Makna Hijab dalam Kehidupan Malam Kota Surabaya
Makna Hijab dalam Kehidupan Malam Kota Surabaya JURNAL Disusun oleh: LUCKY MAYLANI ROSANDI 071411431035 PROGRAM STUDI SOSIOLOGI DEPARTEMEN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA SEMESTER GENAP 2017/2018
Abstrak
Penelitian ini berawal dari ketertarikan peneliti dengan realitas yang terjadi, dimana awal mula tertarik untuk mengangkat topik skripsi tentang Makna Hijab dalam Kehidupan Malam Kota Surabaya. Penelitian ini membahas tentang pemaknaan hijab bagi muslimah yang mengenakannya didalam kehidupan malam seperti club atau didalam pesta yang terdapat alcohol didalamnya. Di berbagai club di Surabaya terdapat beberapa perempuan berhijab yang bergoyang, meminum alcohol dan merokok. Oleh sebab itu hal ini penting untuk diteliti kaena untuk mengetahui pemaknaan hijab bagi mereka yang mengenakannya dan untuk mengetahui kontruksi sosial penikmat dunia malam lainnya yang melihat perilaku para muslimah tersebut.
Menganalisa realitas yang terjadi peneliti menggunakan metodologi yang digunakan yakni kualitatif dengan teori interaksionisme simbolik menurut Herbert Blummer dan teori kontruksi sosial Berger dan Luckmann sebagai alat analisis dalam penelitian ini. Sedangkan paradigma yang digunakan yakni individu sebagai pelaku tindakan bebas sebagai kunci utama untuk menjelaskan realitas yang terjadi.
Dalam penelitian ini pemilihan informan menggunakan teknik snowball dan accidental dengan diperolehnya tiga orang informan penikmat kehidupan malam yang melihat muslimah berhijab, 8 orang infoman muslimah yang berhijab sedang menikmati kehidupan malam dan 50 responden yang berada di tempat tersebut. Pada teknik snowball yang digunakan untuk memperoleh informan muslimah berhijab yang menikmati dunia malam tersebut peneliti menemukan informan kunci yang sekaligus menjadi informan dalam penelitian ini, sedangkan teknik accidental digunakan pada saat peneliti menemui informan penikmat dunia malam yang mana informan yang diperoleh dipilih berdasarkan kriteria yang peneliti rencanakan.
Studi ini diawali dengan realitas adanya perilaku menyimpang perempuan berhijab yang menikmati hiburan malam dan untuk mengetahui makna hijab menurut para perempuan tersebut. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka studi ini menarik peniliti untuk mengkaji makna hijab dalam kehidupan malam dan kontruksi sosial penikmat dunia malam yang melihat perempuan berhijab di club.
Dalam penelitian ini, informan menyatakan bahwa hijab bermakna untuk membentengi diri dari para lelaki yang bukan mukhrim dan berbagai tindak kriminal yang mungkin terjadi seperti pelecehan seksual dan lain sebagainya, serta sebagai identitas seorang muslim. Informan lain yang melihat hal tersebut menyatakan bahwa mereka yang mengenakan hijab tetapi menikmati dunia malam adalah orang munafik serta 50 responden mayoritas menyatakan bahwa mereka tidak nyaman dengan keberadaan perempuan berhijab didunia malam tersebut.
