PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM NAQUIB AL ATT (1)

0

PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM NAQUIB AL-ATTAS DAN HASAN
AL-BANA
Makalah ini kami susun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
“Manajemen Akreditasi Sekolah”
Dosen Pengampu:
Dr.Afiful Ikhwan, M.Pd.I

Disusun Oleh:
Dyah Ayu Sri Handayani

(16160096)

Putri Lestari

(16160084)

Alif Yaya Zunaidi

(16160074)


MPAI – SMT 02

PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PASCASARJANA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
APRIL 2017

1

KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kehadiran Illahi Rabbi Allah Subhanallahu
wata’ala atas RidhoNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan” ini dengan lancar.
Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Revolusioner Peradaban kita
Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasalam, suri tauladan yang telah membawa kita
dari zaman kebodohan menuju zaman penerangan yaitu yang kita alami saat ini.
Pembuatan makalah dapat terselesaikan dengan baik dan maksimal, tentunya
tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Mengingat hal itu dengan segala hormat
kami sampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Rektor Universitas Muhammadiyah Ponorogo Drs. H. Sulton, M.Si

2. Direktur Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Ponorogo Dr. Happy
Susanto, MA.
3. Dosen pengampu Mata Kuliah Manajemen Akreditasi Sekolah Dr. Afiful
Ikhwan, M.Pd.I
4. Seluruh pihak yang ikut berpartisipasi dalam penyusunan makalah ini.
Oleh karena itu penulis menyampaikan terimakasih yang sangat besar kepada
semua pihak yang telah berkonstribusi dalam pembuatan makalah ini. Semoga
Allah membalas segala kebaikan kita dengan ganjaran amal shaleh.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun
inspirasi terhadap pembaca. Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan dan banyak kekurangan baik dalam segi kalimat
maupun tata bahasa serta pengetahuan atau pengalaman penulis. Oleh sebab itu,
dengan sangat penulis berharap dan menerima dengan tangan terbuka segala kritik
dan saran yang membangun dari pembaca agar dapat menjadi perbaikan dalam
makalah selanjutnya.
Ponorogo, 30 Maret 2017
Penulis,

ii


2

DAFTAR ISI
Halaman Judul.................................................................................................... i
Kata Pengantar.................................................................................................... ii
Daftar Isi............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................... 2
C. Tujuan Makalah................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pemikiran pendidikan Islam Naquib al-Atts dan Aktualisasinya........ 3
1. Biografi Naquib al-Attas................................................................ 3
2. Pemikiran Naquib al-Attas tentang Pendidikan............................. 4
3. Aktualisasi Pemikiran Naquib al-Attas dalam Pendidikan Islam... 4
B. Pemikiran Pendidikan Islam Hasan al-Bana dan Aktulisasinys ......... 6
1. Biografi Hasan al-Bana.................................................................. 8
2. Pemikiran Hasan al-Bana tentang Pendidikan............................... 9
3. Aktualisasi Pemikiran Hasan al-Bana tentang Pendidikan Islam... 11
BAB III:


PENUTUP

Kesimpulan........................................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 21

iii

3

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan bagian vital dalam kehidupan manusia. Pendidikan
Islam dengan berbagai coraknya berorintasi memberikan bekal kepada manusia
untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.Oleh karena itu, tentunya perlu
adanya pembaharuan konsep dan aktualisasinya dalam rangka menyambut
perkembangan zaman yang selalu dinamis dan temporal, agar peserta didik tidak
hanya tertuju kepada kebahagiaan hidup setelah mati, tetapi juga kebahagiaan
hidup di dunia.

