IMPLEMENTASI ‘AMALIYYAĦ YAUMIYYAĦ DALAM MEMBENTUK KARAKTER DISIPLIN DAN TANGGUNG JAWAB SANTRI DI PONDOK PESANTREN AL-BASYIR BOGOR.

(1)

IMPLEMENTASI ‘AMALIYYAĦ YAUMIYYAĦ DALAM MEMBENTUK KARAKTER DISIPLIN DAN TANGGUNG JAWAB SANTRI DI PONDOK

PESANTREN AL-BASYIR BOGOR

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Agama Islam

Oleh

Widya Puspitasari 0901257

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG


(2)

Widya Puspitasari, 2013

Implementasi ‘Amaliyyaħ Yaumiyyaħ Dalam Membentuk Karakter Disiplin Dan Tanggung Jawab Santri Di Pondok Pesantren Al-Basyir Bogor

Halaman Hak Cipta

Implementasi

‘Amaliyyaħ

Yaumiyya

ħ

dalam Membentuk

Karakter Disiplin dan Tanggung

Jawab Santri di Pondok Pesantren

Al-Basyir Bogor

Oleh Widya Puspitasari

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

© Widya Puspitasari 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Juni 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

(4)

Widya Puspitasari, 2013

Implementasi ‘Amaliyyaħ Yaumiyyaħ Dalam Membentuk Karakter Disiplin Dan Tanggung Jawab

Santri Di Pondok Pesantren Al-Basyir Bogor

ABSTRAK

Judul : Implementasi ‘Amaliyyaħ Yaumiyyaħ dalam Membentuk Karakter

Disiplin dan Tanggung Jawab Santri di Pondok Pesantren Al-Basyir Bogor.

Penelitian ini berangkat dari permasalahan bahwa zaman sekarang sudah banyak sekali terjadi penyimpangan perilaku di kalangan anak-anak dan remaja yang membuat khawatir orang tua. Padahal apabila dikaji kembali, setiap hari anak-anak mendapatkan pengetahuan agama baik di lingkungan sekolah maupun tempat tinggalnya, tetapi karakter yang menjadi salah satu pondasi penting dalam proses tumbuh kembang seorang anak, kurang mendapatkan bimbingan secara intensif.

Sebagai upaya untuk menanggulangi permasalahan tersebut, orang tua melakukan berbagai cara untuk mengoptimalkan pembentukan dan perkembangan karakter anak, di antaranya ialah orang tua memasukkan anaknya ke lembaga-lembaga pendidikan yang lebih intensif dalam proses pembelajarannya terutama dalam pengetahuan agama. Salah satu lembaga yang menjadi pilihan orang tua adalah pondok pesantren, karena di sana sudah disediakan berbagai program

‘amaliyyaħ yaumiyyaħ yang akan menunjang pembentukan karakter anak.

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini ialah untuk mengetahui implementasi ‘amaliyyaħ yaumiyyaħ dalam membentukan karakter disiplin dan tanggung jawab santri di pondok pesantren Al-Basyir Bogor. Adapun metode yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Dalam proses analisis data hasil penelitian meliputi tiga tahap yakni reduksi data, penyajian data, dan verifikasi serta penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tujuan dari program ‘amaliyyaħ yaumiyyaħ ini adalah untuk membentuk manusia yang beriman dan beramal ṣāliḥ, serta mampu berfikir logis, berani bertanggung jawab. Adapun beberapa program utamanya adalah ṣalat lima waktu secara berjama’ah, ṣalat sunnaħ rawatib, tahajud, witir, dan ḍuḥā, pembelajaran taḥfiẓ Al-Qur`ān, Qirā`atī, dan Diniyyaħ. Proses implementasi program tersebut dilaksanakan hampir setiap hari dalam sepekan, sehingga implementasi dari program ini kemungkinan cukup berpengaruh terhadap pembentukan karakter disiplin dan tanggung jawab santri di pondok pesantren Al-Basyir Bogor.

Kata Kunci: Pondok Pesantren, Santri, ‘Amaliyyaħ Yaumiyyaħ, Karakter, Disiplin, Tanggung Jawab.


(5)

ABSTRACT

Title : The Implementation of Amaliyyaħ Yaumiyyaħ in the forming of

Discipline Character and Muslims’ Responsibility in the Muslims’ Boarding School of Al-Basyir Bogor.

This research is leaving from the problem that in this era there are so many deviations which were being done by teenagers even it was being done by children and surely it made parents worried. Whereas, if those problems are studied deeply, everyday children gets the knowledge of religion as well as possible whether around their school and also their house, but the character as the important point in the process of children’s growth, is lack of getting the guidance intensively.

As an effort to solve those problems, the parents were doing many ways as the solution to maximize the forming and growing their children’s character, such as parents registered their children to the education foundation that is more intensive at the process of its learning, especially on the knowledge of religion. One of those foundation that becomes the parent’s choice is Moslems’ Boarding School (in bahasa is pondok pesantren), because several program of ‘amaliyyaħ yaumiyyaħthat will support the forming of children’s character was be ready over there.

The purposes that want to be got are to know the implementation of

‘amaliyyaħ yaumiyyaħ in the growth of discipline character and Muslim responsibility in Muslims’ boarding school of Al-Basyir Bogor. Besides that, the method that is used in this research is descriptive method with the qualitative approach. Meanwhile the technique of collecting the data is done by observation, interview, and study of documentation (literature study). The analysis process of data research is divided into three phases, such as data reduction, data display, and data verification also taking conclusion.

Moreover, the result of research showed that the purposes of ‘amaliyyaħ yaumiyyaħ program are to make or create the faithful human and piously, also be able to think logically, and be brave in responsibility. Furthermore, the main programs are held the five times prayer together, optional or sunnah prayer, such as rawatib, tahajud, witir, and duha, taḥfiẓ Al-Qur`ān, also qirā`atī, and diniyyaħ. The process of these program implementation are almost held everyday in a week, so that the implementation of these program are also influenced enough to the forming of discipline character and Muslims’ responsibility especially in the Muslims’ boarding school of Al-Basyir Bogor.

Keywords: Muslims’ Boarding School, Strict adherent of Islam (Muslim),


(6)

Widya Puspitasari, 2013

Implementasi ‘Amaliyyaħ Yaumiyyaħ Dalam Membentuk Karakter Disiplin Dan Tanggung Jawab Santri Di Pondok Pesantren Al-Basyir Bogor

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR ISI

ABSTRAK ………... i

KATA PENGANTAR ………..….… ii

UCAPAN TERIMA KASIH ………... iii

DAFTAR ISI ……….………...….. v

DAFTAR GAMBAR ………..……….……….……….… viii

DAFTAR TABEL …………..………..……….………...…. ix

DAFTAR LAMPIRAN ………...… x

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN ………....…. xi

BAB I ………...…….. 1

PENDAHULUAN ………... 1

A. Latar Belakang Penelitian ………... 1

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah …………..………...… 9

C. Tujuan Penelitian ………... 9

D. Manfaat Penelitian ………...… 10

E. Struktur Organisasi Penelitian ………...…... 11

BAB II ………...…. 12

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ………...… 12

A. Kajian Pustaka ………...….. 12

1. Pondok Pesantren ………...…. 12

2. ‘Amaliyyaħ Yaumiyyaħ………....…...… 16

3. Karakter Santri ………...………....….. 23

a. Disiplin ………..…... 35

b. Tanggung Jawab ………...…… 37

4. Upaya Membentuk Karakter Santri melalui ‘Amaliyyaħ Yaumiyyaħ……….………... 39

5. Penelitian Terdahulu ……… 41

B. Kerangka Pemikiran ….……...………... 42

BAB III ………... 44


(7)

A. Lokasi dan Subjek Penelitian ………... 44

1. Lokasi Penelititan ……….… 44

2. Subjek Penelitian/Sumber Data ………... 44

B. Metode Penelitian ……… 46

C. Pendekatan Penelitian ………...….. 47

D. Definisi Operasional ……… 50

1. ‘Amaliyyaħ Yaumiyyaħ……… 50

2. Karakter Santri ………... 50

3. Pondok Pesantren ……….…… 51

4. Pengaruh ………... 51

E. Instrumen Pengumpulan Data ………. 52

F. Teknik Pengumpulan Data ………..… 54

1. Observasi ……….. 55

2. Wawancara ………...… 57

3. Studi Dokumentasi ……….. 59

4. Triangulasi ……… 60

G. Prosedur Penelitian ………....….. 60

1. Persiapan Penelitian ………...…….. 61

2. Pelaksanaan Penelitian ………..………...…… 63

3. Analisis Data ………….………... 63

H. Analisis Data ……… 64

BAB IV ………...…………... 69

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………..………..… 69

A. Pemaparan Data Hasil Penelitian Mengenai Profil Yayasan Al-Basyir ………..…..…... 69

B. Pemaparan Data Hasil Penelitian Mengenai ‘Amaliyyaħ Yaumiyyaħ ………..……….……....… 77

1. Tujuan ‘Amaliyyaħ Yaumiyyaħ di Pondok Pesantren Al-Basyir ………...…… 77

2. Program ‘Amaliyyaħ Yaumiyyaħ di Pondok Pesantren Al-Basyir ……….………….. 78


(8)

Widya Puspitasari, 2013

Implementasi ‘Amaliyyaħ Yaumiyyaħ Dalam Membentuk Karakter Disiplin Dan Tanggung Jawab Santri Di Pondok Pesantren Al-Basyir Bogor

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3. Proses Implementasi Program ‘Amaliyyaħ Yaumiyyaħ di

Pondok Pesantren Al-Basyir ………..……….. 90

4. Pengaruh Program ‘Amaliyyaħ Yaumiyyaħ Terhadap Karakter Disiplin dan Tanggung Jawab Santri di Pondok Pesantren Al-Basyir ………..……….… 114

C. Pembahasan Data Hasil Penelitian ……….……….…...…....…. 116

1. Tujuan ‘Amaliyyaħ Yaumiyyaħ di Pondok Pesantren Al-Basyir ………..…...… 116

2. Program ‘Amaliyyaħ Yaumiyyaħ di Pondok Pesantren Al-Basyir ……….……....….. 118

3. Proses Implementasi Program ‘Amaliyyaħ Yaumiyyaħ di Pondok Pesantren Al-Basyir ……..………...…... 122

4. Pengaruh Program ‘Amaliyyaħ Yaumiyyaħ Terhadap Karakter Disiplin dan Tanggung Jawab Santri di Pondok Pesantren Al-Basyir ………... 128

