PENENTUAN KEBUTUHAN AIR IRIGASI DAN PEMU

PENENTUAN KEBUTUHAN AIR IRIGASI DAN PEMUPUKAN BAWANG MERAH (Allium cepa) SECARA HIDROPONIK DENGAN MEDIA PASIR ZOLIAND SOBILHAQQ DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penentuan Kebutuhan Air Irigasi dan Pemupukan Bawang Merah (Allium cepa) secara Hidroponik dengan Media Pasir adalah benar karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2015

Zoliand Sobilhaqq NIM A24134012

* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

ABSTRAK

ZOLIAND SOBILHAQQ. Penentuan Kebutuhan Air Irigasi dan Pemupukan Bawang Merah (Allium cepa) secara Hidroponik dengan Media Pasir. Dibimbing oleh EKO SULISTYONO.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kebutuhan air pada tanaman bawang merah (Allium cepa) secara hidroponik. Menentukan waktu irigasi untuk produksi maksimum. Mempelajari pengaruh frekuensi pemberian pupuk hidroponik. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Kebun Percobaan Leuwikopo, Darmaga, Bogor, Jawa Barat selama 16 minggu, dimulai pada Januari sampai dengan Mei 2015. Penelitian ini menggunakan Rancangan Faktorial Kelompok Lengkap Teracak (RKLT). Faktor pertama terdiri atas empat taraf volume irigasi (2Eo, 4Eo, 6Eo, 8Eo). Faktor kedua yaitu interval pemupukan, terdiri atas empat taraf yakni satu minggu sekali, dua minggu sekali, tiga minggu sekali, dan empat minggu sekali, sehingga diperoleh 16 kombinasi perlakuan, masing-masing perlakuan terdiri atas tiga ulangan, dan setiap ulangan terdiri atas satu tanaman, sehingga total ada 48 tanaman. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa volume irigasi berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada umur sembilan dan sepuluh minggu setelah tanam, tapi tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun dan jumlah anakan. Interval pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap semua peubah pertumbuhan. Jumlah umbi dan bobot kering daun maka direkomendasikan volume irigasi sebesar 2Eo dengan interval pemupukan empat minggu sekali.

Kata kunci: bobot kering daun, bobot umbi, jumlah anakan, volume irigasi

ABSTRACT

ZOLIAND SOBILHAQQ. Determining Water Requirment and Fertilitation of Onion (Allium cepa) Hidroponically with Sand Media. Supervised by EKO SULISTYONO.

This research aims to study the water needs of the crop of onion (Allium cepa) hydroponically. Determine the time of irrigation for maximum production. Studied the effect of frequency of hydroponic fertilizer. The research activities carried out at the Green House Garden Experiment Leuwikopo, Dramaga, Bogor, West Java, for 16 weeks, starting in January to May 2015. This study used a randomized Full Factorial Design Group (RKLT). The first factor consists of four levels of irrigation volume (2Eo, 4Eo, 6Eo, 8Eo). The second factor is the interval of fertilization, consists of four levels: one week, two weeks, three weeks, and four weeks, in order to obtain 16 combinations of treatments, each treatment consisted of three replications, and each replication consisted of one plant, for a total of 48 plants. Results from this study indicate that the volume of irrigation very significant effect on plant height at nine and ten weeks after planting, but did not significantly affect the number of leaves and number of tillers. Interval fertilization did not significantly affect the growth of all variables. The number of tubers and leaf dry weight, the recommended volume of 2Eo irrigation with fertilization interval of four weeks.

Keywords: leaf dry weight, tuber weight, number of tillers, irrigation volume

PENENTUAN KEBUTUHAN AIR IRIGASI DAN PEMUPUKAN BAWANG MERAH (Allium cepa) SECARA HIDROPONIK DENGAN MEDIA PASIR ZOLIAND SOBILHAQQ

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2015 sampai Mei 2015 ini ialah hidroponik, dengan judul Penentuan Kebutuhan Air Irigasi dan Pemupukan Bawang Merah (Allium cepa) secara Hidroponik dengan Media Pasir.

Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan komisi pembimbing bapak Dr Ir Eko Sulistyono, MSi yang telah memberikan banyak pengarahan, ilmu, dan saran. Dosen pembimbing akademik ibu Dr Ir Endah Retno Palupi, MSc atas pengarahan dan semangat yang diberikan selama menempuh pendidikan S1. Dosen penguji bapak Chandra Budiman, SP, MSi dan bapak Dr Ir Supijatno, MSi. Di samping itu, penulis sampaikan terima kasih kepada Bapak Supiyatna beserta staf rumah kaca Kebun Percobaan Leuwikopo yang telah mendukung dalam pengamanan dan banatuan selama penelitian berlangsung. Seluruh tim dosen beserta staf Departemen Agronomi dan Hortikultura. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada, ayah, ibu, dan adik atas doa, dukungan, serta perhatian yang tulus. Teman-teman Alih Jenis Agronomi dan Hortikultura tahun 2013 khususnya Amalia Evadiyani, Ery Leonardo Saragih, Fitria Nanda Utami, Lany Hardiyani, Ellysa Dwi Gahara, Vivi Fitriani, Devi Delidha, Fachrul Maulana, Rudiyono, Reza Liliandra, dan lain-lain atas doa dan dukungannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2015

Zoliand Sobilhaqq

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bawang merah (Allium cepa) merupakan komoditas yang memiliki arti penting, terutama untuk masyarakat Indonesia. Komoditas bawang merah ini walaupun bukan komoditas pokok, tetapi keberadaan komoditas ini sangat diperlukan. Komoditas ini dapat digunakan, baik dari segi bumbu pelengkap maupun kesehatan. Bawang merah sebagai bumbu pelengkap karena banyak mengandung vitamin B dan C. Bawang merah juga digunakan dalam bidang kesehatan sebagai obat tradisional seperti menyembuhkan luka atau infeksi, memperbaiki pencernaan dan menghilangkan lendir di tenggorokan karena adanya efek antiseptik senyawa anilin dan alisin (Rukmana 1994). Perkiraan kebutuhan konsumsi bawang merah dalam kurun waktu tahun 2009 sampai 2013 meningkat dari 812 103 ton menjadi 899 412 ton (Ditjen BPH 2005). Konsumsi bawang merah meningkat sekitar lima persen setiap tahunnya sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan berkembangnya industri olahan (Ditjen PPHP 2006).