Abstract
This research begins of interest of researcher with the reality that occurred, where thebeginning of interest to raise the topic of thesis about the meaning of Hijab in Surabaya Night
Life Surabaya. This study discusses the meaning of hijab for Muslim women who wear it in the
night life such as club or in the party there is alcohol in it. In various clubs in Surabaya there
are some women who wear hijab, drinking alcohol and smoking. Therefore it is important to do
observation because to know the meaning of hijab for those who wear it and to know the social
Analyzing the reality of the researcher using the methodology used that is qualitative
with the theory of symbolic interactionism by Herbert Blummer and Berger and Luckmann social
construction theory as an analytical tool in this study. While the paradigm used is the individual
as a perpetrator of free action as the key to explain the reality that occurred.In this study the selection of informants using snowball and accidental technique with the
acquisition of three informants of the night life who saw the moslems berhijab, 8 people who
veiled veiled muslimah infomina night life and 50 respondents who are in place. In the snowball
technique used to obtain the informed female informant who enjoys the world of the night, the
researcher finds the key informant who at the same time becomes the informant in this research,
while the accidental technique is used when the researcher finds the informant of the night world
where the informant is selected based on the criteria that the researcher has planned .This study begins with the reality of the deviant behavior of veiled women who enjoy the
night entertainment and to know the meaning of hijab according to the women. Based on the
background of the issues described, this study draws on researchers to study the meaning of
hijab in the night life and the social constructions of the world's worshipers who see women in
clubs.In this study, informants stated that hijab is meaningful to protect themselves while in the
night world, covering the aurat, fortifying itself and as the identity of a Muslim. Another
informant who saw it stated that those who wore hijab but enjoyed the night world were
hypocrites and 50 majority respondents claimed that they were uncomfortable with the presence
of the woman in the night's veil. Keywords: club, hijab, night life, women.Industri hiburan di Surabaya telah hiburan malam yang menjamur di Kota berkembang pesat. Tempat hiburan dan Surabaya. Hal ini membuat kehidupan wisata menjamur di mana-mana. Hiruk malam di Surabaya semakin hidup dan tak pikuk Kota Surabaya yang semakin ramai pernah sepi. Berbagai kalangan dari remaja, dengan berbagai aktifitas dan rutinitas dewasa, maupun perempuan berhijab penduduknya, membuat kota ini tak pernah menikmati hiburan malam seperti pergi ke sepi dari pagi hingga larut malam. Banyak diskotik. Mereka mengunjungi tempat orang yang berlalu lalang dengan tujuan tersebut untuk melepas penat setelah masing-masing. Tak dapat dipungkiri, kota menjalankan rutinitas selama enam hari. Di ini seakan tak pernah mati dengan kegiatan tempat hiburan malam tersebut menyajikan masyarakatnya. Banyak sekali tempat musik dengan dentuman yang keras yang menyebabkan para penikmatnya merasa rileks dan ikut bergoyang. Di tempat hiburan malam tersebut banyak sekali berbagai kalangan yang menikmatinya seperti mahasiswa, para pekerja kantoran dan tak lepas dari perhatian adalah perempuan berhijab.
Memasuki tahun 2000an sejarah dan perkembangan hijab di Indonesia semakin pesat lagi. Trend hijab mulai dikenal sehingga hijab mulai masuk ke dalam hitungan fashion. Indonesia memang merupakan salah satu pelopor trend hijab pada saat itu. Hingga kini akhirnya hijab menjadi begitu populer berkat usaha para desainer muslim yang merancang desain pakaian muslim yang begitu fashionable dan jauh dari kesan kuno. Untuk seterusnya satu persatu mulai bermunculan desainer-desainer muda yang membuat hijab menjadi populer di kalangan wanita dan bahkan muncul komunitas hijabbers yaitu komunitas wanita yang mengenakan hijab yang di zaman sekarang ini menjadi suatu komunitas yang sangat berkelas. Jaman sekarang banyak sekali motivasi yang menyebabkan wanita mengenakan hijab seperti membentengi diri, mengikuti fashion dan lain sebagainya. Hijab adalah simbol religius bagi orang muslim di Indonesia, maupun dibelahan dunia lainnya. Seseorang yang memakai hijab akan dipandang lebih religius dari mereka yang tidak menggunakannya. Seperti mereka terlihat lebih taat pada aturan agama, lebih taat melaksanakan ibadah dan mereka terlihat lebih suci dan baik. Sedangkan orang yang menggunakan hijab seringkali memandang orang yang tidak menggunakannya seperti orang yang tidak beragama, tidak patuh pada aturan agama, atau bahkan orang kafir. Hal tersebut merupakan dampak penggunaan hijab. Pada kenyataannya banyak sekali mereka yang menggunakan hijab hanya sebagai simbol atau kedok semata. Bahkan pada jaman sekarang banyak sekali perempuan berhijab tetapi sedang berpesta di tempat hiburan malam di Surabaya.
