PENGEMBANGAN MODEL PELATIHAN KECAKAPAN VOKASIONAL BERBASIS PENGENALAN DIRI UNTUK MENINGKATKAN PERILAKU KEWIRAUSAHAAN ANAK JALANAN DI KOTA BANDUNG: Studi pada LSM IABRI (Insan Abadi Bangsa Republik Indonesia) Bandung.

(1)

PENGEMBANGAN MODEL PELATIHAN KECAKAPAN VOKASIONAL BERBASIS PENGENALAN DIRI UNTUK MENINGKATKAN PERILAKU

KEWIRAUSAHAAN ANAK JALANAN DI KOTA BANDUNG

Studi pada LSM IABRI (Insan Abadi Bangsa Republik Indonesia) Bandung

DISERTASI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian

dari Syarat Memperoleh Gelar Doktor Ilmu Pendidikan dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah

Oleh :

Enjang Mulyana NIM 1004663

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG


(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul; Pengembangan Model Pelatihan Kecakapan Vokasional Berbasis Pengenalan Diri untuk Meningkatkan Perilaku Kewirausahaa Anak Jalanan di Kota Bandung; Studi pada LSM IABRI (Insan Abadi Bangsa Republik Indonesia) Bandung ini, beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini saya bersedia menanggung resiko yang akan dijatuhkan kepada saya, apabila ternyata di kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini atau adanya klaim dari pihak-pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, November 2013 Yang membuat pernyataan,


(3)

Mengetahui dan menyetujui pembimbing:

Promotor,

Prof.Dr.Mustofa Kamil, M.Pd.

Ko-Promotor,

Prof.Dr.Sutaryat Trisnamansyah, M.A.

Anggota,


(4)

Abstrak

Penelitian ini bertolak dari permasalahan pokok bahwa dalam kenyataan sampai saat ini belum ditemukan model pelatihan kecakapan yang mampu memberikan kebermaknaan dalam rangka meningkatkan kemandirian anak jalanan. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model pelatihan kecakapan vokasional berbasis pengenalan diri dalam meningkatkan perilaku kewirausahaan anak jalanan di Kota Bandung.

Landasan teoretik yang digunakan mengacu kepada konsep-konsep dan teori-teori yang relevan mengenai pelatihan kecakapan vokasional, perilaku kewirausahaan, pengenalan diri dan sikap wirausaha, pendekatan andragogi, dan sifat-sifat wirausaha.

Prosedur penelitian menggunakan model pendekatan penelitian dan pengembangan (research and development, R&D), yang dilaksanakan melalui dua bentuk kegiatan, yaitu: (1) kegiatan eksplorasi yang bersifat kualitatif, dan (2) kegiatan eksperimen dengan menggunakan analisis kuantitatif. Eksplorasi kualitatif dilakukan untuk menggambarkan kondisi subjek penelitian. Selanjutnya pendekatan kuantitatif dilakukan untuk mengujicobakan model konseptual pelatihan kecakapan vokasional berbasis pengenalan diri sehingga dapat mencapai kelayakan sebagai model empiris. Untuk menguji apakah model berfungsi efektif, penulis mengembangkan skala sikap untuk mengukur perilaku kewirausahaan anak jalanan peserta pelatihan melalui kuesioner. Ujicoba dalam rangka implementasi model dilakukan sebanyak dua kali. Skala sikap diujikan kepada pelaku anak jalanan peserta pelatihan sebelum dan sesudah implementasi model. Data diolah dengan menggunakan statistik uji Wilcoxon. Setelah hasilnya dianalisis, ditemukan: perilaku kewirausahaan anak jalanan peserta pelatihan antara sebelum dan sesudah implementasi model berbeda (meningkat) secara signifikan. Temuan ini didukung oleh hasil pengujian hipotesis dengan taraf signifikansi 0,025. Skor rata-rata hasil evaluasi menunjukkan adanya peningkatan. Artinya, semakin intens implementasi model pelatihan kecakapan vokasional berbasis pengenalan diri, semakin meningkat perilaku kewirausahaan anak jalanan.

Dari hasil temuan ini dapat disimpulkan bahwa model pelatihan kecakapan vokasional berbasis pengenalan diri dapat membantu mengembangkan sikap dan perilaku kewirausahaan anak jalanan. Karena itu direkomendasikan agar model pelatihan kecakapan vokasional berbasis pengenalan diri digunakan sebagai model alternatif dalam penyelenggarakan program pelatihan kewirausahaan, khususnya bagi peningkatan perilaku kewirausahaan anak jalanan.


(5)

Abstract

The study was based on the fundamental problems that it has not yet found a model That is able to provide skill training model in order to enhance the meaningfulness of street children. This study aims at developing model in a vocational skill training based on self knowledge in improving the entrepreneurial behavior of street children in the city of Bandung.

The theoretical foundation is referred to the relevant concepts and theories to the vocational skill training, entrepreneurial behavior, self knowledge and an entrepreneurial attitude, Andragogy approach and entrepreneurial traits.

The procedure research uses a model approach of research and development (R & D), which is implemented through two types of activities, which are : (1) a qualitative exploration activities, and (2) experimental activities use quantitative analyzed. Exploration qualitative research was done to describe the condition of the subject. Experimental activities was done to test vocational skills conceptual model training based on self-knowledge so that it can reach viability as an empirical model.

To test whether the model works effectively, the authors developed attitude scale to measure the entrepreneurial behavior of street children who participated in the training. Tests in the framework of th e implementation model was done twice. Attitude scale was tested to the perpetrators of street children participants before and after the implementation of the model. The data were processed using the Wilcoxon test statistic. After the results were analyzed, it was found: the entrepreneurial behavior of street children who participated in the training before and after model implementation is different (improved) significantly. This finding is supported by the results of hypothesis testing with a significance level of 0.025. Average score evaluation results show an increase. That means, the more intense the implementation of vocational skills training model based on self -knowledge, the more increase entrepreneurial behavior of street children. From these findings, it can be concluded that andragogis model in the vocational skill training based on self-knowledge can help develop entrepreneurial attitudes and behaviors of street children. Therefore it was recommended that androgogis model in the vocational skill training based on self-knowledge is used as an alternative model for entrepreneurship training programs, especially to improve street children entrepreneurial behavior.


(6)

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN...

A. Latar Belakang Masalah... B. Identifikasi dan Perumusan Masalah... C. Tujuan Penelitian... D. Manfaat Penelitian... E. Sistematika Penulisan Disertasi...

1 1 8 9 10 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN...

A. Pelatihan Kecakapan Vokasional dan Perilaku Kewirausahaan... 1. Konsep Dasar Pelatihan... 2. Pelatihan Kecakapan Vokasional... 3. Perilaku Kewirausahaan………... 4. Pengenalan Diri dan Sikap Wirausaha……….. B. Fenomena Anak Jalanan dan Penangananannya... 1. Pengertian dan Karakteristik Anak Jalanan... 2. Faktor-faktor Penyebab Timbul dan Tumbuhnya Gejala Anak Jalanan... 3. Masalah yang Dihadapi Anak Jalanan... 4. Model Penanganan Anak Jalanan... C. Pelatihan Kecakapan Vokasional sebagai Bentuk

Pendidikan Luar Sekolah……... ... 13 13 13 21 26 35 41 41 44 46 48 49 JUDUL DISERTASI... PERNYATAAN... PERSETUJUAN PEMBIMBING... PENGESAHAN... ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii iv v vi vii ix xi xiv xv xvi


(7)

2. Model Pelatihan Kecakapan Vokasional Menurut Pendekatan Pendidikan Humanis...

3 Pengembangan Model Pelatihan Kecakapan Vokasional

Berdasarkan Konsep andragogi………

D. Penelitian Terdahulu yang Relevan... E. Kerangka Pemikiran...

55

57 79 82

BAB III METODE PENELITIAN...

A. Pendekatan dan Metode Penelitian... B. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data... C. Desain dan Langkah-langkah Penelitian... D. Subjek Penelitian... E. Pengolahan dan Teknik Analisis Data...

87 87 88 92 102 102

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...

A. Hasil Penelitian... 1. Gambaran Penanganan Anak Jalanan di Kota Bandung.. 2. Model Konseptual Pelatihan Keterampilan Vokasional Berbasis Pengenalan Diri untuk Meningkatkan Perilaku Kewirausahaan Anak Jalanan………... 3. Validasi dan Revisi Model Konseptual... 4. Implementasi Model... B. Pembahasan Hasil Penelitian... 1. Gambaran Kondisi Obyektif Pelatihan Keterampilan

Vokasional pada LSM IABRI Bandung………

2. Model Konseptual Pelatihan Keterampilan Vokasional Berbasis Pengenalan Diri untuk Meningkatkan Perilaku Kewirausahaan Anak Jalanan………... 3. Implementasi Model Pelatihan Kecakapan Vokasional Berbasis Pengenalan Diri untuk Meningkatkan Perilaku Kewirausahaan Anak Jalanan... ………...

4. Efektivitas Model Pelatihan Kecakapan vokasional Berbasis pengenalan Diri untuk Meningkatkan Perilaku Kewirausahaan Anak Jalanan………. C. Temuan dan Keterbatasan Penelitian...

1. Temuan Penelitian... 2. Keterbatasan Penelitian...

107 107 107 116 143 145 161 162 165 173 178 200 200 202


(8)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...

A. Kesimpulan... B. Saran...

204 204 205

DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN-LAMPIRAN... RIWAYAT HIDUP...

209 220 277


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pendidikan merupakan faktor utama yang bertanggung jawab bagi keberhasilan individu sekaligus bagi pengokohan dan kemajuan masyarakat. Substansi ini bukan saja diakui oleh semua aliran pemikiran, melainkan juga telah terbukti dalam praktek kehidupan manusia. Ia telah tampak sejak awal pada ajaran yang dibawa para nabi agama langit sampai pada pandangan klasik yang dikembangkan dari Plato, Aristoteles, dan Santo Thomas Aquinas. Dari pandangan yang lebih modern pada realisme dan idealisme tradisional, kemudian pada pragmatisme, sampai pada titik pandang ”sosiologi pendidikan” yang banyak dihubungkan dengan gagasan-gagasan Karl Mark dan Mannheim. Ia diakui, walau dengan penjelasan yang berbeda-beda, dalam fundamentalisme, intelektualisme, konservatisme, liberalisme, liberasionisme, dan dalam radikalisme serta anarkisme pendidikan (O’neil, 1981; Naomi, 2001).

Manusia sendiri menemukan nilai penting pendidikan sejak awal keberadaannya. Namun dalam perkembangannya, untuk tujuan ini ia memerlukan bantuan dan bimbingan eksternal yang efektif. Ini karena dalam ketiadaan bantuan tersebut, berbagai hasrat, aspirasi, dan tindakan dapat mengalami penyimpangan atau salah arah. Penyimpangan dan kesalahan yang tidak jarang menimbulkan malapetaka. Untuk alasan yang sama, pendidikan menegaskan prinsip-prinsip dan tujuan yang seimbang dengan perkembangan lingkungan manusia. Ia sesuai pula dengan persepsi dan penafsiran mengenai kewajiban dan misi hidup manusia sebenarnya, meskipun kadangkala apa yang benar pada suatu saat, dipahami salah pada saat yang lain (Lari, 2003).


