LAPORAN LENGKAP DAN PRAKTIKUM NATA

LAPORAN LENGKAP
PRAKTIKUM ILMU UKUR KAYU

PENGUKURAN DIAMETER DAN TINGGI POHON,VOLUME KAYU
BULAT, DAN ANGKA BENTUK

NAMA

: NATALIA MANGLILI’

NIM

: M111 14 338

KELOMPOK

: II

KELAS

:D


ASISTEN

: ASRUL

LABORATORIUM PEMANENAN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..........................................................................................
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................
DAFTAR ISI.......................................................................................................
DAFTAR TABEL .............................................................................................
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................
1.2 Tujuan...............................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pertumbuhan Tegakan....................................................................
2.2 Pengukuran Diameter Pohon..........................................................
2.3 Pengukuran Tinggi Pohon..............................................................
2.4 Volume Kayu Bundar......................................................................
2.5 Angka Bentuk dan Bentuk Batang.................................................
BAB III METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat..........................................................................
3.2 Alat dan Bahan.................................................................................
3.3 Prosedur Kerja.................................................................................
3.4 Analisis Data.....................................................................................
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil...................................................................................................
4.2 Pembahasan......................................................................................
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan.......................................................................................
5.2 Saran.................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................
LAMPIRAN........................................................................................................


DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Diameter dan Tinggi Pohon...................................
Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Kayu Bulat..............................................................
Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Angka Bentuk.........................................................

DAFTAR GAMBAR
Gambar a. Grafik Sebaran Tinggi Pohon.............................................................
Gambar b. Grafik Sebaran diameter...................................................................
Gambar c. Grafik Perbandingan Volume Kayu Bulat........................................
Gambar d. Grafik Faktor Bentuk Kayu Bulat.....................................................

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam bidang kehutanan dan pengelolaan kayu pengukuran tinggi dan
diameter kayu merupakan hal yang sangat perlu dilakukan, karena kita dapat
mengetahui atau menduga potensi suatu tegakan ataupun suatu komunitas pohon
tertentu. Dalam memperoleh data pengukuran, jenis dan cara penggunaan alat
merupakan faktor penentu utama yang mempengaruhi keakuratan data-data yang
diperoleh. Semakin bagus alat yang dipergunakan maka kemungkinan semakin

baik pula hasil pengukuran yang akan kita didapatkan. Begitu pula dengan
kemampuan para pengamat dalam mengukur, semakin baik dalam penggunaan
suatu alat maka semakin baik juga data yang diperoleh (Simon, 2007).
Pengukuran merupakan hal yang paling penting dilakukan, karena dapat
mengetahui atau menduga potensi suatu tegakan ataupun suatu komunitas
tertentu. Dalam memperoleh data pengukuran, jenis dan cara penggunaan alat
merupakan faktor penentu utama yangmempengaruhi keotentikan data yang
diperoleh. Semakin bagus alat yang dipergunakan maka semakin baik pula hasil
pengukuran yang akan didapat. Demikian pula halnya dengan kemampuan
pengamat dalam pengukuran, semakin baik dalam penggunaan suatu alat maka
semakin baik pula data yang dikumpulkan (Herwiyono, 2000).
Pendugaan suatu komunitas pohon dilakukan dengan melakukan
pengukuran pada tinggi pohon dan diameternya dari komunitas pohon yang akan
diukur tersebut. Tinggi pohon diameter merupakan dimensi pohon yang sangat
penting dalam pendugaan potensi pohon dan tegakan. Data tinggi dan diameter
bukan hanya diperlukan untuk menghitung nilai luas bidang dasar suatu tegakan
melainkan juga dapat digunakan untuk menentukan volume pohon, angka bentuk
dan tegakan, berguna dalam pengaturan penebangan, perkiraan hasil pengolahan
kayu dan dapat digunakan untuk mengetahui struktur suatu tegakan hutan
(Tim Dosen, 2007).


Untuk mendapatkan gambaran tentang karakteristik pohon sebagai
penentu volume pohon, dalam tulisan ini akan diuraikan beberapa macam dimensi
pohon yang meliputi diameter batang, tinggi pohon, dan faktor bentuk batang
melalui pengukuran yang dilakukan di lokasi praktek.
B. Tujuan
1) Pengukuran Diameter dan Tinggi Pohon
Tujuan dari praktikum ini ialah :
a. Untuk mengetahui cara mengukur diameter pohon dengan benar.
b. Untuk mengetahui cara mengukur tinggi pohon dengan benar.
c. Mahasiswa mampu mengolah data hasil pengukuran diameter dan tinggi
pohon.
2) Pengukuran Volume Kayu Bulat
Tujuan dari praktikum ini ialah :
a. Mahasiswa mampu mengukur volume pohon.
b. Mahasiswa mampu menentukan volume pohon berdasarkan rumus volume
Hubber, Smallian, Newton dan Brereton.
c. Mahasiswa mampu membandingkan antara volume Hubber, Smallian,
Newton dan Brereton.
3) Angka Bentuk

Tujuan dari praktikum ini adalah:
a. Mahasiswa mampu menentukan angka bentuk pohon.
b. Mahasiswa mampu membandingkan antara angka bentuk mutlak, angka
bentuk buatan, angka bentuk normal dan angka bentuk umum.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pertumbuhan Tegakan
Pertumbuhan tegakan sangat ditentukan oleh (Paembonan, 2012):
1. Pengaruh Tajuk
Tajuk pohon adalah sumber produksi karbohidrat melalui kegiatan
fotosintesis. Ukuran besar kecilnya dan kedalaman tajuk mempunyai pengaruh
yang besar terhadap keruncingan batang (taper). Pohon yang tajuknya besar
memiliki kecenderungan batang yang runcing, sedangkan pohon yang
tajuknya kecil dan pendek memiliki batang yang silindris.
Pada tegakan yang rapat dengan tajuk yang kecil pada pucuk pohon
yang tinggi, maka lebih banyak pertumbuhan ditambahkan dekat pucuk
daripada pangkal pohon dan hasilnya adalah pembentukan batang yang
silindris. Sebaliknya pohon-pohon yang tumbuh pada ruang terbuka karena
kerapatan lebar dapat mempertahankan cabang-cabangnya secara penuh pada

arah panjangnya. Bilamana tidak ada tindakan silvikultur, makaa keruncingan
pada batang akan terjadi secara abadi. Untuk itu dilakukan modifikasi tajuk
dalam rangka memperbaiki kualitas batang yang silindris dengan pengaturan
kerapatan tegakan dan pemangkasan.
2. Kerapatan Tegakan
Tegakan yang terlalu rapat menyebabkan pertumbuhan tegakan
menjadi lambat karena persaingan yang ketat antara pohon dalam tegakan,
sedangkan tegakan yang terlalu jarang

akan menghasilkan pohon-pohon

dengan tajuk yang lebar, bercabang besar dan banyak, dan batang yang
pendek.
Pertumbuhan pohon dapat diperbaiki dengan pengaturan kerapatqn
tegakan dengan menciptkan ruang tumbuh optimial bagi pertumbuhan pohon
tinggal dalam tegakan sesuai tingkatan umurnya dan tingkatan fase
pertumbuhan.

