LAPORAN PRAKTIKUM DAN PETROLOGI 1

LAPORAN PRAKTIKUM PETROLOGI
“PENGUKURAN GRAIN SIZE KRISTAL
MENGGUNAKAN XRD”

Dosen Pengampu:
Sukir Maryanto, Ph.D

Oleh:
Chusnul Fuad | 125090700111020
Asisten:
Sukma Wahyu Fitriani

LABORATORIUM FISIKA MATERIAL
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015

BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Penentuan karakter structural mineral, baik dalam bentuk pejal atau partikel, kristalin atau
amorf, merupakan inti dalam ilmu material. Pendekatan umum yang diambil adalah meneliti
material dengan berkas radiasi atau partikel berenergi tinggi. Radiasi bersifat elektromagnetik
dan dapat bersifat monokromatik maupun polikromatik. Dengan memanfaatkan hipotesa De
Broglie mengenai dualitas frekuensi radiasi dan momentupartikel, maka gagasan tentang
panjang gelombang dapat diterapkan dalam eksitasi electron.
Sinar X adalah suatu radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang ( λ ≈ 0,1 nm)
yang lebih pendek dari panjang gelombang cahaya tampak (λ = 400 – 800 nm). apabila
electron ditembak dengan cepat dalam suatu ruang vakum maka akan dihasilkan sinar X.
Radiasi yang dipancarkan dapat dipisahkan menjadi dua kelompok yaitu (a) spectrum kontinu
dengan rentang panjang gelombang yang lebar dan (b) spectrum garis sesuai karakteristik
logam yang ditembak.
Gejala interfrensi dan difraksi adalah hal umum dalam bidang cahaya. Percobaan Fisika
dasar standar untuk menentukan jarak antar kisi dilakukan dengan mengukur sudut berkas
difraksi cahaya yang diketahui panjang gelombangnya. Persyaratan yang harus dipenuhi
adalah kisi bersifat periodic dan panjang gelombang cahaya memiliki orde yang sama dengan
jarak kisi yang akan ditentukan.
Percobaan ini secara langsung dapat dikaitkan dengan penerapan sinar X untuk

menentukan jarak kisi dan jarak antar atom dalam Kristal. Pembahasan difraksi kisi Kristal
dengan kisi-kisi tiga dimensional cukup rumit, namun Bragg menyederhanaknnya dengan
menunjukkan bahwa difraksi ekivalen dengan pemantulan simetris oleh berbagai bidang
Kristal, asalkan persyaratan tertentu dipenuhi.
Pemanfaatan metode difraksi memegang peranan penting untuk analisis padatan kristalin.
Selain untuk meneliti cirri utama struktur, seperti parameter kisi dan tipe struktur Kristal, juga
dimanfaatkan untuk mengetahui rincian lain seperti susunan berbagai jenis atom dalam
Kristal, kehadiran cacat, orientasi, ukuran butir dan lain-lain.

1.2 Tujuan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui pengoprasian instrument difraksi
sinar X PHYWE dalam karakterisasi bahan dan menentukan ukuran buitr (grain size) Kristal
LiF dengan prinsip sinar X.

BAB II
Dasar Teori

2.1 Dasar Produksi Sinar X
Sinar-X ditemukan pertama kali oleh Wilhelm C. Rontgen pada tahun 1895dari
universitas Worzburg jerman. Penemuan ini berawal dari pemberian bedapotensial antara katoda

dan anoda hingga beberapa kilovolt pada tabung sinar-X.Perbedaan potensial yang besar ini
mampu menimbulkan arus elektron sehinggaelektron-elektron yang dipancarkan akibat
pemanasan filamen akan dipercepatmenuju target dalam sebuah tabung hampa udara. Gambar 2.1
berikut ini adalahgambar skema tabung Sinar-X (Hoxter,1982).

Gambar 2.1 Skema tabung sinar-X (Hoxter,1982)

