PEMIKIRAN NURCHOLISH MADJID TENTANG PEND (1)

RINGKASAN DISERTASI

PEMIKIRAN NURCHOLISH MADJID TENTANG PENDIDIKAN AGAMA ISLAM MULTIKULTURAL PLURALISTIK

(PERSPEKTIF SOSIOLOGI PENGETAHUAN)

Oleh: EDI SUSANTO NIM. F0150611 PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2011

PEMIKIRAN NURCHOLISH MADJID TENTANG PENDIDIKAN AGAMA ISLAM MULTIKULTURAL PLURALISTIK

(PERSPEKTIF SOSIOLOGI PENGETAHUAN)

DISERTASI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Doktor dalam Program Studi Ilmu Ke-Islam-an pada Program Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya

Oleh:

EDI SUSANTO

NIM. F0150611

PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2011

PERSETUJUAN PROMOTOR

DISERTASI INI TELAH DISETUJUI Tanggal 26 Mei 2011

Oleh

PROMOTOR

Prof. Drs. H. Syafiq A. Mughni, MA., Ph.D.

PROMOTOR

Prof. Dr. H. Abd. A’la, MA.

PERSETUJUAN TIM PENGUJI

Disertasi ini telah diuji dalam ujian tahap pertama pada tanggal 28 Juni 2011 dan dianggap layak untuk dilanjutkan pada ujian tahap ke dua

TIM PENGUJI

1. Prof. Dr. H. Nur Syam, M.Si. Ketua _________

2. Prof. Dr. H. M. Ridlwan Nasir, MA. Sekretaris _________

3. Prof. Dr. H. Abd. A’la, MA. Promotor/Penguji _________

4. Prof. H. Syafiq A. Mughni, MA., Ph.D. Promotor/Penguji _________

5. Prof. Dr. H. Syamsul Arifin, M.Si. Penguji Utama _________

6. Prof. Dr. H. Zainul Arifin, MA Penguji _________

7. Prof. H. Achmad Jainuri, MA., Ph.D. Penguji _________

PENGESAHAN DIREKTUR

Disertasi ini telah diuji dalam ujian tahap pertama pada tanggal 28 Juni 2011 dan dianggap layak untuk dilanjutkan pada ujian tahap ke dua

TIM PENGUJI

1. Prof. Dr. H. Nur Syam, M.Si. Ketua _________

2. Prof. Dr. H. M. Ridlwan Nasir, MA. Sekretaris _________

3. Prof. Dr. H. Abd. A’la, MA. Promotor/Penguji _________

4. Prof. H. Syafiq A. Mughni, MA., Ph.D. Promotor/Penguji _________

5. Prof. Dr. H. Syamsul Arifin, M.Si. Penguji Utama _________

6. Prof. Dr. H. Zainul Arifin, MA Penguji _________

7. Prof. H. Achmad Jainuri, MA., Ph.D. Penguji _________

Surabaya, Agustus 2011 Direktur

Prof. Dr. H. M. Ridlwan Nasir, MA.

NIP. 195008171981031002

TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Untuk menunjukkan bunyi hidup panjang (madd) caranya dengan menuliskan coretan horisontal (macron) di atas huruf a, i, dan u أ ئ ؤ ( )

ABSTRAK

Edi Susanto; Pemikiran Nurcholish Madjid tentang Pendidikan Agama Islam Multikultural Pluralistik (Perspektif Sosiologi Pengetahuan); Disertasi, Promotor: Prof. Drs. H. Syafiq A. Mughni, MA., Ph.D dan Prof. Dr. H. Abd. A’la, MA., 2011.

Kata kunci: Nurcholish Madjid, Pendidikan Agama Islam Multikultural pluralistik, Sosiologi Pengetahuan

Disertasi ini bermaksud mendeskripsikan konsep Pendidikan Agama (Islam) dalam perspektif Nurcholish Madjid, background gagasan Nurcholish Madjid tentang Pendidikan Agama (Islam) multikultural pluralistik dan aplikasi perspektif Nurcholish Madjid tentang konsep Pendidikan Agama Islam multikultural pluralistik. Penelitian ini merupakan studi kombinatif antara studi pustaka dan penelitian lapangan, dengan menggunakan perspektif sosiologi pengetahuan. Sumber data menggunakan karya-karya Nurcholish Madjid dan data hasil observasi, wawancara dan data dokumenter. Hasil penelitian menunjukkan:

Pertama, Konsep pendidikan agama (Islam) multikultural-pluralistik yang digagas Nurcholish Madjid bertitik tolak dari konsep filosofis-antropologis manusia sebagai ‘A bd Alla> h dan khalifah A lla> h yang kualitas kemanusiaannya berproses sehingga memerlukan muja> hadah dalam menyempurnakannya. Muja> hadah itu diproses melalui medium pendidikan agama (Islam) yang menekankan pada tercapainya nilai- nilai akhlak terpuji. Sebagai sebuah konsep filosofis, pemikiran Nurcholish Madjid masih bersifat umum dan berupa mozaik pemikiran yang memerlukan konstruksi yang lebih sistematis. Dalam konteks ini, Nurcholish membuka kesempatan kepada generasi penerusnya untuk memberi muatan terhadap konsep-konsep filosofis abstraktif tersebut sesuai dengan dinamika dan tuntutan zamannya.

Kedua, Gagasan Nurcholish Madjid tentang Pendidikan agama (Islam) berwawasan multikultural dilatarbelakangi oleh beragam faktor. Latar belakang keluarga, lingkungan sosial, teman pergaulan, riwayat pendidikan yang diterima Nurcholish Madjid dan cara bacanya terhadap realitas dinamika sosial politik umat Islam Indonesia merupakan sekian banyak faktor yang mempengaruhi secara adequatif- simultantif terhadap refleksi pemikiran Nurcholish.

Ketiga, gagasan Nurcholish Madjid tentang Pendidikan Agama (Islam) berwawasan multikultural-pluralistik diaplikasikan secara nyata melalui kegiatan Yayasan Paramadina dan Yayasan Madania dengan segala amal usahanya yang secara konsisten dan ekstensif mempraktikkan nilai-nilai pluralisme, inklusivisme dan keterbukaan dalam ber-Islam. Praktik nilai-nilai di atas dicobatanamkan melalui konstruksi dan muatan kurikulum Pendidikan Agama Islam yang lebih bernuansa toleran, terbuka dan alergi pada truth claim.

ABSTRACT

Edi Susanto; The Thought of Nurcholish Madjid on Multicultural-Pluralistic of Islamic Education (Sociology of Knowledge Perspective), Dissertation, Promotors: Prof. Drs. H. Syafiq A. Mughni, MA., Ph.D and Prof. Dr. H. Abd. A’la, MA., 2011.

Key words: Nurcholish Madjid, Multicultural-pluralistic of Islamic Education, Sociology Knowledge.

