STUDI XENIA PADA PERSILANGAN BUAH NAGA PUTIH (Hylocereus undatus) DENGAN BUAH NAGA KUNING (Selenicereus megalanthus)

(1)

commit to user

i

STUDI XENIA PADA PERSILANGAN

BUAH NAGA PUTIH (Hylocereus undatus) DENGAN BUAH NAGA KUNING (Selenicereus megalanthus)

Skripsi

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta

Jurusan/Program Studi Agronomi

Oleh : NASRUDIN

H 0106083

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011


(2)

commit to user

ii

STUDI XENIA PADA PERSILANGAN

BUAH NAGA PUTIH (Hylocereus undatus) DENGAN BUAH NAGA KUNING (Selenicereus megalanthus)

Yang dipersiapkan dan disusun oleh : NASRUDIN

H 0106083

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal : 24 Januari 2011

dan dinyatakan telah memenuhi syarat Susunan Tim Penguji

Ketua

Ir. Endang SM, MSi NIP. 19640713 198803 2 001

Anggota I

Ir. Sukaya, MS NIP. 19590515 198603 1 004

Anggota II

Ir. Retno Wijayanti, MSi. NIP. 19660715 199402 2 001

Surakarta, Januari 2011 Mengetahui,

Universitas Sebelas Maret Surakarta Fakultas Pertanian

Dekan

Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS NIP. 19551217 198203 1 003


(3)

commit to user

iii

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan segala rahmat, hidayah serta kemudahan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “Studi Xenia Pada Persilangan Buah Naga Putih (Hylocereus undatus) Dengan Buah Naga Kuning (Selenicereus megalanthus)”. Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS, selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta

2. Ir. Endang SM, MSi, selaku Pembimbing Utama yang selalu memberikan arahan, bimbingan dan pengetahuan bagi penulis.

3. Ir. Sukaya, MS, selaku Pembimbing Pendamping dan Pembimbing Akademik yang telah memberikan arahan, bimbingan dan pengetahuan bagi penulis. 4. Ir. Retno Wijayanti, MSi, selaku Dosen Pembahas yang telah memberikan

evaluasi dan masukan ilmu bagi penulis.

5. Ir. Wartoyo SP, MS, dan Dr. Samanhudi, SP, MSi selaku Ketua Jurusan Agronomi dan Sekretaris Jurusan sekeligus Ketua Komisi Sarjana Agronomi 6. Bapak Ibu dosen Agronomi yang telah memberikan ilmu-ilmu.

7. Keluarga tercinta: bapak, ibu dan kakak yang senatiasa memberikan nasehat, do’a serta kasih sayang.

8. Temen-temen LohGawe Community dan IMAGO’06 yang selalu kompak. 9. Pihak-pihak yang terkait dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis selalu berusaha membuat karya ini dengan baik, saran dan masukan selalu diharapan untuk kesempurnaan karya ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan wawasan untuk semua pihak.

Surakarta, Januari 2011 Penulis


(4)

commit to user

iv DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

RINGKASAN ... ix

SUMMARY ... x

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... ... 1

B. Perumusan Masalah ... 2

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Hipotesis ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA... 4

A. Tanamn Buah Naga... 4

B. Persilangan Buah Naga ... 6

III. METODE PENELITIAN... 11

A. Waktu dan Tempat Penelitian... 11

B. Bahan dan Alat Penelitian... 11

C. Rancangan Penelitian... 11

D. Pelaksanaan Penelitian... 12

E. Variabel Penenelitian ... 12

F. Analisis Data... 14

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 15

A. Deskripsi Bunga... 15

B. Kemampuan Silang... 16


(5)

commit to user

v

D. Umur Panen Buah... 19

E. Bentuk Buah ... 21

F. Berat Buah ... 22

G. Jumlah Biji... 23

H. Kadar Gula... 26

I. Warna Kulit Buah. ... 27

J. Warna Daging Buah ... 28

K. Hubungan Antar Variabel Pengamatan ... 29

V. KESIMPULAN DAN SARAN... 32

A. Kesimpulan ... 32

B. Saran... 32

DAFTAR PUSTAKA ... 33


(6)

commit to user

vi

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Persentase Kemampuan Silang Buah Naga Putih dan Buah Naga

Kuning... 17

2. Persentase Jumlah Buah Gugur pada Buah Naga Hasil Persilangan ... 18

3. Rata-rata Umur Panen Buah Naga Hasil Persilangan... 19

4. Persentase Bentuk Buah Naga Hasil Persilangan ... 21

5. Rata-Rata Berat Buah Naga Hasil Persilangan ... 22

6. Rata-Rata Jumlah Biji Buah Naga Hasil Persilangan ... 24

7. Persentase Jumlah Biji Bernas dan Biji Tidak Bernas... 27

8. Rata-Rata Kadar Gula Buah Naga Hasil Persilangan ... 27

9. Warna Kulit Buah Naga Hasil Persilangan... 27

10. Warna Daging Buah Naga Hasil Persilangan ... 28


(7)

commit to user

vii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. (a) Bunga Buah Naga Putih ... 16

(b) Bunga Buah Naga Kuning... 16

2. Buah hasil Persilangan Kuning dengan Putih... 25


(8)

commit to user

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Alur Persilangan Buah Naga... 36

2. Perkembangan Buah Naga Putih ... 36

3. Perkembangan Buah Naga Kuning ... 37

4. Ciri-ciri Buah Yang Akan Gugur ... 37

5. Penyerbukan Alami Buah Naga oleh Lebah Madu ... 37

6. Warna Kulit Buah Hasil Persilangan ... 38

7. Warna Daging Buah Hasil Persilangan ... 38

8. Jumlah Biji pada Persilangan KP ... 38

9. Analisis Korelasi Hasil Persilangan PP ... 39

10. Analisis Korelasi Hasil Persilangan PK... 39

11. Analisis Korelasi Hasil Persilangan KP... 40


(9)

commit to user

ix

STUDI XENIA PADA PERSILANGAN

BUAH NAGA PUTIH (Hylocereus undatus) DENGAN BUAH NAGA KUNING (Selenicereus megalanthus)

NASRUDIN H 0106083

RINGKASAN

Ada 4 jenis buah naga yang telah dibudidayakan, yaitu buah berdaging putih (Hylocereus undatus), buah berdaging merah (Hylocereus polyrhizus), buah berdaging ungu (Hylocereus costaricensis), dan buah berkulit kuning (Selenicerius megalanthus). Buah naga yang paling banyak dibudidayakan saat ini adalah buah naga putih, tetapi buah naga ini memiliki kekurangan dibandingkan buah naga yang lain yakni, rasanya yang kurang manis. Buah naga kuning memiliki rasa yang paling manis, tetapi buah naga ini memiliki ukuran yang kecil sehingga kurang diminati konsumen.

Persilangan merupakan cara yang paling sering dilakukan untuk meningkatkan variasi genetik, karena murah, efektif, dan relatif mudah dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan silang dua spesies buah naga, yaitu buah naga putih dengan kuning yang di saling silangkan dan pengaruh persilangan terhadap timbulnya xenia pada buah yang terbentuk. Xenia adalah pengaruh asal serbuk sari terhadap kenampakan buah.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai dengan bulan April 2010. Bertempat di Kebun Gito Busono, Blimbing, Gatak, Sukoharjo. Penelitian ini merupakan penelitian pemuliaan tanaman pada buah naga melalui persilangan dialel lengkap dengan macam persilangan tunggal (kuning X putih), persilangan sebalik (putih X kuning), dan persilangan sendiri (kuning X kuning dan putih X putih). Variabel penelitian meliputi morfologi bunga, kemampuan silang, jumlah buah gugur, umur panen, bentuk buah, berat buah, jumlah biji, kadar gula, warna kulit, dan warna daging buah. Data-data hasil penelitian ini dianalisis secara diskriptif dan kemudian dilakukan analisis korelasi antar variabel pengamatan.

Persilangan buah naga putih (Hylocereus undatus) dengan kuning (Selenicereus megalanthus) memiliki tingkat keberhasilan tinggi pada semua kombinasi persilangan, yakni lebih dari 80%, meski dua spesies ini berasal dari dua genus yang berbeda. Umur panen, berat buah, jumlah biji dan kadar gula dipengaruhi oleh asal serbuk sari, yang biasanya di sebut xenia. Persilangan dengan asal sebuk sari buah naga putih memperpendek umur panen dan menambah berat buah naga kuning. Jumlah biji dan kadar gula pada persilangan dengan asal sebuk sari buah naga putih mengakibatkan menurunnya jumlah biji bernas dan kadar gula dari buah naga kuning.


(10)

commit to user

x

STUDY OF XENIA TO THE CROSS OF

WHITE DRAGON FRUIT (Hylocereus undatus) WITH YELLOW DRAGON FRUIT (Selenicereus megalanthus)

NASRUDIN H 0106083

SUMMARY

There’re 4 kinds of dragon fruit which have been cultivated, namely fruit with white flesh (Hylocereus undatus), red flesh (Hylocereus polyrhizus), purple flesh (Hylocereus costaricensis), and yellow peel (Selenicerius megalanthus). Most are cultivated dragon fruit now is the white one, but it has more weaknees than the other such as it is not sweet enough. While the yellow dragon fruit has sweetest taste, but it is small in size, cause it doesn’t interested enough by consumer.

Crossing is one of the has metheds use that to increase genetic variation, cheaper, efective, and relatively easy to be done. The purpose of this research is to know cross ability between two spesies of dragon fruits, they’re white dragon fruit with yellow one, and the effect of cross pollinate to the emerge of xenia on its fillia. Xenia were the kind of source of impact of pollen to the morfologi.

This research was conducted in December 2009 to April 2010 in Gito Busono Garden, Blimbing, Gatak, Sukoharjo. This research includes in preservation research trough full dialel crossing consist of singgle cross (yellow X white), opposite cross (white X yellow), and self cross (yellow X yellow and white X white). Variables observed were morfology of flower, crossing ability, amount of drop of fruit, harvest time, shape of fruit, weight of fruit, amount of seed, degree of sugar, colour of peel, and colour of flesh. Datas would be analysed descriptively and use a corelation among the variable of research.

Crossing abilities between white dragon fruit (Hylocereus undatus) with yellow (Selenicereus megalanthus) had succesfull level to the all of cross combination that was more than 80%, although both of them from the different genus. Harvest time, weight of fruit, amount of seed, degree of sugar influence by source of pollen, which commonly called xenia. Crossing from white dragon fruit decrease harvest time and increase weight yellow dragon a fruit. Amount of seed and degree of sugar of white dragon fruit’s pollen cause decrease amount of bernas seeds and degree of yellow dragon fruit.


(11)

commit to user

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanaman buah naga (Dragon fruit) merupakan salah satu komoditas buah-buahan yang pada awalnya dikenal sebagai tanaman hias oleh masyarakat Taiwan, Vietnam, maupun Thailand. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu masyarakat mulai mengenal buah tersebut untuk dikonsumsi. Oleh sebab itu, bagi masyarakat di negara-negara tersebut, usaha budidaya tanaman buah naga terus dilakukan karena sangat menguntungkan.

Buah naga berkhasiat bagi kesehatan manusia diantaranya yaitu penyeimbang kadar gula darah, membersihkan darah, menguatkan ginjal, menyehatkan lever, perawatan kecantikan, menguatkan daya kerja otak, meningkatkan ketajaman mata, mengurangi keluhan panas dalam sariawan, menstabilkan tekanan darah, mengurangi keluhan keputihan, mengurangi kolesterol, mencegah kanker usus, mencegah sembelit, dan memperlancar feses (Muhadianto, 2007).

