FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KA

LAPORAN PEMERIKSAAN KADAR CADMIUM (CD) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG
BERHUBUNGAN DENGAN KADAR KADMIUM (CD) DALAM URIN PADA
OPERATOR STASIUN PENGISIAN BAHAN BAKAR UNTUK UMUM (SPBU) DI
BEBERAPA WILAYAH JABODETABEK PADA TAHUN 2014

Disusun Untuk Memenuhi Ujian Akhir Semester Pada Mata kuliah Bahan Kimia Berbahaya dan
Biomonitoring

Disusun oleh :
Amalia Fauzia
1111101000072

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014M/1435 H

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pencemaran atau polusi adalah kondisi yang telah berubah dari bentuk asal keadaan yang
lebih buruk. Pergeseran bentuk tatanan dari kondisi asal pada kondisi yang buruk ini dapat terjadi
sebagai akibat masukan dari bahan-bahan pencemar atau polutan. Bahan polutan tersebut pada
umumnya mempunyai sifat racun atau toksik yang berbahaya bagi organisme hidup. Toksisitas
atau daya racun tersebut kemudian menjadi pemicu terjadinya pencemaran. Pencemaran juga
dapat ditimbulkan oleh bahan-bahan kimia, biasanya senyawa-senyawa mempunyai bahan aktif
dari logam-logam berat.( Heryando Palar, 1994)
Logam ditemukan dan menetap dalam alam, tetapi bentuk kimianya dapat berubah akibat
pengaruh fisiokimia, biologis, atau akibat aktifitas manusia. Toksisitasnya dapat berubah drastis
bila bentuk kimianya berubah. Umumnya logam bermanfaat bagi manusia karena penggunaanya
di bidang industri, pertanian atau kedokteran. Sebagian merupakan unsur penting karena
dibutuhkan dalam berbagai fungsi biokimia/faali. Dilain pihak, logam dapat berbahaya bagi
kesehatan masyarakat bila terdapat dalam makanan, air, atau udara, dan dapat berbahaya bagi
para pekerja tambang, pekerja peleburan logam berbagai jenis industri.
Kebanyakan logam dan “metaloid” terdapat di alam, tersebar dalam batu-batuan, bijih
tambang, tanah, dan udara. Tetapi distribusinya nyata sekali tidak rata. Umumnya, kadar dalam
tanah, air, dan udara relatif rendah. Kadar ini dapat meningkat bila ada aktivitas geologi,
misalnya pendegasan, yang melepaskan 25.000-125.0000 ton merkuri setahun. Aktivitas manusia
dapat lebih bermakna dalam hubungannya dengan pajanan manusia karena mereka menaikkan

kadar logam itu di tempat aktivitas manusia.
Di zaman dulu, logam tertentu, misalnya tembaga, besi, dan timah digunakan untuk
membuat peralatan, perlengkapan mesin, dan senjata. Penambangan dan peleburan dilakukan
untuk memasok kebutuhan itu. Aktifitas ini menyebabkan meningkatnya kadar logam dan
lingkungan. Selain itu, karena bijih tambang sering menganduung logam lain, misalnya timbal
dan arsen, kadar “pencemaran” ini juga meningkat. Dalam tahun belakangan ini lebih banyak
lagi jenis logam yang digunakan dalam industri, pertanian dan kedokteran.

Kadmium (Cd) adalah salah satu logam yang dikelompokkan dalam jenis logam berat
non-esensial. Logam ini jumlahnya relatif kecil, tetapi dapat meningkat jumlahnya dalam
lingkungan karena proses pembuangan sampah industri maupun penggunaan minyak sebagai
bahan bakar (Pacyna, 1987). Profesi sebagai pegawai SPBU adalah profesi yang berpotensi
untuk terpapar pencemaran udara akibat gas buang kendaraan bermotor.
Menurut Sudarmadji (2006), dalam tubuh manusia kadmium terutama dieliminasi melalui
urin. Hanya sedikit yang diabsorbsi, yaitu sekitar 5-10%. Absorbsi dipengaruhi faktor diet seperti
intake protein, kalsium, vitmin D dan trace logam seperti seng (Zn). Jika kadar kadmium dalam
tubuh melebihi batas tersebut maka akan menimbulkan dmpak diantaranya adalah iritasi saluran
pernafasan bagian atas, mual, muntah, salivasi, mencret dan kejang pada perut. Kadmium yang
terdapat dalam tubuh manusia sebagian besar diperoleh melalui makanan dan tembakau, hanya
sejumlah kecil berasal dari air minum dan polusi udara. Proporsi yang besar adalah absorbsi

melalui pernafasan yaitu antara 10-40% tergantung keadaan fisik. Uap kadmium sangat toksis
dengan lethal dose melalui pernafasan diperkirakan 10 menit terpapar sampai dengan 190 mg/m3
atau sekitar 8 mg/m3 selama 240 menit akan dapat menimbulkan kematian.
Kelompok orang yang sering berada di jalan seperti polisi, pedagang kaki lima,
pengemis, serta anak jalanan, dan yang paling berat terkena keracunan. Kadmium (Cd) adalah
operator pompa bensin di SPBU yang mempunyai peranan yang sangat vital. Pekerjaan tersebut
mempunyai risiko yang cukup besar, terutama risiko terkena paparan polutan udara yang
dikeluarkan oleh emisi kendaraan bermotor. Berdasarkan hal-hal yang telah dipaparkan maka
perlu dilakukan pengujian Kadmium (Cd) dalam Urin petugas operator SPBU.
Pekerja di SPBU adalah pekerja yang bekerja baik yang melayani pengisian bahan bakar
maupun yang tidak berhubungan langsung dengan pengisian bahan bakar minyak namun
demikian keduanya memiliki potensial terhadap pola penyakit akibat kerja, pekerja yang
melayani pengisian bahan bakar memiliki potensial bahaya yang lebih besar terhadap
penceamran logam berat kadmium (Cd) dibandingkan dengan pekerja yang tidak berhubungan
dengan pengisian bahan bakar.
B. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran kadar kadmium dalam urin pada pekerja SPBU di beberapa
beberapa wilayah Jabodetabek tahun 2014?

