APRESIASI DAN idd KREASI SASTRA

APRESIASI DAN KREASI SASTRA
Oleh Ahmad Bahtiar, M.Hum

1

Tujuan pembelajaran sastra di sekolah memperkaya
pengalaman siswa dan menjadikannya lebih tanggap alam sekitar
dan lingkungan. Untuk itu landasan pembelajaran harus bertumpu
pada apresiasi dan tujuan dari sastra itu sendiri, yaitu menyenangkan
dan bermanfaat. Apresiasi sastra melibatkan banyak aspek dan
langka-langkah yang tepat untuk dapat mencapai tahapan tertentu.
Selain mampu berapresiasi guru juga harus mampu berkreasi dalam
sastra. Ia harus menjadi model untuk murid-murid dalam
mendapatkan pengalaman sastra.
A.

Apresiasi Sastra
Berdasarkan aspek etimologi, apresiasi berasal dari bahasa
Latin, ‘apresiatio’ yang berarti mengindahkan atau menghargai.
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ada
beberapa kata apresiasi: 1. kesadaran terhadap nilai seni dan budaya;

2. penilaian (penghargaan terhadap sesuatu); 3. kenaikan nilai
barang karena harga pasarnya naik atau permintaan barang itu
bertambah.2
Apresiasi berarti penaksiran kualitas karya serta serta memberi
nilai
yang wajar kepadanya berdasarkan pengamatan dan
pengalaman yang jelas, sadar, dan kritis.3 Pendapat lain menjelaskan
apresiasi adalah kegiatan menggauli cipta sastra dengan sungguh-

1

Dosen PBSI FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
2007), h. 62
3
Djago Tarigan, Prinsip-prinsip Dasar Sastra (Bandung: Angkasa, 3022),
h. 236.

sungguh sehingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan
pikiran kritis, dan kepekaan perasaan baik terhadap cipta sastra.4

Seseorang yang melakukan kegiatan apresiasi tidak hanya
menikmati karya tetapi mendapatkan nilai yang tekandung
didalamnya. Nilai-nilai itulah yang akan membentuk kreativitas,
kehalusan, dan keindahan siswa. Selain itu siswa mendapatkan
pengalaman baru dari karya sastra yang dibacanya dan
disaksikannya dan dapat memanfaatkan pengalaman tersebut dalam
menghadapi kehidupan yang lebih baik. untuk mendapatkan
pengalaman sastra, siswa haruslah berhadapan dengan karya sastra
dan menyaksikan serta mementaskan drama. Oleh karena itu, teknik
atau bentuk apresiasi yang dilakukan di dalam kelas adalah
membaca, menulis dan mementaskan karya.
Untuk itu diperlukan guru yang menguasai karya sastra dan
mampu menulis dengan baik. Selain itu dibutuhkan buku-buku
sastra yang tidak sedikit baik judul maupun tirasnya. Agar
pembelajaran sastra dapat diterima dengan baik, pengajar sastra
dituntut agar minimal dapat: (1) menyenangi sastra, (2) menguasai
materi sastra, (3) memahami hakikat dan tujuan dan pembelajaran
sastra, (4) memiliki kemampuan mengapresiasi sastra, dan (5)
mengusai metode dan pengajaran dan penilaian sastra.
Oleh karena itu, apresiasi sastra melibatkan tiga unsur yaitu :

aspek kognitif, emotif, dan evaluatif. Aspek kognitif berkaitan
dengan keterlibatan intelektual pembaca dalam usaha memahami
unsur-unsur yang terkandung dalam teks baik intrinsik maupun
ekstrinsik. Unsur intrinsik meliputi (tema, amanat, tokoh, sudut
pandang, latar, dan bahasa) sedangkan unsur ekstrinsik (latar
belakang pengarang, konteks sosial dan budaya, latar masyarakat
dan lain-lain).

2

4

S. Efendi, Bimbingan Apresiasi Puisi (Ende : Nusa Indah Mustika
Alam) h. 7

1

Aspek emotif berkaitan dengan keterlibatan pembaca dalam
upaya menghayati nilai estika teks. Aspek ini berperan dalam upaya
menginterpretasi teks yang bersifat subyektif. Sementara aspek

evaluatif berkaitan dengan kegiatan memberikan penilaian terhadap
baik-buruknya, indah tidaknya sebuah karya.
1.