Namun dalam kenyataannya dalam menyambut perkembangan zaman
tersebut tidaklah mudah bahkan telah muncul berbagai isu mengenai krisis
pendidikan Islam dan problem yang lain yang sangat mendesak untuk
dipecahkan. Inilah salah satu penyebab yang menuntut perlu adanya
pembaharuan dalam hal pendidikan dan segala hal yang terkait dengan
kehidupan umat Islam hingga seluruh manusia. Dewasa ini, pendidikan Islam
sedang menghadapi tantangan yang sangat berat seiring dengan datangnya era
globalisasi dan informasi. Tidak dapat dipungkiri betapa pengaruh Barat pada
dunia Islam sangat mempengaruhi alur perjalanan kaum muslim terutama dalam
bidang Pendidikan. Sistem pendidikan yang ada antara tradisional-modern telah
membuat kejatuhan umat Islam. Jika hal tersebut dibiarkan maka dapat
menggagalkan dan mendangkalkan perjuangan umat Islam dalam rangka
menjalankan amanah yang diberikan Allah yaitu manusia disamping sebagai
hamba Allah juga sebagai khalifah di muka bumi.
Oleh sebab itu, jika umat Islam ingin kembali bangkit dan memegang
andil besar dalam sejarah sebagaimana kejayaannya, sangat ditentukan sejauh
mana kemampuannya mengatasi persoalan pendidikan yang sedang dialaminya.
Berdasarkan fakta inilah para tokoh pemikir dan pembaharuan Islam mulai
muncul dan bahkan bekerja sama merumuskan strategi Islamisasi ilmu dalam
bentuk kurikulum pendidikan untuk umat Islam yang dikenal sebagai tokoh

filosof pendidikan Islam. Salah diantaranya yang akan dibahas dalam makalah
ini adalah Naquib al-Attas dan Hasan al-Bana.

1

24
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana teori pemikiran pendidikan Islam Naquib al-Attas dan
aktulasasinya dalam pendidikan Islam?
2. Bagiamana teori pemikiran pendidikan Islam Hasan al-Bana dan
aktualisasinya dalam pendidikan Islam?
C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui teori pemikiran pendidikan Islam Naquib al-Attas dan
akatualisasinya dalam pendidikan Islam.
2. Untuk mengetahui teori pemikiran pendidikan Islam Hasan al-Bana dan
aktualisasinya dalam pendidikan Islam.

5

BAB II

PEMBAHASAN
A. Pemikiran Pendidikan Islam Naquib al-Attas dan Aktualisasinya
1. Biografi
Syed Muhammad Naquid al-Attas dilahirkan di Bogor, Jawa Barat
pada tanggal 5 September 1931 ketika Indonesia di bawah kolonialisme
Belanda.1 Kedua orangtua al-Attas merupakan orang-orang yang berdarah
biru, ibunya berasal dari Bogor keturunan bangsawan Sunda ada ayahnya
tergolong bangsawan di Johor2. Syed M. Naquib al-Attas adalah anak kedua
dari tiga bersaudara. Kakaknya bernama Syed Husein, seorang sosiologi
dan mantan wakil rektor Universitas Malaya, sedangkan adiknya bernama
Syed Zaid, seorang insyinyur kimia dan mantan dosen Institut Teknologi
MARA.3
Selama hidupnya Naquib al-Attas pernah menempuh pendidikan
yang panjang yaitu sebagai berikut:
a. Pada tahun 1936-1941, ketika beliau berusia 5 tahun, ia menempuh
dasar pendidikan Ngee Heng Primary School4.
b. Pada tahun 1941-1946 al-Attas melanjutkan pendidikannya di
Indonesia di sekolah ‘urwah al wusqa, Sukabumi selama 5 tahun5.
c. Pada tahun 1946-1951, al-Attas merampungkan pendidikan di Bukit
Zahrah School kemudian English Colege.

d. Pada tahun 1952-1955, al-Attas memasuki dunia militer, pertama di
Eton Hall, Chester, Wales, kemudian di Royal Military Academy,
Sandhurst, Inggris.6
e. Pada tahun 1960 al-Attas belajar di Institut of Islamic Studies,
Universitas McGill, Montreal hingga mendapatkan gelar Master of Art
(M.A) pada tahun1962 dengan tesisnya yang berjudul Raniry and the

1 Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sistem Pendidikan dan
Pemikiran Para Tokohnya (Jakarta: Kalam Mulia, 2011), hlm. 299.
2 Hasan Muarif Ambary, et al, Suplemen Ensiklopedi Islam jilid (Jakarta: PT. Ichtiar van
Hoeve, 1995), hlm. 78.
3 Abu Muhammad Iqbal, Pemikiran Pendidikan Islam: Gagasan-gagasan Besar Para
Ilmuwan Muslim (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2015), hlm. 288.
4 Ibid.,
5 Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam... hlm. 299.
6 Ibid.,