2. Bagaimana gambaran usia pada pekerja SPBU di wilayah Ciputat tahun 2014

3. Bagaimana gambaran masa kerja pada pekerja SPBU di wilayah Ciputat tahun 2014?
4. Bagaimana gambaran perilaku merokok pada pekerja SPBU di wilayah Ciputat tahun
2014?
5. Bagaimana gambaran pemakaian apd pada pekerja SPBU di wilayah Ciputat tahun 2014?
6. Apakah faktor usia berhubungan dengan kadar kadmium dalam urin pada pekerja SPBU
di wilayah Ciputat ahun2014
7. Apakah faktor masa kerja berhubungan dengan kadar kadmium dalam urin pada pekerja
SPBU di wilayah Ciputat ahun2014
8. Apakah faktor perilaku merokok berhubungan dengan kadar kadmium dalam urin pada
pekerja SPBU di wilayah Ciputat ahun2014
9. Apakah faktor pemakaian APD berhubungan dengan kadar kadmium dalam urin pada
pekerja SPBU di wilayah Ciputat ahun2014
C. Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Diketahui faktor-faktor yang brhubungan dengan kadar kadmium dalam urin pada pekerja
SPBU di Ciputat
Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran kadar kadmium dalam urin pada pekerja SPBU di beberapa
beberapa wilayah Jabodetabek tahun 2014?
2. Diketahuinya gambaran usia pada pekerja SPBU di wilayah Ciputat tahun 2014

3. Diketahuinya gambaran masa kerja pada pekerja SPBU di wilayah Ciputat tahun 2014?
4. Diketahuinya gambaran kebiasaan merokok pada pekerja SPBU di wilayah Ciputat tahun
2014?
5. Diketahuinya gambaran pemakaian apd pada pekerja SPBU di wilayah Ciputat tahun
2014?
6. Diketahuinya hubungan usia berhubungan dengan kadar kadmium dalam urin pada
pekerja SPBU di wilayah Ciputat ahun2014

7. Diketahuinya hubungan masa kerja berhubungan dengan kadar kadmium dalam urin pada
pekerja SPBU di wilayah Ciputat ahun2014
8. Diketahuinya hubungan perilaku merokok berhubungan dengan kadar kadmium dalam
urin pada pekerja SPBU di wilayah Ciputat ahun2014
9. Diketahuinya hubungan pemakaian APD berhubungan dengan kadar kadmium dalam
urin pada pekerja SPBU di wilayah Ciputat ahun2014
D. Manfaat Penelitian
Bagi SPBU
Mendapatkan bahan masukan dalam pemikiran dan referensi untuk mengambil kebijakan
dalammerancang dan mengatur pekerjaan operator SPBU dalam memberikan pelayanan
secara aman
Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan tentang dampak pencemaran udara akibat gas buang kendaraan
bermotor yang dapat mempengaruhi kadar kadmium dalam uri pada operator SPBU.
Mahasiswa juga dapat mengaplikasikan teori yang didapat saat kuliah sehingga dapat
meningkatkan pengetahuan langsung di lapangan. Hasil penelitian ini dapat dijadikan
gambaran di tempa kerja sebagai sarana pemantapan keilmuan dan bahan masukan untuk
penelitian lebih lanjut.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian analisis dengan pendekatan cross sectional
tentang faktor-faktor yang dapat berhubunan dengan penyerapan cadmium (Cd) dalam
urin petugas SPBU di wilayah Jabodetabek. Penelitian ini dilakukan dari bulan Juni
sampai dengan Juli 2014. Penelitian ini mengambil beberapa sampel SPBU yang ada di
wilayah Jabodetabek, dimana setiap SPBU diwakili oleh dua orang pekerjanya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pencemaran Udara
Pencemaran atau polusi adalah kondisi yang telah berubah dari bentuk asal keadaan yang
lebih buruk. Pergeseran bentuk tatanan dari kondisi asal pada kondisi yang buruk ini dapat terjadi
sebagai akibat masukan dari bahan-bahan pencemar atau polutan. Bahan polutan tersebut pada
umumnya mempunyai sifat racun atau toksik yang berbahaya bagi organisme hidup. Toksisitas

atau daya racun tersebut kemudian menjadi pemicu terjadinya pencemaran. Pencemaran juga
dapat ditimbulkan oleh bahan-bahan kimia, biasanya senyawa-senyawa mempunyai bahan aktif
dari logam-logam berat. Daya racun yang dimiliki oleh aktif dari logam berat akan bekerja
sebagai penghalang kerja enzim dalam proses fisiologis atau metabolisme tubuh.
B. Logam
Logam adalah elemen yang dalam larutan air dapat melepas satu atau lebih electron dan
menjadi kation. Logam mempunyai beberapa karakteristik penting sebagai berikut :
 Refleksifitas tinggi
 Mempunyai kilau logam
 Konduktivitas listrik tinggi
 Konduktivitas termal tinggi
 Mempunyai kekuatan dan kelenturan
Logam dapat dikelompokkan menjadi :
 Logam berat dan logam ringan, dimana logam berat mempunyai berat jenis >5 dan
yang ringan 10 um diameter)
cendrung masuk dan menembus ke dalam alveoli. Sementara senyawa kadmium terlarut
(CdCl2 dan CdSO4 ) dapat mengalami penyerapan terbatas disbanding dengan partikel.
Hanya sekitar 5% dari partikel 10 µm akan disimpan dalam alveoli dan akan diserap.
Ukuran partikel merupakan penentu utama penyebab kadmium dalam paru-paru.
(ATSDR, 2010) Pada manusia , 10-30% debu kadmium akan diserap, 25-50% akan