The dissertation tends to describe the concept of Islamic education from the perspective of Nurcholis Madjid, background of Nurcholis Madjid idea on multicultural-pluralistic of Islamic education, and the application of Nurcholis Madijid perspective on the concept of multicultural-pluralistic of Islamic education. This is a mixed-study combining library and field studies using the perspective of sociology knowledge. The source of data is on the basis of Nurcholish Madjid works, the result of observation, interview, and documentation. The study results:

Firstly , Nurcholis Madjid’s concept of multicultural-pluralistic of Islamic education has a starting point at the concept of philosophical-anthropological human as ‘abd-A lla> h ( Allah’s servant) and khalifah-A lla> h (Allah’s caliph). However, it takes a process to reach its qualified humanity as well as needs muja> hadah ( war against deviation from the true principles of religion) to gain the completeness. Muja> hadah has been processed through the medium of Islamic education emphasizing on the creation of nobel attitude and behavior. As a philosophical concept, Nurcholis Madjid’s thought has

a general character and a mosaic one that will take a systematic construction. In this context, Nurcholis opens opportunity for his next generation to contribute values toward those abstract-philosaphical concepts. These must match the dynamics and era claims.

Secondly, Nurcholish Madjid idea about multicultural-pluralistic of Islamic education is relied on varied factors---family background; social environment; friendship; educationa background of Nurcholish Madjid; and the interpretation of Nurcholish Madjid on the reality of socio-political dynamics of Muslim in Indonesia. Those factors had simultaneously influenced toward the thinking reflection of Nurcholis.

Thirdly , the idea of Nurcholish Madjid about multicultural-pluralistic of Islamic education has been truely applied through the activity of Paramadina and Madania Foundations. It is reflected on his efforts to practice the value of pluralism, inclusivism, and Islamic practiceness consistently and extensively. The practice of the above values has been planted on the construction and content of Islamic educational curriculum which is more tollerant, open, and avoidable to any truth claim.

. هرﺎﻜﻓأ ﻰﻠﻋﺎﻌﻣﺮﺛﺆﺗ ﺎﮭﻠﻛ ﻞﻣاﻮﻌﻟا هﺬھ و . ﺎﯿﺴﯿﻧوﺪﻧإ ﻲﻓ ﺔﯿﻣﻼﺳﻹا ﺔﻣﻷا ﺎﻘﯿﺒﻄﺗ ﺎﮭﻘﺒﻄﯾ تﺎﻓﺎﻘﺜﻟا ةدﺪﻌﺘﻤﻟا ﺔﯿﻣﻼﺳﻹا ﺔﯿﻨﯾﺪﻟا ﺔﯿﺑﺮﺘﻟا لﻮﺣ ﺪﯿﺠﻣ ﺺﻟﺎﺧ رﻮﻧ حاﺮﺘﻗا نإ - ﺎﺜﻟﺎﺛ

UCAPAN TERIMA KASIH

Bismi A lla> h wa A lhamdu li A lla> h wa la> hawla wa la> quwwata Illa> bi A lla> h. al- S}ala> t wa al-Sala> m ‘ala> Rasu> li A lla> h wa ‘ala> a> lihi> wa s}ahbihi> ajma’i> n. Inilah ungkapan pertama yang penulis ucapkan ketika disertasi ini selesai disusun, setelah melalui proses panjang, tertatih dan melelahkan. Selebihnya, hanya ucapan terima kasih yang tulus dan tiada tara yang dapat penulis sampaikan kepada semua pihak –yang tidak mungkin penulis sebutkan satu-persatu—yang telah membantu penyelesaian disertasi ini. Mereka terutama:

1. Prof. Drs. H. Syafiq A. Mughni, MA selaku promotor yang telah membimbing penulis selama penyusunan disertasi dengan penuh perhatian dan tanggung jawab. Pertanyaan beliau via SMS (short massage service) kepada penulis “sudah sampai mana disertasinya?” mendatangkan energi tersendiri bagi penulis untuk melanjutkan penulisan disertasi ini.

2. Prof. Dr. H. Abd. A’la, MA selaku promotor yang telah membimbing penulis selama penyusunan disertasi dengan penuh dedikatif dan bertanggungjawab. Masukan dan bimbingan beliau, benar-benar penulis rasakan sebagai gizi yang

sangat bermanfaat dan do’a Bi Ismi A lla> h setiap penulis selesai berkonsultasi, sungguh penulis rasakan sebagai dorongan moral yang sangat bermakna dalam memompa semangat penulis yang –terlalu sering—melemah.

3. Prof. Dr. H. Nur Syam, M.Si selaku Rektor IAIN Sunan Ampel, Prof. Dr. H. Ahmad Zahro, MA., mantan Direktur Pascasarjana IAIN Sunan Ampel dan Prof. Dr. H. M. Ridlwan Nasir, MA selaku Direktur Pascasarjana IAIN Sunan Ampel yang baru yang telah menerima penulis sebagai mahasiswa peserta Program Doktor.

4. Para dosen yang telah membimbing penulis selama menuntut ilmu di Program Doktor, mereka adalah Prof. Drs. H. Thoha Hamim, MA., Ph.D. Prof. Dr. H. Bisri Affandi, MA., Prof. Dr. H. M. Ridlwan Nasir, MA., Prof. Drs. H. Syafiq A.

Mughni, MA., Ph.D., Prof. Dr. H. Nur Syam, M.Si., Prof. Dr. H. Machasin, MA., Prof. Dr. M. Amin Abdullah, MA., dan Prof. Dr. H. Ali Mufrodi, MA.

5. Para penguji disertasi tahap pertama, mereka adalah Prof. Dr. H. M. Ridlwan Nasir, MA., Prof. Drs. H. Syafiq A. Mughni, MA. Ph. D., Prof. Dr. H. Abd. A’la. MA., Prof. Drs. H. A. Jainuri, MA., Ph. D., Prof. Dr. H. Syamsul Arifin, M.Si., Prof. Dr. Nur Syam, M.Si dan Prof. Dr. H. Zainul Arifin, MA. Atas saran dan masukan dari mereka, disertasi ini menjadi lebih bermakna.

6. Dra. Hj. Mariatul Qibtiyah, MAg, mantan Ketua STAIN Pamekasan, yang telah berkenan memberikan izin belajar dan memberi bantuan dana pendidikan yang tidak sedikit. Juga kepada Dr. Idri, MAg, selaku Ketua STAIN Pamekasan yang baru, yang senantiasa memacu penulis untuk segera merampungkan penyelesaian disertasi

7. Para pengurus Yayasan Paramadina dan Yayasan Madania. Mereka adalah: Bapak Muslih Hidayat, mas Rahmat Hidayat, Bapak Ahmad Fuadi, Bapak M. Syaiful Imam, mas Mohammad Wahyuni Nafis, mas Mohammad Subhi Ibrahim, mas Mohammad Monib, mas Taufiq Hidayat dan mas Moh. Shofan. Terima kasih sikap nanggamah (familiar) sehingga penulis sangat at home di Paramadina, juga atas 7. Para pengurus Yayasan Paramadina dan Yayasan Madania. Mereka adalah: Bapak Muslih Hidayat, mas Rahmat Hidayat, Bapak Ahmad Fuadi, Bapak M. Syaiful Imam, mas Mohammad Wahyuni Nafis, mas Mohammad Subhi Ibrahim, mas Mohammad Monib, mas Taufiq Hidayat dan mas Moh. Shofan. Terima kasih sikap nanggamah (familiar) sehingga penulis sangat at home di Paramadina, juga atas

8. Para pegawai perpustakaan Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya, yang telah memberi izin dan memberi suasana nyaman sehingga penulis betah seharian “berdomisili”, mas Subhi Ibrahim –dosen Agama Islam di Program Studi Falsafah dan Peradaban” Universitas Paramadina—yang telah bersedia mengcopykan beberapa buku penting dan langka. Juga pak Muslih Hidayat, yang juga telah mengcopykan beberapa dokumen berharga Yayasan Wakaf Paramadina.