BAB V ………....… 131

KESIMPULAN DAN SARAN ………...… 131

A. Kesimpulan ………...…... 131

B. Saran ………….………... 134


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran ……..………..….. 43 Gambar 3.1. Situasi Sosial ……….…………. 46


(10)

Widya Puspitasari, 2013

Implementasi ‘Amaliyyaħ Yaumiyyaħ Dalam Membentuk Karakter Disiplin Dan Tanggung Jawab Santri Di Pondok Pesantren Al-Basyir Bogor

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Tahap-Tahap Penelitian Kualitatif ...………...… 65

Tabel 4.1. Struktur Organisasi Kepengurusan Pondok Pesantren Al-Basyir ………... 71

Tabel 4.2. Struktur Organisasi Kepengurusan SD dan SMP Al-Basyir ... 73

Tabel 4.3. Nama-Nama Asrama Al-Basyir (Putra dan Putri) ……... 76

Tabel 4.4. Program ‘Amaliyyaħ YaumiyyaħSantri SD …………...…... 79

Tabel 4.5. Program ‘Amaliyyaħ YaumiyyaħSantri SMP ……..…..…... 80

Tabel 4.6. Kegiatan Tambahan atau Ekstrakulikuler ………….……... 82

Tabel 4.7. Jadwal Acara Malam Minggu Pondok Pesantren Al-Bayir ... 83

Tabel 4.8. alat Rawatib (Qabliyaħ dan Ba’diyaħ) ………..….…. 86

Tabel 4.9. Jenjang Kelas Qirā`atī Yayasan Al-Basyir ……..………...… 86

Tabel 4.10. Jadwal Pengajian Qirā`atīdalam Sepekan ………..…...….. 88


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Surat Izin Penelitian ………...………..….. 138

Surat Keterangan Boleh Melakukan Penelitian ……….…… 139

Kisi-Kisi Instrumen Penelitian ………..………... 140

Pedoman Observasi ………....… 144

Pedoman Wawancara ……….…....… 145

Pedoman Studi Dokumentasi ………....… 150

Hasil Observasi ………....….. 151

Hasil Wawancara dan Member Chek ………... 205

Hasil Studi Dokumentasi ………... 264

Monitoring Bimbingan Skripsi ………..….... 270

Daftar Riwayat Hidup ………...….... 276


(12)

Widya Puspitasari, 2013

Implementasi ‘Amaliyyaħ Yaumiyyaħ Dalam Membentuk Karakter Disiplin Dan Tanggung Jawab Santri Di Pondok Pesantren Al-Basyir Bogor

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Berikut ini adalah Pedoman Transliterasi yang diberlakukan berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 158 Tahun 1987 dan Nomor 0543 b/u/1987.

A. Konsonan

No. Arab Latin No. Arab Latin

1 Tidak Dilambangkan 16

ط

2 b 17

ظ

3

ت

t 18

ع

4 19

غ

g

5

ج

j 20

ف

f

6

ح

ḥ 21

ق

q

7

خ

kh 22 k

8

د

d 23

ل

l

9

ذ

ż 24

م

m

10 r 25

ن

n

11

ز

z 26

و

w

12

س

s 27

ه

h

13

ش

sy 28

ء

`

14

ص

29

ي

y


(13)

B. Vokal Pendek

No. Arab Baca Contoh Arab Baca

1

َ

a

ك

kataba

2

َ

i

ل ُس

su`ila

3

َُ

u

ُ هْ ي

yażhabu

C. Vokal Panjang

No. Arab Baca Contoh Arab Baca

1

َ

ā

ل ق

qāla

2

ْي

َ

ī

لْي ق

qīla

3

ْو

َُ

ū

ُلْوُ ي

yaqūlu

D. Diftong

No. Arab Baca Contoh Arab Baca

1

ْي

َ

ai

فْي ك

kaifa


(14)

Widya Puspitasari, 2013

Implementasi ‘Amaliyyaħ Yaumiyyaħ Dalam Membentuk Karakter Disiplin Dan Tanggung Jawab

Santri Di Pondok Pesantren Al-Basyir Bogor

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pada era globalisasi sekarang ini, sudah banyak manusia yang terlena dengan perilaku dan gaya hidup yang berlebihan. Bahkan banyak di antara mereka sudah tidak lagi mengindahkan norma-norma dan syari‟at agama, sehingga bagi mereka yang menyadari akan hal ini malah tidak mendapatkan dan merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya seperti yang telah Allāħ swt. jelaskan dalam firman-Nya:























































Artinya: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allāħ kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada

orang lain) sebagaimana Allāħ telah berbuat baik kepadamu, dan

janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allāħ

tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan” (QS. Al-Qaṣaṣ [28]: 77).

Dalam ayat ini jelas disebutkan bahwa salah satu penyebab utama banyak terjadi penyimpangan dan kerusakan ialah kurangnya rasa syukur dalam diri setiap individu atas nikmat yang mereka peroleh ataupun cobaan yang sedang mereka hadapi. Mereka terus mencari dan meminta sesuatu tanpa mengenal rasa puas. Ketika mereka tidak mendapatkannya, maka akan menghalalkan segala cara atau ketika tujuannya tercapai, mereka bukannya

Semua teks Al-Qur`ān dan terjemahnya dalam skripsi ini dikutip dari Qur`ān in Word yang sudah

disesuaikan dengan Al-Qur`ān dan Terjemah: Syāmil Al-Qur`ān. Penerjemah: Tim Penerjemah Depag RI. Bandung: Sygma Examedia Arkanleema.


(15)

bersyukur tapi malah kufur. Sehubungan dengan masalah ini, Daradjat (1980: 10) pun mengemukakan pendapatnya bahwa:

Suatu kenyataan yang tampak jelas dalam dunia modern yang telah maju atau yang sedang berkembang ini, ialah adanya kontradiksi-kontradiksi yang mengganggu kebahagiaan orang dalam hidup. Apa yang dahulu belum dikenal manusia, kini sudah tidak asing lagi baginya. Maka hal seperti ini berdampak pada perilaku manusia itu sendiri, di antaranya banyak terjadi perilaku-perilaku menyimpang (delinquency). Kejadian ini tidak hanya terjadi di kalangan orang dewasa, akan tetapi sering terjadi pula di kalangan remaja bahkan anak-anak.

Penyebab lain yang sangat pokok ialah remaja dan anak-anak zaman sekarang sudah banyak yang lupa bahkan tidak mencintai serta mengidolakan

Rasulullāħ saw. Mereka lebih senang dan bangga mengidolakan para artis yang sedang naik daun, baik artis dalam negeri maupun artis mancanegara. Bahkan banyak di antara mereka yang sampai mengikuti perilaku dan gaya hidup para artis idolanya tanpa memfilter mana yang baik dan buruk atau pantas dan tidak pantas. Pada akhirnya, baik mereka sadari atau tidak hal ini sangat berpengaruh terhadap pembentukan dan perkembangan karakternya, dan dampak yang paling serius adalah akan membentuk akhlak kurang baik

pada pertumbuhan psikisnya. Padahal apabila dikaji kembali, Allāħ swt. telah berfirman:





































Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullāħ itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)

Allāħ dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allāħ” (QS. Al-Ahzāb [33]: 21).

Dalam ayat ini Allāħ swt. sangat jelas mengingatkan hamba-Nya untuk


(16)

3

Widya Puspitasari, 2013

Implementasi ‘Amaliyyaħ Yaumiyyaħ Dalam Membentuk Karakter Disiplin Dan Tanggung Jawab Santri Di Pondok Pesantren Al-Basyir Bogor

manusia sampai akhir zaman supaya seluruh hamba-Nya memiliki al-akhlāq al-karīmaħ. Sesuai dengan uraian tersebut, Nabi saw. pun bersabda dalam sebuah adīṡ yang diriwayatkan oleh A mad, yang artinya: “Aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan budi pekerti” (Majid dan Andayani, 2011: 59).

Perlu diingat bahwa masa anak-anak merupakan awal dalam proses pembentukan karakter, sehingga pada masa ini anak-anak sangatlah membuntuhkan bimbingan baik dari orang tua, guru, dan masyarakat sekitar. Peran orang tua sebagai pendidik pertama dalam lingkungan keluarga, guru sebagai pendidik di sekolah, dan masyarakat sebagai pendidik di lingkungan tempat anak bermain dan bersosialisasi dengan orang lain, haruslah berjalan secara sistemik, holistik, dan dinamis (Majid dan Andayani, 2011: 39-40). Ketiga aspek lingkungan ini akan sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan anak, baik perkembangan fisik maupun psikis.

Masa remaja pun merupakan masa yang sangat rawan dalam proses pembentukan dan perkembangan karakternya karena pada masa ini ialah periode perkembangan transisi dari masa anak-anak hingga masa awal dewasa. Pada masa perkembangan ini, mereka mulai mencari identitas diri dan pemikirannya semakin logis, abstrak, dan idealis (Santrock, 2002: 23). Dengan demikian, peran keluarga khususnya orang tua akan sangat ekstra dibutuhkan bagi pembentukan karakter anak guna menjadi tempat anak-anak berbagi (sharing) dan penasihat bagi mereka. Hal ini dipertegas dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Yusuf dan Nurihsan (2008: 27) yang menyebutkan bahwa:

Keluarga dipandang sebagai penentu utama pembentukan kepribadian anak. Alasannya adalah keluarga merupakan kelompok sosial pertama yang menjadi pusat identifikasi anak, anak banyak menghabiskan waktunya di lingkungan keluarga, dan para anggota keluarga merupakan

significant people” bagi pembentukan kepribadian anak.

Selain itu, dalam ajaran Islām pun ditegaskan bahwa keluarga merupakan lembaga pendidikan Islām yang pertama dan utama. Hal ini diisyaratkan


(17)

dalam Al-Qur`ān surat Al-Tahrīm ayat 6 dan dipraktikkan dalam Sunnaħ Nabī Mu ammad saw.

Pernyataan di atas menjelaskan bahwa anak-anak akan mendapatkan pendidikan di lingkungan keluarga, baik pendidikan jasmani maupun rohani, karena keluargalah yang dapat memenuhi kebutuhan anak tersebut, terutama dalam pembentukan kepribadiannya. Sehubungan dengan hal ini, Hurlock (1980: 124) menyebutkan bahwa “dalam pola hubungan antara orang tua dan anak, atau sikap dan perilaku orang tua terhadap anak, itu semua akan

memberikan dampak tersendiri terhadap anak.” Maka para orang tua dan orang dewasa hendaknya memberikan teladan yang baik karena kebanyakan anak itu tidak hanya mengerti dari perkataan saja, akan tetapi mereka pun akan selalu melihat bahkan mengamati perilaku orang tua dan orang dewasa yang ada di sekitarnya. Mereka akan memotret hal-hal yang dilihat secara langsung dan akan ditransfer ke dalam diri, yang kemungkinan bisa tersimpan dalam pikiran dan pasti suatu saat nanti potret tersebut akan muncul kembali dan mungkin bisa mereka aplikasikan dalam kehidupannya kelak.