B. Pengukuran Diameter Pohon
Diameter merupakan salah satu parameter pohon yang mempunyai arti

penting dalam pengumpulan data tentang potensi hutan untuk keperluan
pengelolaan. Dengan keterbatasan alat yang tersedia, seringkali pengukuran
keliling (K) lebih banyak dilakukan, baru kemudian di konversi ke diameter (D),
dengan menggunakan rumus yang berlaku untuk lingkaran (Herwiyono, 2000):

D=

K
Π

Lingkaran batang merupakan panjang garis busur yang melingkar batang.
Pengukuran diameter atau keliling batang setinggi dada dari permukaan tanah
disepakati, tetapi setinggi dada untuk setiap bangsa punya kesepakatan masingmasing yang disesuaikan dengan tinggi rata-rata dada masyarakat bangsa itu.
Setinggi dada untuk pengukuran kayu berdiri di Indonesia disepakati setinggi 1,30
meter

dari

permukaan


tanah,

dengan

ketentuan

sebagai

berikut

(Herwiyono, 2000):
1. Kondisi Pohon Berdiri
Ketentuan pengukuran diameter atau keliling setinggi1,30 m
didasarkan untuk pohon berdiri tegak pada permukaan tanah yang relatif datar.
Jika pohon berdiri miring, maka letak pengukurannya (Lpd) dilakukan pada
bagian miring batang disebelah atasnya (Gambar b), sejauh1,30 m dari
permukaan tanah. Sedangkan untuk pohon berdiri tegak pada permukaan
tanah yang cukup miring (lereng) dapat dilakukan dua cara seperti disajikan
pada Gambar a.


Gambar a. Ketentuan pengukuran pohon berdiri tegak dan miring
2. Kondisi Pohon Berbanir
Jika batas ujung banir (Bub) kurang dari110 cm, maka pengukurannya
dilakukan setinggi1,30 m dari permukaan tanah. Jika BuB tepat setinggi dari
110 cm, maka pengukurannya (Lpd) ditambah 20 cm diatas banir (Gb. b). Jadi
Lpd-nya setinggi 1,30m dari permukaan tanah. Jika BuB-nya lebih tinggi dari
110 cm, maka pengukurannya (Lpd) ditambah 20 cm diatas banir (Gb. c). Jadi
letak pengukurannya setinggi (Bub+ 20 cm).

Gambar b. Ketentuan pengukuran pohon berbanir
3. Bentuk batang (batang cacat)
Jika setinggi 110 cm melebihi Bbc, maka letak pengukurannya (Lpd)
setinggi (Bac+20) cm (Gambar a). Jika Bbc lebih tinggi dari110 cm, maka
letak pengukurannya setinggi (Bbc–20) cm (Gambar b). Jika bagian tengah
cacat lebih kurang setinggi1,30 m dari permukaan tanah(Gambar c), maka
pengukurannya dilakukan setinggi Bbc (Lpd2) dan Bac (Lpd1). Sehingga hasil
ukurannya (diameter atau keliling) adalah ukuran (Lpd1+ Lpd2)/2.

Gambar c. Ketentuan prengukuran pohon cacat
4. Batang bercabang atau menggarpu

Jika tinggi percabangan melebihi1,30 m (Gambar a), maka pengukuran
dilakukan tetap setinggi 1,30 m dari permukaan tanah. Jika tinggi cagak
kurang dari 1,10 m, maka Lpd-nya dilakukan pada kedua batang setinggi 1,30
m.

Gambar d. Ketentuan pengukuran pohon dengan batang bercabang
5. Pohon lahan basah (rawa, payau)
Untuk jenis Bruguiera spp yang dijadikan awal pengukuran bukan
daripermukaan tanah, tapi pada bagian akarnya (Gambar a). Letak
pengukurannya setinggi 1,30 m. Untuk jenis Ceriopsspp yang dijadikan awal
pengukuran pada bagian akar yang berbatasan dengan air (Gambar b).
Disamping adanya bagian-bagian akar yang berupa banir, maka ditinjau dulu
berapa tinggi banir tersebut. Jika tinggi banir tersebut kurang dari 1,30 m,
maka letak pengukuran dilakukan setinggi 1,30 m dari batas bagian akar yang

kena air. Untuk jenis Rhizophora spp dilakukan pengukuran setinggi 20 cm
dari ujung bagian akar teratas (Gambar c).

Gambar e. Ketentuan pengukuran pohon lahan basah
C. Pengukuran Tinggi Pohon
Tinggi pohon adalah parameter lain yang mempunyai arti penting dalam
penaksiran hasil hutan. Secara khusus tinggi pohon diperlukan untuk menentukan
kelas kesuburan tanah (bonita). Dalam inventor hutan, biasanya dikenal beberapa
macam tinggi pohon, yaitu (Husch, 1987) :
1. Tinggi total, yaitu tinggi dari pangkal pohon di permukaan tanah sampai
puncak pohon. Dalam kebanyakan tabel volume atau tabel hasil, tinggi total
merupakan variabel tak bergantung. Tinggi total inilah yang dipakai untuk
menentukan kelas bonita.
2. Tinggi batas bebas cabang atau permulaan tajuk, yaitu tinggi pohon dari
pangkal batang dipermukaan tanaha sampai cabang pertama yang membentuk
tajuk. Pengukuran tinggi batang bebas cabang ini mudah dilakukan untuk
jenis-jenis pohon daun lebar, sedanh untuk jenis konifer sering menghadapi
kesulitan dalam menentukan letak permulaan tajuk.
3. Tinggi batang komersial, adalah tinggi batang yang pada saat itu laku dijual
dalam perdagangan. Untuk situasi sekarang, tinggi batang komersial pada
hutan jati dijawa lebih besar dibanding dengan tinggi batang bebas cabang
sebelum dasa warsa enam puluhan, tinggi batang komersial pada hutan jati
sama tua lebih rendah dibanding dengan tinggi batang bebas cabang. Hal
seperti ini masih berlaku sampai sekarang, untuk sebagian besar jenis yang
berasal dari hutan alam di luar Jawa.

Alat pengukur tinggi pohon secara tidak langsung lebih banyak
digunakan, dibanding dengan pengukuran secara langsung, karena alasan-alasan
praktis. Alat pengukur tinggi secara tidak langsung disebut hypsometer, yang pada
dasarnya dapat dibedakan menjadi dua prinsip berikut (Husch, 1987) :
1. Prinsip geometri atau prinsip segitiga sebangun

O

C

F

B

E

A

D

Gambar f. Prinsip geometri dalam pengukuran tinggi pohon
Dari Gambar f di atas, apabila panjang alat (AC), AB dan DE
diketahui, maka diperoleh tinggi pohon yaitu DF = (AC/AB).DE Hipsometer
yang dibuat dengan prinsip geometrik mempunyai beberapa keuntungan,
sehingga digunakan secara luas di seluruh dunia. Keuntungan-keuntungan
tersebut adalah:
1) Dapat dibuat sendiri dengan mudah
2) Tidak diperlukan pengukuran jarak antara pengukur dengan pohon yang
diukur.
3) Pembacaan untuk mengetahui tinggi pohon, hanya dilakukan sekali.
4) Pengukuran tinggi tidak dipengaruhi oleh lereng.
2. Prinsip trigonometri atau prinsip pengukuran sudut
F

O



E



D

Gambar g. Prinsip Trigonometri dalam pengukuran tinggi pohon
Dari Gambar g , apabila jarak datar (OE), besar sudut kemiringan ke
pangkal pohon (α) dan

besar sudut kemiringan ke puncak pohon (β)

diketahui, maka diperoleh tinggi pohon yaitu DF = DE + EF = OE (tg α + tg
β). Berdasarkan titik bagian atas yang diukur, tinggi pohon dibedakan atas :