9. Para teman kolega, mereka antara lain kakanda Syaiful Arif, Mohammad Kosim, Nor Hasan, M. Muchlis Solichin, Jamal Abd. Nasir, Mulyadi dan adinda Siswanto. Pertanyaan mereka “Kapan selesai”? “kapan maju”? setiap bertemu penulis, merupakan dorongan berharga dalam penyelesaian disertasi ini.

10. Saudara penulis, mbak Mus dan mas Gun yang telah memberi bantuan, material dan do’a serta selalu memberi solusi ketika penulis sakit dan mengalami masalah. Terima kasih pula kepada mas Agus dan mbak Su’adah di Jakarta yang telah memberikan tempat dan suasana nyaman ketika penulis selama kurang lebih 1 bulan mengadakan penelitian.

Ucapan terima kasih secara khusus dan tulus harus penulis sampaikan kepada bunda Sudami dan ayahanda A lla> humma ighfir lahu> wa ‘irhamhu wa ‘a> fihi> wa’fu ‘anhu Rancap, yang karena pengorbanan, do’a dan air mata beliau berdua, akhirnya penulis mampu menyelesaikan studi, sekalipun dengan berat dan tertatih. Terima kasih yang sama juga penulis sampaikan kepada ayahanda mertua, Alla> humma ighfir lahu> wa ‘irhamhu wa ‘a> fihi> wa’fu ‘anhu Moh. Chotib dan bunda mertua Hamidah.

The last but not least, penulis menyampaikan rasa terima kasih dan kasih sayang serta kebanggaan yang setulusnya kepada istri penulis, Fatimatus Zahrah dan kepada anak-anak tersayang, Shafira Rizqiy Meydina (Vira) dan Davina Khalida Fitry (Diva) yang telah sedemikian berkorban mengurangi kenyamanannya dan rela kurang mendapat perhatian selama penulis menempuh studi S3.

Akhirnya, penulis menyadari kekurangan disertasi ini. Karena itu, pembaca berhak mengoreksi semuanya, tanpa tersisa. Namun, di balik kekurangannya, penulis tetap berharap semoga disertasi ini memberikan manfaat, sekecil apapun.

Billa> hi al-Tawfi> q wa al-Hida> yah

Pamekasan, 1 Agustus 2011

Edi Susanto

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Keragaman telah menjadi bagian sejarah dan realitas kehidupan kemanusiaan,

sehingga ia merupakan fenomena alamiah yang eksistensinya tidak dapat dipungkiri. Namun pada realitas konkret, keragaman telah menjadikan manusia terjebak pada sikap-sikap destruktif. Adanya konflik antar berbagai komponen masyarakat dengan latar belakang SARA (Suku, Agama, Ras dan Antargolongan).

Dari sekian banyak faktor pemicu, faktor perbedaan agama, bahkan perbedaan faham keagamaan, merupakan faktor yang tidak bisa dikesampingkan 1 . Kasus-kasus

kerusuhan dan peperangan di berbagai belahan dunia, menunjukkan betapa agama telah dijadikan alat “penghancuran” manusia, di mana hal ini sangat bertentangan dengan ajaran semua agama 2 . Hal tersebut menunjukkan bahwa selama berabad-

abad, sejarah interaksi antarumat beragama lebih banyak diwarnai oleh kecurigaan dan permusuhan dengan dalih dapat mencapai ridha Tuhan dan demi menyebarkan

kabar gembira yang bersumber dari yang Mahakuasa, 3 pada hal sejatinya, setiap agama mengajarkan perdamaian, kebersamaan sekaligus menebar misi

kemaslahatan 4 . Atas dasar itu, menjadi penting untuk ditelusuri akar terjadinya konflik

tersebut, terutama dari aspek model pola kepemelukan agama sekaligus kemudian, dicoba dikedepankan alternatif untuk mengatasi hal itu dengan bertitik tolak dari ajaran agama dan model kepemelukan terhadapnya.

Sehubungan dengan model kepemelukan terhadap agama, secara dikotomis, terdapat pola kepemelukan yang sedemikian tertutup dan kaku terhadap agama lain, dan juga terdapat pola kepemelukan agama yang bersikap positif terhadap perbedaan agama. Untuk model kepemelukan yang tertutup dan kaku terhadap perbedaan, dapat diidentifikasi pada model kepemelukan eksklusivistik. Kemudian, model kepemelukan yang bersikap terbuka terhadap perbedaan, dapat diidentifikasi pada pola kepemelukan dengan corak inklusivistik.

1 Periksa Zakiyuddin Baidhawy, Ambivalensi Agama, Konflik dan Nirkekerasan (Yogyakarta: Lesfi, 2002). Bandingkan Ihsan Ali Fauzi, Rudy Harisyah Alam, Samsu Rizal Panggabean, Pola-Pola Konflik

Keagamaan di Indonesia (1990-2008). (Jakarta: Kerjasama Yayasan Wakaf Paramadina, Magister Perdamaian dan Resolusi Konflik UGM, The Asia Foundation, 2009). Lihat juga Abd. Moqsith Ghazali, Argumen Pluralisme Agama: Membangun Toleransi Berbasis Al-Qur’an (Jakarta: Katakita, 2009), 115.

2 M. Amin Abdullah menegaskan bahwa secara normatif, tidak ada satupun agama yang mendorong penganutnya untuk melakukan kekerasan terhadap penganut agama lain. Namun secara historis faktual,

banyak sekali dijumpai tindak kekerasan yang dilakukan oleh manusia dengan justifikasi agama. Periksa M. Amin Abdullah, “Kesadaran Multikultural: Sebuah Gerakan Interest Minimilization Dalam Meredakan Konflik Sosial”, M. Ainul Yaqin, Pendidikan Multikultural: Cross Cultural Understanding Untuk Demokrasi dan Keadilan

3 Alwi Shihab, Islam Inklusif: Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama. (Bandung: Mizan, 1997), (Yogyakarta: Pilar Media, 2007), xiii. 40.Lihat pula Ahmad Syafii Maarif, “Masa Depan Islam Di Indonesia”, Abdurrahman Wahid, ed. Ilusi

Negara Islam Ekspansi Gerakan Islam Transnasional di Indonesia (Jakarta: Gerakan Bhinneka Tunggal Ika, The Wahid Institute, Maarif Institute, 2009), 7.

4 H.M. Ridlwan Nasir, “Kata Pengantar”, Thoha Hamim, et.al., Resolusi Konflik Islam Indonesia (Surabaya: Lembaga Studi Agama dan Sosial dan IAIN Sunan Ampel, 2007), v.