diserap melalui asap rokok. Kadmium akan masuk melalui saluran pernapasan,
diendapkan pada mukosa nasofaring, trakea, bronkus kemudian akan masuk lagi ke
alveoli dan alveoli akan diserap oleh darah (widiowati, 2008).
B. Oral
Penyerapan kadmium melalui makanan pada asupan makan dan status zat besi
dalam tubuh. Di eropa dan amerika penyerapan kadmium secara oral rata-rata 1,2-25

ug/hari. Penyerapan kadmium dari saluran pencernaan biasanya sekitar 5%. Penyerapan
dipengaruhi faktor yaitu :
1. Umur
Pada dewasa 2 kali lebih cepat dari anak-anak. Sebagai racun kumulatif,
kadmium meningkatkan beban tubuh.
2. Jenis Kelamin
Perempuan memiliki kandungan kadmium lebih tinggi dari laki-laki.
3. Merokok
Perokok memiliki kadar kadmium lebih tinggi dari bukan perokok karena:
a. Rokok berisi 2,0 mg kadmium, 2-10% dari yang ditransfer asap utama
b. Kadmium asap rokok utama , hampir 50% diserap paru-paru ke sirkulasi sistemik
selama merokok aktif.
c. Perokok biasanya memiliki darah kadmium dan beban tubuh lebih dari dua kali

lipat yang tidak merokok
4. Status Gizi
Status gizi lebih rendah lebih mudah terpapar setelah pemaparan oral
Kadmium.
C. Kulit
Penyerapan kadmium melalui kulit sangat rendah sekitar 0.5%. kontak dengan
kulit akan semakin parah bila terpapar selama beberapa jam atau lebih (ATSDR)
Waktu Paruh dalam Tubuh
Kadmium memiliki banyak efek diantaranya kerusakan ginjal dan karsiogenik
pada hewan yang menyebabkan tumor pada testis. Akumulasi logam kadmium dalam
ginjal membentuk komplek dengan protein. Waktu paruh dari kadmium dalam
lingkungan adalah 10-30 tahun sedangkan waktu paruh kadmium dalam tubuh 7-30 tahun
dan menembus ginjal terutama setelah terjadi kerusakan. Kadmium bisa juga
menyebabkan kekacauan pada metabolisme kalsium yang pada akhirnya mengalami
kekurangan kalsium pada tubuh dan menyebabkan penyakit osteomalacia (rasa sakit pada
persendian tulang belakang, tulang kaki) dan bittlebones (kerusakan tulang) (Lentech,
2010).
D. Efek Kadmium Terhadap Kesehatan
1.


Efek Kadmium terhadap Hepar
Kadmium (Cd) dalam tubuh terakumulasi dalam hati dan terutama terikat sebagai
metalotionein mengandung unsur sistein, dimana Kadmium (Cd) terikat dalam gugus sufhidril (-

SH) dalam enzim seperti karboksil sisteinil, histidil, hidroksil, dan fosfatil dari protein purin.
Kemungkinan besar pengaruh toksisitas kadmium (Cd) disebabkan oleh interaksi antara
kadmium (Cd) dan protein tersebut, sehingga menimbulkan hambatan terhadap aktivitas kerja
enzim dalam tubuh (Darmono, 2001).
2.

Efek Kadmium terhadap Tulang
Efek keracunan kadmium (Cd) juga dapat mengakibatkan kerapuhan pada tulang. Gejala
rasa sakit pada tulang sehingga menyulitkan untuk berjalan. Terjadi pada pekerja yang bekerja
pada industri yang menggunakan kadmium (Cd). Penyakit tersebut dinamakan “itai-itai”. (Palar,
2004).

3.

Efek Kadmium terhadap Paru-Paru
a. Emphysema, yaitu penyakit yang gejala utamanya adalah penyempitan (obstruksi) saluran

napas, karena kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan dan mengalami
kerusakan yang luas. (Palar, 2004).
b. Edema, yaitu pembengkakan yang diakibatkan kelebihan cairan di dalam tubuh (Palar,
2004)

4.

Efek Kadmium (Cd) Terhadap Sistem Reproduksi
Daya racun yang dimiliki oleh kadmium (Cd) juga mempengaruhi sistem reproduksi dan
organ-organya. Pada konsentrasi tertentu kadmium (Cd) dapat mematikan sel-sel sperma pada
laki-laki. Hal inilah yang menjadi dasar bahwa akibat terpapar oleh uap logam kadmium (Cd)
dapat mengakibatkan impotensi. (Palar, 2004).

5.

Efek Kadmium (Cd) Terhadap Ginjal
Logam kadmium (Cd) dapat menimbulkan gangguan dan bahkan mampu menimbulkan
kerusakan pada sistem yang bekerja di ginjal. Kerusakan yang terjadi pada sistem ginjal dapat
terjadi pada tubulus tubulus ginjal. Petunjuk kerusakan yang dapat terjadi pada ginjal akibat
logam kadmium (Cd) yaitu terjadinya asam amniouria dan glokosuria, dan ketidaknormalan
kandungan asam urat kalsium dan fosfor dalam urin (Palar, 2004).

6.