Tapi pada kenyataannya, sering terjadi kesalahan dalam mendidik anak. Salah satu kesalahan yang sering ditemui di lingkungan masyarakat yakni banyak orang tua terlalu sayang kepada anaknya, sehingga mereka malah terlalu memanjakan dengan cara mengikuti semua keinginannya atau memberikan kasih sayang berupa materi tanpa memikirkan dampak-dampak yang akan terjadi di kemudian hari. Meskipun sebenarnya mereka mengetahui dan menyadari bahwa semua itu akan lebih cenderung berdampak tidak baik dalam pembentukan karakter anaknya. Sesuai dengan uraian tersebut, Spouk (An-Naħlawi, 1996: 23) mengatakan bahwa kekacauan dan ketidakmenentuan dalam mendidik anak-anak, serta asuhan yang merusak kreativitas mereka, dipandang sebagai salah satu dampak pemanjaan dan pemberian kebebasan yang berlebihan. Biasanya, dampak ini menimbulkan kecenderungan pada anak untuk tidak beradab, mendurhakai kedua orang tua, cepat marah walau hanya karena rangsangan yang sedikit,


(18)

5

Widya Puspitasari, 2013

Implementasi ‘Amaliyyaħ Yaumiyyaħ Dalam Membentuk Karakter Disiplin Dan Tanggung Jawab Santri Di Pondok Pesantren Al-Basyir Bogor

meremehkan urusan pribadi mereka maupun urusan orang lain, dan sangat emosional serta agresif terhadap orang lain jika mereka bermain-main.

Ada lagi alasan lain yang menyebutkan bahwa orang tua tersebut awam dan tidak tahu cara mendidik anak karena mereka hanya mengikuti tradisi mendidik anak yang turun temurun dari keluarga dan nenek moyangnya.

Padahal „Alī bin Abī Ṭālib pernah berpesan bahwa janganlah engkau

memaksakan anak-anakmu sesuai dengan pendidikanmu, karena mereka sesungguhnya diciptakan untuk zaman yang bukan zaman kalian (Majid dan Andayani, 2011: 57). Jadi, peran lembaga pendidikan sangatlah diperlukan untuk membantu orang tua dalam mendidik anak-anaknya.

Lembaga pendidikan ini pula yang merupakan salah satu faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi pembentukan dan perkembangan karakter anak. Di samping itu, setiap lembaga pendidikan di Indonesia memiliki fungsi dan tujuan yang sama yakni ingin mencetak generasi muda yang bertaqwa, berakhlak mulia, dan memiliki pengetahuan yang luas. Sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yakni:

Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Salah satu ciri manusia berkualitas dalam rumusan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 di atas adalah mereka yang tangguh iman dan takwanya serta memiliki akhlak mulia. Dengan demikian, salah satu ciri kompetensi keluaran pendidikan nasional adalah ketangguhan dalam iman dan takwa serta memiliki akhlak mulia.

Namun, telah diketahui bahwa pembelajaran di lembaga pendidikan umum kadang masih belum dianggap cukup, karena dalam prosesnya terkadang masih ada kekurangan baik dari segi waktu, materi atau bahan ajar, fasilitas pembelajaran, dan lain-lain. Maka wajar saja apabila para orang tua


(19)

ingin memberikan pendidikan yang terbaik kepada anak-anaknya, khususnya dalam pendidikan agama Islām. Banyak di antara orang tua yang menitipkan anak-anaknya di lembaga pendidikan plus, seperti pondok pesantren, full day school, dan lainnya, dengan harapan supaya putra-putrinya menjadi anak yang berbakti dan ṣāli .

Seiring dengan perkembangan zaman, ternyata salah satu lembaga pendidikan yang mendapatkan sorotan utama dari para orang tua untuk menitipkan anak-anaknya dalam menimba ilmu pengetahuan ialah pondok pesantren. Pondok pesantren merupakan salah satu lembaga yang sangat tepat bagi anak untuk membina karakter, mempelajari, dan memahami ajaran agama Islām lebih luas. Di samping itu, sudah banyak pondok pesantren yang memadukan antara pendidikan Islām dengan pendidikan umum, sehingga inilah yang menjadi salah satu daya tarik tersendiri bagi orang tua terhadap pondok pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan pilihan mereka.

Hal ini dapat dilihat dari jumlah pondok pesantren di Indonesia yang semakin berperan dan maju dalam perkembangannya. Dari hasil survei yang ada, jumlah pondok pesantren di Indonesia pun semakin betambah dari tahun ke tahun, sebagaimana data yang diperoleh dari Departemen Agama tahun 2007-2008 menunjukkan di Indonesia terdapat 8.001 (37,2%) merupakan pondok pesantren Salafiyaħ, 3.881 (18,0%) pondok pesantren Aṣriyaħ, serta 9.639 (44,8%) sebagai pondok pesantren Kombinasi. Dan jumlah santri secara keseluruhan adalah 3.818.469 santri, terdiri dari 2.063.954 (54,1%) santri laki-laki, dan 1.754.515 (45,9%) santri perempuan. Adapun jumlah pondok pesantren di Jawa barat terdapat 2.375 merupakan pondok pesantren Salafiyaħ, 652 pondok pesantren Aṣriyaħ, dan 3.178 pondok pesantren kombinasi. Dengan jumlah santri yaitu 844.241, terdiri dari 491.858 santri laki-laki, dan 352.383 santri perempuan.

Idealnya, dengan jumlah pondok pesantren di Indonesia yang begitu banyak khususnya di Jawa Barat, maka diharapkan bisa menciptakan generasi-generasi yang bertaqwa dan berkualitas. Sebagaimana Kartasasmita (Sudibyo, 2010: 54) mengemukakan bahwa pondok pesantren sangat


(20)

7

Widya Puspitasari, 2013

Implementasi ‘Amaliyyaħ Yaumiyyaħ Dalam Membentuk Karakter Disiplin Dan Tanggung Jawab Santri Di Pondok Pesantren Al-Basyir Bogor

berperan dalam menciptakan sumber daya manusia, sebab pondok pesantren

akan menghasilkan intelektual yang tawakal kepada Allāħ swt, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi terhadap permasalahan dan memikirkan manfaat untuk kesejahteraan umat, berfikir, bersikap, dan bertindak sesuai dengan Al-Qur`ān dan Al- adīṡ, menciptakan kedamaian dan kemakmuran di muka bumi, bersifat ṣidīq, amanaħ, tablig dan faṭanaħ, dan mengerjakan segala sesuatunya hanya mengharap riḍa Allāħ swt. semata.

Namun, fakta yang terjadi di lingkungan masyarakat ialah kenakalan remaja serta perilaku menyimpang (delinquency) terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini terlihat dari data yang terdapat di Badan Pusat Statistika (BPS) Provinsi Jawa Barat tahun 2010 bahwa jumlah anak nakal (naughty children) berjumlah 6.788 anak, dan korban narkotika (drug Abuser) berjumlah 7.960 anak.

Salah satu faktor penyebab munculnya masalah tersebut karena kurang tertanamnya kesadaran dalam diri setiap individu khususnya remaja tentang nilai keagamaan dan moral. Sebagaimana diungkapkan oleh Syafaat et al. (2008: 78) yang menyebutkan bahwa:

Sebab-sebab terjadinya kenakalan pada anak (juvenile delinquency) di antaranya ialah lemahnya pemahaman nilai-nilai agama, lemahnya ikatan keluarga, dan lemahnya kontrol dari para orang tua, baik orang tua di rumah yakni ibu dan ayah, orang tua di sekolah yakni guru, maupun orang tua di masyarakat yakni tokoh-tokoh masyarakat, seperti kiai/ustaż.

Senada dengan pernyataan tersebut, Daradjat (Yusuf Dan Nurihsan, 2010: 143) pun mengungkapkan bahwa beberapa faktor penyebab dekadensi moral (delinquency) khususnya di kalangan remaja antara lain kurang tertanamnya jiwa agama pada tiap orang dalam masyarakat, pendidikan moral tidak terlaksana menurut mestinya baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat, kurang adanya bimbingan untuk mengisi waktu luang dengan cara yang baik dan yang membawa kepada pembinaan moral.

Berdasarkan pada permasalah ini, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran agama Islām memang perlu lebih ditekankan oleh para pendidik, agar peserta didik tidak hanya mengetahui tentang ajaran-ajaran


(21)

Islām tetapi juga bisa mendapatkan esensinya. Selanjutnya mereka dapat mengaplikasikan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari, yang akhirnya menjadi sebuah kebiasaan (habit) yang akan membentuk karakternya kelak. Oleh sebab itu, lembaga pondok pesantren yang menyelengarakan pembelajaran agama Islām lebih intensif dari lembaga pendidikan umum, diharapkan bisa menjadi salah satu lembaga pendidikan yang dapat menjawab dan menjadi salah satu wadah atau tempat untuk menyediakan solusi dari permasalah tersebut.

Para santri yang belajar di pondok pesantren dapat lebih mudah untuk menggali ilmu pengetahuan agama Islām dan memahami esensinya. Selain itu, mereka pun dituntut untuk langsung menginternalisasikan dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan asrama tempat tinggalnya dengan aturan-aturan dan kegiatan yang terorganisir dalam program ‘amaliyyaħ yaumiyyaħ yang telah dibuat dan ditetapkan oleh pengurus pondok pesantren. Jadi, mereka dapat lebih terbimbing dalam mengembangkan serta mengoptimalkan karakternya ke arah yang lebih baik.

Pada akhirnya, pondok pesantren dapat mencetak alumni yakni generasi muda yang memiliki kepribadian yang unggul, kreatif, mandiri, dan bertaqwa

kepada Allāħ swt. Bahkan alumni ini diharapkan bisa memberikan teladan yang baik serta bisa berdakwah kepada orang-orang yang tidak mendapatkan kesempatan untuk belajar langsung di pondok pesantren dan mereka yang masih belum memahami esensi dari ajaran agama Islām. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengetahui program ‘amaliyyaħ yaumiyyaħ atau kegiatan sehari-hari apa saja yang telah dirancang dan diterapkan di pondok pesantren supaya bisa dilaksanakan oleh para santri. Karena hal ini sangat erat kaitannya dengan pembinaan karakter santri yang belajar dan tinggal di sana. Sehingga, penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian dengan menuangkannya dalam sebuah skripsi yang berjudul Implementasi

Amaliyyaħ Yaumiyyaħ dalam Membentuk Karakter Disiplin dan Tanggung Jawab Santri di Pondok Pesantren Al-Basyir Bogor.