Model-model kepemelukan terhadap agama tersebut tidak terbentuk dengan sendirinya, melainkan merupakan konstruksi yang ditentukan oleh pengalaman pendidikan (dalam maknanya yang luas) dari yang bersangkutan. Dalam rangka meminimalisasi eskalasi konflik dengan latar belakang perbedaan, para ahli kemudian mengupayakan model kepemelukan terhadap agama yang toleran dan bersikap positif terhadap perbedaan dan kemajemukan itu, sebab jika tidak demikian, konflik atas dasar sentimen perbedaan agama akan terjadi, karena agama –meminjam istilah Burhanuddin Daya-- mempunyai fungsi ganda yakni sebagai kekuatan pengikat ke dalam yang luar biasa dan semangat yang keras menyalakan

pertentangan keluar (power of internal integrity and power of external conflict). 5

Salah satu cara dalam membentuk model kepemelukan inklusivistik terhadap agama adalah melalui promosi dan aplikasi Pendidikan Agama (Islam) berbasis multikultural pluralistik

Pelaksanaan pendidikan agama berbasis dan berwawasan multikultural pluralistik tersebut semakin dirasakan urgen dan mendesak jika dikorelasikan dengan kenyataan bahwa kemajemukan agama dan kemajemukan lainnya, seperti kemajemukan etnis, antar golongan dan kemajemukan lainnya belakangan ini telah menjadi suatu hal yang memancing eskalasi konflik yang sedemikian mengental pekat sebagaimana telah disinggung di atas. Pada sisi lain, kondisi pendidikan

agama yang diajarkan di sekolah sangatlah memprihatinkan 6 . Atas dasar itu, sosialisasi dan internalisasi nilai-nilai multikultural pluralistik

secara aktif intensif sejak dini kepada terdidik sangat mendesak sehingga diharapkan nantinya mereka terbiasa dengan suasana berbeda, bahkan memandang perbedaan dan keberbagaian dalam seluruh aspek kehidupan merupakan sesuatu yang sudah semestinya, dalam arti tidak dapat ditolak eksistensinya, sekaligus –pada saat yang sama—secara teologis menyadari bahwa fenomena demikian merupakan Sunnat

A lla> h (Devine order). Upaya sosialisasi dan internalisasi nilai-nilai multikultural-pluralistik tersebut antara lain disuarakan oleh Nurcholish Madjid. Diakui “hampir seluruh usia karir intelektual Nurcholish Madjid dihabiskan untuk mengembangkan paham pluralisme

(dalam arti yang seluas-luasnya). 7

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah konsep pendidikan agama (Islam) multikultural pluralistik dalam perspektif Nurcholish Madjid?

2. Mengapa Nurcholish Madjid menggagas pendidikan agama Islam bernuansa multikultural pluralistik?

3. Bagaimanakah aplikasi pemikiran Nurcholish Madjid tentang Pendidikan agama Islam multikultural-pluralistik?

5 Periksa Burhanuddin Daya, “Hubungan Antar Agama di Indonesia”, dalam Ulumul Qur’an Nomor 4 Vol. IV, Th. 1993, 52-53. Bandingkan Kautsar Azhari Noer, “Menampilkan Agama Berwajah Ramah”,

Titik Temu Jurnal Dialog Peradaban , Vol. 1 Nomor 1 Juli-September 2008), 82. 6 Periksa Tim Redaksi, “Pengantar Redaksi”, Th. Sumartana, et.al., Pluralisme, Konflik dan Pendidikan

Agama di Indonesia (Yogyakarta: Dian/Interfidei, 2005), vii 7 Budhy Munawar Rachman, “Pembaruan Pemikiran Islam Nurcholish Madjid dan Isu-Isu Gender”, Titik

Temu Jurnal Dialog Peradaban. Vol. 1 Nomor 1, Juli-Desember 2008, 174.

C. Tujuan dan Signifikansi Penelitian

1. Dapat lebih memahami konsep pendidikan agama Islam multikultural pluralistik dalam perspektif Nurcholish Madjid.

2. Dapat memahami background sosial keagamaan, sosial budaya dan politik pemikiran Nurcholish Madjid tentang pendidikan agama Islam multikultural-

pluralistik.

3. Dapat dipahami aplikasi pemikiran Nurcholish Madjid tentang Pendidikan agama Islam multikultural-pluralistik

Melalui pemahaman mendalam terhadap hal-hal di atas, diharapkan terbentuk suatu pemahaman dan kesadaran bahwa setiap konstruksi pemikiran senantiasa terkait dengan background sosio kultural dan intelektual yang bersangkutan, sehingga untuk mewujudkan perspektif dan penilaian yang adil, maka setiap upaya interpretasi mesti senantiasa dikaitkan dengan dinamika setting sosio-kultural dan intelektual setiap penggagasnya. Pada sisi lain, juga diharapkan dapat memberikan manfaat dengan membangun pemahaman bahwa setiap bentuk pemikiran terhadap teks --apalagi teks keagamaan-- senantiasa mewujudkan dinamika pemikiran dan pemahaman terhadap doktrin keagamaan tertentu.

Dengan wawasan tersebut, sikap empatik dan arif dalam menyikapi adanya pluralitas pemahaman teks-teks keagamaan dapat tumbuh subur, sekaligus --pada saat yang sama-- terwujud pula suatu kesadaran bahwa setiap bentuk pemikiran – bagaimanapun genuine-nya –senantiasa bersifat tentatif sekaligus terbuka untuk dikritisi.

D. Studi Terdahulu

Dalam penelitian ilmiah, satu hal penting yang mesti dilakukan peneliti adalah melakukan tinjauan atas penelitian-penelitian terdahulu. Hal ini lazim disebut dengan istilah prior research. Prior research penting dilakukan dengan alasan pertama, untuk menghindari adanya duplikasi ilmiah, kedua, untuk membandingkan kekurangan ataupun kelebihan antara penelitian terdahulu dan penelitian yang akan dilakukan. Ketiga, untuk menggali informasi penelitian atas tema yang diteliti dari

peneliti sebelumnya. 8 Kajian akademis tentang pendidikan multikultural di Indonesia, sesungguhnya

bukan merupakan hal baru dan telah banyak ahli yang mengkajinya. Kajian tersebut

9 10 antara lain dilakukan oleh HAR Tilaar, 11 Choirul Mahfud, M. Ainul Yaqin, Ngainun Naim dan Achmad Sauqi. 12 Sedangkan kajian dalam bentuk buku yang

lebih memfokuskan pada pendidikan agama, khususnya agama Islam multikultural

13 pluralistik antara lain dilakukan oleh Syamsul Arifin 14 dan Ahmad Barizi, M.

8 Ahmad Ali Riyadi, Dekonstruksi Tradisi: Kuam Muda NU Merobek Tradisi. (Yogyakarta: ArRuzz Media, 2007), 19-20.

9 HAR. Tilaar. Multikulturalisme: Tantangan-Tantangan Global Masa Depan dalam Transformasi Pendidikan Nasional. (Jakarta: Grasindo, 2004).