Langkah-langkah Mengapresiasi
Untuk dapat memahami, menikmati, dan menghargai atau
menilai karya sastra perlu langkah-langkah yang tepat. Beberapa
langkah tersebut adalah sebagai berikut ini.5
1.
Melibatkan jiwa
Apresiator melibatkan perasaan untuk dapat memahami cerita
dengan berempati kepada tokoh-tokohnya.
2.
Memahami dan menghargai sastrawan
Sastrawan adalah bagian dari masyarakat yang memiliki
persoalan-persoalan seperti masyarakat yang lainnya.
Persoalaan tersebut digambarkan dalam karya-karyanya.
Memahami sastrawan berarti memahami persoalan-persoalan
yang ada di masyarakat.
3.

Menghubungkan (relavansi) pengalaman karya sastra dengan
pengalaman sendiri.
2.

Tingkatan dalam Apresiasi
Seseorang yang melakukan apresiasi disebut apresiator. Ia
dianggap baik (tingkat tinggi) bila ia telah menemukan nilai yang
terdapat di dalam karya sastra dan dapat menikmati karya sastra
yang diapresiasinya. seseorang yang melakukan apresiasi akan
mencapai tahap-tahap atau tingkatan mulai yang terendah sampai
tinggi dalam menghadapi karya sastra.

Pencapaian tersebut diperjelas Yus Rusyana yang membagi
apresiasi menjadi tingkatan sebagai berikut ini.6
1.
Apresiasi Tingkat Pertama
Pada tingkatan ini apresiator merasakan kesenangan,
kegemberiaan, kesedihan, kemarahan sesuai aspek-aspek yang
terkandung di dalam karya sastra. Apresiator seolah-olah ikut serta
dalam cerita atau mengalami kejadian-kejadian yang adalam cerita

tersebut. Tahap ini melibatkan pergulatan emosi apresiator dengan
karya sastra yang dihadapinya.
2.

Apresiasi Tingkat Kedua
Pada tingkata ini apresisiator selain menghadapi pergualatan
emosinya, juga mengalami pergulatan intelektual. Ia memanfaatkan
pengetahuannya tentang sastra yang diperolehnya dari kegiatan tidak
langsung. Kegiatan tidak langsung ini seperti membaca teori sastra,
sejarah sastra, kritik sastra serta esai-esai sastra.
Pengetahuan yang dimilikinya digunakan untuk melihat
kelebihan dan kekurangan karya sastra yang dibaca atau
disaksikannya.
3.

Apresiasi Tingkat Ketiga
Pada tahap ini apresiator menghubungkan pengalaman di
dalam cerita dengan pengalaman di luar cerita. Dengan demikian ia
memanfaatkan pengalaman yang terdapat di dalam cerita untuk
kehidupan sehari-hari. Seseorang pada tingkat ini mampu

mengaitkan tiga aspek sekaligus yaitu emosional, intelektual, dan
pengalamannya.

6

5

Jakob Sumardjo dan Saini K.M., Apresiasi Kesusastraan, (Jakarta :
Gramedia, 1988) h. 174-175.

Djago Tarigan, Pendidikan Keterampilan, (Jakarta : Pusat penerbitan UT,
2005) h. 1033.10.34

2

Pendapat lain tenting tingkat apresiasi dikemukan P.
Suparman sebagai berikut.7
a.
Tingkat Penikmatan
Kegiatannya meliputi : menonton pementasan drama,

mendengarkan pembacaan puisi, pembacaan cerpen.
b.
Tingkat Penghargaan
Kegiatannya meliputi : merasakan suatu pengaruh ke dalam
jiwa, mengagumi, mengambil suatu manfaat dari karya sastra.
c.
Tingkat Pemahaman
Kegiatan meliputi : meneliti unsur intrinsik dan ekstrinsik
karya serta menganalisis dan menyimpulkannya.
d.
Tingkat Penghayatan
Kegiatan meliputi : membuat analisis lanjut, mencari hakikat,
dan menafsirkan karya sastra
e.
Tingkat Pemahaman
Kegiatan meliputi : merasakan manfaat, melahirkan ide baru,
mendayagunakan hasil apresiasi dalam mencapai nilai
material, moral maupun spritual untuk berbagai kepentingan.
B.