(10)

Manusia pada tahap awal kehidupannya dihubungkan dengan kekuatan-kekuatan fisik dan tujuan-tujuan natural. Ketika pendidikan dijalankan, dan aktivitas belajar dilakukan, maka ia menjadi kekuatan. Kekuatan pendorong atau pengembang kemampuan-kemampuan yang ada baik pada individu maupun dalam masyarakat. Ketika kekuatan pendidikan dan aktivitas belajar ini bekerja pada individu, fenomena ini antara lain tampak nyata dalam perilaku seseorang yang berusaha dengan gigih dan ulet untuk mencapai cita-cita atau keinginannya melalui cara-cara yang tepat dan benar.

Ketika seseorang ingin mencapai keberhasilan, sebuah eksistensi yang gemilang, apakah dengan bakat biasa atau dengan kreativitas dan kecerdasan yang tinggi, ia harus melatih diri dengan kesabaran dan berbagai sikap serta keterampilan dengan mengambil inspirasi dan pelajaran dari dunia kerja dan sistem usaha. Sebagaimana dikemukakan oleh Lari (2003:191-192), perbedaan mendasar antara mereka yang berhasil dan mereka yang gagal atau tertinggal itu ada dalam kualitas usaha mereka dan ketegaran dalam menghadapi faktor-faktor penderitaan hidup.

Pendidikan juga semakin memainkan peranan yang sentral dan menentukan dalam konstelasi sekarang serta di masa depan. Pada tataran yang mendasar, hubungan-hubungan manusia yang mengglobal semakin ditandai oleh aspirasi yang bersumber pada nilai-nilai budaya dan peradaban modern. Sementara pada tataran teknis, kegiatan-kegiatan manusia semakin didasarkan pada kekuatan pemikiran atau intelektualitas. Rose dkk dalam Semiawan (1998:37) mengatakan bahwa the welth of our nation is the sum of the brain of its people, … their creativity and skills in their words, or best asset is the collective ability to learn fast and adapt thoughfully to situation we can't predict. Dengan kreativitas dan keterampilan tertentu yang dimiliki lewat penerapan cara-cara belajar dan berpikir kreatif serta inovatif mereka dapat menghadapi berbagai perubahan dan kesulitan hidup. Mereka yang senantiasa


(11)

berusaha menciptakan gagasan-gagasan baru dan menguasai pemecahan masalah dapat memperbaiki atau meningkatkan mutu kehidupannya dan mencapai kebahagiaan secara proporsional sebagai hasil belajar.

Telah diakui secara luas bahwa manusia merupakan faktor kunci keberhasilan pembangunan. Galileo Galilei, Thomas Alva Edison, Alexander Graham Bell, Abraham Lincoln, Mozart, Benjamin Franklin, Einstein, Ki Hajar Dewantoro, K.H.Agus Salim, dan Buya Hamka merupakan contoh orang-orang yang pada awalnya dipandang gagal dalam sekolah atau dalam kiprahnya. Tetapi karena mereka memiliki mentalitas dan kepribadian yang kuat, kreatif, dan pantang menyerah, mereka berhasil menjadi orang-orang hebat dan namanya terabadikan dalam sejarah. Untuk menuju ke arah capaian tersebut maka pendidikan harus mampu mereposisi dan merekonstruksi diri dengan paradigma pemberdayaan. Pendidikan sebagai pemberdayaan bertolak dari inner initiative, curiosity, and motivation. Lewat paradigma pendidikan ini berarti Bangsa Indonesia dapat melaksanakan fungsi pendidikan nasional mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Dalam kaitan dengan krisis yang berkepanjangan yang dialami bangsa Indonesia, dengan merujuk pada hasil kajian Hermenian Club di bawah Institute of Bandung Circle, Hufad (2007) mengungkapkan mengenai akar masalah tersebut. Dikatakan bahwa masalah itu bersumber dari akar masalah yang secara historis pendidikan di Indonesia bukan saja merupakan warisan kolonial Belanda yang hanya menanamkan keterampilan motorik semata untuk kepentingan kolonial. melainkan juga karena kita gagal dalam membangun karakter bangsa , meskipun orientasi pendidikan kita pasca kemerdekaan ditujukan untuk “ character and national building”.


(12)

Pembangunan watak sendiri diarahkan untuk meningkatkan kualitas kehidupan individu dan masyarakat. Untuk itu perlu dijalankan animating, self-expressing self-renewing, and self-directing. Pendidikan berfungsi sebagai pembangunan dan pengembangan diri pada aspek-aspek mental dan fisik, sosial, ekonomi, dan politik sehingga mampu menciptakan sumber daya manusia yang dapat memenuhi kebutuhan diri dan merespon lingkungan secara proaktif . Kindervatter (1979) melihat pemberdayaan sebagai instrumen untuk mendorong tumbuhnya people gaining, understanding, and controlling over, social, economic, or political forces in order to improve their standing in society. Proses pemberdayaan itu dapat dilakukan melalui community organization, self-management and collabaoration, participation approaches, and education for the oppressor and injustice. Pendidikan sebagai proses pemberdayaan merupakan sarana strategis untuk mengangkat individu dan masyarakat dari keterpurukan dan mengarahkan mereka kepada usaha (belajar) yang dapat membawa mereka ke situasi yang lebih baik. Komitmen pendidikan untuk semua (education for all) di Amman Jordania 1996 (dalam Depdiknas, 2009:12) menegaskan :

Education is empowerment, the key to establishing and reinforcing democracy, to sustainable and human development and to peace founded upon mutual respect and social justice. Indeed, in a word in which creativity and knowledge play an ever greater role, the right to education is nothing less than the right to participate in the life of the modern world.

Pendidikan sebagai pemberdayaan dapat mengarah pada pengembangan sikap managing that involving persuing opportunity without regard to the resources currently controlled (Sahlman dkk, 1992: 17). Timmon dalam Kuratko dkk (1989) melihat kewirausahaan sebagai kemampuan membuat dan membangun visi dari sesuatu yang seolah-olah aneh. Sejalan dengan itu, kewirausahaan juga dapat dilihat sebagai penciptaan nilai tambah dengan memperhitungkan resiko dari suatu peluang


(13)

usaha dan memobilisasi sumber-sumber daya dengan kemampuan manajemen untuk mencapai tujuan (Kao, 1991).

Dari sudut pandang kewirausahaan (entrepreneurship), pendidikan berarti mengembangkan diri secara optimal dari dalam diri sendiri. Pendidikan berarti pula mempersiapkan diri untuk menghadapi berbagai tantangan dalam menyongsong masa depan. Pendidikan yang memiliki nilai tertinggi adalah belajar secara mandiri. Penggalian paling dalam adalah mencari dan menemukan diri sendiri. Tujuan pendidikan terbaik adalah untuk dapat bertindak bijaksana dalam usaha setiap hari (Riyanto,2000).

Dalam kaitan dengan fenomena teresebut, sesuai Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Sedangkan pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Aktivitas belajar dan pembelajaran dalam kerangka pendidikan nonformal dan informal memiliki keterkaitan yang lebih dekat, bahkan sering bersifat langsung, dengan kehidupan nyata. Aktivitas belajar dan pembelajaran demikian bertolak dari dan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan dan kebutuhan belajar yang berkembang di masyarakat. Dalam kaitan ini sebagaimana diketahui, terdapat berbagai kebutuhan pendidikan dan kebutuhan belajar yang berkembang di masyarakat. Oleh karena itu, lembaga penyelenggara pendidikan ini berfungsi membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Program-programnya dapat disusun secara bervariasi sesuai dengan keragaman kebutuhan.

Pada gilirannya pendidikan ini berperan pula untuk mewujudkan keterkaitan antara perkembangan sosial dan kemajuan ekonomi. Salah satu di antaranya adalah mengenai fenomena anak jalanan. Fenomena anak jalanan yang saat ini telah menjamur di kota-kota besar yang secara khusus sering dijumpai baik laki-laki


(14)

maupun perempuan, anak masih balita ataupun masih remaja, bekerja untuk membantu orang tuanya atau menghidupi diri sendiri.

Dilihat dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak jalanan merupakan warga negara serta masa depan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga anak jalanan berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindakan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan, sehingga perlu sekali untuk dididik, dirawat dan dilindungi. Menurut REPUBLIKA.CO.ID, 24 Juli 2010 -Anak-anak kerap menjadi objek dan korban kekerasan. Bahkan, di Jawa Barat kasus kekerasan, khususnya kekerasan seksual, memiliki jumlah kasus yang terbesar di Indonesia.

Berdasarkan data yang dikeluarkan Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemeneg PP dan PA) pada 2009, terdapat 1998 orang anak yang menjadi korban kekerasan di Indonesia dan sekitar 65 persen di antaranya menjadi korban kekerasan seksual. Di antara jumlah kasus tersebut, Jabar merupakan daerah dengan kasus kekerasan anak terbesar, yaitu 680 kasus dan 51 persen adalah kekerasan seksual. Masih menurut REPUBLIKA.CO.ID, 28 Juli 2010, informasi dari Kepala Dinas Sosial Jawa Barat (Dinsos Jabar), Enny Heryani Ratnasari, khawatir terhadap dampak yang ditimbulkan akibat program pembersihan anak jalanan (anjal) 2011 yang dicanangkan DKI Jakarta. Dia justru takut Jabar akan menjadi daerah pelarian dari anak jalanan yang selama ini tinggal di Jakarta.

Sementara itu dari data yang dipaparkan dari Dinsos Jabar pada 2012, terdapat 3.192.013 orang yang memiliki permasalahan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) dengan 22 jenis. Di antara jumlah tersebut, jumlah anjal yang tersebar di 26 kabupaten/kota, dengan jumlah terbesar berada di Kabupaten Cirebon dan Kota Bandung. Populasi Anak Jalanan di kota Bandung saat ini telah mencapai angka 4.821 anak jalanan, sementara menurut Mensos: 2014 Indonesia Bebas Anak Jalanan,


(15)

“Kita harus mengantisipasi serbuan anjal dari Jakarta ke Jabar. Kami tengah menyusun proposal antisipasinya kepada Kemensos RI,”

Hasil Monitoring dan Evaluasi Program Pekerja Anak 0rganisasi Buruh Internasional (ILO) yang dirilis REPUBLIKA.CO.ID, 3 Mei 2011, Abdul Hakim mengatakan, anak jalanan sulit mendapatkan akses ke pendidikan formal. "Mereka sulit mengakses ke lembaga pendidikan formal karena tidak ada data,sebab sebagian berasal dari luar daerah," Abdul Hakim juga mengatakan, selain ketiadaan data, usia anak jalanan terkadang tidak sesuai lagi dengan jenjang pendidikan yang pernah ditinggalkannya. Itu membuat mereka sulit untuk kembali ke sekolah.