(1) Tinggi total, yaitu tinggi pohon sampai ke puncak tajuk ; (2) Tinggi bebas
cabang, yaitu tinggi pohon sampai cabang pertama yang masih hidup.
Cabang yang dimaksud biasanya adalah cabang yang turut berperan dalam
membentuk tajuk utama ; (3) Tinggi kayu tebal, yaitu tinggi pohon sampai
batas diameter tertentu, biasanya sampai batas diameter 7 atau 10 cm.
Alat-alat

yang

digunakan

dalam

mengukur

pohon

diantaranya

(Husch, 1987) :
1. Walking stick, merupakan alat untuk mengukur tinggi suatu benda. Walking
stick digunakan dengan jalan membidik pohon dengan posisi tongkat terbalik
dan mundur hingga didapat bidikan yang tepat. Walking stick memiliki
panjang tongkat 1 meter dengan bagian berwarna dibawah lengkungan
tongkat, yang memiliki tinggi 10 cm. Alat ini membutuhkan dua orang dalam
pengoperasiannya. Satu sebagai pemegang tongkat dan seorang lagi dekat
dengan benda yang akan diukur dan menunjuknya sesuai arahan pemegang
tongkat dan menunjuk bidikan pemegang tongkat tepat pada garis atas
berwarna pada tongkat. Bagian atas tongkat mengarah pada tajuk pohon,
bagian bawah garis berwarna menuju bagian bawah pohon, dan bagian atas
warna menunjukan tinggi pohon. Setelah terarah, orang yang dekat dengan
objek menunjuk tepat dibidikan dan diukur dengan pita ukur. Hasil yang
didapat dikalikan 10 dan merupakan tinggi pohon dugaan yang dimaksud.
Perkalian 10 dilatarbelakangi perbandingan tinggi tongkat dan tinggi daerah
berwarna yaitu 10:1.
2. Cristen hypsometer, adalah alat yang terbuat dari lempengan logam atau kayu
dengan panjang 30 cm. Skala ukuran yang menyatakan tinggi pohon dibuat di
atas alat tersebut dengan angka nol terletak diujung atas. Pembagian skala
padanya tidak sama yaitu semakin tinggi pohon skalanya semakin sempit.
Oleh karena itu pohon yang lebih tinggi dari 20 cm biasanya mempunyai
kesalahan pengukuran semakin tinggi.
3. Abney level, adalah sebuah alat yang di pakai untuk mengukur ketinggian
pohon yang terdiri dari skala busur derajat. Beberapa kelebihan abney level
adalah mudah untuk digunakan, relative murah dan akurat. Abney level di

gunakan untuk mengukur derajat dan elevasi. Alat ini berupa teropong yang
dilengkapi dengan busur setengah lingkaran.
4. Hagameter, adalah Alat untuk mengukur tinggi pohon yaitu tinggi total, tinggi
pangkal cabang. Cara penggunaannya :
a) Fungsikan alat penunjuk arah tinggi, dengan memutar tombol untuk
berbagai jarak pohon dari pengukuran ( bisa 10, 15, 20m dll ).
b) Atur posisi pembidik dengan jarak antara pembidik dengan pohon yang
akan di ukur sesuai dengan skala jarak yang digunakan.
c) Buka kunci jarum penunjuk dengan menekan knop / tombol.
d) Lakukan pembidik melaluhi visir ke pangkal pohon kemudian kunci
dengan menekan tombol / knop.
e) Baca dan catat skala yang ditunjukkan jarum.
f) Lakukan bidikan ke ujung pohon yang di inginkan ( puncak / cabang
pertama ), kunci jarum penunjuk dengan menekan knop / tombol.
g) Baca dan catat skala yang di tunjukkan jarum.
D. Volume Kayu Bundar
Volume sortimen dan pohon dapat ditentukan baik secara langsung
maupun tidak langsung. Secara singkat, kedua metode tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut (Husch, 1987):
1.

Penentuan volume secara langsung dapat dilakukan dengan menggunakan
alat xylometer yang menggunakan prinsip perpindahan zar cair. Pada cara ini,
volume sortimen ataupun log sama dengan volume air yang terpindahkan
ketika sortimen atau log tersebut dimasukkan ke dalam alat. Namun tentunya
cara ini tidaklah praktis walaupun memberikan hasil yang cukup teliti.

2.

Penentuan volume secara tidak langsung dapat dilakukan dengan cara
yaitu sebagai berikut :
a. Pendekatan rumus-rumus empiris
Yakni dengan menggunakan rumus-rumus bagi penentuan volume
sortimen ataupun log. Contoh rumus2 empiris yang sering digunakan:
1. Brereton : V = ((p/4). ((Dp + Du)/2)2) . L

2. Smalian: V = ((Bp + Bu)/2) . L
3. Huber : V = Bm . L
4. Newton : V = ((Bp + 4Bm + Bu)/6) . L
5. Bruce : V = ((Bp + 3Bu)/4) . L
dimana : V = volume sortimen atau log (m3); p = 3,14; Dp = diameter
pangkal (cm); Du = diameter ujung (cm);

Bm = luas bidang dasar

(lbds) pada tengah-tengah (m2); Bp = lbds pada pangkal (m2); Bu = lbds
pada ujung (m2); dan L = panjang sortimen atau log (m).
b.

Tabel volume
Yakni suatu tabel yang menyajikan dimensi volume untuk diameter
dan/atau tinggi pohon tertentu. Tabel volume dapat dibedakan menjadi
Tabel volume lokal, yakni jika volume pohon hanya ditentukan oleh
besarnya diameter saja, dan Tabel volume standar, yakni jika volume
pohon ditentukan oleh diameter dan tingginya.

c. Metode grafis
Yakni dengan memplotkan nilai kuadrat diameter atau luas bidang
dasar (m2) pada sumbu x dan tinggi pada sumbu y (pada salib sumbu
cartesius), dimana luas daerah di bawah kurva tersebut menyatakan
volume pohon. Namun cara ini kurang efektif terutama karena cukup
sulitnya menentukan luas daerah dibawah kurva.
E. Angka Bentuk dan Bentuk Batang
Bentuk batang berkaitan dengan perubahan diameter batang karena
perubahan tinggi pengukuran. Bentuk Batang dapat pula didefinisikan sebagai
perbandingan atau rasio antara volume batang yang sebenarnya dengan volume
silinder yang memiliki tinggi atau panjang sama (Simon, 2007).
Selain diameter dan tinggi pohon, bentuk batang adalah salah satu komponen
penentu volume pohon. Bentuk batang diantaranya dapat digambarkan oleh
angka bentuk (form factor) dan taper. Angka Bentuk Batang (f) didefinisikan
sebagai perbandingan atau rasio antara volume batang yang sebenarnya dengan
volume silinder yang memiliki tinggi atau panjang sama. Berdasarkan diameter