Banyaknya manfaat yang terkandung dalam buah naga menyebabkan permintaan pasar semakin meningkat. Salah satu jenis buah naga yang dikembangkan di Indonesia yaitu buah berdaging putih (Hylocereus undatus). Buah naga jenis ini memiliki kulit berwarna merah dan warna daging putih. Pada kulit buah terdapat sisik dan jumbai berwarna hijau. Rasa buahnya masam bercampur manis (Kristanto, 2008). Buah naga yang daging buahnya berwarna putih, nilai ekonomisnya lebih rendah dari pada jenis buah naga yang berdaging merah.

Buah naga yang telah dibudidayakan di Indonesia, yaitu buah berdaging putih (Hylocereus undatus), buah berdaging merah (Hylocereus polyrhizus), buah berdaging ungu (Hylocereus costaricensis), dan buah berkulit kuning (Selenicerius megalanthus). Buah naga yang paling banyak dibudidayakan saat ini adalah buah naga putih, tetapi buah naga ini memiliki kekurangan di bandingkan buah naga yang lain yakni, rasanya kurang manis. Buah naga


(12)

commit to user

kuning memiliki rasa yang paling manis, tetapi buah naga ini memiliki ukuran kecil sehingga kurang di minati konsumen.

Persilangan merupakan cara yang paling sering dilakukan untuk meningkatkan variasi genetik, karena murah, efektif dan relatif mudah dilakukan. Persilangan buah naga kuning (Selenicereus megalanthus) dengan buah berdaging putih (Hylocereus undatus), dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya xenia, yaitu pengaruh asal serbuk sari terhadap penampilan buah antara buah naga kuning (Selenicereus megalanthus) dan buah naga putih (Hylocereus undatus), dengan persilangan sesama.

B. Perumusan Masalah

Tanaman buah naga merupakan salah satu jenis tanaman yang dapat menyerbuk secara alami, yang dilakukan secara spontan oleh angin, serangga, atau binatang-binatang penyerbuk lain. Dalam penyerbukan di alam bebas tidak dapat diketahui dengan pasti, apakah induk jantan yang menyerbuki induk betina itu memiliki sifat-sifat baik atau buruk. Hal ini dapat menyebabkan hasil yang diperoleh dari penyerbukan di alam tersebut tidak menentu. Oleh sebab itu perlu dilakukan persilangan buatan antara dua jenis tanaman tertentu yang telah diketahui sifat-sifatnya.

Persilangan pada tanaman buah naga masih jarang dilakukan. Kurangnya pengetahuan dan terbatasnya informasi merupakan kendala utama dalam hal ini. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini dilakukan persilangan dialel lengkap, meliputi persilangan tunggal, persilangan sebaliknya, dan persilangan sendiri. Adapun permasalahan yang ingin dikaji dari penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah kemampuan silang antara buah naga putih dengan buah naga kuning serta sebaliknya.

2. Bagaimanakah pengaruh persilangan antara buah naga putih dengan buah naga kuning terhadap karakter buah (xenia).


(13)

commit to user C. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan silang dua spesies buah naga, yaitu buah naga putih dengan kuning yang di saling silangkan dan pengaruh persilangan terhadap timbulnya xenia pada buah yang terbentuk.

D. Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah diduga macam persilangan antara buah naga putih dengan buah naga kuning memiliki kemampuan silang yang berbeda-beda dan diduga terdapat xenia pada persilangan buah naga putih (Hylocereus undatus) dengan buah naga kuning (Selenicereus megalanthus).


(14)

commit to user II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Buah Naga

Tanaman buah naga yang dikenal dengan nama dragon frui. Buah naga yang banyak dibudidayakan di Indonesia adalah dari genus Hylocereus (kulit buah matang berwarna merah) dan Selenicerus (kulit buah matang berwarna kuning). Genus Hylocereus meliputi Hylocereus undatus (berdaging putih), Hylocereus polyrhizus (berdaging merah) dan Hylocereus costaricensis (berdaging ungu) dan genus Selenicerus yaitu Selenicerus megalanthus berdaging putih (Tel-Zur et. al., 2003).

Klasifikasi buah naga sebagai berikut : Kingdom : Plantae

Division : Magnoliophyta Class : Magnoliopsida Order : Caryophyllales Family : Cactaceae Subfamily : Cactoideae Tribe : Hylocereeae Genus : Hylocereus

Selenicereus

Spesies : Hylocereus undatus Britt & Rose Hylocereus polyrhizus Britt & Rose Hylocereus costaricensis Britt & Rose Selenicereus megalanthus Britt & Rose (Mizrahi and Nerd, 1999)

Buah naga daging putih memiliki kulit berwarna merah dan sangat kontras dengan warna daging buahnya yang putih. Di dalam daging terdapat banyak biji berwarna hitam. Jenis ini banyak dijumpai di pasar lokal maupun mancanegara, bobot rata-rata 400-500 gram perbuah. Buah jenis ini bercitarasa manis bercampur masam segar, mempunyai sisik atau jumbai


(15)

commit to user

kehijauan di sisi luar, dengan kadar kemanisannya tergolong rendah dibandingkan buah naga jenis lain, yakni 10-13% briks (Andipati, 2006).

Selenicerus megalanthus memiliki penampilan yang berbeda dibandingkan jenis Hylocereus. Kulit buahnya berwarna kuning tanpa sisik sehinggga cenderung lebih halus. Walaupun tanpa sisik, kulit buahnya masih menampilkan tonjolan-tojolan. Rasa buahnya jauh lebih manis dibanding buah naga jenis lainnya karena memiliki kadar kemanisan mencapai 15-18% briks (Kristanto, 2008).

Buah naga berkulit kuning memiliki batang hijau ramping, tepinya tidak tajam. Bunga berwarna putih, dengan panjang bunga sekitar 30 cm. Buah naga berkulit kuning ini mempunyai ukuran paling kecil jika di bandingkan dengan jenis lain, yakni hanya sekitar 80-100 gr (Winarsih, 2007). Akar buah naga bersifat epifit, merambat, dan menempel pada tanaman lain. Akar buah naga seperti akar kaktus lainnya, sangat cepat menyerap air. Akar ini tidak hanya tumbuh di pangkal batang di dalam tanah tetapi juga pada batang. Akar tersebut juga berfungsi sebagai alat pelekat atau memanjat tumbuhan lain serta tiang penyangga. Akar ini juga dapat disebut akar udara atau akar gantung yang memungkinkan tumbuhan tetap dapat hidup tanpa tanah atau hidup sebagai epifit (Winarsih, 2007).

Batang tanaman buah naga mengandung air dalam bentuk lendir dan berlapiskan lilin bila sudah dewasa. Warnanya hijau kebiru-biruan. Batang berukuran panjang dan bentuknya siku atau segitiga. Pada batang tanaman buah naga tumbuh banyak cabang yang bentuk dan warnanya sama dengan batang. Batang dan cabang ini juga berfungsi sebagai daun dalam proses asimilasi, itulah sebabnya batang dan cabangnya berwarna hijau. Batang dan cabang mengandung kambium yang berfungsi untuk pertumbuhan tanaman. Batang dan cabang tumbuh duri-duri yang keras, tetapi sangat pendek. Letak duri tersebut pada tepi batang maupun cabang (Kristanto, 2008).

Bunga tanaman buah naga merupakan bunga lengkap, benangsari dan putik dalam satu bunga dengan jumlah benangsari banyak (lebih dari 100). Bunga mekar pada malam hari dan penyerbukan alami dibantu oleh pollinator


(16)

commit to user

alami berupa angin maupun kelelawar. Kekurangan pollinator alami menyebabkan hasil buah tidak optimal dan memerlukan penyerbukan buatan (Weis, et. al., 1994).

Bunga buah naga mulai mekar 18.30. Bunga mekar sempurna mulai tengah malam hingga pukul 07.00. Pada saat bunga sudah mulai menutup lebah madu mengadakan persilangan pada bunga kira-kira pukul 05.00-08.00 pagi. Bunga buah naga menutup secara sempurna pada pukul 12.00 ( Weiss et al., 1994).

Tanaman buah naga mulai berbuah umur 1,5-2 tahun. Buah yang telah masak dapat dipanen. Pemanenan pada tanaman buah naga daging putih dilakukan pada buah yang memiliki ciri - ciri warna kulit merah mengkilap, jumbai atau sisik berubah warna dari hijau menjadi kemerahan. Pemanenan dilakukan dengan menggunakan gunting, buah dapat dipanen saat buah mencapai umur 50 hari terhitung sejak bunga mekar. Dalam 2 tahun pertama. setiap tiang penyangga mampu menghasilkan buah 8 sampai dengan 10 buah naga dengan bobot antara 400 - 650 gram. Buah naga kuning yang telah masak ditandai dengan berubahnya warna kulit menjadi kuning dan lepasnya duri pada buah naga. Musim panen terbesar buah naga terjadi pada bulan September hingga Maret. Umur produktif tanaman buah naga ini berkisar antara 15 - 20 tahun (Dinas Pertanian Jawa Timur, 2007).

Bentuk buah bervariasi dari bulat sampai lonjong. Letak buah pada umumnya mendekati ujung cabang atau batang. Pada cabang atau batang dapat tumbuh buah lebih dari satu, terkadang bersamaan atau berhimpitan. Ketebalan kulit buah 2-3 cm. Permukaan kulit buah terdapat jumbai atau jambul berukuran 1-2 cm (Tel-Zur et. al., 2003 )

B. Persilangan Buah Naga

Persilangan (hibridisasi) adalah usaha untuk menggabungkan dua sifat (karakter) atau lebih dari dua tanaman menjadi suatu genotipe baru. Persilangan antar spesies atau antar genera kebanyakan sulit dilakukan dan umumnya apabila berhasil akan menyebabkan sterilitas pada tanaman


(17)

commit to user

hibridanya, bahkan biji F1 yang dihasilkan tidak dapat berkecambah (Setiamihardja, 1993).

Peningkatan keragaman genetik sebagai salah satu upaya untuk perbaikan sifat genetik dapat dilakukan melalui persilangan. Persilangan tersebut dapat dilakukan melalui persilangan antarspesies, varietas, genera atau kerabat yang memiliki sifat yang diinginkan. Persilangan merupakan salah satu sumber keragaman genetik tanaman dari rekombinasi gen melalui segregasi acak. Meiosis hanya melibatkan keragaman genetik yang telah ada di dalam populasi atau jenis yang bersangkutan. Persilangan dapat diterapkan pada tanaman berbunga, berbuah, berbiji dan berkembang untuk melanjutkan keturunannya (Rimbawanto, 2008).

Persilangan buatan (Crossing) akan menghasilkan anak tanaman yang bersifat heterozigot. Sifat genetiknya merupakan gabungan antara kedua sifat induknya. Perkawinan silang terdiri dari tiga macam yaitu:

1. Interspesifik, perkawinan antara dua macam spesies dalam satu genus dan seksi yang sama.

2. Interseksional, perkawinan antara dua spesies yang berbeda dalam satu genus dan seksi yang berlainan.

3. Intergenerik, perkawinan antara genus yang berbeda tetapi masih dalam kerabat dekat.

(Darmono, 2006).