Menurut data Dinas Sosial Kota Bandung tahun 2012, jumlah anak jalanan di Kota Bandung cukup besar, yakni 4.821orang. Dari berbagai program dan implementasi kebijakan perlindungan anak di Kota Bandung terlihat bahwa Pemerintah sudah berupaya mengimplementasikan kebijakan mengenai perlindungan anak, utamanya bagi anak-anak dari keluarga miskin.

Anak jalanan adalah bagian dari anak secara umum. Apapun alasannya, seharusnya mereka tidak berada di jalan. Menyediakan ruang khusus bagi anak jalanan tidak membuat mereka dapat memenuhi kebutuhannya karena sumber pendapatannya terutama berasal dari para pengguna jalan. Program pelatihan dan bantuan modal usaha bagi anak jalanan terbukti sampai saat ini belum mampu menurunkan jumlah anak jalanan. Program ini hanya memberi latihan dasar keterampilan bagi anak jalanan dengan tujuan agar anak mampu melakukan usaha ekonomis produktif, misalnya home industri. Program ini juga hanya terbatas pada pemberian latihan dan bantuan modal usaha. Anak-anak jalanan yang telah mengikuti pelatihan dibiarkan begitu saja dan sangat jarang dipantau dalam pelaksanaan usaha ekonomis produktif yang mereka pilih.


(16)

Berdasarkan pra penelitian melalui wawancara dengan narasumber LSM IABRI (Insan Abadi Bangsa Republik Indonesia) Bandung, diperoleh informasi bahwa fenomena anak jalanan tidak terlepas dari faktor-faktor ekonomi, disorganisasi keluarga, pendidikan dan keterampilan yang tidak memadai. Faktor ekonomi merupakan faktor yang signifikan dengan persentase sebesar 75% dan selebihnya 25% untuk faktor disorganissi keluarga dan urbanisasi penyebab maraknya fenomena anak jalanan yang dibina di LSM tersebut. Himpitan ekonomi seperti melambungnya harga sembako serta maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK), dan mahalnya biaya pendidikan menyebabkan meningkatnya tingkat kemiskinan dan pengangguran. Hal tersebut yang memaksa anak-anak untuk turut serta membantu mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan keluarganya dengan terjun langsung ke jalanan untuk bekerja secara informal, seperti menjadi pengamen, membersihkan kaca dan menjual koran. Selanjutnya, faktor disorganisasi keluarga atau perpecahan keluarga juga merupakan alasan mereka untuk turun ke jalanan, dengan situasi keluarga yang tidak harmonis membuat seorang anak tidak nyaman berada di rumahnya sendiri dan hal tersebut lah yang menggiring anak-anak tersebut untuk memutuskan hubungan dengan keluarga.

Seiring dengan maraknya anak jalanan tersebut, maka muncul kepedulian dari masyarakat akan nasib dan masa depan anak jalanan. Kepedulian tersebut diwujudkan dengan mendirikan sebuah wadah yang menaungi anak jalanan yang berbentuk sebuah lembaga yang peduli terhadap masalah sosial yaitu Lembaga Swadaya Masyarakat.

Kepedulian masyarakat atas pendidikan ini sejalan dengan konsep community base education (CBE). Secara substantif, CBE ini antara lain dikembangkan dengan bersandar kepada konsepsi pendidikan sepanjang hayat, pendidikan kritis, andragogi, dan learning organitation. CBE diarahkan pada tujuan-tujuan membantu pemerintah


(17)

dalam memobilisasi sumber daya lokal dan meningkatkan peranan masyarakat; merangsang terjadinya perubahan sikap dan persepsi tentang rasa kepemilikan masyarakat terhadap satuan pendidikan; mendukung prakarsa pemerintah dalam meningkatkan dukungan masyarakat; mendukung peranan masyarakat untuk mengembangkan inovasi kelembagaan; dan membantu mengatasi putus sekolah (Tim Peneliti Lemlit UPI, 2006).

Tidak dipungkiri bahwa pada hakekatnya setiap anak memiliki potensi yang bisa dikembangkan dalam dirinya dan anak jalanan pun sama dengan anak pada umumnya. Dengan kata lain, mereka berhak mendapat fasilitas layanan pendidikan. Layanan pendidikan merupakan cara dalam mengembangkan potensi mereka sesuai dengan minat dan bakatnya, seperti di LSM IABRI (Insan Abadi Bangsa Republik Indonesia) Bandung yang mengembangkan potensi kewirausahaan serta memberikan pelatihan keterampilan, seperti kerajinan tangan, keterampilan las, keterampilan bubut, menjahit, dan sebagainya.

Dengan begitu, diharapkan anak jalanan setelah dibina oleh LSM dalam pengembangan kewirausahaannya bisa menjadi warga Negara yang lebih produktif dan dengan begitu mereka mampu menjawab tantangan kerja pada saat ini, sehingga hal tersebut bisa menekan maraknya anak jalanan.

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Berangkat dari latar belakang permasalahan di atas, secara empirik beberapa permasalahan anak jalanan dari aspek pendidikan dan pelatihan dapat diidenfikasikan sebagai berikut.

 Anak jalanan merupakan salah satu masalah sosial yang kompleks dan bertalian dengan masalah sosial lain, terutama kemiskinan.


(18)

 Jumlah anak jalanan semakin besar beberapa kasus kekerasan, eksploitasi dan penyimpangan lainnya.

 Kehadiran anak jalanan bersifat dilematis. Pada satu sisi mereka mencari nafkah untuk hidup, namun pada sisi lain tidak jarang merugikan orang lain dan mengganggu ketertiban umum.

 Ada image negatif masyarakat terhadap pemerintah mengenai penanganan anak jalanan, seperti kesan kurang serius dan lainnya.

 Strategi intervensi maupun indikator keberhasilan penanganan anak jalanan masih jarang dilakukan secara holistik mengacu kepada visi atau grand design pembangunan kesejahteraan dengan memperhatikan karakteristik anak jalanan, fungsi dan model penanganan yang diterapkan.

 Penanganan anak jalanan tidak jarang dilakukan dengan cara sederhana melalui operasi penjaringan dan pemberian pelatihan keterampilan tanpa memperhatikan potensi dan kebutuhan riil anak jalanan.

 Berbagai pelatihan bagi anak jalanan sering berhenti pada pemberian pengetahuan dan keterampilan tertentu, tidak berlanjut pada upaya untuk melihat perilaku anak jalanan pasca pelatihan.

Proses pelatihan bagi anak jalanan dapat terlaksana bila didukung oleh ketersediaan SDM yang berkualitas baik yang berasal dari internal Lembaga Swadaya Masyarakat maupun instansi terkait. Dukungan yang diberikan dalam arti untuk mendampingi serta mampu berperan baik sebagai fasilitator, komunikator dan dinamisator selama pelatihan berlangsung.

Pelatihan kecakapan vokasional diperlukan bagi anak jalanan agar mereka dapat memiliki dan menunjukkan perilaku kewirausahaan seperti lebih percaya diri dan mandiri yang tinggi untuk mencari penghasilan dan keuntungan melalui usaha yang dilaksanakannya. Selain itu juga mereka mau dan mampu mencari dan


(19)

menangkap peluang yang menguntungkan dan memanfaatkan peluang tersebut; mau dan mampu bekerja keras dan tekun untuk menghasilkan barang dan jasa yang lebih tepat dan effisien, mau dan mampu berkomunikasi, tawar menawar dan musyawarah dengan berbagai pihak, terutama kepada pembeli; dan menghadapi hidup dan menangani usaha dengan terencana, jujur, hemat, dan disiplin.

Namun dalam kenyataan sampai saat ini belum ditemukan model pelatihan kecakapan yang mampu memberikan kebermaknaan dalam rangka meningkatkan kemandirian anak jalanan. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian ini dengan rumusan masalah sebagai berikut: “Bagaimanakah model pelatihan kecakapan vokasional berbasis pengenalan diri untuk meningkatkan perilaku kewirausahaan anak jalanan di Kota Bandung”.

Permasalahan umum tersebut diselidiki dengan fokus pada aspek pembelajaran pelatihan, dan selanjutnya diuraikan menjadi masalah-masalah yang lebih khusus diformulasikan dalam bentuk pertanyan-pertanyaan penelitian sebagai berikut.

1. Bagaimanakah gambaran program pelatihan vokasional untuk meningkatkan perilaku kewirausahaan anak jalanan?

2. Bagaimanakah konstruksi model konseptual pelatihan kecakapan vokasional berbasis pengenalan diri untuk meningkatan perilaku kewirausahaan anak jalanan? 3. Bagaimanakah implementasi model pelatihan kecakapan vokasional berbasis

pengenalan diri untuk meningkatkan perilaku kewirausahaan anak jalanan?

4. Bagaimanakah efektivitas model pelatihan kecakapan vokasional berbasis pengenalan diri untuk meningkatkan perilaku kewirausahaan anak jalanan?


(20)

Mengacu pada perumusan masalah, penelitian ini secara umum memiliki tujuan untuk menemukan model pelatihan kecakapan vokasional berbasis pengenalan diri untuk meningkatkan perilaku kewirausahaan anak jalanan yang lebih efektif sehingga anak jalanan dapat memiliki kecakapan vokasional yang berguna dalam bermasyarakat. Sedangkan yang menjadi tujuan khususnya adalah untuk:

1. Mengetahui gambaran program pelatihan vokasional dalam meningkatkan perilaku kewirausahaan anak jalanan.

2. Mengembangkan model pelatihan kecakapan vokasional berbasis pengeanalan diri untuk meningkatkan perilaku kewirausahaan anak jalanan.

3. Mengetahui efektivitas model pelatihan kecakapan vokasional berbasis pengenalan diri untuk meningkatkan perilaku kewirausahaan anak jalanan.

4. Mendapatkan model akhir pelatihan kecakapan vokasional berbasis pengenalan diri untuk meningkatkan perilaku kewirausahaan anak jalanan.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoretis maupun praktis. Secara teoretis hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah keilmuan, maupun secara praktis untuk kepentingan pembangunan bidang kesejahteraan sosial, khususnya pembinaan anak jalanan. Temuan penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan keilmuan serta kajian pendidikan luar sekolah, khususnya untuk memperkuat pola pembinaan anak jalanan yang dikembangkan melalui sebuah model pembelajaran dalam pelatihan vokasional Model yang dikembangkan diharapkan mampu memberikan nuansa baru yang lebih inovatif dalam mendisain dan mengorganisasikan kegiatan pembelajaran dalam pelatihan yang diselenggarakan untuk meningkatkan perilaku wirausaha anak jalanan. Selain itu model ini juga diharapkan dapat memberikan inspirasi lebih lanjut bagi


(21)

lahirnya model-model pelatihan baru dalam konsep pendidikan luar sekolah yang lebih adaptif dengan kebutuhan dan tuntutan perkembangan masyarakat, terutama yang berkaitan dengan kebutuhan akan peningkatan kapasitas pengetahuan, sikap, dan keterampilan wirausaha anak jalanan.

Secara praktis temuan penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut.

