PENGEMBANGAN MODEL KOMUNITAS PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN KEWIRAUSAHAAN : Studi pada “Komunitas Ojek” di kota Bandung.

(1)

(Studi pada “Komunitas Ojek” di kota Bandung)

DISERTASI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menempuh ujian dan memperoleh gelar doktor(S3) Program Studi Pendidikan Luar Sekolah

Promovendus: ASEP JOLLY NIM: 1004665

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

SEKOLAH PASCASARJANA


(2)

(Studi pada “Komunitas Ojek” di kota Bandung)

DISERTASI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menempuh ujian dan memperoleh gelar doktor(S3) Program Studi Pendidikan Luar Sekolah

Promovendus: ASEP JOLLY NIM: 1004665

© asep jolly 2015 Universitas Pendidikan Indonesia

Januari 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

Prof. Dr. H. Ishak Abdulhak, M.Pd.

Ko. Promotor Merangkap Sekretaris,

Prof. Dr. H. Engking Suwarman Hasan, M.Pd Anggota,

Dr. Uyu Wahyudin, M.Pd Penguji,

Prof.Dr.Hj. Ihat Hatimah, M.Pd Penguji,

Prof.Dr.H. Suryana Sumantri, MSIE Diketahui oleh

Ketua Program Studi Pendidikan Luar Sekolah


(4)

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh permasalahan dan fakta bahwa pada “Komunitas Ojek” di kota Bandung belum terorganisir dan terkelola secara profesional, belum pernah ada seorangpun yang mengikuti pelatihan tentang kewirausahaan, belum memiliki program pembinaan secara terstruktur, belum memiliki lokasi yang resmi, belum memiliki motivasi untuk belajar meningkatkan kewirausahaan.

Tujuan penelitian ini yaitu untuk memperoleh gambaran tentang (1) Kondisi kewirausahaan “komunitas ojek” di kota Bandung saat ini, (2) Pengembangan model komunitas pembelajaran untuk meningkatkan kewirausahaan pada “komunitas ojek” di kota Bandung, (3) efektivitas model komunitas pembelajaran untuk meningkatkan kewirausahaan pada “komunitas ojek” di kota Bandung, (4) Faktor-faktor pendorong dan penghambat kewirausahaan dalam pengembangan model komunitas pembelajaran pada “komunitas ojek” di kota Bandung.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dan kuantitatif dengan jenis penelitian deskriptif.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan (research and development) yang meliputi kegiatan: (1) studi pendahuluan, (2) perumusan model konseptual, (3) validasi pakar dan revisi model, (4) uji coba tahap I, (5) revisi uji coba tahap I, (6) uji coba tahap II, (7) penyempurnaan model (validasi), (8) penetapan model.

Penelitian ini dilaksanakan di tiga Pangkalan Ojek di Kota Bandung, yaitu Pangkalan Jatihandap, Antapani, Cimuncang dengan memaksimalkan keterlibatan warga belajar dalam perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan pengembangan. Desain eksperimen dalam penelitian ini adalah quasi experiment dengan “The one group pre-test & post-test design”: digunakan untuk melihat skor perolehan dalam competence dan performance kewirausahaan warga belajar sebelum dan sesudah

mengikuti pembelajaran.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Kondisi kewirausahaan “Komunitas Ojek” di kota Bandung saat ini dalam pengorganisasian dan pengelolaan masih sebatas komitmen komunitasnya masing-masing. Berdasarkan hasil observasi bahwa perilaku kewirausahaan “komunitas ojek” di kota Bandung tergolong “sedang”. (2) Pengembangan Model Komunitas Pembelajaran untuk meningkatkan Kewirausahaan pada “komunitas ojek” di kota Bandung terbukti signifikan berdasarkan hasil uji coba model. Pembelajaran efektif meningkatkan perilaku kewirausahaan. Pengembangan model dilakukan melalui tahapan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, penilaian, dan hasil. (3) Efektivitas model komunitas pembelajaran berdasarkan perhitungan statistika menunjukkan pengaruh signifikan terhadap perilaku kewirausahaan “komunitas ojek” di kota Bandung. Terbukti adanya perubahan perilaku menjadi lebih berwirausaha seperti lebih kreatif, lebih bertanggung jawab, lebih termotivasi bekerja dan belajar, serta menyadari realitas sebagai pengojek (4) Faktor pendorong untuk meningkatkan kewirausahaan adalah motivasi dan komitmen pengojek, tutor, dan nara sumber. Faktor penghambat adalah budaya (etnosentris) belajar para pengojek dan faktor psikologis terutama kesadaran dan keyakinan terhadap makna nilai yang terkandung dalam nilai-nilai kewirausahaan.


(5)

Kesimpulan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Pengembangan Model Komunitas Pembelajaran berpengaruh signifikan terhadap peningkatan kewirausahaan pada “Komunitas Ojek” di kota Bandung. Efektivitas dan efisiensi model pembelajaran dibuktikan dengan adanya perubahan perilaku dan kesadaran para pengojek dalam berwirausaha yang berdampak pada peningkatan penghasilan.


(6)

ABSTRACT

This research was motivated by the problem and the fact that there had never been anyone among the "ojek community" in Bandung who attended training on entrepreneurship, not organized and managed professionally, there was no structured training program, did not yet have an official location, did not yet have the motivation to learn to improve entrepreneurship.

The purpose of this research was to gain an overview of (1) the condition of entrepreneurship of "ojek community" in Bandung at this time, (2) development of the learning community model to improve entrepreneurship in "ojek community" in Bandung, (3) the effectiveness of the model for the learning community improve entrepreneurship in "ojek community" in Bandung, (4) the driving and in hibiting factors of entrepreneurship in the development of the learning community model for "ojek community" in Bandung.

The approach used in this research was a qualitative and quantitative approach with a descriptive research. The method used in this research was there search and development which included the activities: (1) preliminary study, (2) the formulation of a conceptual model, (3) expert validation and revision of the model, (4) the trial phase I, (5) revision of trial phase I, (6) trial phase II, (7) improvement of model (validation), (8) the determination of the model.

The research was conducted in three ojek bases in Bandung, namely base Jatihandap, Antapani, and Cimuncang by maximizing the in volvement of learners in the planning, implementation, assessment, and development.

Design of experiment inthis study is quasi experiment with "The one group pre-test and post-test design": used to look at the gained score in competence and performance of entrepreneurial learning community before and after joining the learning process.

The results of the research show that (1) The entrepreneurial condition of "ojek community" in Bandung is currently, in the organization and management, just a commitment of their own communities. Based on the result of observation, it shows that the entrepreneurial behavior of "ojek community" in Bandung is classified as "moderate". (2) Development of learning community model which has been implemented through a trial, proved significantly that learning is effective in improving the entrepreneurship of "ojek community" in Bandung. Development of the modelis done through the stages of planning, organizing, implementation, assessment, and outcomes. (3) The effectiveness of the learning community model based on statistical calculations shows a significant increase in entrepreneurial behavior of "ojek community" in Bandung. It is proved that there is a change in behavior to become more entrepreneurial, such as more creative, more responsible, more motivated to work and learn, and be a ware of reality as an “ojek rider” (4) The driving factors to in crease the entrepreneurship is motivation and commitment of “ojek riders”, tutors, and resources. The in hibiting factor is learning culture (etnocentris) of the “ojek riders” and the psychological factor is especially the awareness and confidence in the meaning of the


(7)

values contained in the values of entrepreneurship.

The conclusion of this research indicates that the development of the learning community model which has been tried-out and implemented significantly, effectively and efficiently can increase entrepreneurship of "ojek community" in Bandung. This is proved by a change in behavior and awareness of the “ojek riders”


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN/PERSETUJUAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

PENGHARGAAN DAN UCAPAN TERIMA KASIH ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang ... 1

B. Identifikasi masalah ... 8

C. Perumusan masalah ... 12

D. Tujuan penelitian ... 13

E. Manfaat penelitian ... 13

F. Kerangka Pemikiran ... 14

BAB II LANDASAN TEORETIK A. Kewirasusahaan ... 18

1. Pengertian Kewirausahaan ... 18

2. Hakikat Kewirausahaan ... 24

3. Ciri/Nilai dan Karakter Kewirausahaan ... 36


(9)

5. Faktor-faktor Motivasi Berwirausaha ... 43

6. Nilai Kewirausahaan Yang Ditumbuhkembangkan . 47 B. Pengembengan Model Pembelajaran ... 52

C. Komunitas Pembelajaran (Learning Community)... 58

1. Komunitas ... 58

2. Hakikat Komunitas Pembelajaran ... 59

3. Prinsip Komunitas Pembelajaran ... 63

D. Penelitian Relevan ... 71

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian ... 75

B. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 77

C. Partisipan dan Tempat Penelitian ... 85

D. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 88

D. Langkah-langkah Penelitian ... 91

E. Definisi Operasional ... 95

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 99

1. Kondisi Kewirausahaan pada “Komunitas Ojek” di kota Bandung ... 99

2. Pengembangan Model Kumunitas Pembelajaran Untuk Meningkatkan Kewirausahaan Pada “Komunitas Ojek” di kota Bandung ... 112

3. Efektivitas Model Komunitas Pembelajaran untuk Meningkatkan Kewirausahaan Pada “Komunitas ojek” Di kota Bandung ... 134


(10)

4. Faktor-faktor Pendorong dan Penghambat Kewirausahaan Dalam Pengembangan Model

Komunitas Pembelajaran pada “Komunitas Ojek”

di kota Bandung……… ... 174

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 181

1. Temuan Penelitian ... 181

2. Keterbatasan Penelitian ... 188

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Simpulan ... 191

B. Implikasi ... 194

C. Rekomendasi ... 195

Daftar Pustaka ... 197

Lampiran-lampiran ... 203


(11)

(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Kewirausahaan tidak akan terlepas dari kualitas sumber daya manusia (SDM) yang handal, kreatif, inovatif dan tidak bergantung pada orang lain. Sumber daya manusia yang berkualitas harus memiliki keunggulan sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara kompetitif dan tidak mudah menyerah. Sumber daya manusia merupakan asset yang sangat vital baik dalam organisasi, kelompok, ataupun perusahaan, karena keberadaannya tidak dapat digantikan oleh sumber daya lainnya. Permasalahannya, bagaimana cara mendapatkan atau memunculkan sumber daya manusia yang profesional dan bisa melepaskan dirinya dari tantangan hidup seperti sekarang. Peluang kerja formal sulit diperoleh, pemutusan hubungan kerja terjadi di beberapa perusahaan, sehingga persaingan semakin ketat untuk mencari alternatif pekerjaan mandiri.

Kewirausahaan merupakan alternatif untuk membantu kesulitan masyarakat dalam memecahkan masalah pencarian kesempatan kerja. Program kewirausahaan dilaksanakan ditujukan bagi peningkatan kewirausahaan masyarakat yang kreatif dan inovatif. Kewirausahaan terkait dengan kemampuan menciptakan nilai yang dapat dipertukarkan dengan orang lain secara kreatif dan inovasi dengan memanfaatkan peluang. Kewirausahaan dapat berkembang dengan adanya tanggung jawab fungsi-fungsi individu atau organisasi yang berorientasi pada profit. Pengembangan kewirausahaan bisa menjadikan satu dorongan untuk meminimalkan tingkat pengangguran.

