PRINSIP PRINSIP PRAKTIS DAN TEORITIS PAU

DASAR-DASAR PENDIDIKAN PAUD
(PRINSIP-PRINSIP TEORITIS DAN PRAKTIS
DALAM PEMBELAJARAN PAUD)

Disusun Oleh

:

NAMA

: SITI UMAIROH

NIM

: 14430037

KELAS

: PGRA/B

PENDIDIKAN GURU RAUDLATUL ATHFAL

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2015

PENGANTAR
Alhamdulillahi robbil ‘alamin assholatu wassalamu ‘ala asyrofil anbiyai wal mursalin sayyidina
wa maulana muhammadin wa’ala alihi wa shohbihi ajma’in ammaba’du.
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat hidayah-Nya kepada kita
semua sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah yang berjudul: Prinsip-prinsip
Teoritis dan Praktis dalam Pembelajaran Anak Usia Dini. Tidak lupa sholawat serta salam
tercurahkan kepada junjungan kita Nabi agung Muhammad SAW yang kita nantikan syafa’at nya di
dunia hingga yaumul akhir.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada Dosen mata kuliah Ilmu
Pendidikan Islam, Ibu Dra.Nadlihaf, M.Pd yang telah memberikan tugas pembuatan makalah ini.
Semoga dengan tugas makalah ini dapat membuka wawasan tentang pendidikan islam serta
inovasi dalam pendidikan Islam. Segala kritik dan saran yang positif kami harapkan dari Ibu
Nadlifah dan pembaca makalah ini.
Akhir kata terimakasih atas perhatiannya dan kami mohon maaf apabila terdapat salah kata
selama dalam penulisan makalah .


Yogyakarta, 20 Februari 2015

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Anak usia dini merupakan anak yang memiliki usia antara 0 sampai dengan 8 tahun.
Sedangakan pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang diawali dari pendidikan
keluarga, dilanjutkan dengan playgroup, Taman Kanak-kanak, dan Sekolah Dasar kelas awal.
Pengertian terakhir inilah yang kini banyak menjadi pegangan.
Pendidikan Anak Usia Dini kini tidak hanya sebagai tempat “penitipan anak” saja tetapi
dengan perkembangan zaman dan tuntutan pendidikan, kini PAUD menjadi salah satu wadah atau
tempat yang dipercaya dapat memberikan dan memperbaiki system pendidikan anak usia dini yang
lebih maju serta mencetak para penerus bangsa yang berkarakter dan berintelektual tinggi nantinya
dengan prinsip-prinsip pembelajaran PAUD.
Prinsip-prinsip PAUD pada garis besarnya diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu
prinsip-prinsip teoritis dan prinsip-prinsip praktis dalam pembelajaran anak usia dini.
B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa saja yang termasuk dalam prinsip-prinsip teoritis dalam pembelajaran/kegiatan anak usia
dini?
2. Apa saja yang termsuk dalam prinsip-prinsip praktis dalam pembelajran/kegiatan anak usi dini?
C. TUJUAN
1. Mengetahui prinsip-prinsip teoritis dalam pembelajaran/kegiatan anak usia dini.
2. Mengetahui prinsip-prinsip praktis dalam pembelajaran/kegiatan anak usia dini.

BAB II
PEMBAHASAN
A. PRINSIP-PRINSIP TEORITIS DALAM PEMBELAJARAN/KEGIATAN PAUD
Para pakar pendidikan anak usia dini terutama Wilhem (1782-1852), Maria Montessori
(1869-1952, dan Steiner (1861-1925) mengembangkan teori dan praktisinya dibagian dunia yang
berbeda pada zamannya masing-masing, yang kemudian oleh Tina Bruce (1987) dirangkum dalam
sepuluh prinsip pendidikan anak usia dini sebagai berikut:
1. Masa anak-anak adalah sebagian dari kehidupannya secara keseluruhan. Masa ini bukan
dipersiapkan untuk menghadapi kehidupan pada massa yang akan dating, melainkan sebatas
optimalisasi potensi secara normal.
2. Fisik, mental dan kesehatan sama pentingnya dengan berpikir maupun aspek psikis (spiritual)
lainnya. Oleh karena itu, keseluruhan (holistis) aspek perkembangan anak merupakan
pertimbangan yang sama pentingnya.

