BAB II. B. KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH (1)

1. Kepemimpinan Kepala Sekolah.
a. Teori dan devinisi kepemimpinan.
Kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan di sekolah, memeiliki tanggung jawab dan
peran penting untuk mewujudkan proses dalam sistem pendidikan agar produknya benarbenar berkualitas dan bermanfaat untuk kepentingan pembangunan masyarakat. Dengan kata
lain bahwa keberhasilan proses untuk mencapai output sekolah yang bermutu dan berkualitas
sangat tergantung pada kemampuan kepemimpinan kepala sekolah dalam mengelola proses
sekolahnya. Banyak ahli telah menjelaskan teori mengenai pemimpin atau kepemimpinan
ditinjau dari aspek.
Sudarwan Danim 1 mengemukakan bahwa awalnya teori-teori kepemimpinan berfokus
pada kualitas apa yang membedakan antara pemimpin dan pengikut (leaders and followers),
sementara teori-teori berikutnya memandang variabel lain seperti faktor-faktor situasional
dan tingkat ketrampilan individual. Fred E. Fiedler & Martin M. Chamers 2 dalam pengantar
bukunya berjudul Leadership and Effective Management dikemukakan bahwa :
Persoalan utama dalam kepemimpinan dapat dibagi ke dalam tiga pertanyaan pokok
yaitu: 1. Bagaimana seseorang dapat menjadi seorang pemimpin (how one become a
leader); 2. Bagaimana para pemimpin itu berprilaku (how leader behave); dan 3. Apa
yang membuat pemimpin itu berhasil (What makes the leader effective).
Atas dasar ketiga pertanyaan yang menjadi acuan dalam studi pengembangan teori
kepemimpinan
berbagai


yang dikemukakan oleh Fiedler & Chamers tersebut dapat melahirkan

pendekatan dalam memahami konsep kepemimpinan sebagai hakekat untuk

menjawab sekaligus memberi pemecahan atas ketiga pertanyaan diatas.

Wahjosumdjo 3

menjelaskan bahwa:

1 Sudarwan Danim. 2010. Kepemimpinan Pendidikan: Kepemimpinan Jenius (IQ + EQ), Etika, Perilaku
Motivasional, dan Mitos. Bandung : Alvabeta, hal. 7.
2 Wahjosumidjo. Op. Cit. hal. 19.
3 Ibid.

Hampir seluruh penelitian kepemimpinan dapat dikelompokkan ke dalam empat
macam pendekatan, yaitu: 1) pendekatan pengaruh kewibawaan (power influence
approach); 2) pendekatan sifat (trait approach); 3) pendekatan perilaku (behavior
approach); dan 4) pendekatan situasional (situational approach)
Gary Yukl 4 juga menyebutkan hal yang sama dimana kebanyakan teori kepemimpinan

yang dikembangkan pada setengah abad terakhir lebih menekankan pada karakteristik
pemimpin yang lebih terfokus pada ciri, perilaku dan kekuasaan kepemimpinan, dengan
menggolongkan teori dan penelitian empiris tentang studi kepemimpinan kepada 5 (lima)
pendekatan, yaitu: 1) pendekatan ciri (the trait approach); 2) pendekatan prilaku (the
behavior approach); 3) pendekatan kekuasaan-pengaruh (the power-influence approach); 4)
pendekatan situasional (the situational approach); dan 5) pendekatan terpadu (the integrative
approach)
Melalui sejumlah pendekatan secara historis atas dasar konsep teoritis dan empiris
tersebut maka para ahli kepemimpinan mengeneralisasi sejumlah teori kepemimpinan untuk
dapat dijadikan acuan dalam kajian pengembangan konsep kepemimpinan secara ilmiah.
Wirawan menyebutkan beberapa bentuk teori yang membicarakan tentang kepemimpinan
yaitu teori orang besar, teori sifat pemimpin, teori kepemimpinan transaksional,
kepemimpinan transformasional, kepemimpinan kharismatik, kepemimpinan situasional,
teori X dan Y, hingga teori Z5. Sedangkan Abdul Azis Wahab menyebutkan 3 (tiga) toeri
kepemimpinan yang terdiri atas: (1) teori Great Man dan teori Big Bang; (2) Teori sifat atau
karakteristik kepribadian (Trait Theories); dan

(3) Teori prilaku (behaviore theories)6;

Selanjutnya Veithzal Rivai dan Sylviana Murni menyebutkan terdapat 4 teori kepemimpinan

yang meliputi teori sifat, teori perilaku, teori tiga dimensi, dan teori kepemimpinan

4 Gary yukl. 2010. Leadership in Organizations. SeventhEdition. New Jersey : Pearson Educational, p. 31.
5
Wirawan. 2002. Kapita Selekta Teori Kepemimpinan: Pengantar Untuk Praktek dan Penelitian.
Jakarta : Uhamka Press, hal. 37.
6
Abdul Azis Wahab. Op. Cit., hal. 84-88.

situasional7. Sedangkan Pudjosumedi dalam mengutip pendapat Robbins menjelaskan bahwa
bila dikaji secara mendalam atas teori-teori kepemimpinan yang didasarkap pada pendekatapendekatan historis tentang kepemimpinan maka pada dasarnya hanya terdapat 3 (tiga) teori
kepemimpinan saja, yaitu kepemimpinan sifat (traits theories), pendekatan prilaku
(behavioral theories), dan pendekatan situasional (contingencies theories).8
Selanjutnay dapat diuraikan penjelasan tentang teori-teori kepemimpinan sebagaimana
telah dikemukakan oleh para ahli kepemimpinan tersebut di atas::
1) Teori genetis (the great man theory) atau teori genetik dan teori Big Bang.
Teori genetis atau disebut teori great man (orang besar) merupakan teori awal yang
menjadi dasar lahirnya teori-teori kepemimpinan. Abdul Azis Wahab dengan mengacu pada
pendapat Bennis dan Nanus selanjutnya menjelaskan bahwa:
Teori Great Man (Orang Besar) berasumsi pemimpin dilahirkan bukan diciptakan.

Teori ini melihat bahwa kekuasaan berada pada sejumlah orang tertentu yang melalui
proses pewarisan memiliki kemampuan memimpin atau karena keberuntungan
memiliki bakat untuk menempati posisi sebagai pemimpin. Dengan kata lain para
pemimpin menurut teori ini berasal dari keturunan tertentu9.
Sudarwan Danim10 juga menjelaskan bahwa teori ini berasumsi kapasitas kepemimpinan
itu bersifat inheren hanya dilahirkan bukan dibuat (leader are bom, not made) yang
menggambarkan pemimpin besar sebagai heroic, mitos, dan ditakdirkan untuk naik ke
tampuk kepemimpinan ketika diperlukan. Dalam hal tersebut Bennis dan Nanus yang
disimpulkan oleh Abdul Wahab menjelaskan bahwa Dalam perkembangan berikutnya, teori
kepemimpinan berdasarkan bakat cenderung ditolak dan lahirlah teori Big Bang. Teori
kepemimpinan yang baru di zamannya itu menyatakan bahwa suatu peristiwa besar
7
8
9
10

Veitzal Rivai dan Sylviana Murni. Op. Cit., hal. 286-288.
Dr. H. Pudjosumedi. Op. Cit. hal. 81.
Abdul Azis Wahab. Loc. Cit.
Sudarwan Danim. Loc. Cit.