Persilangan buatan merupakan kegiatan persarian secara terarah, yaitu mempertemukan tepung sari dengan kepala putik. Tujuan persilangan buatan yaitu untuk memperoleh gabungan gen yang baik dari induk yang disilangkan, yang pada akhirnya diperoleh tanaman yang memiliki daya hasil tinggi, mutu biji baik, dan daya adaptasi luas (Kartono, 2005).

Penyerbukan tanaman dibagi menjadi dua yaitu penyerbukan sendiri dan penyerbukan silang. Penyerbukan sendiri yaitu penyatuan sel telur dan sel sperma yang berasal dari satu tanaman. Penyerbukan sendiri terjadi karena sifat genetik dan susunan morfologi bunga. Sifat genetik yang dimaksud yaitu kemampuan sel kelamin tanaman tersebut untuk dapat bergabung sendiri.


(18)

commit to user

Morfologi bunga dikaitkan dengan susunan bunga yang dapat menghalangi masuknya tepungsari tanaman lain ke sel telur. Sementara itu, penyerbukan silang adalah penyerbukan yang terjadi oleh penyatuan sel telur suatu tanaman dengan sel sperma tanaman lain. Penyerbukan ini terjadi karena terhalangnya tepungsari sendiri untuk dapat membuahi sel telur. Penyerbukan umumnya terjadi karena bantuan angin atau serangga (Poespodarsono, 1986).

Perkawinan silang antara dua jenis tanaman unggul dan berbeda sifatnya dapat memiliki sifat yang berbeda dari induknya, kadang-kadang dapat menghasilkan keturunan yang mengandung sifat-sifat baru yang lebih baik atau lebih menguntungkan dari pada sifat yang dimiliki induknya. Semua keturunan dapat menunjukkan berbagai variasi, contohnya dalam percabangan, pembungaan, kemampuan bereproduksi, resistensi terhadap berbagai serangan hama dan penyakit (Darjanto dan Satifah, 1990).

Masaknya buah disebabkan oleh terjadinya perubahan kimia yang sangat kompleks. Buah yang masih muda berwarna hijau karena mengandung klorofil. Pada waktu buah menjadi tua, klorofil berubah menjadi pigmen alamiah yang berwarna kuning, merah, ungu atau warna lainnya sesuai jenis buah (Sumoprastowo, 2000).

Keturunan dari persilangan merupakan populasi yang mengandung keragaman genetik, sehingga seleksi dapat dilakukan. Keberhasilan persilangan tergantung pada ketepatan dalam memilih tetua yang akan dikombinasikan dan seleksi pada generasi yang sedang bersegregasi. Persilangan diharapkan dapat menghasilkan tanaman yang memiliki sifat-sifat seperti yang dikehendaki, jika pemilihan tetua tepat (Dewi, 2004). Pengaruh asal serbuk sari terhadap penampilan buah biasanya disebut dengan xenia (Denney, 1992).

Menurut Denney (1992), perbaikan kualitas buah dapat dilakukan dengan memanfaatkan metaxenia, yaitu suatu fenomena dimana pengaruh langsung serbuk sari pada jaringan tetua betina khususnya pada endosperma buah. Fenomena ini biasanya dapat dilihat pada ukuran, warna, bentuk serta komposisi kimia dari bagian buah.


(19)

commit to user

Salah satu upaya untuk meningkatkan kadar protein pada biji jagung adalah dengan memanfaatkan xenia. Xenia itu sendiri adalah dapat diartikan sebagai efek pollen dari tetua jantan dari persilangan jantan dengan betina yang berkembang pada biji (Bullant and Gallais, 1998). Hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh tetua jantan terhadap hasil. Janick (1963), menyatakan adanya proses metazenia, yaitu pengaruh langsung serbuk sari bunga jantan terhadap hasil pada buah kurma. Adanya pengaruh tetua jantan asing juga telah dipelajari pada tanaman jagung yang disebut xenia (Coulter, 1973).

Persilangan yang menghasilkan buah disebut kompatibel, sedangkan yang tidak menghasilkan buah disebut inkompatibel. Tingkat inkompatibilitas dari suatu kombinasi persilangan dapat diketahui berdasarkan pada klasifikasi kompatibilitas suatu persilangan yaitu :

a. Kompatibel, jika hasil persilangan menghasilkan buah diatas 20%.

b. Kompatibilitas sebagian, jika hasil persilangan menghasilkan buah diantara 10-20%.

c. Inkompatibel penuh, jika hasil persilangan menghasilkan buah dibawah 10% (Wang, 1963 dalam Haryanti, 2004).

Kompatibilitas adalah kesesuaian antara organ jantan dan betina sehingga penyerbukan yang terjadi dapat diikuti dengan proses pembuahan. Tanaman dikatakan bersifat kompatibel jika terjadi pembuahan setelah penyerbukan. Ketidaksesuaian antara organ jantan dan betina disebut inkompatibilitas (Poespodarsono, 1998).

Inkompatibilitas adalah bentuk ketidaksuburan yang disebabkan oleh ketidakmampuan tanaman yang memiliki pollen dan ovule normal dalam membentuk benih (Kao dan Huang, 1994). Inkompatibilitas dapat disebabkan oleh ketidakmampuan tabung pollen dalam (a) menembus kepala putik, atau (b) tumbuh normal sepanjang tangkai putik namun tidak mampu mencapai ovule karena pertumbuhan yang terlalu lambat. Mekanisme ini mencegah persilangan sendiri (selfing) dan mendorong adanya penyerbukan silang (crossing) (Suwarno, 2008).


(20)

commit to user

Inkompatibilitas sering juga disebut dengan inkompatibilitas sendiri karena yang terhalang adalah self-fertilisasi. terdapat dua jenis inkompatibilitas sendiri (SI) yang berbeda yaitu gametofitik inkompatibilitas

sendiri (GSI) dan inkompatibilitas sendiri sporofitik (SSI) (Kao dan Huang, 1994). Pada sistem gametofitik, kecepatan tumbuh tabung

pollen dikendalikan oleh rangkaian alel yang disimbolkan dengan S1, S2, S3, dan sebagainya. Inti pollen adalah haploid sehingga hanya memiliki satu alel inkompatiblitas. Jaringan tangkai putik pada tanaman betina adalah diploid sehingga memiliki dua alel inkompatibilitas. Jika alel inkompatibilitas pada inti pollen identik dengan salah satu alel pada jaringan tangkai putik, pertumbuhan tabung pollen pada tangkai putik akan lebih lambat dan pembuahan akan jarang terjadi.

Sistem inkompatibilitas sporofitik adalah sistem satu lokus dengan jumlah alel S yang banyak. Berbeda dengan sistem gametofitik, disini alel S memperlihatkan dominansi. Dominansi ditentukan oleh tanaman yang menghasilkan pollen. Jika tanaman memiliki genotipe S1S2 dan S1 dominan terhadap S2 sehingga semua pollen dari tanaman tersebut dapat berfungsi seperti S1; dan pollen dengan alel S1 atau S2 akan inkompatibel dengan tangkai putik S1, tetapi akan kompatibel dengan tangkai putik S2. Kombinasi genetik dari sistem sprofitik banyak dan kompleks. Pada sistem ini, penghambatan perkecambahan pollen atau pertumbuhan tabung pollen terjadi pada permukaan kepala putik, berbeda dengan sistem gametofitik dimana penghambatan pertumbuhan tabung pollen terjadi pada tangkai putik (Suwarno, 2008)

Tingkat intensitas inkompatibilitas sendiri dapat diukur dengan menghitung perbandingan persentase pembentukan buah dari penyerbukan sendiri dan penyerbukan silang, dan dinyatakan sebagai indeks of self incompatibility berdasarkan nilai Indeks of Self Incompability (ISI), tanaman dikelompokkan menjadi :

a. Completely self-incompatible jika nilai ISI = 0 b. Mostly self-incompatible jika nilai 0 < ISI <0,2


(21)

commit to user

c. Partially self-incompatible jika nilai 0,2 < ISI < 1 d. Completely self-compatible jika nilai ISI > 1

Tanaman yang termasuk dalam kelompok completely self incompatible adalah tanaman yang tidak dapat menghasilkan biji yang viabel dari setiap penyerbukan sendiri. Sedangkan tanaman disebut completely self compatible jika tanaman dapat menghasilkan biji yang viabel dari setiap penyerbukan sendiri. Tanaman dikelompokkan sebagai mostly self incompatible dan partially self incompatible tergantung dari tingkat keberhasilannya membentuk biji yang viabel dari pernyerbukan sendiri (Zapata dan Arroyo, 1978).

Hasil penelitian Aini (2007), menunjukkan persilangan H. polyrhizus dengan H. undatus menunjukkan kemampuan silang tinggi (kompatibel), sedangkan persilangan dalam satu bunga H. polyrhizus, persilangan antar bunga H. polyrhizus, dan penyerbukan alami menunjukkan kemampuan silang rendah (inkompatibel).


(22)

commit to user

III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai dengan bulan April 2010. Bertempat di Kebun Gito Busono, Blimbing, Gatak, Sukoharjo.

B. Bahan dan Alat Penelitian 1. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman buah naga kulit kuning (Selenicereus megalanthus) dan buah naga putih (Hylocereus undatus) yang siap berbunga.

2. Alat

Alat yang digunakan yaitu : a. Kuas kecil

b. Kertas sebagai menutup putik dan bunga c. Cawan petri untuk menampung serbuksari d. Mika dan benang untuk pelabelan

e. Lampu senter sebagai penerang f. Penggaris

g. Gunting h. Timbangan

i. Hand refraktometer C. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian pemuliaan tanaman pada buah naga melalui persilangan dialel lengkap. Dengan macam persilangan :

Persilangan Tunggal = ♀ Buah naga kuning X ♂ Buah naga putih Persilangan Sebalik = ♀ Buah naga putih X ♂ Buah naga kuning Persilangan Sendiri = a) ♀ Buah naga kuning X ♂ Buah naga kuning

b) ♀ Buah naga putih X ♂ Buah naga putih


(23)

commit to user D. Pelaksanaan Penelitian

1. Persiapan

Meliputi persiapan alat dan bahan penelitian. 2. Pelaksanaan persilangan

a. Menentukan bunga yang akan disilangkan.

b. Melakukan kastrasi yaitu dengan mengambil dan mengumpulkan serbuk sari. Sebelum dilakukan kastrasi, putik bunga ditutup agar tidak terserbuki. Kastrasi hanya dilakukan pada persilangan tunggal dan resiproknya, sedangkan pada persilangan sendiri kastrasi tidak perlu dilakukan.

c. Persilangan dilakukan dengan mengambil serbuk sari yang telah masak dan segar dengan menggunakan kuas dan ditampung pada cawan petri, kemudian disilangkan langsung ke kepala putik, dengan cara mengoleskan serbuk sari ke kepala putik.

d. Setelah dilakukan persilangan, putik dan bunga ditutup dengan kertas penutup putik dan diberi label untuk menandai jenis persilangan.

3. Pemanenan

Pemetikan buah dilakukan dengan cara memotong buah pada tangkai menggunakan gunting. Buah naga yang telah masak ditandai dengan perubahan warna kulit pada seluruh permukaan dari hijau menjadi merah pada buah naga merah atau dari hijau menjadi kuning pada buah naga kuning. Pelaksanaan persilangan secara visual dapat dilihat pada lampiran Gambar 2.

E. Variabel Penelitian 1. Morfologi bunga

Mengamati warna, diameter serta posisi benangsari dan putik pada bunga buah naga putih dan kuning.