3. Pembelajaran pada usia dini melalui berbagai kegiatan saling berkaitan satu dengan yang
lainnya, sehingga pola stimulasi perkembangan anak tidak boleh sektoral dan parsial, hanya satu
aspek perkembangan saja.
4. Membangkitkan motivasi intrinsic (motivasi dari dalam diri) anak akan menghasilkan inisiatif
sendiri (self directed activity) yang sangat bernilai daripada motivasi ekstrinsik.
5. Program pendidikan pada anak usia dini perlu menekankan pada pentingnya sikap disiplin
karena sikap tersebut dapat membentuk watak dan kepribadiannya.
6. Masa peka (0-3 tahun) untuk mempelajari sesuatu pada tahap perkrmbangan tertentu, perlu
diobservasi lebih detail.
7. Tolak ukur pembelajaran PAUD hendaknya bertumpu pada hal-hal atau kegiatan yang telah
mampu dikerjakan anak, bukan mengajarkan hal-hal baru kepada anak, meskipun tujuannya
baik karena baik menurut guru dan orang tua belum tentu baik menurut anak.
8. Suatu kondisi terbaik atau kehidupan terjadi dalam diri anak (innerlife), khususnya pada kondisi
yang menunjang.
9. Orang-orang sekitar (anak dan orang dewasa) dalam interaksi merupakan sentral penting karena
mereka secara otomatis menjadi guru yang terbaik.
10. Pada hakikatnya, pendidikan anak usia dini merupakan interaksi antara anak, lingkungan, orang
dewasa, dan pengetahuan.1
Berbeda dengan Tina Bruce, Douglas H. Clements membagi prinsip pendidikan anak usia
dini ke dalam empat kategori:

1 Suyadi dan Ulfah Maulidya, Konsep Dasar PAUD.(Remaja Rosdakarya Offset,Bandung,2013)hlm. 28

Pertama, kategori anak adalah peserta didik aktif. Berdasarkan teori Piaget dalam
perkembangan kognitif, anak membangun pengetahuan sendiri secara konstruktif. Beberapa
prinsip yang termasuk dalam kategori ini yaitu:
1. Pemahaman terhadap anak dilakukan secara partisipasi aktif dan mengikuti pola
perkembangan anak.
2. Memotivasi dan menstimulasi anak untuk membangun ide-idenya sendiri, dan menguji
ide tersebut melalui aktivitas fisik dan mental.
3. Menyediakan

kesempatan

bagi

anak

untuk

belajar


melalui

bermain,

dan

mengekspresikan idenya dengan bebas-kreatif serta mengembangkan minat estetik,
keterampilan motoric dan nilai-nilai moral keagamaan.
4. Menyediakan kerangka konseptual dan memperbanyak pada aspek pengertian daripada
pengetahuan.
5. Menekankan aspek berpikir, alasan (reasoning), dan pengambilan keputusan secara
mandiri
Kedua, kategori anak sebagai pembelajar social-emosional. Perkembangan social dan
emosional penting bagi anak. Interaksi social antara anak dan orang dewasa adalah masalah
kritis untuk dipelajari. Di dalam pembelajran social-emosional terdapat dua prinsip utama
yakni: (1) Menyediakan kesempatan bagi anak untuk berinteraksi secara social untuk
menumbuhkan self image yang positif dalam diri anak. (2) Menyediakan berbagai kesempatan
untuk belajar tanpa tuntutan dari orang tua maupun guru.
Ketiga, kategori anak sebagai peserta didik indipenden. Hal ini menurt adanya sejumlah