menciptakan atau dapat membuat seseorang menjadi pemimpin. Teori ini mengintegrasikan
antara situasi dan pengikut/anggota organisasi sebagai jalan yang dapat mengantarkan
seseorang menjadi pemimpin. Situasi yang dimaksud adalah peristiwa-peristiwa atau
kejadian-kejadian, reformasi, dan lain-lain yang memunculkan seseorang menjadi
pemimpin11.
2) Teori sifat atau karakteristik kepribadian (traits theory of leadership).
Para ahli mengemukakan bahwa berdasarkan teori sifat maka seseorang dapat menjadi
pemimpin dilihat dari sifat-sifat yang tampak pada diri manusia atau karakter kepribadian
yang diwujudkan dalam bentuk sikap dan prilakunya baik dilihat secara jasmaniyah maupun
rohaniyah. Karena itu maka keberhasilannyapun dapat ditentukan oleh sifat-sifat serta
karakter kepribadian secara fisiologi maupun psikologi yang dimiliki atau dilakukan oleh
orang tersebut. Collon di dalam A. Dale Tempe yang dikutip oleh Abdul Azisi Wahab
menjelaskan bahwa:
Sifat-sifat yang harus dimiliki pemimpin agar kepemimpinannya dapat mengefektifkan
organisasi adalah (1) kelancaran berbicara, (2) kemampuan memecahkan masalah, (3)
pandangan ke dalam masalah kelompok (organisasi), (4) keluwesan, (5) kecerdasan,
(6) kesediaan menerima tanggung jawab, (7) keterampilan social, (8) kesadaran akan
diri sendiri dan lingkungannya12.
Pendapat lainnya adalah seperti yang dikemukakan oleh Gary Yukl yaitu bahwa karakter

seorang pemimpin dalam mewujudkan efektifitas kepemimpinannya adalah:
1. Ciri meliputi motivasi, kepribadian dan nilai (traits/motves, personality, values)
2. Keyakinan dan optimism (convidence and optimism).
3. Ketrampilan dan keahlian (skills and expertise).
4. Perilaku (behavior).
11
12

Abdul Azis Wahab. Loc. Cit.
Abdul Azisi Wahab. Loc. Cit.

5. Integritas dan etika (integrity/honesty, behavior consistent with values).
6. Taktik pengaruh (influence tactics).dan
7. Sifat pengikut (attributions about followers)13.
Sedangkan Stephen P. Robbins mengemukakan bahwa terdapat 6 (enam) karakter yang
cenderung membedakan pemimpin dari bukan-pemimpin adalah ambisi dan semangat, hasrat
untuk memimpin, kejujuran dan integritas, kepercayaan diri, kecerdasan, dan pengetahuan
yang relevan dengan pekerjaan14. Dengan sifat dan karakter kepribadian yang dimiliki
seseorang seperti tersebut diataslah yang mempengaruhi orang lain untuk dapat tunduk dan
patuh atas apa saja yang diinginkan orang tersebut untuk diikuti, karena itulah maka dapat

menjadikan orang tersebut sebagai pemimpin bagi yang mengikutinya.
3) Teori situasional atau teori kontingensi (contingency theory of leadership);
Hubungannya dengan teori kontingensi ini maka Gary Yukl menjelaskan “A more direct
approach is to determine how leader traits or behaviors are related to indicators of
leadership effectiveness in different situations. Aspect of the situation that enhance or nullify
the effects of a leader’s traits or behavior are called situational moderator variables.
Theories that explain leadership effectiveness in terms of situational moderator variables are
called contingency theories of leadership”15.

Artinya bahwa teori kontingensi lebih

menekankan pada aspek prilaku atau ciri seseorang dalam hubungannya dengan efektifitas
dari

situasi lingkungan yang berbeda sehingga karakter atau ciri kepribadian tersebut

cendrung dapat memperkuat atau memperlemah sifat kepemimpinan seseorang untuk diikuti
oleh orang lain.

13

Gary Yukl. Op. Cit. Hal. 30
14
Stephen P. Robbins. 2003. Perilaku Organisasi, Edisi ke sepuluh. Terjemahan Drs. Benyamin Molan.
Klaten : PT. Intan Sejati Klaten, hal. 433.
15
Gary Yukl. Op. Cit. hal. 165.

Selanjutnya Gary Yukl menyebutkan terdapat 5 (lima) bentuk teori kontingensi dari
kepemimpinan yaitu: Path-goal theory (teori jalur-sasaran), situational leadership theory
(teori kepemimpinan situasional), leader substitutes theory (teori pengganti pemimpin),
multiple-linkage theory (teori berbagai-hubungan), LPC contingency theory (teori
kontingensi LPC), dan cognitive resources theory (teori sumber daya kognitif)16.
Sudarwan Danim menjelaskan bahwa teori kontingensi memfokuskan pada variable
tertentu yang berhubungan dengan lingkungan tertentu dapat menentukan gaya kepemimpin
yang paling sesuai dengan situasi tertentu pula sehingga suksesnya kepemimpinan seseorang
sangat dipengaruhi oleh beberapa variable diantaranya gaya kepemimpinan, kualitas
pengikut, dan situasi yang mengintarinya17.
Mengacu pada pandangan tersbut maka dapat dikatakan bahwa teori kontingensi disebut
juga dengan teori situasional (situational theory of leadership). Veithzal Rivai dan Sylviana
Murni menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan situasional adalah lingkungan

kepemimpinan termasuk di dalamnya pengaruh nilai-nilai hidup, nilai-nilai budaya situasi
kerja dan tingkat kematangan bawahan untuk menentukan gaya kepemimpinan sesuai dengan
situasi

yang

dibutuhkan18.

Fidler

menjelaskan

bahwa

bagaimana sesungguhnya situasi sangat mempengaruhi hubungan antara efektivitas
kepemimpinan sangat bergantung dengan ukuran dari ciri sebuah variable yang rumit atau
disebut .situasional favorability. Selanjutnya Fiedler menyimpulkan bahwa ada 3 aspek
situasi yang dipertimbangkan untuk tercapainya efektifitas kepemimpinan yaitu:
1. Hubungan pemimpin-anggota yaitu batasan dimana pemimpin memiliki dukungan
dan kesetiaan dari para bawahan, dan hubungan dengan para bawahan bersahabat

dan kooperatif.
16
17
18

Ibid,
Sudarwan Danim, Op. Cit. hal. 8
Vithzal Rivai dan Syilfiana Murni. Op. Cit.

2. Kekuasaan posisi yaitu batasan dimana pemimpin memiliki kewenangan untuk
mengevaluasi kinerja bawahan dan memberikan penghargaan dan hukuman.
3. Struktur tugas yaitu batasan dimana terdapat standar prosedur operasi untuk
menyelesaikan tugas, sebuah gambaran rincian dari produk atau jasa yang telah
jadi dan indicator objektif mengenai seberapa baiknya tugas itu dilaksanakan19.