2. Kemampuan silang

Menghitung persentase keberhasilan persilangan yaitu jumlah bunga yang disilangkan berhasil menjadi buah. Pengamatan dilakukan seminggu setelah dilakukan persilangan. Bunga yang berhasil menjadi buah muda


(24)

commit to user

ditandai dengan pangkal buah yang masih hijau dan terlihat kokoh, sedangkan bunga yang gagal menjadi buah ditandai dengan pangkal bunga menguning dan berwarna coklat muda. Bunga tersebut akan layu dan akhirnya rontok.

å

å

=

n disilangka yang

bunga

buah menjadi yang

bunga an

Keberhasil

Persentase x 100%

3. Jumlah buah gugur

Menghitung buah yang gugur dan mencatat waktu gugurnya buah, kemudian menghitung presentase bunga yang gugur tersebut.

4. Umur panen buah (hari)

Menghitung umur panen buah yaitu mulai dari persilangan dilakukan sampai buah dipanen. Buah naga kulit kuning yang telah masak ditandai dengan berubahnya warna kulit menjadi kuning dan lepasnya duri pada buah naga. Buah naga berdaging putih yang telah masak ditandai dengan perubahan warna kulit dari hijau menjadi merah pada seluruh permukaan kulit.

5. Bentuk buah

Mengamati bentuk buah naga hasil persilangan, dengan cara mengukur diameter dan panjang buah dengan menggunakan penggaris, setelah buah di panen. Bentuk buah pada persilangan ditentukan dengan membandingkan panjang dengan diameter buah. Untuk menentukan bentuk dilakukan pembandingan antara panjang dengan lebar buah.

a. Bulat /bundar jika perbandingan panjang : diameter = 1:1 b. Ovalis (jorong) jika perbandingan panjang : diameter 1,5-2 :1

c. Memanjang (oblongus) jika perbandingan panjang : diameter 2,5-3:1 d. Lanset jika perbandingan panjang : diameter 3-5 : 1

(Tjitrosoepomo, 1989) 6. Berat buah (gram)

Menimbang buah yang telah di panen dengan timbangan dengan menggunakan timbangan digital.


(25)

commit to user

7. Jumlah biji

Jumlah biji buah naga dihitung dengan metode perbandingan berat biji. Setelah buah dibuka maka biji dipisahkan dari daging buahnya kemudian biji yang sudah terpisah segera dikeringanginkan. Biji kering angin ditimbang dan jumlah biji dihitung berdasarkan pendekatan rumus

g berat dengan biji

x g biji total Berat biji

jumlah 0,1

1 , 0

) (

å

=

8. Kadar gula

Menghitung kadar gula buah dengan alat penghitung kadar gula (Hand refractofotometer), dengan sampel. Bagian yang diamati adalah sari buah dari daging buah naga. Sari buah diambil dengan cara menghancurkan daging buah naga hingga terdapat bagian yang berupa air yang disebut sari buah. Sari buah diletakkan pada hand refractometer untuk diukur kadar gulanya.

9. Warna kulit buah

Mengamati warna kulit buah naga dari hasil persilangan. Buah yang sudah dipanen dibelah dan diamati warna dagingnya.

10. Warna daging buah

Mengamati warna daging buah naga dari hasil persilangan. F. Analisis Data

Data-data hasil penelitian ini dianalisis secara diskriptif dan kemudian dilakukan analisis korelasi antar variabel pengamatan.


(26)

commit to user IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Morfologi Bunga

Pembungaan merupakan pertanda bahwa suatu tanaman sedang berada dalam kondisi generatif. Bunga merupakan salah satu cara pengelompokan tanaman dalam taksonomi. Bagian bunga yang memiliki peranan penting untuk proses perkembangbiakan yaitu benang sari dan putik (Tjitrosomo, 1983), meskipun demikian bunga dapat memiliki beberapa bagian lain yang memiliki fungsi khusus. Berdasarkan strukturnya bunga terbagi menjadi dua yaitu bunga lengkap dan bunga tidak lengkap.

Berdasarkan pengamatan bunga buah naga termasuk dalam bunga lengkap, yakni memiliki kelopak (calyx), mahkota (corolla), benang sari (stamen), dan putik (pistillum) (Lampiran Gambar 1). Adanya bentuk morfologi khusus pada tanaman menyebabkan tanaman memiliki perbedaan tipe penyerbukan yaitu penyerbukan sendiri dan penyerbukan silang.

Perbedaan bunga antara buah naga kuning dengan putih terletak pada ukuran. Bunga buah naga putih lebih besar bila dibandingkan dengan buah naga kuning, dengan kelopak bunga berwarna hijau, sedangkan kuning hijau keunguan. Buah naga kuning memiliki kuncup yang lebih ramping dan memanjang. Kedua bunga memiliki warna mahkota yang sama-sama putih, mahkota terlihat jelas saat bunga mekar di malam hari. Diameter bunga buah naga putih ketika mekar penuh sekitar 18 cm, sedangkan diameter buah naga kuning ketika mekar penuh sekitar 13 cm. Pada pangkal buah naga kuning terdapat duri-duri. Duri tersebut akan lepas ketika buah telah masak, sedangkan pada buah naga putih tidak terdapat duri (Gambar 1).

Buah naga putih memiliki bunga yang letak kepala sari relatif lebih pendek dari pada putik sekitar 2 cm. Posisi kepala sari dan putik yang seperti ini disebut heteromorfik. Benang sari pada bunga buah naga kuning letaknya sejajar dengan putik atau bersifat homomorfik (Gambar 1). Masaknya kepala sari dan putik pada bunga buah naga tidak dalam waktu yang bersamaan. Kepala sari masak terlebih dahulu dengan ditandai pecahnya kotak sari. Putik


(27)

commit to user

akan masak setelah itu, dengan disertai keluarnya cairan nektar di permukaan putik. Masaknya kepala sari yang mendahului masaknya putik ini disebut protandri. Saat anthesis, bunga menyebarkan aroma wangi yang menarik bagi lebah madu (Apis mellifera) (Lampiran Gambar 5).

Putik bunga buah naga hanya satu dengan stigma berbentuk bintang laut yang banyak ditumbuhi rambut halus. Putik bunga buah naga kuning lebih kecil jika dibandingkan dengan buah naga putih. Benangsari dengan anther berjumlah banyak mengelilingi putik. Benang sari bunga buah naga kuning relatif lebih sedikit dibandingkan dengan bunga buah naga putih.

( a )

( b )

Gambar 1. (a) Bunga buah naga putih, (b) Bunga buah naga kuning. B. Kemampuan Silang

Kemampuan silang merupakan salah satu indikator dari kompatibilitas suatu tanaman. Keberhasilan silang yang tinggi menunjukkan kompatibilitas persilangan yang dimiliki oleh buah naga kuning dan buah naga putih tinggi. Presentase keberhasilan silang pada persilangan PK mencapai 80% bahkan


(28)

commit to user

pada perlakuan PP, KK dan KP presentase keberhasilan persilangan mencapai 100% (Tabel 1). Menurut Wang (1963) dalam Haryanti (2004), persilangan antara buah naga putih dengan buah naga kuning memiliki tingkat keberhasilan tinggi.

Tabel 1. Persentase Kemampuan Silang Buah Naga Putih dan Buah Naga Kuning

Persilangan Jumlah bunga yang disilangkan

Jumlah bunga yang berhasil

Persentase kemampuan silang (%)

K X P 6 6 100

P X K 10 8 80

K X K 23 23 100

P X P 14 14 100

Keterangan:

K : Buah naga kuning P : Buah naga putih

Buah naga putih dan buah naga kuning mempunyai persentase kemampuan silang tinggi, diduga karena pengaruh viabilitas pollen yang tinggi dan sifat kompatibel yang dimiliki oleh buah naga putih dan buah naga kuning. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Mutia (2008), bahwa tipe persilangan, baik selfing, crossing maupun natural crossing pada Hylocereus undatus mencapai keberhasilan persilangan tinggi (kompatibel). Perbedaan jumlah bunga yang disilangkan pada keempat macam persilangan ini di karenakan terbatasnya jumlah bahan yang tersedia. Bunga yang berhasil membentuk buah mengindikasikan bahwa terjadi penyerbukan dan pembuahan dalam bunga. Penyerbukan yang tidak diikuti oleh pembuahan menyebabkan bunga gugur sebelum menjadi buah. Gugurnya bunga ini dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Hujan yang bersamaan pada saat berlangsungnya penyerbukan menyebabkan serbuk sari yang sudah menempel pada bunga terbilas oleh air hujan sehingga, tidak terjadi pembuahan. Hal ini terjadi pada persilangan PK sehingga 2 bunga gugur akibat hujan yang terjadi pada saat persilangan. Dimana pada persilangan kedua bunga tersebut dilakukan tidak bersamaan dengan persilangan PK yang lainnya.


(29)

commit to user

Menurut hasil penelitian Weiss et al., (1994), serbuk sari buah naga putih (Hylocereus undatus) masih viabel hingga 60 jam setelah bunga mekar. Ketersediaan serbuk sari dengan viabilitas yang tinggi merupakan salah satu komponen yang menentukan keberhasilan persilangan tanaman. Frankle and Galun (1977), menyatakan bahwa viabilitas serbuk sari yang tinggi mempunyai peluang menghasilkan buah yang tinggi jika sel-sel kelamin jantan tidak mengalami hambatan inkompatibilitas.

Persilangan buah naga putih (Hylocereus undatus) dan buah naga kuning (Selenicerius megalanthus) merupakan persilangan Intergenerik, yakni perkawinan antara genus yang berbeda. Kedua buah naga ini juga

memiliki jumlah ploidi yang berbeda. Buah naga kuning (Selenicereus megalanthus) memiliki kromosom tetraploid yakni 2n=44,

sedangkan buah naga dari genus Hylocereus memiliki kromosom diploid yakni 2n=22.

Persilangan antar genus biasanya jarang sekali berhasil. Namun pada persilangan yang dilakukan ini, persentase keberhasilan menunjukkan nilai yang tinggi. Hal tersebut dikarenakan buah naga daging putih (Hylocereus undatus) dan buah naga kuning (Selenicerius megalanthus) masih memiliki hubungan dekat, yakni nasih dalam satu famili yang sama (Cactaceae). Sarwono (2002), menyatakan bahwa persilangan antar genera yang memiliki perbedaan jauh, jarang sekali berhasil. Namun persilangan yang masih memiliki hubungan dekat, biasanya berhasil dengan baik.

C. Jumlah Buah Gugur

Jumlah buah gugur diamati untuk mengetahui seberapa besar buah yang tidak dapat bertahan untuk menjadi buah. Buah yang akan gugur menunjukkan perubahan warna menjadi kuning yang dimulai dari ujung buah sampai pangkal buah dan kemudian gugur ketika seluruh bagian buah sudah menguning (Lampiran Gambar 6). Pada variabel pengamatan jumlah buah gugur, buah gugur hanya terjadi pada persilangan PK (buah naga putih dengan kuning) yakni sebesar 25%.


(30)

commit to user

Tabel 2. Persentase Jumlah Buah Gugur pada Buah Naga Hasil Persilangan Persilangan Jumlah buah yang

berhasil

Jumlah buah yang gugur

Persentase jumlah buah gugur (%)

K X P 6 0 0

P X K 8 2 25

K X K 23 0 0

P X P 14 0 0

Keterangan:

K : Buah naga kuning P : Buah naga putih

Buah gugur pada persilangan ini terjadi pada minggu kedua setelah penyerbukan. Buah yang akan gugur ditandai dengan warna buah kuning kecoklatan. Darjanto dan Satifah (1990), menyatakan bahwa gugurnya buah yang masih muda karena embrio dan endosperm yang berhenti tumbuh, karena kombinasi tetua-tetua induknya, menghasilkan buah yang tidak normal sehingga buah yang terbentuk akan gugur.