11 Choirul Mahfud. Pendidikan Multikultural. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006). M. Ainul Yaqin. Pendidikan Multikultural: Cross Cultural Understanding untuk Demokrasi dan Keadilan. (Yogyakarta: Pilar Media, 2005).

12 Ngainun Naim dan Achmad Sauqi. Pendidikan Multikultual: Konsep dam Aplikasi (Yogyakarta: Ar Ruzz Media Group, 2008).

13 Syamsul Arifin, juga menulis artikel tentang multikulturalisme yaitu Pelembagaan Multikulturalisme Melalui Metode Living Values di Madrasah: Sebuah Eksplorasi Awal. Melalui artikelnya itu, Prof. Arifin

15 16 17 Amin Abdullah, 18 Zainal Abidin, Zakiyuddin Baidhawy, Mundzier Suparta, dan Abdullah Aly 19 .

Adapun kajian tentang pemikiran Nurcholish Madjid, juga bukan merupakan hal baru, dalam arti telah banyak peneliti yang menjadikan pemikiran Nurcholish Madjid sebagai fokus dari penelitiannya.

Dalam konteks ini, sepanjang pengetahuan peneliti, terdapat beberapa sarjana yang telah melakukan kajian terhadap pemikiran Nurcholish Madjid. Dari sejumlah tulisan tersebut, penulis belum mendapatkan satu karya pun yang secara otoritatif dan tuntas membahas secara khusus pemikiran pendidikan agama (Islam) Multikultural pluralistik dari tokoh tersebut.

Sehubungan dengan itu, penulis telah mengadakan penelitian tentang pendidikan agama Islam multikultural dalam perspektif Nurcholish Madjid, tetapi dalam pandangan penulis masih dangkal dan bersifat sekilas, terutama jika ditilik dari segi ketiadaan perspektif teoritisnya dan penggunaan metodologi

penelitiannya. 20 Kajian tentang pemikiran Nurcholish Madjid, pada umumnya lebih tertuju

pada gagasannya yang lain seperti tentang relasi Islam dan demokrasi serta pluralisme, suatu fenomena yang sesungguhnya merupakan mainstream—itupun dengan kriterium penilaian, yang masih perlu diuji ulang dengan perspektif yang lebih dapat dipertanggungjawabkan secara akademis. Kajian tersebut antara lain

21 terlihat pada karya Nur Khalik Ridwan, 22 Mohammad Kholil, Muhammad Kamal

23 24 25 26 Hasan, 27 Fauzan Saleh, Siti Nadroh, Anas Urbaningrum, Greg Barton ,

mengekplorasi madrasah sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional yang memiliki tanggung jawab moral terhadap pemahamanmenyandingkan agama dengan pluralitas masyarakat. Periksa Arifin, “Pelembagaan Multikulturalisme Melalui Metode Living Values di Madrasah”, 15-38.

14 Syamsul Arifin dan Ahmad Barizi, Paradigma Pendidikan Berbasis Pluralisme dan Demokrasi: Rekonstruksi dan Aktualisasi Ikhtilaf dalam Islam (Malang: UMM Press, 2001).

15 M. Amin Abdullah. Pendidikan Agama Era Multikultural –Multireligius. (Jakarta: PSAP, 2005) 16 Zainal Abidin, ed. Pendidikan Agama Islam dalam Perspektif Multikulturalisme. (Jakarta: Balai Litbang Agama, 2009).

17 Baidhawy, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural. 18 Mundzier Suparta, Islamic Multicultural Education Sebuah Refleksi atas Pendidikan Agama Islam di

Indonesia (Jakarta: al-Ghazali Center, 2008). 19 Abdullah Aly, Pendidikan Islam Multikultural di Pesantren Telaah terhadap Kurikulum Pondok

Pesantren Modern Islam Assalam Surakarta. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011). 20 Edi Susanto, et.al., Pendidikan Agama Islam Multikultural: Perspektif Kritis atas pemikiran Nurcholish

Madjid (Surabaya: eLKAF, 2008). 21 Periksa Nur Khalik Ridwan, Pluralisme Borjuis: Kritik Atas Pluralisme Cak Nur, (Yogyakarta: Galang

Press, 2002). 22 Periksa Muhammad Kholil, Pluralisme Agama: Telaah Kritis atas Pemikiran Nurccholish Madjid.

(Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2007). 23 Muhammad Kamal Hasan, Muslim Intellectual Responses to New Order Modernization in Indonesia

(Kuala Lumpur: Universitas Kebangsaan Malaysia, 1982).

24 Fauzan Saleh, Teologi Pembaruan: Pergeseran Wacana Islam Sunni di Indonesia Abad XX. (Jakarta:

Serambi, 2004), 327. 25

Siti Nadroh, Wacana Keagamaan dan Politik Nurcholish Madjid. (Jakarta: Rajawali Pers, 1999), 229. Hampir sama dengan tema tulisan Nadroh adalah karya Ahmad. A. Sofyan dan Royhan Madjid, Gagasan cak Nur Tentang Negara dan Agama (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 2003).

26 Anas Urbaningrum, Islamo-Demokrasi Pemikiran Nurcholish Madjid (Jakarta: Republika, 2004). 27 Greg Barton, Gagasan Islam Liberal di Indonesia. Ter. Nanang Tahqiq. (Jakarta: Paramadina-Pustaka

Antara, 1995).

28 Ahmad Amir Azis 29 , Jalaluddin Rakhmat et.al., dan Dedy Djamaluddin Malik dan Idy Subandi Ibrahim. 30

Kajian tentang Nurcholish Madjid ketika sudah meninggal dilakukan oleh kolega dan teman sejawatnya juga tidak secara spesifik membahas tema multikulturalitas pendidikan agama (Islam) melainkan lebih tertuju pada sosok pemikiran dan integritas kepribadian tokoh ini dalam memperjuangkan ide dan

gagasannya. 31 Pun juga kajian sangat serius tentang noktah-noktah pemikiran Nurcholish Madjid yang dilakukan oleh Budhy Munawar Rachman tidak

memfokuskan pada multikulturalitas pendidikan agama (Islam) tetapi merekam hampir keseluruhan gagasan Nurcholish Madjid secara ensiklopedis. 32

Demikian juga, buku mutakhir tentang Nurcholish yang ditulis oleh Ahmad Gaus AF, lebih pada upaya rekam jejak momen-momen penting dalam kehidupan

Nurcholis, sehingga lebih bersifat biografis. 33 Demikian pula karya Mohammad Monib dan Islah Bahrawi, yang bertema Islam dan Hak Asasi Manusia dalam

Pandangan Nurcholish Madjid. Buku ini berusaha memotret ijtihad Nurcholish Madjid terkait dengan hak asasi manusia. Monib akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa Nurcholish sebagai sarjana muslim yang berlatar belakang keilmuan klasik Islam, formulasi pemikiran tentang HAM-nya lebih khas sebagai kaum teolog. Namun demikian, sebagai penganut neo-Modernisme, Nurcholish berupaya

melakukan kontekstualisasi atau reaktualisasi. 34 Namun demikian, belakangan peneliti mendapati kajian tentang pemikiran

pendidikan Nurcholish Madjid yang merupakan tesis Muslihin di Leiden University dengan tema “Towards Peace Education: Nurcholish Madjid’s Islamic Education Reform in Indonesia”. Sesuai dengan temanya, fokus kajian tesis ini adalah tentang kiprah Nurcholish Madjid dalam mempromosikan pembaruan pendidikan yakni pendidikan berbasis perdamaian dan belum secara spesifik menyentuh substansi