(22)

9

Widya Puspitasari, 2013

Implementasi ‘Amaliyyaħ Yaumiyyaħ Dalam Membentuk Karakter Disiplin Dan Tanggung Jawab Santri Di Pondok Pesantren Al-Basyir Bogor

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah

Masalah karakter anak merupakan salah satu masalah yang selalu mendapatkan perhatian khusus para orang tua, sehingga orang tua pasti akan mencari cara terbaik dalam membina karakter anaknya. Salah satunya dengan mendaftarkan dan memasukkan anak mereka ke lembaga-lembaga pendidikan yang lebih intensif dalam proses pembelajarannya, di antaranya adalah lembaga pondok pesantren.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka yang menjadi rumusan masalah pokok dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Implementasi

‘Amaliyyaħ Yaumiyyaħ dalam Membentuk Karakter Disiplin dan Tanggung Jawab Santri di Pondok Pesantren Al-Basyir Bogor?”

Dari rumusan pertanyaan pokok tersebut, maka peneliti menjabarkannya dalam beberapa rumusan pertanyaan penelitian sebagai berikut.

1. Apa tujuan ‘amaliyyaħ yaumiyyaħ di pondok pesantren Al-Basyir? 2. Bagaimana program ‘amaliyyaħ yaumiyyaħ di pondok pesantren

Al-Basyir?

3. Bagaimana proses implementasi program ‘amaliyyaħ yaumiyyaħ di pondok pesantren Al-Basyir?

4. Bagaimana pengaruh program ‘amaliyyaħ yaumiyyaħ terhadap karakter disiplin dan tanggung jawab santri di pondok pesantren Al-Basyir?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan pokok penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi

‘amaliyyaħ yaumiyyaħ dalam membentuk karakter disiplin dan tanggung jawab santri di pondok pesantren Al-Basyir Bogor.

Adapun secara khusus dan operasional, penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui tujuan ‘amaliyyaħ yaumiyyaħ di pondok pesantren

Al-Basyir.

2. Memperoleh gambaran mengenai program ‘amaliyyaħ yaumiyyaħ di pondok pesantren Al-Basyir.


(23)

3. Mengidentifikasi proses implementasi program ‘amaliyyaħ yaumiyyaħ di pondok pesantren Al-Basyir.

4. Mengidentifikasi pengaruh program ‘amaliyyaħ yaumiyyaħ terhadap karakter disiplin dan tanggung jawab santri di pondok pesantren Al-Basyir.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, manfaat dari penelitian ini agar dapat memberikan inovasi baru terhadap keilmuan dan pendidikan, khususnya dalam perencanaan, penyusunan, dan pelaksanaan suatu program pembelajaran dalam membentuk, mengembangkan serta membina karakter anak. 2. Manfaat Praktis

Secara praktis, manfaat dari penelitian ini ditujukan kepada beberapa pihak terkait, yakni:

a. Pendidik

Memberikan rekomendasi bagi pendidik dalam memperluas wawasan dan pemahaman mengenai cara-cara mengembangkan dan mengoptimalkan karakter anak, salah satu caranya yakni dengan menyusun program ‘amaliyyaħ yaumiyyaħ.

b. Peserta didik

Memberikan pemahaman kepada anak dalam mengembangkan karakternya, supaya anak lebih disiplin dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari, serta melatih mereka untuk lebih bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah, sedang, atau akan mereka lakukan.

c. Lembaga Pendidikan

Memberikan rekomendasi terkait salah satu program yang dapat direncanakan dan disusun di lembaga pendidikan, khususnya pondok pesantren supaya memudahkan dalam proses implementasi program ‘amaliyyaħ yaumiyyaħ tersebut.


(24)

11

Widya Puspitasari, 2013

Implementasi ‘Amaliyyaħ Yaumiyyaħ Dalam Membentuk Karakter Disiplin Dan Tanggung Jawab Santri Di Pondok Pesantren Al-Basyir Bogor

d. Prodi IPAI

Dengan adanya skripsi ini, membuktikan bahwa Prodi IPAI ikut serta dalam menangani masalah pendidikan karakter, khususnya mengenai pembentukan dan pembinaan al-akhlāq al-karīmaħ anak. e. Penulis

Memberikan pemahaman dan wawasan baru terkait dengan rencana dan penyusunan program yang akan diterapkan kelak ketika menjadi seorang pendidik, sehingga tidak hanya dapat diaplikasikan oleh diri sendiri akan tetapi juga mempermudah dalam melaksanakan proses pembinaan karakter pada peserta didik.

E. Struktur Organisasi Penelitian

Penelitian yang akan dirancang ini memiliki sistematika penulisan skripsi sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN: meliputi Latar Belakang Penelitian, Identifikasi dan Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, dan Struktur Organisasi Penelitian.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN: terdiri dari dua subbab yakni Kajian Pustaka, yang meliputi pembahasan mengenai pondok pesantren, program ‘amaliyyaħ yaumiyyaħ, dan karakter santri, serta Kerangka Pemikiran.

BAB III METODE PENELITIAN: meliputi Lokasi dan Subjek Penelitian, Metode Penelitian, Pendekatan Penelitian, Definisi Operasional, Instrumen Pengumpulan Data, Teknik Pengumpulan Data, Prosedur Penelitian, dan Analisis Data.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN: meliputi Data Hasil Penelitian mengenai Profil Yayasan Al-Basyir, Pemaparan Data Hasil Penelitian terkait dengan tujuan, program, proses, dan pengaruh program

‘amaliyyaħ yaumiyyaħ terhadap karakter disiplin dan tanggung jawab santri di pondok pesantren Al-Basyir, dan Pembahasan Data Hasil Penelitian.


(25)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di yayasan Al-Basyir, yang berada di kampung Cibeureum RT 02/06, kelurahan Cibatok II, kecamatan Cibungbulang, kabupaten Bogor (16630), Jawa Barat, Indonesia. Telp (0251) 4727231, 8642302, 7163122. Fax: (0251) 8642302. Email: sdsalbasyir@gmail.com dan Web: sdalbasyir.blogspot.com.

Yayasan Al-Basyir ini merupakan lembaga pendidikan yang melaksanakan pendidikan Islam yakni pondok pesantren dan pendidikan formal yakni Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Bahkan dalam yayasan ini pula berdiri Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH). Yayasan ini dipimpin langsung oleh KH. Dudung Basyir.

Yayasan Al-Basyir ini merupakan lembaga pendidikan yang memadukan antara pendidikan umum dan pesantren, sehingga bagi para peserta didik yang tinggal di pondok, mereka disediakan fasilitas asrama dan fasilitas lainnya serta program kegiatan harian yang menunjang pembentukan karakter dan pemahaman terhadap pengetahuan agama secara lebih intensif, sedangkan untuk peserta didik yang tidak tinggal di asrama mereka tetap mendapatkan pelajaran tambahan dari para ustaż di pondok pesantren yang dilaksanakan setiap hari ba‟da ṣalat ẓuhur. Maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di yayasan Al-Basyir dengan judul “Implementasi

‘Amaliyyaħ Yaumiyyaħ dalam Membentuk Karakter Disiplin dan Tanggung Jawab Santri di Pondok Pesantren Al-Basyir Bogor”.

2. Subjek Penelitian/Sumber Data

Dalam penelitian kualitatif berbeda dengan penelitian kuantitatif yang menggunakan istilah populasi dan sampel, karena dalam penelitian


(26)

45

Widya Puspitasari, 2013

Implementasi ‘Amaliyyaħ Yaumiyyaħ Dalam Membentuk Karakter Disiplin Dan Tanggung Jawab

Santri Di Pondok Pesantren Al-Basyir Bogor

kualitatif istilah subjek populasi atau sampel penelitian disebut dengan sumber data. Sebagaimana Arikunto (2010: 172) menjelaskan bahwa:

Sumber data dalam penelitian adalah subjek darimana data dapat diperoleh. Apabila peneliti menggunakan kuesioner atau wawancara dalam pengumpulan datanya, maka sumber data disebut responden, yaitu orang yang merespon atau menjawab pertanyaan peneliti, baik pertanyaan tertulis maupun lisan. Apabila peneliti menggunakan teknik observasi, maka sumber data bisa berupa benda, gerak, atau proses sesuatu. Apabila peneliti menggunakan dokumentasi, maka dokumen atau catatanlah yang menjadi sumber data, sedangkan isi catatan adalah subjek penelitian atau varibel penelitian.

Oleh karena itu, dilihat dari sumber data di atas maka Arikunto (2010: 172) menyimpulkan sumber data itu dapat di klasifikasikan ke dalam tiga tingkatan, yakni.

a. Person (orang), yaitu sumber data yang bisa memberikan jawaban lisan melalui wawancara atau jawaban tertulis melalui angket. b. Place (tempat), yaitu sumber data yang menyajikan tampilan berupa

keadaan diam (seperti: ruangan, wujud benda, dan lainnya) dan bergerak (seperti: aktivitas atau kegiatan, kinerja, dan lainnya). c. Paper (simbol), yaitu sumber data yang menyajikan tanda-tanda

berupa huruf, angka-angka, gambar, dan simbol lainnya.

Selain itu, Spradley (Sugiyono, 2012: 297) menjelaskan dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi, tetapi dinamakan situasi sosial (social situation) yang terdiri atas tiga elemen yaitu: tempat (place), pelaku (actors), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis.

a. Place, tempat dimana interaksi dalam situasi sosial berlangsung. b. Actors, pelaku atau orang yang sedang memainkan peran tertentu. c. Activity atau kegiatan yang dilakukan oleh actor dalam situasi sosial

yang sedang berlangsung.

Kedua pendapat di atas pada intinya memiliki maksud yang sama, yakni penelitian kualitatif tidak menggunakan populasi atau sampel, karena subjek penelitian ini disebut dengan sumber data yang terangkum


(27)

dalam social situation yang terdiri dari tiga elemen dan merupakan satu kesatuan utuh yang saling berhubungan, sehingga tidak dapat dipastikan mana yang disebut dengan populasi atau sampel penelitian seperti dalam penelitian kuantitatif.