4) Teori perilaku (behavioral theory of leadership);
Teori prilaku kepemimpinan merupakan tindak lanjut dari teori sifat. Secara perinsip
teori perilaku kepemimpinan lebih melihat pada aspek implementasi dari sifat atau ciri
tersebut kedalam sikap dan prilaku yang nyata. Sikap dan perilaku itulah yang disebut dengan
gaya kepemimpinan. Perilaku dan sifat seseorang menurut teori ini dapat dipelajari melalui

pelatihan atau observasi. Artinya bahwa seseorang dapat menjadi pemimpin melalui belajar
dan pelatihan secara terus menerus dalam bentuk pengkaderan.
Kaitannya dengan prilaku atau gaya kepemimpinan sesuai teori ini maka Abdul Azisi
Wahab menyebutkan beberapa bentuk gaya atau prilaku kepemimpinan yang perlu
diperhatikan diantaranya cara melakukan pengambilan keputusan, cara memerintah, cara
memberikan tugas, cara berkomunikasi, cara mendorong semangat bawahannya, cara
membmbing dan mengarahkan, cara menegakkan disiplin, cara mengendalikan dan
mengawasi pekerjaan anggota organisasi, cara memimpin rapat, cara menegur dan
memberikan sanksi hukuman20.

5) Teori Partisipatif (participative theory of leadership).

19
20

Gary Yukl. Op. Cit. hal. 166.
Abdul Azis Wahab. Loc Cit. hal. 89

Konsep kepemimpinan berdasarkan teori ini menunjukkan bahwa adanya suatu gaya
kepemimpinan secara ideal dalam berbagai aspek kegiatan organisasi baik berhubungan
dengan kebijakan, keputusan dan implementasinya selalu melibatkan tingkat partisipasi yang
seimbang antara pemimpin organisasi disemua lini dengan seluruh anggotanya, dan orang
lain yang berkepentingan dalam organisasi tersebut.

Gary Yukl 21 menjelaskan bahwa

kepemimpinan partisipatif merupakan suatu prosedur pengambilan keputusan dengan cara
that allow other people some influence over the leader’s decisions, yakni dengan memberi
kesempatan kepada orang lain untuk melibatkan diri dan berpartisipasi aktif dalam berbagai
pengambilan keputusan.
Selanjutnya Gary Yukl menyebutkan beberapa sifat terkait dengan kepemimpinan
partisipatif ini adalah konsultasi (consultation), pengambilan keputusan bersama (joint
decision making), pembagian kekuasaan (power shering), desentralisasi (decentralization),
memberikan kewenangan (empowerment) dan manajemen yang demokratis (democratic
management). Dengan menggunakan model kepemimpinan partisipatif ini akan mendorong
partisipasi dan kontribusi dari anggota kelompok dan membantu anggota kelompok merasa
lebih relevan dan berkomitmen terhadap proses pembuatan keputusan22.
Sesuai perinsip teori kepemimpinan partisipatif maka seluruh anggota organisasi dan
pihak-pihak yang berkepentingan diberikan keleluasaan untuk berpartisipasi dalam
memberikan pendapat dan gagasan-gagasan dalam setiap pengambilan keputusan untuk
kepentingan organisasi dan berpartisipasi secara aktif pula dalam melaksanakan berbagai
kegiatan agar setiap keputusan yang diambil dapat dilaksanakan dengan baik untuk mencapai
tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
6) Teori social dan teori transaksional (transactional theory of leadership).
21
22

Gary Yukl. Op. Cit. hal. 133.
Sudarwan Danim. Op. Cit. Hal. 8

Teori kepemimpinan transaksional merupakan konsep kepemimpinan yang didasarkan
atas adanya kesepakatan-kesepakatan atau transaksi antara pemimpin dengan seluruh anggota
organisasi sehingga setiap kegiatan yang dilakukan baik oleh pemimpin ataupun oleh anggota
organisasi yang dipimpin harus didasarkan pada transaksi atau kesepakatan yang telah dibuat.
Berdasarkan transaksi tersebut maka terdapat konsekwensi-konsekwensi logis yang berakibat
berupa hukuman bagi yang melanggarnya ataupun berupa penghargaan bagi yang berprestasi
lebih baik dalam berbagai kegiatan untuk tercapainya tujuan organisasi.
Atas dasar transaksional ini pula maka berlaku teori kepemimpinan sosial. Hikmat
menjelaskan teori sosial berpandangan bahwa pemimpin dilahirkan oleh kelompok tertentu,
sehingga keberhasilan pemimpin sangat ditentukan oleh dukungan kelompoknya. Jika
kelompok tersebut lari dari lingkungan organisasi yang dipimpinnya maka secara otomatis
pimpinannya pun tamat riwayatnya23. Dalam konteks lain maka Robert T. dan Fred Massarik
lebih menyebutkannya dengan konsep teori pribadi dan situasi (personal situational theory)
yang oleh Richard C.H. dan Archie BC. dalam buku Reading Organizational Behavior:
Dimensions of Management Actions, dijelaskan bahwa kepemimpinan merupakan produk
terpadu 3 (tiga) faktor yaitu perangai (sifat-sifat) pribadi dari pemimpin, sifat dari kelompok
dan anggotanya, serta kejadian atau masalah-masalah yang dihadapi oleh kelompoknya 24.
Yang terpenting dari teori kepemimpinan transaksional dan sosial adalah konsekwensi yang
ditimbulkan atas transaksi yang dibuat, yakni bagi anggota yang melanggar maka anggota
pasti akan diberi hukuman begitu pula bagi pemimpin yang melanggar pasti akan
ditinggalkan anggota sehingga kepemimpinannya akan menjadi bubar.
7) Teori transformasional atau teori-teori relasional kepemimpinan (relational theories
of leadership)
23
24

Hikmat. Op. Cit. hal 258.
Ibid. hal 260.

Robert Tannenbaum dan Fred Massarik mengidentikkan teori transformasional atau teori
relasional kepemimpinan dengan sebutan interaction-expectation theory. Di dalam konsep
teori ini kepemimpinan lebih diarahkan pada aspek adanya pertukaran pengetahuan atau
transformasi budaya dan pengalaman dengan membangun relasi atau hubungan yang
komunikatif dan interaksi yang

harmonis antara pemimpin dengan pemimpin, antara

pemimpin dengan anggotanya dan antar anggota dengan anggota di dalam setiap organisasi.
8) Teori tiga dimensi.
Tori tiga dimensi dikemukakan oleh WJ. Reddin. Di dalam bukunya Educational
Management Veithzal Rivai dan Syilviana Murni menyimpulkan bahwa teori tiga dimensi
yaitu perilaku kepemimpinan yang memiliki tiga pola dasar berikut: berorientasi kepada
tugas, berorientasi kepada hubungan kerja dan berorientasi pada hasil atau efektivitas yang
selanjutnya dapat menghasilkan lima gaya kepemimpinan yaitu kepemimpinan dengan gaya
birokratik, kompromi, minoritas, otokrat, develover dan eksekutif25.
9) Teori Kepemimpinan Kharismatik
Robert J. House 26menjelaskan dalam bukunya Theory of charismatic leadership bahwa
pemimpin kharismatik merupakan orang yang dominan, percaya diri, butuh mempengaruhi,
dan percaya kebenaran kepercayaannya. Selanjutnya House dan Jane M. Howell merincikan
karakter pemimpin kharismatik yaitu: 1) berorientasi pada prestasi, 2) kreatif, inovatif dan
inspirasional 3) percaya diri tinggi, 4) Kebutuhan tinggi berpengaruh pada sosial dengan
perhatian kuat terhadap moral, 5) keikutsertaan tinggi terhadap pekerjaan, dan 6)
kecenderungan mengasuh, sensitive sosial, dan sopan terhadap pengikutnya.
Nadler dan Michael L. Tushman27
25
26
27