3

46

Wujudiyyah of 17th Century Acheh lulus dengan nilai yang sangat
memuaskan.7
f. Pada tahun 1963, ia meneruskan pendidikan doktoralnya di SOAS
(School of Oriental an African Studies), Universitas London. Pada
tahun 1965 hingga beliau mendapatkan gelar Ph. D pada tahun 1965
dengan judul disertasi doktoralnya The Myticism of Hamzah Fanshuri
lulus dengan nilai yang sangat memuaskan.8 Salah satu pengaruh
terbesar dalam diri al-Attas adalah asumsi yang mengatakan bahwa
terdapat integritas antara realitias metafisis, kosmologi dan psikologi.9
g. Pada tahun 1965, beliau dilantik menjadi ketua jurusan Sastra di
Fakultas Kajian Melayu Universitas Malaya, Kuala Lumpur.
h. Pada tahun 1968-1970, dia menjabat sebagai Dekan Fakultas Kajian
Melayu Universitas Malaya, Kuala Lumpur.10
2. Pemikiran Naquib al-Attas Tentang Pendidikan
Paradigma pemikiran al-Attas bila dikaji secara historis merupakan
sebuah pemikiran yang berawal dari dunia metafisis kemudian ke dunia
kosmologis dan bermuara pada dunia psikologis. Berikut akan diuraikan
pemikiran M. Naquib al-Attas dalam Iqbal sebagaimana berikut11:
a. Konsep Ta’dib
Kata ta’dib dalam terminologi al-Attas secara sederhana adalah

sebagai suatu usaha peresapan (instilling) dan penanaman (inculcation)
adab pada diri manusia dalam pendidikan, sehingga adab dapat
diartikan sebagai content atau kandungan yang harus ditanamkan dalam
proses pendidikan Islam.
Dalam arti yang luas al-Attas memberikan definisi adab
sebagai: recognition and acknowledgementof the reality that knowledge
and being are ordered hierarchically according to their and to one’s
physical,

intellectual

and spiritual

capacities

and

potentials.

Pengenalan dan pengakuan terhadap realitas bahwasanya ilmu

(pengetahuan) dan segala sesuatu yang wujud yang ada terdiri dari
7 Abu Muhammad Iqbal, Pemikiran Pendidikan Islam... hlm. 289.
8 Ibid.,.
9 Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam... hlm. 300.
10 Abu Muhammad Iqbal, Pemikiran Pendidikan Islam... hlm. 289.
11 Ibid.,

5
7
hierarkhi yang sesuai dengan kategori-kategori dan tingkatantingkatannya, dan bahwa seseorang itu memiliki tempatnya masingmasing dalam hubungannya dengan realitas serta kapasitas, potensi
fisik, intelektual dan spiritualnya.
Pentingnya makna adab dan keterkaitannya dengan pendidikan
manusia

yang

baik

akan

semakin

terasa

ketika

disadarinya

bahwasannya pengenalan, meliputi ilmu dan pengakuan, tindakan,
tentang tempat yang tepat, sangat berhubungan dengan kata-kata kunci
lainnya dalam pandangan hidup Islam, seperti hikmah (kebijksanaan)
dan adl (keadilan), realitas dan kebenaran (haqq). Realitas dan
kebenaran itu sendiri dipahami memiliki korespondensi dan koherensi
dengan tempat yang tepat. Selanjutnya menurut al-Attas pendidikan
adalah peresapan atau penyemaian (instilling) dan penanaman
(inculnation) adab dalam diri seseorang ini disebut ta’dib.
Adab menurut al-Attas sendiri sudah melebur secara konseptual
dengan ilmu dan amal. Al-Attas tidak setuju dengan adanya
kompromis: “arti pendidikan secara keseluruhan terdapat dalam
konotasi istilah tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib yang dipakai secara
bersamaan. Menurutnya al-Attas, jika benar-benar dipahami dan
dijelaskan dengan baik, konsep ta’dib adalah konsep yang paling tepat
untuk pendidikan dalam Islam, bukannya tarbiyah ataupun ta’lim
sebagai mana yang dipakai pada masa itu. Beliau juga menjelaskan
bahwa struktur konsep ta’dib sudah mencakup unsur ilmu (‘ilm),
pengajaran (ta’lim) dan tarbiyah (pemahaman) sehingga tidak perlu
lagi dikatakan konsep pendidikan dalam Islam adalah sebagaimana
yang terdapat dalam trilogi yakni tarbiyah, ta’lim, ta’dib.
M. Naquib al-Attas menolak salah satu bahkan kedua istilah
(ta’lim dan tarbiyah) disebabkan karena istilah tersebut menunjukkan
ketidaksesuaian (irrelevansi) makna. Beliau menolak tarbiyah karena
istilah ini hanya menyinggung aspek fisikal dalam mengembangkan
tanam-tanaman danterbatas pada aspek fisikal dan emosional dalam
pertumbuhan dan perkembangan binatang dan manusia. Pendapat ini
nampaknya senada oleh pendapat Ibnu Miskawaih bahwa istilah ta’dib
menunjukkan proses pendidikan intelektual, spiritual dan sosial, baik