Efek Kadmium terhadap Pankreas
Keracunan Cd dapat menyebabkan penurunan fungsi pancreas. Efek pemberian Cd pada
hewan mempengaruhi metabolisme karbohidrat, menyebabkan terjadinya hiperglikemia,
pengurangan toleransi terhadap glukosa dan menghambat aktivitas sekresi insulin (Palar, 2004).

7.

Efek terhadap Jantung

Hipertrofi ventrikular adalah membesarnya ukuran ventrikel jantung. Perubahan ini
sangat baik untuk kesehatan jika merupakan respon atas latihan aerobik, akan tetapi hipertropi
ventrikular juga dapat muncul akibat penyakit seperti tekanan darah tinggi. (Palar, 2004).

E.Kerangka Teori

TEL,
TML

Kontak

Cd di
Keringat,ram
but, kuku

Faktor Lingkungan :
- Dosis dan lama
paparan
- Kelangsungan
paparan

Bahan Bakar
Kendaraan
Bermotor
Kadar Cd di Udara

Cd dalam darah

Cd dalam urin

Faktor
-

Individu :
Usia
Deit
Masa kerja
Jenis kelamin
Pemakaian APD
Pengetahuan
Perilaku mencuci
tangan

Cd dalam feses

Gangguan
Kesehatan

BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teori, maka variabel independen yang akan di teliti oleh peneliti
adalah : usia pekerja, masa kerja, perilaku merokok, pemakaian APD. Sedangkan variabel
lainnya yang terdapat dalam kerangka teori tidak diikutsertakan dalam penelitian ini seperti

dosis,lama paparan, pengetahuan, kelangsungan paparan, dan jalur pemaparan disebabkan
keterbatasan penelitian. Sedangkan variabel diet dan jenis kelamin tidak diikutsertakan dalam
penelitian ini karena berdasarkan hasil studi pendahuluan diketahui mayoritas responden
memiliki karakteristik jenis kelamin mayoritas laki-laki (homogen) dan tidak dalam keadaan
melakukan diet makanan. Maka kerangka konsep penelitian ini adalah sebagai berikut :
Independen

Dependen

Usia
Masa Kerja

Kadar Kadmium
dalam urin
pekerja SPBU

Perilaku Merokok
Pemakaian APD

B. Definisi Operasional
Tabel 1
No VARIABEL

DEFINISI
OPERASIONAL

Variabel Dependen
1
Kadar
kadmium kandungan
dalam urin

CARA

ALAT

HASIL

UKUR

UKUR

UKUR

Uji

AAS

1.



SKALA
0,45 Ordinal

maksimum kadmium Laboratoriu

mg/L

2.

yang terdapat dalam m

0,45 mg/L

<

urin pekerja
Variabel Independen
umur
2

3

4

Usia Pekerja

Masa kerja

responden,

terhitung sejak lahir
sampai

dengan

1. = < 28
wawancara

kuesioner

tahun

mendapatkan

1.≥48

tugas/pekerjaan

wawancara

sebagai

operator

SPBU
perilaku

pekerja

Kebiasaan

dalam

merokok

mengkonsumsi

Pemakaian APD

2 =

sekarang
lama
responden
kuesioner

≥ 28

Ordinal

BULAN 2. < Ordinal
48 bulan

1.merokok
wawancara

kuesioner

APD saat bekerja di wawancara
SPBU

2.Tidak

Ordinal

merokok

rokok
perilaku pemakaian
5

tahun

kuesioner

1. tidak
2. Ya

BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat analisis dengan desain studi cross
sectional mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kadar kadmium (Cd) dalam urin
pada pekerja SPBU di Jabodetabek tahun 2014
Desain penelitian cross sectional adalah jenis penelitian non eksperimental dalam rangka
mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efeksnya yang berupa

Ordinal

penyakit atau status kesehatan tertentu, dengan model point time yang diobservasi sekaligus
pada saat yang sama (Praktinya dalam Andri, 2010)
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di beberapa SPBU di Jabodetabek pada bulan Juni 2014,
termasuk dalam pengumpulan data primer, pengolahan seta penyajian data. Uji Coba
kuesioner dilakukan di beberapa SPBU di Jabodetabek dan pengujian Urine di Laboratorium
Kesehatan Lingkungan Uin Syarif Hidayatullah Jakarta
C. Populasi dan Sampel
Populasi
Populasi dalam penelitian ini yaitu pada pekerja SPBU di beberapa wilayah
Jabodetabek namun jumlah populasi tidak diketahui.
Sampel
Penelitian menggunakan non probability sampling karena waktu penelitian
yang singkat dan tidak diketahui jumlah populasi karyawan SPBU di Jabodetabek
sehingga sampel dalam penelitian ini adalah 48 orang dengan 48 sample urine dengan
kriteria inklusi karyawan bersedia menjadi responden penelitian.

D. Alat dan Cara Pengumpulan Data
Teknik Pengumpulan data dalam penelitian diperoleh melalui penyebaran kuesioner
dan pengambilan sampel urine pada setiap responden dan didapat sebanyak 48 sebagai objek
penelitian.
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder yang
diperoleh dengan cara :
a. Data Primer
Data yang didapat dengan melakukan penyebaran kuesioner dan analisis laboratorium.
b. Data Sekunder
Data sekunder yang didapat dengan penelusuran kepustakaan, data-data dan dokumen
yang relevan dengan penelitian ini.