David A.

mendefinisikan kepemimpinan khalrismatik sebagai

Veitzal Rivai dan Sylviana Murni. Op. Cit. Hal. 287.
Wirawan. Loc. Cit.
Ibid.

kualitas khusus tindakan pribadi dan persepsi pengikut tentang kualitas pribadi pemimpin
yang memungkinkannya memobilisasi dan memimpin aktivitas secara terus menerus.
10) Teori X dan Teori Y.
Teori ini dikemukakan oleh Douglas McGregor28 yang berkesimpulan bahwa dibalik
setiap keputusan dan tindakan manajerial terdapat asumsi mengenai hakekat manusia dan
perilaku manusia, dimana terdapat dua asumsi yaitu asumsi teori X dan asumsi teori Y. Dalam
hal ini McGregor mendefinisikan asumsi sebagai penerimaan secara tidak sadar mengenai
konsepsi dasar tertentu mengenai dunia sehingga para manajer cenderung bereaksi tidak pada
suatu dunia objektif akan tetapi pada persepsinya, asumsi dan kepercayaannya.
Selanjutnya McGregor menjelaskan bahwa berdasarkan teori X manajer berasumsi
dengan menggunakan teori motifasi “carrot and stick” yang bermakna bahwa manajer suatu
saat harus memberi imbalan dan pada saat yang lainnya harus memberi hukuman dengan
menahan imbalan. Sedangkan berdasarkan teori Y manajer berasumsi dengan mengemukakan
“prinsip integrasi” yang bermakna adanya penciptaan kondisi-kondisi seperti anggota
organisasi dapat mencapai tujuannya sendiri, terbaik dengan mengarahkan upaya mereka
kearah kesuksesan usaha. Secara perinsip Teori X cendrung pada pengarahan dan control,
sedangkan teori Y memungkinkan pertumbuhan manusia memerlukan adaptasi selektif bukan
satu-satunya alat control.
Berdasarkan pendekatan dan teori kepemimpinan yang telah diuraikan di atas maka
selanjutnya dapat dikemukakan tentang devinisi atau pengertian kepemimpinan. Gary Yukl
dalam bukunya Leadership in Organisation mengutip beberapa definisi kepemimpinan yaitu:
1. Leadership is “the behavior of an individual … directing the activities of a group
toward a shared goal.” (Hemphil & Coons)
28

Ibid. hal. 59-60

2. Leadership is “the influential increment over and above mechanical compliance
with the rountine directives of the organization.” (Katz & Kahn)
3. Leadership is exescised when persons…mobilize…institutional, political,
psychological, and other resources so as to arouse, engage, and satisfy the motives
of followers.” (Burns).
4. “Leadership is realized in the process whereby one or more individuals succeed in
attempting to farme and define the reality of others.” (Smircich & Morgan).
5. Leadership is “the process of influencing the activities of an organized group
toward goal achievement.” (Rauch & Behling).
6. “Leadership is about articulating visionis, embodying values, and creating the
environment within which things can be accomplishe.” (Richards & Engle).
7. “Leadership is a process of giving purpose (meaningful direction) to collective
effort, and causing willing effort to be expended to achieve purpose.” (Jacobs &
Jaques).
8. Leadership “is the ability step outside the culture…to start evolutionary change
processes that are more adaptive.” (Schein).
9. “Leadership is the process of making sense of what people are doing together so
that people will understand and be committed.” (Drath & Palus).
10. Leadership is “the ability of an individual to influence, motivate, and enable others
to contribute toward the effectiveness and success of the organization….”(House et
al)29.
Berdasarkan devinisi di atas maka terkandung sejumlah makna yang menjelaskan
tentang kepemimpinan yaitu :
1. Kemampuan sebagai wujud dari perilaku individu terhadap individu yang lain atau
kelompok tertentu
2. Melalui pengaruh, mengarahkan, memobilisasi, membangun nilai-nilai, memotivasi,
memfasilitasi, menginspirasi dan menyesuaikan.
3. Dilakukan melalui pengambilan keputusan.
4. Sebagai sebuah proses yang terjadi dalam suatu lembaga.
29

Gary Yukl. Op. Cit. Hal. 21

5. Dilakukan secara bersama-sama, saling berkomitmen dan saling memahami.
6. Agar dapat mengartikulasikan visi, nilai-nilai dan lingkungan sehingga tercipat
sebuah perubahan.
7.

Untuk mencapai tujuan bersama.

Selanjutnya Gary Yukl 30 menyimpulkan devinisi kepemimpinan yaitu: “Leadership is
the process of influencing others to understand and agree about what needs to be done and
how to do it, and the process of facilitating individual and collective efforts to accomplish
shared objectives.” Stephen P. Robbins memberikan pengertian kepemimpinan sebagai
kemampuan untuk mempengaruhi kelompok menuju pencapaian sasaran31. W. English dalam
buku Educational Administration The Human Science mengutip penjelasan Assa bahwa
Leadership has been defined as the ability to generate enthusiasm for a project and to inspire
work toward its solution32. Ini berarti bahwa kepemimpinan dapat digambarkan sebagai
kemampuan seseorang dalam melaksanakan suatu kegiatan agar dapat menggairahkan,
mengilhami, dan memberi solusi kepada orang lain untuk dapat melaksanakan tugasnya
demi tercapainya tujuan organisasi.
Secara perinsip kepemimpinan merupakan sebuah perilaku seseorang sebagai proses
untuk mempengaruhi orang lain dengan maksud agar mereka dapat memahmi serta
menyetujui tugas-tugas apa saja yang seharusnya mereka lakukan secara efektif. Proses
yang dilakukan dalam pengaruh tersebut harus mampu memfasilitasi setiap keinginan yang
dilakukan baik secara individu maupun secara kolektif untuk tercapainya tujuan secara
bersama-sama dalam lingkup suatu organisasi.
30
Ibid. Hal. 26.
31
Ibid. Hal. 432
32
Fenwick W. English. 1992. Educational Administration The Human Science. New York : Harper
Collins Publishers, hal. 228.