Kewirausahaan merupakan usaha menciptakan nilai tambah dengan jalan mengkombinasikan sumber-sumber melalui cara-cara baru dan berbeda untuk memenangkan persaingan. Nilai tambah tersebut dapat diciptakan dengan cara


(13)

mengembangkan teknologi, pengetahuan, cara-cara dan keterampilan yang baru untuk menghasilkan barang atau jasa kerja baru yang lebih efektif dan efisien. Memperbaiki produk dan jasa yang sudah ada, dan menemukan cara baru untuk memberikan kepuasan kepada pelanggan merupakan nilai tambah.

Dalam berwirausaha selalu ada risiko. Risiko cenderung menjadi penghambat bagi para pengusaha untuk maju dan berkembang. Pada dasarnya risiko selalu ada dalam setiap keuntungan yang ingin dicapai. Sikap dan perilaku terhadap risiko seharusnya lebih positif dan rasional. Risiko dianggap sebagai bagian tidak terpisahkan dari keuntungan dan harus diminimalkan keberadaannya. Dengan pertimbangan yang matang dan terencana, maka risiko dapat diminimalkan bahkan dihindari tanpa mengurangi keuntungan yang akan diperoleh pada setiap kesempatan usaha.

Seorang wirausahawan harus memiliki jiwa kewirausahaan dan komitmen dalam usahanya dengan tekad bulat untuk mencurahkan semua perhatiannya terhadap usaha yang akan digelutinya. Dalam menjalankan usaha tersebut seorang wirausahawan yang sukses harus memiliki tekad yang mengebu-gebu dan menyala-nyala (semangat yang kuat) dalam mengembangkan usahanya, tidak setengah-setengah dalam berusaha, berani menanggung resiko, bekerja keras, dan tidak takut menghadapi peluang-peluang yang ada. Tanpa usaha yang sungguh-sunguh terhadap pekerjaan yang digelutinya, maka wirausahawan sehebat apapun pasti menemui jalan kegagalan dalam usahanya. Oleh karena itu, bagi seorang wirausahawan harus memiliki komitmen terhadap usaha dan pekerjaannya. Keberhasilan dalam menghasilkan kualitas dan jasa hanya dapat diciptakan melalui cara yang berbeda, lebih efektif, efisien serta memiliki nilai lebih tinggi di mata pelanggan.

Seorang wirausahawan yang memiliki motivasi berprestasi tinggi. Ukuran keberhasilannya tidak hanya diukur dari keuntungan materi yang diperoleh.


(14)

Seorang wirausahawan memiliki dorongan yang kuat untuk menerima tantangan, belajar lebih banyak, mengevaluasi keberhasilan serta menerima masukan untuk perbaikan. Kadang sebagian wirausahawan memilih tidak menerima tantangan dalam berwirausaha, hanya berorientasi pada keuntungan ekonomi, sulit menerima masukan untuk perbaikan. Kondisi tersebut berdampak pada perilaku selanjutnya, yaitu kesulitan untuk mencari solusi terbaik atas persoalan yang dihadapi. Motivasi yang tinggi dapat mendorong para wirausahawan untuk belajar lebih giat, menerima masukan sebagai perbaikan, berorientasi pada jangka panjang serta berkeinginan mewujudkan keunggulan bersaing. Keunggulan bersaing hanya dapat diciptakan melalui kreativitas dan inovasi dalam menciptakan nilai yang superior yang dibutuhkan pelanggan. Sebagai contoh usaha mikro yang berkembang di masyarakat, keberhasilan usaha ditentukan oleh kinerja pemilik usaha yang berperan sebagai pekerja, pemilik dan pemimpin organisasi bisnis. Seorang pemilik usaha harus memberikan pengaruh terhadap kinerja usaha agar tetap mampu bersaing dengan keunggulan berkelanjutan.

Seiring dengan uraian di atas, Mulyana (2008: hlm. 1-2) menjelaskan disadari atau tidak, salah satu alternatif peningkatan sumber daya manusia adalah melalui pendidikan, sebab kehidupan dan penghidupan yang sesuai dengan nilai-nilai manusia baik secara individu maupun kelompok mutlak memerlukan bekal kemampuan yang dapat dibentuk melalui jalur pendidikan. Dengan pendidikan diharapkan manusia mampu menghadapi tantangan di masa yang akan datang, serta menjadi menusia yang cerdas, terampil, mandiri, dan bertanggungjawab. Hal tersebut sesuai dengan tujuan pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang – Undang Republik Indonesia Nomor: 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional : “Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,


(15)

dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Salah satu penguat sumber daya manusia selain pendidikan formal, yaitu pelatihan dan pembelajaran yang diberikan kepada masyarakat pedesaan maupun perkotaan sudah tentu akan berdampak pada peningkatan sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Dengan meningkatnya potensi tersebut, maka kemampuan melaksanakan pekerjaan diharapkan akan berdampak pula pada kemampuan individu sebagai sumber mata pencaharian.

Kegiatan pembelajaran yang berorientasi pada salah satu strategi bisa dilakukan melalui komunitas pembelajaran untuk meningkatkan kewirausahaan masyarakat. Komunitas pembelajaran kewirausahaan merupakan inisiasi awal untuk menumbuhkan perilaku kewirausahaan pada masyarakat, tentu memerlukan strategi pembelajaran yang dapat merangsang dan mendorong tumbuhnya jiwa wirausaha bagi para pembelajar. Lahirnya kewirausahaan pada masyarakat disebabkan karena adanya peluang, dan ketidakpastian masa depan. Peluang tersebut untuk dimaksimalkan, berkaitan dengan keberanian mengambil peluang, berspekulasi, menata organisasi, dan melahirkan berbagai macam inovasi.

Berkaitan dengan kewirausahaan, melalui komunitas pembelajaran diharapkan dapat mengembangkan kemampuan individu yang akan mengalami

“self empowering” untuk lebih kreatif dan inovatif. Kecenderungan akan terjadi perubahan baik individu maupun kelompok masyarakat. Untuk hal tersebut, maka kualitas pembelajaranpun perlu dikelola dengan baik dan terus ditingkatkan. Kualitas pembelajaran dapat dicapai apabila proses pembelajaran berlangsung secara efektif dan efisien. Semua pembelajar harus dapat menghayati dan menjalani proses pembelajaran secara bermakna. Pembelajaran dimaksud harus mampu memberikan layanan dan menumbuhkan sikap, minat dan perilaku kewirausahaan pada pembelajar.


(16)

berarti terjadi proses pendidikan luar sekolah dalam mengembangkan kehidupan kewirausahaan. Mereka yang berhasil berarti terdapatnya pembelajaran kewirausahaan yang dapat menghasilkan perilaku kewirausahaan yang sangat terkait dengan cara usaha mandiri. Hal tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik internal maupun eksternal seperti aspek pendidikan, sosiologi, organisasi, kebudayaan dan lingkungan. Faktor-faktor tersebut membentuk „‟locus of control‟‟, kreativitas, inovasi, implementasi, dan pertumbuhan sehingga dapat membuat seseorang berkembang menjadi wirausahawan yang besar. Secara internal, inovasi dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari individu seperti locus of

control, toleransi, nilai-nilai, pendidikan, dan pengalaman. Faktor yang berasal

dari lingkungan mempengaruhi model peran, aktivitas, dan peluang. Oleh karena itu, kewirausahaan berkembang, maju, dan tumbuh melalui proses yang dipengaruhi oleh lingkungan, organisasi, dan keluarga.

Bekaitan dengan pemahaman masyarakat terhadap kewirausahaan pada umumnya bahwa kewirausahaan merupakan persoalan penting dalam perekonomian masyarakat yang sedang membangun. Kemajuan atau kemunduran ekonomi masyarakat bisa ditentukan oleh keberadaan dan peranan kewirausahaan, karena melalui kewirausahaan akan memunculkan banyak manfaat bagi masyarakat. Secara realistis pemahaman masyarakat terhadap kewirausahaan masih sangat sederhana. Sebagian besar masyarakat beranggapan bahwa yang dimaksud dengan kewirausahaan adalah bisnis, menjual sesuatu mendapatkan

untung, itulah “Kewirausahaan” yang terjadi di masyarakat. Sebagai contoh dalam kehidupan sehari-hari banyak warga masyarakat yang berjualan karena praktis dan langsung cepat mendapatkan untung. Padahal lahan untuk berwirausaha masih berpeluang banyak, salah satu alternatif yang dianggap baru adalah Ojek.

Ojek merupakan alat transportasi umum yang ada di hampir seluruh pelosok tanah air Indonesia terutama di kota-kota besar seperti Bandung. Penulis


(17)

sebagai peneliti akan mendalami, mengkaji, dan menganalisis transportasi jasa ojek atau pengojek yang ada di wilayah kota Bandung. Pengojek saat ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat terutama di kota Bandung, kendaraan makin bertambah, kemacetan terjadi di mana-mana, keperluan masyarakat untuk menempuh tempat tujuan ingin cepat dan praktis serta biaya murah, akhirnya menggunakan jasa ojek. Tidak ada panas ataupun hujan pengojek selalu siap mengantarkan penumpang kemana saja yang penting mendapatkan upah kerja yang layak. Oleh karena pemikiran pengojek seperti itu, maka perlu diberikan suatu pembinaan individu maupun kelompok agar usaha dan pelayanan mereka bisa lebih baik dan berimbas pada penghasilan.

Jumlah pengojek di kota Bandung yang terdaftar di Persatuan Angkutan roda dua Bandung (PAB) sebanyak 6048 ojek, dan yang belum terdaftar pun masih banyak. Para pengojek di Bandung sebagian besar belum mengenal apa yang disebut wirausaha atau kewirausahaan, apalagi dengan pembelajaran kewirausahaan atau belajar sepanjang hayat. Pengojek di Bandung tahunya melakukan rutinitas ke luar dari rumah untuk mencari penumpang dan mendapatkan uang untuk dibawa pulang ke rumah. Mengantarkn penumpang ke tempat tujuan dengan mendapatkan upah hasil negosiasi sudah dianggap cukup. Mereka tidak berpikir bahwa pengojek perlu disiplin, jujur, ulet, berani mengambil risiko dan seterusnya, apalagi menyisihkan waktu untuk belajar, yang penting mengantar penumpang untuk mendapatkan uang. Waktu luang seperti menunggu giliran awalnya tidak mereka gunakan untuk belajar. Jadi ketika istirahat sambil menunggu giliran hanya ngobrol biasa tentang keluarga atau penghasilan.

Berdasarkan observasi terhadap pengojek di Kota Bandung diperoleh beberapa gambaran mengenai karakteristik wirausaha yang dimiliki pengojek. Sebagian besar pengojek setia dengan profesi yang dijalani bahkan tidak berganti


(18)

profesi selama puluhan tahun. Tetapi ada pula pengojek yang memiliki usaha lain di samping mengojek seperti usaha warung, perantara pemesanan motor, atau berbisnis tanah, beragam profesi dijalankan selain sebagai pengojek. Tujuan utama pengojek adalah membantu perekonomian keluarga. Ada beberapa pengojek yang sukses dengan usaha sampingannya, akhirnya beralih profesi tidak menjadi pengojek, tetapi tidak sedikit yang justru bangkrut dengan usaha lain dan kembali menjadi pengojek.