Contohnya di tempat hiburan malam atau
club di Kota Surabaya banyak sekali
ditemukan wanita berhijab sedang menikmati dunia malam dengan berjoget, hanya sekedar mengobrol sampai dengan minum-minuman beralkohol.
Definisi jilbab adalah pakaian yang lapang dan dapat menutup aurat wanita kecuali muka dan telapak tangan (Elzam Zami, 2014:2). Dalam kamus Bahasa Arab, pengertian jilbab disimbolkan sebagai selendang atau pakaian lebar yang dipakai wanita untuk menutupi kepala, dada, dan bagian belakang tubuh. Imam Al-Qurthuby menjelaskan jika jilbab adalah pakaian yang menutupi seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan sedangkan kata hijab berasal dari Bahasa Arab yaitu hajaban yang artinya tabir atau penutup. Maksudnya adalah tabir atau tirai penutup yang memisahkan sesuatu, dapat berupa tembok, bilik, gorden, kain atau yang lainya. Sementara Syeikh Bakr Abu Zaid dalam kitab Hirasatul Fadhilah (29-30) menyebutkan hijab pada wanita adalah pakaian yang terdiri dari jilbab dan khimar. Definisi hijab menurut beliau adalah wanita yang menutupi seluruh badannya termasuk wajah, kedua telapak tangan, kedua telapak kaki, dan menutupi. Perhiasan yang dia usahakan dengan apa-apa yang mencegah laki-laki asing melihat sebagian dari perhiasan-perhiasan tersebut dan hijab ini terdiri dari jilbab dan khimar (kerudung).
Seiring berkembangnya zaman, kini model hijab banyak diadopsi atau bahkan digunakan oleh masyarakat tanpa mengetahui aturan yang memakai hijab syar ‟ i atau tidak. Bagi umat muslim menggunakan hijab adalah hal yang wajib.
Dalam hal ini hijab dapat menutupi aurat semua muslimah, namun pada kenyataannya karena berkembangnya jaman dan berkembangnya model hijab membuatnya aurat muslimah. Ditambah lagi bagi mahasiswi yang kini sedang menempuh perkuliahan. Akan banyak godaan untuk menyamakan baju yang akan dipakai dan hijab mana yang cocok dengan bajunya hingga dalam penggunaan hijabnya tidak syar
‟i karena mengikuti trend hijab jaman sekarang. Ketika dihadapkan dengan problema mahasiswi berhijab dalam penggunaan hijabnya syar
‟i maupun tidak, kini fenomena mahasiswi berhijab berkeliaran di dunia malam marak terjadi di masyarakat. Bahkan banyak data yang menunjukkan bahwasanya perempuan berhijab menikmati dunia malam di
club /cafe telah melanggar norma agama dan
norma sosial. Maka konstruksi dari perempuan berhijab dalam menikmati kehidupan malamnya ini sangat penting, karena dalam agama islam seseorang yang berhijab akan menjaga tingkah lakunya dan perkataanya serta melaksanakan kewajiban- kewajibannya antara lain menjaga shalat 5 waktu dan melakanakannya diawal waktu, melaksanakan rukun-rukun islam lainnya seperti puasa, zakat , dan haji jika mampu, bagi yang telah menikah, diwajibkan baginya untuk mentaati dan memuliakan sang suami, berkhidmat kepadanya dengan penuh keikhlasan , dan tidak berbicara kasar atau durhaka terhadapnya, menjaga kehormatan dan kemuliaan diri, dan mendidik putra putri dengan pendidikan agama dan akhlak yang baik.