b. Kepala Sekolah Sebagai Pemimpin Pendidikan di Sekolah.
Pendidikan bermutu atau berkualitas bukan hanya dilihat dari produk pendidikan atau
keluaran secara kuantitas atau lulusan yang banyak saja akan tetapi output pendidikan yang
bermutu atau berkualitas harus mencerminkan lulusan atau produk pendidikan yang benarbenar dapat bermanfaat untuk kepentingan pembangunan masyarakat secara keseluruhan.
Prof. Dr. M. Yunan Yusuf mendefinisikan mutu sebagai pendidikan yang menghasilkan
peserta didik dengan memiliki 3 (tiga) kompetensi penting

yang meliputi kompetensi

pengetahuan (intelektual), kompetensi sikap (akhlak mulia), dan kompetensi ketrampilan
(kerja produktif)33.
Pendidik dan tenaga kependidikan mempunyai peran yang sangat strategis dalam
pencapaian mutu lulusan dari produk pendidikan sehingga dapat membentukan pengetahuan,
ketrampilan, dan karakter peserta didik. Oleh karena itu tenaga kependidikan yang
profesional akan dapat melaksanakan tugasnya secara professional pula sehingga
menghasilkan tamatan yang lebih bermutu. Kepala sekolah adalah pemimpin pendidikan
yang berperan sangat penting dalam mengelola organisasi sekolah sehingga tercipta iklim
sekolah yang kondusif dan progresif menciptakan organisasi sekolah yang sehat dan dinamis.
Wahjosumidjo memberikan batasan dari pengertian kepala sekolah yaitu seorang tenaga
fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah di mana diselenggarakan
proses belajar mengajar, atau tempat di mana terjadi interaksi antara guru yang member
pelajaran dan murid yang menerima pelajaran.34 Danny Meirawan menjelaskan bahwa :
Kepala sekolah adalah seorang pemimpin pendidikan yang seyogianya dapat
mengambil keputusan yang tepat, mengomunikasikan dan menginformasikan serta
menggerakkan berbagai kegiatan sumber daya supaya mau dan mampu
33
M. Yunan Yusuf. Pendidikan Muhammadiyah Memasuki Paradigma Baru. Dalam buku Drs. H.
Hamdan, M.Pd.I. Paradigma baru Pendidikan Muhammadiyah. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, hal. 15
34
Wahjosumidjo, Op. Cit. hal. 83.

melaksanakan manajemen atau administrasi
produktifitas pendidikan di sekolah yang tinggi.35

pendidikan

untuk

mencapai

Oleh karena itu upaya peningkatan dan pengembangan kemampuan profesionalisme
kepemimpinan

kepala sekolah menjadi aspek utama dalam kerangka pencapaian mutu

pendidikan. Kepala sekolah merupakan seorang pejabat yang profesional dalam organisasi
sekolah, bertugas mengatur semua sumber organisasi dan bekerjasama dengan guru-guru
dalam mendidik peserta didik untuk mencapai produktifitas pendidikan yang lebih tinggi.
Dengan keprofesionalan kepala sekolah maka pengembangan profesionalisme pendidik dan
tenaga kependidikan dapat dilakukan sehingga organisasi sekolah dapat berjalan secara
teratur dan dinamis untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
Kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan harus memahami bahwa tidak semua
teori kepemimpinan dapat dijadikan acuan khusus sebagai pedoman untuk diterapkan dalam
organisasi sekolah. Secara umum kecenderungan teori kepemimpinan yang potensial
digunakan agar organisasi sekolah dapat menjadi sehat, dinamis dan inovatif adalah teori
kepemimpinan transformasional, kepemimpinan transaksional, kepemimpinan partisipatif.
Secara umum aspek penting yang menjadi focus kajian pada ketiga teori tersebut adalah
berkaitan dengan kepemimpinan kepelayanan (servant leadership) dan hal ini adalah menjadi
tanggung jawab senmua orang. Kepala sekolah dalam kepemimpinannya perlu menerapkan
konsep kepelayanan lebih diutamakan pada perilaku memberi pelayanan yang baik agar
dapat menciptakan suasana yang harmonis dan kesadaran yang utuh bagi seluruh anggota
organisasi terutama bagi organisasi pendidikan.
Kepala sekolah sebagai pemimpin tentu berusaha untuk mempengaruhi seluruh dewan
guru, pegawai dan staf tata usaha, siswa, orang tua dan seluruh stakeholder sekolah agar
dapat berproses secara baik untuk dapat melaksanakan berbagai hal sehingga tujuan sekolah
35
Dr. H. Danny Meirawan, M.Pd. 2010. Kepemimpinan dan Manajemen Pendidikan Masa Depan.
Bogor : IPB Press, hal. 112

dapat tercapai secara efektif dan efisien. Oleh karena itu setidak-tidaknya dalam
kepemimpinan, seorang kepala sekolah harus memiliki kepribadian yang jujur dan
berwawasan yang luas agar seluruh gagasannya dapat diterima dan dilaksanakan oleh semua
warga sekolah. Deryl R. Leaming dalam bukunya “Academic Leadership A Practical Guide
to Chairing the Department” menjelaskan bahwa terdapat tuju kebiasaan penting yang perlu
dilakukan oleh seorang ketua dalam hal ini adalah seorang kepala sekolah, meskipun
Leaming lebih mengkhususkannya pada pemimpin di perguruan tinggi. Lebih lanjut
Leaming36 menjelaskan:
Seven habits of successful chairpersons: 1.successful chairpersons have goals.
2.successful chairpersons get to know their colleagues and fellow administrators.
3.successful chairpersons are agents of change. 4.successful chairpersons understand
and appreciate teaching and public service. 5.successful chairpersons are honest,
forthright, decent people. 6.successful chairpersons are fair and even handed.
7.successful chairpersons are consensus builders and good communicators.
Makna yang terkandung dalam pandangan tersebut adalah seorang kepala sekolah
sebagai ketua yang sukses harus menerapkan tujuh kebiasaan penting yaitu 1) harus
mempunyai tujuan yang jelas, 2) berusaha memahami keinginan dan kebutuhan guru, tenaga
kependidikan, siswa dan seluruh stakeholder sebagai pengikut dan rekan kerjanya, 3) mampu
menjadi agen perubahan, 4) dapat memahami dan menghargai kinerja dan prestasi kerja
stafnya, 5) memiliki jiwa keterbukaan dan selalu terus terang, 6) selalu bersifat adil dan
7) seorang kepala sekolah yang sukses selalu membangunan konsensus dan menjadi
komunikator yang baik.
Sejalan dengan Leaming maka Abdullah Munir menjelaskan bahwa:
Tanpa kemampuan-kemampuan utama seperti kinerja yang baik, komunikasi
antarpribadi yang mumpun, kemampuan dalam memecahkan masalah-masalah yang
mungkin timbul dalam proses belajar mengajar, kepala sekolah akan kesulitan
dalam mensosialisasikan ide, usulan, saran, atau pikiran-pikiran yang dimilikinya
kepada para guru dan karyawan37.
36
Deryl R. Leaming. 1998. Academic Leadership A Practical Guide to Chairing the Department. America
: Anker Publishing Company, page. 11-14
37
Abdullah Munir. 2010. Menjadi Kepala Sekolah Efektif. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media Group, hal.13

Kouzes dan Posner memiliki kesimpulan yang lebih mengarah pada konsep
kepemimpinan Leaming tersebut dengan menyebutkan tentang kepemimpinan kepelayanan
(servant leadership). Kouzes dan Posner berpendapat bahwa yang terpenting bagi seorang
pemimpin adalah

sikap dan prilaku memberikan pelayanan yang baik kepada seluruh

bawahannya sehingga dapat menciptakan lingkungan yang kondusif dan perasaan yang
menyenangkan bagi mereka untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Lebih lanjut
Kouzes dan Posner38 mengemukakan “When getting extraordinary things done in
organizations, leaders engage in these Five Practices of Exemplary Leadership: Model the
way; Inspire a shared vision; Challenge the process; Enable others to act; and, Encourage
the heart.
Penjelasan Kouzes dan Posner tersebut berarti bahwa terdapat 5 (lima) hal penting yang
harus dilakukan oleh setiap pemimpin untuk berprilaku lebih baik dalam memberikan
pelayanan sebagai seorang pemimpin yaitu: 1. Memberikan keteladanan yang baik; 2.
Menginspirasi visi bersama; 3. Menantang proses untuk menciptakan inovasi; 4.
Memberdayakan orang lain dalam bertindak; dan 5. Membangkitkan semanga. Selanjutnya
dapat diuraikan secara terperinci tentang sikap kepelayanan yang perlu diwujudkan dalam
sifat dan perilaku seorang pemimpin.