Menurut data dari Badan Pusat Statistik (2013), bahwa dalam kurun waktu 2009 sampai 2013 produksi bawang merah Indonesia menunjukkan angka peningkatan dari 965 164 ton menjadi 1 010 773 ton atau dengan laju

3.36 persen/tahun. Peningkatan produksi tersebut disebabkan oleh peningkatan produktivitas dengan laju 0.63 persen/tahun dan penggunaan pupuk sesuai

kebutuhan, yaitu 200 kg ha -1 Urea, 200 kg ha SP36, 200 kg ha KCl, dan 500 kg ha -1 ZA (Badan Litbang-Deptan 2006). Produktivitas tersebut akan

menurun karena kurangnya ketersediaan air, sebagai akibat dari pemakaian air yang tidak efisien. Air yang sudah tidak mencukupi untuk kebutuhan tanaman pada fase pertumbuhan tertentu akan terjadi defisit (curah hujan lebih kecil dari evapotranspirasi), maka pemberian air senilai defisit dapat dilakukan.

1 Menurut Savvas (2003) hidroponik merupakan metode untuk menumbuhkan tanaman tanpa menggunakan media tanah sebagai media

penumbuh tanaman. Metode tersebut melibatkan pasokan nutrisi anorganik melalui air irigasi. Pasir kuarsa dan kerikil (bebas dari batu kapur) adalah bahan agregat yang paling sering digunakan dalam penelitian yang melibatkan budidaya tanpa tanah pada saat itu. Budidaya dengan media air, budidaya dengan media pasir, dan budidaya dengan media kerikil, adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan metode hidroponik ini dalam menumbuhkan tanaman

2 (Savvas 3 2003). Menurut Savvas (2003) budidaya tanaman dengan hidroponik dilakukan di dalam rumah kaca, sehingga biaya yang dikeluarkan lebih tinggi

dibanding dengan budidaya pada umumnya serta membutuhkan keterampilan teknis untuk mengatasinya. Pencapaian hasil dan kualitas yang baik dapat dicapai, bahkan dalam keadaan salin ataupun dengan struktur media yang rendah.

Inovasi teknologi budi daya untuk memproduksi maksimum suatu komoditas tersebut berkembang pesat pada 10 tahun terakhir. Temuan hidroponik terbaru saat ini sudah terbukti menguntungkan, sehingga hidroponik dipandang sebagai sistem dengan cara budidaya yang intensif. Pengaturan terhadap air yang digunakan akan mempengaruhi pertumbuhan maksimum suatu komoditas, terutama bawang merah. Adanya perkembangan dalam sistem hidroponik ini, maka perlu kiranya penelitian evapotranspirasi dengan sistem hidroponik media Inovasi teknologi budi daya untuk memproduksi maksimum suatu komoditas tersebut berkembang pesat pada 10 tahun terakhir. Temuan hidroponik terbaru saat ini sudah terbukti menguntungkan, sehingga hidroponik dipandang sebagai sistem dengan cara budidaya yang intensif. Pengaturan terhadap air yang digunakan akan mempengaruhi pertumbuhan maksimum suatu komoditas, terutama bawang merah. Adanya perkembangan dalam sistem hidroponik ini, maka perlu kiranya penelitian evapotranspirasi dengan sistem hidroponik media

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kebutuhan air pada tanaman bawang merah (Allium cepa) secara hidroponik. Menentukan volume irigasi untuk produksi maksimum. Mempelajari pengaruh frekuensi pemberian pupuk hidroponik.

Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah:

1. Volume irigasi berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi bawang merah

2. Interval pemupukan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi bawang merah

3. Interaksi volume irigasi dan interval pemupukan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi bawang merah

4. Diperoleh kombinasi antara volume irigasi dan interval pemupukan tertentu untuk bawang merah

TINJAUAN PUSTAKA

Botani

Benih merupakan faktor produksi, sehingga sangat berpengaruh dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi disektor tanaman hortikultura, khususnya benih bawang merah. Benih bersertifikat diharapkan dapat digunakan oleh petani. Benih bersertifikat merupakan jaminan bahwa benih tersebut telah dinyatakan memenuhi standar mutu minimal sesuai ketentuan yang berlaku (Kartasapoetra 2003). Bawang adalah tanaman dua musim yang memiliki batang dan muncul tahun kedua, halus, lurus, gemuk, membesar di bagian pangkal, dan fistulous, bantalan di atas sebuah umbel, bunga putih-kehijauan. Daun berbentuk bulat dan fistulous warna hijau, kaku, dan lebih pendek dari batang. Bagian yang biasa digunakan adalah umbi. Bawang termasuk dalam kerajaan Plantae, keluarga Alliaceae, genus Allium, spesies: A. cepa (Chem, Pharm, dan Res 2010).

Syarat Tumbuh

Tanaman bawang merah tumbuh di daerah beriklim kering, sehingga peka terhadap curah hujan dan intensitas hujan yang tinggi, serta cuaca berkabut. Tanaman ini membutuhkan penyinaran cahaya matahari yang maksimal (minimal 70% penyinaran), suhu udara 25-32°C, dan kelembaban nisbi 50-70% (Sutarya dan Grubben 1995, Nazarudin 1999). Bawang merah dapat ditanam di dataran rendah sampai ketinggian 1 000 m di atas permukaan laut. Ketinggian tempat yang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan bawang merah adalah 0-450 m di atas permukaan laut (Sutarya dan Grubben 1995).

Hidroponik

Taman Gantung Babilonia, salah satu dari tujuh keajaiban dunia kuno, sering dianggap pengguna pertama hidroponik (Resh 2000). Menurut Gericke (2000), bahwa teknik ini akan disebut "hidroponik" karena istilah budidaya sebelumnya telah didefinisikan sebagai pertumbuhan tanaman air dan hewan. Hidroponik adalah dari bahasa Yunani hydro berarti air dan ponos berarti tenaga kerja dan analog dengan geoponik, didefinisikan sebagai ilmu budidaya tanpa tanah. Budidaya secara hidoponik telah dilakukan untuk pemeliharaan tanaman yang terkontrol di dalam rumah kaca (Roger dan Smith 2001). Hidroponik substrat adalah budi daya tanaman yang ditumbuhkan di media non tanah, seperti arang sekam, zeolit, batu kerikil, perlit, pasir, rockwool, gambut, atau serbuk gergaji (Onny 2004).

Media Pasir

Pasir merupakan fraksi kasar dari bahan tanah. Pasir didefinisikan secara internasional dalam ilmu tanah sebagai partikel di atas 0.02 mm dan dikelompokkan menjadi pasir kasar (0.2 mm sampai 2 mm) serta pasir halus (0.02 mm sampai 0.2 mm). Pasir kasar lebih disukai sebagai substrat (Raviv et al. 2002). Tingkat difusi oksigen rata-rata dalam pasir halus adalah 10 sampai 100 kali lebih rendah dari gambut, perlite, kulit redwood, dan campuran lainnya (Bunt 2001). Menurut da Silva (2001), pasir memiliki distribusi ukuran pori yang sempit, sehingga fraksi pori-pori yang kecil mempertahankan volume airnya hampir konstan seiring bertambahnya daya hisap dari 0 sampai 10 cm air (pasir kasar) atau 0 sampai 20 cm (pasir halus). Peningkatan selanjutnya dalam daya hisap air menghasilkan penurunan yang tajam pada kadar air. Masalah aerasi diharapkan bila menggunakan pasir halus di pot umum yang digunakan dalam pertanian (Wever et al. 2007).

