PERBEDAAN JUAL BELI SALAM DAN ISTISNA

PERBEDAAN JUAL BELI SALAM DAN ISTISNA’
Makalah ini disusun guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Fiqih Muamalah
Dosen Pengampu : Imam Mustofa, S.H.I., M.SI.

Disusun Oleh :
NAMA / NPM

: HERMAN HAFIZH

NPM

: 1502100179

JURUSAN

: SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM

PRODI

: S1 PERBANKAN SYARIAH


KELAS / SEMESTER : D / III

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
JURAI SIWO METRO
2015/2016
1

PEMBAHASAN

Dengan semakin kompleksnya masalah di kalangan umat Islam, maka
Rasulullah Saw. Memberikan tuntunan yang sangat terinci dalam masalah jual
beli. Secara umum jual beli harus dilakukan dengan cara yang memenuhi syarat
dan rukunnya. Salah satu rukun jual belinadalah adanya benda yang
diperjualbelikan saat transaksi dilakukan. Di samping itu, bukan hanya sekedar
adanya benda yang diperjualbelikan, tetapi barang yang diperjualbelikan harus
jelas kualitas ataupun kuantitasnya.
Pada saat lajunya perkembangan perekonomian saat ini, membuka
peluang yang sangat besar pada munculnya berbagai bentuk pelaksanaan jual
beli. Dengan adanya sistem jual beli lewat internet misalnya, pembeli memesan

barang yang diperlukan dengan hanya menyebutkan klasifikasinya saja. Penjual
akan mengantarkan sesuai dengan pesanan pembeli.
Begitu juga transaksi terhadap hasil pertanian, kadang penjual atau
pembeli menawarkan atau menawar agar tanamanya dijual pada saat masih di
batangnya atau masih belum matang. Sehingga kemungkinan salah satu dari
penjual atau pembeli akan memperoleh keuntungan berlipat atau sangat merugi.
Dalam praktik juga sering terjadi pembohongan kualitas barang yang
diperjuabelikan dengan cara mencampur barang yang berkualitas dengan
barang yang tidak baik. Dapat juga dengan memberikan contoh barang bagus,
tetapi yg dijual tidak seperti yg dicontohkan. Atau dengan cara mengaburkan
kualitas barang, dengan ukuran (timbangan, meteran) yang tidak jelas1

1 Enizar. HADIS EKONOMI. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2013. Hlm 151

2

1. Jual Beli Salam
Namun dalam islam, jauh sebelum adanya sistem jaul beli sperti
sekarang ini, Rasullulah Saw. Telah memberikan keringanan dalam hal
pemesanan dan penyerahan objek yang diperjualbelikan ini. Jual beli dapat

dilakukan meskipun objek transaksi tidak ada pada saat dan di tempat transaksi
dilakukan. Jual beli ini dikenal dengan istilah jual beli salam, yang juga dikenal
dengan jual beli al-salaf.2
Ulama Hanafiyah menyatakan bahwa rukun jual beli as-Salam hanya ijab
dan kabul saja, sebagaimana telah dikemukakan pada uraian terdahulu (rukun
jual beli).
Lafal yang digunakan dalam jual beli pesanan (indent) adalah lafal asSalam, as-Salaf atau lafal alba’i (Hanafiyah, Malikiyah dan Hanabilah).
Sedangkan lafal yang dipergunakan oleh Syafi’iyah adalah lafal as-Salam dan
as-Salaf saja. Lafal al-ba’i tidak boleh dipergunakan karena barang yang akan
dijual belum kelihatan pada saat akad.
Ada lagi Bay’ al-Musawah, yaitu jual beli yang dilakukan dengan cara
pihak penjual menyembunyikan atau tidak menjelaskan harga modalnya. Namun
demikian,pihak pembeli rela dan tidak ada unsur pemaksaan di dalamnya. Jual
beli dalam bentuk ini cukup berkembang pesat dewasa ini dan dibenarkan
menurut ketentuan bisnis syariah. Alasannya karena terdapat unsur suka rela di
antara penjual dan pembeli. Kebanyakan jual beli yang berlaku sekarang adalah
jual beli dalam bentuk ini. Jenis lainnya adalah Bay’ bisamail ajil, yaitu jual beli
dengan sistem cicilan atau kredit. Biasanya dalam jual beli bentuk ini ada
penambahan harga dari harga kontan (cash) jika disepakati oleh pihak penjual
dan pembeli. Ketentuan ini sesuai dengan pendapat mazhab Hanafi, Syafi’i, Zaid

bin Ali, al-Muayyad Billah dan Jumhur Ahli Fikih dan pendapat ini dikuatkan oleh
Imam Syaukani.3

2Enizar. HADIS EKONOMI. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2013. Hlm 152
3 JURNAL RISET AKUNTANSI DAN BISNIS Vol 13 No . 2 / September 2013