Pendidikan Agama (Islam) multikultural pluralistik 35 Dari pembahasan di atas terlihat bahwa pemikiran Nurcholish Madjid

tentang Multikulturalisme pendidikan agama (Islam) sudah pernah dibahas, namun tidak tuntas. Dengan demikian, ditinjau dari segi tokoh ataupun tema pemikirannya,

28 Ahmad Amir Azis, Neo-Modernisme Islam di Indonesia: Gagasan Sentral Nurcholish Madjid dan Abdurrahman Wahid. (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), 21. Keempat karakteristik di atas dapat disimpulkan

dalam istilah yang juga sering diungkapkan kalangan neo modernis yakni al-Muh}a> faz}ah ‘ala> al-Qa> dim al- S{a> lih wa al-A khdh bi al-Jadi> d al-A slah} (memelihara nilai-nilai lama yang baik dan mengambil nilai-nilai baru yang lebih baik).

29 Jalaluddin Rakhmat et.al., Tarekat Nurcholishy. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001). 30 Dedy Djamaluddin Malik dan Idi Subandy Ibrahim, Zaman Baru Islam Indonesia. Pmikiran dan Aksi

Politik Abdurahman Wahid, M. Amin Rais, Nurkholish Madjid, Jalaluddin Rakhmat (Bandung: Zaman Wacana Ilmu, 1998)

31 Muhammad Wahyuni Nafis & Ahmad Rifki, (ed). Kesaksian Intelektual: Mengiringi Kepergian Sang Guru Bangsa, (Jakarta, Paramadina, 2005)

32 Dikatakan serius karena buku tersebut terdiri dari 4 jilid dengan jumlah 4000 halaman. Periksa Budhy Munawar Rachman, Ensiklopedi Nurcholish Madjid Pemikiran Islam di Kanvas Peradaban (Jakarta:

Paramadina-CSL, Mizan, 2006)

33 Ahmad Gaus AF, Api Islam Nurcholish Madjid Jalan Hidup Seorang Visioner (Jakarta: Kompas, 2010) 34 Mohammad Monib dan Islah Bahrawi, Islam dan Hak Asasi Manusia dalam Pandangan Nurcholish

Madjid (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011), 298.

35 Muslihin, “Towards Peace Education: Nurcholish Madjid’s Islamic Education Reform in Indonesia”, Tesis (Leiden: TIYL and Leiden University, 2008).

topik penelitian ini bukanlah merupakan masalah baru, sebab pada kenyataannya sudah ada yang menelitinya.

Meski demikian, penelitian ini dapat saja menghasilkan temuan baru yang berbeda dengan temuan sebelumnya, atau --jika tidak demikian-- dapat saja memperkuat kesimpulan penelitian yang sudah ada atau mengkoreksinya sehingga terbentuk suatu kesimpulan baru yang “mungkin” lebih proporsional, lebih adil atau tidak bias, karena telah ditopang oleh perspektif teoritik dan metode penelitian yang lebih memadai dan lebih teruji.

Dengan penggunaan perangkat yang demikian, diharapkan pula tidak terjadi upaya pengerdilan (membonsai) 36 makna dan signifikansi pemikiran Nurcholish

Madjid, meskipun disadari atau tidak, sang penulis –barangkali—tidak bermaksud melakukan hal demikian.

E. Perspektif Teoritik

Dalam sebuah penelitian ilmiah, perspektif teoritik sangat diperlukan. Signifikansinya antara lain untuk membantu memecahkan dan mengidentifikasi masalah yang hendak diteliti. Selain itu, perspektif teoritik juga digunakan untuk memperlihatkan ukuran-ukuran atau kriteria yang dijadikan dasar untuk

membuktikan sesuatu. 37 Nurcholish Madjid adalah sosok manusia yang mempunyai latar belakang

sosio-kultural dan pendidikan khas yang –boleh jadi—berbeda dengan manusia lainnya. Ia merupakan sosok manusia yang memiliki kesadaran akan pemikiran dan tingkah laku yang diaktualisasikan dalam menjalin komunikasi interaktif dengan komunitas di luar dirinya. Dengan demikian, segala bentuk pemikiran maupun tindakannya merupakan suatu pilihan yang sadar dan bertanggung jawab. Fenomena demikian, sampai batas tertentu, dapat dikaji dari perspektif sosiologi pengetahuan (sociology of knowledge).

Istilah sosiologi pengetahuan untuk pertama kali diperkenalkan oleh Max Scheler dengan nama Wissenssoziologie. 38 Adapun tokoh yang telah berjasa dalam

mendefinisikan sosiologi pengetahuan dalam pengertian yang sangat spesifik adalah Peter L. Berger. Dia telah mendefinsikan kembali pengertian kenyataan dan

pengetahuan dalam konteks sosial. 39 Sosiologi pengetahuan merupakan ilmu baru yang menjadi cabang dari

sosiologi yang mempelajari hubungan timbal balik antara pemikiran dan masyarakat. Sosiologi pengetahuan berupaya untuk menghubungkan ide-ide dengan realitas

36 Kecenderungan studi terhadap pemikiran tokoh yang terjadi selama ini, terutama tokoh-tokoh masyarakat, dapat dikategorikan secara bipolar, yakni kalau tidak membesarkannya, sehingga menjadi

tokoh yang sedemikian simpatik dan heroik, yang terjadi adalah sebaliknya, yakni membonsai, dalam arti mengerdilkan makna pemikiran sang tokoh, yang sesungguhnya hampir menghabiskan keseluruhan usia si tokoh tersebut.

37 Teuku Ibrahim Alfian, et.al., Dari Babad dan Hikayat Sampai Sejarah Kritis (Yogyakarta: Gajah Mada

University Press, 1987), 4. 38

Periksa Peter L. Berger dan Thomas Luckmann, The Social Construction of Reality: A Treatise in The Sociology of Knowledge (England: Penguin Books, 1991), 16. 39 Periksa Frans M. Parera, “Menyingkap Misteri Manusia sebagai Homo Faber”, pengantar edisi

Indonesia buku Peter L. Berger dan Thoman Luckman. Periksa Peter L. Berger dan Thomas Luckmann, Tafsir Sosial Atas Kenyataan: Risalah tentang Sosiologi Pengetahuan. Terj. Hasan Basari (Jakarta: LP3ES, 1990), xv.