Keterangan gambar:
1. Katoda
2. Filamen
3. Bidangfokus

4. Keping wolfarm
5. Ruang hampa
6. Selubung

7. Anoda
8. Diapragma
9. Berkas sinar guna


Prinsip kerja dari pembangkit sinar-X dapat dijelaskan sebagai berikut, beda potensial
yang diberikan antara katoda dan anoda menggunakan sumber yang bertegangan tinggi. Produksi
sinar-X dihasilkan dalam suatu tabung berisi suatu perlengkapan yang diperlukan untuk
menghasilkan sinar-X yaitu bahan penghenti atau sasaran dan ruang hampa.
Elektron bebas terjadi karena emisi dari filamen yang dipanaskan. Dengan sistem fokus,
elektron bebas yang dipancarkan terpusat menuju anoda. Gerakan elektron ini akan dipercepat
dari katoda menuju anoda bila antara katoda dan anoda diberi beda potensial yang cukup besar.
Gerakan elektron yang berkecepatan tinggi dihentikan oleh suatu bahan yang ditempatkan
pada anoda. Tumbukan antara elektron dengan anoda ini menghasilkan sinar-X, pada tumbukan
antara elektron dengan sasaran akan ada energi yang hilang. Energi ini akan diserap oleh sasaran
dan berubah menjadi panas sehingga bahan sasaran akan mudah memuai. Untuk menghindarinya
bahan sasaran dipilih yang berbentuk padat. Bahan yang biasa digunakan sebagai anoda adalah
platina, wolfram, atau tungsten.
Untuk menghasilkan energi sinar-X yang lebih besar, tegangan yang diberikan
ditingkatkan sehingga menghasilkan elektron dengan kecepatan yang lebih tinggi. Dengan
demikian energi kinetik yang dapat diubah menjadi sinar-X juga lebih besar. (Hoxter,1982)
Wilhelm Conrad Rontgen seorang ahli fisika di Universitas Wurzburg, Jerman pertama
kali menemukan sinar Rontgen pada tahun 1895, sewaktu melakukan eksperimen dengan sinar
katoda saat itu dia melihat timbulnya sinar fluorosensi yang berasal Kristal barium platinosianida
dalam tabung Crookes-Hittorf yang dialiri listrik. Kemudian dia melanjutkan penelitiannya dan

menemukan sinar yang disebutnya sebagai sinar baru atau sinar-X. ( Rasad, 2005)
Sinar-X merupakan gelembong elektromegnetik, dimana dalam proses terjadinya
memiliki energi yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut didasarkan pada energi kinetik elektro.
Sinar-X yang berbentuk ada yang memiliki energy sangat rendah sesuai dengan energi electron
pada saat timbulnya sinar-X. juga ada yang berenergi tinggi, yakni berenergi sama dengan energi
kinetik elektro pada saat menumbuk target anode.
Pada dasarnya pesawat sinar-X terdiri dari tiga bagian utama, yaitu tabung sinar-X ,
sumber tegangan tinggi yang mencatu tegangan listrik pada kedua elktrode dalam tabung sinar-X
dan unit pengatur bagian pesawat sinar-X.
Proses terjadinya sinar-X adalah sebagai berikut Filamen pada katoda dipanaskan dengan
pemberian arus generator sehingga terbentuk elektron - elektron pada permukaan katoda. Dalam
hal ini anoda bermuatan positif terhadap katoda. Ketrika diberikan beda potensial antara katoda
dan anoda, maka electron akan menumbuk anoda. Dari tumbukan inilah terbentuk sinar-X 1 %
dan 99 % energi panas. ( Rasad,2005 )

2.2 Difraksi Sinar-X oleh Kristal
Sejarah mengenai difraksi sinar-x telah berjalan hampir satu abad ketikatulisan ini
disusun. Tahun 1912 adalah awal dari studi intensif mengenai difraksisinar-x. Dimulai dari
pertanyaan M. van Laue kepada salah seorang kandidat doktor P.P. Ewald yang dibimbing
A.Sommerfeld, W. Friedrich (asisten riset Sommerfeld) menawarkan dilakukannya eksperimen

mengenai 'difraksi sinar-x '. Pada saat itu eksperimen mengenai hamburan sinar-x sudah
dilakukan oleh Barkla.Laue mengawali pekerjaannya dengan menuliskan hasil pemikiran
teoretiknya dengan mengacu pada hasil eksperimen Barkla Laue berargumentasi,ketika sinar-x
melewati sebuah kristal, atom-atom pada kristal bertindak sebagai sumber-sumber
gelombang sekunder, layaknya garis-garis pada geritan optic (optical grating ). Efek-efek difraksi
bisa jadi menjadi lebih rumit karena atom-atom tersebut membentuk pola tigadimensi.
Eksperimen difraksi
sinar-x yang pertama dilakukan oleh Herren Friedrich dan
Knipping menggunakan Kristal tembaga sulfat dan berhasil memberikan hasil pola difraksi
pertama yang kemudian menjadi induk perkembangan difraksi sinar-x selanjutnya .
Difraksi sinar-x merupakan proses hamburan sinar-x oleh bahan kristal. Pembahasan
mengenai difraksi sinar-x mencakup pengetahuan yang berhubungan dengan hal-hal berikutini:1.
pembentukan sinar-x2. hamburan (scattering) gelombang elektromagnetik 3. sifat kekristalan
bahan (kristalografi). Dengan demikian, difraksi sinar-x adalah topik lanjut di bidang
fisika(ataukimia) yang memerlukan pengetahuan dasar yang cukup banyak dan komplek. (Maya,
2015)
Difraksi Sinar X merupakan teknik yang digunakan dalam karakteristik material untuk
mendapatkan informasi tentang ukuran atom dari material kristal maupun nonkristal. Difraksi
tergantung pada struktur kristal dan panjang gelombangnya. Jika panjang gelombang jauh lebih
dari pada ukuran atom atau konstanta kisi kristal maka tidak akan terjadi peristiwa difraksi karena

