
tidak hanya berperan dan berdampak terhadap pengembangan pendidikan tinggi
berkelanjutan, tetapi lebih jauh dari hal itu adalah meningkatkan daya saing bangsa
Indonesia di tingkat dunia (global). Selain itu, terdapat manfaat lain dari budaya yang
dibentuk melalui publikasi karya ilmiah, yaitu: 1) budaya baca, 2) budaya tulis, 3)
budaya jujur (tidak plagiat), 4) budaya berbagi, 5) budaya menghargai orang lain, dan 6)
budaya analitis. Manfaat publikasi ilmiah dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu 1)
bagi mahasiswa agar mampu membaca dan menulis karya ilmiah (analitis)serta
mengenali jurnal ilmiah untuk mencari rujukan; 2) bagi dosen akan memudahkan
tanggung jawab terhadap keaslian karya bimbingannya dan pemenuhan angka kredit; 3)
bagi PT untuk menyemarakkan kehidupan kampus dan meningkatkan reputasi PT; dan
4)
bagi
negara
untuk
meningkatkan
reputasi
negara
(http://luk.staff.ugm.ac.id/acu/Karya IlmiahDikti.pptx, diakses 23 Mei 2016).
IV KESIMPULAN
Urgensi sertifikasi dosen dalam keberlanjutan perguruan tinggi sangatlah besar
pengaruhnya, karena dosen yang bersertifikat pendidik merupakan bentuk pengakuan
pemerintah dan publik untuk menghasilkan lulusan perguruan tinggi yang bermutu dan
berdaya saing tinggi sesuai dengan kompetensinya. Meraih pengakuan sebagai dosen
bersertifikat pendidik tidaklah mudah, selain harus memenuhi kriteria/standar minimal
pendidikan juga diharuskan lolos uji kompetensi sesuai dengan bidang keahliannya.

Banyaknya dosen yang tidak lolos serdos dikarenakan tidak ditemukannya publikasi
ilmiah dan ditemukannya pemalsuan sertifikat applied approach menunjukan ketidakpedulian DYS akan misi yang diembannya sebagai pendidik yang sebaiknya direspon
cepat pemerintah untuk menyelamatkan dunia pendidikan nasional.
Kondisi publikasi internasional Indonesia memperlihatkan bahwa daya saing
bangsa Indonesia di tingkat regional dan dunia dari aspek penelitian masih tertinggal.
Publikasi menjadi salah satu kriteria yang dinilai dalam pemeringkatan dan akreditasi
PT baik di tingkat nasional maupun internasional. Publikasi ilmiah tidak hanya berperan
dan berdampak terhadap pengembangan pendidikan tinggi berkelanjutan, tetapi lebih
dari hal itu adalah memperlihatkan kualitas penelitian dan meningkatkan daya saing
bangsa Indonesia di tingkat dunia (global).
Pemberlakuan ketentuan sertifikasi dosen berpengaruh nyata terhadap
produktivitas dosen dalam menghasilkan karya ilmiah dan penelitian. Dosen yang sudah
bersertifikasi akan meningkatkan produktivitasnya dalam menghasilkan karya ilmiah
dan penelitian.

DAFTAR PUSTAKA
ASEAN University Network-Quality Assurance (AUN-QA). [internet]. [diacu 2016 Juni 02].
Tersedia dari http://www.aunsec.org/pdf/aunwebsite/01_AUNQAGuidelineManual.
pdf.
Day RA. 1998. How to Write & Publish a Scientific Paper. 5 th edition. Oryx Press, Phoenix.
Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. 2004a. Strategi
Jangka Panjang Pendidikan Tinggi 2003-2010 (HELTS): Menuju Sinerji Kebijakan
Nasional.
Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. 2004b. Strategi
Jangka Panjang Pendidikan Tinggi 2003-2010 (HELTS): Mewujudkan Perguruan
Tinggi Berkualitas.
Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan-Kementerian Riset, Teknologi, dan
Pendidikan Tinggi. 2016. Panduan Pelaksanaan Penelitian dan Pengabdian kepada
Masyarakat di Perguruan Tinggi Edisi X.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2016. [internet]. [diacu 2016 Mei 23]. Tersedia dari
http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/kbbi/index.php.
Kartiwa A. 2006. Urgensi Kompetensi dan Sertifikasi Keahlian dalam Pengelolaan
Perguruan Tinggi. [internet]. [diacu 2016 Mei 23]. Tersedia dari
http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/05/kompetensi_dan_sertifikasi_ke
ahlian_ dalam_pengelolaan_perg.pdf.
Kartiwa, A, 2006. Urgensi Kompetensi dan Sertifikasi Keahlian dalam Pengelolaan
Perguruan Tinggi, Prosiding Seminar Temu Dekan Fakultas Ilmu Sosial Politik dan
Ilmu Administrasi Se Indonesia, 2006 Semarang.
Kebijakan Publikasi Karya Ilmiah Bagi Mahasiswa. [internet]. [diacu 2016 Mei 23].
Tersedia dari http://luk.staff.ugm.ac.id/acu/KaryaIlmiahDikti.pptx.
Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Pangkalan Data Pendidikan Tinggi.
[internet]. [diacu 2016 Juni 7]. Tersedia dari http://forlap.ristekdikti.go.id/.
Muhardi. Nurcahyono, Arinto. 2011. Pengaruh Tunjangan Sertifikasi terhadap
Produktivitas Dosen dalam Menghasilkan Karya Ilmiah dan Penelitian. Prosiding
SNaPP201: Sosial, Ekonomi, dan Humaniora. ISSN 208. Vol 2, No.1, Th. 2011.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 47 Tahun 2009 Tentang Sertifikasi Pendidik
untuk Dosen.
Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Nomor 13 Tahun 2015 Tentang
Rencana Strategis Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Tahun 20152019.
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2009 Tentang Dosen.
QS World University Rankings: Methodology. [internet]. [diacu 2016 Juni 02]. Tersedia dari
http://www.topuniversities.com/university-rankings-articles/world-universityrankings /qs-world-university-rankings-methodology.
SCImago Journal & Country Rank. 2016. Country Rankings 1996-2014. [internet]. [diacu
2016 Mei 19]. Tersedia dari http://www.scimagojr.com/countryrank.php.
Scopus. 2016. [internet]. [diacu 2016 Mei 19]. Tersedia dari https://www.scopus.com/.
Stanciu RD. 2015. Performance Management – A Strategic Tool. FAIMA Business &
Management Journal. 3(2): 5-12.
Suaedi. 2016. Penulisan Ilmiah. Penerbit IPB Press, Bogor.
Surat Keputusan Rektor IPB Nomor 03/I3/PL/2010 tentang Diseminasi Hasil Penelitian dan
Keterlibatan Mahasiswa dalam Penelitian yang Tidak Berpotensi Menghasilkan Paten
di Lingkungan IPB.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi.
Undang-Undang Nomor Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen.
Wicaksono PE. 2015. Anggaran Pendidikan di APBN 2016 Cetak Sejarah. [internet]. [diacu
2016 Juni 03]. Tersedia dari http://bisnis.liputan6.com/read/2356557/anggaran-pendidikan -di-apbn-2016-cetak-sejarah.
Wikipedia. 2016. [internet]. [diacu 2016 Mei 23]. Tersedia dari https://id.wikipedia.org/
wiki/Publikasi_ilmiah.
Zhou P. 2013. The growth momentum of China in producing international scientific
publications seems to have slowed down. Journal of Information Processing and
Management. 49: 1049–1051.