prinsip sebagai berikut:
1. Menyediakan lingkungan yang dapat mendorong otonomi atau kebebasan anak untk
bermain secara eksploratif.
2. Menstimulasi, mendorong dan memotivasi anak untuk mencari relasi atu pergaulan
(relationship) dengan orang lain, melalui pergaulan dalam bermacam problem.
3. Memotivasi anak untuk memperkaya pengalaman dengan berbagai solusi dan alternatifalternatif pemecahan masalah.
4. Memberi peluang kepada anak untuk memiliki tujuan-tujuan realistic dan dalam
memprekdisikan atau mengkonfirmasikan suatu peristiwa.
5. Memilih anak untuk dapat menggunakan beragam teknik mempermudah belajar dari
materi yang kompleks.
Keempat, kategori anak sebagai pembelajar didunia nyata. Hal ini juga meuntut adanya
sejumah prinsip, diantaranya yaitu:

1. Memberi ruang bagi anak atau memberi kesempatan kepada anak untuk mengeksplorasi
problem-problem riil, situasi yang bermakna mempunyai tujuan dan berkaitan dengan
pengalaman pribadi anak.
2. Menyediakan umpan balik yang memungkinkan adanya konsekuenssi yang wajar dari
setiap aktivitas anak.
3. Menumbuhkan motivasi secara intrinsik bukan ekstrinsik.2
B. PRINSIP-PRINSIP PRAKTIS DALAM PEMBELAJARAAN/KEGIATAN PAUD

Salah satu pilar konsep dasar PAUD adalah prinsip-prinsip pelaksanaan pembelajaran.
Terdapat tiga belas prinsip pelaksanaan pembelajaraan PAUD.
1. Berorientasi Pada Kebutuhan Anak
Kegiatan pembelajaran anak harus senantiasa berorientasi pada kebutuhan anak. Menurut Maslow,
kebutuhan manusia ada tujuh tingkat yang tersusun secara hierarki, yakni: kebutuhan fisik,
keamanan, kasih saying, harga diri, kognisi, estetika, dan aktualisasi diri. Namun bagi anak-anak,
kebutuhan tersebut hanya sampai pada tingkat tiga, yakni berhenti pada tingkat kasih saying.
Menurut Maslow, kebutuhan mendasar bagi anak adalah kebutuhan fisik (makan, minum, pakaian
dan lain-lain). Artinya anak dapat beraktivitas dengan baik ketika kebutuhan dasarnya terpenuhi.
Kebutuhan berikutnya adalah keamanan (aman, nyaman, terlindung dan bebas dari bahaya).
Artinya, anak akan semakin mudah terkondisikan ketika dua kebutuhannya sudah terpenuhi.
Kebutuhan anak berikutnya adalah kasih saying (dimengerti, dikasihi, dihargai dan lain-lain).
Dalam kondisi yang demikian nak akan merasa separuh dari kebutuhan hidupnya telah terpenuhi.
2. Pembelajaran Anak Sesuai Denagn Perkembangan Anak
Pembelajaran anak udia dini harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak, baik usia
maupun kebutuhan individual anak. Perkembangan anak memiliki pola tertentu sesuai dengan garis
waktu perkembangan. Setiap anak berbeda perkembangannya dengan anak lain, ada yang cepat ada
yang lambat. Oleh karena itu, pembelajran anak usiaa dini harus disesuaikan baik lingkup maupun
tingkat kessulitannya dengan kelompok usia anak.
3. Mengembangkan Kecerdasan Majemuk

Ukuran Kecerdasan anak bukan pada kemampuan kognitif (calistung), melainka pada kematangan
emosi. Dengaan demikian meskipun anak udsia dini telah mampu membaca, menlis, dan
menghitung dengan baik, belum tentu anak tersebut cerdas. Justru sebaliknya, ada kemungkinan
stimulasi yang berlebihan untuk pengembangan kognitif, sehingga pengembangan kecerdasan yang
lain (linguistic, kinestetik, interpersonal, dan seterusnya) menjadi terabaikan.
4. Belajar melalui Bermain