sinar akan dipantulkan sedangkan jika panjang gelombangnya mendekati atau lebih kecil dari
ukuran atom atau kristal maka akan terjadi peristiwa difraksi. Ukuran atom dalam orde angstrom
(Å) maka supaya terjadi peristiwa difraksi maka panjang gelombang dari sinar yang melalui
kristal harus dalam orde angstrom (Å). (Chorkendroff, 2003)

2.3 Difraktometri Sinar X
Metode difraksi sinar X digunakan untuk mengetahui struktur dari lapisan tipis yang
terbentuk. Sampel diletakkan pada sampel holder difraktometer sinar X. Proses difraksi sinar X
dimulai dengan menyalakan difraktometer sehingga diperoleh hasil difraksi berupa difraktogram
yang menyatakan hubungan antara sudut difraksi 2θ dengan intensitas sinar X yang dipantulkan.
Untuk difraktometer sinar X, sinar X terpancar dari tabung sinar X. Sinar X didifraksikan dari
sampel yang konvergen yang diterima slit dalam posisi simetris dengan respon ke fokus sinar X.
Sinar X ini ditangkap oleh detektor sintilator dan diubah menjadi sinyal listrik. Sinyal tersebut,
setelah dieliminasi komponen noisenya, dihitung sebagai analisa pulsa tinggi. Teknik difraksi

sinar x juga digunakan untuk menentukan ukuran kristal, regangan kisi, komposisi kimia dan
keadaan lain yang memiliki orde yang sama. (Vanila, 2015)
Hasil analisis dengan XRD adalah berupa difraktogram yang berupa susunan garis atau
puncak dengan intensitas dan posisi berbeda-beda yang spesifik pada material yang dianalisis.
Tiap fase kristalin mempunyai susunan difraktogram yang karakteristik, maka dapat digunakan

sebagai sidik jari untuk uji identifikasi [3]. Penentuan kesesuaian struktur kristal yang terbentuk
dilakukan dengan mencocokkan setiap puncak yang muncul pada difraktogram pada nilai sudut
2θ dan d tertentu hasil analisis dengan data dari JCPDS (Joint Committee Powder Diffraction
Standar) sehingga diperoleh informasi orientasi bidang kristal yang terbentuk. Jika semua
orientasi bidang kristal teridentifikasi dipastikan struktur kristal terdapat kesesuain.
Difraksi sinar X dapat digunakan untuk menentukan ukuran kristal (crystallite size)
dengan fase tertentu . (Monshi, 2012)
2.4 Ukuran Butir Kristal
Kristal terbentuk dari komposisi atom-atom, ion-ion atau molekul molekul zat padat yang
memiliki susunan berulang dan jarak yang teratur dalam tiga dimensi. Pada hubungan lokal yang
teratur, suatu kristal harus memiliki rentang yang panjang pada koordinasi atom-atom atau ion
dalam pola tiga dimensi sehingga menghasilkan rentang yang panjang sebagai karakteristik dari
bentuk kristal tersebut.
Ditinjau dari struktur atom penyusunnya, bahan padat dibedakan menjadi tiga yaitu kristal
tunggal (monocrystal), polikristal (polycrystal), dan amorf (Smallman, 2001). Pada kristal
tunggal, atom atau penyusunnya mempunyai struktur tetap karena atom-atom atau molekulmolekul penyusunnya tersusun secara teratur dalam pola tiga dimensi dan pola-pola ini berulang
secara periodik dalam rentang yang panjang tak berhingga. Polikristal dapat didefinisikan sebagai
kumpulan dari kristal-kristal tunggal yang memiliki ukuran sangat kecil dan saling menumpuk
yang membentuk benda padat.
Struktur amorf menyerupai pola hampir sama dengan kristal, akan tetapi pola susunan