3

Pengertian rukun adalah sesuatu yang merupakan unsur pokok pada
sesuatu, dan tidak terwujud jika ia tidak ada. Misalnya, penjual dan pembeli
merupakan unsur yang harus ada dalam jual beli. Jika penjual dan pembeli tidak
ada atau hanya salah satu pihak yang ada, jual beli tidak mungkin terwujud.
Adapun rukun-rukun jual beli adalah sebagai berikut :
a. Ada Penjual
b. Ada Pembeli
c. Ada uang
d. Ada barang
e. Ijab kabul (serah terima) antara penjual dan pembeli.4
Rukun jual beli as-Salam (as-Salaf) menurut Jumhur ulama, selain
Hanafiyah, terdiri atas:

1) Orang yang berakad, baligh dan berakal.
2) Barang yang dipesan harus jelas ciri-cirinya, waktunya, harganya.
3) Ijab dan kabul.
Syarat-syaratnya, terdiri atas:
1) Syarat yang terkait dengan modal/harga, harus jelas dan terukur, berapa
harga barangnya, berapa uang mukanya dan berapa lama, sampai
pembayaran terakhirnya.
2) Syarat yang berhubungan dengan barang (obyek) as-Salam, harus jelas
jenis, ciri-cirinya, kualitas dan kuantitasnya.5

Jual beli disyariatkan oleh Allah berdasarkan dalil-dalil sebagai berikut :
a. Firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 275 :
4 JURNAL RISET AKUNTANSI DAN BISNIS Vol 13 No . 2 / September 2013
5M.Ali Hasan BERBAGAI MACAM TRANSAKSI DALAM ISLAM (Fiqh Muamalat)
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 2003 hlm 145

4

Artinya: Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit

gila.Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata
(berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai
kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba),
maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan
urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba),
maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
b. Firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 282:
Artinya: Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan
saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka
sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah
kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
c. Firman Allah dalam surat an-Nisa’ ayat 29 :
Artinya:Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu
membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
d. Hadis Rasul yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad yang artinya
“ dari Rafi’ Ibn Khudaij ia berkata; Rasulullah Saw ditanya oleh seseorang;
apakah usaha yang paling baik wahai Rasulullah. Beliau menjawab seseorang

yang bekerja dengan usahanya sendiri dan jual beli yang baik (dibenarkan oleh
syariat Islam). Hadis riwayat Ahmad.
e. Hadis riwayat Ibn Majah yang artinya “ dari Sa’id al-Khudhari ia
berkata;

5

Rasulullah Saw bersabda; sesungguhnya jual beli itu harus didasarkan atas suka
sama suka.Hadis riwayat Ibn Hibban.6

2. Istisna
Secara terminologi istisna berarti meminta kepada seseorang untuk
dibuatkan suatu barang tertentu dengan spesifikasi tertentu. Istisna juga diartikan
sebagai akad untuk membeli barang yang akan dibuat oleh seseorang. Jadi,
dalam akad Istisna barang yang menjadi objek adalah barang-barang buatan
atau hasil karya. Bahan dasar yang digunakan untuk membuat barang tersebut
dari orang yang membuatnya, apabila barang tersebut dari orang yang memesan
atau meminta dibuatkan maka akad tersebut adalah akad ijarah bukan akad
istisna.7 Sebagai contoh, si Andi meminta kepada Ahmad yang


berprofesi

sebagai pembuat furnitur untuk membuat satu set kursi. Semua bahan yang
akan dibuat kursi berasal dai ahmad sebagai penerima pesanan. Andi hanya
menjelaskan tentan spesifikasikursi yang dipesan tersebut. Tanpa memberikan
uang muka dan juga tidak melunasinya saat terjadi akad.
Istisna ini bisa terjadi dengan adanya ijab dari pemesan dan kabul dai si
penerima pesanan. Dalam hal ini, pemesan adalah sebagai pembeli dan
penerima pesanan sebagai penjual. Pada dasarnya, akad istisna sama halnya
dengan salam dimana barang sebagai objek akad atau transaksi belum ada.
Hanya saja, dalam akad istisna tidak disyaratkan memberikan modal atau uang
muka kepada penerima pesanan atau penjual. Selain itu, dalam istisna tidak
ditentukan masa penyerahan barang.8

Dari sisi pembuat, hukum kontrak dalam istisna adalah tetapnya
kepemilikan yang mengikat jika pemesan telah melihat dan rela atau suka
dengan barang pesanannya. Jual beli istisna berbeda dengan jual beli salam
sebagaimana dijelaskan dalam tabel berikut:

6 JURNAL RISET AKUNTANSI DAN BISNIS Vol 13 No . 2 / September 2013

7Wahabah al-Zuhaili,al-Fiqih al-Islami...v/302 dikutip oleh Imam Mustofa. hlm
94
8Imam Mustofa. FIQIH MU’AMALAH KONTEMPORER, Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2016 hlm 95

6

Tabel 4.1. Perbedaan jual beli istisna dengan jual beli salam9
No
1.

Subjek
Pokok
kontrak

Salam
Muslam fih

Istisna
Masnu


2.

Harga

Dibayar
saat
kontrak

Bisa saat kontrak,
bisa diangsur dan
bisa di kemudian
hari

3.