1. Membantu memberikan gambaran dan alternatif kepada pembina pelayanan pelatihan dan bimbingan rehabilitasi sosial anak jalanan di panti-panti sosial bagi anak jalanan, dalam meningkatkan perilaku kewirausahaan anak..

2. Mengintensifkan berbagai kegiatan yang aplikatif yang dilandasi oleh kebutuhan belajar yang difokuskan pada life skills praktis sehingga warga belajar dapat memiliki perilaku kewirausahaan, baik secara ekonomi maupun secara sosial 3.Memberikan masukan dan alternatif kepada pemerintah mengenai pola dan upaya

pembinaan penyelenggaraan model dan proses pembelajaran dalam pelatihan kecakapan vokasional pada lembaga seadaya masyarakat (LSM) saat ini sebagai sarana penyebarluasan penerapan model pada program-program pendidikan luar sekolah lainnya.

4. Memotivasi anak jalanan untuk menciptakan atau menangkap peluang-peluang berusaha dan bekerja baru dalam bidang usaha ekonomi dalam skala yang memungkinkan sehingga mereka dapat menolong diri sendiri.

5. Menggugah kesadaran praktisi usaha dan masyarakat untuk berperan sebagai inovator dan penggerak masyarakat melalui perintisan-perintisan usaha baru dan pelatihan dalam bidang kewirausahaan, khususnya yang dapat mengarahkan anak jalanan menjadi pencipta usaha yang lebih produktif dan prospektif.


(22)

6. Menyediakan sebagian bahan dan titik masuk bagi penelitian lebih lanjut mengenai pembelajaran dalam pelatihan kewirausahaan, khususnya dalam rangka mengembangkan perilaku wirausaha anak jalanan.

E. Sistematika Penulisan Disertasi

Disertasi ini terdiri dari 5 (lima) bab, yaitu bab I pendahuluan, bab II tinjauan pustaka, bab III metodologi penelitian, bab IV hasil penelitian dan pembahasan, dan bab V kesimpulan dan saran.

Pada bab I pendahuluan, diuraikan mengenai latar belakang penelitian ini, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan . sistematika penulisan. .

Pada bab II, kajian pustaka, diuraikan konsep-konsep dan teori-teori mengenai pelatihan kecakapan vokasional dan perilaku kewirausahaan, fenomena anak jalanan dan penangananannya, pelatihan kecakapan vokasional sebagai bentuk pendidikan luar sekolah, penelitian terdahulu yang relevan dan kerangka pemikiran.

Pada bab III, metode penelitian, diuraikan mengenai pendekatan dan metode penelitian, Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data, Desain dan Langkah-langkah Penelitian, Subjek Penelitian, dan Pengolahan serta Teknik Analisis Data..

Pada bab IV, hasil penelitian dan pembahasan, dipaparkan dan dibahas mengenai gambaran kondisi obyektif pelatihan keterampilan vokasional pada LSM IABRI Bandung, model konseptual pelatihan kecakapan vokasional berbasis pengenalan diri untuk meningkatkan perilaku kewirausahaan anak jalanan, implementasi model pelatihan kecakapan vokasional berbasis pengenalan diri untuk meningkatkan perilaku kewirausahaan anak jalanan. dan efektivitas pelatihan kecakapan vokasional berbasis pengenalan diri untuk meningkatkan perilaku kewirausahaan anak jalanan


(23)

Pada bab V, kesimpulan dan saran, dikemukakan beberapa simpulan sesuai dengan identifikasi masalah dan beberapa saran yang dipandang penting serta relevan.


(24)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan dan Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan “Penelitian Pengembangan” (Research and Development). Menurut Borg and Gall (1989:782), yang dimaksud dengan model penelitian dan pengembangan adalah “a process used develop and validate educational product”.

Kadang-kadang penelitian ini juga disebut „research based development‟yang muncul sebagai strategi dan bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Selain untuk mengembangkan dan memvalidasi hasil-hasil pendidikan, Research and Development juga bertujuan untuk menemukan pengetahuan-pengetahuan baru melalui „basic research‟, atau untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan khusus tentang masalah-masalah yang bersifat praktis melalui „applied research‟, yang digunakan untuk meningkatkan praktik-praktik pendidikan.

Dalam penelitian ini Research and Development dimanfaatkan untuk menghasilkan model pelatihan keterampilan kecakapan vokasional sebagai upaya pemberdayaan, sehingga kemampuan anak jalanan dalam berusaha dapat berkembang.

Kegiatan mengembangkan, memvalidasi hasil-hasil dan meningkatkan praktik-praktik pelatihan kecakapan vokasional anak jalanan dalam penelitian ini dilaksanakan melalui pelatihan. Kegiatan pelatihan dimaksudkan sebagai upaya pemberdayaan untuk menemukan keterampilan baru yang dapat dijadikan sebagai keterampilan tambahan bagi anak jalanan.

Penerapan Research and Development dalam penelitian ini bertujuan selain untuk memberikan perubahan, juga untuk memecahkan masalah yang


(25)

sedang dihadapi anak jalanan, serta untuk meningkatkan kinerja dalam bentuk praktik di lapangan. Dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian yang dilakukan LSM, skema atau program penelitiannya berisi outline tentang apa yang harus dilakukan si peneliti, mulai dari pertanyaan dalam mengeksplorasi data sampai pada analisis data finalnya. Struktur data lebih spesifik, yang memuat skema, paradigma-paradigma variabel operasional, dan melihat keterkaitan beberapa domain sehingga membangun suatu skema struktural sebagai tujuan penelitian.

Perolehan data dapat dilakukan melalui eksplorasi, yaitu dengan cara menelusuri secara cermat berbagai dokumen yang terkait dengan fokus penelitian, wawancara yang bersifat luas dan mendalam, serta melakukan pengamatan mengenai aktivitas anak jalanan di LSM IABRI di kota Bandung. Atas dasar itu disusunlah konsep strategis bagi pengembangan studi yang dilakukan, yaitu melalui sebuah model pelatihan keterampilan vokasional berbasis pengenalan diri sehingga mampu memecahkan permasalahan yang dihadapi anak jalanan melalui penelitian ini.

B.Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa pengamatan partisipatif, wawancara, angket pre test dan post test, dan studi dokumentasi. Teknik penilaian digunakan dengan memberikan penilaian awal sebelum pelatihan dan sesudah kegiatan pelatihan secara keseluruhan.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan manusia sebagai instrumen utama yaitu peneliti sendiri. Sebagaimana dikemukakan Nasution (1992; 55-56). instrumen manusia dalam penelitian ini dipandang lebih cermat dengan ciri-ciri: (1) manusia sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus dari lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna atau tidak bermakna bagi penulis; (2) manusia


(26)

sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan dan dapat mengumpulkan aneka ragam data sekaligus; (3) tiap situasi merupakan suatu keseluruhan; (4) suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia, tidak dapat dipahami dengan pengetahuan semata-mata; (5) peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis data yang diperoleh; (6) hanya manusia sebagai instrumen dapat mengambil kesimpulan berdasarkan data yang dikumpulkan pada suatu saat dan segera menggunakannya sebagai balikan untuk memperoleh penegasan, perubahan, perbaikan atau penolakan; dan (7) manusia sebagai instrumen, respon yang aneh, dan menyimpang justru diberi perhatian.

a. Observasi Partisipatif

Dalam penelitian sosial dan penelitian pendidikan, observasi sangat lazim digunakan untuk memperoleh data atau informasi mengenai perilaku individu atau interaksi dalam kelompok. Kegiatan observasi ditekankan untuk membuat makna atas peristiwa atau kejadian dari situasi yang tampak dan memungkinkan untuk direfleksikan.

Observasi naturalistik memungkinkan peneliti mendapatkan informasi dalam kaitannya dengan konteks sehingga peneliti dapat memperoleh makna dari informasi yang dikumpulkannya. Sebagaimana dikemukakan Spradley (1980: 58-62) dan Nasution (2003: 61-62), bahwa menurut intensitasnya, partisipasi pengamat dapat dilakukan pada lima tingkatan, yaitu partisipasi nihil (non participation), partisipasi pasif (pasive participation), partisipasi sedang (moderate participation), partisipasi aktif (active participation), sampai pada partisipasi penuh (complete participation).

Dalam penelitian ini peneliti melakukan observasi pada tingkatan partisipasi moderat. Dengan ini peneliti melakukan observasi mulai dari berperan sebagai penonton, sampai dengan sewaktu-waktu dapat dapat turut serta dalam situasi kegiatan yang sedang berlangsung. Observasi dilakukan selama penelitian


(27)

berlangsung untuk mencermati beragam fenomena sejak tahap studi orientasi suasana lingkungan penelitian, implementasi, sampai evaluasi hasil. Observasi partisipan juga dilakukan terutama pada saat studi pendahuluan (eksplorasi) dan selama proses uji coba berlangsung, dan yang diobservasi adalah mekanisme yang telah ditetapkan dalam prosedur sistem implementasi.

Pada tahap pendahuluan observasi dilakukan untuk pengenalan dan pengumpulan informasi tentang aktivitas pelatihan untuk anak jalanan. Pada tahap pengembangan model, melalui observasi peneliti memperhatikan dengan cermat terutama sikap dan perilaku peserta pelatihan, seperti melalui pernyataan, pembicaraan, roman muka, gerak-gerik, dan interpretasi terhadap situasi dan interaksi sosial anak jalanan. Untuk melengkapi hasil kuesioner dan hasil tes, melalui observasi ini peneliti mengungkap fenomena yang ditunjukkan anak jalanan tentang: (a) konsistensi dalam memelihara nilai-nilai dan semangat usaha dan prinsip bisnis; dan (b) konsistensi dalam merancang dan menjalankan usaha, berani mengambil risiko, pantang menyerah, dan belajar dari kesalahan.

b. Wawancara

Hal-hal atau gejala-gejala yang bersifat sangat pribadi, perbuatan-perbuatan atau peristiwa-peristiwa masa lalu, dan rencana-rencana kegiatan di masa depan tidak dapat diungkap melalui observasi. Untuk memperoleh data seperti itu antara lain digunakan wawancara. Sebagai teknik pengumpulan data melalui tanya-jawab sepihak, wawancara dilakukan secara sistematis dan berdasarkan tujuan penelitian. Wawancara ini dimaksudkan untuk merekonstruksi mengenai kejadian atau situasi psikologis maupun sosial yang dialami anak jalanan.

Dalam penelitian naturalistik wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang sangat penting. Teknik ini bukan saja sebagai teknik pengumpulan data yang


(28)

berdiri sendiri, melainkan juga sebagai teknik penyerta pada saat melakukan observasi dan analisis dokumen (Bogdan dan Biklen, 1982). Terkait dengan ini pula, dalam penggunaan teknik wawancara, dalam penelitian naturalistik peneliti harus berusaha mengetahui bagaimana responden memandang persoalan atau situasi dari segi perspektifnya, menurut pemikiran dan perasaan, yakni informasi “emic” (Nasution, 2003:71).