atom-atom, ion-ion atau molekul-molekul yang dimiliki tidak teratur dengan jangka yang pendek.
Amorf terbentuk karena proses pendinginan yang terlalu cepat sehingga atom-atom tidak dapat
dengan tepat menempati lokasi kisinya. Bahan seperti gelas, nonkristalin ataupun vitrus 7 yaitu
memiliki struktur yang identik dengan amorf . Susunan dua-dimensional simetris dari dua jenis
atom yang berbeda antara kristal dan amorf ditunjukan pada Gambar 2.2

.
Gambar 1. (a). Susunan atom kristal, (b). Susunan atom amorf.
(Smallman, 2001)
Susunan khas atom-atom dalam ristal disebut struktur ristal. Struktur ristal
dibangun oleh sel satuan (unit cell) yang merupakan sekumpulan atom yang tersusun secara
khusus, secara ristal berulang dalam tiga dimensi dalam suatu kisi ristal (crystal lattice).
Geometri ristal dalam ruang dimensi tiga yang merupakan karakteristik ristal
memiliki pola yang berbeda-beda. Suatu ristal yang terdiri dari jutaan atom dapat dinyatakan
dengan ukuran, bentuk, dan susunan sel satuan yang berulang dengan pola pengulangan yang
menjadi rist khas dari suatu ristal. (West, 1989)

BAB III
Tata Laksana Percobaan
3.1 Tata Laksana Percobaan

Percobaan difraksi sinar-X diawali dengan menyalakan tombol power di bagian belakang
sinar-X PHYWE dan di bagian depan akan muncul tampilan yang menandakan bahwa alat telah
menyala. Selanjutnya setelah instrument ini dinyalakan, bagian jendela dibuka dan sempel
dipasng. Bila diperlukan collimator maka pasang pula collimator di sebelah kiri bagian dalam
ruangan. Setelah sampel dipasang dengan benar lalu jendela ditutup dengan rapat. Jendela ini
harus ditutup dengan rapat agar tidak terjadi radiasi sumber sinar-X ke bagian luar ketika XRD
dijalankan. Selain itu jika jendela tidak ditutup dengan rapat maka instrument ini tidak akan
bekerja memindai sampel.
Selanjutnya XRD dioperasikan melalui computer dengan program “measure”. Cara
menjalankannya adalah klik start, kemudian measure dan tampilan awal program akan
dimunculkan. Kemudian opsi “OK” diklik dilanjutkan dengan “file” dan “new measurement.
Selanjutnya tampilan yang meminta anda untuk mengisi data sampel yang ingin diuji akan
ditampilkan, serta penggunaan daya, domain yang diukur, dan penggunaan filter/collimator.
Setelah semua diisi dengan benar, klik “continue”.
Kemudian jendela baru akan ditampilkan. Klik “start measurement” dan pengukuran akan
dimulai. Klik “stop measurement” dan pengukuran akan dihentikan. Setelah selesai dilakukan
pengukuran, data yang diperoleh disimpan baik grafik maupun datanya:
a. Penyimpanan grafik : file.msr
Klik file – save measurement - save
b. Penyimpanan data : file.txt

Klik measurement – export data – centang save to file - ok

BAB IV
Pembahasan
4.1 Data Hasil Percobaan
4.1.1 Kolimator Kecil
K
λ


= 0,94
= 54,18 pm
= 100°

Chart Title
30
25
20
15
10
5
0

2 0 3 .2 6 .4 9 .6 2 .8 3 6 9 .2 2 .4 5 .6 8 .8 5 2 5 .2 8 .4 1 .6 4 .8 6 8 1 .2 4 .4 7 .6 0 .8 8 4 7 .2 0 .4 3 .6 6 .8 1 0 0
2 2 2 3
3 4 4 4
5 5 6 6
7 7 7 8
8 9 9 9

Gambar 4.1 Grafik percobaan dengan kolimator kecil
4.1.2 Kolimator Sedang
K
λ


= 0,94
= 54,18 pm
= 60°

Chart Title
70
60
50
40
30
20
10
0

2 0 1 .8 3 .6 5 .4 7 .2 2 9 0 .8 2 .6 4 .4 6 .2 3 8 9 .8 1 .6 3 .4 5 .2 4 7 8 .8 0 .6 2 .4 4 .2 5 6 7 .8 9 .6
2 2 2 2
3 3 3 3
3 4 4 4
4 5 5 5
5 5