Unsur Hara Tanaman

Hubungan antara salinitas dan nutrisi mineral tanaman hortikultura sangat kompleks dan membutuhkan pemahaman mendalam dari interaksi yang terlibat. Salinitas juga dapat menyebabkan kombinasi interaksi kompleks yang mempengaruhi metabolisme tanaman, kerentanan terhadap penyakit atau kebutuhan hara tanaman (Grattan dan Grieve 2008). Kebutuhan nutrisi untuk budi daya kailan dan jenis sayuran batang dan daun lainnya yaitu Nitrogen (N-total) 250 ppm, Posphor (P) 75 ppm, Kalium (K) 350 ppm, Kalsium (Ca) 175 ppm, dan Magnesium (Mg) 62 ppm (Thompson dan Doerge 2005).

Peningkatan urea pada kondisi hidroponik, penurunan pertumbuhan tanaman yang tinggi dibandingkan dengan pasokan nitrat saja, dan pengurangan ini lebih tinggi dibandingkan dengan amonium sulfat. Hal ini bisa disebabkan oleh efek defisiensi N yang dihasilkan dari tingkat penyerapan urea yang sangat rendah daripada urea atau amonium toksisitas berasal per sel. Urea tidak diambil di lapangan pada tingkat yang signifikan, bahkan oleh inhibitor urease, namun hal ini tidak berpengaruh negatif terhadap meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk yang dihasilkan dari hidrolisis mikroba terhadap urea (Arkoun et al. 2012).

Pupuk Hidroponik

Pemberian pupuk atau unsur hara selain diberikan lewat tanah dapat pula diberikan lewat daun. Menurut Lingga dan Marsono (2001), kelebihan utama dari pupuk daun, yaitu penyerapan haranya berjalan lebih cepat dibanding pupuk yang diberikan lewat akar. Produk pupuk daun saat ini dengan berbagai merek dagang dengan komposisi hara makro dan mikro yang bervariasi. Unsur hara yang dominan dalam pupuk daun adalah hara makro dengan tambahan beberapa unsur mikro.

Menurut Sutedjo (2009), pupuk daun yang digunakan harus berkadar N tinggi. Pupuk daun yang berkadar N tinggi dengan kadar P dan K yang bervariasi seperti Growmore 32-10-10 (32 % N, 10 % P 2 O 5 dan 10 % K 2 O). Growmore adalah pupuk daun lengkap dalam bentuk kristal berwarna biru, sangat mudah larut dalam air. Pupuk ini dapat diserap dengan mudah oleh tanaman baik itu melalui penyemprotan daun maupun disiram ke dalam media tanam dan mengandung hara lengkap dengan konsentrasi yang berbeda sesuai dengan kebutuhan. Formula ini sangat baik untuk merangsang perakaran pada pembibitan, stek (cutting) atau waktu pemindahan pembibitan ke lapangan, meningkatkan ketahanan tanaman terhadap hama dan penyakit, dapat merangsang pembungaan dan pembuahan.

Kebutuhan Air Tanaman

Kebutuhan air konsumtif tanaman besarnya sama dengan evapotranspirasi. Evapotranspirasi (ET) adalah jumlah dari evaporasi dan transpirasi tanaman. Evapotranspirasi merupakan bagian penting dari siklus air. Penguapan menyumbang pergerakan air ke udara dari sumber seperti tanah, kanopi intersepsi, dan badan air. Transpirasi menyumbang pergerakan air di dalam tanaman dan hilangnya bersama air sebagai uap melalui stomata pada daunnya. Evapotranspirasi potensial (PET) merupakan representasi dari permintaan lingkungan untuk evapotranspirasi dan mewakili tingkat evapotranspirasi dari tanaman hijau semusim, melengkapi ketajaman tanah, tinggi seragam dan status

5 air yang memadai dalam profil tanah. Ini adalah refleksi dari energi yang tersedia

untuk menguapkan air, dan angin yang tersedia untuk mengangkut uap air dari bawah ke atas ke atmosfer yang lebih rendah. Evapotranspirasi dikatakan sama dengan evapotranspirasi potensial bila ada air yang cukup (Allen et al. 2011). Kebutuhan air irigasi merupakan jumlah air yang harus diberikan untuk menggantikan kehilangan air akibat evapotranspirasi dan kehilangan air selama proses penyaluran air. Pada sistem hidroponik dengan media pasir volume irigasi dapat ditentukan berdasarkan besarnya evaporasi permukaan air bebas (Sulistyono dan Yuliana 2014).

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Kebun Percobaan Leuwikopo, Darmaga, Bogor, Jawa Barat selama 16 minggu, dimulai pada Januari sampai dengan Mei 2015.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bawang merah varietas lokal, air, pupuk daun, dan pasir. Alat yang digunakan terdiri atas ember, gelas ukur, meteran, penggaris, kalkulator, kamera, dan timbangan.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Faktorial Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) untuk mengetahui respon evapotranspirasi satu varietas bawang merah dengan dua faktor. Faktor pertama terdiri atas empat taraf volume irigasi (2Eo, 4Eo, 6Eo, 8Eo) yang dapat dilihat pada Lampiran 5. Faktor kedua yaitu interval pemupukan (W), terdiri atas empat taraf yakni W1 (satu minggu sekali), W2 (dua minggu sekali), W3 (tiga minggu sekali), dan W4 (empat minggu sekali), sehingga diperoleh 16 kombinasi perlakuan, masing-masing perlakuan terdiri atas tiga ulangan, dan setiap ulangan terdiri atas satu tanaman, sehingga total ada 48 tanaman.

Model linear yang digunakan sebagai berikut menurut Gomez dan Gomez (1995):

Y ijk =µ+α j +β k + (αβ) jk +ρ k +E jk

Keterangan: Y ijk = Nilai pengamatan pada faktor I taraf ke-i, faktor W taraf ke-j, dan ulangan ke-k µ

= Rataan umum α j = Nilai tambah pengaruh faktor volume irigasi (I) ke-i (i = 2Eo, 4Eo,

6Eo, dan 8Eo) β k = Nilai tambah pengaruh faktor interval pemupukan (W) ke-j (j = W1,

W2, W3, dan W4) (αβ) jk = Nilai tambah pengaruh interaksi faktor intensitas pemupukan (I) ke-i

dengan faktor interval pemupukan (W) ke-j ρ k = Pengaruh aditif dari ulangan, dan diasumsikan tidak berinteraksi

dengan perlakuan (bersifat aditif)

E jk = Galat percobaan Analisis data menggunakan uji F pada taraf nyata 5%. Hasil analisis ragam berpengaruh nyata, maka nilai tengah diuji lanjut menggunakan uji Tukey (Honestly Significant Difference (HSD)) pada taraf 5% menggunakan software SAS 9.0. Rekapitulasi data menggunakan Microsoft Office Excel 2007.