Maka dalam penelitian ini keberagamaan perempuan berhijab menentukan konstruksinya dalam menjalani kehidupan malam. Serta menentukan bagaimana konstruksi tentang kehidupan malam tersebut terbentuk. Sehingga peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana perempuan berhijab dengan latar belakang keberagamaanya mengkonstruksikan dunia malam yang telah menjadi hal yang lumrah dan biasa dilakukan masyarakat. Dengan banyaknya pertimbangan bahwasanya kehidupan malam hanya digunakan untuk bersenang-senang tanpa memikirkan dampak kedepan dan norma-norma yang dilarang oleh agama islam karena menyia- yiakan waktu dan menjurus ke hal negatif.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan tujuan untuk memahami suatu fenomena yang sedang berkembang. Penelitian ini menggunakan experimental data, survei data dan data kualitatif yang didapatkan dari wanita berhijab, wanita tidak berhijab dan pria disekitar wanita berhijab tersebut di suatu tempat hiburan malam di Kota Surabaya sebagai samplenya dan menggunakan spesifik konsep untuk penelitian ini.
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap makna sosial mengenai hijab bagi wanita pengguna hijab yang sering menikmati hiburan malam (clubbing). Untuk mengetahui kontruksi sosial masyarakat mengenai wanita berhijab yang sering menikmati hiburan malam (clubbing).
Surabaya adalah kota terbesar kedua di Indonesia. Mayoritas dari penduduknya adalah beragama Islam, tetapi kehidupan malam di Kota Surabaya tidak pernah mati sampai pagi menjelang. Oleh karena itu muncul fokus permasalahan mengenai wanita berhijab yang menikmati kehidupan malam di kota tersebut.
Apa makna sosial hijab bagi wanita pengguna hijab yang sering menikmati dunia malam (clubbing) di Kota Surabaya
Bagaimana kontruksi sosial masyarakat mengenai wanita berhijab yang sering menikmati hiburan malam (clubbing) di Kota Surabaya
Berdasarkan fokus permasalahan diatas, maka dapat diketahui bahwa tujuan penelitian tersebut adalah sebagai berikut:
Mengungkap makna sosial hijab bagi wanita berhijab yang sering menikmati hiburan malam (clubbing) di Kota Surabaya Untuk mengetahui kontruksi sosial masyarakat mengenai wanita berhijab yang sering menikmati hiburan malam (clubbing) di Kota Surabaya
Berdasarkan permasalahan dan tujuan penelitian diatas maka pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif ini bertujuan untuk menggambarkan penggunaan simbol religius di tempat hiburan malam di Surabaya.
Penentuan daerah penelitan menggunakan metode purposive area, dalam pengumpulan data atau informasi penelitian diperoleh dengan menggunakan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan terdiri dari beberapa tahapan yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil data dari analisis tersebut akan ditarik kesimpulan untuk mengetahui penggunaan religius simbol di tempat hiburan malam di Surabaya.
Setting Sosial
Penentuan lokasi penelitian ini ditentukan dengan menggunakan metode purposive area yang artinya peneliti memilih daerah penelitian dengan sengaja sesuai dengan tujuan penelitian yaitu di Colors Pub, Eclectic Club dan Surabaya Town Square Kota Surabaya, dengan alasan yaitu peneliti menilai daerah tersebut termasuk daerah yang memiliki banyak sampel mengenai penggunaan religius simbol di tempat hiburan malam di Surabaya.
Berger dan Luckmann berpandangan bahwa kenyataan itu dibangun secara sosial, sehingga sosiologi pengetahuan harus menganalisis proses terjadinya itu. Dalam pengertian individu-individu dalam masyarakat itulah yang membangun masyarakat, maka pengalaman individu tidak terpisahkan dengan masyarakatnya.