yang digunakan untuk menghitung volume silindernya, angka bentuk dibedakan
atas (Simon, 2007):
1. Angka bentuk mutlak (absolute form factor), adalah angka bentuk di mana
volume silindernya menggunakan lbds berdasarkan diameter pada pangkal
batang.
2. Angka bentuk buatan (artificial form factor) adalah angka bentuk di mana
volume silindernya menggunakan lbds berdasarkan dbh.
3. Angka bentuk normal (true form factor/hohenadl form factor) adalah angka
bentuk di mana volume silindernya menggunakan lbds berdasarkan diameter
pada ketinggian 1/10 tinggi pohon. Oleh karena dbh biasa digunakan sebagai
ciri diameter pohon, maka angka bentuk yang sering digunakanpun adalah
angka bentuk buatan.
Taper adalah suatu istilah yang menggambarkan bentuk batang yang
meruncing. Dengan kata lain, taper menggambarkan pengurangan atau semakin
mengecilnya diameter batang dari pangkal hingga ke ujung. Chapman dan Meyer
(1949) menyatakan bahwa taper merupakan resultante dimensi pohon yang
disebabkan oleh pengaruh pertumbuhan tinggi dan diameter pohon. Pertumbuhan
tinggi pohon lebih dipengaruhi oleh kualitas tempat tumbuh, sedangkan diameter
pohon lebih dipengaruhi oleh kerapatan pohon. Taper sebagai laju perubahan
diameter pada panjang atau tinggi tertentu, yang secara matematis dapat
dinyatakan sebagai : t = (dp – du)/l ; di mana : t = taper ; dp, du = diameter
pangkal, ujung ; l = panjang batang. Bentuk batang yang semakin mengecil ke
ujung dapat juga dinyatakan dalam sebuah persamaan fungsional hubungan antara
diameter sepanjang batang (di) pada berbagai ketinggian tempat diameter tersebut
diukur (hi), sehingga di = f(hi). Persamaan seperti itu disebut sebagai fungsi taper.
Untuk mengurangi keragaman absolut yang besar akibat adanya perbedaan ukuran
batang dalam hal ini diameter dan tinggi/panjang batang, sebaiknya digunakan
peubah-peubah relatif, sehingga fungsi tapernya menjadi : di/D = f(hi/H) atau di/D
= f(1– hi/H) ; di mana : D = dbh atau diameter pangkal ; H = tinggi bebas cabang
atau tinggi total. Penggunaan lebih lanjut dari fungsi taper ini adalah untuk
menduga volume batang dengan cara integrasi lbds pada panjang atau selang

ketinggian tertentu. Kelebihan cara pendugaan volume pohon melalui fungsi
taper ini adalah bahwa volume pohon dapat ditentukan pada berbagai ketinggian
atau panjang yang dikehendaki. Sedangkan kelemahannya adalah dugaan volume
pohon

akan

bias

kalau

fungsi

taper

yang

digunakan

tidak

berhasil

menggambarkan pola bentuk batang yang sebenarnya (Simon, 1987).
Angka bentuk dapat bervariasi karena jenis pohon dan faktor genetik, umur,
ukuran tajuk, dan faktor tempat tumbuh ( khususnya pengaruh angin ). Bentuk
pohon berkaitan dengan perubahan diameter batang karena perubahan tinggi
pengukuran. Secara umum terdapat tiga macam bentuk batang berdasarkan
perbedaan diameter pada berbagai macam ketinggian (Simon, 1987):
1. Pada pangkal : bentuk neiloid
2. Pada bagian tengah : bentuk silindris atau paraboloid. Bentuk silindris adalah
bagian tengah pohon yang mempunyai diameter sama antara bagian pangkal
serta ujung. Bentuk paraboloid berarti diameter ujung kecil dengan perubahan
yang melengkung ke arah poros batang pada bagian ujung batang.
3. Pada bagian ujung pohon : bentuk konus

BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
1. Pengukuran Diamater dan Tinggi Pohon
Dilaksankan pada hari Sabtu, 19 Maret 2016 jam 09.00 WITA-Selesai,
di Tegakan Jati ( Tectona grandis ), Fakultas Sastra, Univeristas Hasanuddin,
Makassar.
2. Pengukuran Volume Kayu Bulat
Dilaksankan pada hari Sabtu, 26 Maret

2016 jam 10.00 WITA-

Selesai, di Tegakan Jati, Fakultas Sastra, Univeristas Hasanuddin, Makassar.
3. Angka Bentuk
Dilaksankan pada hari Sabtu, 09 April 2016 jam 11.00-selesai, di
Tegakan Jati, Fakultas Sastra, Univeristas Hasanuddin, Makassar.
B. Alat dan Bahan
1. Pengukuran Diameter dan Tinggi Pohon
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini ialah :
a. Pitameter, untuk mengukur keliling batang pohon
b. Abney level, untuk menentukan sudut tinggi total dan tinggi bebas cabang
pohon.
c. Roll meter, untuk mengukur diameter setinggi dan dada pada batang
pohon
d. Tali Rafiah, untuk membuat plot pengukuran

e. Alat Tulis Menulis, untuk mencatat hasil pengukuran
f. Kalkulator, untuk menghitung hasil pengukuran
g. Kamera, untuk dokumentasi praktikum
h. Tally Sheet, sebagai tempat untuk mencatat hasil pengukuran
i. Kertas Label, untuk menandai tiap pohon yang di ukur
2. Pengukuran Volume Kayu Bulat
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini ialah :
a. Pitameter, untuk mengukur keliling batang pohon
b. Roll meter, untuk mengukur diameter setinggi dan dada pada batang
pohon
c. Alat Tulis Menulis, untuk mencatat hasil pengukuran
d. Kalkulator, untuk menghitung hasil pengukuran
e. Kamera, untuk dokumentasi praktikum
j. Tally Sheet, sebagai tempat untuk mencatat hasil pengukuran
3. Angka Bentuk
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini ialah :
a. Pitameter, untuk mengukur keliling batang pohon
b. Roll meter, untuk mengukur diameter setinggi dan dada pada batang
pohon
c. Alat Tulis Menulis, untuk mencatat hasil pengukuran
d. Kalkulator, untuk menghitung hasil pengukuran
e. Kamera, untuk dokumentasi praktikum
f. Tally Sheet, sebagai tempat untuk mencatat hasil pengukuran
C. Prosedur Kerja
1. Pengukuran Volume dan Tinggi Pohon
Tahapan dalam praktikum ini, yaitu :
a. Menentukan areal pengukuran seluas 100 m x 100 m lalu membatasi plot
tersebut dengan tali (plot yang ditentukan akan digunakan untuk
praktikum selanjutnya).
b. Memberi nomor pada pohon yang ada di dalam plot dengan kertas label.

c. Mengukur keliling pohon satu per satu setinggi dada (dbh) dengan
pitameter lalu mencatat hasil pengukuran di tally sheet.
d. Mengukur tinggi pohon satu per satu, baik itu Tinggi Total maupun Tinggi
Bebas Cabang dengan menggunakan abney level lalu mencatat hasilnya di
tally sheet.
e. Mengolah data hasil pengukuran dan membuat grafik sebaran diameter
pohon dan tinggi total serta tinggi bebas cabang pohon.
2. Pengukuran Volume Kayu Bulat
Faktanya pengukuran kali ini dilakukan untuk kayu bulat, bukan
pohon. Namun, karena log-log yang dibutuhkan untuk pengukuran tidak
tersedia,

maka

pengukuran

dilakukan

pada

pohon

dengan

asumsi

menggunakan bentuk batang pohon yang silindris. Adapun langkah-langkah
dalam praktikum ini adalah sebagai berikut :
a. Melakukan pengukuran pada plot yang telah ditentukan sebelumnya.
Nomor pohon pada praktikum sebelumnya tetap berlaku untuk praktikum
kali ini (nomor pohon tidak berubah).
b. Mengukur keliling pohon sebanyak tiga kali. Seluruh pohon diukur oleh
orang yang sama dengan mempertimbangkan ketinggian pengukur.
c. Pengukuran pertama dilakukan pada pangkal batang (20 cm dari
permukaan tanah).
d. Pengukuran kedua dilakukan pada ujung batang (ketinggian maksimum
yang dapat dicapai oleh pengukur dengan mempertimbangkan bentuk
silindris batang). Ketinggian pada pengukuran ujung batang tetap untuk
semua pohon.
e. Pengukuran ketiga dilakukan pada tengah batang. Misalnya ketinggian
ujung batang maksimum yang dapat diukur adalah 180 cm, maka
pengukuran keliling pada bagian tengah pohon dilakukan pada ketinggian
(180 cm – 20 cm) / 2 = 80 cm.
f. Mencatat hasil pengukuran di tally sheet.