D. Umur Panen Buah

Pemasakan merupakan satu rangkaian hasil dari proses metabolisme jaringan tanaman yang meliputi penurunan tingkat keasaman, peningkatan gula terlarut, dan pelunakan jaringan buah. Perubahan tersebut terjadi mulai dari buah terbentuk sampai buah masak (Lampiran Gambar 3 dan 4). Umur panen sangat terkait dengan kualitas buah, umur panen sangat menentukan komposisi kimiawi dalam buah. Perlakuan macam persilangan menunjukkan bahwa umur buah naga berbeda-beda. Persilangan buah naga dengan tetua jantan putih menunjukan umur panen lebih cepat apabila dibandingkan dengan persilangan buah naga dengan tetua jantan kuning (Tabel 3).

Tabel 3. Rata-rata Umur Panen Buah Naga Hasil Persilangan Persilangan Rata-rata umur panen buah (hari)

K X P 72,17 + 1,47

P X K 40,83 + 3,54

K X K 81,44 + 3,18

P X P 32,79 + 0,43

Keterangan:

K : Buah naga kuning P : Buah naga putih


(31)

commit to user

Umur panen sangat dipengaruhi oleh faktor genetik tanaman sehingga setiap tanaman memiliki umur panen berbeda satu dengan yang lainnya. Rata-rata umur panen buah naga putih adalah 32 hari. Umur panen buah naga kuning berkisar 81 hari. Persilangan buah naga putih dengan buah naga kuning menyebabkan umur panen lebih panjang mencapai 40 hari jika dibandingkan dengan persilangan PP, yakni mengakibatkan waktu pemasakan menjadi lebih panjang sekitar 8 hari. Umur panen buah persilangan KP menjadi lebih pendek sekitar 9 hari, jika dibandingkan dengan KK. Persilangan KP menunjukkan umur panen yang lebih pendek daripada persilangan KK. Perbedaan hasil yang diperoleh dari setiap perlakuan diduga karena pengaruh asal tetua jantannya.

Menurut Mizrahi et al. (2004), bahwa perbedaan waktu panen dipengaruhi oleh induk jantannya. Dimana pada persilangan dengan asal induk jantan dari genus Hylocereus akan mempercepat kematangan buah naga kuning, sedangkan asal induk jantannya dari genus Selenicereus memperpanjang waktu pemasakan dari betina Hylocereus sp. Tingginya viabilitas serbuk sari Hylocereus undatus dapat mempercepat proses pemasakan buah. Pemasakan yang lebih cepat ini menyebabkan umur buah yang semakin pendek. Lichtenzveig et al. (2000), menyatakan bahwa hal ini dimungkinkan berkaitan dengan lebih lamanya periode yang dibutuhkan untuk pengembangan buah, karena bergabungnya dua spesies yang berbeda. Kedua buah naga ini juga memiliki jumlah ploidi yang berbeda. Buah naga kuning (Selenicereus megalanthus) memiliki kromosom tetraploid yakni 2n=44, sedangkan buah naga dari genus Hylocereus memiliki kromosom diploid yakni 2n=22 (Setyowati, 2008).

Perbedaan waktu dalam proses pemasakan buah pada persilangan buah naga putih dengan buah naga kuning dan sebaliknya, jika dibandingkan dengan persilangan sendiri menunjukkan adanya pengaruh asal serbuk sari. Pengaruh asal serbuk sari terhadap buah hasil persilangan ini disebut xenia. Efek xenia telah mempengaruhi umur panen buah naga hasil persilangan dalam penelitian ini.


(32)

commit to user

Persilangan PP memiliki simpangan baku terkecil yakni 0,43. Nilai simpangan baku yang kecil mengindikasikan keragaman yang dimiliki oleh tipe persilangan tersebut kecil. Persilangan PK memiliki simpangan baku terbesar 3,54. Nilai simpangan baku yang tinggi menunjukkan besarnya sebaran data dari hasil persilangan. Keragaman yang dimiliki oleh tipe persilangan tersebut menunjukkan beragamnya sifat genetik dari buah tersebut.

E. Bentuk Buah

Bentuk buah hasil persilangan diamati untuk mencirikan kemiripan buah hasil persilangan terhadap tetuanya. Buah naga putih pada dasarnya memiliki bentuk bulat, sedangkan buah naga kuning memiliki bentuk lonjong (oval). Bentuk buah hasil persilangan ditentukan dengan membandingkan panjang dengan diameter buah (Tjitrosoepomo, 1989). Pengamatan terhadap bentuk buah dilakukan setelah buah dipanen (Lampitan Tabel 3). Pengaruh tipe persilangan terhadap persentase bentuk buah naga disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Persentase Bentuk Buah Naga Hasil Persilangan

Persilangan Bulat Oval

K X P - 100%

P X K 83,33% 16,67%

K X K - 100%

P X P 78,57% 21,43%

Keterangan:

K : Buah naga kuning P : Buah naga putih

Menurut Murti et al., (2004), bentuk buah dipengaruhi oleh faktor genetik tumbuhan, sehingga masing-masing tumbuhan memiliki morfologi buah berbeda satu sama lain. Buah naga putih memiliki bentuk buah bulat sedangkan buah naga kuning memiliki bentuk buah oval. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Setyowati (2008), bentuk buah S. megalanthus adalah oval, sedangkan Hylocereus undatus dan Hylocereus polyrhizus memiliki bentuk buah bulat telur. Hasil persilangan buah naga kuning dengan buah naga kuning memiliki bentuk oval. Persilangan buah naga putih dengan buah naga


(33)

commit to user

kuning dan persilangan buah naga putih dengan buah naga putih rata-rata berbentuk bulat. Hal tersebut menunjukkan bahwa sifat yang muncul pada hasil persilangan cenderung menyerupai sifat yang dimiliki oleh induk betinanya. Menurut Mizrahi et al. (2004), tidak ada efek xenia akibat persilangan buah naga terhadap bentuk buah yang diamati.

F. Berat Buah

Berat buah merupakan salah salah satu parameter kualitas buah. Berat buah biasanya berpengaruh terhadap nilai jual dari buah tersebut. Persilangan antara buah naga putih dengan kuning dan sebaliknya serta silang sendiri menunjukkan kisaran berat buah yang berbeda (Tabel 5). Berdasarkan hasil persilangan, persilangan buah naga kuning dengan buah naga putih memiliki rata-rata berat 113,17 gram, persilangan buah naga putih dengan buah naga kuning memiliki rata-rata berat 146,49 gram, persilangan buah naga kuning dengan buah naga kuning memiliki rata-rata berat 94,30 gram dan persilangan buah naga putih dengan buah naga putih memiliki rata-rata berat 291,29 gram.

Tabel. 5. Rata-Rata Berat Buah Naga Hasil Persilangan Persilangan Rata-rata berat buah (gram)

K X P 113,17 + 27,35

P X K 146,49 + 82,06

K X K 94,30 + 13,12

P X P 291,29 + 79,39

Keterangan:

K : Buah naga kuning P : Buah naga putih

Berat buah hasil persilangan antara spesies, yaitu buah naga putih dan buah naga kuning menunjukkan perubahan berat buah bila dibandingkan dengan persilangan sesama spesies. Pada persilangan dengan induk betina buah naga kuning dengan tetua jantan putih menunjukan bahwa serbuk sari dari buah naga putih dapat menambah berat buah naga kuning, apabila dibandingkan terhadap persilangan dengan tetua jantan kuning. Sedangkan, persilangan buah naga putih dengan tetua jantan kuning, hasil persilangan


(34)

commit to user

menunjukan bahwa serbuk sari dari tetua jantan buah naga kuning justru menurunkan berat dari buah naga putih.

Selain itu penurunan berat buah hasil persilangan juga dimungkinkan karena sedikitnya serbuk sari yang jatuh ke putik, sehingga mengakibatkan jumlah biji yang terbentuk menjadi rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Goldsworthy and Fisher (1996), banyaknya biji yang terbentuk dipengaruhi oleh lingkungan, kualitas dan jumlah pollen saat penyerbukan, frekuensi melakukan penyerbukan dan kompatibilitas antar tanaman yang diserbuki. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mizrahi et al. (2004), banyaknya serbuk sari signifikan dalam mempengaruhi berat buah.Selain itu proses yang mengakibatkan penambahan ukuran buah juga dapat disebabkan karena pembelahan dan pembesaran sel. Proses pembelahan dan pembesaran sel yang terjadi secara berurutan dapat mengakibatkan penambahan ukuran buah. Pada umumnya, penambahan ukuran awal bergantung pada perbanyakan sel yang dimulai sebelum bunga mekar dan diteruskan setelah pembuahan (Hidayah, 1995).

Pada variabel berat buah, persilangan KK memiliki simpangan baku terkecil 13,12. Nilai simpangan baku yang kecil mengindikasikan keragaman yang dimiliki oleh tipe persilangan tersebut kecil, yakni berat buah yang terbentuk cukup seragam. Persilangan PK memiliki simpangan baku terbesar yakni 82,06. Hal tersebut menunjukkan bahwa berat buah yang terbentuk memiliki keberagaman yang besar.

G. Jumlah Biji

Jumlah biji diamati untuk mengetahui jumlah biji yang terbentuk hasil persilangan yang dilakukan dan pengaruh serbuk sari terhadap jumlah biji. Biji buah naga berwarna hitam dan kulitnya tipis, tetapi keras. Viabilitas biji ditunjukkan oleh warna biji. Biji viabel berwarna hitam dan bernas, sedangkan biji tidak viabel berwarna coklat, tidak berisi dan ukurannya sangat bervariasi. Jumlah biji buah naga putih berkisar antara 1500 hingga 4000, sedangkan jumlah biji buah naga merah berkisar antara 300 hingga 500.


(35)

commit to user

Pengaruh tipe persilangan terhadap rata-rata jumlah biji buah naga disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Rata-Rata Jumlah Biji Buah Naga Hasil Persilangan Persilangan Rata-rata jumlah biji

K X P 915,83 + 47,79

P X K 566,67 + 649,85

K X K 417,56 + 101,79

P X P 2826,93 + 1236,32

Keterangan:

K : Buah naga kuning P : Buah naga putih

Persilangan buah naga putih dengan tetua jantan kuning menunjukan bahwa jumlah biji mengalami penurunan apabila di bandingkan dengan persilangan dengan tetua jantan putih. Sementara itu persilangan buah naga kuning dengan tetua jantan putih menunjukan bahwa jumlah biji meningkat apabila dibandingkan dengan persilangan buah naga kuning.

Persilangan dengan tetua jantan putih menghasilkan biji paling banyak. Menurut Goldsworthy dan Fisher (1996), banyaknya jumlah biji yang terbentuk dipengaruhi oleh kualitas dan banyaknya pollen saat penyerbukan, frekuensi melakukan penyerbukan dan kompatibilitas antar tanaman yang diserbuki. Selain itu, kemungkinan lain adalah karena viabilitas pollen buah naga putih yang tinggi sehingga menghasilkan biji yang banyak. Menurut Munandar et al. (2000), hasil persilangan dengan jumlah biji yang banyak merupakan pertanda bahwa kedua tetua persilangan tersebut mempunyai tingkat kompatibilitas yang baik.