masyarakat dan mengkaji setting historis tempat ide-ide itu diproduksi dan diterima. Sosiologi pengetahuan menaruh perhatian pada kondisi sosial atau eksistensial pengetahuan. Para sarjana dalam bidang ini tidak membatasi pada analisis sosiologis wilayah kognisi seperti tampak dari istilahnya, tetapi secara praktis juga menaruh perhatian pada semua produk intelektual, seperti filsafat dan ideologi, doktrin-doktrin politik dan pemikiran teologis. Terhadap semua bidang tersebut, sosiologi pengetahuan berusaha menghubungkan ide atau gagasan seseorang dengan realitas

masyarakat. 40 Sosiologi pengetahuan dipilih sebagai perspektif teoritik penelitian ini karena

bermanfaat untuk menjelaskan faktor-faktor sosial yang turut membentuk pemahaman dan sikap seseorang. Dalam Pandangan Karl Mannheim, sosiologi pengetahuan sangat bermanfaat untuk melihat keragaman pemikiran berdasarkan perbedaan perspektif dari setiap individu. Dikatakan, bahwa dengan menyadari perspektif yang berbeda dari setiap pengamat pengetahuan, kita dapat sampai pada satu persetujuan, dengan tanpa menyatakan pengetahuan siapa yang secara obyektif

dan absolut paling benar. 41 Dengan demikian, sosiologi pengetahuan melihat bahwa kebenaran suatu pengetahuan bukan lagi kebenaran obyektif atau kebenaran relatif,

tetapi kebenaran relasional. Relasionisme bukan berarti tidak ada kriteria kebenaran bagi suatu pernyataan, melainkan pernyataan itu selalu dikaitkan dengan perspektif

suatu situasi tertentu. 42 Secara lebih operasional, penerapan perspektif sosiologi pengetahuan dalam

studi ilmu-ilmu sosial telah banyak dikemukakan oleh Peter L. Berger, yang telah mengenalkan teori konstruksi sosial dengan menekankan penggunaan sosiologi pengetahuan untuk memahami produk pemikiran seseorang 43 .

Teori konstruksi sosial yang dikembangkan Berger merupakan turunan dari pendekatan dan teori yang berparadigma definisi sosial. Dalam perspektif paradigma definisi sosial, manusia merupakan kreator yang relatif bebas di dalam dunia sosialnya. Manusia bukan merupakan korban dunia sosialnya sendiri, sebagaimana yang dikumandangkan oleh paradigma lain, yakni paradigma fakta sosial. Manusia

bebas menentukan pilihan dengan pertimbangan faktor intern dan eksternal dirinya. 44 Paradigma definisi sosial bertitik tolak dari pemikiran Max Weber (1864-

1922). Dalam membangun teori sosiologi, Weber menjadikan tindakan individu sebagai pusat kajian. Ia sangat menekankan pada kajian tentang bagaimana individu memberikan makna terhadap hubungan sosial. Oleh karena itu, ia mendefinisikan sosiologi sebagai ilmu yang mengusahakan pemahaman interpretatif mengenai

40 Periksa Muhyar Fanani, Metode Studi Islam: Aplikasi Sosiologi Pengetahuan Sebagai Cara Pandang (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), 3.

41 Periksa Arief Budiman, “Dari Patriotisme Ayam dan Itik sampai Ke Sosiologi Pengetahuan: Sebuah Pengantar”, dalam Karl Mannheim, Ideologi dan Utopia: Menyingkap Kaitan Pemikiran dan Politik.

Terj. F. Budi Hardiman (Yogyakarta: Kanisius, 1991), xvii. 42 Karl Mannheim, Ideologi dan Utopia, 306-307. 43 Bersama Thomas Luckmann, Peter L. Berger telah menulis risalah berjudul The Social Construction of

Reality. Keduanya menyatakan bahwa realitas terbentuk secara sosial dan sosiologi pengetahuan harus menganalisis bagaimana hal tersebut terjadi.

44 Periksa George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Ter. Alimandan (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2004), 45.

tindakan sosial agar dapat diperoleh penjelasan kausal mengenai arah dan akibat- akibatnya. 45

Metode untuk memperoleh pemahaman yang valid mengenai arti-arti subyektif tindakan sosial yang dikemukakan Weber inilah yang kemudian dikenal dengan

pendekatan verstehen 46 . Menurut Weber, pendekatan verstehen mengharuskan seseorang untuk berempati dengan cara menempatkan diri dalam kerangka pemikiran

orang yang perilakunya mau dijelaskan. Proses ini menunjukkan pentingnya konsep “mengambil peran” seperti yang terdapat dalam teori interaksionisme simbolik yang dipelopori oleh Herbert Blumer.

Teori interaksionisme simbolik bertumpu pada tiga premis utama, yaitu (1) manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna yang ada pada sesuatu itu bagi mereka; (2) makna tersebut berasal dari hasil interaksi sosial seseorang dengan orang lain; (3) makna-makna tersebut disempurnakan dan dimodifikasi di saat

proses interaksi sosial berlangsung. 47 Implikasi dari perspektif tersebut berarti bahwa tindakan manusia bukan

disebabkan “kekuatan luar” sebagaimana dikemukakan penganut mazhab fungsionalis-strukturalis, dan tidak juga dari “kekuatan dalam” sebagaimana diyakini kalangan reduksionis-psikologis. Tetapi, individu dipandang sebagai aktor yang membentuk obyek. Individu senantiasa merancang obyek yang berbeda, memberikan makna, menilai kesesuaiannya dengan tindakan dan mengambil keputusan

berdasarkan penilaian tersebut 48 . Karena itu, aktor selalu dalam posisi sadar dan senantiasa bertindak reflektif menghadapi obyek yang diketahui untuk kemudian

diberikan makna berdasarkan simbol-simbol tertentu. Secara lebih terinci, model sosiologi pengetahuan Peter L. berger dan Thomas Luckmann dirumuskan dalam suatu formula yang bersifat dialektis, yaitu

eksternalisasi, obyektivasi dan internalisasi. 49 Eksternalisasi adalah penyesuaian diri

45 Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Terj. Robert MZ. Lawang (Jakarta: Gramedia, 1988), 214.

46 Tom Campbell, Tujuh Teori Sosial: Sketsa, Penilaian, Perbandingan (Yogyakarta: Kanisius, 1994), 201. Verstehen adalah suatu metode untuk memahami objek penelitian melalui insight, einfuhlung serta

empati dalam menangkap dan memahami makna kebudayaan manusia, nilai-nilai, simbol-simbol, pemikiran-pemikiran serta kelakuan manusia yang memiliki sifat ganda. Verstehen ini muncul sebagai reaksi terhadap aliran positivisme logis, yang mengembangkan penelitian dengan model-model pendekatan positivistik kuantitatif. Periksa Kaelan, Metode Penelitian Agama Kualitatif Interdisipliner (Yogyakarta: Paradigma, 2010), 165-166.

47 Margareth M. Poloma. Sosiologi Kontemporer. Terj. Tim Yosagama (Jakarta: Rajawali Pers,2000), 258.

48 Zainuddin Maliki, Narasi Agung: Tiga Teori Sosial Hegemonik (Surabaya: LPAM, 2003), 236. Hampir paralel dengan teori interaksionisme simbolik adalah kerangka teori aksi (action Theory) yang

mempunyai premis asumsi, pertama, tindakan manusia muncul dari kesadarannya sendiri sebagai subyek dan dari situasi eksternal dalam posisinya sebagai obyek. Kedua, sebagai subyek manusia berperilaku untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Ketiga, dalam bertindak manusia menggunakan cara, teknik, prosedur, perangkat serta metode yang dipandang cocok untuk mencapai tujuannya. Keempat, kelangsungan tindakan manusia hanya dibatasi oleh kondisi yang tidak dapat diubah dengan sendirinya. Kelima, manusia memilih, menilai dan mengevaluasi terhadap tindakan yang telah, sedang dan yang akan dilakukannya. Periksa Ritzer, Sosiologi Ilmu pengetahuan, 46.