Pengamatan

Variabel penelitian adalah tingkat evaporasi tanaman dengan metode evaporasi panci. Pengurangan air dalam panci diukur sesuai waktu yang telah ditentukan. Analisis air yang berkurang dengan menggunakan indikator peubah yang diamati. Pengamatan seluruh parameter dilakukan pada saat pertumbuhan, panen dan setelah panen. Parameter yang diamati, meliputi:

1. Tinggi tanaman (cm) dilakukan dengan cara mengukur panjang tanaman mulai dari leher akar sampai ujung daun tertinggi.

2. Jumlah daun per rumpun (helai) dilakukan dengan cara menghitung jumlah yang terbentuk pada setiap tanaman dan telah membuka sempurna.

3. Jumlah anakan per rumpun (helai) dilakukan dengan cara menghitung jumlah anakan yang terbentuk pada setiap rumpun.

4. Bobot tanaman segar atau basah (daun, batang, dan akar) (g) per rumpun dilakukan setelah pemanenan saat akar masih dalam keadaan segar, penimbangan dilakukan menggunakan timbangan analitis.

5. Bobot tanaman kering (daun, batang, dan akar) (g) per rumpun dilakukan menggunakan oven (85 o

C) selama tiga hari hingga diperoleh berat konstan, penimbangan dilakukan menggunakan timbangan digital.

6. Bobot hasil umbi, yaitu bobot umbi segar (saat panen) dan bobot umbi kering (setelah di oven).

7. Jumlah umbi, dan ukuran umbi bawang (panjang umbi dan diameter umbi).

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan rumah kaca dan media tanam Rumah kaca yang akan digunakan harus dalam keadaan rapih, bersih, dan

tertutup atau layak. Media tanam pasir dibeli pada toko bangunan, kemudian pasir dibersihkan dari kotoran-kotoran, dikering anginkan, dan diayak. Pasir dimasukkan dalam pot 1/3 dari tinggi pot. Pasir diberi pupuk hidroponik dengan cara pengenceran sesuai dosis perlakuan, kemudian diinkubasi selama 2 minggu.

Penanaman, penyulaman, dan pemeliharaan Penanaman bibit dilakukan pada pot yang sudah berisi pasir. Umbi bibit

ditanam dengan alat penugal, lubang tanaman dibuat sedalam rata-rata setinggi umbi. Satu umbi bawang merah dimasukkan ke dalam lubang tanaman dengan gerakan seperti memutar sekerup, sehingga ujung umbi tampak rata dengan permukaan media pasir. Setelah tanam, seluruh pot disiram dengan embrat yang halus.

Penyulaman dilakukan terhadap bawang merah yang mati atau tidak memenuhi syarat pertumbuhan. Umbi untuk menyulam berasal dari persediaan bawang merah dan umur yang sama dengan umbi yang sudah di tanam dalam pot. Penyulaman dilakukan 1 minggu setelah tanam dalam pot. Hama dan penyakit dikendalikan secara intensif dengan cara melakukan penyemprotan.

Penentuan volume irigasi Irigasi diberikan setiap hari dengan volume yang sudah ditentukan

berdasarkan evapotranspirasi panci, yaitu koefisien panci tanaman x evaporasi panci (cm) x luas permukaan ember tanaman (cm 2 ).

Pemupukan Pemupukan dilakukan bersama-sama air irigasi dengan interval sesuai

perlakuan dengan konsentrasi 1.5 gram pupuk hidroponik per liter larutan. Kandungan hara pupuk yang digunakan adalah seperti pada Lampiran 1.

Pemanenan Pemanenan dilakukan setelah umurnya cukup tua dengan ciri 60% leher batang lunak, tanaman rebah, dan daun menguning.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Bawang merah berada di dalam rumah kaca dengan batas sebelah timur adalah ruang kelas dan rumah kaca. Batas sebelah barat adalah tanaman kemangi. Batas sebelah utara adalah lahan tanaman sereh dan jahe. Batas sebelah selatan adalah tanaman singkong. Cahaya masuk rumah kaca mulai jam 10.00 karena terhalang tembok sampai dengan 16.00 WIB. Kondisi ini sesuai dengan syarat tumbuh bawang (Sutarya dan Grubben 1995, Nazarudin 1999, Sutarya dan Grubben 1995).

Gambar 1 Rumah kaca di Leuwikopo (a) dan tanaman bawang merah (b)

Tata letak tanaman bawang merah disusun berdasarkan ulangan, sehingga terdapat tiga baris untuk tiga ulangan. Bak penampung air bersih dan panci evaporasi diletakkan didekat pertanaman bawang merah tersebut. Bak penampung air ini akan digunakan sebagai stok air jika keran air dari rumah kaca tidak mengeluarkan air. Panci evaporasi ini digunakan untuk mengetahui seberapa banyak air yang menguap atau hilang setiap harinya, sehingga dapat mengetahui volume irigasi dan pemupukan yang dapat diberikan ke tanaman. Nilai evaporasi panci selama percobaan dari bulan Januari sampai dengan Mei sebesar 1 sampai dengan 4 mm per bulan dapat dilihat pada Lampiran 7. Perubahan evaporasi panci harian ini dapat berbeda-beda setiap harinya, tergantung dengan suhu harian, yaitu

sekitar 30 o C sampai dengan 32

C berdasarkan AccuWeather.com dalam Lampiran 8. Hama dan penyakit dikendalikan secara intensif setiap minggu menggunakan furadan (Petrofur), insektisida dengan bahan aktif deltrametrin dan

konsentrasi 0.5 sampai 1 ml L -1 , serta fungisida dengan bahan aktif mankozeb 80% dan konsentrasi 3 sampai 6 g L -1 .

Pengaruh Volume Irigasi dan Interval Pemupukan terhadap Pertumbuhan dan Produksi

Volume irigasi berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada umur sembilan dan sepuluh minggu setelah tanam, tapi tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun dan jumlah anakan. Interval pemupukan dan interaksi antara Volume irigasi berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada umur sembilan dan sepuluh minggu setelah tanam, tapi tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun dan jumlah anakan. Interval pemupukan dan interaksi antara

Volume irigasi berpengaruh nyata terhadap jumlah umbi, bobot umbi per pot, dan kadar air umbi, berpengaruh sangat nyata terhadap panjang umbi, bobot basah umbi. Interval pupuk tidak berpengaruh nyata terhadap semua peubah produksi. Interaksi antara volume irigasi dan interval pupuk berpengaruh nyata terhadap jumlah umbi, kadar air umbi, dan bobot kering daun (Tabel 1).