g. Mengolah hasil pengukuran dengan menggunakan rumus Hubber,
Smallian, Newton dan Brereton lalu bandingkan hasilnya. Hasil
pengolahan data disertai dengan grafik.
h. Pengukuran

sebaiknya

dilakukan

dengan

hati-hati

karena

bisa

menyebabkan ketidak-valid-an data.
3. Angka Bentuk
Langkah-langkah dalam praktikum ini adalah sebagai berikut :
a. Melakukan pengukuran pada plot yang telah ditentukan sebelumnya.
Nomor pohon pada praktikum sebelumnya tetap berlaku untuk praktikum
kali ini (nomor pohon tidak berubah).
b. Mengukur keliling pohon sebanyak tiga kali. Seluruh pohon diukur oleh
orang yang sama dengan mempertimbangkan ketinggian pengukur.
c. Pengukuran pertama dilakukan pada pangkal batang (0 cm dari permukaan
tanah).
d. Pengukuran kedua dilakukan pada ujung batang (ketinggian maksimum
yang dapat dicapai oleh pengukur dengan mempertimbangkan bentuk
kerucut batang). Ketinggian pada pengukuran ujung batang tetap untuk
semua pohon.
e. Pengukuran ketiga dilakukan pada tengah batang. Misalnya ketinggian
ujung batang maksimum yang dapat diukur adalah 180 cm, maka
pengukuran keliling pada bagian tengah pohon dilakukan pada ketinggian
180 cm / 2 = 90 cm.
f. Mengukur keliling pohon dengan ketentuan tinggi pengukuran 1/10 dari
tinggi total pohon. Misalnya tinggi total pohon adalah 12 m, maka 12/10 =
1,2 m , pengukuran keliling dilakukan pada ketinggian 1,2 m.
g. Mencatat hasil pengukuran di tally sheet. Sebaiknya menggunakan tiga
digit angka setelah tanda koma.
h. Mengolah hasil pengukuran.
i. Pengukuran harus dilakukan dengan hati-hati karena bisa menyebabkan
ketidak-valid-an data.

D. Analisis Data
1. Pengukuran Volume dan tinggi Pohon
Rumus-rumus yang digunakan dalam praktikum k ini, yaitu :
a. Diameter
D=K/Π
b. Tinggi Bebas Cabang
TBC = ( tan α1 x JP ) + TP
T Tot = (tan α2 x JP ) + TP
2. Pengukuran Volume Kayu Bulat
Rumus-rumus yang digunakan pada praktikum ini yaitu :
a. Diameter Pangkal
DP=KP/Π
b. Diameter Tengah
DT=KT/Π
c. Diameter Ujung
DU=KU/Π
d. Volume Hubber
Volume ini menggunakan diameter tengah
V H = ¼ x Π x dt2 x T
e. Volume Smallian
V S = ( {(1/4 x Π x dp2) + (1/4 x Π x du2)} / 2 ) x T
f. Volume Newton
V N = ( {(1/4 x Π x dp2) + 4(1/4 x Π x dt2) + (1/4 x Π x du2)} / 6 ) x T
g. Volume Brereton
V B = ¼ x Π {(dp + du)/2}2 x T
3. Angka Bentuk
Rumus-rumus yang digunakan pada praktikum ini yaitu :
a. Diameter Pangkal
DP=KP/Π
b. Diameter Tengah
DT=KT/Π

c. Diameter Ujung
DU=KU/Π
d. Diameter Rata-Rata
D PTU = (Dp + Dt + Du)/3
e. Tinggi 1/10 Pohon
T “1/10” = T Tot / 10
f. Diameter 1/10 Tinggi Pohon
D “1/10” = K “1/10” / Π
g. Volume Total
V tot = ¼ x Π x D PTU2 x T tot
h. Volume Bebas Cabang
V Bc = ¼ x Π x D PTU2 x T Bc
i. Volume Silinder Diameter Pangkal
Vs P = ¼ x Π x D P2 x T Tot
j. Volume Silinder Diameter Setinggi Dada
Vs dbh = ¼ x Π x Dbh2 x T Tot
k. Volume Silinder Diameter 1/10 Tinggi Pohon
Vs “1/10” = ¼ x Π x D“1/10”2 x T Tot
l. Angka Bentuk Mutlak
F m = V tot / Vs P
m. Angka Bentuk Buatan
F b = V tot / Vs dbh
n. Angka Bentuk Normal
F n = V tot / V “1/10”
o. Angka Bentuk Umum
F u = V bc / Vs dbh

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Pengukuran Diameter dan Tinggi Pohon
Tabel a. Pengukukuran Diameter dan Tinggi Pohon
No
.
1
2
3
4
5
6
7
8

Nama
Tectona
grandis
Tectona
grandis
Tectona
grandis
Tectona
grandis
Tectona
grandis
Tectona
grandis
Tectona
grandis
Tectona

K (cm)

D (cm)

α1

α2

TBC
(m)

Ttot
(m)

30

9.55

22

46

5.48

11.79

66

21.01

17

45

4.49

11.44

55

17.51

13

48

6.04

12.54

48

12.28

25

50

6.1

13.35

55

17.51

14

53

3.93

14.7

44

14.01

12

50

3.56

13.35

46

14.64

17

51

4.49

15.78

43

13.69

22

48

5.48

12.54

9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30

grandis
Tectona
grandis
Tectona
grandis
Tectona
grandis
Tectona
grandis
Tectona
grandis
Tectona
grandis
Tectona
grandis
Tectona
grandis
Tectona
grandis
Tectona
grandis
Tectona
grandis
Tectona
grandis
Tectona
grandis
Tectona
grandis
Tectona
grandis
Tectona
grandis
Tectona
grandis
Tectona
grandis
Tectona
grandis
Tectona
grandis
Tectona
grandis
Tectona
grandis

40

12.73

19

20

5.88

12.43

38

12.1

19

48

4.88

12.54

40

12.73

24

51

5.89

13.78

33

10.5

27

51

6.53

13.78

40

12.73

23

51

5.68

13.78

47

14.96

31

65

7.44

22.88

31

9.87

14

43

3.93

10.76

59

18.78

25

62

6.1

20.24

55

17.51

41

61

10.13

19.48

67

21.33

23

66

5.68

23.9

49

15.68

15

52

4.11

14.23

67

21.32

15

44

4.11

11.09

71

22.61

21

56

5.27

16.26

48

15.28

22

48

5.48

12.54

42

13.37

19

32

4.88

7.65

78

24.84

28

52

6.75

14.23

65

20.7

46

59

11.79

18.08

78

24.84

28

71

14.23

30.48

130

41.4

28

64

14.23

21.94

73

23.24

31

21

7.44

19.48

52

16.56

16

58

4.3

17.44

63

20.06

21

58

5.27

17.44

31
32
33
34
35
36
37
38
39
40

Tectona
grandis
Tectona
grandis
Tectona
grandis
Tectona
grandis
Tectona
grandis
Tectona
grandis
Tectona
grandis
Tectona
grandis
Tectona
grandis
Tectona

86

27.38

30

58

7.21

17.44

48

15.28

22

45

5.48

11.44

65

20.7

31

55

7.44

15.72

65

20.7

38

58

9.25

17.44

82

26.11

28

61

14.23

19.48

64

20.38

42

63

10.44

21.06

50

15.92

21

61

5.27

19.48

58

18.47

24

63

5.89

21.06

44

14.01

22

40

5.48

9.83

46

14.64

15

52

4.11

14.23

Grafik a. Pengukukuran Diameter Pohon

45
40
35
30
25

Diameter (cm)

20
15
10
5
0
1

4

7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40

Grafik b. Tinggi Pohon Diameter Pohon

35
30
25
20
TBC (m)
Ttot (m)