49 Nursyam, Bukan Dunia yang Berbeda: Sosiologi Komunitas Islam. (Surabaya: Pustaka Eureka, 2005),

20. Karena itu, tugas pokok sosiologi pengetahuan adalah menjelaskan adanya dialektika diri (the self) dengan dunia sosio-kultural. Dialektika itu berlangsung dalam suatu proses dengan tiga “momen” simultan yakni eksternalisasi, obyektivasi dan internalisasi. Periksa Fanani, Metode Studi Islam: Aplikasi Sosiologi Pengetahuan, 54.

dengan kondisi sosio-kultural sebagai produk manusia, obyektivasi adalah interaksi sosial dalam dunia intersubyektif yang dilembagakan atau mengalami institusionalisasi; dan internalisasi adalah individu mengidentifikasi diri di tengah lembaga-lembaga sosial atau organisasi sosial dimana individu tersebut menjadi

anggotanya 50 . Hubungan dialektis tersebut dapat dirumuskan dalam tiga momentum;

masyarakat adalah produk individu, masyarakat adalah realitas obyektif dan individu adalah produk masyarakat. Ini berarti ada proses menarik keluar (eksternalisasi) sehingga seakan-akan berada di luar (objektivasi) dan kemudian ada proses penarikan kembali ke dalam (internalisasi) sehingga sesuatu yang berada di luar seakan berada di dalam. Masyarakat adalah produk individu sehingga menjadi kenyataan obyektif melalui proses eksternalisasi dan individu juga produk

masyarakat melalui proses internalisasi 51

F. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan studi Kombinatif antara studi pustaka (library research) dan penelitian lapangan. Untuk studi Pustaka, data primernya adalah karya-karya Nurcholish Madjid yang membahas tentang fenomena multikultural pluralistik serta artikel-artikel lain yang ada kaitannya dengan fokus masalah. Sedangkan sumber data sekunder adalah karya tulis baik berupa buku maupun artikel yang membahas tentang Nurcholish Madjid terutama yang berkaitan langsung dengan fokus masalah ataupun karya yang bersifat umum, baik karya penulis Barat maupun karya penulis Muslim.

Analisis data atas studi pustaka dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis wacana (Discourse analisys) 52 dan teknik analisis hermeneutik, artinya,

pemikiran-pemikiran Nurcholish Madjid tentang pendidikan agama (Islam) multikultural pluralistik yang tersebar dalam berbagai karyanya akan dideskripsikan apa adanya untuk kemudian pemikiran tersebut dianalisis. Analisis wacana tersebut dilengkapi dengan analisis hermeneutik, yakni aktivitas interpretasi terhadap suatu

Peter L. Berger, Langit Suci: Agama Sebagai Realitas Sosial. Terj. Hartono (Jakarta: LP3ES, 1991) , 5. Pada sisi lain, pilihan sadar Nurcholish Madjid untuk mempromosikan gagasan multikultural pluralistik

dalam segala derivasinya dapat pula dilihat dari perspektif teori pilihan rasional (Rational Choice Theory, dimana pilihan suatu sikap didasarkan pada pertimbangan rasional, dengan cost and benefit analysis, untung rugi sosial, sebagai akibat dari pilihan rasional yang telah dilakukannya. Teori ini dikembangkan oleh James S. Coleman, sosiolog dari Universitas Chicago. Coleman menyatakan bahwa “tindakan perseorangan mengarah kepada sesuatu tujuan dan tujuan itu (dan juga tindakan) ditentukan oleh nilai dan pilihan (preferensi)”. Periksa George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern. Ter. Alimandan (Jakarta: Prenada Media, 2004), 394.

51 Nur Syam, Islam Pesisir (Yogyakarta: LkiS, 2005), 37-38. 52 Diantara karakteristik analisis wacana adalah pertama, wacana dipahami sebagai sebuah tindakan

(action). Dengan pemahaman semacam ini mengasosiasikan wacana sebagai bentuk interaksi, dan bukan ditempatkan seperti dalam ruang tertutup dan internal. Kedua, mempertimbangkan konteks dari wacana

seperti latar, situasi, peristiwa dan kondisi. Wacana dipandang diproduksi, dimengerti dan dianalisis pada suatu konteks tertentu. Ketiga, menempatkan wacana dalam konteks sosial tertentu, berarti wacana diproduksi dalam konteks tertentu dan tidak dapat dimengerti tanpa menyertakan konteks yang menyertainya. Salah satu aspek penting untuk bisa mengerti teks adalah menempatkan wacana itu dalam konteks historis tertentu. Bahasan elaboratif periksa Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. (Yogyakarta: LKiS, 2001), 8-11.

obyek yang mempunyai makna (meaningfull forms) dengan tujuan untuk menghasilkan pemahaman yang “obyektif” 53 .

Konsep obyektivitas dalam ilmu-ilmu sosial adalah berbeda dengan konsep obyektif menurut perspektif ilmu alam yang sedemikian positivistik. Obyektivitas

dalam ilmu sosial lebih ditekankan pada tercapainya pemahaman (verstehen) 54

sedangkan dalam ilmu alam, verstehen tidak dibutuhkan, tetapi yang dibutuhkan adalah ernklarenn (penjelasan).

Untuk itu salah satu persyaratan yang harus dilakukan adalah adanya interpretasi historis. Dalam rangka interpretasi historis ini, selain dituntut untuk mengetahui personalitas pengarang, juga perlu merujuk pada bacground sosio-

kultural dimana pengarang hidup 55 sehingga diharapkan terjadinya dialog imajinatif dengan pengarangnya meskipun hidup dalam kurun yang berbeda 56 . Dalam konteks

inilah, perspektif sosiologi pengetahuan yang digunakan sebagai perspektif teoritik penelitian ini menemukan titik relevansinya.

Adapun studi lapangan dalam penelitian ini digunakan sebagai unsur pendukung. Dalam rangka mengungkap data lapangan, peneliti menggunakan

observasi dan wawancara mendalam (depth interview). Jenis observasi yang digunakan adalah observasi partisipan yakni peneliti mengamati secara langsung dan

terlibat dengan aktivitas sasaran untuk mengetahui fenomena yang relevan dengan tujuan penelitian. Dalam hal ini, peneliti mengamati dan berpartisipasi terhadap kegiatan kursus keislaman dan pengajian yang dilaksanakan di Paramadina 57

Sedangkan wawancara dilakukan melalui wawancara bebas terstruktur secara mendalam face to face dengan para kolega Nurcholish Madjid di Yayasan Paramadina, Civitas akademika Universitas Paramadina Jakarta, khususnya dosen Pendidikan Agama Islam serta Pengurus Yayasan Madania Parung Bogor yang