Rendahnya jumlah biji pada buah hasil persilangan dengan tetua jantan buah naga kuning dikarenakan, buah naga kuning bersifat tetraploid. Benih tetraploid memiliki sifat semi-steril dengan viabilitas pollen dan perkecambahan yang rendah. Menurut Weiss et al. (1994), bahwa serbuk sari buah naga kuning hanya mencapai 20% sedangkan buah naga putih memiliki tingkat viabilitas mencapai 90%. Viabilitas perkecambahan yang rendah dari buah naga menyebabkan sedikitnya biji yang terbentuk pada buah hasil


(36)

commit to user

persilangan. Simpangan baku pada variabel jumlah biji, terkecil pada persilangan KP yakni 47,79. Nilai simpangan baku yang kecil mengindikasikan keragaman jumlah biji yang dimiliki oleh tipe persilangan ini kecil. Persilangan PP memiliki simpangan baku terbesar yakni 1236,32. Hal tersebut menunjukkan bahwa secara umum simpangan baku pada tetua betina buah naga putih memiliki nilai tinggi untuk variabel jumlah biji.

Gambar 2. Buah Hasil Persilangan Kuning dengan Putih

Pada persilangan buah naga kuning dengan buah naga putih, biji yang dihasilkan tinggi dan biji yang terbentuk terbagi menjadi dua macam yaitu biji bernas dan biji yang tidak bernas (Tabel 7). Dalam hal ini tidak dijumpai pada persilangan yang lainnya. Biji bernas memiliki warna hitam dan berisi, sedangkan biji yang tidak viabel berwarna kecoklatan, tidak berisi dan ukurannya sangat bervariasi (Gambar 2). Terbentuknya biji yang tidak viabel pada persilangan buah naga kuning dengan buah naga putih dapat dikatakan sebagai salah satu ciri terbentuknya biji triploid yang tidak sempurna hasil dari persilangan buah naga yang memiliki jumlah ploidi yang berbeda. Buah naga kuning memiliki kromosom tetraploid yakni 2n=44, sedangkan buah naga Hylocereus sp. memiliki kromosom diploid yakni 2n=22 (Setyowati, 2008). Tel-Zur et al. (2004), menyatakan bahwa dari 32 tanaman hasil

Biji Bernas


(37)

commit to user

persilangan antara tanaman diploid (Hylocereus sp.) dan tetraploid (S. megalanthus) ditemukan tanaman bersifat triploid, pentaploid, hexaploid, dan 3x-6x aneuploid.

Tabel 7. Persentase Jumlah Biji Bernas dan Biji Tidak Bernas Perlakuan Total biji Persentase biji

bernas

Persentase biji tidak bernas

KP 1 873 22,91 % 77,09 %

KP 2 913 24,75 % 75,25 %

KP 3 967 28,13 % 71,87 %

KP 4 929 27,34 % 72,66 %

KP 5 849 23,56 % 76,44 %

KP 6 964 27,49 % 72,51 %

H. Kadar Gula

Kadar gula buah merupakan salah satu faktor penentu kualitas buah. Kadar gula merupakan hasil fotosintesis tanaman yang disimpan dalam buah, berfungsi sebagai cadangan makanan. Buah naga kuning memiliki kadar gula yang besar yakni sekitar 17 sampai 20 %briks, sedangkan yang putih hanya memiliki kadar gula 10 sampai 13 %briks. Pengukuran kadar gula buah naga hasil persilangan menunjukkan bahwa macam persilangan mempengaruhi kadar gula buah naga. Hal ini dimungkinkan karena asal serbuk sari dan tingkat kemasakan buah naga. Kadar gula pada persilangan buah naga putih dengan kuning menunjukan bahwa kadar gula mengalami kenaikan apabila di bandingkan dengan persilangan buah naga putih dengan putih. Sementara itu persilangan buah naga kuning dengan putih menunjukan bahwa kadar gula mengalami penurunan walaupun kecil, apabila dibandingkan dengan persilangan buah naga kuning dengan buah naga kuning (Tebel 8).

Tabel 8. Rata-Rata Kadar Gula Buah Naga Hasil Persilangan Persilangan Rata-rata kadar gula buah (%brix)

K X P 19,53 + 1,57

P X K 15,47 + 1,95

K X K 19,95 + 1,69

P X P 11,84 + 1,52

Keterangan:

K : Buah naga kuning P : Buah naga putih


(38)

commit to user

Hasil persilangan dengan tetua jantan dari buah naga kuning memberikan peningkatan kadar gula buah naga. Persilangan dengan menggunakan tetua jantan dari buah naga putih dapat menurunkan kadar gula buah naga, hal ini menunjukkan terjadinya xenia yaitu efek dari sumber serbuk sari pada buah hasil persilangan. Pengaruh kadar gula di dalam buah hasil persilangan diakibatkan adanya interaksi antara sumber serbuk sari terhadap jaringan tetua betina karena dipengaruhi oleh hormon tertentu yang disekresikan oleh biji yang terbentuk (Mizrahi et al., 2004).

I. Warna Kulit Buah

Warna kulit buah hasil persilangan diamati untuk mencirikan kemiripan buah hasil persilangan terhadap tetuanya. Warna kulit buah hasil persilangan antara buah naga putih dan buah naga kuning tidak mengalami perubahan (Gambar 3). Warna kulit buah hasil persilangan, menunjukan bahwa warna kulit buah naga sama dengan tetua betina (Tabel 9). Meskipun warna kulit buah hasil persilangan ini tidak sama persis, yang terkadang muncul warna kulit buah merah atau kuning yang cerah dan terkadang muncul warna yang kurang cerah, hal tersebut hanya di sebabkan oleh perbedaan letak buah pada sulur. Letak buah ini berpengaruh terhadap intensitas cahaya matahari yang di terima oleh buah. Yusoff et al. (2008), menyatakan bahwa pertumbuhan buah di bawah naungan menyebabkan warna kulit buah menjadi kurang cerah. Tabel 9. Warna Kulit Buah Naga Hasil Persilangan

Persilangan Warna kulit buah

K X P Kuning

P X K Merah

K X K Kuning

P X P Merah

Keterangan:

K : Buah naga kuning P : Buah naga putih


(39)

commit to user

Gambar 3. Warna Kulit Buah Naga Hasil Persilangan

Hasil persilangan antara tetua betina buah naga putih baik pada persilangan buah naga putih dengan putih atau buah naga putih dengan kuning warna kulit buah yang dihasilkan adalah merah, sedangkan pada persilangan dengan tetua betina buah naga kuning pada persilangan KK dan KP, warna kulit buah yang dihasilkan adalah kuning. Menurut Dwidjoseputro (1980), pada buah-buahan yang telah masak, klorofil telah menghilang (teraurai) dan hanya warna kuning atau merah yang kemudian nampak. Dalam hal ini maka kloroplas telah berganti isi kemudian disebut kromoplas. Persilangan ini menunjukan bahwa dalam mempengaruhi warna kulit buah hasil persilangan lebih di dominansi oleh induk betina bila dibandingkan dengan jantan. Mizrahi et al. (2004), menyatakan bahwa tidak terdapat xenia pada persilangan buah naga terhadap warna buah yang diamati pada penelitian yang telah dilakukan.

J. Warna Daging Buah

Warna daging buah merupakan salah satu faktor daya tarik buah naga. Warna daging buah pada persilangan antara buah naga putih dan kuning menghasilkan warna daging buah yang sama dengan warna daging buah dari induk betina (Tabel 10).

Tabel 10. Warna Daging Buah Naga Hasil Persilangan

Persilangan Warna daging buah

K X P Putih

P X K Putih

K X K Putih

P X P Putih

Keterangan:

K : Buah naga kuning P : Buah naga putih

KK


(40)

commit to user

Hasil persilangan pada tetua betina buah naga putih baik pada persilangan buah naga putih dengan putih atau pada persilangan buah naga putih dengan kuning, warna daging buah yang dihasilkan berwarna putih, sedangkan pada persilangan dengan tetua betina buah naga kuning pada persilangan buah naga kuning dengan kuning atau pada persilangan buah naga kuning dengan putih warna daging buah yang dihasilkan adalah putih. Persilangan ini menunjukan bahwa dalam mempengaruhi warna daging buah hasil persilangan lebih di dominansi oleh induk betina bila dibandingkan dengan jantan.

Mizrahi et al. ( 2004) melaporkan bahwa tidak ada xenia akibat persilangan buah naga terhadap warna daging buah yang diamati dalam penelitiannya. Dominansi tetua betina terhadap tetua jantan pada persilangan buah naga diperkirakan terjadi karena perkembangan buah termasuk warna daging buah disuplai oleh tetua betina.

K. Hubungan antar Variabel Penelitian

Korelasi merupakan angka yang menunjukkan arah dan kuatnya hubungan antar dua variabel (atau lebih). Arah tersebut dinyatakan dalam bentuk hubungan positif atau negatif, sedangkan kuatnya hubungan dinyatakan dengan besarnya koefisien korelasi. Hubungan antara dua variabel dinyatakan positif jika nilai suatu variabel ditingkatkan maka akan meningkatkan nilai variabel lainnya, sebaliknya jika nilai variabel tersebut diturunkan maka akan menurunkan nilai variabel yang lain. Hubungan dua variabel dinyatakan negatif jika nilai suatu variabel ditingkatkan maka akan menurunkan nilai variabel lainnya, sebaliknya jika nilai variabel tersebut diturunkan maka akan menaikkan nilai variabel yang lain.

Hasil analisis korelasi antar sifat komponen hasil buah naga menunjukkan bahwa antar variabel buah berkorelasi satu dengan yang lainnya artinya ada hubungan perubahan sifat komponen hasil satu dengan komponen hasil buah yang lain (Tabel 11). Variabel berat buah berkerolasi terhadap jumlah biji, panjang, diameter, dan kadar gula. Variabel jumlah biji berkorelasi terhadap panjang dan diameter buah. Beberapa variabel


(41)

commit to user

pengamatan tidak menunjukkan hubungan korelasi pada seluruh macam persilangan. Variabel tersebut antara lain umur panen dengan berat buah, jumlah biji, panjang, dan diameter buah. Hal ini menunjukkan bahwa pada semua hasil persilangan tidak akan ada hubungan antara variabel tersebut. Tabel 11. Hasil Analisis Korelasi

Keterangan : Angka yang dicetak miring menunjukan nilai korelasi Macam Persilangan