15
10
5
0

2. Pengukuran Volume Kayu Bulat
Ta
bel
b.
Pe
ng
uk
ura
n
Vo
lu
me
Ka
yu
Bu
lat
X
N
O
1

Nama

Tecton
a

Kt
(cm
)

Ku
(cm
)

0.43 0.41

Dp
(m)

Dt
(m)

Du
(m)

T
(m)

VH
(m3)

VS
(m3)

VN
(m3)

VB
(m3)

0.1
5

0.13

0.13

19.
5

0.25
9

0.30
2

0.27
3

0.30
0

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

grandi
s
Tecton
a
grandi
s
Tecton
a
grandi
s
Tecton
a
grandi
s
Tecton
a
grandi
s
Tecton
a
grandi
s
Tecton
a
grandi
s
Tecton
a
grandi
s
Tecton
a
grandi
s
Tecton
a
grandi
s
Tecton
a
grandi
s
Tecton
a
grandi
s

0.74

0.3
4

0.25

0.23

19.
5

0.95
7

1.29
0

1.06
8

1.24
3

0.69 0.64

0.2
7

0.21

0.2

19.
5

0.67
5

0.86
4

0.73
8

0.84
5

0.61 0.57

0.2
4

0.19

0.18

19.
5

0.55
3

0.68
9

0.59
8

0.67
5

0.72 0.63

0.3
2

0.22

0.2

19.
5

0.74
1

1.09
0

0.85
7

1.03
5

0.56

0.5

0.2
2

0.17

0.15

19.
5

0.44
2

0.54
3

0.47
6

0.52
4

0.6

0.53

0.2
2

0.19

0.16

19.
5

0.55
3

0.56
6

0.55
7

0.55
3

0.54

0.5

0.2
1

0.17

0.15

19.
5

0.44
2

0.51
0

0.46
5

0.49
6

0.31 0.24

0.1
2

0.09

0.07

19.
5

0.12
4

0.14
8

0.13
2

0.13
8

0.54 0.46

0.2

0.17

0.14

19.
5

0.44
2

0.45
6

0.44
7

0.44
2

0.53 0.46

0.2
1

0.16

0.14

19.
5

0.39
2

0.48
8

0.42
4

0.46
9

0.45 0.41

0.1
6

0.14

0.13

19.
5

0.30
0

0.32
5

0.30
8

0.32
2

0.8

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23
24

Tecton
a
grandi
s
Tecton
a
grandi
s
Tecton
a
grandi
s
Tecton
a
grandi
s
Tecton
a
grandi
s
Tecton
a
grandi
s
Tecton
a
grandi
s
Tecton
a
grandi
s
Tecton
a
grandi
s
Tecton
a
grandi
s
Tecton
a
grandi
s
Tecton
a

0.53 0.48

0.2

0.16

0.15

19.
5

0.39
2

0.47
8

0.42
1

0.46
9

0.61 0.56

0.2
4

0.19

0.17

19.
5

0.55
3

0.66
2

0.58
9

0.64
3

0.43 0.38

0.1
7

0.13

0.12

19.
5

0.25
9

0.33
1

0.28
3

0.32
2

0.75 0.67

0.2
7

0.23

0.21

19.
5

0.81
0

0.89
5

0.83
8

0.88
2

0.68 0.62

0.2
5

0.21

0.19

19.
5

0.67
5

0.75
5

0.70
2

0.74
1

0.83 0.73

0.3
4

0.26

0.23

19.
5

1.03
5

1.29
0

1.12
0

1.24
3

0.66 0.57

0.2
7

0.21

0.18

19.
5

0.67
5

0.80
6

0.71
9

0.77
5

0.83 0.77

0.3
1

0.26

0.24

19.
5

1.03
5

1.17
6

1.08
2

1.15
8

0.73

0.7

0.2
7

0.23

0.22

19.
5

0.81
0

0.92
8

0.84
9

0.91
9

0.52 0.45

0.2

0.16

0.14

19.
5

0.39
2

0.45
6

0.41
3

0.44
2

0.46

0.1
7

0.14

0.12

19.
5

0.30
0

0.33
1

0.31
0

0.32
2

0.26

0.24

19.
5

1.03
5

1.22
5

1.09
8

1.20
0

0.4

0.82 0.78

0.3
2

25

26

27

28

29

30

31

32

33

34

35

grandi
s
Tecton
a
grandi
s
Tecton
a
grandi
s
Tecton
a
grandi
s
Tecton
a
grandi
s
Tecton
a
grandi
s
Tecton
a
grandi
s
Tecton
a
grandi
s
Tecton
a
grandi
s
Tecton
a
grandi
s
Tecton
a
grandi
s
Tecton
a
grandi
s

0.67 0.62

0.2
6

0.21

0.19

19.
5

0.67
5

0.79
4

0.71
5

0.77
5

0.82 0.74

0.3
3

0.26

0.23

19.
5

1.03
5

1.23
8

1.10
3

1.20
0

0.95 0.82

0.4
1

0.31

0.26

19.
5

1.47
1

1.80
4

1.58
2

1.71
8

0.76

0.7

0.3
6

0.24

0.22

19.
5

0.88
2

1.36
2

1.04
2

1.28
7

0.54 0.49

0.2
1

0.17

0.15

19.
5

0.44
2

0.51
0

0.46
5

0.49
6

0.64

0.6

0.2
5

0.2

0.19

19.
5

0.61
2

0.75
5

0.66
0

0.74
1

0.9

0.83

0.3
5

0.28

0.26

19.
5

1.20
0

1.45
5

1.28
5

1.42
4

0.51 0.42

0.1
8

0.16

0.13

19.
5

0.39
2

0.37
7

0.38
7

0.36
8

0.68 0.61

0.2
5

0.21

0.19

19.
5

0.67
5

0.75
5

0.70
2

0.74
1

0.69

0.6

0.2
5

0.21

0.19

19.
5

0.67
5

0.75
5

0.70
2

0.74
1

0.84 0.79

0.3
1

0.26

0.25

19.
5

1.03
5

1.21
4

1.09
4

1.20
0

36

37

38

39

40

Tecton
a
grandi
s
Tecton
a
grandi
s
Tecton
a
grandi
s
Tecton
a
grandi
s
Tecton
a
grandi
s

0.6

0.2
5

0.21

0.19

19.
5

0.67
5

0.75
5

0.70
2

0.74
1

0.51 0.46

0.1
9

0.16

0.14

19.
5

0.39
2

0.42
6

0.40
3

0.41
7

0.59 0.55

0.2
2

0.18

0.17

19.
5

0.49
6

0.59
2

0.52
8

0.58
2

0.46 0.44

0.1
7

0.14

0.14

19.
5

0.30
0

0.37
1

0.32
4

0.36
8

0.47 0.44

0.1
8

0.14

0.14

19.
5

0.30
0

0.39
8

0.33
3

0.39
2

0.66

Grafik c. Pengukuran Volume Kayu Bulat
0.800
0.700
0.600
0.500
0.400
0.300
0.200
0.100
0.000
Volume H

Volume S

Volume N

Volume B

3. Angka Bentuk
Tabel c. Angka Bentuk
N
o
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Nama
Tecton
a
grandis
Tecton
a
grandis
Tecton
a
grandis
Tecton
a
grandis
Tecton
a
grandis
Tecton
a
grandis
Tecton
a
grandis
Tecton
a
grandis
Tecton
a
grandis
Tecton
a
grandis
Tecton
a
grandis
Tecton
a
grandis
Tecton
a
grandis
Tecton
a
grandis
Tecton
a
grandis
Tecton
a
grandis

Kp
(m)

Kt
(m)

Ku
(m)