E. Metode Analisis
Analisi data dalam penelitian ini adalah univariat dan untuk sampel urine diperiksa
konsentrasi kadmiumnya dengan menggunakan Atomic Absorption Spectrofotometer (AAS)
di Laboratorium Health Enviromental (LHE). Hasil yang diperoleh dioleh dengan
menggunakan SPSS dan disajikan dalam bentuk tabel frekuensi, kemudian dinarasikan.
Pengolahan Data
Pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Coding
Yaitu proses pemberian kode pada jawaban kuesioner untuk memudahkan data ketika
dimasukkan ke dalam komputer. Coding merupakan kegiatan mengubah data berbentuk
huruf menjadi data berbentuk angka/bilangan.
2. Editing
Yaitu menyunting data yang akan dimasukkan dan mengidentifikasi kembali variabel
pertanyaan yang belum dicoding serta melihat kelengkapan, kejelasan, relevan dan
konsistensi jawaban sebelum dientry.
3. Entry data
Yaitu proses mengentry data dari kuesioner ke daalm komputer dengan menggunakan
bantuan program komputer setelah semua jawaban kuesioner diberikan kode serta
kuesioner terisi penuh dan benar.
4. Cleaning
Yaitu proses pengecekkan kembali data yang sudah dientry untuk memastikan tidak
terdapat kesalahan pada data tersebut. Kemudian data tersebut telah siap diolah dan
dianalisis
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Pengertian yang didefinisikan oleh Pertamina dari Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum
(SPBU) merupakan prasarana umum yang disediakan oleh PT. Pertamina untuk masyarakat luas
gunamemenuhi kebutuhan bahan bakar yang menjual bahan bakar sejenis premium, solar,
pertamax dan pertamax plus.

1. Analisis Univariat
a. Gamabaran Kadar Kadmium (Cd) Dalam Urin Pada Pekerja SPBU Di Beberapa
beberapa wilayah Jabodetabek Tahun 2014
Tabel 2
Dsitribusi Kadar Kadmium (Cd) Dalam Urin Pada Pekerja Di Beberapa
beberapa wilayah Jabodetabek 2014
No

Rata-rata kadar Kadmium (Cd)

Jumlah

Persentase (100%)

1.
2.

Urin
>0,00001486
≤ 0,00001486

33
15

68.8
31.2

Total

48

100.0

Berdasarkan tabel diatas didapatkan distribusi kadar kadmium (Cd) dalam urin pada pekerja
SPBU di beberapa beberapa wilayah Jabodetabek yaitu tidak ada pekerja SPBU yang memiliki
kadar kadmium melebihi 0,1 mg/mL. Namun berdasarkan rata-rata yang didapat dari uji
statistik diatas didapatkan bahwa pekerja yang memiliki kadar kadmium (Cd) dalam urin
melebihi 0,00001486 mg/mL yakni 33 pekerja (68.8%), sedangkan pekerja yang memiliki kadar
kadmium (Cd) urin ≤ 0,00001486 sebanyak 15 pekerja (31.2%)

b. Gambaran Usia Pekerja SPBU di Beberapa beberapa wilayah Jabodetabek Tahun
2014
Tabel 3
Distribusi Usia Pekerja SPBU di Beberapa beberapa
wilayah Jabodetabek Tahun 2014
Kelompok Usia
>28 tahun
≤ 28 tahun
Total

Jumlah
10
38
48

Persentase (%)
20.8
79.2
100.0

Berdasarkan tabel diatas didapatkan distribusi usia pekerja SPBU di beberapa wilayah
Jabodetabek yaitu yang memiliki usia > 28 tahun sebanyak 10 pekerja (20.8%). Dibandingkan
dengan operator yang memiliki usia ≤ 28 tahun sebanyak 38 pekerja (79.2%).
c. Gambaran Masa Kerja Pekerja SPBU di Beberapa Wilayah Jabodetabek Tahun
2014
Tabel 4
Distribusi Masa Kerja Pekerja SPBU di Beberapa
beberapa wilayah Jabodetabek Tahun 2014
Masa Kerja
≥ 4 tahun
< 4 tahun
Total

Frekuensi

Persentase

10
35
45

(%)
22.2
77.8
100.0

Berdasarkan tabel diatas didapatkan distribusi masa kerja pekerja SPBU di beberapa wilayah
Jabodetabek yaitu yang memiliki masa kerja ≥ 4 tahun sebanyak 10 pekerja (22.2%%),
dibandingkan dengan operator yang memiliki masa kerja < 4 bulan sebanyak 35 pekerja (77.8%).

d. Gambaran Perilaku Merokok Pekerja SPBU di Beberapa wilayah Jabodetabek
Tahun 2014
Tabel 5
Distribusi perilaku merokok pekerja SPBU di Beberapa
wilayah Jabodetabek Tahun 2014
Perilaku

Frekuensi

Persentase (%)

Merokok
Ya
Tidak
Total

19
27
46

41,3
58,7
100.0

Berdasarkan tabel diatas didapatkan distribusi perilaku merokok pekerja SPBU di beberapa
wilayah Jabodetabek yaitu pekerja yang memiliki perilaku merokok sebanyak 19 pekerja
(41.3%), sedangkan pekerja yang tidak memiliki perilaku merokok sebanyak 27 (58.7%).
e. Gambaran Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) berupa masker Pekerja
SPBU Di Beberapa wilayah Jabodetabek Tahun 2014
Tabel 6
Distribusi Perilaku Penggunaan APD Berupa Masker Pekerja SPBU Di Beberapa
wilayah Jabodetabek Tahun 2014
Penggunaan APD
Tidak
Ya
Total

Frekuensi
35
11
46

Persentase (%)
76.1
23.9
100.0

Berdasarkan tabel diatas didapatkan distribusi perilaku penggunaan alat pelindung diri (APD)
berupa masker pekerja SPBU di beberapa wilayah

