BAB I PENDAHULUAN 1.1 - Bentuk, Fungsi dan Makna Feng Shui Bagi Kehidupan Masyarakat Tionghoa Kota Medan

  DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 73 LAMPIRAN ........................................................................................................ 75 1. ......................................................................................................... Data Diri

  Informan ................................................................................................... 76 2. ......................................................................................................... Pertanyaan .................................................................................................................. 77

  

BAB I

PENDAHULUAN

  1.1 Latar Belakang Masalah Feng Shui adalah pengetahuan arsitektural yang berasal dari budaya Tiongkok, dan

  telah dikembangkan sejak 4.700 tahun lalu. Feng Shui ditulis pada periode kekaisaran Huang

  

Di (Kaisar Kuning, abad ke-27 SM), saat kaisar pertama yang berkuasa di lembah Sungai

Kuning/Huang He ini mulai mengembangkan budaya Tiongkok Purba.

  Pada awalnya Feng Shui merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang dikembangkan dari ilmu astronomi dan dijadikan rumus kalender/almanak untuk mengetahui pengaruh musim dan cuaca yang akan membantu para petani saat bercocok tanam dan nelayan saat mencari ikan. Rumusan kalender ini dihitung berdasarkan wahtu Ba

  

Gua /Delapan Trigram atas raja Fu His, yang turun sekitar tahun 2953 SM. Pada zaman Raja

  Wen/Wen Wang, zaman Dinasti Chou, ilmu astronomi purba ini kemudian dikembangkan

  menjadi bermacam-macam ilmu pengetahuan seperti ilmu astrologi, kesenian, pengobatan termasuk Feng Shui (Dian, 2008:2).

  Feng Shui merupakan pengetahuan geomantika bangsa Cina. Feng Shui telah diteliti

  secara mendalam, dikembangkan dan digunakan untuk perkembangan masyarakat luas dari generasi ke generasi sampai dengan saat ini. Ilmu ini merupakan penempatan sekaligus pengaturan benda di tempat dengan arah yang benar dan sesuai. Feng Shui bukan merupakan kepercayaan yang bersifat tahyul ataupun klenik. Feng Shui tidak bertentangan dengan kebudayaan dan tradisi karena memiliki tujuan yang baik (Wongsengtian, 2001:2)

  Semua pengetahuan tersebut terus diteliti, dikembangkan dan diperbaharui dari generasi ke generasi ribuan tahun lamanya sehingga akhirnya berkembang menjadi ilmu pengetahuan yang masih terawat dan bertahan. Feng Shui sebagai ilmu arsitektur purba pada mulanya hanya digunakan untuk menghitung ketetapan letak bangunan makam/kuburan.

  Budaya cina yang menganut konsep “Jing Tian Zun Zu” atau “Menyembah Tuhan dan Menghormati Leluhur” inilah yang menjadi alasan penggunaan Feng Shui dalam menetapkan letak bangunan makam atau kuburan. Konsep ini mengajarkan orang untuk selalu mengingat budi dan jasa orangtua sebagai perwalian dari Tuhan. Mereka percaya apabila merawat kuburan dengan baik, kehidupan dan keturunannya akan dilimpahi berkat dan kemakmuran (Dian, 2008:4).

  Sampai zaman Dinasti Song (960-1279), Feng Shui masih menjadi ilmu yang dirahasiakan oleh kaum penguasa. Mereka takut jika ilmu itu beredar luas akan menimbulkan persaingan dalam kerajaan yang mereka bangun. Setelah Dinasti Song runtuh dan sebagian daratan Tiongkok dijajah bangsa Liao (916-1125) dan Jin (1125-1234) kemudian disusul oleh bangsa Mongol, ada beberapa pejabat kerajaan Song yang kabur dan membawa ilmu ini keluar dari istana. Sejak itulah Feng Shui mulai dipelajari secara luas oleh masyarakat (Dian, 2008:6).