1) Memberikan teladan yang baik (Model the way).
Yang terpenting bagi seorang kepala sekolah adalah bagaimana ia mampu membangun
kepercayaan dirinya dan memahami kekuatan dirinya dalam kepemimpinan untuk berlaku
jujur. Sifat adil dan jujur akan menumbuhkan kepercayaan orang-orang yang dipimpin pada
38
J.M. Kouzea, & B.Z. Posner. 2002. Leadership Challenge. Third Edition. San Francisco : Jossey-Bass,
hal. 13.

pemimpinnya.39 Farid Poniman, Indrawan Nugroho dan Jamil Azzaini mengemukakan kami
percaya bahwa sebelum seseorang mampu memimpin orang lain dengan baik, dia harus
mampu memimpin dirinya sendiri dengan baik40.

Agar seorang pemimpin dapat

memimpin diri secara baik ia perlu memperhatikan beberapa unsur penting sebagai faktor
yang mempengaruhi interaksi anggota dengan pemimpin sebagaimana dikemukakan Safrudin
yaitu adanya kepercayaan karena kepribadiannya yang jujur (credibility), ilmunya yang luas
(capability),

dan

memiliki

kemampuan,

dan

dapat

diterima

menjadi

pemimpin

(acceptability)41.
Memimpin diri secara baik akan mampu melahirkan sifat-sifat terbaik untuk dapat
menjadi teladan bagi seluruh anggota dan staf di dalam organisasi sekolah. Dalam
keteladanan diri seorang kepala sekolah harus dapat memahami suara hati yang
sesungguhnya sebelum melakukan sesuatu. Dengan mengungkapkan suara hati sendiri
dengan penuh kesadaran melalui implementasi sikap dan perilakunya maka dapat mendorong
dirinya untuk melahirkan komitmen yang kuat akan adanya rasa memiliki secara bersama
terhadap orgnaisasi maupun terhadap anggotanya.
Farid Poniman dkk. menjelaskan bahwa memimpin diri adalah mengacu pada 3 (tiga)
anatomi kepemimpinan diri sebagai

kemampuan yang ada dalam diri kita yaitu

kepemimpinan terhadap keyakinan, aksi dan pekerti. Dalam pengertian pimpin keyakinan
yaitu mengarahkan kemampuan untuk melakukan sesuatu harus mengacu pada seperangkat
perinsip dan nilai yang menjadi misi suci dalam kehidupan. Pimpin aksi bermakna aktifitas
nyata dalam bentuk sikap dan perilaku kita harus sesuai dengan aturan, nilai dan norma

39
Hadari Nawai dan M. Martini Hadari. 2006. Kepemimpinan Yang efektif. Yogyakarta Gaja Mada
University Press, hal. 57
40
Farid Poniman, Indrawan Nugroho, & Jamil Azzaini. 2009. Kubik Leadership: Solusi Esensial Meraih
Sukses dan Hidup Muliah. Cet. III, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, hal. 6
41
Syafruddin. 2010. Kepemimpinan Pendidikan: Akuntabilitas Pimpinan Pendidikan Dalam Konteks
Otonomi Daerah. Jakarta : Quantum Teaching, hal. 48

hidup. Sedangkan pimpin pekerti yaitu sikap mental dan spiritual yang dilakukan sehari-hari
dapat bermanfaat bagi diri kita dan kehidupan masyarakat sekitarnya42.
Dengan demikian maka makna memimpin diri kaitannya dengan pimpin keyakinan, aksi
dan pekerti berarti bagaimana seorang kepala sekolah harus mampu berlaku jujur, adil dan
beramanah yang didasarkan pada prinsip dan nilai-nilai hidup yang berlaku secara universal
sebagai cermin dari keteladanan dirinya. Sudarwan Danim dan Suparno 43 menyebutkan
beberapa bentuk sikap keteladanan kepala sekolah yaitu:
Tentang berpakaian yang rapi, bersikap sopan, bergaul secara baik dan memperhatikan
tata karma, mencegah keangkuhan dan menghindari kesombongan, bagaimana caranya
menggalang kegotongroyongan dan memupuk suasana kekeluargaan, menjalin relasi
familiaritas antara sesama anggota sekolah antara lain dengan menumbuhkan sikap
tolong-menolong, bagaimana menyambut anggota baru secara hangat, dan sebagainya.
Hubungannya dengan unsur-unsur penting dalam konteks kepemimpinan ini maka
Fenwick W. English menekankan: “leadership involves human qualities which most people
can recognize, but which few can define . Even those who have been leaders can't define the
nature of leadership very well. These are some definitions from famous Americans.” 44
Artinya bahwa di dalam kepemimpinan selalu melibatkan orang-orang yang berkualitas yang
mana kebanyakan orang-orang tersebut dapat mengetahui dan memahami unsur-unsur atau
sifat-sifat penting kepemimpinan. Bahkan mereka yang menjadi pemimpin harus mampu
menggambarkan sifat alami kepemimpinan untuk diwujudkan dalm berprilaku sebagai
seorang pemimpin yang baik. John Douglash juga menyimpulkan hal yang sama dengan
menjelaskan bahwa Leadership is the process of inducing other people to proceed toward
the accomplishment of joint objectives.45 Yaitu kepemimpinan merupakan sebuah proses

42
Ibid.
43
Sudarwan Danim dan Suparno. 2009. Manajemen Kepemimpinan Transformasional Kekepala
sekolahan Visi dan Strategi Sukses Era Teknologi, Situasi Krisis, dan Internasionalisasi Pendidikan. Jakarta :
Rineka Cipta, hal. 95.
44
Fenwick W. English. Op. Cit. Hal. 226
45
Ibid. Hal. 228

untuk mempengaruhi orang lain agar dapat memproseskan dirinya untuk menciptakan
hubungan yang lebih baik agar dapat memenuhi kebutuhan untuk tercapainya sasaran yang
telah ditetapkan.
Dalam konteks kepemimpinan kepala sekolah yang baik maka dapat menjadikan sifat,
karakter dan kepribadian kepemimpinan Rasulullah SAW. Untuk menjadi contoh dan teladan
yang baik, karena akhlak Rasulullah adalah teladan bagi umatnya. Akhlak dan karakter
kepemimpinan Rasulullah memiliki 5 ciri atau sifat kepribadiannya yaitu: bersifat siddiq
(berlaku jujur), bersifat amanah (dapat diandalkan), bersifat fatanah (selalu cerdas dan
kreatif), berlaku tabligh (bersikap persuasive), dan berlaku rahmatan lil’alamin (dapat
bermanfaat untuk seluruh isi alam).46
2) Menginspirasi visi bersama (Inspire a shared vision).
Visi merupakan suatu pernyataan yang menjadi gambaran dan komitmen yang kuat bagi
kepentingan yang lebih baik dalam kehidupan masa depan. Dengan demikian

dalam

kepemimpinan kepala sekolah yang terpenting adalah kemampuannya untuk merumuskan
arah dalam bentuk menyusun visi yang ingin dicapai oleh organisasi secara baik dan mampu
mempengaruhi orang-orang yang dipimpinnya agar bersatu mengimplementasi visi untuk
mencapai tujuan, kerena menurut Qomari47 visi bukan hanya untuk kepentingan pemimpin
melainkan juga untuk para pengikutnya.
Locke48 menyimpulkan bahwa fungsi kunci seorang kepala sekolah sebagai pemimpin
pendidikan adalah menetapkan visi dasar organisasi berupa makna, misi, sasaran atau agenda