Korelasi

PP PK KP KK

Umur panen vs Berat Buah 0.101 0.730 Tidak Berkorelasi -0.349 0.498 Tidak berkorelasi 0.164 0.756 Tidak Berkorelasi 0,041 0,879 Tidak Berkorelasi Umur panen vs Kadar Gula -0.556 0.039 Berkorelasi -0.398 0.434 Tidak Berkorelasi 0.248 0.636 Tidak Berkorelasi 0,091 0,737 Tidak Berkorelasi Umur panen vs Jumlah Biji -0.222 0.445 Tidak Berkorelasi -0.523 0.287 Tidak Berkorelasi 0.686 0.133 Tidak Berkorelasi -0,361 0,170 Tidak Berkorelasi Umur panen vs Panjang -0.261 0.368 Tidak Berkorelasi -0.293 0.573 Tidak Berkorelasi 0.252 0.630 Tidak Berkorelasi -0,013 0,961 Tidak Berkorelasi Umur panen vs Diameter 0.396 0.161 Tidak Berkorelasi 0.314 0.545 Tidak Berkorelasi 0.295 0.570 Tidak Berkorelasi 0,056 0,835 Tidak Berkorelasi Berat Buah vs Kadar Gula 0.207 0.477 Tidak Berkorelasi 0.896 0.016 Berkorelasi -0.192 0.716 Tidak Berkorelasi 0,616 0,011 Berkorelasi Berat Buah vs Jumlah Biji 0.608 0.021 Berkorelasi 0.976 0.001 Berkorelasi 0.774 0.071 Berkorelasi 0,814 0,000 Berkorelasi Berat Buah vs Panjang 0.595 0.025 Berkorelasi 0.976 0.001 Berkorelasi 0.812 0.050 Berkorelasi 0,915 0,000 Berkorelasi Berat Buah vs Diameter 0.931 0.000 Berkorelasi 0.583 0.225 Tidak Berkorelasi 0.985 0.000 Berkorelasi 0,929 0,000 Berkorelasi Kadar Gula vs Jumlah Biji 0.060 0.839 Tidak Berkorelasi 0.864 0.026 Berkorelasi 0.076 0.886 Tidak Berkorelasi 0,443 0,086 Tidak Berkorelasi Kadar Gula vs Panjang 0.040 0.891 Tidak Berkorelasi 0.781 0.067 Tidak Berkorelasi 0.339 0.511 Tidak Berkorelasi 0,636 0,008 Berkorelasi Kadar Gula vs Diameter 0.084 0.776 Tidak Berkorelasi 0.688 0.131 Tidak Berkorelasi -0.127 0.810 Tidak Berkorelasi 0,721 0,002 Berkorelasi Jumlah Biji vs Panjang 0.865 0.000 Berkorelasi 0.959 0.003 Berkorelasi 0.786 0.064 Tidak Berkorelasi 0,730 0,001 Berkorelasi Jumlah Biji vs Diameter 0.394 0.163 Tidak Berkorelasi 0.407 0.423 Tidak Berkorelasi 0.868 0.025 Berkorelasi 0,773 0,000 Berkorelasi Panjang vs Diameter 0.394 0.164 Tidak Berkorelasi 0.489 0.325 Tidak Berkorelasi 0.841 0.036 Berkorelasi 0,875 0,000 Berkorelasi


(42)

commit to user

Angka yang dicetak tebal menunjukan tingkat signifikansi korelasi

Berdasarkan nilai koefisien korelasi diatas menunjukkan bahwa pada semua macam persilangan, sifat berat buah berkorelasi terhadap sifat jumlah biji dan panjang buah. Hal ini menunjukkan besarnya jumlah biji dan panjang buah maka akan diikuti meningkatnya berat buah. Ini sesuai dengan penelitian Simatupang (2009), pada tanaman kepuh bahwa peningkatan sifat jumlah biji cenderung akan diikuti oleh peningkatan pada sifat berat buah. Korelasi antar berat dengan diameter buah menunjukkan adanya hubungan, dari keempat macam persilangan hanya pada persilangan PK yang tidak menunjukkan adanya korelasi. Diduga semakin besar diameter buah maka akan diikutinya berat buah. Selanjutnya korelasi antara sifat kadar gula dengan berat buah menunjukkan bahwa hanya pada persilangan PK yang menunjukkan adanya korelasi. Hal ini menunjukkan bahwa kadar gula buah tidak ditentukan oleh berat buah.

Jumlah biji pada persilangan PP, PK dan KK menunjukan bahwa sifat jumlah biji berkorelasi terhadap panjang buah, hal ini berarti bahwa semakin meningkatnya jumlah biji maka akan diikuti pula meningkatnya panjang buah. Beberapa variabel menunjukkan adanya korelasi dengan variabel lainnya hanya berdasarkan pada asal tetua betinanya yaitu variabel jumlah biji dengan diameter, serta antara panjang dengan diameter buah hanya berkorelasi pada persilangan KP dan KK, sedangkan pada persilangan PK dan PP tidak berkorelasi. Hal ini menunjukkan bahwa hanya pada persilangan dengan induk betina buah naga kuning, meningkatnya diameter buah akan diikuti pula jumlah biji dan panjang buah.


(43)

commit to user

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

1. Persilangan Intergenerik antar buah naga putih dengan kuning memiliki tingkat keberhasilan tinggi (kompatibel), dengan persentase keberhasilan persilangan KP 100%, KK 100%, PP 100%, dan PK 80%. 2. Persilangan yang dilakukan menunjukkan terjadinya efek xenia pada

variabel umur panen, berat buah, jumlah biji, dan kadar gula.

3. Berdasarkan uji korelasi terdapat korelasi antara berat buah terhadap jumlah biji dan panjang buah pada semua macam persilangan.

B. Saran

1. Persilangan buah naga dengan tetua jantan putih terhadap induk betina kuning dapat diaplikasikan dengan tujuan untuk memperpendek umur panen buah.

2. Untuk meningkatkan kadar gula pada buah naga, dapat dilakukan dengan persilangan menggunakan tetua jantan dari buah naga kuning.


(44)

commit to user DAFTAR PUSTAKA

Aini, NM. Pengaruh Macam Persilangan Terhadap Hasil dan Kemampuan Silang Buah Naga Jenis Merah (Hylocereus polyrhizus). Diakses tanggal 13 September 2009.

Andipati. 2006. Buah Naga. http://andipati.wordpress.com/2006/08/04/buah-naga/. Diakses tanggal 13 September 2009.

Bullant, C. dan Gallais. 1998. Xenia Effects In Maize Whit Normal Endosprem : I Importance and Stability. Crop Sci .39:1517-1525

Coulter, J.M. 1973. Fundamental of Plant Breeding. Prakash Publisher. Jaipur. Darjanto dan Satifah, S. 1990. Pengetahuan Dasar Biologi Bunga dan Teknik

Penyerbukan Silang Buatan. Gramedia. Jakarta.

Darmono. 2006. Menghasilkan Anggrek Silang. Penebar Swadaya. Jakarta. Denney, J.O. 1992. Xenia Includes Metaxenia. Hort Science. 27 : 722-728

Dewi, D. R. 2004. Induksi Pembungaan dan Kemampuan Silang Beberapa Varietas Kedelai (Glycine Max (L) Merill). Skripsi S1. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tidak dipublikasikan. Surakarta. Dinas Pertanian Jawa Timur. 2007. Budidaya Buah Naga (Dragon Fruit).

http://www.diperta-jatim.go.id/index. Diakses tanggal 13 September 2009. Dwijoseputro, D.1980. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia. Jakarta.

Frankle, R. and Galun, E. 1977. Pollination Mechanism Reproduction and Plant Breeding. Springer. Verlag. Berlin Heidelberg. New York.

Goldsworthy. R. P. dan N. M Fisher, 1992. The Physiology of Tropical Field Crop. Diterjemahkan oleh Tohari. 1998. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Haryanti, S. 2004. Pengaruh Radiasi Sinar Gama Co-60 Terhadap Pertumbuhan dan Kemampuan Silang Beberapa Varietas Kedelai (Glycine max (L) Merril). Skripsi S1. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tidak dipublikasikan. Surakarta.

Hidayah, E. B. 1995. Anatomi Tumbuhan Berbiji. ITB. Bandung.

Janick, J. 1963. Horticultural Science. WH. Freeman and Co. San Fransisco. Kartono. 2005. Persilangan Buatan pada Empat Varietas Kedelai. Buletin Teknik

Pertanian. vol.10 (2) : 49-52.

Kristanto, D. 2008. Buah Naga Pembudidayaan di Pot dan di Kebun. Penebar Swadaya. Jakarta.


(45)

commit to user

Lichtenzveig, J., S. Abbo., A. Nerd., N. Tel-Zur., and Y. Mizrahi. 2000. Cytology and Mating Systems in the Climbing Cacti Hylocereus and Selenicereus. American Journal of Botany. 87 : 1058-1065.

Mizrahi,Y., J. Mouyal., A. Nerd., and Y. Sitrit. 2004. Metaxenia in The Vine Cacti Hylocereus polyrhizus and Selenicereus spp. Annals of Botany 93: 469-472.

Muhadianto, N. 2007. Budidaya Buah Naga (Dragon Fruit). http://www.diperta-jatim.go.id/index.php?gate=home&task=detail&id=24. Diakses pada tanggal 7 Mei 2009.

Murti, RH., T. Kurniawati, Nasrullah. 2004. Pola Pewarisan Karakter Buah Tomat (Inheritance of Characters Tomato Fruit). Jurnal Zuriat. Vol 15(20): 140. Mutia, M. 2008. Pengaruh Tipe Persilangan Terhadap Hasil Buah Naga Jenis

Putih (Hylocereus undatus). Skripsi S1 Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tidak dipublikasikan. Surakarta.

Poespodarsono, S. 1986. Pemuliaan Tanaman 1. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Universitas Brawijaya Fakultas Pertanian. Malang.

Rimbawanto, A. 2008. Pemuliaan Tanaman dan Ketahanan Penyakit pada Sengon. Makalah Workshop Penanggulangan Serangan Karat Puru pada Tanaman Sengon. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan.

Setiamihardja, P. 1993. Persilangan Antar Spesies pada Tanaman Cabai. Zuriat. 4 (2) : 112-115.

Setyowati, A. 2008. Analisis Morfologi Dan Sitologi Tanaman Buah Naga Kulit Kuning (Selenicereus megalanthus). Skripsi S1 Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tidak dipublikasikan. Surakarta. Simatupang, B. 2009. Kajian Korelasi Antar Sifat Komponen Hasil Dan Sidik

Lintas Tanaman Kepuh (Sterculia foetida Linn) Terhadap Hasil Dan Rendemen Minyak. Tesis. Universitas Sebelas Marert Surakarta. Tidak dipublikasikan. Surakarta.

Sumoprastowo, R.M. 2000. Memilih dan Menyimpan Sayur Mayur dan Bahan Makanan. Bumi Aksara. Bogor.

Suwarno, W. B. 2008. Inkompatibilitas, Sterilitas Jantan, dan Poliploidi. http://willy.situshijau.co.id. Diakses 13 Juni 2010.

Tel-Zur, N., S. Abbo, D. Bar-Zvi and Y. Mizrahi. 2003. Chromosome Doubling in Vine Cacti Hybrids. Journal of Heredity 94 :329-333.