Dengan pertimbangan tersebut di atas, maka dalam penelitian ini wawancara yang digunakan adalah wawancara tak berstruktur. Dalam tipe wawancara ini peneliti menyediakan pedoman wawancara, namun dalam pelaksanaannya pedoman tersebut tidak terlalu mengikat.

Faktor-faktor yang diungkap oleh peneliti melalui wawancara ini adalah sebagaimana yang diungkap sekaligus untuk melengkapi data yang diperoleh dari, observasi dan hasil tes.

c. Angket

Angket atau kuesoner yang digunakan dalam penelitian ini merupakan angket pre test dan post tes jenis kuesioner tertutup. Pemberian pre-test dan post-test bertujuan untuk melihat perbedaan kemampuan individu peserta pelatihan dalam kelompok antara sebelum dengan sesudah pembelajaran pelatihan. Pada akhir eksperimen dilakukan post-test melalui kuesioner yang sama untuk mengetahui seberapa jauh keefektifan model yang dikembangkan. Data post-test dibandingkan dengan data pre-test, kemudian dianalisis untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya terjadi dari pelaksanaan pembelajaran.

Dari segi bentuk penyusunan butir-butir (items) pertanyaan atau pernyataannya, angket yang digunakan dalam adalah angket tipe pilihan, yaitu butir-butir pertanyaan atau pernyataannya hanya meminta responden untuk memilih salah satu jawaban dari sekian alternatif jawaban yang sudah disediakan. Bentuk


(29)

pilihannya adalah berupa pilihan dengan banyak alternatif (multiple choice) dengan menggunakan skala likert. Komposisi isi angket yang mengukur perilaku kewirausahaan anak jalanan peserta pelatihan ini adalah sesuai dengan pembagian ranah atas pengetahuan, sikap, dan keterampilan.

d. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi dimaksudkan pengumpulan data melalui dokumen-dokumen yang dianalisis atau dipelajari untuk memperoleh jawaban yang memuaskan. Termasuk ke dalam teknik ini adalah penggunaan peralatan audiovisual yang dapat membantu untuk melihat gambaran yang nyata. Untuk menentukan bobot data dilakukan telaah internal dari segi keaslian dan telaah eksternal dari segi kredibilitas terhadap dokumen-dokumen yang ada. Bahan-bahan dokumen yang dipelajari antara lain berupa dokumen resmi, foto, rekaman peristiwa/kegiatan, dan lainnya. Banyak hal yang dapat digali dari bahan-bahan tersebut. Dengan dianalisis secara cermat dokumen-dokumen tersebut dapat menambah kelengkapan dan keutuhan informasi.

C. Desain dan Langkah-langkah Penelitian

Langkah-langkah atau prosedur yang ditempuh dalam pelaksanaan penelitian dan pengembangan model pelatihan kecakapan vokasional ini secara visual dilukiskan sebagaimana pada gambar 3.1.

Dalam penelitian ini model research and development yang dikembangkan Borg dan Gall (1989: 784) diadaptasi dan sedikit dimodifikasi dalam tahapannya ; mengumpulkan informasi tentang kebutuhan pengembangan model; 2) merencanakan prototipe komponen model yang akan dikembangkan dimulai dari informasi teoritis dan hasil penelitian terdahulu serta dari data empirik di lapangan tentang kegiatan pelatihan bagi anak jalanan, dan membuat skala pengukuran (instrumen penelitian); 3) mengembangkan prototipe awal untuk dijadikan model, 4) melakukan validasi


(30)

Ennang Mulyana, 2013

model konseptual kepada para ahli atau praktisi; 5) melakukan ujicoba tahap I terhadap model awal; 6) merevisi model awal, berdasarkan hasil ujicoba dan analisis data, 7) melakukan ujicoba tahap II; 8) melakukan revisi akhir atau penghalusan

Tahap I

---

Tahap II

--- STUDI PENDAHULUAN

MODEL PELATIHAN KECAKAPAN VOKASIONAL

BERBASIS PENGENALAN DIRI

PENYUSUNANMODEL KONSEPTUAL

Teoretik: Studi literatur

Empirik: Eksplorasi


(31)

Gambar 3.1 : Langkah-langkah Penelitian

Dengan ini maka penelitian dan pengembangan model pelatihan kecakapan vokasional ditempuh dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) meneliti dan model, apabila peneliti dan pihak terkait menilai proses dan produk yang dihasilkan model belum memuaskan, dan 9) membuat laporan penelitian

Dari sembilan langkah tersebut, agar lebih efektif dan efisien, maka pelaksanaan penelitian dibagi dalam empat tahap berikut.

1. Studi Pendahuluan

VALIDASI DAN REVISI MODEL KONSEPTUAL

IMPLEMENTASI MODEL Persiapan Pelaksanaan

Evaluasi

MODEL AKHIR DAN LAPORAN HASIL STUDI

Teoritis Praktisi

Uji-coba Tahap I

Uji-coba Tahap II


(32)

Pada studi pendahuluan peneliti melakukan pengumpulan data tentang profil Lembaga Swadaya Masyarakat Insan Abadi Bangsa Republik Indonesia ( LSM IABRI ) dan kebutuhan model pelatihan kecakapan vokasional bagi anak jalanan. Pengumpulan data dan informasi tentang profil LSM IABRI dilakukan dengan penelusuran data tentang LSM tersebut. Kemudian profil anak jalanan yang menjadi peserta binaan dilihat terutama dari apek-aspek sikap dan perilaku usaha anak jalanan.

Dalam menganalisis kebutuhan akan model pelatihan, peneliti mengeksplorasi fakta mengenai dimensi untuk meningkatkan perilaku kewirausahaan anak jalanan; berangkat ke lapangan, berkunjung ke lokasi untuk mengamati secara langsung aktivitas dan mencermati kegiatan pelatihan bagi anak jalanan di LSM IABRI. Penulis mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan mempelajari dokumen-dokumen yang berkaitan dengan aktivitas tersebut. Dalam eksplorasi ini penulis mencari dan menemukan model empirik di lapangan mengenai model pelatihan bagi anak jalanan, sehingga dapat dideskripsikan:

1) kegiatan pelatihan dalam meningkatkan perilaku kewirausahaan anak jalanan; 2) sistem pelatihan yang diterapkan pada LSM IABRI mulai dari kegiatan

perencanaan, pelaksanaan, sampai pada kegiatan evaluasi

Seiring dengan kegiatan ekplorasi juga dilakukan kajian kepustakaan sesuai dengan topik yang akan diteliti, seperti mengkaji, memilih, dan menetapkan: 1) teori umum (grand theory) sebagai dasar dalam pengembangan pendidikan luar sekolah; 2) konsep dan teori-teori pokok sebagai landasan pengembangan model, meliputi teori andragogi, kewirausahaan, teori belajar, dan teori evaluasi; dan 3) konsep dan teori-teori pendukung yang relevan dengan pengembangan model.

Selain itu pada studi eksploratoris ini dipelajari pula data-data sekunder dan laporan-laporan penyelenggaraan pelatihan yang pernah ada sebelumnya di LSM


(33)

IABRI, serta melakukan pengamatan secara umum terhadap berbagai permasalahan dan kebutuhan pelatihan bagi anak jalanan di lapangan.

Kegiatan ekplorasi dalam studi pendahuluan ini dibagi menjadi tiga tahapan berikut.

a. Persiapan

Pada tahap ini peneliti mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk mengadakan studi pendahuluan seperti pengurusan surat izin ke lapangan, dan berbagai instrumen yang diperlukan dalam kegiatan penelitian. Pada tahap persiapan juga dilakukan pengembangan instrumen identifikasi seperti pedoman wawancara dan daftar isian. Daftar isian diberikan untuk memperoleh data dan informasi yang berkenaan dengan identitas diri, karakteristik anak jalanan seperti ;minat, bakat, keterampilan, masalah, serta kebutuhan pelatihan/belajar anak jalanan calon sasaran program. Selain itu juga pedoman wawancara untuk lembaga. Instrumen yang dibuat kemudian dikonsultasikan dan direvisi berdasarkan masukan dari dosen pembimbing.

b. Survey pendalaman

Pada kegiatan survey pendalaman peneliti melakukan pengamatan dan pencatatan kondisi obyek penelitian, mengidentifikasi masalah, melakukan survey kebutuhan pelatihan dan konfirmasi hasil survey dengan calon instruktur pelatihan atau dan dengan pimpinan LSM IABRI. Tujuan survey pendalaman adalah untuk mengumpulkan dan memeriksa secara sistematis data mengenai kondisi objek penelitian. Data yang terkumpul kemudian dianalisis dan ditafsirkan untuk memperbaiki kondisi yang telah ada. Setelah hasil survey mengenai gambaran umum kondisi anak jalanan diperoleh, selanjutnya peneliti melakukan interview terhadap beberapa pejabat dan staf di lingkungan lembaga.


(34)

Analisis kebutuhan dilakukan untuk menemukan kebutuhan pelatihan yang efektif untuk meningkatkan perilaku kewirausahaan anak jalanan. Kegiatan analisis kebutuhan dilakukan sebelum menentukan model pelatihan, yaitu dengan membahas hasil kegiatan wawancara dengan anak jalanan calon peserta, dan diperkuat dengan masukan dari hasil wawancara dengan pelatih atau instruktur. Kegiatan analisis meliputi: (a) analisis kemampuan yang telah dimiliki anak jalanan saat ini, (b) analisis masalah dan kebutuhan yang diharapkan dalam pembelajaran pelatihan, dan (c) analisis potensi yang dapat dikembangkan. Dari hasil analisis atau pengkajian tersebut peneliti dapat menentukan model pelatihan yang dibutuhkan dalam mengembangkan kemampuan dan perilaku kewirausahaan anak jalanan.

2. Penyusunan Disain Model Konseptual

Bogdonis dan Salisburry dalam Hidayanto (1998:105) mengemukakan tiga model pengembangan dalam pembelajaran pelatihan, yaitu model prosedural, model konseptual, dan model teoritik. Model prosedural, disebut juga model deskriptif, menampilkan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menghasilkan sebuah produk. Model konseptual, yaitu model yang bersifat menganalisis komponen-komponen produk yang akan dikembangkan serta keterkaitan antar komponen-komponen. Model teoritik, yaitu model yang menunjukan hubungan perubahan antar peristiwa.

Dalam mengembangkan model pelatihan kecakapan vokasional berbasis pengenalan diri ini peneliti menggunakan model konseptual, yaitu dengan melakukan analisis deskripsi terhadap komponen-komponen yang dijadikan sebagai komponen model pelatihan. Rancangan model konseptual merupakan kerangka atau dasar-dasar dari sebuah bangun model yang hendak disusun ke dalam model yang lebih operasional untuk di ujicobakan. Secara praktis pelaksanaan ujicoba mengarah pada


(35)

pengelolaan program pelatihan kecakapan vokasional untuk meningkatkan perilaku kewirausahaan anak jalanan. Sementara secara teoretis uji-coba ini pun berguna untuk memperoleh temuan akademik bagi pengembangan keilmuan pendidikan luar sekolah.