Jabodetabek yaitu pekerja yang

menggunakan masker saat bekerja sebanyak 11 pekerja (23.9%), sedangkan pekerja yang tidak
menggunakan alat pelindung diri (APD) masker saat bekerja sebanyak 35 pekerja (76.1%).
f. Gambaran Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) berupa sarung tangan
Pekerja SPBU Di Beberapa wilayah Jabodetabek Tahun 2014
Tabel 6
Distribusi Perilaku Penggunaan APD Berupa sarung tangan Pekerja SPBU Di
Beberapa wilayah Jabodetabek Tahun 2014
Penggunaan sarung

Frekuensi

Persentase (%)

43
4
47

91.5
8.5
100.0

tangan
Tidak
Ya
Total

Berdasarkan tabel diatas didapatkan distribusi perilaku penggunaan alat pelindung diri (APD)
berupa sarung tangan pekerja SPBU di beberapa wilayah

Jabodetabek yaitu pekerja yang

menggunakan sarung tangan saat bekerja sebanyak 4 pekerja (8.5%), sedangkan pekerja yang

tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) sarung tangan saat bekerja sebanyak 43 pekerja
(91.5%).

2. Analisis Bivariat
a. Hubungan Usia Dengan Kadar Kadmium (Cd) Dalam Urin Pada Pekerja SPBU di
Beberapa wilayah Jabodetabek pada Tahun 2014
Tabel 7
Distribusi Hubungan Usia dengan Kadar Kadmium (Cd) Dalam Urin Pada Pekerja SPBU di
Beberapa wilayah Jabodetabek pada Tahun 2014

Kadar Cd di urin
Variabel

Kategori

Usia

> 28 tahun
≤ 28 tahun

Total

>1486 x 10-5 ≤ 1486 x 10-5

Total

7

3

10

70.0%

30.0%

100.0%

26

12

38

68.4%

31.6%

100.0%

33

15

48

68.8%

31.2%

100.0%

OR 95% CI P.value

1,077

1,000

Berdasarkan hasil analisis diatas diketahui bahwa hubungan antara usia pekerja dengan kadar Cd
di dalam urin diperoleh bahwa di antara responden yang memiliki usia > 28 ada 7 operator
(70,0%) dari 10 operator yang kadar Cd >1486 x 10-5 . Dari hasil uji statistik, pada tingkat
kemaknaan 5%, diperoleh nilai Pvalue =1,000. maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan
proporsi kadar Cd dalam urin antara responden usianya > 28 tahun dengan responden yang
usianya ≤28 tahun (tidak ada hubungan yang signifikan antara usia pekerja dengan kadar Cd
dalam urin).

b. Hubungan Masa Kerja Dengan Kadar Kadmium (Cd) Dalam Urin Pada Pekerja
SPBU di Beberapa wilayah Jabodetabek pada Tahun 2014
Tabel 7
Distribusi Hubungan Masa Kerja Dengan Kadar Kadmium (Cd) Dalam Urin Pada
Operator SPBU di Beberapa wilayah Jabodetabek pada Tahun 2014

Kadar Cd di urin
Variabel

Kategori

Masa Kerja ≥ 4 tahun
< 4 tahun
Total

>1486 x 10-5 ≤ 1486 x 10-5

Total

5

5

10

50.0%

50.0%

100.0%

27

8

35

77.1%

22.9%

100.0%

32

13

45

71.1%

28.9%

100.0%

OR 95% CI

P.value

0,296

0,124

Berdasarkan hasil analisis diatas diketahui bahwa analisis hubungan antara masa kerja dengan
kadar Cd di dalam urin diperoleh bahwa di antara responden yang masa kerjanya ≥ 4 tahun ada 5
operator (50,0%) dari 10 operator yang kadar Cd >1486 x 10-5. Dari Hasil uji statistik, pada
tingkat kemaknaan 5%, diperoleh nilai Pvalue =0,124. maka dapat disimpulkan tidak ada
perbedaan proporsi kadar Cd dalam urin antara responden yang masa kerjanya ≥ 4 tahun dengan
responden yang masa kerjanya < 4 tahun (tidak ada hubungan yang signifikan antara masa kerja
dengan kadar Cd di urin).

c. Hubungan Perilaku Merokok Dengan Kadar Kadmium (Cd) Dalam Urin Pada
Pekerja SPBU di Beberapa wilayah Jabodetabek pada Tahun 2014
Tabel 8
Distribusi Hubungan Perilaku Merokok Dengan Kadar Kadmium (Cd) Dalam Urin Pada
Pekerja SPBU di Beberapa wilayah Jabodetabek pada tahun 2014

Kadar Cd di urin
Variabel
merokok

Kategori >1486 x 10-5 ≤ 1486 x 10-5
Ya
Tidak

Total

Total

13

6

19

68.4%

31.6%

100.0%

18

9

27

66.7%

33.3%

100.0%

31

15

46

67.4%

32.6%

100.0%

OR 95% CI P.value

1,083

1,000

Berdasarkan hasil analisis hubungan antara perilaku merokok dengan kadar Cd di dalam urin
diperoleh bahwa di antara responden yang merokok ada 13 operator (68,4%) dari 19 operator
yang kadar Cd >1486 x 10-5. Dari Hasil uji statistik, pada tingkat kemaknaan 5%, diperoleh nilai
Pvalue = 1,000. maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi kadar Cd dalam urin
antara responden yang merokok dengan responden yang tidak merokok (tidak ada hubungan
yang signifikan antara perilaku merokok dengan kadar Cd di urin).

d. Hubungan Pemakaian Alat Pelindung Diri Berupa Masker Dengan Kadar
Kadmium (Cd) Dalam Urin Pada Pekerja SPBU di Beberapa wilayah Jabodetabek
pada tahun 2014