Tabel 1 Rekapitulasi analisis ragam pertumbuhan

Pr > F

Volume

Peubah MST

Volume

KK √mSE

Pupuk

irigasi x

irigasi pupuk Pertumbuhan a

0.1533 39.38234 12.74183 Jumlah daun

a Pr>F kurang dari 0.05 berpengaruh nyata*; Pr>F kurang dari 0.01 berpengaruh sangat nyata**; MST = Minggu Setelah Tanam; KK = Koefisien Keragaman; √mSE = Mean Square Error; BB = Bobot Basah; BK = Bobot Kering; KA = Kadar Air

Tabel 2 Rekapitulasi analisis ragam produksi

KK √mSE

Pupuk

irigasi x

irigasi pupuk Produksi a

Jumlah umbi

33.52310 3.422150 Diameter umbi

19.54384 0.293479 Panjang umbi

10.79983 0.327500 Keliling umbi

18.20447 0.839203 Bobot umbi per

41.69944 1.460349 BB umbi contoh

BK umbi per pot

30.19274 1.165691 BK umbi contoh

31.51489 0.192766 KA umbi

41.41415 237.8501 BK daun

a Pr>F kurang dari 0.05 berpengaruh nyata*; Pr>F kurang dari 0.01 berpengaruh sangat nyata**; MST = Minggu Setelah Tanam; KK = Koefisien Keragaman; √mSE = Mean Square Error; BB = Bobot Basah; BK = Bobot Kering; KA = Kadar Air

Pengaruh Volume Irigasi terhadap Pertumbuhan

Perlakuan volume irigasi tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dari umur satu minggu sampai tujuh minggu. Pada umur delapan minggu setelah tanam dan sembilan minggu setelah tanam perlakuan volume irigasi 4Eo menghasilkan tinggi tanaman nyata lebih tinggi dibandingkan perlakuan 2Eo, tetapi tidak berbeda dibandingkan dengan perlakuan 6Eo dan 8Eo. Pada umur 10 MST volume irigasi 2Eo menghasilkan tinggi tanaman 30.85 cm yang nyata lebih rendah dibandingkan perlakuan yang lain (Tabel 2). Perlakuan volume irigasi menyebabkan tinggi tanaman meningkat sebesar 14.4 % dan 16.4 % dibandingkan dengan perlakuan 2Eo masing-masing pada umur delapan minggu setelah tanam dan sembilan minggu setelah tanam.

Tabel 3 Pengaruh volume irigasi terhadap tinggi tanaman

Volume

Tinggi tanaman pada minggu ke-

irigasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Tinggi tanaman (cm) a

32.16b 32.74b 30.85b 4Eo

2Eo 12.77a 26.28a

31.25a 33.68a 32.88a 33.59a 32.67a

11.97a 24.62a 31.308a 34.87a 36.12a 35.41a 35.22a 36.79a 38.10a 40.02a 6Eo

36.83a 38.42a 38.46a 8Eo

13.54a 26.72a

31.56a 33.78a 36.48a 36.37a 36.20a

14.69a 27.22a 32.42a 34.20a 35.88a 36.57a 36.05a 35.78ab 35.31ab 36.85a a Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada

taraf uji 5% (uji Tukey).

Perlakuan volume irigasi tidak mempengaruhi jumlah daun. Ini karena kebutuhan air tanaman sudah tercukupi untuk pertumbuhan jumlah daun yaitu sebesar 2Eo. Jumlah daun pada akhir pertumbuhan yaitu umur 10 MST sebesar antara 20 sampai 30 helai (Tabel 3).

Kebutuhan air tanaman adalah setara dengan evapotranspirasi. Evapotranspirasi (ET) adalah jumlah dari evaporasi dan transpirasi tanaman. Evapotranspirasi merupakan bagian penting dari siklus air. Penguapan menyumbang pergerakan air ke udara dari sumber seperti tanah, kanopi intersepsi, dan badan air. Evapotranspirasi potensial (PET) merupakan representasi dari permintaan lingkungan untuk evapotranspirasi dan mewakili tingkat evapotranspirasi dari tanaman hijau semusim, melengkapi ketajaman tanah, tinggi seragam dan status air yang memadai dalam profil tanah. Ini adalah refleksi dari energi yang tersedia untuk menguapkan air, dan angin yang tersedia untuk mengangkut uap air dari bawah ke atas ke atmosfer yang lebih rendah. Evapotranspirasi dikatakan sama dengan evapotranspirasi potensial bila ada air yang cukup (Allen et al. 2011).

Tabel 4 Pengaruh volume irigasi terhadap jumlah daun

Volume

Jumlah daun pada minggu ke-

irigasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Jumlah daun a

2Eo 11.83a 21.33a

28.33a 25.75a 20.33a 4Eo

30.92a 29.33a

35.75a 34.58a 30.25a 6Eo

11.08a 20.67a

36.17a 37.75a

28.67a 27.08a 21.75a 8Eo

11.17a 19.75a

30.00a 30.67a

30.67a 29.33a 23.33a a Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada

12.75a 20.42a

33.83a 33.17a

taraf uji 5% (uji Tukey).

Perlakuan volume irigasi tidak mempengaruhi jumlah anakan. Hal ini dikarenakan volume irigasi 2Eo sudah mencukupi kebutuhan air tanaman untuk pertumbuhan jumlah anakan. Jumlah anakan pada akhir pertumbuhan yaitu umur

10 MST sebesar antara delapan sampai 10 anakan (Tabel 4). Tabel 5 Pengaruh volume irigasi terhadap jumlah anakan

Volume

Jumlah anakan pada minggu ke-

irigasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Jumlah anakan a

8.50a 8.50a 8.58a 4Eo

2Eo 4.25a 5.08a

10.17a 10.58a 10.25a 6Eo

4.08a 5.08a

7.75a 8.00a 8.00a 8Eo

4.42a 4.75a

8.50a 9.17a 9.08a a Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada

4.58a 5.25a

taraf uji 5% (uji Tukey).

Pengaruh Interval Pemupukan terhadap Pertumbuhan

Perlakuan interval pemupukan tidak mempengaruhi tingggi tanaman. Kebutuhan pupuk sudah tercukupi dengan interval empat minggu sekali. Tinggi tanaman pada umur 10 MST sebesar 35.91 cm sampai dengan 37.22 cm (Tabel 5).

Peningkatan urea pada kondisi hidroponik, tanaman tumbuh menunjukkan penurunan yang kuat dalam pertumbuhan mereka dibandingkan dengan pasokan nitrat saja, dan pengurangan ini lebih tinggi dibandingkan dengan amonium sulfat. Hal ini bisa disebabkan oleh efek defisiensi N yang dihasilkan dari tingkat penyerapan urea yang sangat rendah daripada urea atau amonium toksisitas berasal per sel (Arkoun et al. 2012).