Kreasi Sastra
Selain mengajarkan satra, guru bahasa dan sastra Indonesia
harus menularkan pengalaman bersastra kepada muridnya.
Pengalaman bersastra tidak dapat dengan tiba-tiba didapatkan oleh
guru. Untuk mendapatkan pengalaman sastra, guru harus mampu
berkreasi dalam sastra. KBBI menjelaskan kreasi adalah : 1 hasil
daya cipta; hasil daya khayal (penyair, komponis, pelukis, dsb), 2
ciptaan buah pikiran atau kecerdasan manusia.8

7

P. Suparman Natawijaya, Apresiasi Prosa (1986), h.5.3
Tim Penyusun, Kamus Besar ...., h. 599

Kreasi merupakan proses seseorang untuk menciptakan karya
sastra seperti membaca karya sastra di depan umum, menulis karya
dan esai sastra dan mementaskan karya tersebut atau karya orang
lain. Proses itu dapat berlangsung sebentar, tetapi dapat juga
berlangsung lama tergantung kebiasaan atau keterampilan
seseorang.Guru bahasa dan Indonesia harus menjadi model untuk

siswa dalam berkreasi sastra. Kreasi dalam pembelajaran sastra di
kelas oleh gurunya akan lebih berkesan, bermakna, dan banyak
inspirasi.
Untuk dapat berkreasi perlu diketahui tentang sumber ide,
modal yang harus dimiliki serta bagaimana menghindari kebuntuan
.
1.
Sumber Ide
Langkah pertama dalam berkreasi sastra sastra aladah
mendapatkan ide. Untuk mendapatkan itu, seseorang harus melihat
berbagai fenomena baik baik di masyarakat atau di lingkungan
sendiri. Ide juga dapat diperoleh dari bacaan-bacaan. Bacaan
tersebut tidak harus bacaan sastra tetapi dapat juga bacaan-bacaan
umum. Biografi pengarang beserta proses kreatifnya bisa menjadi
sumber inpirasi yang utama. Selain bacaan, ide dapat diperoleh
dengan diskusi dengan banyak kalangan. Selain hal di atas
pengalaman hidup dapat dijadikan sumber bacaan.
2.

Modal

Sastra adalah seni dengan medium bahasa karena itu
penguasaan bahasa harus diutamakan untuk menjadi modal dalam
berkreasi. Untuk dapat berkreasi tidak perlu mengusai ilmu bahasa
cukup memahami bagaimana memilih kata yang baik dan
mengggayakan bahasa. Modal lainya ialah harus memiliki akar
wawasan yang luas serta peka terhadap lingkungan. Lainya adalah
konsentrasi karena berkreasi perlu fokus pada hal yang dikerjakan.

8

3

Selain itu perlunya disiplin yang ketat. Oleh karena itu, banyak
karya besar karena proses disiplin.
3.

Menghindari Kebuntuan
Sering kali sastrawan yang sudah terkenal pun mengalami
kebuntuan dalam berkreasi yang dibiasa disebut Block Syndrome.
Oleh karena itu, perlu beberapa strategi ketika mengalami hal itu.
Yang pertama dilakukan adalah harus menulis apa saja. Ketika
menulis jangan diniatkan untuk menulis satu bentuk tulisan, tetapi
harus banyak tulisan.Selain harus banyak berdiskusi dengan orang
lain. Banyak mengumpulkan bahan baik tulisan maupun kliping atau
referensi lainnya. Hal yang lain yang dapat dilakukan ialah membuat
jadwal kerja dan membuat dealine.Terakhir, ialah membuat
motivasi untuk sendiri.
Daftar Pustaka
Efendi, S , Bimbingan Apresiasi Puisi Ende : Nusa Indah
1982.
Pranoto, Naning. Creatif Writing. 72 Jurus Seni Mengarang.
Jakarta : Primamedia, 2004.
Sumardjo, Jacob dan Saini K.M., Apresiasi Kesusastraan,
Jakarta : Gramedia, 1988.
Tarigan, Djago, Pendidikan Keterampilan, Jakarta : Pusat
penerbitan UT, 2005.
-----------Prinsip-prinsip Dasar Sastra (Bandung: Angkasa,
3022)
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:
Balai Pustaka, 2007

4