Gambar 4.2 Grafik percobaan dengan kolimator sedang
4.1.3 Kolimator Besar
= 0,94
= 54,18 pm
= 60°

Kolimator Besar
120
100
80

Axis Title

K
λ


60
40
20
0
.0 .2 .4 .6 .8 .0 .2 .4 .6 .8 .0 .2 .4 .6 .8 .0 .2 .4 .6
20 22 24 26 28 31 33 35 37 39 42 44 46 48 50 53 55 57 59

Axis Title

Gambar 4.3 Grafik percobaan dengan kolimator besar

4.2 Perhitungan
4.2.1 Kolimator Kecil
30
25
20
15
10
5
0
38

38.5

K=0,94
λ=54,18 pm
2 θ=100 °
θ=50°
B=39,4−38,6
¿ 0,8 °
0,8
¿
×π
180
¿ 0,014 rad
B=


L cos θ

L=


B cos θ

¿

0,94 ×54,18
0,014 cos 50

¿

50,92
0,009

¿ 5657 pm

39

39.5

40

40.5

41

41.5

42

4.2.2 Kolimator Sedang
70
60
50
40
30
20
10
0
35

36

37

K=0,94
λ=54,18 pm
2 θ=60 °
θ=30°
B=40,3−39,4
¿ 0,9 °
0,9
¿
×π
180
¿ 0,0157 rad
B=


L cos θ

L=


B cos θ

¿

0,94 ×54,18
0,015 cos 30

¿

50,92
0,013

¿ 3916 pm

4.2.2 Kolimator Besar

38

39

40

41

42

120
100
80
60
40
20
0
35.0

36.0

37.0

K=0,94
λ=54,18 pm
2 θ=60 °
θ=30°
B=40,1−39,3
¿ 0,8 °
0,8
¿
×π
180
¿ 0,014 rad
B=


L cos θ

L=


B cos θ

¿

0,94 ×54,18
0,014 cos 30

¿

50,92
0,012

¿ 4243 pm

4.3 Pembahasan
4.3.1 Analisa Prosedur

38.0

39.0

40.0

41.0

42.0

Pada percobaan ini digunakan alat difraksi sinar-X PHYWE unutk menentukan ukuran
butir Kristal LiF dengan prinsip sinar X. Peralatan yang digunakan pada percobaan ini selain
pendifraksi sinar-X PHYWE diantaranya adalah, objek berupa Kristal LiF yang telah berada
dalam wadah yang sesuai dengan tempat objek di dalam alat difraksi. Kemudian ada beberapa
kolimator yang berbeda ukuran yang berfungsi sebagai pengatur besar kecilnya intensitas sinar X
yang dipancarkan. Selain itu ada computer yang terhubung dengan alat difraksi yang telah
dilengkapi dengan software measure dan Ms. Excel.
Pada tahap pertama percobaan ini alat difraksi disaipkan terlebih dahulu dengan
menyalakan tombol power dibelakang bagian alat hingga ada tampilan di layar bagian depan.
Setelah dipastikan alat telah menyala, jendela tempat objek dibuka perlahan karena jendelanya
terbuat dari kaca. Selanjutnya objek berupa Kristal LiF yang telah dimasukkan kedalam wadah
khusus untuk alat difraksi dipasang di tempat objek diikuti dengan pemasangan kolimator di
bagian kiri jendela dengan ukuran sesuai dengan kebutuhan. Setelah dipastikan objek dan
kolimator telah terpasang dengan benar maka jendela ditutup dengan rapat agar tidak terjadi
radiasi dinar X ke bagian luar ketika percobaan dilakukan. Kemudian operasikan software
measure untuk melakukan pengaturan mulai dari sudut Kristal, sudut detector, penggunaan
kolimator, jenis sampel, penggunaan daya, dan domain yang diukur. Pastikan data yang diisaikan
pada software benar agar tidak mempengaruhi hasil pengukuran. Selanjutnya setelah dilakukan
prosedur pengukuran dengan memulai tombol start pada software hingga data didapatkan, data
harus disimpan dalam bentuk excel agar dapat dibuat grafik dan dianalisa.
4.3.2 Analisa Hasil
Dari grafik yang telah diperoleh dari pengolahan data mentah dengan Ms. Excel dapat
diamati bahwa grafik yang dihasilkan oleh masing-masing kolimator (kecil, sedang, besar)
memiliki trend yang serupa dimana terdapat saat dimana grafik mengalami penaikan dan
penurunan yang signifikan untuk sesaat. Saat dimana terjadinya penaikan grafik inilah saat
dimana Kristal LiF terdeteksi oleh XRD.
Berdasarkan persamaan Bragg, jika seberkas sinar-X di jatuhkan pada sampel kristal,
maka bidang kristal itu akan membiaskan sinar-X yang memiliki panjang gelombang sama
dengan jarak antar kisi dalam kristal tersebut. Sinar yang dibiaskan akan ditangkap oleh detektor
kemudian diterjemahkan sebagai sebuah puncak difraksi. Makin banyak bidang kristal yang
terdapat dalam sampel, makin kuat intensitas pembiasan yang dihasilkannya. Tiap puncak yang
muncul pada pola XRD mewakili satu bidang kristal yang memiliki orientasi tertentu dalam
sumbu tiga dimensi. Puncak-puncak yang didapatkan dari data pengukuran ini kemudian
dicocokkan dengan standar difraksi sinar-X untuk hampir semua jenis material. Standar ini
disebut JCPDS.