Tabel 6 Pengaruh interval pemupukan terhadap tinggi tanaman

Interval

Tinggi tanaman pada minggu ke-

pemupuk- an

Tinggi tanaman (cm) a

35.32a 36.80a 37.22a sekali

1 minggu 13.3a 24.80a 30.70a

2 minggu sekali

34.96a 35.12a 36.27a 3 minggu

12.55a 26.77a 32.27a

sekali 14.39a 27.02a 32.12a

35.69a 36.38a 36.79a 4 minggu

sekali 12.74a 26.25a 31.46a

35.60a 36.26a 35.91a a Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Tukey).

Interval pemupukan tidak mempengaruhi jumlah daun. Penelitian ini pada interval pemupukan empat minggu sekali sudah mencukupi untuk pertumbuhan jumlah daun. Jumlah daun pada umur 10 MST sebesar 18 sampai 27 helai (Tabel 6).

Tabel 7 Pengaruh interval pemupukan terhadap jumlah daun

Interval

Jumlah daun pada minggu ke-

pemupuk- an

Jumlah daun a

1 minggu sekali

26.58a 24.92a 18.58a 2 minggu

11.75a 19.67a 23.96a

sekali 12.58a 23.17a 28.17a

35.00a 33.75a 27.75a 3 minggu

31.25a 30.00a 25.08a sekali

11.08a 19.25a 24.58a

4 minggu sekali

30.58a 28.08a 24.25a a Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada

11.42a 20.08a 25.50a

taraf uji 5% (uji Tukey).

Interval pemupukan tidak mempengaruhi jumlah anakan. Interval pemupukan empat minggu sekali sudah mencukupi kebutuhan hara untuk pertumbuhan jumlah anakan. Jumlah anakn pada umur 10 MST sebesar tujuh sampai sembilan anakan (Tabel 7).

Tabel 8 Pengaruh interval pemupukan terhadap jumlah anakan

Interval

Jumlah anakan pada minggu ke-

pemupuk- an

Jumlah anakan a

1 minggu sekali

7.67a 7.92a 7.58a 2 minggu

4.33a 5.00a

sekali 4.50a 5.33a

9.92a 9.83a 9.92a 3 minggu

sekali 4.25a 5.08a

8.25a 9.17a 9.17a 4 minggu

sekali 4.25a 4.75a

9.08a 9.33a 9.25a a Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada

taraf uji 5% (uji Tukey).

Pengaruh Volume Irigasi terhadap Produksi

Ukuran umbi Perlakuan volume irigasi 8Eo menghasilkan panjang umbi lebih rendah dibandingkan perlakuan yang lain. Panjang umbi pada perlakuan 8Eo adalah sebesar 2.72 cm 14.4% lebih rendah dibandingkan dengan 6Eo. Panjang umbi antara perlakuan 2Eo, 4Eo, dan 6Eo adalah sama atau tidak berbeda nyata. Diameter umbi dan keliling umbi tidak dipengaruhi oleh perlakuan volume irigasi. Diamater umbi berkisar antara 1.39 cm sampai 1.64 cm. Keliling umbi berkisar antara 4.32 cm sampai 4.92 cm (Tabel 8).

Perlakuan volume irigasi tidak mempengaruhi jumlah umbi, bobot basah umbi per pot, bobot kering umbi per pot, dan kadar air umbi. Pada penelitian ini volume irigasi sebesar 2Eo sudah mencukupi kebutuhan air untuk produksi umbi (Tabel 9).

Tabel 9 Pengaruh volume irigasi terhadap ukuran umbi Volume

Keliling irigasi

Panjang

Diameter

umbi (cm)

umbi (cm)

umbi (cm)

Ukuran umbi a

4.40a 4Eo

2Eo 3.10a

1.39a

4.79a 6Eo

3.14a

1.58a

4.92a 8Eo

a Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Tukey).

Bobot basah umbi berkisar antara 18.662 gram sampai 27.258 gram atau setara dengan 3.53 ton sampai dengan 5.15 ton dengan asumsi populasi sebesar

189 000 tanaman ha -1 . Rata-rata produktivitas bawang merah di lahan adalah sebesar 10.22 ton ha -1 (Ditjen Horti 2014).

Tabel 10 Pengaruh volume irigasi terhadap produksi umbi Volume

BK umbi per Jumlah umbi

BB umbi per

KA (%) irigasi

pot (g)

pot (g)

Produksi umbi a

2Eo 9.00a

497.14a 4Eo

18.35a

3.08a

733.36a 6Eo

589.88a 8Eo

a Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Tukey); BB = Bobot Basah; BK = Bobot Kering.

Pengaruh Interval Pemupukan terhadap Produksi

Perlakuan interval pemupukan tidak mempengaruhi panjang umbi, diameter umbi, dan keliling umbi. Interval pemupukan empat minggu sekali sudah mencukupi untuk pertumbuhan ukuran umbi (Tabel 10).

Tabel 11 Pengaruh interval pemupukan terhadap ukuran umbi Interval

Keliling umbi pemupukan

Panjang umbi

Diameter umbi

Ukuran umbi a

1 minggu sekali

2 minggu sekali

3 minggu sekali

4 minggu sekali

a Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Tukey).

Perlakuan interval pemupukan tidak mempengaruhi jumlah umbi, bobot umbi per pot, bobot kering umbi per pot, dan kadar air umbi. Interval pemupukan empat minggu sekali sudah mencukupi untuk produksi umbi (Tabel 11).

Tabel 12 Pengaruh interval pemupukan terhadap produksi umbi Interval

BB umbi per BK umbi per

KA (%) pemupukan

Jumlah umbi

pot (g)

pot (g)

Produksi Umbi a

1 minggu sekali

9.25a

20.89a

3.28a 547.26a

2 minggu sekali

10.67a

24.94a

3.96a 558.90a

3 minggu sekali

10.08a

17.36a

2.74a 684.88a

4 minggu sekali

10.83a

23.67a

4.03a 506.24a

a Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Tukey); BB = Bobot Basah; BK = Bobot Kering.

Pengaruh Interaksi Volume Irigasi dan Interval Pemupukan terhadap Produksi

Kombinasi perlakuan yang menghasilkan jumlah umbi tertinggi adalah volume irigasi 4Eo dengan pupuk yang diberikan dua minggu sekali. Kombinasi perlakuan volume irigasi 6Eo dengan interval pemupukan satu minggu sekali dan volume irigasi 4Eo dengan interval pemupukan dua minggu sekali nyata menghasilkan jumlah umbi lebih banyak dibandingkan dengan volume irigasi 8Eo dengan interval pemupukan dua minggu sekali. Kombinasi perlakuan yang menghasilkan jumlah umbi terendah adalah volume irigasi 8Eo dengan pupuk yang diberikan dua minggu sekali (Tabel 12). Jadi, berdasarkan jumlah umbi perlakuan yang terbaik adalah volume irigasi 4Eo dengan interval pemupukan dua minggu sekali.