Dp
(m)

Dt
(m)

Du
(m)

D
ptu
(m)

D
Dbh
(m)

D
1/10
(m)

T
1/1
0

T
tot

T
bc

Vtot

Vtb
c

Vs P

0.53

0.43

0.41

0.1
7

0.14

0.1
3

0.15

0.15

0.16

1.18

11.7
9

5.89

0.20

0.10

0.26

1.11

0.74

0.74

0.3
5

0.24

0.2
4

0.27

0.34

0.36

1.14

11.4
4

4.49

0.68

0.27

1.12

0.91

0.69

0.64

0.2
9

0.22

0.2
0

0.24

0.27

0.29

1.25

12.5
4

6.04

0.56

0.27

0.83

0.82

0.57

0.57

0.2
6

0.18

0.1
8

0.21

0.25

0.26

1.34

13.3
5

6.10

0.45

0.21

0.71

0.91

0.74

0.63

0.2
9

0.24

0.2
0

0.24

0.27

0.28

1.47

14.7
0

3.93

0.68

0.18

0.97

0.71

0.5

0.5

0.2
3

0.16

0.1
6

0.18

0.21

0.22

1.34

13.3
5

3.56

0.34

0.09

0.54

0.75

0.61

0.53

0.2
4

0.19

0.1
7

0.20

0.22

0.20

1.58

15.7
8

4.49

0.50

0.14

0.71

0.71

0.5

0.5

0.2
3

0.16

0.1
6

0.18

0.21

0.19

1.25

12.5
4

5.48

0.32

0.14

0.50

0.74

0.53

0.24

0.2
4

0.17

0.0
8

0.16

0.22

0.19

1.24

12.4
3

4.88

0.25

0.10

0.54

0.78

0.46

0.46

0.2
5

0.15

0.1
5

0.18

0.23

0.24

1.25

12.5
4

4.88

0.32

0.12

0.61

0.63

0.45

0.46

0.2
0

0.14

0.1
5

0.16

0.18

0.20

1.38

13.7
8

5.89

0.29

0.12

0.44

0.7

0.41

0.41

0.2
2

0.13

0.1
3

0.16

0.21

0.18

1.38

13.7
8

6.53

0.28

0.13

0.54

0.85

0.6

0.48

0.2
7

0.19

0.1
5

0.20

0.25

0.21

1.38

13.7
8

5.68

0.45

0.19

0.79

0.59

0.56

0.56

0.1
9

0.18

0.1
8

0.18

0.18

0.18

2.09

20.8
8

7.44

0.54

0.19

0.58

0.95

0.75

0.38

0.3
0

0.24

0.1
2

0.22

0.29

0.24

1.71

17.0
6

3.93

0.65

0.15

1.22

0.69

0.67

0.67

0.2
2

0.21

0.2
1

0.22

0.22

0.23

2.02

20.2
4

6.10

0.74

0.22

0.77

17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35

Tecton
a
grandis
Tecton
a
grandis
Tecton
a
grandis
Tecton
a
grandis
Tecton
a
grandis
Tecton
a
grandis
Tecton
a
grandis
Tecton
a
grandis
Tecton
a
grandis
Tecton
a
grandis
Tecton
a
grandis
Tecton
a
grandis
Tecton
a
grandis
Tecton
a
grandis
Tecton
a
grandis
Tecton
a
grandis
Tecton
a
grandis
Tecton
a
grandis
Tecton

0.9

1.13

0.62

0.2
9

0.36

0.2
0

0.28

0.28

0.30

1.95

19.4
8

10.1
3

1.21

0.63

1.25

0.74

0.73

0.73

0.2
4

0.23

0.2
3

0.23

0.23

0.24

2.09

20.9
0

5.68

0.89

0.24

0.91

0.81

1.02

0.57

0.2
6

0.32

0.1
8

0.25

0.26

0.27

1.42

14.2
3

4.11

0.72

0.21

0.74

0.78

0.77

0.77

0.2
5

0.25

0.2
5

0.25

0.25

0.25

1.11

11.0
9

4.11

0.53

0.20

0.54

0.7

0.66

0.66

0.2
2

0.21

0.2
1

0.21

0.22

0.22

1.63

16.2
6

5.27

0.59

0.19

0.63

0.47

0.45

0.45

0.1
5

0.14

0.1
4

0.15

0.15

0.16

1.25

12.5
4

5.48

0.21

0.09

0.22

0.82

1.08

0.4

0.2
6

0.34

0.1
3

0.24

0.25

0.27

1.76

17.5
6

4.88

0.82

0.23

0.94

0.8

0.72

0.71

0.2
5

0.23

0.2
3

0.24

0.24

0.26

1.42

14.2
3

6.75

0.63

0.30

0.72

0.82

0.8

0.62

0.2
6

0.25

0.2
0

0.24

0.28

0.29

1.81

18.0
8

11.7
9

0.80

0.52

0.97

0.98

0.74

0.74

0.3
1

0.24

0.2
4

0.26

0.30

0.27

2.05

20.4
8

14.2
3

1.10

0.76

1.56

0.85

0.82

0.79

0.2
7

0.26

0.2
5

0.26

0.31

0.31

2.19

21.9
4

14.2
3

1.17

0.76

1.26

0.76

0.65

0.5

0.2
4

0.21

0.1
6

0.20

0.22

0.23

1.95

19.4
8

7.44

0.63

0.24

0.89

0.63

0.56

0.49

0.2
0

0.18

0.1
6

0.18

0.22

0.22

1.74

17.4
4

4.30

0.44

0.11

0.55

0.9

0.6

0.6

0.2
9

0.19

0.1
9

0.22

0.27

0.28

1.74

17.4
4

5.27

0.68

0.21

1.12

0.77

0.61

0.53

0.2
5

0.19

0.1
7

0.20

0.22

0.23

1.74

17.4
4

7.21

0.56

0.23

0.82

0.69

0.42

0.42

0.2
2

0.13

0.1
3

0.16

0.20

0.24

1.14

11.4
4

5.48

0.24

0.11

0.43

0.67

0.65

0.61

0.2
1

0.21

0.1
9

0.20

0.24

0.25

1.58

15.7
7

7.44

0.52

0.24

0.56

0.84

0.6

0.6

0.2
7

0.19

0.1
9

0.22

0.25

0.29

1.74

17.4
4

9.25

0.64

0.34

0.98

0.89

0.7

0.67

0.2

0.22

0.2

0.24

0.28

0.26

1.95

19.4

14.2

0.88

0.64

1.23

36
37
38
39
40

a
grandis
Tecton
a
grandis
Tecton
a
grandis
Tecton
a
grandis
Tecton
a
grandis
Tecton
a
grandis