Waters mengatakan bahwa ‘they start from the premise that human beings construct can become objectivied. (Mereka mulai dari mengatur bentuk-bentuk sosial, serta pendapat bahwa manusia membangun memberi makna pada berbagai bidang kenyataan sosial di mana proses hubungan kehidupannya. dapat menjadi tujuan yang pantas). Menurut Berger & Luckman, Pemikiran inilah barangkali yang mendasari terdapat 3 (tiga) bentuk realitas sosial, antara lahirnya teori sosiologi kontemporer lain: kosntruksi sosial. (Basrowi dan Sukidin,
1. Realitas Sosial Objektif 2002 : 201) Merupakan suatu kompleksitas
Berger dan Luckman berpendapat definisi realitas (termasuk ideologi dan bahwa institusi masyarakat tercipta dan keyakinan) gejala-gejala sosial, seperti dipertahankan atau diubah melalui tindakan tindakan dan tingkah laku yang terjadi dan interaksi manusia, walaupun masyarakat dalam kehidupan sehari-hari dan sering dan institusi sosial terlihat nyata secara dihadapi oleh individu sebagai fakta. obyektif, namun pada kenyataannya semua
2. Realitas Sosial Simbolik dibentuk dalam definisi subjektif melalui Merupakan ekspresi bentuk-bentuk proses interaksi. Objektivitas dapat terjadi simbolik dari realitas objektif, yang melalui penegasan berulang-ulang yang umumnya diketahui oleh khalayak dalam diberikan oleh orang lain, yang memiliki bentuk karya seni, fiksi serta berita-berita di definisi subjektif yang sama. Pada tingkat media. generalitas yang paling tinggi, manusia
3. Realitas Sosial Subjektif menciptakan dunia dalam makna simbolis Realitas sosial pada individu, yang yang universal, yaitu pandangan hidup berasal dari realitas sosial objektif dan menyeluruh yang memberi legitimasi dan realitas sosial simbolik, merupakan konstruksi definisi realitas yang dimiliki individu dan dikonstruksi melalui proses internalisasi. Realitas subjektif yang dimiliki masing-masing individu merupakan basis untuk melibatkan diri dalam proses eksternalisasi atau proses interaksi sosial dengan individu lain dalam sebuah struktur sosial.
Setiap peristiwa merupakan realitas sosial objektif dan merupakan fakta yang benar-benar terjadi. Realitas sosial objektif ini diterima dan diinterpretasikan sebagai realitas sosial subjektif dalam diri pekerja media dan individu yang menyaksikan peristiwa tersebut. Pekerja media mengkonstruksi realitas subjektif yang sesuai dengan seleksi dan preferensi individu menjadi realitas objektif yang ditampilkan melalui media dengan menggunakan simbol-simbol. Tampilan realitas di media inilah yang disebut realitas sosial simbolik dan diterima pemirsa sebagai realitas sosial objektif karena media dianggap merefleksikan realitas sebagaimana adanya.
Berger & Luckmann berpandangan bahwa kenyataan itu dibangun secara sosial, dalam pengertian individu-individu dalam masyarakat yang telahmembangun masyarakat, maka pengalaman individu tidak dapat terpisahkan dengan masyarakat.
Manusia sebagai pencipta kenyataan sosial yang objektif melalui 3 (tiga) momen dialektis yang simultan, yaitu:
1. Eksternalisasi Merupakan usaha pencurahan atau ekspresi diri manusia ke dalam dunia, baik dalam kegiatan mental maupun fisik. Proses ini merupakan bentuk ekspresi diri untuk menguatkan eksistensi individu dalam masyarakat. Pada tahap ini masyarakat dilihat sebagai produk manusia (Society is a human product).
2. Objektivasi Merupakan hasil yang telah dicapai
(baik mental maupun fisik dari kegiatan eksternalisasi manusia), berupa realitas objektif yang mungkin akan menghadapi si penghasil itu sendiri sebagai suatu faktisitas yang berada diluar dan berlainan dari manusia yang menghasilkannya (hadir dalam wujud yang nyata). Pada tahap ini masyarakat dilihat sebagai realitas yang objektif (Society is an objective reality) atau proses interaksi sosial dalam dunia intersubjektif yang dilembagakan atau mengalami proses institusionalisasi.
3. Internalisasi Merupakan penyerapan kembali dunia objektif ke dalam kesadaran sedemikian rupa, sehingga subjektif individu dipengaruhi oleh struktur dunia sosial.
Berbagai macam unsur dari dunia yang telah terobjektifikasi akan ditangkap sebagai gejala realitas diluar kesadarannya, sekaligus sebagai gejala internal bagi kesadaran. Melalui internalisasi manusia menjadi hasil dari masyarakat (Man is a social product).