68
bagi anak muda maupun orang dewasa, sedangkan tarbiyah dipakai
untuk mengajari binatang. Oleh karena itu tarbiyah hanya berkaitan
dengan pengembangan fisikal dan emosional manusia.
Al-Attas juga mengingatkan akibat yang diterima sebagai
konsekuensi logis jika tidak diterapkannya konsep ta’dib sebagai
pendidikan Islam, yakni pertama, Confusion and error in knowledge,
creating the condition for. (kebingungan dan kekeliruan persepsi
mengenai ilmu pengetahuan, yang selanjutnya akan menciptakan
kondisi:), kedua, Loss of adab within the Comunity. The condition
arising out of (1) and (2) is: (Ketiadan adab dalam suatu masyarakat.
Akibat yang muncul dari poin pertama dan kedua adalah:) ketiga, The
rise of leaders who are not qualified for valid leadership of The Muslim
Comunity; who do not possess the high moral, intellectual, spiritual
satndars high required for Islamic leadership who perpetuate the
condition in (1) above and ensure the continued control over the affais
of the Comunity by leaders like them who dominate in all fields
(Munculnya pemimpin-pemimpin yang tidak memenuhi syarat
kepemimpinan yang absah dalam umat Islam, yang tidak memiliki
standart moral, intelektual dan spiritual yang tinggi yang dibutuhkan
bagi kepemimpinan umat Islam. Mereka akan mempertahankan kondisi
yang disebutkan dalam poin pertama di atas dan akan terus mengontrol
permasalahan-permasalahan sosial-kemasyarakatan melalui tangan para
pemimpin lain yang berwatak sama dengan mereka dan mendominasi
berbagai sektor kehidupan).
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan dan kita
pahami bahwa dalam konsep pendidikan M. Naquib al-Attas, beliau
lebih menekankan konsep ta’dib

pada proses pendidikan manusia,

yakni berupa pengenalan, penyadaran kepada manusia terhadap
posisinya dalam tatanan kehidupan. Penekanan ta’dib ini dimaksudkan
agar ilmu yang diperoleh dapat diamalkan secara baik dan tidak
disalahgunakan menurut kehendak bebas pemilik ilmu, sebab ilmu
tidaklah bebas nilai (value free) tetapi sarat nilai (value laden), yakni
nilai-nilai Islami yang mengharuskan pemiliknya untuk mengamalkan