8

1

8

3

0.67

0.6

0.5

0.2
1

0.19

0.1
6

0.19

0.19

0.19

2.11

21.0
6

10.4
4

0.58

0.29

0.75

0.6

0.52

0.46

0.1
9

0.17

0.1
5

0.17

0.20

0.20

1.98

19.8
4

5.27

0.44

0.12

0.57

0.55

0.5

0.5

0.1
8

0.16

0.1
6

0.16

0.17

0.17

2.11

21.0
6

5.89

0.45

0.13

0.51

0.62

0.55

0.44

0.2
0

0.18

0.1
4

0.17

0.17

0.17

1.98

19.8
3

5.48

0.45

0.13

0.61

0.66

0.44

0.44

0.2
1

0.14

0.1
4

0.16

0.19

0.18

1.42

14.2
3

4.11

0.30

0.09

0.49

Grafik d. Angka Bentuk
0.900
0.800
0.700
0.600
0.500
0.400
0.300
0.200
0.100
0.000

fm

B. Pembahasan
1.

Pengukuran Diameter dan Tinggi Pohon
Pengukuran diameter pohon yang kami lakukan adalah di lokasi fakultas
sastra di Universitas Hasanuddin. Pengukuran diameter pohon dilakukan
dengan menggunakan alat pita meter. Cara pengukuran diameter pohon
dilakukan yaitu dengan cara melingkarkan pita meter ke batang pohon

setinggi dada (Dbh) atau setinggi 1,3 m dan atau tanah datar akan didapat
keliling. Jumlah pohon yang dilakukan pengukuran yaitu 40 pohon. Pohon
adalah tumbuhan berkayu yang mempunyai tinggi batang minimal 5 m dan
mempunyai diameter batang minimal 25 cm. dari data pengamaan yang kami
lakukan didapatkan hasil antara lain sebagai berikut.
Dalam hal ini diameter pada tegakan sastra terutama pada jalur yang
kami amati memiliki persentase ukuran diameter yang berbeda-beda berkisar
antara 9 cm – 40 cm . Perbedaan ini memang lazim terjadi karena tumbuhan
tersebut tumbuh pada lokasi tegakan yang saling bersaing. Dengan jarak
tanam yang disesuaikan mengakibakan adanya persaingan tumbuh dan
kembangnya, misalnya pada diameter pada masing-masing pohon. Perbedaan
antara besar diameter satu dengan pohon lainnya dapat terjadi karena selain
dari kondisi lokasi dan tegakan hal yang perlu diketahui adalah salah satunya
kesalahan menggunakan alat keterbatasan kemampuan dalam pengukuran
diameter akan memberi dampak perbedaan dengan berbagai pohon didalam
tegakan tersebut.
Tinggi bebas cabang, dari data diatas dapat disimpulkan bahwa data yang
diperoleh yakni tinggi bebas cabang terkecil berkisar 4 m dan untuk hasil
yang paling tertinggi berkisar 14 m. kelas tinggi bebas cabang diamati oleh
pengamat yang tingginya (sampai mata) 1,55 m, ketinggian dari suatu
pengamat akan memberikan dampak yang berbeda akan hasil akhir
pengukuran, selain dari pada tinggi pengamat, sasaran dalam menentukan
cabang belum terlalu dipahami sehingga data yang diperoleh tidak dapat
dipercaya secara sepenuhnya dan yang perlu diketahui bahwa perbedaan dari
nilai tinggi bebas cabang pohon dipengaruhi oleh adanya pengaruh jarak
tanam dan persaingan factor luar seperti matahari dan suhu. Tinggi dari
pohon yang berada pada tegakan jati di fakultas sastra dapat terlihat jelas
adanya persaingan antar pohon satu dengan pohon yang lainnya, sehingga
pada hasil yang kami amati pada praktikum mengakibatka adanya hasih yang
berbeda-beda.

Tinggi total, hasil dari tinggi pohon yang paling tertinggi adalah berkisar
30 m dan yang paling pendek adalah 7 m, hal tersebut terjadi karena adanya
ketidak ketelitiaan dari pengukuran dan selain itu tinggi total pada hutan
tanaman disebabkan oleh adanya persaingan factor luar terutama cahaya
matahari. Sebenarnya pembahasan terkait dengan tinggi total pohon hampir
sama dengan tinggi bebas cabang, yang mana pengaruh perbedaanya ada pada
pengamat tinggi total dan perbedaan dalam menentukan tinggi total, sehingga
data yang diperoleh tidak akurat.

2.

Pengukuran Volume Kayu Bulat
Volume yang paling tinggi adalah Volume Smallian (VS) adalah 0,754
cm3, dimana volume yang dihasilkan berbeda-beda dipengaruhi oleh diameter
dan juga tinggi bebas cabang karena volume ini didapatkan dari pengaruh
diameter pohon itu sendiri, sehingga pada persentase hasil volume yang kami
dapatkan berbeda-beda. Diakibatkan karena jarak tanam yang terbilang rapat
sehingga pertumbuhan pohon lebih banyak diarahkan kepada pertumbuhan
tingginya. Jarak tanam yang rapat juga menyebabkan bentuk batang dari
pohon jati berbentuk silindris. Volume pohon adalah ukuran tiga dimensi
yang tergantung pada nilai lbds (diameter pangkal), tinggi atau panjang
batang dan factor bentuk batang. Cara penentuan volume batang dibedakan
antara cara langsung dan cara tidak langsung. Volume sebenarnya tidak lepas
dari hasil diameter karena keduanya saling berhubungan.

3.

Angka Bentuk
Praktikum kali ini mengenai perhitungan angka bentuk batang. Sebelum
menentukan angka bentuk dari suatu pohon terlebih dahulu harus mengetahui
diameter, tinggi, luas bidang dasar dan yang lainnya atau sering juga disebut
parameter pohon. Angka bentuk batang didefinisikan sebagai perbandingan
atau rasio antar volume batang yang sebenarnya dengan volume silinder yang
memiliki tinggi atau panjang sama. Angka bentuk digunakan untuk

menentukan volume pohon. Oleh karena secara umum bentuk pohon
berfariasi menurut jenis atau kelompok jenis dan dari satu lokasi ke lokasi
yang lainnya. Maka dalam penyusunan perangkat pendugaan volume perlu
memerhatikan karakteristik tersebut. Perangkat penduga volume pohon yang
bersifat umum adalah untuk berbagai jenis dan lokasi hutan dapat
meyebabkan hasil dugaan yang kurang teliti, tidak akurat sehingga informasi
masa tegakan yang dihasilkan bisa under atau estimate. Dari hasil praktikum
yang dilakukan pada 40 pohon jati Tectona grandis dihasilkan angka bentuk
berkisar 0,7 dimana angka bentuk buatan yang terbesar yaitu 0,801 dan angka
bentuk umum yang terkecil yaitu 0,322.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan diatas, maka dapat dismpulkan bahwa :
1. Pada pengukuran diameter diperoleh hasil yaitu diameter setinggi dada 9
cm – 40 cm dengan TBC berkisar 4 m - 14 m dan TOT 7 m – 30 m.
2. Pada pengukuran volume dihasilkan volume Huber 0,628 m 3, volume
Smallian 0.754 m3, volume Newton 0.670 m3 dan volume Brereton 0.734
m3. Volume Smallian lebih tinggi karena merata-ratakan bontos pangkal
ditambah dengan bontos ujung dikalikan dengan panjang total batang
sehingga memperoleh volume paling besar.
3. Pada perhitungan angka bentuk dan faktor bentuknya, maka diperoleh
angka bentuk mutlak 0.748, angka bentuk buatan 0.801, angka bentuk
normal 0.795, dan angka bentuk umum 0.322 .Hal ini menunjukkan bahwa
tidak ada pohon yang berbentuk silinder, melainkan berbentuk paraboloid
yang berarti diameter ujung lebih kecil dengan perubahan yang
melengkung ke arah poros pada bagian ujung batang.
B. Saran

Baiknya dalam melakukan pengukuran dilakukan dengan baik agar
data yang akan diolah tidak menimbulkan kerancuan atau data hasil olahan
yang begitu ekstrim.

DAFTAR PUSTAKA
Herwiyono, E. 2000. Ilmu Ukur Kayu. IPB Press. Jakarta.
Husch, B. 1987. Perencanaan Inventarisasi Hutan. UI Press. Jakarta.
Paembonan,S.A. 2012. Hutan Tanaman dan Serapan Karbon. Masagena Press.
Makassar
Simon, H. 1987. Manual Inventore Hutan. Ui Press. Jakarta.
Simon, H. 2007. Metode Inventore Hutan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.