Sumber data yang peneliti jadikan sebagai subjek penelitian dan terangkum dalam social situation yang terdiri dari tiga elemen, yakni: a. Yayasan Al-Basyir sebagai tempat penelitian (place).

b. Kiai, ustaż/ustażaħ, guru-guru sekolah, pengurus, santri, dan beberapa pihak terkait lainnya merupakan actors.

c. Seluruh aktivitas santri yang tercover dalam ‘amaliyyaħ yaumiyyaħ yang merupakan aktifitas dalam social situation.

Dari ketiga elemen tersebut, peneliti visualisasikan dalam diagram berikut ini:

Place/tempat:

Actor/orang: Activity/aktifitas:

Gambar 3. 1. Situasi Sosial (Sugiyono, 2012: 298)

B. Metode Penelitian

Riduwan (2012: 1) berpendapat bahwa “penelitian ialah suatu cara ilmiah untuk memecahkan suatu masalah dan untuk menembus batas-batas ketidaktahuan manusia.” Selanjutnya, secara umum Sukmadinata (2011: 5) menjelaskan bahwa “penelitian diartikan sebagai suatu proses pengumpulan dan analisis data yang dilakukan secara sistematis dan logis untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu.” Adapun menurut Sugiyono (2012: 3), “secara umum

Social situation Yayasan Al-Basyir

Kiai, ustaż/ustażaħ, guru-guru Sekolah pengurus, santri, dan pihak terkait lainnya.

Aktifitas santri melalui „amaliyyaħ


(28)

47

Widya Puspitasari, 2013

Implementasi ‘Amaliyyaħ Yaumiyyaħ Dalam Membentuk Karakter Disiplin Dan Tanggung Jawab

Santri Di Pondok Pesantren Al-Basyir Bogor

metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.” Jadi, metode penelitian merupakan serangkaian cara atau strategi yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan penelitian yang dilandasi oleh asumsi-asumsi dasar, pertanyaan, dan permasalahan yang dihadapi dengan mengacu pada tujuan yang telah dirumuskan.

Berdasarkan judul penelitian, maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Suyatna (2002: 14) menjelaskan bahwa “penelitian deskriptif mencakup segala macam penelitian yang tidak termasuk penelitian historis dan eksperiment.” Beliau pun menegaskan pula bahwa “tujuan penelitian deskriptif adalah untuk memberikan (mendeskripsikan), yakni membuat gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu.”

Sejalan dengan pendapat tersebut, Sukmadinata (2011: 18) menyebutkan bahwa:

Penelitian deskriptif ditujukan untuk mendeskripsikan suatu keadaan atau fenomena-fenomena apa adanya. Dalam studi ini peneliti tidak melakukan manipulasi atau memberikan perlakuan-perlakuan tertentu terhadap objek penelitian, semua kegiatan atau peristiwa berjalan seperti apa adanya.

Metode deskriptif ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi secara faktual dan alami di pondok pesantren Al-Basyir, dengan cara mengidintifikasi gejala-gejala serta masalah-masalah yang terjadi di lingkungan pondok pesantren, serta mendeskripsikan implementasi program

‘amaliyyaħ yaumiyyaħ mulai dari tujuan, program, proses, dan pengaruh

program tersebut dalam membentuk karakter santri di sana tanpa diberikan perlakuan tertentu oleh peneliti.

C. Pendekatan Penelitian

Berdasarkan pada metode penelitian yakni deskriptif, maka pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini ialah pendekatan kualitatif. Secara singkatnya Bogdan dan Taylor (Moleong, 2012: 4) mendefinisikan


(29)

pendekatan kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Dan Sukmadinata (2011: 60) mendefinisikan bahwa:

Penelitian kualitatif (qualitative research) adalah suatu penelitian yang ditunjukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok.

Sedangkan Sugiyono (2012: 15) berpendapat yakni:

Pendekatan kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowball, teknik pengumpulan dengan triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.

Dan lebih jelasnya Moleong (2012: 6) mensintesiskan bahwa:

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain., secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.

Adapun Nasution (1996: 5) menjelaskan bahwa “penelitian kualitatif pada hakekatnya ialah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya.” Bahkan masih menurut Nasution (1996: 9), penelitian kualitatif disebut juga penelitian naturalistic. Disebut kualitatif karena sifat data yang dikumpulkan yang bercorak kualitatif, bukan kuantitatif, karena tidak menggunakan alat-alat pengukur. Disebut naturalistic, karena situasi lapangan penelitian bersifat natural atau wajar, sebagaimana adanya, tanpa dimanipulasi, diatur dengan eksperimen atau tes.

Nasution (1996: 19) pun mengemukakan bahwa ada 16 ciri penelitian kualitatif, yakni:

1. penelitian dilakukan dalam natural setting, 2. peneliti sebagai human instrument,


(30)

49

Widya Puspitasari, 2013

Implementasi ‘Amaliyyaħ Yaumiyyaħ Dalam Membentuk Karakter Disiplin Dan Tanggung Jawab

Santri Di Pondok Pesantren Al-Basyir Bogor

3. sangat deskriptif,

4. mementingkan proses maupun produk, 5. mencari makna,

6. mengutamakan data first hand, 7. melakukan triangulasi,

8. menonjolkan konteks,

9. peneliti berkedudukan sama dengan orang yang diteliti, 10. mengutamakan pandangan emic,

11. mengadakan verifikasi, antara lain melalui kasus negative, 12. melakukan purposive sampling,

13. melakukan audit trail,

14. melakukan partisipasi tanpa mengganggu (unobtrusive), 15. mengadakan analisis sejak awal,

16. disain yang emergent.

Artinya, penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif ini dimaksudkan bahwa peneliti melakukan penelitian langsung ke lapangan untuk memperoleh data secara menyeluruh (holistic) dari sumber data yang diamati secara factual atau alamiah, baik dengan cara mengamati gejala dan permasalahan yang ada, maupun mengamati kejadian dan perilaku sosial. Lalu dilakukan analisis data supaya menghasilkan informasi yang dibutuhkan dengan berpegang pada teori dan konsep yang telah dikaji sebelumnya.

Jadi, penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif dalam menganalisis tujuan, program, proses, dan pengaruh program ‘amaliyyaħ yaumiyyaħ terhadap pembentukan karakter disiplin dan tanggung jawab santri di pondok pesantren Al-Basyir Bogor. Peneliti pun mengamati hal-hal lain yang berkaitan dengan program „amaliyyaħ yaumiyyaħ tersebut, seperti pendidik, sarana prasarana, dan lain-lain.


(31)

D. Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalahan dalam menafsirkan beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka diperlukan penjelasan tentang beberapa istilah agar lebih efektif dan operasional dari judul skripsi “Implementasi

‘Amaliyyaħ Yaumiyyaħ dalam Membentuk Karakter Disiplin dan Tanggung Jawab Santri di Pondok Pesantren Al-Basyir Bogor”. Istilah-istilah tersebut antara lain:

1. Amaliyyaħ Yaumiyyaħ

Amaliyyaħ Yaumiyyaħ yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu program „amaliyyaħ yaumiyyaħ yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Al-Basyir Bogor. Program „amaliyyaħ yaumiyyaħ ini merupakan rancangan kegiatan/aktivitas yang dilakukan setiap hari oleh para santri di Pondok Pesantren Al-Basyir Bogor mulai dari santri bangun tidur sampai tidur lagi, serta bagaimana cara dan metode yang dipakai dalam proses implementasi program tersebut. Adapun program „amaliyyaħ yaumiyyaħ utama yang ada di yayasan Al-Basyir ini adalah ṣalat lima waktu secara berjama‟ah, ṣalat sunnaħ rawatib, tahajud, witir, ḍuḥā, pembelajaran Qirā`atī, Taḥfiẓ (Hafalan), dan Diniyyaħ, serta program lainnya yang akan menunjang ketercapaian tujuan dari implementasi program „amaliyyaħ yaumiyyaħ tersebut.

2. Karakter Santri

Karakter dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Nasional (2012: 623) di definisikan sebagai “sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain; tabiat; watak”. Karakter ini ialah sifat-sifat yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari santri setelah mereka terbiasa melaksanakan kegiatan yang tercover dalam program „amaliyyaħ yaumiyyaħ, seperti empati, simpati, jujur, tanggung jawab, disiplin, dan lainnya.


(32)

51

Widya Puspitasari, 2013

Implementasi ‘Amaliyyaħ Yaumiyyaħ Dalam Membentuk Karakter Disiplin Dan Tanggung Jawab

Santri Di Pondok Pesantren Al-Basyir Bogor

Akan tetapi karakter yang dimaksud dalam penelitian ini hanya memfokuskan pada dua karakter saja yakni disiplin dan tanggung jawab. Karakter disiplin ini adalah perilaku santri yang menunjukkan ketaatan atau kepatuhan terhadap kegiatan yang telah disusun dan dilaksanakan serta menunjukkan perilaku tanggung jawab akan segala sesuatu yang telah, sedang, dan akan dilakukan ataupun ditinggalkan dalam program „amaliyyaħ yaumiyyaħ di pondok pesantren Al-Basyir Bogor.

3. Pondok Pesantren

Dalam KBBI (2012: 1093 dan 290), dijelaskan bahwa “pondok adalah madrasah dan asrama tempat mengaji, belajar agama Islam”, sedangkan “pesantren adalah asrama tempat santri atau tempat murid -murid belajar mengaji, dan sebagainya”. Maka, pondok pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan Islām yang tidak hanya memberikan informasi atau pengetahuan kepada santri (peserta didik), akan tetapi mereka dituntut untuk langsung mengaplikasikan pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Jadi, dengan kebiasaan yang tercover dalam program ‘amaliyyaħ yaumiyyaħ ini, para santri akan memahami dan menyadari makna dari pengetahuan yang mereka peroleh. Bahkan di pondok pesantren ini mereka difasilitasi asrama sebagai tempat tinggal guna aktivitasnya dapat terkontrol oleh para pendidik, serta fasilitas lainnya yang menunjang segala aktivitasnya. Pondok pesantren yang menjadi tempat penelitian ini berada di wilayah Kabupaten Bogor yakni pondok pesantren Al-Basyir.