97

demi kepentingan dan kemaslahatan baik untuk dirinya, keluarganya,
lingkungan, masyarakat, agama, bangsa dan negara.
b. Dasar dan Peranan Pendidik serta Peserta Didik dalam Pendidikan
M. Naquib al-Attas mengatakan bahwa otoritas tertinggi dalam
pendidikan Islam adalah al-Qur’an dan as-Sunnah atau Hadits Nabi,
yang diteruskan oleh para sahabat dan para ilmuwan yang benar-benar
mengikuti sunnahnya, memiliki derajat pengetahuan, kebijaksanaan dan
pengalaman spiritual, yang selalu mengaplikasikan agama pada tingkat
ihsan.
Peranan guru (pendidik) dalam proses pendidikan sangat
urgent. Sebelum belajar kepada seorang guru, peserta didik harus
mempersiapkan spiritualnya dulu seperti, niat yang ikhlas, sabar dan
jujur sehingga kualitas imannya akan menjadi lebih kuat. Beliau juga
mengatakan bahwa peserta didik harus menginternalisasikan adab dan
mengaplikasikan sikap tersebut, sebagaimana diungkapkannya dalam
bukunya Risalah dikutip oleh Iqbal dari Wan Mohd Wan Daud: “Ilmu
pengtahuan harus dikuasai dengan pendekatan yang berlandaskan
sikap ikhlas, hormat dan sederhana terhadapnya. Pengetahuan tidak
dapat dikuasai dengan tergesa-gesa seakan-akan penetahuan adalah
suatu yang terbuka bagi siapa saja yang menguasainya tanpa terlebih
dahulu memilik pada arah dantujuan, kemampuan dan persiapan”.
Peserta didik harus menghormati dan percaya pada guru, sabar
dengan kekurangan gurunya menempatkannya dalam perspektifyang
wajar. Peserta didik harus memahami dengan benar isi dan pesan yang
disampaikan oleh gurunya dan mengaplikasikannya secara tepat dalam
kehidupan pribadi dan sosial.
c. Peranan Bahasa
Al-Attas mengatakan, berita yang benar (khabar shadiq) adalah
salah satu sarana untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, disamping
panca indera (al-Hawas al-Khamsah),

common sense (al-Aql as-

Salim), dan intuisi (ilham). Komunikasi antara berita yang benar dan

10

interpretasi sumber tulisan ataupun verbal dari semua saluran ilmu
lainnya hanya akan membuahkan hasil jika kedua belah pihak yang
8
terlibat memahami makna yang benar dari pesan yang disampaikan.
Oleh sebab itu, al-Attas memusatkan perhatian pada misteri bahasa,
terutama bahasa Arab dan bahasa Islam serta bahasa asing
pentinglainnya, sebagai alat transmisi dan pencairan ilmu pengetahuan
dan kebenaran.
d. Metode Pendidikan
Penyakit yang melanda dunia Islam adalah symptom dikhotomi
yang secara langsung ataupun tidak langsung dipengaruhi oleh dunia
Barat. Padahal sebelumnya dalam dunia Islam tidak dikenal yang
namanya dikhotomi. Untuk menyelesaikan problematika dikhotomi itu,
maka diperlukan suatu metode yaitu metode tauhid. Metode ini
diformulasikan untuk menekankan bahwa tidak ada dikhotomi
misalnya, antara apa yang dianggap teori dan praktik. Jika benar-benar
mengetahui

suatu

teori,

seseorang

mestinya

mampu

mengaplikasikannya dalam praktik. Tidak ada pemisahan antara
rasionalisme, atau empirisme dengan intuisisme.
e. Kurikulum dan Sistem Pendidikan dalam Islam
Kajian al-Attas mengenai kurikulum pendidikan dalam Islam
berangkat dari pandangan bahwa manusia itu bersifat dualistik, yaitu
pertama, yang memenuhi kebutuhannya yang berdimensi permanen
dan spiritual; dan kedua, yang memenuhi kebutuhan material dan
emosional.
Al-Attas berpandangan bahwa manusia terdiri dari dua unsur,
jasmani dan ruhani, maka ilmu juga terbagi ke dalam 2 kategori, yaitu
pertama, ilmu yang diberikan Allah (melalui wahyu) dan kedua, ilmu
capaian (yang diperoleh dari usaha pengamatan, pengalaman, dan riset
manusia). Namun pada hakikatnya dalam Islam ilmu itu hanya satu
sumber, semua ilmu datang dari Allah. Perbedaannya pada cara
kedatangannya serta indera yang menerimanya.