Kadar Cd di urin
Variabel

Kategori

Pengunaan Tidak
Masker
Ya
Total

>1486 x 10-5 ≤ 1486 x 10-5

OR 95% CI P. Value

Total

25

10

35

71.4%

28.6%

100.0%

7

4

11

63.6%

36.4%

100.0%

32

14

46

69.6%

30.4%

100.0%

1,429

0,713

Berdasarkan hasil analisis hubungan antara penggunaan masker dengan kadar Cd di dalam
urin diperoleh bahwa di antara responden yang tidak menggunakan masker ada 25 operator
(71,4%) dari 35 operator yang kadar Cd >1486 x 10-5. Dari hasil uji statistik, pada tingkat
kemaknaan 5%, diperoleh nilai Pvalue = 0,713. maka dapat disimpulkan tidak ada
perbedaan proporsi kadar Cd dalam urin antara responden yang menggunakan masker
dengan responden yang tidak menggunakan masker (tidak ada hubungan yang signifikan
antara penggunaan masker dengan kadar Cd di urin).

e. Hubungan Pemakaian Alat Pelindung Diri Berupa Sarung Tangan Dengan Kadar
Kadmium (Cd) Dalam Urin Pada Pekerja SPBU di Beberapa wilayah Jabodetabek
pada tahun 2014

Kadar Cd di urin
Variabel

Kategori >1486 x 10-5 ≤ 1486 x 10-5

Penggunaan
Tidak
Sarung Tangan
Ya
Total

Total

30

13

43

69.8%

30.2%

100.0%

2

2

4

50.0%

50.0%

100.0%

32

15

47

68.1%

31.9%

100.0%

OR 95% CI

P.value

2,308

0,583

Berdasarkan hasil analisis hubungan antara penggunaan sarung tangan dengan kadar Cd di
dalam urin diperoleh bahwa di antara responden yang tidak menggunakan sarung tangan
ada 30 operator (69,8%) dari 43 operator yang kadar Cd >1486 x 10-5. Dari hasil uji
statistik, pada tingkat kemaknaan 5%, diperoleh nilai Pvalue = 0,583. maka dapat
disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi kadar Cd dalam urin antara responden yang
menggunakan sarung tangan dengan responden yang tidak menggunakan sarung tangan
(tidak ada hubungan yang signifikan antara penggunaan sarung tangan dengan kadar Cd di
urin).

B.

Pembahasan
Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kadar kadmium (Cd)
dalam Urin pada pekerja Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di beberapa wilayah
Jabodetabek Tahun 2014, data yang dikumpulkan adalah data primer dengan menggunakan
kuesioner dan analisis Atomic Absorption Spectrophotometry ( AAS ).
Terdapat beberapa keterbatasan dalam hal ini, yaitu :
1. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Desain ini tidak terdapat menjelaskan
hubungan sebab akibat, hanya menjelaskan hubungan keterkaitan. Meskipun demikian,
desain ini dipilih karena paling sesuai dengan tujuan penelitian, secara efektif dari segi
waktu dan biaya
2. Hasil penelitian ini dipengaruhi oleh kejujuran pekerja dalam menjawab pertanyaan dari
variabel yang diteliti, sehingga benar-benar dapat menunjukkan hubungan yang
sebenarnya terhadap kadar kadmium (Cd) dalam urin pada pekerja SPBU
3. Pada penelitian ini peneliti hanya melihat faktor individu pekerja saja karena keterbatasan
penelitian untuk melakukan pemeriksaan lingkungan kerja, sehingga tidak dapat
diketahui hubungannya dengan faktor lingkungan kerja
4. Keterbatasan sampel penelitian, karena yang dijadikan sampel adalah pekerja yang ingin
diperiksa urinnya saja, sehingga sampe penelitian ini adalah sampel jenuh
5. Keterbatasan dalam penelitian ini, data yang didapat dari hasil kuesioner banyak
memiliki mising sehingga sebenarnya penelitian ini tidak memenuhi syarat untuk
dianalisis dan kuesioner yang tidak valid dan realiabel.

Kadmium (Cd) merupakan logam yang ditemukan dalam endapan alam seperti bijih dan
berikatan dengan unsur-unsur lainnya. Logam ini digunakan untuk pelapisan logam dan
pengerjaan pelapisan termasuk peralatan transportasi, mesin, fotografi dan lain-lain.

Cadmium yang berada pada tubuh petugas SPBU didapatkan dari bebarapa sumber
dianataranya adalah hasil pembakaran bahan bakara kendaraan bermotor ataupun kontak
langsung dengan bahan bakar yang ada seperti bensin, premium ataupun pertamax. Kadar
cadmium yang ada paa tubuh pekerja dapat diketahui dengan hasil analisis pada urin, darah
ataupun rambut. Beberapa teori menyebutkan bahwa terdapat beberapa hasil yang
mempengaruhi kadar Cd dalamtubuh diantaranya adalah faktor individu dan faktor pekerjaan.
Penganalisaan urin untuk mengetahui kadar cadmium dapat menggunakan metode AAS.
Berdasarkan hasil analisis urin dengan AAS diketahui bahwa sebenarnya kadar cadmium pada
petugas SPBU tidak melebihi nilai ambang batas (nab) yang ditetapkan oleh FAO ataupun WHO.
Berdasarkan FAO/WHO, nilai ambang batas kadar logam kadmium yang diperbolehkan
dalam tubuh hewan laut yang dapat dikonsumsi manusia yakni 0,1 ppm. Sedangkan menurut
Standar Nasional Indonesia No. 01-3548-1994 tentang maksimum cemaran logam pada makanan
yang diperbolehkan untuk logam kadmium adalah sebesar 0,2 mg/kg (ppm). Apabila kadmium
yang terkandung dalam makanan dikonsumsi terus menerus maka akan terakumulasi di berbagai
jaringan tubuh dan dapat menimbulkan efek yang membahayakan kesehatan konsumen. Dampak
tersebut berupa kerapuhan tulang dan resiko fraktur, kerusakan sistem reproduksi dan respirasi,
anemia serta hipertensi (Palar, 2008).
Kadmium dapat masuk ke dalam tubuh hewan atau manusia melalui berbagai cara, yaitu:
f. Dari udara yang tercemar, misalnya asap rokok dan asap pembakaran batu bara
g. Melalui wadah/tempat berlapis kadmium yang digunakan untuk tempat makanan atau
minuman
h. Melalui kontaminasi perairan dan hasil perairan yang tercemar Kadmium
i. Melalui rantai makanan
j. Melalui konsumsi daging yang diberi obat anthelminthes yang mengandung kadmium.