4. Pengaruh

Sebagaimana terdapat dalam KBBI (2012: 1045) bahwa pengaruh ini dapat diartikan sebagai “daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan, atau perbuatan seseorang.” Pengaruh yang dimaksud dalam rumusan masalah penelitian ini, tidak diukur dengan statistika, akan tetapi pengaruh di sini hanya


(33)

akan di deskripsikan dari data-data hasil penelitian dengan diperkuat oleh triangulasi. Dalam proses implementasi program ‘amaliyyaħ yaumiyyaħ ini, peneliti akan melakukan analisis terhadap seberapa besar pengaruh program tersebut terhadap pembentukan karakter disiplin dan tanggung jawab santri dalam melaksanakan setiap kegiatan yang ada dalam kehidupan sehari-hari mereka.

E. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini, yang menjadi instrumen utama dalam penelitian adalah peneliti itu sendiri. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Nasution (1996: 9) bahwa “peneliti dalam penelitian naturalistik adalah sebagai instrumen penelitian. Peneliti adalah key instrument atau alat penelitian utama.” Bahkan Nasution (1996: 55) menegaskan bahwa:

Dalam penelitian naturalistic tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian utama. Alasannya ialah bahwa segala sesuatu belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, data yang akan dikumpulkan, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil yang diharapkan, itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan yang serba tak pasti dan jelas itu tidak ada pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri satu-satunya alat yang dapat menghadapinya.

Dari pernyataan di atas bisa dipahami bahwa instrumen penelitian dalam pendekatan kualitatif adalah peneliti itu sendiri, atau dikenal juga dengan istilah human instrument.

Lebih lanjut, Sugiyono (2012: 306) menambahkan tentang fungsi dari human instrument, yakni:

Peneliti kualitatif sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya.

Di samping itu, Nasution (1996: 55-56) menyebutkan bahwa peneliti sebagai instrumen penelitian mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.


(34)

53

Widya Puspitasari, 2013

Implementasi ‘Amaliyyaħ Yaumiyyaħ Dalam Membentuk Karakter Disiplin Dan Tanggung Jawab

Santri Di Pondok Pesantren Al-Basyir Bogor

1. Peneliti sebagai alat, peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus dari lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna atau tidak bagi penelitian.

2. Peneliti sebagai alat, dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan dan dapat mengumpulkan aneka ragam data sekaligus.

3. Tiap situasi merupakan keseluruhan. Tidak ada suatu instrumen berupa tes atau angket yang dapat menangkap keseluruhan situasi, kecuali manusia.

4. Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia, tidak dapat difahami dengan pengetahuan semata. Untuk memahaminya kita perlu sering merasakannya, menyelaminya berdasarkan penghayatan kita.

5. Peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis data yang diperoleh. Ia dapat menafsirkannya, melahirkan hipotesis dengan segera untuk menentukan arah pengamatan, untuk men-test hipotesis yang timbul seketika.

6. Hanya manusia sebagai instrument dapat mengambil kesimpulan berdasarkan data yang dikumpulkan pada suatu saat dan segera menggunakannya sebagai balikan untuk memperoleh penegasan, perubahan, perbaikan, atau penolakan.

7. Manusia sebagai instrumen, dapat memperhatikan respon yang aneh atau menyimpang. Respon yang lain daripada yang lain, bahkan yang bertentangan dipakai untuk mempertinggi tingkat kepercayaan dan pemahaman mengenai aspek yang diteliti.

Selanjutnya, Satori dan Komariah (2009: 67) mengungkapkan bahwa kekuatan peneliti sebagai human instrument adalah sebagai berikut.

1. Kekuatan akan pemahaman metodologi kualitatif dan wawasan bidang profesinya.

2. Kekuatan dari sisi personality.

3. Kekuatan dari sisi kemampuan hubungan sosial (Human Relation). 4. Kekuatan dari sisi keterampilan berkomunikasi.


(35)

Jadi sangat jelas bahwa peneliti dalam penelitian kualitatif sebagaimana yang telah diungkapkan oleh beberapa ahli di atas, merupakan unsur utama karena dari awal perencanaan, penyususnan, proses penelitian, sampai pada tahap akhir pelaporan, penelitilah yang berperan penting dalam memahami metodologi kualitatif yang digunakan serta proses terlaksananya sebuah penelitian. Peneliti pula yang secara aktif terjun langsung melakukan pengamatan dan wawancara kepada pihak terkait dengan berbekal wawasan yang telah peneliti persiapkan terlebih dahulu.

Di samping itu, hanya manusia yang dapat merasakan, memahami, menafsirkan, dan mengungkap makna yang tersirat baik dari kata-kata, perilaku, mimik, maupun isyarat dari responden. Bahkan alat-alat seperti rekaman atau kamera pun akan dapat berfungsi apabila digunakan oleh peneliti guna memperkuat data yang diperoleh.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam mengumpulkan data ialah teknik purposive sampling. Menurut Nasution (1996: 29) bahwa:

sampling ialah pilihan peneliti aspek apa dari peristiwa apa dan siapa dijadikan fokus pada saat dan situasi tertentu dan karena itu dilakukan terus menerus sepanjang penelitian. Sampling bersifat purposif yakni bergantung pada tujuan fokus pada suatu saat.

Lebih jelasnya Sugiyono (2012: 124) menyebutkan bahwa “purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.”

Oleh karena itu, teknik purposive sampling digunakan oleh peneliti guna mengumpulkan data dan informasi dari para informan dan sumber data lainnya dengan disesuaikan pada tujuan dan kebutuhan data-data yang ingin diperoleh.

Selanjutnya, jenis data yang akan dikumpulkan termasuk ke dalam data kualitatif, karena seperti telah dibahas sebelumnya bahwa dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif.

Adapun definisi dari data kualitatif sebagaimana yang dijelaskan oleh Riduwan (2012: 5) adalah “data yang berhubungan dengan kategorisasi,


(36)

55

Widya Puspitasari, 2013

Implementasi ‘Amaliyyaħ Yaumiyyaħ Dalam Membentuk Karakter Disiplin Dan Tanggung Jawab

Santri Di Pondok Pesantren Al-Basyir Bogor

karakteristik berwujud pertanyaan atau berupa kata-kata.” Bahkan menurut beliau data kualitatif ini biasanya diperoleh melalui wawancara dan bersifat subjektif, yakni penafsiran dari data ini akan berbeda-beda apabila ditafsirkan oleh orang yang berbeda pula, karena dalam hal ini akan tergantung pada beberapa faktor yang memepengaruhi sudut pandang orang tersebut.

Membahas mengenai teknik pengumpulan data, karena metode dan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, maka pengumpulan data akan dilakukan pada natural setting (kondisi yang alamiah), sumber data primer, dan teknik pengumpulan data yang digunakan lebih banyak pada observasi berperanserta (participant observation) dan wawancara mendalam (in dept interview) dan dokumentasi (Sugiyono, 2012: 309).

Jadi untuk memperoleh data yang dibutuhkan oleh peneliti, maka instrumen yang digunakan dalam penelitian pun beragam, yakni instrumen observasi, wawancara, studi dokumentasi, dan triangulasi/gabungan. Dan instrumen ini akan peneliti paparkan satu persatu sebagai berikut.

1. Observasi

Berbicara mengenai observasi, maka akan langsung tertuju pada pengamatan, karena dalam observasi ini peneliti dituntut untuk mengamati setiap kegiatan atau aktivitas serta situasi dan kondisi di lapangan. Namun, terkadang istilah observasi sering diidentikkan hanya pada satu indera yakni indera penglihatan (mata), padahal dalam pengamatan itu diperlukan kerjasama dari seluruh indera. Sebagaimana dipertegas oleh Suyatna (2002: 20) yang menyebutkan bahwa “teknik pengumpulan data dengan observasi tidak hanya terbatas pada penggunaan indera penglihatan saja, akan tetapi meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap sesuatu obyek dengan menggunakan seluruh alat indera.”

Dilihat dari asal muasalnya, teknik pengumpulan data dengan observasi menurut Nasution (1996: 56) adalah:


(37)

Dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuwan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi. Data itu dikumpulkan dengan berbagai alat, di antaranya alat yang sangat canggih, sehingga dapat diobservasi benda yang sekecil-kecilnya atau yang sejauh-jauhnya di jagat raya. Namun betapapun canggihnya alat yang digunakan, tujuannya satu, yakni mengumpulkan data melalui observasi.

Masih menurut Nasution (1996: 66), bahwa cara kerja dari observasi sebagai alat pengumpul data, “yakni dengan melihat dan mendengarkan.” Sedangkan Hadi (Sugiyono, 2012: 203) mengemukakan bahwa observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan psikologis. Dua di antara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan. Bahkan Marshall (Sugiyono, 2012: 3010) menyatakan bahwa through observation, the researcher learn about behavior and the meaning attached to those behavior. Melalui observasi, peneliti belajar tentang perilaku, dan makna dari perilaku tersebut.

Namun, observasi sebagai teknik pengumpulan data mempunyai ciri spesifik bila dibandingkan dengan teknik lainnya. Karena observasi tidak terbatas pada perilaku, kegiatan, dan proses kerja para responden, tetapi juga objek-objek lingkungan alam sekitar yang memang perlu dan dapat diamati, didengar, atau dirasakan oleh peneliti guna menambah bahan dalam pengumpulan data.

Maka dalam hal ini Faisal (Sugiyono, 2012: 310) mengklasifikasikan observasi menjadi tiga bagian, yakni observasi berpartisipasi (participant observation), observasi yang secara terang-terangan dan tersamar (overt observation and covert observation), dan observasi yang tak berstruktur (unstructured observation). Selanjutnya, Spradley membagi observasi berpartisipasi menjadi empat yaitu pasive participation, moderate participation, active participation, dan complete participation (Sugiyono, 2012: 310).

Peneliti dalam penelitian ini berperan sebagai moderat participant observation. Menurut Sugiyono (2012: 204), peneliti dalam konteks ini


(38)

57

Widya Puspitasari, 2013

Implementasi ‘Amaliyyaħ Yaumiyyaħ Dalam Membentuk Karakter Disiplin Dan Tanggung Jawab

Santri Di Pondok Pesantren Al-Basyir Bogor

memiliki keterlibatan langsung dengan orang-orang yang sedang diamati sebagai sumber data penelitian, karena peneliti ikut serta dalam setiap kegiatan yang diselenggarakan dan dilakukan oleh para responden. Sehingga peneliti dapat dengan mudah melihat, menemukan, merasakan, dan memahami gejala-gejala yang terjadi di dalamnya.

Senada dengan pendapat di atas, Stainback (Sugiyono, 2012: 311) menyatakan bahwa “in participant observation, the researcher observes what people do, listent to what they say, and participates in their activities.