2 Suyadi dan Ulfah Maulidya.Konsep Dasar PAUD.(Remaja Rosdakarya Offset,Bandung.2013)hlm.29

Bermain adalah salah satu penddekatan dalam melaksanakan kegiatn pendidkan untuk anak usia
dini. Denagan menggunakan strategi, metode, bahan dan media yang menarik, permainan dapat
diikuti anak secara menyenagjan. Melaalui permainan anak dapat diajak berekplorasi, menemukan
dan memanfaatkan benda-benda disekitarnyaa.
Montessori menilai bahwa bermainnya anak bukan sekedar “main-main” tetapi mereka “sunggugsungguh bermain”. Montessori menilai bahwa bermain adalah kegiatan “kerja” anak-anak yang
sesungguhnya atau lebih dari sekedar belajar (Britton, 1992:20).
5. Tahapan Pembelajran Anak Usia Dini
Pembelajran bagi anak usia dini hendanya delakukan secara bertahap, mulai dari yang
konkret ke yang abstrak, dari sedrhana ke yang kompleks, dari yang bergerak ke verbal,
dan dari diri sendiri ke lingkungan sosil. Agar dapat dikuasai dengan baik, hendaknya
guru menyajikan kegiatan-kegiatan yang berulang-ulang, tetapi jangan sampai

membosankan. Anak-anak mempunyai ketertarikan terhadap sesuatu yang baru dan
ketika ia mampu melakukannya, ia cenderung akan mengulang-ulangnya.
6. Anak Sebagai Pembelajar Aktif
Anak melakukan sendiri kegiatan pembelajarannya dan guru hanya sebagai fasilitator atau
mengawaasi dari jauh. Dalam kegiatan belajar sambil bermain guru tidak banyak campur tanagn
karena hal itu justru akan mengganggu kegiatan anak.
7. Interaksi Sosial Anak
Ketika anak berinteraksi dengan temannya maka anak akan belajar. Inilah mengapa
“tanpa belajar” bahasa, pada usia 4-5 tahun ia telah mempunyai kosakata lebih dari
14.000 kosa kata. Anak yang diasuh oleh seorang ibu yang banyak bicara relative lebih
cepat perkembanangan bahasanya dibandingkan dengan seorang anak yang diasuh ibu
yang pendiam. Demikian pula dengan guru-guru TK yang dipandu oleh ibu-ibu dengan
tingkat kecerewetan tinggi, justru berimplikasi positif bagi perkembangan bahasa anak.
Sebaliknya, anak-anak yang diasuh oleh ibu yang tunawwicara akan mengalami
gangguan perkembangan bahasa di kemudian hari. Demikian pula dengan guru-guru
PAUD yang relative pendiam atau tidak komunikatif dengan anak-anak, justru
berimplikasi pada lambannya perkembangan bahaasa pada anak.
8. Lingkungan yang Kondusif
Lingkunagn harus diciptakan sedemikian rupa sehingga menarik dan menyenagkan
dengan memerhatikan keamanan serta kenyamanan yang dapat mendukung kegiatan

belajar melalui bermain. Artinya, lingkunagn bermain anak harus bebas dari bendabenda tajam yang dapat mengancam keselamtan anak termasuk bahan mainan dan cat