11

Dalam sistem pendidikan 3 tahap (rendah, menengah, dan
tinggi) ilmu fardhu’ain harus diajarkan tidak hanya pada tingkat
rendah, melainkan juga pada tingkat menengah dan tingkat tinggi
(universitas). Karena menurutnya universitas merupakan cerminan
sistematisasi yang paling tinggi, maka formulasi kandungannya harus
9
didahulukan.
3. Aktualisasinya dalam Pendidikan Islam
Pendidikan menurut al-Attas adalah “penyemaian dan penanaman
adab dalam diri seseorang ini disebut ta’dib. Oleh karena itu tujuan
diadakannya proses pendidikan adalah menyemaikan dan menanamkan
adab ke dalam diri seorang individu. Beliau memberikan kriteria manusia
yang beradab yang menuntut hadirnya adab dalam berbagai tingkat
pengalaman hidup manusia, yaitu sebagai berikut:
a. Mengakui bahwa seseorang – dirinya sendiri itu – terdiri dari dua unsur
yaitu akal dan sifat-sifat kebinatangan, dan ketika akalnya bisa
mengontrol dan menguasai sifat-sifat kebinatangannya, maka orang itu
telah menjadi manusia yang ber-adab karena telah berlaku adil terhadap
diri sendiri. Itulah awal mula adab hadir terhadap diri sendiri.
b. Menerapkan norma-norma etika dalam tata krama sosial dan berada
pada posisinya yang benar sesuai dengan kedudukannya baik dengan
keluarga maupun dengan masyarakat.
c. Menerapkan disiplin intelektual yang mengenal dan mengakui adanya
hierarkhi ilmu berdasarkan kriteria tingkat-tingkat keluhuran dan
kemuliaan, yang memungkinkannya mengenal dan mengakui bahasa
seseorang yang pengetahuannya berdasarkan wahyu itu jauh lebih luhur
dan mulia dari pada ilmu pengetahuannya berdasarkan akal.
d. Memanfaatkan dan meletakkan segala sesuatu yang ada di alam
semseta ini pada tempatnya yang benar, baik dalam konteksnya sebagai
tanda-tanda Tuhan.
e. Mengenal dan mengakui adanya tempat yang benar dan tepat untuk
setiap kata, baik dalam tulisan maupun ucapan sehingga tidak
menimbulkan kerancuan makna, bunyi dan konsep.
f. Seseorang itu telah berhasil menghadirkan adab kedalam alam
spiritual. Jadi dalam hal ini Adab adalah pengenalan dan pengakuan

12

terhadap tingkat-tingkat keluhuran yang menjadi sifat alam spiritual;
pengenalan dan pengakuan terhadap berbagai maqam spiritual
10
berdasarkab ibadah; pengenalan dan pengakuan terhadap disiplin
spiritual yang dengan benar telah menyerahkan fisik atau jiwa
kebinatangn pada spiritual ataupun akal.12
Melihat fenomena yang terjadi di dunia sekarang, dimana banyak
manusia yang tidak ber-adab. Pertama yang harus diatasi dalam hal ini
adalah ketiadaan adab, karena kebingungan dan kesalahan memahami ilmu
serta munculnya pemimpin buruk adalah berasal tidak adanya adab.
Menurut al-Attas sistem pendidikan yang sempurna adalah yang
merefleksikan sistem yang ada pada manusia karena di dalam diri manusia
ini ada sistem yang teratur dan rapi.
Berkaitan dengan ilmu fardhu kifayah, al-Attas berpendapat bahwa
ilmu ini harus melalui proses Islamisasi, yakni pembebasan dari magis,
mitos, animistik, tradisi kultur-nasional dan kontrol sekuler yang menguasai
pikiran dan bahasanya. Salah satu caranya adalah penggunaan elemenelemen dan istilah-istilah kunci harus berdasarkan cara pandang Islam,
utamanya berkenaan dengan Sain Humaniora. Istilah yang digunakan
adalah pengisolasian setiao cabang ilmu rasional, intelektual, dan filsafat
dari istilah-istilah kunci asing.
Pendidikan merupakan suatu prses panjang untuk mengaktualkan
seluruh pontensi diri manusia sehingga potensi kemanusiaannya menjadi
aktual. Sistem menumbuhkembangkan potensi diri itu telah ditawarkan
secara sempurna dalam sistem ajaran Islam, ini yang pada akhirnya
menjadikan manusia dapat menjalankan tugas yang telah diamanahkan
Allah. Karena manusia yang baik adalah individu yang sadar sepenuhnya
akan individualitasnyadan hubugannya yang tepat dengan diri, Tuhan,
masyarakat dan alam sekitarnya.
B. Pemikiran Pendidikan Islam Hasan al-Bana dan Aktulaisasinya
1. Biografi
Hasan al-Bana dilahirkan di desa Mahmudiyah kawasan Buhairah,
Mesir tahun 1906 M. Pada masa kecil, Hasan al-Bana di didik langsung
12 Syed Muhammad Al-Attas, Risalah untuk Kaum Muslimin (Kuala Lumpur: ISTAC,
2001), hlm. 155-157.