Berdasarkan hasil tabel analisis univariat gambaran distribusi kadar kadmium (Cd) dalam
urin pada pekerja SPBU di Beberapa wilayah Jabodetabek Tahun 2010 menunjukkan bahwa
tidak ada pekerja yang memiliki kadar kadmium dalam urin melebihi nilai ambang batas yaitu
0.1 mg/L. Hal ini menunjukkan bahwa paparan yang diterima pekerja yang bekerja di SPBU
Wilayah Ciputat baik dilihat dari umur, masa kerja, penggunaan alat pelindung diri (APD)
maupun perilaku merokok tidak mempengaruhi paparan maupun kandungan yang diterima oleh

pekerja saat bekerja. Namun penanganan dari pihak managemen SPBU terkait kegiatan kerja
yang dilakukan oleh para pekerja masih harus diperkuat baik dari penyediaan alat pelindung agar
pekerja tidak terpapar secara langsung, kebutuhan gizi untuk menyeimbangi pekerjaan seperti
pemberian susu serta pemantauan seluruh proses dan program yang dilaksanakan agar pekerja
yang saat ini tidak tercemar kadmium dilihat dari kadar kadmium dalam urin selalu memiliki
status kesehatan yang baik agar dapat terciptanya peningkatan derajat kesehatan pekerja.
Hubungan usia dengan kadar kadmium dalam urin
Umur merupakan salah satu variabel yang diduga berhubungan dengan kadar kadmium
(Cd)dalam urin pada pekerja SPBU di beberapa beberapa beberapa wilayah Jabodetabek tahun
2014. Pada usia muda pada umumnya lebih peka terhadap aktivitas kadmium (Cd), hal ini
berhubungan dengan perkembangan organ dan fungsinya yang belum sempurna. Sedangkan pada
usia tua kepekaannya lebih tinggi dari rata-rata orang dewasa, biasanya karena aktivitas enzim
biotransformase berkurang dengan bertambahnya umur dan daya tahan organ tertentu berkurang
terhadap efek kadmium (Cd). Pada tabel 3 diketahui bahwa hubungan antara usia pekerja dengan
kadar Cd di dalam urin diperoleh bahwa di antara responden yang memiliki usia > 28 ada 7
operator (70,0%) dari 10 operator yang kadar Cd >1486 x 10-5 . Dari hasil uji statistik, pada
tingkat kemaknaan 5%, diperoleh nilai Pvalue =1,000. maka dapat disimpulkan tidak ada
perbedaan proporsi kadar Cd dalam urin antara responden usianya > 28 tahun dengan responden
yang usianya ≤28 tahun (tidak ada hubungan yang signifikan antara usia pekerja dengan kadar
Cd dalam urin).

Hubungan masa kerja dengan kadar kadmium (Cd) dalam urin
Masa kerja merupakan salah satu variabel yang diduga berhubungan dengan kadar kadmium
(Cd) dalam urin pada operator SPBU di beberapa wilayah Jabodetabek tahun 2014. Lamanya
seseorang bekerja mempegaruhi penyerapan kadmium dalam tubuh. Semakin lama masa kerja
maka semakin tinggi kadar kadmium (Cd) dalam tubuh. Pada tabel 4 diketahui bahwa mayoritas

pekerja SPBU bekerja ≥ 48 bulan sebanyak 35 pekerja (72,9%). Berdasarkan tabel 7 diketahui
bahwa analisis hubungan antara masa kerja dengan kadar Cd di dalam urin diperoleh bahwa di
antara responden yang masa kerjanya ≥ 4 tahun ada 5 operator (50,0%) dari 10 operator yang
kadar Cd >1486 x 10-5. Dari Hasil uji statistik, pada tingkat kemaknaan 5%, diperoleh nilai
Pvalue =0,124. maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi kadar Cd dalam urin
antara responden yang masa kerjanya ≥ 4 tahun dengan responden yang masa kerjanya < 4 tahun
(tidak ada hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan kadar Cd di urin).
Hubungan perilaku merokok dengan kadar kadmium (Cd) dalam urin
Rokok merupakan bahan yang dapat merugikan manusia dari berbagai faktor diantaranya adalah
kesehatan, ekonomi, dan kecerdasan pada anak usia sekolah. Rokok merupakan hasil olahan
tembakau terbungkus termasuk cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman
Nicotiana tobacum, Nicotiana rustica, dan bahan tambahan (PP NO. 81,1999). Berdasarkan tabel
5 didapatkan distribusi hubungan antara perilaku merokok dengan kadar Cd di dalam urin
diperoleh bahwa di antara responden yang merokok ada 13 operator (68,4%) dari 19 operator
yang kadar Cd >1486 x 10-5. Dari Hasil uji statistik, pada tingkat kemaknaan 5%, diperoleh nilai
Pvalue = 1,000. maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi kadar Cd dalam urin
antara responden yang merokok dengan responden yang tidak merokok (tidak ada hubungan
yang signifikan antara perila