pewarna mainan yang tidak menimbulkan iritasi pada tangan anak saat digunakan
bermain.
Di samping itu, settinglah ruangan yang aman bagi ank untuk melakukan gerakan
atraktif, termasuk memanjat meja dan kursi guna mengambil permainan.
9. Merangsang Kreativitas dan Inovasi
Kegiatan pembelajran di PAUD harus merangsang daya kreativitas dengan tingkat
inovasi tinggi. Dalam hal ini, permainan sains dapat disajikan dalam berbagai kegiatan
di PAUD.inti dari permainan sains adalah merangsang hasrat rasa ingin tahu anak
sehingga diperlukan inovasi dalam membuat permainan baru. Artinya, jika kegiatan
bermain dilembaga PAUD hanya “itu-itu saja” tentu tidak akan maampu merangsang
hasrat ingin tahu anak. Oleh karena itu, inovasi dibidang permainaan, khususnya
permainan sains, harus digalakkan, dan inovasi termasuk inovasi permainan selalu
mebutuhkan kreativitas tinggi.
Proses kreatif dan inovatif dapat dilakukan melalui kegiatan-kegiatan yang menarik,
mebangkitkan rasa ingin tahu anak, memotivasi anak untuk berpikir kritis, dan
menemukan hal-hal baru.
10. Mengembangakan Kecakapan Hidup
Pembelajaran dilembaga PAUD harus mampu mengembangkan kecakapan hidup anak
dari berbagai aspek secara menyeluruh (the whole child). Berbagai kecakapan dilatih
agar anak kelak menjadi manusia yang seutuhnya. Bagian dari anak dikembangkan
meliputi bidang fisik-motorik, intelektual, moral, social, emosi, kreativitas dan bahasa.
Tujuannya adalah agar kelak anak berkembang menjadi manusia yang utuh dan
memiliki kepribadian atau akhlak mulia, cerdas dan terampil, mampu bekerja sama
dengan orang lain, mampu hidup bermasyarakat, berbangsa daan bernegara.
Mengembangkan kecakapan hidup dapat dilakukan dengan proses pembelajaran.
Halmini dimaksudkan agar anaak belajar untuk menolong diri sendiri, displin, mampu
bersosialisasi, dan memperoleh bekal keterampilan dasar yang berguna untuk
kelangsungan hidupnya.
11. Memanfaatkan Potensi Lingkungan
Media dan sumber pembelajaran dapt berasal dari lingkungan alam sekitar atau bahanbahab yang sengaja disiapkan oleh pendidik/guru, termasuk dalam hal ini adalah bahanbahan untuk membuat permainan edukaatif sendiri. Bahan-bahan bekas yang berserakan
dilingkungan sekitar dapat ddikelola secara kreatif kemudian diolah secara inovatif
menjadi permainan-permainan edukatif yang dapat memicu rasa ingin tahu anak.

Terdapt beberaapa keuntungan dengan mengolah bahan tak terpakai secara kreatif untuk
dibuat permainan edukatif secara inovatf. Pertama, karena anak mudah bosan dengan
satu permainan, permaianan yang dibuat bias dirancang hanya untuk beberapa kali
digunakan. Setelah selesai digunakan anak merasa bosan seiring dengan permainan
tersebut telah rusak. Kedua, guru atau orang tua dapat membuat permainan bersama
anak atau calon pengguna, sehingga bentuk permaianan lebih sesuai denagn selera anak.
Ketiga, memanfaatkan lingkungan sebagai permainan dapat menghemat biaya
pendidikan anak usia dini.
12. Pembelajaran Sesuai Dengan Kondisi Sosial, Budaya
Kegiatan atau pembelajaran anak usia dini harus sesuai dengan social budaya dimana
anaj tersebut berada. Apa yang dipelajarai anak adalah persoalan nyata sesuai sesuai
dengan kondisi dimana anak dilahirkan. Berbagai objek yang ada disekitar anak,
kejadian, dan isu-isu yang menarik dapat diangkat sebagai tema persoalan belajar.
Misalnya, membiassakan anak untuk budaya antre. Budaya ini di satu sisi mengajarkan
kesabaraan, disisi lain mengajarkan ketertiban dan keteraturan.
13. Stimulasi Secara Holistik
Kegiatan atau pemebelajaran anak usia dini harus bersifat terpadu dan holistic. Anak
tidak boleh hanya dikembangkan kecerdasan tertentu saja, seperti IPA, Matematika,
bahasa, secara terpisah tetapi terintergrasi dalam satu kegiatan. Misalnya, melalaui
bermain air, anak dapat belajar berhitung (matematika), mengenal sifat-sifat air (IPA),
menggambar air manccur (seni) dan seterusnya. Dengan demikian, setiap permainan
dapat mengembangkan seluruh aspek kecerdasannya.