13

11
oleh ayahnya Syaikh Ahmad bin Abdurrahman bin Muhammad al-Bana asSadati yang mengajarkan al-Qur’an, al-Hadits, fiqih, bahasa dan tasawuf.13
Pada usia 14 tahun Hasan al-Bana telah menghafal seluruh al-Qur’an.14
Hasan al-Bana lulus sekolah dengan predikat terbaik di sekolahnya
dan kelima terbaik di seluruh Mesir. Pada usia 16 tahun dia telah menjadi
mahasiswa di perguruan tinggi Dar al-Ulum, Universitas Kairo. Selain
prestasinya di bidang akademik, dia juga memiliki bakat leadership yang
cemerlang. Semenjak mudanya Hasan al-Bana selalu terpilih untuk menjadi
ketua organisasi siswa di sekolahnya. Pada usia 21 tahun, al-Bana
menamatkan studinya di Dar al-Ulum dan ditunjuk menjadi guru di
Isma’iliyah.15
Pada tahun 1923, Hasan al-Bana mendirikan sebuah organisasi yang
dikenal dengan nama Ikhwan al-Muslimin. Ikhwan al-Muslimin muncul
sebagai reaksi terhadap sosio moral di Kairo dimana masyarakatnya pada
saat itu kurang peduli lagi terhadap nilai-nilai Islam. Akibatnya, kehidupan
keagamaan menjadi cenderung formalis dan penuh kemunafikan. Sementara
praktik mistik membawa masyarakat kepada kehidupan tahayul dan
memadamkan sifat orisinal Islam yang dikenal kreatif.16
Selain itu, juga sebagai reaksi terhadap kekacauan dalam bidang
pendidikan. Berbagai sumber mencatat, bahwa dalam sistem pendidikan
terjadi dualisme. Di satu pihak sekolah-sekolah pemerintah hanya
mementingkan

pengetahuan

umum

dan

mengabaikan

masyarakat,

sedangkan di pihak lain sekolah agama melupakan pengetahuan umum.
Konsep Ikhwan al-Muslimin ditujukan bagi pemecahan berbagai masalah
sosial yang dihadapi. Dengan kata lain, Ikhwan al-Muslimin melihat
pendidikan sebagai alat untuk membantu masyarakat dalam menghadapi
berbagai masalah dalam kehidupan.17
2. Pemikiran Hasan al-Bana dalam Pendidikan

13 Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2000), hlm. 180.
14 Hery Sucipto, Ensiklopedia Tokoh Islam Dari Abu Bakr hingga Nasr dan Qardhawi
(Bandung: PT Mizan Publika, 2003), hlm. 236.
15 Ibid.,
16 Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam... hlm. 181.
17 Ibid., hlm. 182.

14

Hasan Al-Banna memiliki gagasan bahwa kemunduran umat Islam
12
disebabkan kesalahan dalam bidang pendidikan. Menurut Hasan al-Banna,
Allah telah menjadikan akal manusia sebagai faktor yang dominan dan
untuk itu manusia diperintahkan untuk meneliti, menganalisa, dan berpikir.
a. Sistem/Konsep Pendidikan
Sistem pendidikan yang diterapkan Hasan Al Banna dalam
Madrasah Hasan Al Banna berbeda kontras dengan sistem pendidikan
yang dibangun oleh dasar individualis maupun sosialis komunis. Sistem
pendidikan yang dibangun Hasan Al Banna mengacu kepada tujuan
yang jelas, langkah-langkah yang nyata, sumber yang terang yang
digali dari ajaran Islam kaffah bukan dari ajaran yang lainnya.18
Dalam