Dalam pengumumpulan data melalui instrumen observasi ini, peneliti melakukan pengamatan untuk memperoleh dan mengumpulkan data dari tempat yang dijadikan objek penelitian, sumber data primer (actors), dan peneliti ikut terlibat langsung ke dalam kegiatan dan aktivitas yang dilakukan oleh para santri yang telah disusun dalam program ‘amaliyyaħ yaumiyyaħ di pondok pesantren Al-Basyir Bogor. Namun, tidak semua kegiatan yang diselenggarakan di sana diikuti secara keseluruhan oleh peneliti. Bahkan dalam prosesnya, peneliti melakukan pengamatan tidak hanya dengan mengandalkan panca indera saja, akan tetapi dibantu dengan alat tulis seperti: catatan lapangan dan alat-alat elektronik seperti: kamera digital dan video rekaman. Maksudnya adalah untuk memperkuat hasil data yang nanti akan atau sudah dianalisis.

2. Wawancara

Definisi wawancara (interview) sebagaimana dikemukakan oleh Moleong (2012: 186) adalah:

percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.

Senada dengan pendapat tersebut, Suyatna (2002: 20) mendefinisikan bahwa “interview adalah wawancara untuk memperoleh


(39)

informasi/data dari obyek yang diteliti dalam suatu penelitian.” Selain itu, Sugiyono (2012: 194) berpendapat bahwa “wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan ataupun ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam terkait permasalahan yang dihadapi.”

Jadi, sangat jelas bahwa wawancara akan sangat membantu peneliti dalam mengumpulkan data, khususnya data-data yang tidak dapat diperoleh melalui observasi dan instrumen lainnya.

Adapun wawancara menurut Esterberg (Sugiyono, 2012: 319) terdiri atas tiga macam, yakni wawancara terstruktur, semi terstruktur, dan tidak terstruktur.

Dalam hal ini, peneliti melakukan wawancara dengan dua macam wawancara, yaitu wawancara terstruktur dan tidak terstruktur. Karena untuk pertanyaan yang berkaitan dengan karakter santri, maka akan diberikan pertanyaan terstruktur supaya memperoleh data yang akurat. Sedangkan untuk memperoleh data yang lebih mendalam digunakan wawancara tidak terstruktur, supaya para informan pun bisa mengemukakan pendapatnya sesuai dengan sudut pandang masing-masing.

Wawancara dilakukan untuk mengumpulkan informasi dari sumber data atau informan dengan bertanya langsung kepada beberapa pihak terkait, yakni kiai yang berperan sebagai pemilik sekaligus pimpinan pondok pesantren, para ustaż/ustażaħ, guru sekolah, santri, serta pihak lain yang ada di dalamnya. Selama proses wawancara, peneliti tidak akan terlaku terfokus dalam kegiatan mencatat informasi yang dikemukakan oleh informan, karena hal itu dapat mengganggu suasana selama proses wawancara terjadi. Oleh karena itu, peneliti menggunakan alat bantu perekam suara atau video, tapi tetap menggunakan alat mencatat. Karena dimungkinkan ada hal-hal yang tidak dapat terekam suara maupun video, tetapi hal itu hanya dapat dirasakan atau diamati langsung oleh peneliti, seperti sikap, perilaku, mimik wajah atau suara


(40)

59

Widya Puspitasari, 2013

Implementasi ‘Amaliyyaħ Yaumiyyaħ Dalam Membentuk Karakter Disiplin Dan Tanggung Jawab

Santri Di Pondok Pesantren Al-Basyir Bogor

dari para informan. Selanjutnya, hasil dari wawancara itu langsung peneliti tuangkan dalam bentuk tulisan atau berupa catatan lapangan dengan mendeskripsikan informasi yang telah diperoleh dari responden yang menghasilkan data atau bahan mentah.

Disamping itu, catatan dalam wawancara tetap diperlukan karena data yang dikumpulkan ada yang bersifat verbal dan non verbal. Sebagaimana dipertegas oleh Nasution (1996: 69-70) yang menjelaskan tentang data yang bersifat verbal ini kaya akan informasi sehingga akan dengan mudah direkam melalui alat elektronik dan ditulis dalam catatan, sedangkan data non verbal biasanya berisi konteks yang berupa pesan-pesan yang dipengaruhi kebudayaan, seperi isyarat yang disampaikan melalui gerak-gerik tubuh ataupun spontanitas-spontanitas dari para informan. Yang pada dasarnya kedua hal tersebut amat penting untuk memahami makna kata-kata atau ucapan dalam wawancara.

3. Studi dokumentasi

Dalam studi dokumentasi, peneliti melakukan kajian-kajian pada dokumen-dokumen yang telah ada di pondok pesantren tersebut. Menurut Sugiyono (2012: 329) dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Biasanya dokumen ini berupa tulisan seperti catatan harian, sejarah kehidupan, ceritera, biografi, peraturan, kebijakan, dan lainnya; berupa gambar seperti foto, gambar hidup, sketsa, bagan, dan lainnya; atau berbentuk karya seperti karya seni baik berupa gambar, film, dan sebagainya. Sedangkan menurut Nasution (1996: 85), dokumen itu terdiri atas dua hal yakni tulisan pribadi seperti buku harian, surat-surat, dan dokumen resmi.

Kajian ini dimaksudkan untuk menganalisis isi dari dokumen yang ada, sehingga dari hasil kajian ini akan menghasilkan informasi yang akan menunjang data yang dihasilkan dari observasi dan wawancara. Sehingga, data-data yang diperoleh nantinya bisa lebih kredibel.


(41)

Jadi peneliti akan mencari dokumen-dokumen yang berkaitan dengan sejarah pondok pesantren, visi dan misi, struktur organisasi/kepengurusan, jumlah ustaż/ustażaħ, santri, dan pengurus lain, program-program yang telah dibuat, khususnya program

‘amaliyyaħ yaumiyyaħ santri, jenis dan klasifikasi reward and

punishment yang telah disusun, serta dokumen lain yang diperlukan terkait dengan penelitian di pondok pesantren Al-Basyir Bogor.

4. Triangulasi

Sugiyono (2012: 330) mengartikan triangulasi “sebagai pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada.” Selain itu, Stainback (Sugiyono, 2012: 330) menyatakan bahwa tujuan dari triangulasi bukan untuk mencari kebenaran tentang beberapa fenomena, tetapi lebih pada peningkatan pemahaman peneliti terhadap apa yang telah ditemukan. Jadi dalam hal ini, peneliti tidak hanya mengumpulkan data dari lapangan, akan tetapi melakukan kredibilitas data, yaitu mengecek kredibilitas data dari berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai sumber data. Tujuannya untuk memahami lebih mendalam makna yang terkandung dari semua data yang telah diperoleh dari berbagai teknik dan sumber data terkait.

G. Prosedur Penelitian

Menurut Satori dan Komariah (2009: 82) tahap-tahap penelitian kualitatif adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1 Tahap-Tahap Penelitian Kualitatif (Satori dan Komariah, 2009: 82) Memilih Topik

Kajian

Menentukan topik dengan mengkaji paradigma dan fenomena empiric


(1)

132

Widya Puspitasari, 2013

Implementasi ‘Amaliyyaħ Yaumiyyaħ Dalam Membentuk Karakter Disiplin Dan Tanggung Jawab

Santri Di Pondok Pesantren Al-Basyir Bogor

b. Pembelajaran Qirā`atī dan Taḥfiẓ Al-Qur`ān. Pembelajaran ini bertujuan supaya santri:

1) Bisa membaca ayat-ayat Al-Qur`ān dengan baik dan benar sesuai dengan makhārijul huruf dan kaidah ilmu tajwīd.

2) Untuk santri pemula, mereka tidak dituntut untuk mempelajari dan memahami teori tajwīd tetapi cukup menguasai tajwīd praktis.

3) Bisa dan terbiasa menulis ayat-ayat Al-Qur`ān dengan tepat. 4) Menghafal ayat-ayat Al-Qur`ān dengan baik dan benar sesuai

dengan makhārijul huruf dan kaidah ilmu tajwīd. 5) Terbiasa menghafal ayat-ayat Al-Qur`ān.

c. Pembelajaran Diniyyaħ

Pembelajaran ini bertujuan supaya santri:

1) Bisa mengembangkan kecakapan hidup untuk memahami potensi diri.

2) Bisa memiliki dan mengembangkan kecerdasan sosialnya. 3) Bisa menjaga hubungan baik dengan Allāħ swt., sesama umat

manusia, makhluk lain, dan lingkungan sekitar.

4) Menjadi salah satu bekal ilmu pengetahuan dalam menjalani hidup.

2. Program-program yang tercover dalam ‘amaliyyaħ yaumiyyaħ mulai dari santri bangun tidur sampai tidur lagi sangat bervariatif. Namun, peneliti lebih menfokuskan penelitian ke dalam beberapa program utama yakni alat lima waktu berjama’ah, alat sunnaħ yakni rawatib, tahajud, witir, dan uḥā, pembelajaran di kelas taḥfiẓ (hafalan), qirā`atī, dan diniyyaħ. Tetapi tetap memperhatikan dan mengkaji kegiatan dan aktivitas santri lainnya, karena hal ini merupakan salah satu faktor penunjang dari program ‘amaliyyaħ yaumiyyaħ dan akan berpengaruh terhadap pembentukan karakter santri supaya bisa menjadi sebuah pembiasaan (habit) yang baik dalam dirinya.


(2)

Widya Puspitasari, 2013

Implementasi ‘Amaliyyaħ Yaumiyyaħ Dalam Membentuk Karakter Disiplin Dan Tanggung Jawab

Santri Di Pondok Pesantren Al-Basyir Bogor

3. Proses pelaksanaan program ‘amaliyyaħ yaumiyyaħ ini telah disusun oleh pengurus pondok pesantren dalam bentuk jadwal yang rapi beserta waktu dari pelaksanaan setiap kegiatan. Adapun metode yang digunakan dalam proses pelaksanaannya itu bervariatif, yakni dalam pembelajaran taḥfiẓ (hafalan) biasanya menggunakan metode sorogan, jiyadah (menambah hafalan), tiqror (mengulang hafalan), dan tanya jawab. Pembelajaran Qirā`atī itu mengacu pada sistem dan metode khusus dari Qirā`atī pusat, tetapi dalam prosesnya di keas guru boleh mengembangkan metode tersebut yang disesuaikan dengan kebutuhan. Metode yang biasa digunakan dalam pembelajaran Diniyyaħ adalah ceramah, tanya jawab, diskusi, dan lain-lain. Bahkan untuk aktivitas santri lainnya itu biasanya pengurus maupun pendidik akan memberikan reward and punishment kepada santri disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada.