  Feng Shui berkembang luas dan menjadi acuan dalam mendesain dan mendirikan

  kerajaan. Pada generasi raja ketiga pusat kerajaan dipindahkan ke Beijing, dan sejak itu pembangunan makam kerajaan menggunakan metode Feng Shui yang dinilai sangat sempurna. Peninggalannya kini dikenal dengan “Kota Terlarang” dan “Makam 13 Raja”, yang bisa dikunjungi sampai sekarang. Sejak itu kerajaan Ming berkembang dengan sangat maju, rakyatnya hidup dalam kemakmuran, kebudayaan dan pengetahuan juga berkembang sangat pesat sampai ke mancanegara. Semua bangunan yang monumental di atas adalah hasil rancangan para arsitek Tiongkok yakni para ahli Feng Shui (Dian, 2008:7).

  Secara harafiah arti kata Feng Shui dalam bahasa Indonesia adalah:

  

Feng ( 风 )= Angin, Shui ( 水 )= Air. Feng/Angin mewakili anasir Yang atau positif,

  sedangkan Shui/Air mewakili anasir Yin/Negatif. Anasir Yang dan Yin adalah dasar filosofi dari semua pengetahuan Tiongkok purba yang akhirnya juga diakui sebagai dasar dari logika yang ada di dunia. Gabungan kata Feng dan Shui dijadikan simbol pengetahuan tentang pengaruh alam lingkungan tehadap bangunan, bangunan terhadap kehidupan penghuninya.

  Pada praktiknya pemahaman atas Feng Shui membutuhkan waktu dan ketekunan yang panjang. Pendidikan formal Feng Shui untuk menciptakan kader yang profesional belum ada. Hal ini menyebabkan banyak praktivisi Feng Shui yang berjalan secara individual dan sesuai selera, bahkan banyak yang bermodalkan pengalaman bukan pengetahuan. Ketika penjabaran Feng Shui hanya mengutamakan jalur budaya dan pengalaman, tanpa bermodalkan pemahaman mendalam tentang teori dan konsep sebenarnya akan membuat Feng Shui menjadi diwarnai oleh hal-hal mistis (Wicaksono, 2011).

  Feng Shui juga dikatakan sebagai ilmu yang mempelajari tentang aliran yang masuk

  ke dalam sebuah bangunan. Angin dan air adalah aliran dan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan pemilik bangunan jika menggunakan penerapan Feng Shui yang tidak sesuai. Seperti diketahui, air bersifat dingin dan lembab. Kesalahan pengaturan posisi air juga dapat menyebabkan penghuni rumah menjadi terganggu kesehatannya, terutama penyakit yang berkaitan dengan pernapasan. Air juga diatur dengan keseimbangan Yin dan Yang, jadi air yang mengalir dengan baik dalam sebuah bangunan menandakan aliran Qi yang baik.

  Demikian pula air yang menggenang dalam suatu bangunan berarti aliran Qi dalam bangunan tersebut kurang baik.

  Feng Shui dapat memberi makna kenyamanan jika diukur dari tata nilai yang bersifat

  keberuntungan pada penghuni apabila mereka menempati bangunan. Nilai keberuntungan yang dimaksud adalah keberuntungan jiwa karena menemukan kesejahteraan, keberuntungan batin karena merasakan kedamaian, serta mendapatkan keberuntungan fisik karena tumbuh dalm kesehatan yang baik sehingga dapat menjalani seluruh aktivitas dengan lancar.

  Feng Shui yang bersifat menyeimbangkan juga dapat dimanfaatkan untuk

  mengedepankan unsur bisnis. Dalam bidang bisnis, untung dan rugi selalu diutamakan. Hal ini menyebabkan banyak pedagang yang menerapkan Feng Shui pada tempat-tempat usaha mereka. Demikian pula halnya dengan penerapan Feng Shui yang bertujuan untuk memelihara interaksi sosial antar manusia. Dalam lingkungan masyarakat, Feng Shui diterapkan dalam bentuk penyelarasan dan harmonisasi antara manusia dan lingkungan, misalnya untuk budaya kebershian (Wicaksono, 2011:17).