Eksternalisasi, objektifikasi dan internalisasi adalah dialektika yang berjalan simultan, artinya ada proses menarik keluar (eksternalisasi) sehingga seakan-akan hal itu berada di luar (objektif) dan kemudian terdapat proses penarikan kembali ke dalam (internalisasi) sehingga sesuatu yang berada di luar tersebut seakan-akan berada dalam diri atau kenyataan subyektif. Pemahaman akan realitas yang dianggap objektif pun terbentuk, melalui proses eksternalisasi dan objektifasi, individu dibentuk sebagai produk sosial. Sehingga dapat dikatakan, setiap individu memiliki pengetahuan dan identitas sosial sesuai dengan peran institusional yang terbentuk atau yang diperankannya. Gagasan Berger dan Luckman tentang konstruksi sosial, berlawanan dengan gagasan Derrida ataupun Habermas dan Gramsci. Kajian-kajian mengenai realitas sosial dapat dilihat dengan cara pandang Derrida dan Habermas, yaitu dekonstruksi sosial atau Berger dan Luckmann, yaitu menekankan pada konstruksi sosial.
Penggunaan Hijab dalam Kehidupan Malam di Col, Ecle dan For Club Kota Surabaya
Para penganut interaksionisme simbolik mengkaji bagaimana menggunakan simbol untuk mengembangkan pandangan manusia tentang dunia dan untuk saling berkomunikasi. Tanpa simbol, kehidupan sosial seseorang tidak akan lebih canggih daripada kehidupan sosial hewan. Bagi James M Henslin (2007) simbolah yang mendefinisikan bagi seseorang apa yang disebut hubungan. Reproduksi, kata Henslin, memang akan tetap ada, tetapi tidak ada simbol yang mengatakan kepada seseorang bagaimana hubungan individu dengan orang lain. "Untuk memperjelas hal ini: andaikan bahwa besok anda akan menikah. Malam ini ibu anda menceritakan kepada anda bahwa ia telah mempunyai seorang anak sebelum menikah, seorang anak yang diserahkannya untuk diadopsi. Anda kemudian mengetahui bahwa orang yang akan anda nikahi adalah anak tersebut. Anda dapat melihat bahwa dalam satu malam simbol bisa berubah dan juga perilaku anda" (James M Henslin, 2006).
Simbol tidak hanya memungkinkan adanya hubungan, tetapi juga adanya masyarakat. Tanpa simbol seseorang tidak akan dapat mengkoordinasikan tindakannya dengan tindakan orang lain. Tanpa simbol tidak akan ada film atau alat musik.
Dalam buku Teori Sosiologi Modern oleh George Ritzer dan Douglas J Goodman (2008) menjelaskan bahwa diskusi interaksionisme simbolik oleh George Herbert Mead berakar pada dua hal penting yakni pragmatism dan behaviorism.
Pragmatism menerangkan tiga hal penting bagi interaksionisme simbolik: (1) memusatkan perhatian pada interaksi antara aktor dan dunia nyata; (2) memandang baik aktor maupun dunia nyata sebagai proses dinamis dan bukan sebagai struktur yang statis, (3) dan arti penting yang dihubungkan kepada kemampuan aktor untuk menafsirkan kehidupan sosial.