Pembelajaran dalam pelatihan kecakapan vokasional berbasis pengenalan diri berbertujuan untuk memenuhi kebutuhan anak jalanan dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dengan demikian secara berkesinambungan hasil pelatihan akan dapat dirasakan anak jalanan dengan meningkatnya kemampuan dan keberhasilan usaha mereka. Oleh karena itu untuk pelaksanaan pembelajaran dalam pelatihan kecakapan vokasional selain diperlukan pengelolaan yang baik, juga perlu didukung berbagai faktor seperti, kemampuan pelatih atau instruktur atau nara sumber teknis, kurikulum yang tepat, sarana prasarana.

Penyusunan disain model konseptual pelatihan kecakapan vokasional berbasis pengenalan diri dilakukan berdasarkan hasil studi pendahuluan. Disain model dilakukan dengan langkah-langkah berikut.

a. Melakukan analisis komparasi antara kerangka teoretik dengan temuan model di lapangan.

b. Mengembangkan kerangka teoretik ke dalam model yang akan dikembangkan. c. Menetapkan fokus kajian pengembangan model, yang meliputi sistem

pembelajaran pelatihan usaha, manajemen pengembangan model dan strategi dalam pelatihan kecakapan vokasional, dan pola evaluasi pembelajaran dalam model pelatihan kecakapan vokasional berbasis pengenalan diril.

d. Menyusun kerangka acuan model konseptual pelatihan kecakapan vokasional berbasis pengenalan diri..


(36)

f. Menyusun dan menetapkan kerangka model analisis dalam rangka penelitian dan pengembangan.

3. Verifikasi Model Konseptual

Verifikasi model konseptual dilakukan dengan pokok-pokok kegiatan sebagai berikut ;

a. Melakukan validasi teoritis konseptual kepada para ahli

b. Melakukan kelayakan model konseptual kepada para ahli dan praktisi dari lembaga/dinas terkait.

c. Melakukan uji coba terbatas, mengenai terapan perangkat model yang representatif untuk diimplentasikan. Ujicoba dilakukan tanpa acara seremonial pembukaan. Pelatih atau instruktur dan peserta melakukan diskusi dan wawancara untuk mengetahui sejauh mana kemampuan awal dari peserta.

d. Melakukan analisis prediktif dan sistemik terhadap hasil uji coba terbatas, sehingga dapat diuji mengenai kelayakan model yang akan diterapkan, kelayakan fokus kajian, kelayakan kerangka model, dan kelayakan instrumen penelitian serta pengembangan model. Dari hasil kegiatan verifikasi oleh para pakar (akademisi dan praktisi), dan uji coba terbatas, dilakukan revisi yang antara lain berkenaan dengan cakupan dan relevansi isi model dengan praktik penyelenggaraan pelatihan.

4. Tahap Implementasi Model.

Implementasi model pelatihan kecakapan vokasional berbasis pengenalan diri dilakukan dengan menggunakan desain eksperimental semu atau pre-experimental design satu kelompok dengan pre-test dan post-test. ( Borg & Gall, 1989:536, dan Fraenkel & Wallen, 1993:128). Tujuan penggunaan desain ini untuk menguji keefektifan model dan validasi model konseptual yang telah dihasilkan secara empirik. Pengujian keefektifan model dilakukan terhadap model konseptual yang


(37)

dikembangkan sehingga dapat menjadi model empirik atau model yang layak diterapkan.

Rumusan disain yang digunakan untuk menguji keefektifan model adalah dengan mengunakan disain penelitian. “One-Group Pretest-Posttest Design”. Dalam disain ini dilakukan pembandingan antara hasil pre-test dengan hasil post-test ujicoba pada kelompok yang diujicobakan. Secara visual, model ekperimen yang digunakan dapat dilihat pada gambar 3.2.

O1 X O2

Observasi/tes sebelum perlakuan

Perlakuan Observasi/tes

sesudah perlakuan

Gambar 3.2: One-Group Pretest-Posttest Design

Eksperimen terhadap kelompok sasaran anak jalanan sebagai peserta pelatihan dilaksanakan dengan menggunakan tiga tahapan berikut.

a. Perencanaan dan persiapan

Pada tahap ini dilakukan review atas hasil studi pendahuluan. Rambu-rambu pertanyaan dalam review antara lain apa yang harus dilakukan, tentang apa, siapa melakukan apa, dimana, kapan, dan bagaimana kegiatan itu dilakukan. Pada tahap ini peneliti bekerjasama dengan nara sumber dan peserta pelatihan. Kegiatan pada tahap ini menghasilkan: (a) gambaran yang jelas tentang model pembelajaran dalam pelatihan, (b) garis besar jadwal kegiatan pembelajaran pelatihan, (c) rencana pihak-pihak yang akan dilibatkan dalam pengembangan model, (d) cara-cara yang akan digunakan dalam memonitor perubahan-perubahan yang terjadi


(38)

selama pelaksanaan eksperimen, dan (e) gambaran awal tentang kejelasan data yang akan dikumpulkan.

b. Pelaksanaan dan observasi

Pada tahap pelaksanaan dan observasi, kegiatan pre-test diberikan saat peserta pelatihan belum memulai kegiatan pelatihan. Jenis kuesioner yang diberikan kepada peserta pelatihan adalah berupa kuesioner tertutup. Hasil pretest ditabulasikan dan diolah untuk diketahui kemampuan dari tiap-tiap individu dan hasil secara kelompok.

Selanjutnya pelatihan kecakapan vokasional dilaksanakan dan implementasi pengembangan model pembelajaran pelatihan dilakukan selama proses pelatihan. Kegiatan ini bertujuan untuk memperoleh pemahaman terhadap peserta pembelajaran pelatihan dalam pengimplementasian prinsip-prinsip, strategi pendekatan, dan langkah-langkah pelatihan baik selama maupun setelah ekperimen atau uji-coba dilakukan. Pada fase ini peneliti berperan; (a) berkomunikasi dan berdiskusi dengan peserta pelatihan dan nara sumber yang bertujuan untuk memperoleh kesepakatan dan pengertian mengenai eksperimen yang akan dilakukan, (b) memotivasi semua komponen yang terkait dengan pelaksanaan pelatihan.

Sesuai dengan kurikulum model konseptual pelatihan kecakapan vokasional berbasis pengenalan diri bagi anak jalanan, pembelajaran pelatihan diarahkan agar anak jalanan peserta pelatihan menguasai kompetensi mengenal potensi diri, memiliki kemampuan manajerial usaha kecil, memiliki keterampilan produksi (barang/jasa), dan memiliki keterampilan berwirausaha. Pembelajaran untuk pengenalan potensi diri dan penguasaan perilaku kewirausahaan tersebut dilakukan dengan menggunakan metode tanya-jawab dan game pembelajaran dengan fasilitasi atau bimbingan dri fasilitator.


(39)

Pada akhir eksperimen dilakukan post-test melalui kuesioner yang sama untuk mengetahui seberapa jauh keefektifan model yang dikembangkan. Data post-test dibandingkan dengan data pre-test, kemudian dianalisis untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya terjadi dari pelaksanaan pembelajaran. Pemberian pre-test dan post-test juga bertujuan untuk melihat perbedaan kemampuan individu peserta pelatihan dalam kelompok antara sebelum dengan sesudah pembelajaran pelatihan.

Terhadap hasil eksperimen ini selanjutuya dilakukan revisi untuk menghasilkan model yang teruji. Observasi atau pemantauan dilakukan selama kegiatan eksperimen atau uji-coba berjalan. Kegiatan pemantauan dilakukan secara langsung dengan menggunakan bantuan lembaran observasi, baik dalam bentuk terstrukur maupun yang bersifat terbuka terhadap fenomena yang bersifat menghambat keefektifan pembelajaran. Kegiatan observasi dilakukan pada kelompok tunggal mulai sebelum pelatihan hingga sesudah pelatihan. Obsevasi bertujuan untuk melihat segala aktivitas dan akibat atau perubahan yang dialami peserta pelatihan setelah diberikan perlakuan.

c. Evaluasi

Hasil yang diperoleh dari observasi merupakan bahan dasar yang digunakan untuk mengevaluasi hasil pelaksanaan uji-coba. Kegiatan evaluasi terdiri dari kegiatan analisis, interpretasi, dan kejelasan eksplanasidari semua informasi yang diperoleh dari pengamatan. Setiap informasi yang diperoleh dikaji bersama praktisi atau ahli. Informasi yang diperoleh diurai, dicari kaitan satu dengan lainnya, dikaitkan dengan teori tertentu atau temuan dari penelitian lain. Kegiatan evaluasi tidak cukup hanya membandingkan hasil pre-test dan post-test saja, melainkan juga mempelajari semua aktivitas dan fenomena selama kegiatan pembelajaran pelatihan, seperti kinerja dan kemampuan instruktur dalam melaksanakan


(40)

pembelajaran pelatihan, keaktifan peserta selama mengikuti pembelajaran pelatihan, serta dukungan staf manajemen pelatihan lembaga.

Dari hasil evaluasi, setelah direvisi kemudian ditarik kesimpulan, untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam merencanakan atau menetapkan kembali eksperimen berikutnya. Bentuk revisi yang disarankan diantaranya: (a) uraian langkah-langkah kegiatan pelatihan lebih diperjelas dan (b) prinsip pembelajaran pelatihan harus mempertimbangkan sumber-sumber yang ada. Hasil revisi ini merupakan model jadi sebagai inovasi untuk digunakan meningkatkan kemampuan dan perilaku kewirausahaan anak jalanan yang siap untuk di rekomendasikan dan didesiminasikan. Pelaksanaan pembelajaran pelatihan tidak terpaku pada jumlah jam, melainkan disesuaikan dengan kebutuhan peserta pelatihan. Penentuan peserta ditetapkan sesuai persyaratan yang ada, dan pemilihannya dilakukan secara purposif. Tenaga pelatih teknis berasal dari LSM IABRI ditambah beberapa tenaga pelatih non teknis dari beberapa lembaga terkait.

D.Subjek Penelitian

Yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah anak jalanan binaan LSM IABRI Bandung. Penelitian menggunakan model eksperimen pretest-postest satu kelompok (one group pretest-posttest design)dengan satu macam perlakuan. Dengan desain ini kelompok subjek diukur, kemudian diberi perlakuan pelatihan kecakapan vokasional, lalu diukur kembali. Jumlah peserta yang terpilih untuk mengikuti pelatihan dan sesuai persyaratan sebagai anak jalanan adalah sebanyak 30 orang. Penetapan jumlah subjek penelitian ini didasarkan pada kesepakatan bersama dengan LSM BRI dengan pertimbangan utama jumlah anak jalanan tersebut selama ini relatif konsisten secara terus-menerus mengikuti pelatihan.