  Berdasarkan penjabaran di atas maka dirumuskan penelitian dengan judul Bentuk, Fungsi Dan Makna Feng Shui Bagi Masyarakat Tionghoa di Kota Medan .

1.2 Rumusan Masalah

  Sebuah penelitian bisa dilakukan, apabila rumusan masalah dalam penelitian sudah didapat. Perumusan masalah diperlukan agar dalam penelitian di lapangan tidak terjadi penyimpangan dalam pengambilan data. Hal ini sesuai dengan pendapat Hariwijaya dan Triton (2008:46) bahwa: “Rumusan masalah merupakan inti dari penelitian yang disajikan secara singkat dalam bentuk kalimat Tanya, yang isinya mencerminkan adanya permasalahan yang perlu dipecahkan”.

  Sesuai dengan latar belakang masalah ini, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1. Bagaimana bentuk Feng Shui?

  2. Bagaimana fungsi Feng Shui?

  

3. Bagaimanakah makna Feng Shui bagi masyarakat Tionghoa di kita Medan?

1.3 Tujuan Penelitian

  Kegiatan penelitian selalu memiliki tujuan. Tujuan penelitian harus diorientasikan pada suatu titik permasalahan agar kegiatan yang akan dilakukan tidak melenceng dari sasaran utama yang hendak diteliti. Hariwijaya dan Triton (2008:50) mengemukakan bahwa :

  “Tujuan penelitian merupakan sasaran yang hendak dicapai oleh peneliti sebelum melakukan penelitian dan mengacu kepada permasalahan”.

  Setelah menganalisis masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:.

  1. Untuk mengetahui bentuk dari Feng Shui.

  2. Untuk mengetahui fungsi Feng Shui.

  3. Untuk mengetahui makna Feng Shui bagi masyarakat di kota Medan.

1.4 Manfaat Penelitian Setiap penelitian dilakukan untuk mengetahui peristiwa-peristiwa yang terjadi.

  Penelitian ini memiliki dua manfaat yakni manfaat praktis dan manfaat teoritis, sebagaimana yang dikemukakan oleh Hariwijaya dan Triton (2008:50) : “Manfaat penelitian adalah apa yang diharapkan dari hasil penelitian tersebut, dan manfaat penelitian adalah mencakup dua hal yaitu kegunaan dalam pengembangan ilmu atau manfaat dibidang teoritis dan manfaat dibidang praktik. Setelah penelitian ini dirangkum maka manfaat yang dapat dirumuskan adalah:

  1.4.1 Manfaat Praktis

  Manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai berikut : Membuka wawasan masyarakat bahwa Feng Shui sebenarnya merupakan ilmu pengetahuan yang sejalan dengan kebudayaan dan tidak berkaitan dengan hal-hal mistis.

  1.4.2 Manfaat Teoritis

  Manfaat Teoritis yang di dapat diambil dari penelitian ini adalah : Memberikan referensi penelitian bagi penelitian-penelitian berikutnya tentang kebudayaan pada umumnya dan tentang Feng Shui pada khususnya.

1.5 Pembatasan Masalah

  Hariwijaya dan Triton (2008:47) mengemukakan “bahwasanya masalah mempunyai kaitan erat dengan perumuasan masalah dan belum tentu masalah-masalah yang diidentifikasi dapat diteliti”. Seperti yang dikemukakan pendapat di atas, banyak faktor yang harus digali dalam penelitian ini, oleh sebab itulah masalah pada penelitian harus dibatasi. Mengingat luasnya cakupan masalah yang diidentifikasi serta keterbatasan waktu, materi, dan kemampuan teroritis, maka penulis membatasi permasalahan yang akan dianalisis hanya pada hal mendasar saja, yakni bentuk, fungsi dan makna dari Feng Shui pada masyarakat Tionghoa di kota Medan, yaitu di perumahan Jl. Bandar Baru Kelurahan Sidodadi.