Menurut Sutedjo (2009), bahwa jenis pupuk yang digunakan pada penelitian ini adalah pupuk lengkap dalam bentuk kristal berwarna biru, sangat mudah larut dalam air. Pupuk ini dapat diserap dengan mudah oleh tanaman baik itu melalui penyiraman ke dalam media tanam dan mengandung hara lengkap dengan konsentrasi yang berbeda sesuai dengan kebutuhan. Formula ini sangat baik untuk merangsang perakaran pada pembibitan, stek (cutting) atau waktu pemindahan pembibitan ke lapangan, meningkatkan ketahanan tanaman terhadap hama dan penyakit, dapat merangsang pembungaan dan pembuahan.

Tabel 13 Pengaruh interaksi volume irigasi dengan interval pemupukan terhadap jumlah umbi

Interval

Volume irigasi

Jumlah umbi a

1 minggu sekali

8.00ab

10.67ab

7.00b 11.33ab

2 minggu sekali

12.67ab

15.33a

9.00ab 5.67b

3 minggu sekali

6.00b

14.00ab

12.00ab 8.33ab

4 minggu sekali

9.33ab

10.67ab

9.33ab 14.00ab

a Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Tukey).

Kombinasi perlakuan volume irigasi 4Eo dengan pupuk yang diberikan tiga minggu sekali nyata menghasilkan kadar air umbi sebesar 1 273.3% berdasar bobot kering lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan volume irigasi 8Eo dengan pupuk yang diberikan tiga minggu sekali (Tabel 13).

Kombinasi perlakuan yang menghasilkan bobot kering daun terberat adalah volume irigasi 4Eo dengan pupuk yang diberikan dua minggu sekali dan volume irigasi 4Eo dengan pupuk yang diberikan empat minggu sekali nyata menghasilkan bobot kering daun lebih berat dibandingkan perlakuan 4Eo dengana pupuk yang diberikan satu minggu sekali.

Tabel 14 Pengaruh interaksi volume irigasi dengan interval pemupukan terhadap kadar air umbi

Interval

Volume irigasi

Kadar air umbi (%) a

1 minggu sekali

520.5b

556.7ab

592.0ab 519.8b

2 minggu sekali

519.4b

550.6ab

537.1b 628.6ab

3 minggu sekali

488.1b

1 273.3a

688.7ab 289.5b

4 minggu sekali

460.6b

552.9ab

541.7b 469.7b

a Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Tukey).

Kombinasi perlakuan yang menghasilkan bobot kering daun terendah adalah volume irigasi 4Eo dengan pupuk yang diberikan satu minggu sekali (Tabel 14). Jadi, berdasarkan bobot kering daun perlakuan yang terbaik adalah volume irigasi 4Eo dengan interval pemupukan empat minggu sekali.

Tabel 15 Pengaruh interaksi volume irigasi dengan interval pemupukan terhadap bobot kering daun

Interval

Volume irigasi

Bobot kering daun (gram per rumpun) a

1 minggu sekali

0.93ab 0.92ab 2 minggu sekali

0.50ab

0.40b

0.79ab 0.54ab 3 minggu sekali

1.42ab

1.57a

1.11ab 0.78ab 4 minggu sekali

0.58ab 1.08ab

a Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Tukey).

SIMPULAN

Volume irigasi berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada umur sembilan dan sepuluh minggu setelah tanam, tapi tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun dan jumlah anakan. Interval pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap semua peubah pertumbuhan. Jumlah umbi dan bobot kering daun maka direkomendasikan volume irigasi sebesar 2Eo dengan interval pemupukan empat minggu sekali.

DAFTAR PUSTAKA

Allen RG, Pereira LS, Raes D, Smith M. 2011. Crop Evapotranspiration: Guidelines for Computing Crop Water Requirements. FAO Irrigation and drainage. Rome (IT): Food and Agriculture Organization of the United Nations.

[Ditjen Horti] Direktorat Jenderal Hortikultura. 2014. Produktivitas bawang merah [Internet]. [diunduh pada 2015 Sep 30]. Tersedia pada: http://www.pertanian.go.id/.

Arkoun M, Sarda X, Jannin L, Laine P, Etienne P, Maria JGM, Claude JY, Ourry

A. 2012. Hydroponics versus field lysimeter studies of urea, ammonium, and nitrate uptake by oilseed rape (Brassica napus L.) [Internet]. [diunduh pada 2014 Mar 16]. Tersedia pada: http://jxb.oxfordjournals.org/ content/63/14/5245.full.pdf. 63(14):5245 –5258.doi:10.1093/jxb/ers183

[Badan Litbang-Deptan] Badan Penelitian dan Pengembang Departemen Pertanian. 2006. Teknologi Hortikultura Mendukung Prima Tani (Cabai, Bawang Merah, Kentang, Jeruk, Pisang, Mawar Mini, dan Krisan) . Jakarta (ID): Pusat Penelitian dan Pengembahan Hortikultura.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Merah Tahun 2009-2013 [Internet]. [diunduh pada 2014 Nov 15]. Tersedia pada: http://bps.go.id/.

Bunt AC. 2001. The relationship of oxygendiffultion rate to the air-filled porosity of potting substrates. Acta hort. 294:215-224. Chem J, Pharm, Res. 2010. Allium cepa: A traditional medicinal herb and its health benefits [Internet]. [diunduh pada 2014 Mei 20]. Tersedia pada: http://jocpr.com/second-ssue/J.%20Chem.%20Pharm.%20Res.,2010,%202 %281%29%20283-291.pdf. 2(1):283-291.

da Silva FF. 2001. Static and dynamic characterization of container media for irrigation management [Tesis]. Faculty of Agricultural: The Hebrew University of Jerusalem (in English).

[Ditjen BPH] Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura. 2005. Perkiraan kebutuhan konsumsi bawang merah [Internet]. [diunduh pada 2014 Nov 15]. Tersedia pada: hortikultura.pertanian.go.id/.

[Ditjen PPHP] Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. 2006. Road Map: Pasca Panen, Pengolahan, dan Pemasaran Hasil Bawang Merah [Internet]. [diunduh pada 2014 Nov 15]. Tersedia pada: pphp.pertanian.go.id/.

Gericke WF. 2000. Hydroponics: Crop production in liquid culture media. Science. 85:177-178. Gomez KA, Gomez AA. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Sjamsuddin E, Baharsjah JS, penerjemah. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Press. Terjemahan dari: Statistical Procedures for Agricultural Research . Ed ke-2.