Sifat
kontrak

Mengikat

secara asli

Mengikat secara
ikutan (taba’i)

Ketentuan
Barang ditangguhkan
dengan spesifikasi
tertentu
Cara menyelesaikan
pembayaran
merupakan perbedaan
utama antara salam
dan istisna
Salam mengikat semua
pihak sejak terjadinya
kontrak, sedangkan
istisna menjadi
pengikat
Untuk melindungi
produsen. Dengan
demikian maka tidak
ditinggalkan begitu saja
oleh konsumen secara
tidak bertanggung
jawab

Dasar Hukum
Sebagai dasar hukum jual beli istishna’adalah sama dengan jual beli
salam, karena ia merupakan bagian pada jual beli salam. Pada jual beli salam
9Tabel perbedaan antara salam dan istisna di atas adalah hasil modifikasi dari tabel yang
dibuat Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqih Muamalah, (cetII), (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2010) h. 140-141 dikutip oleh Imam Mustofa. hlm 97

7

barang-barang yang akan dibeli sudah ada, tetapi belum berada di tempat. Pada
jual beli istishna’barangnya belum ada dan masih akan dibuat atau diproduksi.
Atas dasar ini, maka menurut mazhab Hanafi pada prinsipnya jual beli istishna’
itu tidak boleh. Akan tetapi dibolehkan karena prakteknya dalam masyarakat
sudah menjadi budaya dan di dalamnya tidak terdapat gharar atau tipu daya.
Berdasarkan akad pada jual beli istishna’, makapembeli menugaskan penjual
untuk

menyediakan

pesanansesuai

spesifikasi

yangdisyaratkan.

Tahap

selanjutnya, tentu diserahkan kepada pembeli dengan cara pembayaran dimuka
atau tangguh. Spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati oleh pembeli
dan penjual di awal akad. Ketentuan harga barang pesanan tidak dapat berubah
selamajangka waktu akad.
Rukun-rukun Jual beliIstishna’
Adapun rukun-rukun istishna’adalah sebagai berikut :
a. Produsen / pembuat barang (shaani’) yangmenyediakan bahan bakunya
b. Pemesan / pembeli barang (Mustashni)
c. Proyek / usaha barang /jasa yang dipesan (mashnu')
d. Harga (saman)
e. Serah terima/ Ijab Qabul.

Syarat-syaratJual beli Istishna’
Syarat-syarat jual beli istishna’ adalah sebagai berikut :

8

a. Pihak yang berakal cakap hukum dan mempunyai kekuasaan untuk
melakukan jual beli
b. Ridha/ keralaan dua belah pihak dan tidak ingkar janji.
c. Apabila isi akad disyaratkan Shani'hanya bekerja saja, maka akad ini
bukanlagi istishna, tetapi berubah menjadi akad ijarah
d. Pihak

yang

membuat

barang

menyatakan

kesanggupan

untuk

mengadakan / membuat barang itu
e. Mashnu'(barang / obyek pesanan) mempunyai kriteria yang jelas seperti
jenis, ukuran (tipe), mutu dan jumlahnya
f.

Barang tersebut tidak termasuk dalam kategori yang dilarang syara'
(najis,haram, samar/ tidakjelas) atau menimbulkan kemudratan.

Konsekuensi Jual Beli Istishna’Paralel.
Pihak Bank Syari’ah boleh menggunakan jual beli istishna’paralel, namun
demikian mempunyai konsekuensi sebagai berikut :

9

a. Bank Syari’ah sebagai kontrak pertama, tetap bertanggung jawab
terhadap pelaksanaan kewajibannya. Artinya, pihak Bank Syariah tetap
bertanggung jawab atas kesalahan, kelalaian atau pelanggaran yang
berasal dari sub kontrak yang disetujui.
b. Pihak yang menjadi sub kontrak hanya bertanggung jawab kepada pihak
Bank Syariah sebagai pemesan barang. Dia tidak mempunyai hubungan
hukum dengan nasabah atau pengusaha yang memesan barang kepada
pihak Bank Syariah.
c. Pihak Bank Syariah dan sub kontraktor bertanggung jawab terhadap
nasabah atau pengusaha atas kesalahan atau kelalaian yang terjadi.10

DAFTAR PUSTAKA
Enizar. HADIS EKONOMI. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013
Al-Bukhari, op.cit.,juz 2, hlm, 842, 845-846;Abu Dawud,op.cit, juz 3, hlm.
275-276; Syarh al-Bukhari, op.cit., juz 4
10JURNAL RISET AKUNTANSI DAN BISNIS Vol 13 No. 2 / September2013

10

M.Ali Hasan. BERBAGAI MACAM TRANSAKSI DALAM ISLAM (Fiqh
Muamalat) Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003.
Wahabah al-Zuhaili,al-Fiqih al-Islami...v/302
IImam Mustofa, FIQIH MU’AMALAH KONTEMPORER, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2016.
Tabel perbedaan antara salam dan istisna di atas adalah hasil modifikasi
dari tabel yang dibuat Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqih
Muamalah, (cetII), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010
JURNAL RISET AKUNTANSI DAN BISNIS Vol 13 No. 2 / September2013
JURNAL RISET AKUNTANSI DAN BISNIS Vol 13 No . 2 / September
2013

11