46
Farid Poniman, Indrawan Nugroho, & Jamil Azzaini. Op. Cit. Hal. 216.
47
Qomari Anwar. 2004. Manajemen Strategik Pengembangan SDM Perguruan Tinggi. Jakarta : Uhamka
Press, hal. 54.
48
Edwin A. Locke. 1997. Esensi Kepemimpinan: Empat Kunci Untuk Memimpin Dengan Penuh
Keberhasilan. Terjemahan Aris Ananda. Jakarta : Mitra Utama, hal. 6.

organisasi sekolah. Sejalan dengan itu maka Tucker 49

menjelaskan tentang pentingnya

kejelasan visi dalam konsep kepemimpinan pada sebuah organisasi yang sehat yaitu A
healty departement has well-defined operational and visionary goals that are attainable and
contribute not only to mission of the department but to that of the univerisity as a whole.
Artinya bahwa suatu organisasi/ departemen yang sehat harus dapat merumuskan visi dengan
baik sebagai batasan dalam oprasionalnya bukan hanya untuk mendukung misi organisasi
tetapi untuk tujuan secara keseluruhan yang dapat dijangkau.
Agar semua orang dapat bersatu melaksanakan berbagai hal sebagai implementasi sebuah
visi sekolah maka pemimpin harus mampu mengkomunikasikan visi yang dirumuskan
tersebut keseluruh pengikutnya hingga mereka dapat memahmi dan mampu memilih dan
membuat segala hal yang perlu dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi. Oleh karena itu
Robbins menekankan bahwa dalam dunia yang dinamis dewasa ini kita membutuhkan
pemimpin untuk menantang statusquo, menciptakan visi tentang masa depan, dan
memberikan inspirasi kepada para anggota organisasi agar bersedia mencapai visi itu. 50 John
Kotter51 menyimpulkan bahwa para pemimpin harus dapat menetapkan arah dengan
menyusun satu visi masa depan; kemudian mereka menyatukan orang-orang dengan
mengkomunikasikan visi ini dengan mengilhami mereka agar mampu mengatasi rintanganrintangan.
Karena visi merupakan gambaran yang utuh untuk kepentingan sekolah yang lebih besar
maka kepala sekolah harus dapat membangun visi sekolah sebagai visi bersama dalam
konsep organisasi sekolah. Visi bersama merupakan langkah awal dalam mewujudkan
kesepakatan dan kesepahaman bersama antara kepala sekolah, guru, staf tata usaha, siswa dan
seluruh stakeholder sekolah. Raynolds menjelaskan bahwa visi bersama dapat meningkatkan
49
Allan Tucker. 1992. Chairing the Academic Departement. New York : Macmillan Publishing Company,
hal. 3.
50
Robbins. Op. Cit. 438
51
Ibid. hal. 431.

aspek-aspek kepercayaan, kredibilitas dan aspirasi leadership komite sekolah. Visi bersama
merupakan sebuah pernyataan tentang tujuan dan cita-cita yang lebih luas serta berorientasi
kedepan bagi sekolah dan programnya. Visi bersama dapat memberikan kesempatan bagi
sekolah secara keseluruhan untuk melihat gambaran yang lebih luas untuk kepentingan masa
depan yang lebih baik bagi sekolah.52
Agar kepala sekolah dapat berperan secara efektif dalam kepemimpinannya maka ia
harus dapat melakukan beberapa kriteria-kriteria penting sebagimana penjelasan Saiful
Sagala diantaranya yaitu:
1. Kepemimpinan yang visioner agar penyelenggaraan pendidikan mampu merespon
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai upaya membangun sumberdaya manusia yang berkualitas dan kompetitif.
2. Kepemimpinan yang efektif dalam penentuan kebijakan agar proses pembelajaran
yang diselenggarakan pada satuan pendidikan dapat memberi jaminan proses
pelayanan belajar yang berkualitas dan juga mutu lulusan yang kompetitif.
3. Ketepatan pemimpin dalam mengambil keputusan agar semua keputusan yang
diambil adalah keputusan yang dibutuhkan.
4. Pendelegasian agar pembagian tugas dalam mensiasati pencapaian target dapat
lebih lincah dan lebih terukur agar dapat dipenuhi sesuai yang ditetapkan.
5. Sikap demokratik yang dikembangkan pemimpinagar terjaga kebersamaan dan
semangat yang sama untuk memperoleh keberhasilan yang maksimal.53
Agar peran kepala sekolah dapat berfungsi secara baik dan sukses dalam merumuskan
maupun mengimplementasikan visi bersama sebuah sekolah maka konsep kepemimpinan
yang visionar perlu dikembangkan di sekolah tersebut oleh karena itu Burt dan Nanus 54
mengemukakan bahwa terdapat tiga kemampuan penting yang harus dilaksanakan yaitu
pemimpin sebagai penentu arah, pemimpin sebagai agen perubahan, dan pemimpin sebagai
pelatih.
3) Menantang Proses (Challenge the process)

52
53
54

Raynolds. Op. Cit. hal. 15
Saiful Sagala. 2008. Administrasi Pendidikan Kontemporer. Cet. IV. Bandung : Alfabeta, 148
Qomari Anwar. Loc. Cit.

Menghadapi tantangan pendidikan yang semakin kompleks dewasa ini, maka sekolah
sangat membutuhkan kepemimpinan kepala sekolah yang berani menentukan sikap untuk
menantang proses menghadapi tantang perubahan tersebut. Pemimpin yang berjiwa
menantang proses berani mencari peluang terbaik untuk dapat tumbuh dan berkembang
menghadapi inovasi yang lebih maju. Selain keberaniannya yang menantang Pudjosumedi 55
menekankan bahwa kepala sekolah yang baik harus dapat member tantangan kepada
komunitas lemabagnya.
Sikap menantang dapat berarti bahwa seorang pemimpin mampu bertanggung jawab dan
tidak ragu menentukan sikap dan membuat kebijakan serta tidak merasa khuwatir yang
berlebihan atas resiko yang terjadi dari setiap kebijakan yang diambilnya. Namun demikian
Kouze dan Posner berpendapat bahwa pada setiap keputusan dan kebijakan yang dibuat
harus memiliki jiwa terbuka terhadap setiap gagasan dan selalu berorientasi pada inovasi baru
sehingga dapat menghasilkan sebuah perubahan.56
Pemimpin juga harus mampu memotivasi kepada seluruh anggotanya untuk berani
menentukan sikap dan mau bertanggung jawab secara bersama dalam berbagai hal demi
kemajuan dan perubahan organisasi kearah yang lebih baik. Pemimpin juga harus memiliki
keberanian dalam memotifasi anggota untuk menentukan harapan yang lebih jauh dengan
melakukan berbagai langkah tanpa ragu dan takut terhadap resiko yang akan terjadi
kemudian. Pemimpin yang efektif lebih cenderung mendorong anggotanya untuk menjadikan
setiap permasalahn yang dihadapinya sebagai pelajaran berharga dalam menentukan sikap
selanjutnya demi inovasi baru bagi kelangsungan organisasi. Oleh karena itu Kouze dan
Posner menekankan bahwa pada intinya seorang pemimpin harus membangun komitmen