Beragam kisah kesuksesan dan kebangkrutan usaha yang dijalankan baik sebagai pengojek maupun di bidang lain menyertai profesi sebagai pengojek. Salah satu karakteristik dasar yang menyertai keberhasilan para pengojek menjalankan usahanya adalah ulet, bekerja keras, pantang menyerah, berani berisiko, memiliki pandangan luas, percaya diri. Hal itu didukung oleh konsep Schumpeters (1932) mengenai karakteristik pengusaha adalah kreativitas dan inovasi. “Wirausahawan adalah orang yang menemukan gagasan baru dan berusaha untuk menggunakan sumber daya secara maksimal untuk mencapai

keuntungan tertinggi” (Suharyadi et al 2008:7). Drucker (Kamil. 2010: hlm.118) menjelaskan bahwa: „kewirausahaan akan tampak menjadi sifat, watak dan ciri-ciri melekat pada seseorang yang mempunyai kemauan keras untuk mewujudkan gagasan inovatif ke dalam dunia usaha nyata dan dapat mengembangkannya‟.

Keberhasilan dalam berwirausaha bukan hanya ditunjang oleh kemampuan diri untuk melakukan suatu pekerjaan semata, tetapi perlu adanya suatu pembelajaran yang berkaitan untuk meningkatkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang merupakan ciri/nilai karakteristik kewirausahaan pengojek.

Sebagian pengojek ada yang sukses belajar berwirausaha dari lingkungan sekitar atau masyarakat secara alamiah. Proses tersebut berlangsung dalam tempo yang cukup panjang sampai puluhan tahun. Pengojek bisa dianggap sukses


(19)

dengan ukuran memiliki penghasilan tinggi, memiliki rumah, dan memiliki kendaraan sendiri untuk usaha.

Keberadaan ojek dalam melayani kebutuhan transportasi masyarakat di perkotaan sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu. Mengingat bahwa ojek mempunyai peran dalam memenuhi kebutuhan transportasi masyarakat. Oleh karena itu, keberadaan ojek perlu mendapat perhatian dan perencanaan transportasi di masa yang akan datang.

Keberhasilan pengojek dalam menjalankan profesinya didasarkan pada kemampuan untuk melakukan inovasi dan berkreasi. Inti dari kreasi tersebut bagaimana memperoleh penghasilan dengan cara baru atau cara yang sama dengan hasil yang lebih baik.

Pengembangan individu atau “self empowering” untuk lebih kreatif dan inovatif perlu dilakukan melalui komunitas pembelajaran yang akan dilaksanakan dengan pola terstruktur, sistematis, dan disesuaikan dengan kebutuhan pengojek. Para pengojek belajar tentang nilai-nilai kewirausahaan, sikap dan perilaku kewirausahaan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.

Keterbatasan akses terhadap sumber-sumber untuk meningkatkan perubahan mental berwirausaha memang tidak mudah untuk diwujudkan. Perlu adanya pengelolaan proses perubahan mental kewirausahaan sebagai sumber belajar, interaksi dan komunikasi yang mendorong terjadinya belajar sesuai dengan karakteristik masyarakat seperti kejujuran, disiplin, risiko, keberhasilan, karakter pribadi, dan motivasi.

Pembelajaran merupakan salah satu cara untuk meningkatkan tarap hidup seseorang. Mewujudkan manusia unggul dalam kehidupan tidak ada pilihan lain yaitu belajar. Belajar akan mengubah sikap dan perilaku budaya dari masyarakat yang tidak gemar belajar. Belajar merupakan proses interaksi terus menerus antara pembelajar dengan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran


(20)

merupakan upaya menciptakan kondisi agar terjadi interaksi dalam kegiatan belajar membelajarkan antar pembelajar dengan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar secara terencana. Mengingat belajar merupakan suatu bentuk kegiatan budaya, maka untuk mengubah perilaku masyarakat gemar belajar membutuhkan perubahan budaya, kebiasaan, atau perubahan sikap dari setiap anggota masyarakat terutama pengojek.

Seiring dengan pemikiran di atas, maka perlu adanya pelayanan yang optimal mengarah pada komunitas pembelajaran orang dewasa berkaitan dengan kebutuhannya. Salah satunya, berkaitan dengan kajian dan penelitian mengenai

“Pengembangan Model Komunitas Pembelajaran Untuk Meningkatkan Kewirausahaan pada Komunitas Pengojek”. Model Pembelajaran menjadi sangat penting dan menarik karena dilaksanakan pada lingkungan orang dewasa yang berprofesi sama.

Bedasarkan kondisi di atas, maka perlu dirancang model komunitas pembelajaran baru sebagai pengembangan model komunitas pembelajaran dari model-model pembelajaran yang telah ada sebelumnya. Pengembangan model komunitas pembelajaran tersebut dibuat disesuaikan dengan kebutuhan warga belajar serta potensi yang ada sehingga melalui pembelajaran tersebut dapat ditingkatkan baik sikap, pengetahuan maupun keterampilan sebagai output serta berdampak pada peningkatan perilaku kewirausahaan serta kesejahteraan keluarga.

Model ini diasumsikan dapat meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan dan perilaku warga belajar sebagai output, serta peningkatan pendapatan dan kesejahteraan keluarga sebagai outcome dari pembelajaran. Pengembangan model komunitas pembelajaran untuk meningkatkan kewirausahaan ini akan diimplementasikan pada kelompok-kelompok atau organisasi pengojek di Kota Bandung.


(21)

Permasalahan yang paling krusial adalah pengangguran dan pemutusan hubungan kerja (PHK). Salah satu bukti dari data Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Indonesia pada Februari 2013 mencapai 5,92 persen, memang mengalami penurunan dibanding TPT Agustus 2012 sebesar 6,14 persen dan TPT Februari 2012 sebesar 6,32 persen, tetapi bila dilihat dari jumlah penduduk usia kerja angka 5,92 persen dianggap masih cukup tinggi. Salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut pemerintah harus berupaya mendorong warga masyarakatnya untuk berwirausaha, karena wirausaha akan berdampak pada penurunan kriminalitas yang biasanya ditimbulkan oleh karena tingginya pengangguran.

Alternatif untuk mengatasi hal tersebut di atas salah satu di antaranya menjadi Pengojek. Sebagaimana yang telah diuraikan bahwa jumlah pengojek di Bandung sebanyak 6048 ojek ada di antaranya yang berasal dari korban pemutusan hubungan kerja dan korban putus sekolah. Sehingga wajar apabila pengojek belum memiliki kemampuan wirausaha yang matang. Beberapa faktor yang membuat pengojek di Bandung belum meningkat jiwa kewirausahaannya, dikarenakan: (1) belum ada komunitas pembelajaran yang berkaitan dengan kewirausahaan, (2) pengorganisasian belum tertata dengan baik, (3) belum ada program pembinaan secara terstruktur, (4) belum memiliki lokasi yang resmi, (5) belum ada pengelolaan manajemen yang baik dan rapih, (6) belum ada pendorong untuk meningkatkan kewirausahaan.

Penyebab gagalnya usaha disebabkan karena banyak faktor, di antaranya karena: (1) ketidakjelasan usaha yang dijalankan, (2) rendahnya penjualan, pelayanan dan buruknya hubungan, (3) rendahnya pengetahuan keuangan, (4) lemahnya sistem pengontrolan dan rendahnya disiplin, (5) kekurangan modal, (6) kurangnya kehandalan sumber daya manusia dan tidak kompeten dalam manajerial serta kurangnya pengalaman ketika menjalankan strategi perusahaan,


(22)

(7) kurangnya pemahaman bidang usaha yang diambil karena tidak dapat memvisualisasikan dengan jelas usaha yang akan digeluti, (8) tempat usaha dan lokasi yang kurang memadai, (9) kurangnya pemahaman dalam pengadaan, pemeliharaan, dan pengawasan bahan baku dan sarana peralatan, (10) ketidakmampuan dalam melakukan peralihan/transisi perubahan teknologi, (11) hambatan birokrasi, (12) keuntungan yang tidak mencukupi, (13) tidak adanya produk yang baru.

Selain itu, cara pandang orang atau masyarakat banyak yang keliru tentang kewirausahaan. Banyak yang beranggapan bahwa wirausaha memerlukan modal besar, waktu yang banyak, dan hal-hal lain yang menjadi alasan mengada-ada untuk pembenaran. Oleh karena itu, sangat perlu mendorong pertumbuhan wirausaha. Dewasa ini, tidak banyak kelompok maupun individu yang total dalam mendorong pertumbuhan wirausaha. Dalam membangun dan mengembangkan wirausaha harus berbasis pada potensi diri atau anggota, agar pengembangannya dapat berpengaruh pada perkembangan organisasi, pengelola dan masyarakat.

Karakteristik kewirausahaan serta kemampuan mengelola usaha hanya dapat dibangun melalui pendidikan baik formal maupun nonformal. Salah satu bentuk pendidikan nonformal yang bertujuan membangun karakteristik kewirausahaan adalah learning community. Sebagian besar para pengusaha memiliki tingkat pendidikan formal yang rendah.

Para pengusaha umumnya tersebar di berbagai bidang usaha, sebagian besar tidak terdata dan tidak memiliki kelompok-kelompok. Hal ini mempersulit upaya pemerintah untuk mengidentifikasi pengusaha dan mengorganisir para pengusaha mikro sehingga dapat dipahami persoalan yang dihadapi para pengusaha mikro tersebut. Beragam upaya dilakukan pemerintah seperti memberikan bantuan kredit, memberikan pelatihan teknik usaha maupun


(23)

mendampingi para pengusaha mikro tidak mampu mengatasi persoalan yang dihadapi para pengusaha. Persoalan utama yang dihadapi adalah belum terorganisirnya para pengusaha dalam satu wadah yang memungkinkan pemerintah mengidentifikasi dan mengenal para pengusaha. Keanggotaan dalam organisasi usaha seperti Komunitas pedagang pasar hanya bersifat pasif, artinya anggota organisasi tidak dilibatkan dan kurang diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan organisasi.

Pembinaan terhadap para pengusaha terutama para pengojek masih bersifat reaktif, artinya kurang menyentuh persoalan yang mendasar yang dihadapi para pengojek yaitu persoalan nilai, karakter serta jiwa kewirausahaan yang belum tumbuh. Beberapa program hanya menawarkan solusi jangka pendek dan kurang berorientasi jangka panjang. Seharusnya program yang diselenggarakan pemerintah untuk memberikan pembelajaran kewirausahan melibatkan para pelaku usaha, akademisi serta para pengojek.