Berdasarkan teori interaksionisme simbolik tersebut dapat diinterpretasikan pada kenyataan atau realita yang terjadi.Peneliti menemukan beberapa topik menarik mengenai penyimpangan penggunaan hijab sebagai simbol religius.Topik menarik dari temuan peneliti adalah seorang perempuan pengguna hijab yang seharusnya tidak menghabiskan waktunya dari malam sampai dini hari di tempat hiburan malam (club). Perilaku mereka menimbulkan berbagai kontruksi sosial masyarakat mengenai hal ini karena hakikatnya masyarakat berpendapat bahwa perempuan berhijab akan lebih sering menghabiskan waktunya di masjid, namun realita berkata sebaliknya. Dari hal tersebut muncullah kontruksi sosial masyarakat mengenai wanita berhijab yang menjelajahi dunia malam. Mereka memiliki pendapat dan opini masing-masing mengenai realita tersebut, tetapi sebagian dari mereka berpendapat bahwa mereka kurang setuju dengan adanya perempuan berhijab di tempat hiburan malam (club) karena hal ini dapat merusak reputasi agama Islam.Sehingga mereka menyarankan bahwa sebaiknya melepas hijab ketika berada di dunia malam. kesimpulan yang berdasarkan pada fokus penelitian yang telah ditentukan sebelumnya. Dari hasil penelitian dan analisa data, peneliti menemukan makna sosial hijab bagi perempuan pengguna hijab yang sering menikmati dunia malam (clubbing) dan konstruksi sosial masyarakat mengenai perempuan berhijab yang sering menikmati dunia malam (clubbing) di Kota Surabaya. Berdasarkan proses analisis data dan teoritis yang dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan mengenai makna sosial hijab bagi perempuan pengguna hijab yang sering menikmati dunia malam (clubbing) dan konstruksi sosial masyarakat mengenai perempuan berhijab yang sering menikmati dunia malam (clubbing) di Kota Surabaya.
Para perempuan berhijab yang sering menikmati dunia malam memiliki kontruksi sosial mengenai hijab yang berbeda-beda diantaranya adalah hijab sebagai penutup aurat, hijab untuk melindungi diri, hijab untuk membentengi diri dan sebagai identitas seorang muslimah. Mereka menganggap bahwa pergi ke dunia malam, minum-minam beralkohol dan merokok adalah hal yang menurut informan sudah biasa.
Kontruksi sosial masyarakat mengenai hal tersebut sangatlah beragam diantaranya adalah mereka berpendapat bahwa mereka perempuan yang munafik dan hal tersebut sangatlah tidak pantas dilakukan untuk seseorang yang berhijab. Pendapat tersebut muncul karena ditenggarai bahwa hijab merupakan simbol religius yang membuat pemakainya terlihat lebih religius, akan tetapi fakta berkata berbeda. Dalam penelitian ini ditemukan banyak sekali perempuan berhijab sedang minikmati dunia malam.
Hal tersebut juga menimbulkan bias status dunia malam (club) karena seharusnya tidak ada simbol religius didalamnya. Tetapi para perempuan berhijab justru mencapur aduk dengan simbol religius yang mereka kenakan. Sehingga tempat dunia malam tersebut bukanlah hanya untuk mereka yang tidak berhijab, melainkan juga untuk mereka yang berhijab.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Dadi. 2008. "Interaksi Simbolik: Suatu Pengantar". Mediator, N0. 2, Vol. 9. 2008. Hlm.301-3016. Alwi, Hasan. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Berger, Peter L. 2012. Tafsir Sosial dan Kenyataan: Risalah tentang Sosiologi Pengetahuan.
Jakarta: LP3ES Blumer, Herbert. 1986. Symbolic Interactionism: Perspective and Method. New Jersey: Prentice-
Hall, Inc Bungin, Burhan. 2001. Penelitian Kualtitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial lainnya, Jakarta: Kencana.
Berger, I., Peter dan Luckman, Thomas. 1996. The Social Construction of Reality. United States: Anchor Book. Budirahayu, Tuti. 2009. Buku Ajar Sosiologi Perilaku Menyimpang. Surabaya: PT. Revka Petra
Media Emzir, Prof. Dr. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisa Data. Rajawali Pers: Jakarta Narwoko, Dwi J. & Suyanto Bagong. 2004. Sosiologi: Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana.
Poloma, Margaret. M. 1994. Sosiologi Kontemporer, PT Grafindo Persada: Jakarta. Ritzer, George dan Goodman, Douglas. 2008. Teori Sosiologi: Dari Teori Sosiologi Klasik sampai Perkembangan Terakhir Teori Sosial Postmodern. Terj. Nurhadi. Bantul: Kreasi
Wacana. Roucek, Joseph S. Warren, Roland I., 1994. Pengantar Sosiologi , Jakarta: Bina Aksara