4. Interpretasi dari pengaruh program ‘amaliyyaħ yaumiyyaħ dalam membentuk karakter disiplin dan tanggung jawab santri di pondok pesantren Al-Basyir Bogor kemungkinan cukup memiliki pengaruh yang besar. Karena dengan adanya program tersebut, santri tidak hanya diberikan dan dibekali pengetahuan tentang agama, tetapi mereka juga dituntut untuk langsung menginternalisasikan dalam kehidupan sehari-hari dengan memperoleh bimbingan langsung dari pengurus pondok pesantren, dan hal itu bertujuan supaya santri tidak hanya cerdas intelektual tetapi mereka pun cerdas dalam emosional dan spiritual. Bahkan santri akan lebih mudah untuk memahami, memaknai, dan mengambil hikmah dari setiap aktivitas yang mereka laksanakan serta menjadikan sebuah kebiasaan (habit) dalam dirinya. Dengan demikian, hal ini akan terus memupuk rasa disiplin dan tanggung jawab dalam diri setiap individu santri.


(3)

134

Widya Puspitasari, 2013

Implementasi ‘Amaliyyaħ Yaumiyyaħ Dalam Membentuk Karakter Disiplin Dan Tanggung Jawab

Santri Di Pondok Pesantren Al-Basyir Bogor

B. Saran

Hasil penelitian berdasarkan analisis data dan kesimpulan ini, peneliti rekomendasikan kepada beberapa pihak terkait.

1. Bagi Lembaga Pendidikan Lain

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipelajari kembali dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, khususnya dalam membina dan mengembangkan karakter peserta didik.

2. Bagi Yayasan Al-Basyir Bogor

Peneliti menganjurkan untuk membuat buku monitoring ‘amaliyyaħ yaumiyyaħ untuk pegangan santri. Supaya dalam proses implementasi program ‘amaliyyaħ yaumiyyaħ ini, baik setiap kegiatan maupun aktivitas santri dapat lebih mudah untuk dilihat perkembangannya dan nantinya monitoring tersebut juga bisa diperlihatkan kepada wali santri supaya mereka mengetahui perkembangan anaknya baik dari segi kedisiplinan dan tanggung jawabnya terhadap setiap kewajiban dan aktivitas hariannya. Selain itu, komukasi antara warga pondok pesantren, baik asātiż/asātiżaħ, guru sekolah, pegawai, dan santri diharapkan untuk lebih diperbaiki dan diperhatikan lagi agar bisa terjalin komunikasi yang lebih harmonis.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan dengan adanya penelitian ini, maka akan memberikan satu batu loncatan kepada peneliti lain untuk bisa mengembangkan dan memperbaiki hasil penelitian ini.


(4)

Widya Puspitasari, 2013

Implementasi ‘Amaliyyaħ Yaumiyyaħ Dalam Membentuk Karakter Disiplin Dan Tanggung Jawab

Santri Di Pondok Pesantren Al-Basyir Bogor

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

___________. (2009). Al-Qur`ān dan Terjemah: Syāmil Al-Qur`ān. Penerjemah: Tim Penerjemah Depag RI. Bandung: Sygma Examedia Arkanleema. Alwasilah, A. C. (2012). Pokoknya Kualitatif. Jakarta: Pustaka Jaya.

An-Naħlawi, A. (1996). U ūlut Tarbiyatil Islāmiyaħ wa Asālibuhā. Terj. Herry Noer Ali: Prinsip-Prinsip dan Metoda Pendidikan Islam dalam Keluarga, di Sekolah, dan di Masyarakat. Bandung: CV. Diponegoro.

An-Nawāwī. (2008). Syaraḥ Al-Arba’in An-Nawawīyaħ. Terj. Muhyiddin Mas

Rida. Syarah adīṡ 40. Jakarta: Embun Publishing. Anshari, E. S. (1992). Iman, Ilmu, dan Amal. Jakarta: Rajawali.

Anwar, S. (2007). Aspek Modernitas pada Pesantren (Studi Kasus Pondok Pesantren Diniyah Putri Padang Panjang Sumatera Barat). Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Agama, Depag RI.

Aprilianty, D., Dhewi, E. Y., dan Saefulloh. (2010). Pendidikan Agama Islam untuk SMP Kelas VII. Bogor: CV. Bina Pustaka.

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Badan Pusat Statistika. (2010). Jumlah Permasalahan Sosial Menurut Jenis di Jawa Barat. Pdf. Jawa Barat: BPS.

Bisri, A., dan Fatah, M. A. (1999). Kamus Al-Bisri: Indonesia-Arab, Arab-Indonesia. Surabaya: Pustaka Progresif.

Daradjat, Z. (1980). Peranan Agama dalam Kesehatan Mental. Jakarta: Gunung Agung.

Departemen Agama dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1987). Pedoman Transliterasi Arab-Latin Surat Keputusan Bersama 2 Menteri. Pdf. Jakarta: Depag dan Depdikbud RI.

Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pdf. Jakarta: Depdiknas. Departemen Pendidikan Nasional. (2012). Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat

Bahasa. Edisi Keempat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Dewantara, K. H. (1962). Taman Siswa. Jogjakarta: Madjelis Luhur Persatuan Taman Siswa.

Direktorat Jenderal Pendidikan Islām. (2008). Statistik Pendidikan Agama dan Keagamaan. Pdf. Jakarta: Depag.


(5)

136

Widya Puspitasari, 2013

Implementasi ‘Amaliyyaħ Yaumiyyaħ Dalam Membentuk Karakter Disiplin Dan Tanggung Jawab

Santri Di Pondok Pesantren Al-Basyir Bogor

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Farida, A. (2007). Aspek Modernitas pada Pesantren (Studi Kasus Pondok Pesantren Diniyah Putri Padang Panjang Sumatera Barat). Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Agama, Depag RI.

Fatah, R. A., Taufik, M. T., dan Bisri, A. M. (tanpa tahun). Rekonstruksi Pesantren Masa Depan (dari Tradisional, Modern, hingga Post Modern). Pdf. [28 Desember 2012].

Gintings, A. (2010). Esensi Praktis Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Humaniora.

Hurlock, E. B. (1980). Development Psychology. Fifth Edition. Terj. Istiwadayanti dan Soejarwo: Psikologi Perkembangan. Edisi kelima. Jakarta: Erlangga. Hurlock, E. B. (1999). Child Development. Sixth Edition. Terj. Med Meitasari

Tjandrasa: Perkembangan Anak. Edisi keenam. Jakarta: Erlangga.

Ibrahim, Y., dan Kurniawan, I. (2007). Belajar Mudah Mnedirikan alat. Bandung: Pustaka Madani.

Johan, M. (2012). Implementasi Pendidikan Karakter di Pondok Pesantren (Studi Kasus di Tarbiyatul Mu’allimien Al-Islāmiyaħ (TMI) Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan Sumenep. Tesis Magister pada FPS UIN Maulana Malik Ibrahim Malang: tidak diterbitkan.

Khalid, A. (2010). Ibādatu Al-Mu’min. Terj. Saiful Haq: Ibadah Sepenuh Hati. Solo: Aqwam.

Koesoema, D. (2010). Pendidikan Karakter. Jakarta: Grasindo.

Lickona, T. (2012). Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility. Terj. Juma Abdu Wamaungo: Mendidik untuk Membentuk Karakter, Bagaimana Sekolah Dapat Memberikan Pendidikan tentang Sikap Hormat dan Bertanggung Jawab. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Majid, A., dan Andayani, D. (2011). Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Megawangi, R. (2004). Pendidikan Karakter; Solusi yang Tepat untuk Membangun Bangsa. Depok: Indonesia Heritage Foundation.

Moleong, L. J. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Mujib, A. Dan Mudzakkir, J. (2008). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana. Mulyasa, E. (2012). Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Nasution, S. (1996). Metode Penelitian Naturalistik-Kualitatif. Bandung: Tarsito.


(6)

Widya Puspitasari, 2013

Implementasi ‘Amaliyyaħ Yaumiyyaħ Dalam Membentuk Karakter Disiplin Dan Tanggung Jawab

Santri Di Pondok Pesantren Al-Basyir Bogor

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Ra man, J. „A. (2005). Aṭfāl Al-Muslimīn Kaifa Rabbāhumu Al-Nabiyyu Al-Amīn.

Terj. Bahrun Abubakar Ihsan Zubaidi: Tahapan Mendidik Anak Teladan

Rasulullāħ saw. Bandung: Irsyad Baitus Salam.

Riduwan. (2012). Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Santrock, J. W. (2002). Life-Span Development. Fifth Edition. Terj. Juda Damanik dan Achmad Chusairi: Perkembangan Masa Hidup. Edisi 5, Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Satori, D., dan Komariah, A. (2009). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Sudibyo, R. S. (2010). “Integrasi, Sinergi dan Optimalisasi dalam Rangka Mewujudkan Pondok Pesantren sebagai Pusat Peradaban Muslim

Indonesia”. Journal of scientific. 13, (2), 49-65.

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.

Sukmadinata, N. S. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Suyatna, A. (2002). Pengantar Metodologi Penelitian Pendidikan dan Pengajaran Bahasa. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Syafaat, A., Sahrani, S., dan Muslih. (2008). Peranan Pendidikan Agama Islam dalam Mencegah Kenakalan Remaja (Juvenile Delinquency). Jakarta: Rajawali Pers.

Syahidin. (2009). Menelusuri Metode Pendidikan dalam Al-Qur`ān. Bandung: Alfabeta.

Tanshzil, S. W. (2012). “Model Pembinaan Pendidikan Karakter pada

Lingkungan Pondok Pesantren dalam Membangun Kemandirian dan

Disiplin Santri”. Jurnal Penelitian Pendidikan. 13, (2), 1-18.

Trim, Bambang. (2005). Meng-install Akhlak Mulia. Bandung: MQS Publishing. Tuanaya, A. M. M. T. (2007). Modernisasi Pesantren. Jakarta: Balai Penelitian

dan Pengembangan Agama, Depag RI.

Ulfa, M. (2009). Aplikasi Metode Qirā`atī dalam Meningkatkan Kemampuan Membaca Al-Qurān pada Siswa di SD Plus Al-Kautsar Malang. Skripsi pada Fakultas Tarbiyah UIN Malang: tidak diterbitkan.

Yusuf, S., dan Nurihsan, A. J. (2008). Teori Kepribadiaan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Yusuf, S., dan Nurihsan, A. J. (2010). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.