Salah satu kelemahan para pengojek dalam menjalankan usahanya adalah rendahnya kemampuan manajerial dalam mengelola usaha. manajerial terkait dengan aspek manajemen dalam usaha. Manajemen merupakan seni dan pengetahuan. Seni mengelola usaha dan aspek-aspek yang terkait dengan pengeloalaan usaha kurang dimiliki oleh para pengojek. Sebagai contoh untuk mencapai keuntungan perlu adanya rencana, pengorganisasian serta evaluasi. Tanpa adanya rencana maka sulit mewujudkan tujuan. Sebagaian besar para pengojek yang berwirausaha hanya mengandalkan “feeling” dalam pengambilan keputusan. Sebagian besar kurang bertindak sebagai manajer dalam usahanya, kurang berpikir sebagai manajer dan tidak mengerti mengenai peran manajer dalam kegiatan usaha yang dikelola. Pemilik usaha adalah manajer yang menterjemahkan fungsi-fungsi manajemen dalam kegiatan operasionalnya untuk mencapai tujuan usaha. Para pengojek mengalami kesulitan untuk bekerja


(24)

bersama dan melalui orang lain karena lemahnya kemampuan manajerial. Tujuan manajer adalah bagaimana menciptakan keunggulan dibanding pesaing. Seorang manajer mengelola usahanya secara efektif (melakukan pekerjaan yang benar) dan efisien (benar dalam melakukan pekerjaan). Para pengojek yang berwirausaha kurang memahami bagaimana praktek-praktek manajerial dalam mengelola usaha. Lingkungan yang kondusif adalah salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan usaha seperti bantuan pemerintah untuk modal, program pembelajaran kewirausahaan yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik usaha yang dikelola, atau dukungan dunia perbankan terhadap keberadaan para pengusaha mikro terutama dalam memberikan kemudahan pemberian pinjaman modal. Belum adanya satu sistem yang terintegrasi dalam perencanaan dan perumusan strategi untuk mendorong kewirausahaan mikro menyebabkan sektor usaha kecil sulit berkembang. Contoh pengajuan kredit atau modal tetap mensyaratkan adanya jaminan berupa sertifikat tanah yang tidak dimiliki oleh para pengusaha dan guna pengurusan sertifikat diperlukan biaya yang cukup tinggi. Program bantuan modal tidak sampai pada tujuan yaitu para pengusaha mikro dan hanya menyentuh lapisan pengusaha tertentu. Program pendampingan kurang diminati para pengojek karena tidak ada bantuan modal usaha. Sebagian memilih kembali kepada aktivitas sebagai pengojek walaupun ada program kewirausahaan yang diberikan pemerintah.

Para pengojek Bandung yang tersebar di daerah tertentu umumnya berasal dari golongan ekonomi lemah, memiliki pendidikan yang rendah serta kurang memiliki kesempatan untuk belajar berwirausaha. Pendidikan turut menentukan kemampuan untuk menganalisis dan mengatasi persoalan dalam kegiatan usaha. Karakteristik yang berjiwa wirausaha merupakan faktor penting dalam menentukan keberhasilan pengojek. Inti dari persoalan kewirausahaan yang dihadapi para pengojek di kawasan Bandung adalah karakteristik dan pendidikan.


(25)

Perlu adanya suatu program pendidikan bagi para pengojek yang bertujuan untuk membentuk jiwa dan perilaku kewirausahaan yang sesuai dengan pola hidup para pengojek dan dapat diikuti. Pembelajaran tersebut bersifat berkelanjutan dan melatih para pengojek melalui interaksi dalam komunitasnya. Didasari dengan hal tersebut, maka dianggap perlu untuk melakukan pengembangan model komunitas pembelajaran agar para peserta atau warga belajar dapat memiliki sikap, pengetahuan, dan keterampilan untuk meningkatkan kewirausahaan yang berdampak pada kesejahteraan keluarga dan mandiri.

C. Perumusan Masalah

Mengacu pada berbagai permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka fokus penelitian secara umum adalah masalah yang akan menjadi kajian dan pendalaman, dan intinya, bagaimana pengembangan model komunitas pembelajaran untuk meningkatkan kewirausahaan pada “komunitas ojek” di Bandung.

Secara khusus untuk memecahkan masalah tersebut, maka dirumuskan pula masalah dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan berikut:

1. Bagaimana kondisi kewirausahaan pada “komunitas ojek” di kota Bandung selama ini?

2. Bagaimana pengembangan model komunitas pembelajaran untuk meningkatkan kewirausahaan pada “komunitas ojek”di kota Bandung?

3. Bagaimana efektivitas model komunitas pembelajaran untuk meningkatkan kewirausahaan pada “komunitas ojek” di kota Bandung?

4. Faktor-faktor pendorong dan penghambat kewirausahaan apa dalam pengembangan model komunitas pembelajaran pada “komunitas ojek” di kota Bandung?


(26)

Tujuan penelitian ini ada dua, sebagai berikut:

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini, yaitu mengembangkan model komunitas pembelajaran untuk meningkatkan kewirausahaan pada “komunitas ojek” di Bandung.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui, mendeskripsikan, dan menganalisis:

a. Kondisi kewirausahaan pada “komunitas ojek” di kota Bandung;

b. Pengembangan model komunitas pembelajaran untuk meningkatkan kewirausahaan pada “komunitas ojek” di kota Bandung;

c. Efektivitas model komunitas pembelajaran untuk meningkatkan kewirausahaan pada “komunitas ojek” di kota Bandung;

d. Faktor-faktor pendorong dan penghambat kewirausahaan dalam pengembangan model komunitas pembelajaran pada “komunitas ojek” di kota Bandung.

E.Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat secara teoritis dalam mengembangkan model komunitas pembelajaran untuk meningkatkan kewirausahaan melalui pelatihan. Secara praktis penelitian ini dapat berguna sebagai panduan pengembangan Model Komunitas Pembelajaran Kewirausahaan pada “komunitas ojek” di kota Bandung, sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini terdiri atas kajian teoritis, sehingga hasil penelitian dapat memberikan manfaat untuk pengembangan keilmuan secara teori, tidak hanya bagi peneliti tetapi bisa bermanfaat bagi semua pihak yang membaca hasil


(27)

penelitian ini. Teori ini bagi para ilmuwan bisa digunakan dalam pengembangan model komunitas pembelajaran untuk meningkatkan kewirausahaan. Bagi Pendidikan Luar Sekolah (PLS), tentu saja merupakan bahan kajian teoritis yang sangat penting dalam menambah wawasan pengetahuan atau keilmuan untuk mengembangkan karier.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak terutama yang akan melakukan penelitian kewirausahaan, khususnya studi pada

“komunitas ojek” di kota Bandung. Wirausaha jasa transportasi ojek sangat praktis, efektif, efisien untuk wilayah Indonesia terutama di kota-kota besar seperti Bandung. Ojek merupakan jasa transportasi yang bisa memuaskan pelanggan (customer), efektif dan efisien, serta cepat dan murah.

F. Kerangka Pemikiran

Penelitian ini berawal dari pemikiran bahwa sumber daya manusia (SDM) sangat beragam bila ditinjau dari sisi potensi, bisa merupakan asset atau modal bagi individu, institusi atau organisasi yang dimilikinya. Sumber daya manusia merupakan modal dasar untuk mengembangkan potensi diri, kreatif, inovatif, mandiri dalam meningkatkan kewirausahaan.

Pada dasarnya penelitian yang dilakukan melalui komunitas pembelajaran menunjukkan hasil perubahan perilaku kewirausahaan dalam menjalankan pekerjaan dan sisi kognitifnya. Komunitas pembelajaran memberikan kesempatan kepada anggota organisasi untuk terlibat, belajar mengidentifikasi dan meniru praktek-praktek kerja terbaik serta membuat komunikasi interpersonal menjadi lebih intensif.

Salah satu bentuk pendidikan nonformal yang ditujukan guna mengadakan perubahan melalui komunitas pembelajar yaitu membentuk perubahan perilaku kewirausahaan. Perubahan perilaku akan terwujud melalui proses yang sistematis


(28)

dan disesuaikan dengan kebutuhan para pembelajar. Adanya komunitas yang diberdayakan guna mendukung terjadinya perubahan perilaku anggota dalam suatu komunitas. Proses perubahan perilaku diawali dengan refleksi pengalaman, diskusi, perubahan nilai, pengamalan nilai serta pembiasaan. Proses perubahan perilaku kewirausahaan tersebut diperkenalkan melalui komunitas pembelajaran. Pada prinsipnya pembelajaran merupakan proses untuk menanamkan kesadaran terhadap makna belajar sepanjang hayat dan berperilaku wirausaha. Perubahan perilaku karena adanya kesadaran terhadap tujuan-tujuan yang diinginkan.

Perubahan perilaku menjadi lebih penting disebabkan ada keinginan untuk berwirausaha. Perubahan tersebut pada awalnya kurang didasari dengan kesadaran terhadap makna nilai tanggung jawab dalam pekerjaan. Perilaku tanggung jawab awalnya ditampilkan sebagai respon yang diikuti oleh emosional yang tak terungkapkan pada tujuan tersirat. Seiring dengan proses pembelajaran mengenai makna tanggungjawab, makna kreatif, makna berani mengambil risiko, yakni satu alasan karena punya tujuan yang bisa dinyatakan oleh individu. Tahapan selanjutnya, melalui komunitas prmbelajaran, maka terjadi proses perilaku kewirausahaan. Proses pembelajaran perlu dilakukan secara terus menerus karena tidak akan terbentuk perilaku kewirausahaan pada tahap perilaku normatif tanpa proses belajar, refleksi, pengalaman, memperoleh pengetahuan dan berperilaku (pembiasaan diri). Pembelajaran melalui komunitas bisa mempermudah proses pembentukan perilaku menjadi lebih terarah dan para pengojek menyadari makna pembelajaran sepanjang hayat dalam upaya membentuk perilaku kewirausahaan.

Kegiatan belajar melalui komunitas pembelajaran kewirausahaan perlu materi pendukung untuk meningkatkan kompetensi wirausaha. Kegiatan akan lebih efektif apabila perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan tindak lanjut disusun secara baik. Peningkatan kewirausahaan yang dilakukan melalui komunitas pembelajaran berdasarkan pada penelitian dan pengembangan (Research and


(29)

Divelopment). Dalam kegiatan pembelajaran tersebut, pembelajar atau warga

belajar akan mendapatkan pengetahuan dan keterampilan bukan hanya teoritis, tetapi lebih kepada praktis dan pragmatis.

Proses pembelajaran melalui komunitas merupakan sebuah proses mengumpulkan pengetahuan yang memiliki makna praktis sekaligus mengarahkan para pengojek tentang pentingnya pembelajaran sepanjang hayat. Interaksi dan komunikasi dalam komunitas mengarahkan terbentuknya tindakan rasional bertujuan untuk sukses mencapai tujuan berwirausaha, meraih pelanggan lebih banyak, menghargai kehidupannya sebagai pengojek. Proses pembelajaran tersebut, para pengojek belajar melakukan dialog baik dengan sesama pengojek, pelanggan, komunitas serta pengalaman dirinya untuk menghasilkan pengetahuan untuk dijadikan landasan dalam berperilaku wirausaha.