(41)

E. Pengolahan dan Teknik Analisis Data

Sesuai model analisis data kualitatif, langkah-langkah analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut ;

a. Reduction data, yaitu pemilahan data sedemikian rupa mulai dari editing, koding, dan tabulasi data, termasuk mengikhtisarkan hasil pengumpulan data selengkap mungkin dan memilahnya ke dalam satuan konsep, kategori, atau tema tertentu untuk memahami substansi faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kewirausahaan pelaku ekonomi kreatif dan pelatihan kecakapan vokasional..

b. Display data, yaitu pengorganisasian seperangkat hasil reduksi ke dalam suatu bentuk tertentu sehingga terlihat sosoknya secara lebih utuh. Hal ini dapat berbentuk sketsa, sinopsis, matriks, network, atau chart.

c. Pengambilan keputusan dan verifikasi, yaitu pemaparan kesimpulan yang diperoleh dari display data. Hal ini penting mengingat data tidak akan memiliki makna apapun tanpa diinterpretasi. Menginterpretasi berarti memberikan makna terhadap temuan dan hasil analisis, menjelaskan pola-pola urutan, dan mengungkapkan hubungan-hubungan antar dimensi dari substansi yang diuraikan.

d. Triangulasi data, yaitu pengumpulan dan pemeriksaan kebenaran data yang diperoleh dari pihak lain. Proses ini dimaksudkan untuk mencek kebenaran data dengan cara membandingkannya dengan data yang diperoleh dari sumber lain. Sebagai ilustrasi, hasil wawancara dengan pelaku ekonomi kreatif dibandingkan dengan informasi mengenai hal yang sama yang diperoleh dari nara sumber teknis pelatihan.

Reduksi data dilakukan pula sejak saat pengumpulan data berlangsung, yaitu melalui langkah pembuatan ringkasan, pengkodean, penelusuran, dan lain-lain. Reduksi data pada penelitian ini merupakan langkah analisis sebagai upaya untuk upaya memfokuskan, menggolongkan, mengarahkan, membuang hal-hal yang tidak


(42)

diperlukan dan mengorganisasikan data sedemikian rupa sehingga memudahkan bagi proses penarikan kesimpulan. Kegiatan mereduksi data pada penelitian ini diupayakan melalui langkah memilih dan memilah data pokok dan data pelengkap yang sesuai atau bertentangan dengan fokus penelitian. Selain itu, juga digunakan teknik saturasi (kecukupan data) dan triangulasi, dengan tujuan untuk menguji apakah model yang diajukan layak untuk di implementasikan dan untuk menjaga keobjektifan temuan. Untuk menjaga validitas, reliabilitas dan objektifitas temuan, dapat dilakukan melalui pengujian: empat kriteria, yakni; credibility, dependability, confirmability dan transferability.

Kredibilitas penelitian terkait dengan tingkat kepercayaan orang lain terhadap hasil penelitian yang dilakukan, sehingga tertarik untuk menanggapi dan menghargai penelitian yang dilaksanakan. Pada penelitian ini dilakukan langkah kegiatan antara lain: proses pelaksanaan penelitian di lapangan dengan melakukan studi dokumentasi, wawancara sekaligus observasi dilaksanakan dalam waktu yang cukup lama serta dilakukan proses pengamatan yang kontinyu. Pada proses penelitian ini dilakukan pula kegiatan triangulasi melalui kegiatan membandingkan penemuan dan penafsiran terhadap data penelitian dengan penemuan hasil penelitian lain sejenis. Proses analisis data penelitian, senantiasa dilakukan konsultasi dan diskusi dengan promotor, yang dengan konsisten mengacu pada fokus masalah penelitian untuk menghindari bias. Kemudian dari hasil diskusi tersebut dilakukan proses penyuntingan segenap temuan penelitian dari lapangan secara kontinyu, melakukan pengujian terhadap penemuan dan penafsiran terhadap data penelitian berdasarkan rujukan yang kuat secara empiris dari hasil penelitian lain sejenis, serta melakukan pengujian terhadap penemuan dan penafsiran temuan penelitian dengan subjek penelitian dan dengan sumber asal yang memberikan informasi dalam penelitian (member cheking). Dengan demikian, pada penelitian ini peneliti senantiasa melakukan langkah konfirmasi tentang tingkat


(43)

kebenaran, kepercayaan proses dan hasil penelitian ini diupayakan tidak manipulatif dalam arti mengungkapkan yang sesungguhnya.

Kriteria dependabilitas dari hasil penelitian ini diharapkan dapat diandalkan (reabilitas). Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan langkah kegiatan penelitian dengan tetap mempertahankan secara konsisten teknik pengumpulan data, dan konsistensi penggunaan konsep, proposisi dan teori selama penelitian dilaksanakan termasuk pada tahap proses penafsiran dan penarikan kesimpulan.

Kriteria konfirmabilitas dari hasil penelitian ini merupakan upaya meningkatkan keyakinan akan data penelitian yang diperoleh. Oleh karena itu, dilakukan kegiatan diskusi dengan teman sejawat tentang temuan dan draft hasil penelitian. Disamping itu, melakukan audit trial ke berbagai pihak termasuk kepada promotor, melakukan kerja secara sistematis dan melakukan pemeriksaaan secara teliti setiap langkah penelitian.

Kriteria transferabilitas dari hasil penelitian ini dilihat dari apakah hasil penelitian ini dapat digeneralisasikan atau dapat diaplikasikan pada situasi lain. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan langkah penyesuaian karakteristik agar sama atau setidaknya mirip dengan situasi penelitian serta penyesuaian asumsi-asumsi yang digunakan. Validitas eksternal dalam penelitian ini tidak akan terukur dalam bentuk perhitungan statistika, melainkan dalam bentuk deskripsi sesuai dengan konteks waktu. Dengan demikian, validitas eksternal dalam penelitian ini sangat tergantung pada identifikasi dan deskripsi dari aspek-aspek yang dominan dari suatu fenomena untuk dibandingkan dengan penelitian lain yang sejenis (Fraenkel dan Wallen, 1993: 399-403).

Selanjutnya analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan analisis statistik nonparametrik uji Wilcoxon Match Pairs Test (Siegel, 1997:93, Sugiyono, 2001: 44). Uji ini untuk mengetahui perbedaan perilaku kewirausahaan anak jalanan


(44)

antara sebelum dan sesudah diberikan pembelajaran pelatihan. Kedua nilai, yaitu sebelum dan sesudah pelatihan dibandingkan dan dianalisis. Temuan dari perbandingan dua sampel yang berhubungan, diartikan sebagai sebuah sampel subjek yang sama yaitu peserta sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran pelatihan.

Penggunaan teknik statistik ini didasarkan atas pertimbangan : (1) sampel penelitian tidak berasal dari populasi yang diambil secara acak atau sampel penelitiannya diambil secara purposive, (2) sampel ujicoba relatif kecil, sehingga dengan menggunakan uji wilcoxon diharapkan dapat diketahui dampak dari pelatihan terhadap pengetahuan, keterampilan, dan sikap dari peserta pelatihan, yang hasilnya akan ditemukan dalam pembahasan.

Hasil pengujian ini kemudian disimpulkan untuk membuktikan keefektifan dari model pelatihan kecakapan vokasional berbasis pengenalan diri yang telah disusun. Pengujian dilakukan dengan terlebih dahulu mentransformasikan data kualitatif yang berbentuk skala likert kedalam kuantitatif. Alasan penggunaan dengan teknik uji wilcoxon dari pada uji yang lain dalam non parametrik adalah: selain melihat perubahan tanda (+) dan (-), juga jenjang atau rangking dari masing-masing responden ikut diperhatikan, sedangkan pada alat uji yang lain hanya pada tandanya saja.

Berdasarkan seluruh uraian diatas, melalui rumusan hipotesis yang digunakan, diduga akan terdapat dampak positif yang signifikan dari kegiatan pembelajaran pelatihan terhadap kemampuan peserta. Hipotesis yang digunakan dalam menganalisis pengujian efektivitas pelatihan dilakukan dengan melihat pada aspek yang diuji terhadap peserta, yang rumusannya sebagai berikut.

Ho: Tidak terdapat perbedaan perilaku kewirausahaan peserta sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan.


(45)

Ha: Terdapat perbedaan perilaku kewirausahaan peserta sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan.

Hasil observasi sebelum perlakuan dan hasil observasi sesudah perlakuan dibandingkan untuk melihat perbedaan kedua nilai tersebut. Perbedaan dihitung menggunakan uji dengan rumus berikut.

dimana :

T = Jumlah jenjang/ranking yang terkecil

Kriteria pengujian: Terima Ho bila harga jumlah jenjang yang terkecil T dari perhitungan lebih besar dari T tabel.

T

μ T

Z =


(46)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Bertolak dari hasil penelitian dan pembahasan, berikut ini penulis mengemukakan beberapa kesimpulan sebagai konklusi, dan rekomendasi kepada berbagai pihak terkait dengan hasil penelitian.

Secara umum penelitian ini telah mencapai tujuannya, yakni menghasilkan model pelatihan kecakapan vokasional berbasis pengenalan diri untuk meningkatkan perilaku kewirausahaan anak jalanan. Perilaku kewirausahaan yang ditunjukkan oleh aktivitas yang dilandasi dengan motivasi dan komitmen untuk berhasil; konsistensi dalam memelihara semangat dan perilaku pribadi yang mendukung kegiatan usaha ekonomi dan prinsip bisnis melalui penyadaran akan kebutuhan dan potensi, merancang usaha, dan membangkitkan semangat dalam menjalankan usaha.

Berdasarkan permasalahan dan tujuan penelitian, dikaitkan dengan hasil penelitian dan pembahasannya, maka secara garis besar dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut.

1. Pelatihan kecakapan vokasional yang dilakukan oleh LSM IABRI Bandung sebelum dilakukan intervensi dengan model pelatihan kecakapan vokasional berbasis pengenalan diri belum berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku anak jalanan peserta pelatihan. Hal ini ditandai terutama dengan kembalinya anak jalanan alumni pelatihan melakukan aktivitas di jalanan dan tidak melakukan aktivitas dengan mengembangkan usaha ekonomis produktif. Kurikulum pelatihan, fasilitator atau pelatih, media dan sarana prasarana pembelajaran, metode pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran belum memberikan dukungan yang optimal terhadap proses pembelajaran.


(47)

dikembangkan untuk meningkatkan perilaku kewirausahaan anak jalanan mencakup komponen:-komponen rasional, tujuan, tahapan model, produk model, dan kriteria keberhasilan pengembangan model. Kerjasama antara peneliti, fasilitator, dan anak jalanan peserta pelatihan yang dilakukan dalam pengembangan model telah memberikan kontribusi yang sangat berarti dalam menguatkan kelayakan model pelatihan kecakapan vokasional berbasis pengenalan diri.

3. Model pelatihan kecakapan vokasional berbasis pengenalan diri yang dikembangkan dapat diimplementasikan dalam meningkatkan perilaku kewirausahaan anak jalanan peserta pelatihan, dan telah teruji kelayakannya melalui teknik penilaian ahli dan uji lapangan. Model pelatihan kecakapan vokasional berbasis pengenalan diri yang dikembangkan telah menghasilkan hubungan yang selaras antar komponen model. memiliki isi yang tepat, dan mudah diimplementasikan di lapangan.