55
56

Pudjosumedi. Op. Cit. hal. 95
Kouze dan Posner. Op. Cit. hal. 178

yang kuat terhadap setiap tantangan untuk mencapai pertumbuhan baru dan mendukung para
anggota untuk menmpuh jalan tersebut.57
Hubungannya dengan sekolah maka kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan di
sekolah oleh Fullan, Bertani dan Quinn menyimpulkan bahwa kepala sekolah harus
membantu para anggotanya untuk mencoba gagasan-gagasan inofatif yang baru, strategi
pembelajaran baru, penilaian baru, dalam rangka memenuhi krbutuhan semua siswa. Kepala
sekolah juga harus mampu memotivasi siswanya untuk dapat memanfaatkan semua peluang
dalam aspek pembelajaran secara konsisten baik di dalam sekolah maupun diluar sekolah.58
4) Memberdayakan orang lain dalam bertindak (Enable others to act).
Kepala sekolah dalam konteks kepemimpinan sebagai pelaksana pendidikan harus
mampu meresponi berbagai perubahan untuk membangun kualitas SDM yang siap pakai
dalam perspektif pasar global. Kepala sekolah juga harus mampu membuat keputusan terbaik
dalam menentukan kebijakan yang tepat untuk menjamin proses pembelajarn agar dapat
menghasilkan mutu lulusan yang siap pakai dalam memenuhi kebutuhan pembangunan
masyarakat. Paul M. Tery59 mengemukakan bahwa untuk dapat memberdayakan setiap
individu dalam tingkat persekolahan maka seyogyanya kepala sekolah dapat menciptakan
lingkungan yang kondusif bagi pemberdayaan, memperlihatkan idealisme pemberdayaan,
penghargaan terhadap segala usaha, menghargai segala keberhasilan.
Pemimpin yang efektif adalah mampu membangun peran untuk mendorong seluruh
sumber daya berfungsi secara efektif. Dalam konteks tersebut maka Kozes dan Posner
menekankan agar seorang pemimpin harus memperkuat kolaborasi bagi setiap anggota
57
Ibid.
58 M. Fulan, A. Bertani & J. Quinn. 2004. New Lessons for districtwide reform. Educational Leadership. Page.
42-46
59 Pudjosumedi. Op. Cit. hal. 94

sebagai kompetensi penting dalam menentukan berbagai sikap untuk pencapaian dan
pelestarian suatu kinerja yang lebih tinggi.60
Kemampuan kepala sekolah dalam mewujudkan kolaborasi yang lebih efektif bagi setiap
anggotanya yang terutama adalah pemimpin harus mampu memberikan kepercayaan yang
utuh kepada anggota dalam melaksanakan berbagai tugas dan kegiatan. Danim dan Suparno 61
menekankan bahwa tanpa kepercayaan dan sikap saling menghargai maka sekolah yang
bersangkutan akan terancam kombinasi kerja yang buruk dan moral yang rendah sehingga
menyebabkan sekolah terjebak pada situasi krisis dan tidak akan mampu mendongkrak hasil
belajar siswa.
Dengan memberikan kewenangan dan kepercayaan maka pemimpin harus dapat
memahami bahwa setiap anggota adalah mitra kerja dalam kepemimpinannya. Dengan
demikian maka setiap anggota dapat secara sportif bekerja dan memampukan keahliannya
dalam melaksanakan kegiatan.

Kepala sekolah adalah pemimpin pendidikan

berperan

mengelola organisasi sekolah mewujudkan iklim yang kondusif dan progresif menciptakan
organisasi sekolah yang sehat dan dinamis. Rokhita menyebutkan beberapa peran kepala
sekolah sebagai dimensi penting bagi penyelenggaraan organisasi sekolah secara efektif dan
efisien, diantara yaitu:
1. Eksekutif di sekolah menunjukkan dirinya sebagai seorang pelaksana teknis
manajerial yang memiliki ketrampilan-ketrampilan untuk menjalankan sekolah.
2. Pengelola menggunakan struktur dan prosedur yang berlaku untuk mencapai
tujuan organisasi sekolah.
3. Manajer kepala sekolah bertugas sebagai pelaksana kurikulum, pengatur personil,
fasilitas, keuangan, ketatausahaan, pemelihara tata tertib serta hubungan sekolah
dengan masyarakat.
4. Manajer melaksanakan proses-proses administratif yaitu melaksanakan tugastugas dalam membuat perencanaan, mengambil keputusan dalam operasi sekolah,
mengontrol dan menilai hasil-hasil, menyampaikan dan menjelaskan perintah60
61

Kozes dan Posner. Op. Cit. hal. 242.
Danim dan Suparno. Op. Cit. 89.

perintah, memecahkan konflik yang muncul, dan memupuk semangat bekerja dan
belajar.
5. Pemimpin harus memikirkan hubungan pendidikan dengan pembangunan dan
perkembangan ilmu dan teknologi yang selalu berubah.62
Wahjosumidjo menyimpulkan bahwa terdapat 2 (dua) hal penting yang menjadi peran
kepala sekolah dalam menggerakkan kehidupan sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan
yaitu kepala sekolah berperan sebagai kekuatan sentral yang menjadi kekuatan penggerak
kehidupan sekolah, dan kepala sekolah harus memahami tugas dan fungsi mereka demi
keberhasilan sekolah serta memiliki kepedulian terhadap staf dan siswa. 63 Lambert
menjelaskan bahwa pertumbuhan sekolah seringkali mensyaratkan pengembangan staf untuk
memberi indifidu sejumlah pengetahuan, ketrampilan bahan dan sumber daya yang
diperlukan bagi setiap perubahan, memberikan kesempatan melibatkan diri secara bermakna
dalam proses pembelajaran, menghasilkan sebuah pengetahuan baru, dan merefleksikan
pembelajaran diri.64
Melalui pelimpahan wewenang dan tanggung jawab yang penuh terhadap staf dalam
bekerja maka perasaan melibatkan diri dalam berbagai kegiatan semakin serius dan
tertanggung jawab. Oleh karena pengembangan sumber daya staf juga merupakan aspek
penting dalam menentukan kelangsungan dalam konsep kepemimpinan. Oleh karena itu
Duke menjelaskan bahwa ketika para pendidik berusaha untuk mengimplementasi insiatifnya
dan menemukan permasalahan maka kepala sekolah harus memberi kepedulian yang kuat
agar dapat memotivasinya untuk mengembangkan kemampuan kolaborasi agar dapat
berperan memecahkan masalah tersebut dank arena itu maka dapat menjaga keseimbangan
proses bagi pertumbuhan diri dan organisasi.65
5) Membangkitkan semangat (Encourage the heart).
62
63
64
65

Rohiat. Op. Cit. Hal. 14-15.
Wahjosumidjo, Op. Cit. Hal. 82.
L. Lambert. 2003. Leadership capacity for lasting school i