Kesuksesan suatu program pengembangan model komunitas pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya: 1) row input, 2) intrument input, 3) proses, yang berdampak pada 4) output, dan 5) outcome. Hal tersebut sebagai bahan dalam pengelolaan pembelajaran, terutama kaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan keberlanjutan. Lancar atau tidaknya suatu pembelajaran bergantung warga belajar, tutor/instruktur, sarana prasarana, perencanaan, materi/bahan ajar, metode, waktu, dan biaya, serta bagaimana dukungan komunitas peserta belajar terhadap pembelajaran tersebut.

Penyusunan model mempertimbangkan faktor-faktor yang dapat dianalisis dan dianggap memberikan peran aktif terhadap pendidikan luar sekolah. Tujuan meningkatkan kewirausahaan dalam kehidupan masyarakat tidak terlepas dari peran pendidikan luar sekolah. Pendidikan luar sekolah memiliki ciri pendidikan yang dinamis, luas, bisa mengakomodir dan berkelanjutan. Pengembangan Model komunitas pembelajaran ini lebih menitikberatkan pada nilai karakteristik


(30)

kewirausahaan.

Kerangka pemikiran penelitian secara keseluruhan dapat dilihat pada gambar berikut.


(31)

INTERAKSI INTERNAL “KOMUNITASOJEK” PERUBAHAN PERILAKU (SIKAP/ PENGETAHUAN/ KETERAMPILAN) 17 CIRI KEWIRAUSAHAAN OJEK KAJIAN TEORETIK KAJIAN EMPIRIK POTENSI AWAL PENILAIAN PAKAR/ PRAKTISI PROSES DAN EVALUASI PEMBELAJARAN

“KOMUNITAS OJEK” AKTIVITAS KOMUNITAS OJEK FAKTOR SOSIAL EKONOMI DAN SOSIAL BUDAYA SDM SBG KONDISI AWAL PENGEMBANGAN MODEL KOMUNITAS PEMBELAJARAN (Learning Community) UNTUK MENINGKATKAN KEWIRAUSAHAAN KEMANDIRIAN/ KESEJAHTERAAN “KOMUNITASOJEK“ MENINGKAT


(32)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kualitatif interaktif dengan jenis penelitian deskriptif, dipilih karena data yang diolah berupa kasus yang terjadi di entitas tertentu. Pendekatan kuantitatif digunakan dalam proses uji coba model komunitas pembelajaran yang dikembangkan. Pengujian menggunakan desain eksperimen semu dimaksudkan untuk menguji efektivitas model komunitas pembelajaran yang dikembangkan, agar memperoleh model komunitas pembelajaran untuk meningkatkan kewirausahaan “komunitas ojek” di kota Bandung. Metode yang digunakan adalah metode penelitian dan pengembangan (Research and Divelopment) yang didukung pendapat Borg dan Gall (1979) merupakan suatu proses penelitian yang digunakan untuk mengembangkan dan memvalidasi produk-produk pendidikan.

Research and Divelopment dalam penelitian ini, mengisyaratkan dua kegiatan. Pertama, kegiatan Research yang dilakukan untuk memperoleh informasi yang

dibutuhkan (needs assessment) yang diperlukan oleh pengojek kota Bandung.

Kedua, kegiatan Divelopment yang dilakukan untuk menghasilkan sebuah model

komunitas pembelajaran untuk meningkatkan kewirausahaan pada “komunitas ojek” yang disesuaikan dengan kebutuhan pengojek di Bandung.

Tahapan research and divelopment penelitian ini mengacu pada model Borg & Gall sebagai berikut: (1) Studi Pendahuluan; (2) Perumusan Model Konseptual; (3); Vadasi dan Revisi Model; (4) Uji Coba Model Terbatas; (5) Revisi Model; (6) Uji Coba Lebih Luas (Lapangan); (7) Penyempurnaan Model/validasi; dan (8) Penetapan Model Akhir Pembelajaran. Hal itu sesuai dengan pendapat Sukardi


(33)

(2005: hlm. 2).

Tahapan di atas, dalam penelitian ini dilakukan tiga tahap, yaitu tahap studi pendahuluan, pengembangan model dan evaluasi. Dua kegiatan yang dilakukan pada tahap studi pendahuluan yaitu pemetaan potensi, masalah dan pengumpulan informasi (needs assessment). Pada tahap penelitian pendahuluan meliputi kegiatan studi pustaka dan penelitian lapangan yang merupakan dasar untuk mengembangkan model komunitas pembelajaran untuk meningkatkan kewirausahaan “komunitas ojek”, sehingga memiliki sikap, pengetahuan, dan keterampilan dalam berwirausaha.

Pada tahap studi pengembangan ada tujuh kegiatan, yaitu pengembangan model, validasi model, revisi model, uji coba model terbatas, revisi model, uji coba model lebih luas, dan revisi akhir model akhir pembelajaran kewirausahaan. Tahapan validasi model dilakukan untuk menilai efektif tidaknya Model Komunitas Pembelajaran Kewirausahaan yang dikembangkan secara konseptual dan rasional. Pada tahap ini peneliti berkonsultasi dengan beberapa pakar yang berpengalaman dan meminta saran/masukan terhadap Model Komunitas Pembelajaran Kewirausahaan yang telah dikembangka agar layak diujicobakan.

Dalam tahap uji coba model terbatas maupun luas, peneliti menggunakan desain eksperimental dengan pendekatan kuantitatif. Desain eksperimental yang digunakan dalam penelitian ini ada dua jenis. Pertama, one group time series

design: digunakan untuk mengetahui ketuntasan belajar kewirausahaan warga

belajar secara indivual. Selain itu, one group time series design digunakan pula ketika sebuah penelitian hanya memiliki akses pada satu kelompok belajar selama satu periode/satu kurun waktu tertentu sehingga desain eksperimental ini dianggap cocok. Deret waktu digunakan untuk mempelajari satu kelompok, dari waktu ke waktu, dengan beberapa langkah pretest dan posttest atau pengamatan yang dilakukan oleh peneliti. Desain ini tidak terlalu memerlukan akses ke sejumlah


(34)

besar peserta, dan hanya memerlukan satu kelompok untuk studi. Kedua, one

group pretest posttest design: digunakan untuk melihat skor perolehan dalam competence dan performance kewirausahaan warga belajar sebelum dan sesudah

mengikuti pembelajaran.

Tahap evaluasi, peneliti melakukan empat kegiatan, yaitu evaluasi, proses,

pre-test dan post-test untuk mengukur kompetensi pengetahuan dan keterampilan

kewirausahaan warga belajar sebagai hasil pembelajaran, menanyakan opini (reaksi) warga belajar tentang kegiatan pembelajaran, dan menanyakan pendapat pengguna (user) tentang kualitas layanan pengojek yang beroperasi di Bandung sebagai dampak mengikuti pembelajaran kewirausahaan. Untuk mengetahui efektivitas model yang dikembangkan, uji statistik yang digunakan peneliti adalah pengujian perbedaan nilai rata-rata pretest dan posttest dengan menggunakan uji t.

Produk yang dihasilkan penelitian ini merupakan sebuah model komunitas pembelajaran untuk meningkatkan kewirausahaan pada “komunitas ojek” di kota Bandung. Bagan alur penelitian dideskripsikan pada gambar 3.1 sebagai berikut:

Studi Pendahuluan Pengembangan Pengujian

Kajian Teoretik

Survey Lapangan

Penyusunan Draft Produk

Uji Coba Terbatas

Uji Coba Lebih Luas

Pretest

Perlakua n

Posttes t


(35)

Gambar 3.1

Alur Penelitian Pengembangan B. Teknik dan Intrumen Pengumpulan Data

1. Teknik Pengumpulan Data

Research & development dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif, Instrumen utama yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah penelitian adalah kuesioner dan angket. Selain itu, agar data yang dikumpulkan lebih lengkap peneliti menggunakan instrumen wawancara, observasi dan dokumentasi. Sebagaimana telah diuraikan di atas, penelitian ini dilaksanakan dengan tiga tahap, yaitu tahap studi pendahuluan, pengembangan uji coba model dan tahap evaluasi. Pada tahap studi pendahuluan peneliti melakukan survey dengan maksud untuk mengumpulkan informasi yang aktual sebagai existing condition dari keterampilan kerja pengojek di Pangkalan Ojek kota Bandung. Pengembangan dilakukan dengan uji coba model terbatas dan uji coba model yang lebih luas dengan desain eksperimen melalui pendekatan kuantitatif. Tahap evaluasi peneliti menggunakan tes tulis dengan soal-soal pilihan yang berkaitan dengan karakteristik kewirausahaan sebanyak 20 nomor dan empat pilihan jawaban. Pedoman wawancara digunakan untuk memperoleh data dan informasi untuk tahapan identifikasi kebutuhan pengembangan model komunitas pembelajaran untuk meningkatkan kewirausahaan pengojek. Dengan pedoman wawancara peneliti bisa mengevaluasi tingkat kematangan sikap, pengetahuan, dan keterampilan pengojek dalam berwirausaha. Format observasi digunakan dengan maksud untuk memperoleh informasi yang dapat dilihat secara fisik dan


(36)

bisa didokumentasikan oleh peneliti untuk selanjutnya dianalisis.

Selanjutnya, peneliti saat melakukan evaluasi sebelum dan sesudah pembelajaran. Fungsi peneliti pada tahap ini, yaitu sebagai penilai (evaluator) ketercapaian hasil pembelajaran warga belajar yang didasarkan pada tujuh belas karakter kewirausahaan dengan uji t, yaitu untuk uji beda pre-test dan post-test untuk mengukur kemampuan warga belajar, juga mengetahui efektivitas model komunitas pembelajaran kewirausahaan yang dikembangkan. Kemudian, peneliti menanyakan terhadap pendapat warga belajar, apakah pembelajaran yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan, juga untuk melihat dampak mengikuti pembelajaran. Selajutnya peneliti menanyakan bagaimana kualitas layanan para pengojek setelah mengikuti pembelajaran ketika beroperasi atau mengojek di kota Bandung.

2. Instrumen pengumpulan data

Pada tahap pengumpulan data, peneliti menggunakan lima jenis instrumen pengumpul data seperti angket, kuesioner, pedoman wawancara (interview

protocol), pedoman observasi (observation form), dan tes. Pengumpulan data yang

dilakukan peneliti lebih dari satu strategi tersebut untuk memvalidasi temuan. Kemudian sumber-sumber data yang berbeda dibandingkan dengan satu sama lain, lalu dikaji dan dianalisis.

a)Teknik Pengamatan/Observasi

Teknik observasi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi tiga tahapan, yaitu: (1) deskripsi (descritif observation), (2) reduksi (focus observation), (3) Seleksi (selected observation). Hal tersebut didukung pendapat (Spradley, 1980: hlm.73) dalam Sugiyono (2011: hlm. 478). Tahap awal kegiatan observasi masih bersifat umum, observasi pada tahap ini dimaksudkan untuk melihat keterkaitan antara rumusan masalah dengan permasalahan yang diteliti. Tahap kedua observasi sudah mengarah pada aspek-aspek yang memiliki hubungan dengan


(37)

masalah peneltian. Pada tahap ketiga observasi terfokus pada aspek-aspek masalah yang diteliti. Oleh karena itu, melalui tahapan ini diharapkan terjadi pemahaman yang mendalam terhadap masalah-masalah yang sedang diteliti.