Dari hasil pengukuran ukuran Kristal melalui proses perhitungan dengan menggunakan
rumus :

L=


B cos θ

Didapatkan hasil yang berbeda untuk setiap jenis kolimator yang digunakan yaitu 5657 pm untuk
kolimator kecil, 3916 untuk kolimator sedang dan 4243 untuk kolmator besar .
Jika diidentifikasi lebih lanjut dari tahap pengukuran, seharusnya factor besar kecil
kolimator yang berbeda tidak membuat hal ini terjadi karena didalam program telah disetting
untuk jenis kolimator yang berbeda. Maka kemungkinan besar nilai yang berbeda ini disebabkan
oleh kekeliruan pada saat mencari nilai B yang didapatkan dari interpretasi grafik dimana tiap
orang akan memiliki interpretasi yang berbeda.
Lithium Flouride adalah senyawa anorganik dengan rumus kimia LiF. Senyawa ini tidak
berwarna atau berwarna bening, strukturnya padat, transisinya menjadi berwarna putih dengan
mengurangi ukuran kristalnya. Kristal ini tberbau dan memiliki rasa pahit-asam. Strukturnya
kurnag lebih sama dengan natrium klorida namun kurang larut dalam air. Kebanyakan digunakan
untuk bahan garam besi.

BAB V
Penutup

5.1 Kesimpulan
Pada percobaan ini digunakan XRD jenis PHYWE yang memanfaatkan prinsip
pembiasan cahaya untuk menentukan ukuran butir Kristal. Ketika sinar X menumbuk kristal,
sebenarnya elektron yang terdapat di sekeliling atom atau ionlah yang menyebabkan terjadinya
pemantulan. Makin banyak jumlah elektron yang terdapat disekeliling atom pada suatu bidang,
makin besar intensitas pemantuklan yang disebabkan oleh bidang tersebut dan akan
mengakibatkan makin jelasnya spot yang terekam. Ini digambarkan oleh trend grafik yang
mengalami penaikan serta oenurunan yang signifikan.
5.2 Saran
Untuk selanjutnya praktikum harap lebih bervariasi lagi

Daftar Pustaka

Chorkendroff, J.W. 2003. Concepts of Modern Catalysis and Kinetics. New York : WlieyVCH GmbH&Co
Hoxter, Erwin. 1982 . Practical radiography: Principles, applications . New York : John
Wiley & Sons Ltd.
Maya, Gita. Difraksi Sinar-X oleh Kristal. 9 Maret 2015. https://www.academia.edu/6206812/
Difraksi_BAB_II_DIFRAKSI_SINAR-X_OLEH_KRISTAL
Monshi, Ahmad., Mohammad, R. F., Mohammad, R. M., 2012. Modified Scherrer Eqquation
to Estimate More Accurately Nano-Crystallite Size Using XRD. World Journal of Nano
Science and Engineering, Vol. 2, pp. 154-160.
Rasad, Sjahriar. 2005. Radiologi Diagnostik (Edisi 2) . Jakarta : Balai Penerbit FK UI.
Smallman.2001. Element of X-Ray Diffraction. Third Edition, New Jersey : Prentice Hall.
Vanila, Alvina. Prinsip Dasar Spektoroskopi Difraksi Sinar-X. 9 Maret 2015 .
http://orybun.blogspot.com/2009/05/prinsip-dasar-spekstroskopi-difraksi.html
West, Anthony. R., 1989. Solid State Chemistry and Its Application. New York: John Wiley
and Sons.