4. Model pelatihan kecakapan vokasional berbasis pengenalan diri yang dikembangkan ternyata efektif untuk meningkatkan perilaku kewirausahaan anak jalanan. Dari pengujian dengan menggunakan Wilcoxon Pairs Test dapat disimpulkan bahwa pembelajaran andragogis dalam pelatihan kecakapan vokasional berbasis pengenalan diri berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan perilaku kewirausahaan anak jalanan. Secara nyata dapat dilihat adanya peningkatan perilaku kewirausahaan peserta pelatihan (penguasaan materi) sesudah penerapan model pelatihan kecakapan vokasional berbasis pengenalan diri.

B.Saran

Bertolak dari kesimpulan di atas dan berkaitan dengan analisis data, temuan penelitian, dan teori-teori yang digunakan sebagai landasan penelitian, dengan ini


(1)

Koentjoro (1989). Konsep Pengenalan Diri dalam AMT. Makalah dalam rangka Lustrum V Fakultas Psikologi UGM. Yogyakarta: UGM.

Krismiyarsi, dkk. (2004). Efektivitas Kebijakan Pemerintah Mengenai Penanganan Anak Jalanan Melaui Rumah Singgah . Laporan Penelitian. Fakultas Hukum. Universitas 17 Agustus 1945. Semarang

Krisna. 2004. Kuliah Wirausaha “First Step to Be An Enterpreneur”: Menyelam

Lebih Dalam ke Tataran Praktis. http://www.itb.ac.id/news/354

Kurtako, D.F.dkk. (1989). Entrepreneurship: A Contemporary Approach. San Francisco: The Dryden Press.

Lari, S.M. (2003). Mencapai kebahagiaan Hidup . Bandung: Pustaka Hidayah Lunadi, A, G. (1987). Pendidikan orang dewasa. Jakarta: Gramedia.

Lupiyoadi, R. (2007). Entrepreneurship from Mindset to Strategy. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Mangkunegara, A.P..( 2003). Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: PT. Refika Aditama.

McClelland, D.(1987).Pengantar Kewirausahaan. Jakarta: Intermedia

Meredith, G.G., Nelson, R.E. dan Neck, P.A. (1996). Seri Manajemen no. 97:Kewirausahaan, Teori dan Praktek. Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo.

Meredith, G.G. (2000). Kewirausahaan: Teori dan Praktek. Terjemahan: Andre Asparsayogi. Jakarta: Pustaka Binaman Presindo.

Miner , J.B. (1996) . Role of Entrepreneurial Task in Growth of Technologycally Innovativ Firm. Journal Applied Psychology. Vol. 74 No 4.

Moekijat. (1993). Evaluasi Pelatihan dalam rangka Peningkatan Produktivitas.

Bandung : Mandar Maju.

Moleong, L. J. (2004). Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : PT Remaja Rosdakarya


(2)

Mulyana, E. (2007). Model Tukar Belajar (Learning Exchange) dalam Perspektif Pendidikan Luar Sekolah. Bandung: Mutiara Ilmu.

Naomi, O.I. ed. (2001). Menggugat Pendidiikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Nasution (2003). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Bandung: Tarsito. : PPS-IKIP Bandung.

Napitupulu, W.P. (2006). Pendidikan Luar Sekolah dan Lapangan Kerja . Jakarta: Balai Pustaka.

Nitisemito, A.S. (1982). Manajemen Personalia, Jakarta : P.T Gramedia.

Olim, A. (1999). Kemampuan Membelajarkan Diri Pemuda Pelopor dan Pengembangannya. Disertasi. Bandung: PPS-IKIP Bandung.

O’neil, F. (2001). Ideologi-ideologi Pendidikan. Penerjemah: Omi Intan Naomi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Parrish, D. (2009). Bisnis Kreatif. Jakarta: Rumpun.

Payne, J.S. (1974). Mental Retardation. Sixth Edition. Colombus:Merrill: Prentice Hall.

Prayifto, R. (2010). Sikap dan Perilaku Remaja Desa dalam Menggunakan Telepon Seluler. Bogor: Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia IPB. Bogor.

Pribowo. (2011). Pengembangan Model Pelatihan Keterampilan Vokasional dalam Meningkatkan Kompetensi Anak Jalanan untuk Memperoleh Pekerjaan.

Disertasi SPS UPI Bndung. Tidak dipublikasikan.

Purwana, D. (2010). Pengembangan Pusat Kewirausahaan Masyarakat. Jakarta: Direktorat Pendidikan Masyarakat Dtjen PNFI Depdiknas.

Rahayu, AS..T. (2001) Potret Kemiskinan dalamJurnalEkonomiPembangunan, Vol.3 No.2 Surakarta: FEUMS.

Republik Indonesia. (2003). Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.


(3)

Riyanti, B.P.D. 2003. Kewirausahaan dari Sudut Pandang Psikologi Kepribadian. Jakarta: Grasindo.

Riyanto, A. (2000). Kapita Selekta Kewirausahaan. Bandung: Yapemdo.

Rogers, A. (1994). Teaching Adults. Milton Keynes-Philadelphia: Open University Press.

Rogers, C.R. (1980). A Way of Being: The Lates Thinking on a Person-Centered Approach toLife. Boston: Hughton Miffin Company

Salhman, W.A.dkk. (1992). Entrepreneurial Venture: The Practice of Management Series. Boston: Massachusetts Harvard Business School.

Sagir, S. (1986). Entrepreneurship. Bandung: BPFE, Universitas Padjadjaran Bandung

Salim, E. (1993). Pembangunan Berwawasan Lingkungan. Jakarta : LP3ES

Schermerhorn, J.R. et al (1999). Managing Organizational Behavior. New York: John Willey and Sons, Inc.

Semiawan, C.R. ed. (1998). Dimensi-dimensi Kreatif dalam Filsafat Ilmu. Bandung: Remaja Karya.

Semiawan C.R. dan Soedijarto (1991), Mencari Strategi Pengembangan Pendidikan Nasional Menjelang Abad XXI, Jakarta: P.T. Grasindo.

Siagian, S. P.(1998). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara. Siegel, S. (1997). Statistik Nonparametrik untuk Ilmu-Ilmu Sosial, Jakarta : PT.

Gramedia Pustaka Utama.

Simamora, H. (1997). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Penerbit STIE YPKN

Siman (1997). Pengembangan Nilai Kewirausahaan dalam Industri Kecil. Disertasi Doktor pada PPS IKIP Bandung. Tidak Dipublikasikan

Singarimbun, M. dan Efendi, S. (1989). Metode Penelitian Survai. Jakarta: PD. Mahkota


(4)

Spradley, T. 1980. Participation Observation. New York: Holt, Rinehart and Winston.

Srinivasan, L.(1979). Beberapa Pandangan Mengenai Pendidikan Non Formal Bagi Orang Dewas., Bandung :BPKB Jayagiri Lembang.

Storada, N. (2005). Model Pelatihan Cyber Marketing Untuk Memberdayakan Sumber Daya Manusia Aparatur Pemerintah Daerah Meningkatkan Kemampuan Mempromosikan Aset Dan Produk Daerah. Disertasi SPS UPI Bandung. Tidak dipublikasikan

Sudirman. (2001). Dampak Pelatihan Terhadap Peningkatan Pendapatan Lulusan Pelatihan. Tesis : UPI Bandung : Tidak diterbitkan.

Sudjana, D. (2001). Pendidikan Luar Sekolah Wawasan Sejarah Perkembangan Falsafah Teori Pendukung Asas. Bandung: Falah Production

---. (2004). Pendidikan Non Formal. Bandung: Fallah Production.

Sugiyono, (2001). Statistik Nonparametris untuk Penelitian. Bandung : CV Alfabeta.

--- (2004). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta ---. (2005). Statistika untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta.

Sukardi, (1991). Intervensi Terencana Faktor-faktor Lingkungan terhadap Pembentukan sifat-sifat Entrepreneur Disertasi FEUI Tidak dipublikasikan

Sukmadinata, N.S.. (2005). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya

Sumahamijaya, S. (1980). Membina Sikap Mental Wiraswasta. Jakarta: Gunung Jati. Sumarto dan Nurhayati, A. (2006). Pendidikan Berkelanjutan dalam Bidang Vokasi.

Makalah Seminar Internasional, ISSN 1907-2066, Peran LPTK Dalam Pengembangan Pendidikan Vokasi di Indonesia. Bandung: UPI

Supriyadi. (2006). Andragogi Sebuah Konsep Teoretik. Bandung.

Surbakti dkk. (1997), Prosiding Lokakarya Psersiapan Survei Anak Rawan: Study Rintisan di Kotamadya Bandung, Jakarta,: BPS dan UNICEF


(5)

Suryana. (2003). Kewirausahaan: Pedoman Praktis, Kiat dan Proses Menuju Bisnis.

Jakarta: Salemba Empat.

---. (2007). Upaya Menggali Keunggulan Berkelanjutan Melalui Manajemen Entrepreneurship; Model peneraapan Manajemen Stratejik Sumber Daya Manusia. Pidato Pengukuhan Guru Besar. Bandung : UPI.

Taba, H. (1962). Curiculum Development, Theory and Practice, New York: Harcourt, Brace & World.

Tilaar, H.A.R. (1999). Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional. Jakarta: Indonesia Tera.

Tim Broad-Based Education, (2002). Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup (Life Skill) Melalui Pendekatan Pendidikan Berbasis Luas (Broad-Based Education - BBE), Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Tim Lemlit UPI (2006). Model Hipotetik Alternatif Penyelenggaraan Pendidikan bagi Anak Jalanan dalam Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun. Bandung: Kerjasama Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional dengan Lembaga Penelitian Universitas Pendidikan Indonesia.

Trisnamansyah, S. (1992). Pendidikan Kemasyarakatan (Pendidikan Luar Sekolah). Bandung FIP IKIP Bandung.

---.(2007).Pendidikan Sekolah dan Luar Sekolah. Dalam Natawidjaya, R. et al.(Eds). Rujukan Filsafat, Teori, dan Praksis Ilmu Pendidikan. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia Press.

---.(2007).Pendidikan Orang Dewasa dan Usia Lanjut.

Bandung:PPS-UPI

---.(2007). Pendidikan Pola pemberdayaan Masyarakat dan Pemberdayaan Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Sesduai Tuntutan Otonomi Daerah. Bandung: PPS-UPI.

Tunggal. A.W. (2009). Intisari Entrepreneurship. Jakarta: Harvarindo.


(6)

Walker, J.W.(1992). Human Resource Strategy. The Walker Group.

Wenrich, R.C., dan Wenrich, J.W. (1974). Leadership in Administration of Vocational and Technical Education. Columbus: Charles E MerrillPublishing Company, A Bell & Howell Company

Wiratno, M.(2008). Pengantar Kewiraswastaan. Kerangka Dasar Memasuki Dunia Bisnis. Yogyakarta: BPFE.

Yoder, Dale. (1962). Personal Principles and Policies, Printice Hall Inc, Maruzen Company Ltd, Second Edition.

Zimmerer, T.W dan Scarborough, N.H. (2002). Pengantar Kewirausahaan dan Manajemen Bisnis Kecil. Jakarta: P.T Prenhallindo.