Observasi dilaksanakan langsung oleh peneliti turun ke lapangan untuk mengamati perilaku dan aktivitas individu-individu di Pangkalan ojek. Selama pengamatan ini, peneliti merekam/mencatat baik dengan cara terstruktur maupun semi terstruktur tentang aktivitas pengojek. Hal tersebut dikuatkan oleh pendapat Nasution (1996: hlm. 61-62) bahwa tingkat partisipasi yang dapat dilakukan oleh observer yaitu: murni observasi (non participation), partisipasi pasif (passive

participation), partisipasi sedang (Moderate participation), partisipasi aktif

(active participation), dan partisipasi penuh (complete participation). Kemudian dikuatkan pula oleh pendapat Creswell (2013: hlm. 267) menyatakan bahwa Para peneliti kualitatif juga dapat terlibat dalam peran-peran yang beragam, mulai dari sebagai non-partisipan hingga partisipan utuh.

Teknik pengamatan/observasi ini didasarkan atas pengalaman secara langsung. Pengalaman tersebut merupakan alat yang ampuh untuk mengetes suatu kebenaran, karena mengalami sendiri secara langsung peristiwanya. Peneliti tidak memiliki pengalaman langsung sebagai pengojek. Peneliti memiliki pengalaman menggunakan jasa ojek sehingga mampu memberikan perspektif tentang bagaimana perilaku para pengojek ditinjau dari sudut pandang pelanggan atau pengguna jasa ojek. Peneliti melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan sebenarnya. Pengamatan secara langsung yang dilakukan peneliti karena kedekatan peneliti dengan beberapa pengojek. Pengamatan dapat berlangsung secara alamiah. Pengamatan mudah dilakukan karena lokasi penelitian masih berada di kota Bandung dan mudah dijangkau oleh peneliti. Observasi terhadap setting, peristiwa maupun proses pembentukan perilaku kewirausahaan di lingkungan pengojek dilakukan pada berbagai kesempatan terutama


(38)

pada saat sepi pelanggan maupun pada saat sedang ramai penumpang. Pengamatan tidak hanya pada kegiatan mengojek, peneliti melakukan pengamatan terhadap usaha selain mengojek yang digeluti para pengojek. Peneliti menggunakan catatan lapangan dan alat bantu dokumentasi kejadian atau peristiwa yang terkait dengan perilaku kewirausahaan para pengojek. Peneliti mencatat peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan pengetahuan proporsional maupun pengetahuan yang langsung diperoleh dari data. Pencatatan dilakukan tanpa mempengaruhi perilaku para pengojek. Pencatatan dilakukan sesuai dengan pengalaman yang dialami peneliti pada saat melakukan observasi.

Selanjutnya, kadang-kadang ada keraguan pada peneliti, jangan-jangan pada data yang dijaring ada yang keliru atau bias. Keliru karena kurang dapat mengingat peristiwa atau hasil wawancara, ataupun karena reaksi peneliti yang emosional saat itu. Untuk mengurangi masalah kekeliruan, peneliti melakukan triangulasi baik sumber data, waktu pengambilan data dan teknik pengumpulan data sehingga ditemukan data yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Teknik pengamatan yang dilakukan peneliti mampu memahami situasi-situasi yang rumit. Hal ini terjadi jika peneliti ingin memperhatikan beberapa tingkah laku sekaligus. Kejadian-kejadian di tempat pengojek sering tidak terduga. Peneliti melalui pengamatan dapat menentukan indikator-indikator sampel yang sesuai dengan kerangka penelitian baik sampel kejadian perilaku kewirausahaan, pengojek yang memiliki perilaku kewirausahaan, proses pembelajaran kewirausahaan maupun peristiwa yang menunjukkan perilaku kewirasuahaan di lingkungan para pengojek. Teknik pengamatan tersebut didukung oleh pendapat Guba dan Lincoln (1981: hlm. 191-193) dalam Moleong (2010: hlm. 174-175).

Berdasarkan pada masalah penelitian, kedudukan peneliti sebagai observer moderat, dalam pelaksanaan penelitian terdapat aspek-aspek masalah yang hanya cukup untuk diamati, dan ada pula aspek-aspek masalah yang


(39)

harus diikuti secara langsung oleh observer sesuai dengan kerangka pemikiran dan tujuan penelitian.

Peneliti melakukan pengelompokan observasi menjadi partisipatif dan non-partifipatif dengan batasan yang jelas. Hal ini untuk mengurangi bias akibat keterlibatan peneliti dalam suatu situasi yang dapat mempengaruhi kondisi alamiah perilaku para pengojek. Observasi non-partisipatif dilakukan secara langsung melihat data-data dan sumber data di antaranya dari responden, nara sumber, dan organisasi lainnya yang relevan. Data ini digunakan untuk melihat relevansi permasalahan hasil penelitian. Sedangkan observasi partisipatif dilaksanakan ketika memberikan bimbingan untuk meningkatkan keterampilan, pengetahuan, teknis, sosial dan intelektual responden saat proses pembelajaran terjadi di komunitas atau di organisasi responden.

Kunjungan lapangan, peneliti menciptakan kesempatan untuk observasi langsung. Dengan berasumsi bahwa fenomena yang diminati tidak asli historis, beberapa pelaku atau kondisi lingkungan yang relevan akan tersedia untuk observasi. Observasi seperti ini dapat terbentang mulai dari kegiatan pengumpulan data formal hingga yang kausal. Observasi ini dilakukan dengan maksud agar ruang lingkup (tempat), kegiatan, objek, peristiwa, perbuatan, waktu dan yang lainnya bisa terlihat dan terukur. Peneliti menganggap hal ini dilakukan supaya apa yang diteliti bisa disampaikan realistis.

b)Teknik Wawancara

Teknik wawancara yang dilakukan dilakukan oleh peneliti sesuai dengan kebutuhan dan pedoman wawancara, dimaksudkan agar proses wawancara tidak ke luar dari apa yang telah dirumuskan atau dari masalah yang akan diteliti. Wawancara dikembangkan ketika terjadi proses wawancara di lapangan, peneliti berusaha untuk tidak ke luar dari masalah penelitian, dan harus fokus pada masalah penelitian.


(40)

Dengan teknik wawancara diharapkan data yang diperoleh berhubungan dengan kebiasaan, norma-norma yang berlaku, potensi, dan kebutuhan. Kendala yang terjadi dalam proses wawancara peneliti berupaya untuk mengantisipasinya. Selain itu, diharapkan hal-hal yang ditemukan bisa lebih mendalam, bisa dirasakan, dan bisa dilakukan sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan. Uraian tersebut ditunjang oleh pendapat Lincoln dan Guba (1985: hlm. 266 dalam Moleong 2010: hlm. 186) bahwa upaya antisipasi kendala dengan maksud:

“a) obtaining here-and-now contruction of person, even, activities, organization, feelings, motivations, daims, concern, and others entities; b) reconstructions of such entities as they are expected to be experienced in the future; c) projections of such entities as they are expected to be experienced in the future; d) verification, emendation, and extention of information

(contruction, reconstruction, or projections) obtained from other sources,

human and non-human (triangulation); and e) verification, emendation, and extention of contruction developed by the inquirer (membercheking)”.

Wawancara merupakan sumber informasi yang esensial dan mendalam. Wawancara bisa berupa bentuk open-ended, dimana peneliti bertanya kepada responden kunci tentang fakta-fakta suatu peristiwa di samping opini mengenai peristiwa yang ada. Pada beberapa situasi, peneliti bahkan meminta responden untuk mengetengahkan pendapatnya terhadap peristiwa tertentu dan menggunakan proposisi sebagai dasar penelitian selanjutnya.

Peneliti berpatokan pada tujuan pokok wawancara untuk mendukung fakta-fakta tertentu yang menurut peneliti telah ditetapkan. Secara umum, bahwa wawancara merupakan sumber bukti yang esensial, karena umumnya berkenaan dengan urusan kemanusiaan. Urusan kemanusiaan ini harus disampaikan dan diinterpretasikan melalui penglihatan pihak yang diwawancarai, Para responden yang mempunyai informasi dapat memberikan keterangan penting dengan baik ke dalam situasi yang bersangkutan. Sebagaimana penjelasan Sukardi (2005: hlm. 79-80) bahwa teknik keunggulan wawancara sebagai teknik penelitian, yaitu: (1)


(41)

peneliti dapat membantu menjelaskan pertanyaan, (2) peneliti dapat mengontrol jawaban responden secara lebih teliti dengan mengamati reaksi atau tingkah laku yang diakibatkan oleh pertanyaan dalam proses wawancara, dan (3) peneliti dapat memperolah informasi yang tidak dapat diungkapkan dengan cara kuisioner ataupun observasi. Oleh karena itu, dalam wawancara peneliti menggunakan pedoman wawancara yang telah disiapkan sesuai dengan kebutuhan penelitian. Pedoman ini digunakan agar proses wawancara tidak menyimpang dari masalah yang akan digali. Wawancara sebagaimana diuraikan di atas, dapat berkembang sesuai dengan kondisi lapangan, agar tidak terjadi pengulangan, dan tidak menyimpang dari fokus penelitian.

c) Teknik Studi Dokumentasi

Pada pendokumentasian peneliti menghimpun data tertulis yang berhubungan dengan masalah-masalah lingkungan kerja para pengojek, sosial masyarakat pengojek yang diperlukan untuk mencapai tujuan penelitian. Data yang diperoleh melalui studi dokumentasi selanjutnya dijadikan alat untuk mengecek kesesuaian data yang diperoleh dari kegiatan observasi dan wawancara (triangulasi) sehingga diperoleh data yang valid. Proses triangulasi dilakukan secara terus menerus sampai data-data mengenai perilaku kewirausahaan para pengojek mencapai titik jenuh. Peneliti memanfaatkan dokumentasi secara optimal agar data yang dihasilkan dapat digunakan untuk analisis data dan tidak menimbulkan bias. Dokumentasi yang tidak sesuai dengan kerangka dan tujuan penelitian direduksi agar tidak bertumpuk.

Selanjutnya peneliti melakukan pengujian terhadap dokumentasi yang ada secara terus menerus agar dokumentasi sebagai sumber data bisa dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan. Hasil pendokumentasian digunakan karena merupakan sumber data yang stabil, bukti untuk suatu pengujian, berguna dan sesuai dengan penelitian kualitatif, dan hasil pengkajian


(42)

isi dapat membuka kesempatan untuk lebih memperluas tumbuh pengetahuan terhadap sesuatu yang diselidiki. Hal tersebut didukung oleh pendapat Guba dan Lincoln (1981: hlm. 235) dalam Moleong (2010: hlm. 217).