(1)

commit to user

pengamatan tidak menunjukkan hubungan korelasi pada seluruh macam persilangan. Variabel tersebut antara lain umur panen dengan berat buah, jumlah biji, panjang, dan diameter buah. Hal ini menunjukkan bahwa pada semua hasil persilangan tidak akan ada hubungan antara variabel tersebut. Tabel 11. Hasil Analisis Korelasi

Keterangan : Angka yang dicetak miring menunjukan nilai korelasi

Macam Persilangan Korelasi

PP PK KP KK

Umur panen vs Berat Buah 0.101 0.730 Tidak Berkorelasi -0.349 0.498 Tidak berkorelasi 0.164 0.756 Tidak Berkorelasi 0,041 0,879 Tidak Berkorelasi Umur panen vs Kadar Gula -0.556 0.039 Berkorelasi -0.398 0.434 Tidak Berkorelasi 0.248 0.636 Tidak Berkorelasi 0,091 0,737 Tidak Berkorelasi Umur panen vs Jumlah Biji -0.222 0.445 Tidak Berkorelasi -0.523 0.287 Tidak Berkorelasi 0.686 0.133 Tidak Berkorelasi -0,361 0,170 Tidak Berkorelasi Umur panen vs Panjang -0.261 0.368 Tidak Berkorelasi -0.293 0.573 Tidak Berkorelasi 0.252 0.630 Tidak Berkorelasi -0,013 0,961 Tidak Berkorelasi Umur panen vs Diameter 0.396 0.161 Tidak Berkorelasi 0.314 0.545 Tidak Berkorelasi 0.295 0.570 Tidak Berkorelasi 0,056 0,835 Tidak Berkorelasi Berat Buah vs Kadar Gula 0.207 0.477 Tidak Berkorelasi 0.896 0.016 Berkorelasi -0.192 0.716 Tidak Berkorelasi 0,616 0,011 Berkorelasi Berat Buah vs Jumlah Biji 0.608 0.021 Berkorelasi 0.976 0.001 Berkorelasi 0.774 0.071 Berkorelasi 0,814 0,000 Berkorelasi Berat Buah vs Panjang 0.595 0.025 Berkorelasi 0.976 0.001 Berkorelasi 0.812 0.050 Berkorelasi 0,915 0,000 Berkorelasi Berat Buah vs Diameter 0.931 0.000 Berkorelasi 0.583 0.225 Tidak Berkorelasi 0.985 0.000 Berkorelasi 0,929 0,000 Berkorelasi Kadar Gula vs Jumlah Biji 0.060 0.839 Tidak Berkorelasi 0.864 0.026 Berkorelasi 0.076 0.886 Tidak Berkorelasi 0,443 0,086 Tidak Berkorelasi Kadar Gula vs Panjang 0.040 0.891 Tidak Berkorelasi 0.781 0.067 Tidak Berkorelasi 0.339 0.511 Tidak Berkorelasi 0,636 0,008 Berkorelasi Kadar Gula vs Diameter 0.084 0.776 Tidak Berkorelasi 0.688 0.131 Tidak Berkorelasi -0.127 0.810 Tidak Berkorelasi 0,721 0,002 Berkorelasi Jumlah Biji vs Panjang 0.865 0.000 Berkorelasi 0.959 0.003 Berkorelasi 0.786 0.064 Tidak Berkorelasi 0,730 0,001 Berkorelasi Jumlah Biji vs Diameter 0.394 0.163 Tidak Berkorelasi 0.407 0.423 Tidak Berkorelasi 0.868 0.025 Berkorelasi 0,773 0,000 Berkorelasi Panjang vs Diameter 0.394 0.164 Tidak Berkorelasi 0.489 0.325 Tidak Berkorelasi 0.841 0.036 Berkorelasi 0,875 0,000 Berkorelasi


(2)

commit to user

Angka yang dicetak tebal menunjukan tingkat signifikansi korelasi

Berdasarkan nilai koefisien korelasi diatas menunjukkan bahwa pada semua macam persilangan, sifat berat buah berkorelasi terhadap sifat jumlah biji dan panjang buah. Hal ini menunjukkan besarnya jumlah biji dan panjang buah maka akan diikuti meningkatnya berat buah. Ini sesuai dengan penelitian Simatupang (2009), pada tanaman kepuh bahwa peningkatan sifat jumlah biji cenderung akan diikuti oleh peningkatan pada sifat berat buah. Korelasi antar berat dengan diameter buah menunjukkan adanya hubungan, dari keempat macam persilangan hanya pada persilangan PK yang tidak menunjukkan adanya korelasi. Diduga semakin besar diameter buah maka akan diikutinya berat buah. Selanjutnya korelasi antara sifat kadar gula dengan berat buah menunjukkan bahwa hanya pada persilangan PK yang menunjukkan adanya korelasi. Hal ini menunjukkan bahwa kadar gula buah tidak ditentukan oleh berat buah.

Jumlah biji pada persilangan PP, PK dan KK menunjukan bahwa sifat jumlah biji berkorelasi terhadap panjang buah, hal ini berarti bahwa semakin meningkatnya jumlah biji maka akan diikuti pula meningkatnya panjang buah. Beberapa variabel menunjukkan adanya korelasi dengan variabel lainnya hanya berdasarkan pada asal tetua betinanya yaitu variabel jumlah biji dengan diameter, serta antara panjang dengan diameter buah hanya berkorelasi pada persilangan KP dan KK, sedangkan pada persilangan PK dan PP tidak berkorelasi. Hal ini menunjukkan bahwa hanya pada persilangan dengan induk betina buah naga kuning, meningkatnya diameter buah akan diikuti pula jumlah biji dan panjang buah.


(3)

commit to user

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Persilangan Intergenerik antar buah naga putih dengan kuning

memiliki tingkat keberhasilan tinggi (kompatibel), dengan persentase keberhasilan persilangan KP 100%, KK 100%, PP 100%, dan PK 80%.

2. Persilangan yang dilakukan menunjukkan terjadinya efek xenia pada

variabel umur panen, berat buah, jumlah biji, dan kadar gula.

3. Berdasarkan uji korelasi terdapat korelasi antara berat buah terhadap

jumlah biji dan panjang buah pada semua macam persilangan.

B. Saran

1. Persilangan buah naga dengan tetua jantan putih terhadap induk betina

kuning dapat diaplikasikan dengan tujuan untuk memperpendek umur panen buah.

2. Untuk meningkatkan kadar gula pada buah naga, dapat dilakukan


(4)

commit to user

DAFTAR PUSTAKA

Aini, NM. Pengaruh Macam Persilangan Terhadap Hasil dan Kemampuan Silang

Buah Naga Jenis Merah (Hylocereus polyrhizus). Diakses tanggal 13

September 2009.

Andipati. 2006. Buah Naga.

http://andipati.wordpress.com/2006/08/04/buah-naga/. Diakses tanggal 13 September 2009.

Bullant, C. dan Gallais. 1998. Xenia Effects In Maize Whit Normal Endosprem : I

Importance and Stability. Crop Sci .39:1517-1525

Coulter, J.M. 1973. Fundamental of Plant Breeding. Prakash Publisher. Jaipur.

Darjanto dan Satifah, S. 1990. Pengetahuan Dasar Biologi Bunga dan Teknik

Penyerbukan Silang Buatan. Gramedia. Jakarta.

Darmono. 2006. Menghasilkan Anggrek Silang. Penebar Swadaya. Jakarta.

Denney, J.O. 1992. Xenia Includes Metaxenia. Hort Science. 27 : 722-728

Dewi, D. R. 2004. Induksi Pembungaan dan Kemampuan Silang Beberapa

Varietas Kedelai (Glycine Max (L) Merill). Skripsi S1. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tidak dipublikasikan. Surakarta.

Dinas Pertanian Jawa Timur. 2007. Budidaya Buah Naga (Dragon Fruit).

http://www.diperta-jatim.go.id/index. Diakses tanggal 13 September 2009.

Dwijoseputro, D.1980. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia. Jakarta.

Frankle, R. and Galun, E. 1977. Pollination Mechanism Reproduction and Plant

Breeding. Springer. Verlag. Berlin Heidelberg. New York.

Goldsworthy. R. P. dan N. M Fisher, 1992. The Physiology of Tropical Field

Crop. Diterjemahkan oleh Tohari. 1998. Fisiologi Tanaman Budidaya

Tropik. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Haryanti, S. 2004. Pengaruh Radiasi Sinar Gama Co-60 Terhadap Pertumbuhan

dan Kemampuan Silang Beberapa Varietas Kedelai (Glycine max (L) Merril). Skripsi S1. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tidak dipublikasikan. Surakarta.

Hidayah, E. B. 1995. Anatomi Tumbuhan Berbiji. ITB. Bandung.

Janick, J. 1963. Horticultural Science. WH. Freeman and Co. San Fransisco.

Kartono. 2005. Persilangan Buatan pada Empat Varietas Kedelai. Buletin Teknik

Pertanian. vol.10 (2) : 49-52.

Kristanto, D. 2008. Buah Naga Pembudidayaan di Pot dan di Kebun. Penebar


(5)

commit to user

Lichtenzveig, J., S. Abbo., A. Nerd., N. Tel-Zur., and Y. Mizrahi. 2000. Cytology and Mating Systems in the Climbing Cacti Hylocereus and Selenicereus.

American Journal of Botany. 87 : 1058-1065.

Mizrahi,Y., J. Mouyal., A. Nerd., and Y. Sitrit. 2004. Metaxenia in The Vine

Cacti Hylocereus polyrhizus and Selenicereus spp. Annals of Botany 93:

469-472.

Muhadianto, N. 2007. Budidaya Buah Naga (Dragon Fruit).

http://www.diperta-jatim.go.id/index.php?gate=home&task=detail&id=24. Diakses pada tanggal 7 Mei 2009.

Murti, RH., T. Kurniawati, Nasrullah. 2004. Pola Pewarisan Karakter Buah Tomat

(Inheritance of Characters Tomato Fruit). Jurnal Zuriat. Vol 15(20): 140.

Mutia, M. 2008. Pengaruh Tipe Persilangan Terhadap Hasil Buah Naga Jenis

Putih (Hylocereus undatus). Skripsi S1 Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tidak dipublikasikan. Surakarta.

Poespodarsono, S. 1986. Pemuliaan Tanaman 1. Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan Universitas Brawijaya Fakultas Pertanian. Malang.

Rimbawanto, A. 2008. Pemuliaan Tanaman dan Ketahanan Penyakit pada

Sengon. Makalah Workshop Penanggulangan Serangan Karat Puru pada

Tanaman Sengon. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan.

Setiamihardja, P. 1993. Persilangan Antar Spesies pada Tanaman Cabai. Zuriat.

4 (2) : 112-115.

Setyowati, A. 2008. Analisis Morfologi Dan Sitologi Tanaman Buah Naga Kulit

Kuning (Selenicereus megalanthus). Skripsi S1 Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tidak dipublikasikan. Surakarta. Simatupang, B. 2009. Kajian Korelasi Antar Sifat Komponen Hasil Dan Sidik

Lintas Tanaman Kepuh (Sterculia foetida Linn) Terhadap Hasil Dan

Rendemen Minyak. Tesis. Universitas Sebelas Marert Surakarta. Tidak

dipublikasikan. Surakarta.

Sumoprastowo, R.M. 2000. Memilih dan Menyimpan Sayur Mayur dan Bahan

Makanan. Bumi Aksara. Bogor.

Suwarno, W. B. 2008. Inkompatibilitas, Sterilitas Jantan, dan Poliploidi.

http://willy.situshijau.co.id. Diakses 13 Juni 2010.

Tel-Zur, N., S. Abbo, D. Bar-Zvi and Y. Mizrahi. 2003. Chromosome Doubling in

Vine Cacti Hybrids. Journal of Heredity 94 :329-333.


(6)

commit to user

Weiss, J., A. Nerd and Y. Mizrahi. 1994. Flowering Behaviour And Pollination

Requirements In Climbing Cacti With Fruit Crop Potential. Hort Science.

29: 1487-1492

Winarsih, S. 2007. Mengenal dan Membudidayakan Buah Naga. Aneka Ilmu.

Semarang.

Yusoff, M., R.A. Halim, M.T.M. Mohamed., S.O.S. Restan., Z. Meon. 2008.

Growth, Yield and Fruit Quality of Red Dragon (Hylocereus polyrhizus)

Fruit as Affected by Plant Support System and Intercropping with Long

Bean (Vigna sinensis). Journal of Food, Agriculture and Enviroment. Vol.

6(3&4): 305-311.

Zapata, T.R, and M.T.K. Arroyo. 1978. Plant reproductive ecology of a secondary

deciduous tropical forest in Venezuela. Journals Biotropica Vol