Grattan SR, Grieve CM. 2008. Scientia Horticulturae: Salinity mineral nutrient relations in horticultural crops [Internet]. [diunduh pada 2014 Mar 16]. Tersedia pada: http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S030 4423898001927. 78(1 –4 ): 127 –157.

Kartasapoetra AG. 2003. Teknologi Benih (Pengolahan Benih dan Tuntunan Praktikum . Jakarta (ID): PT Rineka Cipta. Lingga P, Marsono. 2001. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Nazaruddin. 1999. Budidaya dan pengaturan panen sayuran dataran rendah. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Onny U. 2004. Hidroponik Sayuran: Sistem Nutrient Film Technique (NFT). Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Raviv M, Wallach R, Silber A, Bar-Tal A. 2002. Hydroponics production of vegetables and ornamentals: Substrates and their analysis [Internet]. [diunduh

Tersedia pada: http://www.fao.org/hortivar/scis/doc/publ/8.pdf Resh HM. 2000. Hydroponic Home Food Gardens. Santa Barbara (CA): Woodbridge Press. Richards LA, Gardner WR, Ogata G. 2000. Physical Processes Determining Water Loss from Soil [Internet]. [diunduh pada 2014 Mar 23]. Tersedia pada:

https://dl.sciencesocieties.org/publications/sssaj/abstracts/20/3/SS 02030310. 20(3):310-314. Rogers SLK, Smith MAL. 2001. Effects Of Growing Media and Aerial Environments on Acclimatization of In Vitro-Grown Miniature Rose Plantlet's [Internet]. [diunduh pada 2014 Mar 16]. Tersedia pada: http://www.hriresearch.org/docs/publications/JEH/JEH_2001/JEH_2001_ 9_4/JEH%209-4-181-184.pdf . EnvironHort. 9(4):181-184.

Rukmana R. l994. Bawang Merah, Budidaya dan Pengolahan Pascapanen. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius.

1 Savvas D. 2003. Hydroponics: A modern technology supporting the application of integrated crop management in greenhouse. Di dalam: Gericke WF,

editor. Hydroponics – crop production in liquid culture media; 1937. Food, Agriculture & Environment 1(1):80-86.

2 . 2003. Hydroponics: A modern technology supporting the application of integrated crop management in greenhouse. Di dalam: Hewitt EJ, editor.

Sand and water culture methods used in the study of plant nutrition. Technical communication No. 22 (revised) ; 1966. Kent (UK): Commonwealth Bureau of Horticulture and Plantation Crops. Food, Agriculture & Environment 1(1):80-86.

3 . 2003. Hydroponics: A modern technology supporting the application of integrated crop management in greenhouse. Food, Agriculture &

Environment 1(1):80-86.

Sulistyono E, Juliana AE. 2014. Irrigation Volume Based on Pan Evaporation and Their Effects on Water Use Efficiency and Yield of Hydroponically Grown Chilli. Journal of Tropical Crop Science 1(1): 9-12.

Sutarya R dan Grubben G. 1995. Pedoman bertanam sayuran dataran rendah. Prosea Indonesia – Balai Penelitian Hortikultura Lembang. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.

Sutedjo MM. 2009. Pupuk dan Cara Pemupukan. Jakarta (ID): Rineka Cipta. Thompson TL, Doerge TA. 2005. Hortscience: Nitrogen and Water Rates for

Subsurface Trickle-irrigated Romaine Lettuce [Internet]. [diunduh pada 2014 Mar 16]. Tersedia pada: http://hortsci.ashspublications.org/content/ 30/6/1233.full.pdf+html. 30(6):1233 –1237

Wever G, van Leeuwon AA, van der Meer MC. 2007. Saturation rate and hyteresis of substrates. Acta Hort. 450: 287-295.

LAMPIRAN

Lampiran 1 Kandungan hara pupuk hidroponik Unsur hara

NPK 10 – 55 – 10 ---------------------------------------------- % ----------------------------------------------- Total Nitrogen (N)

NPK 32 – 10 – 10

32.00 10.00 - Ammoniacal

2.00 8.50 nitrogen

3.00 0.50 - Nitrate nitrogen

2.70 1.00 - Urea nitrogen Available

Phoephonic

10.00 55.00 Acid (P 2 O 5 )

10.00 10.00 Calcium (Ca)

Soluble Potash (K 2 O)

0.05 0.05 Magnesium (Mg)

0.10 0.10 - Chelated

0.10 0.10 magnesium

Sulfur (S), combined

0.20 0.20 Boron (B)

0.02 0.02 Copper (Cu)

0.05 0.05 - Chelated copper

0.05 0.05 Iron (Fe)

0.10 0.10 - Chelated iron

0.10 0.10 Manganese (Mn)

0.05 0.05 - Chelated

0.05 0.05 manganese

Molybdenum (Mo)

0.0005 Zinc (Zn)

0.05 0.05 - Chelated zinc

0.05 0.05 Lampiran 2 Kombinasi perlakuan

Volume

Interval pemupukan

I1 I1W1

I2 I2W1

I3 I3W1

I4 I4W1

Keterangan: I = 1, 2, 3, 4 (koefisien panci tanaman); W = 1, 2, 3, 4 (interval pemupukan = minggu sekali)

21 U Lampiran 3 Skema perlakuan penelitian

Ulangan 1

Ulangan 2

Ulangan 3

JT = 25 cm x 25 cm

Lampiran 4 Jadwal pemupukan Waktu

Keterangan: W1 (satu minggu sekali); W2 (dua minggu sekali); W3 (tiga minggu sekali); dan W4 (empat minggu sekali)

Lampiran 5 Volume irigasi (cm 3 atau cc atau ml) Evaporasi

Eo

Total volume

panci 3 irigasi (cm ) (mm)

2 Keterangan: Diameter ember = 21.5 2 cm ; Luas permukaan ember = Πr = 415.265 cm ; Rumus Volume Irigasi (cm 3 ) = Koef. panci tanaman (Eo) x Evaporasi panci (cm) x

Luas permukaan ember tanaman (cm 2 )

Lampian 6 Nilai evaporasi panci pada saat pemupukan Waktu

Pemupukan fase vegetatif (mm) a

Pemupukan fase generatif (mm) a

a Pemupukan fase vegetatif dilakukan pada bulan Januari sampai Februari, sedangkan pemupukan fase generatif dilakukan pada bulan Maret sampai April

Lampiran 7 Hasil pengamatan evaporasi panci bulan Januari sampai Mei 2015

Bulan

Tanggal Januari

Februari

Maret

April Mei

Evaporasi (mm)

29 Mulai

31 3 3 Jumlah

Lampiran 8 Rekapitulasi suhu harian selama pengamatan

Bulan

Tanggal Januari

Februari

Maret

April Mei

Suhu ( o C)

31 31 34 Rata-rata