Selain itu, dikuatkan pula oleh pendapat (Yin, 2002: hlm. 103-105) bahwa dokumen memainkan peranan yang sangat penting dalam pengumpulan data. Penelusuran yang sistematis terhadap dokumen yang relevan dianggap sangat penting bagi pengumpulan data. Selama kunjungan lapangan, perlu dialokasikan waktu untuk penggunaan perpustakaan setempat dan pusat referensi lainnya. Peneliti memeriksa berkas-berkas yang diteliti, termasuk tinjauan dokumen lainnya. Penjadwalan kegiatan-kegiatan fleksibel, dan kegiatan pengumpulan data tambahan lainnya dilakukan menurut selera peneliti.

d) Kuesioner

Penggunaan instrumen kuesioner dalam penelitian ini, yaitu untuk

mengetahui perilaku kewirausahaan “komunitas ojek” di kota Bandung. Kuesioner disusun dalam bentuk lembar kerja dengan lima pilihan atas pernyataan-pernyataan yang disajikan. Penyusunan kuesioner dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: (1) perumusan definisi konseptual, (2) perumusan definisi operasional, (3) penyusunan kisi-kisi instrumen, (4) pengembangan butir, (5) uji coba instrumen, (6) pengemasan naskah instrumen. Kriteria yang digunakan pada kuesioner ada dua, yaitu pernyataan positif dan pernyataan negatif dan diatur dengan penskorannya. Pernyataan positif untuk pilihan jawaban dan penskorannya sebagai berikut: Bila jawaban sangat setuju, maka skornya 5, setuju skornya 4, kurang stuju skornya 3, tidak setuju skornya 2, dan jawaban sangat tidak setuju skornya 1. Kemudian untuk pernyataan negatif kriterianya sebagai berikut: untuk jawaban sangat setuju skornya 1, setuju skornya 2, kurang setuju skornya 3, tidak setuju skornya 4, dan jawaban sangat tidak setuju skornya 5. Dengan demikian, diharapkan bahwa penelitian ini bisa benar-benar terukur,


(43)

realistis, tidak mengada-ada, dan objektif. Penggunaan kuesioner hanya dilakukan secara terbatas yaitu bagi para ahli tentang kewirausahaan serta perilaku kewirausahaan pada komunitas ojek. Peneliti menganggap, ahli kewirausahaan termasuk para pengojek yang telah sukses menjalankan profesinya dan memiliki usaha sampingan.

e) Angket

Instrumen jenis angket digunakan untuk mengetahui perilaku kewirausahaan “komunitas ojek” di kota Bandung. Angket disusun dalam bentuk

likert dengan 2-5 option pilihan atas pernyataan-pernyataan yang disajikan.

Penyusunan angket dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: (1) perumusan definisi konseptual, (2) perumusan definisi operasional, (3) penyusunan kisi-kisi instrumen, (4) pengembangan butir, (5) uji coba instrumen, (6) pengemasan naskah instrumen. Kriteria angket minimal dua pilihan dan maksimal lima pilihan, tetapi apabila tidak sesuai dengan pilihan, maka responden bisa menulis sesuai dengan kenyataan responden lakukan sehari-hari. Angket ini dimaksudkan untuk menunjang dan melengkapi hasil kuesioner, wawancara, tes, dan yang lainnya supaya hasil penelitian ini benar-benar valid dan akuntabel.

f) Tes

Tes digunakan untuk memperolah data yang objektif tentang pengetahuan dan kemampuan peserta atau warga belajar selama mengikuti kegiatan tentang kewirausahaan. Tes ini dilakukan sebelum proses pembelajaran yang disebut dengan Pre-test dan setelah mengikuti pembelajaran yang disebut Post-test. Tes yang digunakan berupa objektif tes dengan 4 option. Kriteria penilaiannya akan dihitung dengan jumlah jawaban benar dibagi skor maksimal dikalikan 100%. Hal ini dimaksudkan agar hasil tes menjadi salah satu alat ukur untuk mengetahui daya serap pembelajaran para pengojek. Data hasil tes dapat digunakan sebagai sumber data untuk pengembangan materi kewirausahaan dalam pengembangan


(44)

model komunitas pembelajaran untuk meningkatkan kewirausahaan “komunitas ojek” di kota Bandung.

C.Partisipan dan tempat penelitian

Partisipan sebagai responden dalam penelitian ini dipilih melalui

purposive sampling. Peneliti menetapkannya berdasarkan kriteria representasi

simbolis dan tingkat keragamannya.

Pertama, menentukan apakah responden yang terlibat dalam setting yang dipelajari memiliki representasi simbolis dari pertanyaan penelitian. Pada ketentuan ini peneliti melakukan observasi terhadap para pengojek di sekitar kota Bandung dan diperoleh data bahwa para pengojek di Jatihandap memiliki jumlah anggota 450 pengojek yang terdaftar sedangkan pengojek yang aktif menjalankan profesinya berjumlah 150 yang terbagi pada kelompok shif pagi dan malam hari (pembagian tidak ditentukan oleh organisasi pengojek, tetapi didasarkan pada kebiasaan pengojek). Dari jumlah 150 tersebut terdapat beberapa pengojek yang telah menjalankan profesinya selama lebih 25 tahun dan tetap setia dengan profesinya serta memiliki usaha lain yang menopang kebutuhan keluargannnya. Sebagian besar para pengojek yang baru menjalankan profesinya tidak memiliki pilihan profesi kecuali mengojek, tetapi beberapa pengojek yang memilih profesi pengojek di Jatihandap karena kebebasan untuk melakukan pekerjaan dan bisa memiliki usaha sampingan.

Alasannya, pengojek Jatihandap memiliki struktur organisasi yang menunjukkan bahwa para pengojek memiliki aturan, terorganisir dan bukti adanya organisasi menunjukkan bahwa profesi ojek sama dengan profesi lain. Pengojek Antapani didasarkan pada kesetiaan para pengojek terhadap profesinya. Perubahan pesawahan menjadi lingkungan perumahan, memicu ruang gerak para pengojek. Sebagian besar sawah di sekitar Antapani telah berubah menjadi perumahan yang cukup elit dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang cepat.


(45)

Perbedaan tersebut tampak dari banyaknya kendaraan roda dua maupun roda empat yang dimiliki warga perumahan dibanding pada saat pengojek mulai beroperasi. Kelompok pengojek Antapani berdiri sejak tahun 1994, berada di tengah-tengah komplek Antpani dan memposisikan di pinggiran jalan Raya Kuningan Antapani Bandung. Kelompok Pengojek di Antapani berjumlah 50 orang, tetapi yang aktif 48 ojek, dari 48 itu pun tidak setiap hari mangkal 48, yang mangkal terus bergiliran sekitar 20 ojek. Para pengojek tetap setia pada profesinya meskipun profesi tersebut menghadapi ancaman akibat pertumbuhan ekonomi masyarakat serta menurunnya tingkat permintaan jasa Ojek dikarenakan banyaknya kendaraan roda dua yang dimiliki masyarakat Antapani. Berbeda dengan “komunitas ojek” Jatihandap, “komunitas ojek” Antapani tidak masuk anggota Paguyuban Angkutan roda dua Bandung (PAB), tetapi memiliki Kartu Tanda Anggota (KTA) yang dikeluarkan dari Kepolosian. Berdasarkan dua karakteristik pengojek di Jatihandap dan Antapani, secara umum alasan memilih kedua sampel tersebut, Jatihandap bisa mewakili “komunitas ojek” yang telah memiliki organisasi sedangkan pengojek antapani mewakili kelompok yang belum memiliki organisasi dan cenderung kurang terorganisir. Kedua jenis pengojek tersebut ditinjau dari pengorganisasiannya memiliki perbedaan, hal ini memberikan perspektif yang berbeda mengenai bagaimana sebuah proses pembelajaran kewirausahaan berbasis komunitas baik dari kelompok terorganisisr maupun kelompok yang kurang terorganisir.

Kedua, apakah diperlukan tingkat keragaman responden sebagai cara untuk melakukan member check yang bisa memperkuat temuan-temuan penelitian. Adanya organisasi yang mengelola para pengojek mempermudah proses untuk melakukan member check. Sedangkan bagi pengojek yang tidak memiliki organisasi peneliti melakukannya melalui KTA pengojek. Peneliti menganggap responden dari kedua kelompok tersebut cukup mewakili


(46)

keberadaan para pengojek ditinjau dari pengorganisasian serta keberadaannnya yang cukup lama (pengojek Jatihandap) dan pengojek yang relatif baru. Ditinjau dari kelompok masyarakat yang dilayani kedua pengojek tersebut dapat dinyatakan bahwa kelompok Jatihandap melayani kelompok masyarakat yang beranekaragam seperti pedagang, ibu rumah tangga, pekerja, mahasiswa sedangkan di Antapani kelompok masyarakat yang dilayani lebih homogen yaitu para siswa dan pengunjung. Kedua kelompok pengojek tersebut dapat mengikuti proses komunitas pembelajaran karena memiliki tingkat kebutuhan tinggi terhadap pembelajaran yang dapat memperbaiki perilaku kewirausahaannya. Kedua kelompok sepakat untuk mengikuti pembelajaran dengan setting pembelajaran yang sesuai dengan jenis pekerjaannya dan waktu yang disesuaikan dengan aktivitas dalam melayani pelanggan yaitu pada saat sepi pengunjung.

Subjek penelitian adalah sebagian peserta belajar/warga belajar direncanakan sebanyak tujuh puluh lima sampai seratus orang dan dibagi menjadi sepuluh kelompok uji coba, jadi masing-masing kelompok delapan atau sepuluh orang. Tiap kelompok akan diatur berdasarkan keinginan dan kebutuhan kegiatan penelitian. Pengambilan data subjek penelitian melalui wawancara dengan menggunakan teknik purposive sampling. Subjek yang diwawancarai merupakan pengurus, praktisi, dan ahli dalam bidang ojek, di antaranya unsur pengurus, masyarakat pengguna.

Pemilihan responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini adalah

“komunitas ojek” yang berada di jalan Cimuncang. Para pengojek yang memiliki karakteristik unik, yaitu para pengojek yang umumnya memiliki profesi sebagai petani atau pedagang. Letak Pangkalan Ojek sangat strategis, tetapi ramai penumpang musiman, seperti puasa atau menjelang lebaran atau hari minggu. Masa tunggu panen oleh beberapa anggota masyarakat digunakan untuk mencari


(47)

tambahan yaitu mengojek. Pangkalan ini merupakan tempat yang sangat strategis dan cukup nyaman. Jumlah pengojek ada 120 termasuk yang paling senior masih aktif 10%, tetapi yang aktif seluruhnya berjumlah 48 Pengojek. Pengojek Cimuncang memiliki kepengurusan yang jelas dan berupaya untuk mendorong agar para pengojek memiliki Jamkesmas. Hal ini menunjukkan bahwa para pengojek Cimuncang lebih maju dalam cara mengorganisir keberadaannya sebagai pengojek serta lebih menyadari risiko pekerjaannnya. Kelompok masyarakat yang dilayani adalah masyarakat yang bepergian ke luar kota atau yang membawa dagangan ke pasar terdekat.

Pengambilan data yang dilakukan melalui angket, penentuan sampelnya melalui teknik cluster random sampling. Sampel dipilih 75-100 orang tiap tahapan uji coba, dan diambil dari yang sudah dianggap berhasil, dan cukup pengalaman.

D. Teknik Pengolahan dan Analisis data

Data yang dihimpun berdasarkan sumber data yang telah ditetapkan dan dianalisis. Teknis analisis yang dilakukan peneliti menggunakan dua bentuk, yaitu

pertama dengan pencatatan data, dan kedua analisis data, yaitu dengan melakukan

proses pemaknaan, penafsiran, dan pengujian data melalui uji statistik yang telah ditentukan. Tetapi dalam proses penelitian dan pengembangan ada istilah yang dikenal lingkaran research dan development terdiri atas: (1) meneliti kaitan dengan produk hasil penelitian Model Komunitas Pembelajaran Kewirausahaan yang dikembangkan, (2) mengembangkan produk model hasil penelitian, (3) uji lapangan, dan (4) mengurangi devisiensi yang ditemukan dalam uji coba lapangan. Selanjutnya, data yang diperoleh melalui penelitian awal dengan observasi, wawancara, dan studi dokumentasi dianalisis dengan teknik induksi, karena data yang diperoleh sebagian besar kata-kata, pernyataan, perilaku, kegiatan, dan dokumen lainnya.


(48)

Dari hasil pencatatan data tersebut diklasifikasikan atau dilakukan seleksi data sesuai dengan tujuan penelitian, selanjutnya dikelompokan menjadi tiga, yakni berdasarkan pada:

a) kondisi objektif dan realitis di lapangan, di antaranya yang berhubungan dengan pemanfaatan potensi alam, sosial, budaya, ekonomi, dan sumber daya manusia yang dijadikan sumber dalam pengembangan model komunitas pembelajaran. Selanjutnya, yang berhubungan dengan pembinaan kewirausahaan sebagai upaya dari pembelajaran, lalu yang berkaitan dengan hasil pre-test dan post-test, dan yang berhubugan dengan kuesioner;

b) hasil uji validasi model konseptual komunitas pembelajaran untuk meningkatkan kewirausahaan pada “komunitas ojek” di Bandung. Data ini digunakan untuk mengetahui apakah aspek yang dikembangkan dalam pembelajaran sudah sesuai dengan keperluan warga belajar atau belum;

c) hasil implementasi model komunitas pembelajaran untuk meningkatkan kewirausahaan pada “komunitas ojek” di Bandung. Data ini merupakan hasil implementasi model yang digunakan untuk mengetahui apakah masalah-masalah yang dimunculkan dalam penelitian itu sudah terjawab atau belum.

Setelah selesai dikelompokkan, kemudian dirangkum ke dalam bentuk yang sistematis untuk memudahkan analisis dan interpretasi dengan dua tahapan, yaitu menganalisis data secara kualitatif dan kuantitatif. Data-data yang dianalisis secara kualitatif adalah data-data yang berupa hasil observasi, wawancara, studi dokumentasi, diskusi kelompok, dan angket. Data-data yang dianalisis secara kuantitatif adalah data-data yang diperoleh melalui tes. Kemudian data-data tersebut disusun secara berurutan berdasarkan keperluan atau esensinya, sehingga data tersebut dapat memberikan gambaran lengkap tentang objek atau fokus kajian hasil penelitian.

Dalam aplikasinya teknik analisis data penelitian ini dikelompokkan pula menjadi tiga tahap, yaitu pendahuluan, pengembangan model, dan kajian


(49)

efektivitas sebagai berikut: 1) Tahap Studi Pendahuluan

Teknik analisis data yang digunakan pada tahap ini adalah analisis kualitatif dengan didasari pendapat Huberman dan Miles (Bungin, 2003, hlm. 63) bahwa analisis data dan pengumpulan data kualitatif memperlihatkan sifat interaktif sebagai suatu sistem dan merupakan siklus sebagaimana gambar berikut.

Sumber: Bungin, 2003

Gambar 3.2

Komponen Analisis Data Model Interaktif

Proses analisis data telah dilakukan pada awal penelitian dengan proses yang berlangsung secara terus menerus yaitu untuk mengetahui perilaku kewirausahaan para pengojek. Reduksi data penelitian dilakukan dengan cara pemusatan perhatian pada perilaku kewirausahaan, peristiwa maupun proses pembelajaran kewirausahaan para pengojek. Data-data tersebut disederhanakan dengan mengurangi data yang tidak relevan dengan kerangka pemikiran dan tujuan penelitian. Peneliti melakukan abstraksi tentang perilaku kewirausahaan berdasarkan fenomena yang ada, konsep dan teori perilaku kewirausahaan.

Pada tahap penyajian data peneliti menyajikan hanya data-data yang

Data

Collection

Data Display

Conclusion Drawing Verification

Data


(50)

relevan dengan kerangka pemikiran dan tujuan penelitian. Proses penyajian data berlangsung secara terus menerus dan dapat berkurang sesuai dengan temuan-temuan di lapangan atau hasil reduksi data dan hasil pengujian triangulasi. Data disajikan secara naratif hasil reduksi data yang dilakukan secara terus menerus.

Pada tahap kesimpulan dan verifikasi data, penelitian dilakukan terus, serta melakukan triangulasi dengan multi sumber dan multi teknik pengumpulan data. Verifikasi data terus dilakukan bersama dengan proses reduksi dan penyajian data yang berlangsung terus menerus sampai data dianggap valid. Peneliti meyimpulkan berdasarkan data-data di lapangan melalui proses yang berulang tentang perilaku kewirausahaan para pengojek. Kesimpulan disusun dalam bentuk pernyataan singkat dan mudah dipahami berdasarkan pandangan etik dan emik model interaktif dalam analisis data menjelaskan bahwa proses pengumpulan data (collection data), reduksi data (reduction data), kesimpulan dan verifikasi untuk menjawab rumusan masalah tentang gambaran perilaku kewirausahaan pengojek dilakukan secara berulang-ulang sampai dicapai tujuan penelitian.

2) Tahap Pengembangan Model

Pengembangan model dilaksanakan dengan analisis deskriptif, yaitu didasarkan pada hasil studi pendahuluan dan kajian teoretik mulai dari penyusunan model komunitas pembelajaran dalam upaya meningkatkan kewirausahaan pada “komunitas ojek” di kota Bandung. Model disusun, lalu divalidasi oleh pakar, praktisi, teman sejawat, dan dikonsultasikan kepada pembimbing/promotor dan ko-promotor.

3) Tahap Kajian Efektivitas

Untuk kajian efektivitas menggunakan rumusan statistik uji t, sebagai berikut (Diambil dari Sugiyono, 2007: hlm. 138)


(51)

E. Langkah-langkah Penelitian

Langkah-langkah penelitian yang dilakukan dalam rangka Pengembangan Model Komunitas Pembelajaran Untuk Meningkatkan Kewirausahaan bisa dilihat pada gambar dan keterangannya sebagai berikut.

Gambar 3.3 Urutan Langkah Penelitian

Gambar 3.2 Urutan Langkah Penelitian STUDI PENDAHULUAN

PERUMUSAN MODEL KONSEPTUAL

VALIDASI PAKAR DAN REVISI MODEL KONSEPTUAL

UJI COBA TAHAP PERTAMA/TERBATAS

REVISI UJI COBA TAHAP PERTAMA

UJI COBA TAHAP KEDUA/LEBIH LUAS

PENYEMPURNAAN MODEL


(1)

(2)

(3)

(4)


(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Asep Jolly dilahirkan sebagai anak kembar di kota Bandung tanggal 20 Mei 1957 dari pasangan Rd. Lili Argawinata (Almarhum) dan Nyimas Oma Komala (Almarhumah). Asep Jolly sebagai Anak ke empat dari lima bersaudara dan yang ke lima adik kembar Rd. Adang Joppy. Asep Jolly menikah dengan “Heni Rohaeni” dan memiliki 3 orang anak. Anak pertama R. Ariko Nur Herjiansyah, kedua R. Citra Mirasati, ketiga R. Ihza Nazar Ramadhan.

Riwayat pendidikan: Pendidikan dasar di SD IV Negeri Cimuncang Bandung (1970), Pendidikan Menengah Pertama di SMP Persit Kartika Candra Kirana Bandung (1973), Pendidikan Menengah Atas di SMA Negeri 10 Bandung (1976), Pendidikan Tinggi (S1) Jurusan Bahasa Jepang di IKIP Bandung (1982), Magister Pendidikan (S2) Program Studi Pendidikan Bahasa Jepang di UPI Bandung (2004), Program Sekolah Pasca Sarjana (S3) Program Studi Pendidikan Luar Sekolah masuk angkatan 2010/2011 di Universitas Pendidikan Indonesia. Pengalaman bekerja, sejak masih mahasiswa tahun 1979 mulai mengajar sebagai guru Bahasa Jepang honorer SMA YBBG, SMA Negeri 1, 10, 16 di Kota Bandung, dan mengajar bahasa Jepang sebagai guru PNS di SMA Negeri 5 Bogor 1983-1992, kembali mengajar ke SMA Negeri 10 Bandung tahun 1992–2000, kemudian pada tahun 1999 mengikuti seleksi untuk pengawas sekolah tingkat Provinsi Jawa Barat dan lulus. Pada bulan Nopember tahun 2000 diangkat menjadi Pengawas Sekolah SMA/SMK di Kabupaten Bandung sampai sekarang. Sejak tahun 2005 – sekarang dipercaya sebagai Ketua Kelompok Kerja Pengawas Sekolah (KKPS) SMA/SMK di Kabupaten Bandung. Selain kerja sebagai pengawas sekolah, sekarang masih tetap mengajar Bahasa Jepang sebagai Dosen Luar Biasa atau Dosen Tidak Tetap sejak tahun 2003 di Uiversitas Widyatama Bandung.

Jabatan dalam Organisasi, Asosiasi Pengawas Sekolah Indonesia (APSI) Provinsi Jawa Barat sebagai Ketua Umum, kemudian sebagai Ketua II APSI Pusat. Pembina MGMP Bahasa Jepang Provinsi Jawa Barat dari tahun 2000 sampai sekarang.

Beasiswa luar negeri yang pernah diperoleh tahun 1987 mengikuti program Japanese Teachers Long Term Training di Japan Foudation Tokyo selama 6 bulan, Tahun 1997 mengikuti program Japanese Teachers Short Term Training di Japan Foudation Kita Urawa Jepang selama 2 bulan, dan mengikuti Fellowship Program tentang Penelitian Pengajaran Bahasa Jepang untuk orang Asing di Japan Foundaton Kita Urawa Jepang selama 4 bulan pada tahun 2002.

Beasiswa Prestasi Pendidikan sebagai Juara I pengawas sekolah (SMA) berprestasi tingkat Provinsi dan Juara I Pengawas Sekolah berprestasi Tingkat Nasional Tahun 2009, mendapat hadiah “umroh” dari Gubernur Jawa Barat, dari Depdiknas berupa Studi Banding ke Luar Negeri: Hongkong, Gulin, Beijing tahun 2010. Pada Tanggal 20 Mei tahun 2011 mendapat penghargaan dari Presiden Republik Indonesia Dr. Susilo Bambang Yudoyono berupa Satya Lancana Prestasi Pendidikan. Tahun 2012 dari Lomba Karya Tulis Ilmiah antar pengawas sekolah se-Indonesia, memperoleh hadiah studi banding ke Italy dan Spanyol.

Lampiran 27