hal

ini

Hasan

Al-Banna

berupaya

untuk

mengintegrasikan sistem pendidikan yang dikotomis di antara
pendidikan agama dan pendidikan umum. Melalui organisasi yang
didirikannya, Hasan Al-Banna berusaha memperbarui makna iman
yang dianggap telah lapuk oleh peradaban modern, yaitu dengan cara
kembali kepada sumber-sumber ajaran yang masih orisinal.19
Tiang pendidikan berdasarkan ketuhanan ialah hati yang hidup
yang berhubungan dengan Allah Swt., meyakini pertemuan denganNya dan hisab-Nya, mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan siksaNya. Hakikat manusia bukanlah terletak pada bentuk fisiknya,
melainkan pada jiwa yang bersemi pada fisik yang digerakkan-Nya.
Hakikat itu adalah segumpal darah (mudghah). Bila ia baik maka
baiklah hidup seluruhnya, dan bila ia rusak maka rusaklah tubuh
seluruhnya, itulah hati. Hati adalah suatu wujud yang dapat
menghubungkan manusia dengan rahasia hidup dan rahasia wujud dan
mengangkatnya dari alam bumi ke alam yang tinggi, dari makhluk
kepada Khaliq. Oleh sebab itu, di antara tujuan spiritual Ikhwanul
Muslimin

adalah

menghidupkan

hati

supaya

tidak

mati,

menghaluskannya supaya tidak keras.

18 Muhammad Al Banna, Skripsi: Pemikiran Hasan Al Banna dalam Pendidikan Islam
(Uin Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2014), Hlm. 37.
19 Syamsul Kurniawan & Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam
(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), Hlm.162.

15

Al-Banna membuat program ibadah praktis yang diamalkan
oleh jamaahnya, diantara program tersebut adalah disiplin dalam
13
bermujahadah, baik melalui wirid Al-Quran maupun wirid dzikir yang
ma’tsur dengan harapan dapat mengikat perasaan selalu bersama
dengan Allah. Di samping itu, Al-Banna menganjurkan untuk
melaksanakan shalat dan puasa sesuai dengan hadis yang jelas
kesahihannya.

Melalui

lembaga

pendidikan

spiritual

Ikhwanul

Muslimin (ma’had tarbiyah ruhiyah Ikhwanul Muslimin), Al-Banna
menjelaskan beberapa petunjuk tentang shalat lail dan memotivasi
anggotanya untuk melaksanakannya.
b. Ruang Lingkup Pendidikan Islam
Aspek-aspek pendidikan dalam sistem pendidikan madrasah
Hasan Al-Banna adalah Intelegensi (akal), pendidikan moral (tarbiyah
Khuluqiyah), pendidikan jasmani dan ruhani, pendidikan jihad,
pendidikan politik, dan aspek pendidikan sosial.20
Pendidikan intelektual atau pengembangan wawasan (tarbiyah
aqliyah wa ma’rifatiyah) adalah sesuatu yang ingin dicapai oleh
Ikhwan. Perhatian mereka pada aspek ini adalah berangkat dari
keyakinan bahwa Islam tidak membekukan pikiran tetapi justru
membebaskan dan mendorong manusia untuk melakukan pengamatan
dan observasi alam. Tidak dibedakan antara ilmu dunia dan ilmu agama
karena ilmu pengetahuan adalah salah satu spesifikasi manusia. Hasan
Al-Banna

memandang

bahwa

pengembangan

akal merupakan

kebutuhan pokok bagi setiap Muslim yang dapat menunjang
keberhasilan keyakinan. Karena dengan pengetahuan akal akan menjadi
paham atas sesuatu yang diyakini. Menurutnya, seorang Muslim
harus mempunyai bukti-bukti tentang Tuhannya agar mendapatkan
keyakinan yang kuat. Islam tidak membenarkan penganutnya menjadi
muqallid. Dalam beriman seseorang dianjurkan untuk berpikir sendiri,
merenung, dan memahami. Hal ini dapat memperkuat keyakinannya.
Hasan Al-Banna menempatkan pembentukan akal sebagai prinsip
utama pendidikan dengan didasarkan pada pemahaman Al-Quran yang
menempatkan akal (ilmu) lebih dahulu daripada iman dan taat.
20 Ibid., Hlm. 163-171.

16

Selanjutnya Al-Banna memberikan pemikiran yang besar
14
terhadap pendidikan akhlak (moral) untuk para anggotanya. Dalam
mendukung perjuangannya, Al-Banna memprioritaskan pembinaan
akhlak dengan penanaman sifat sabar, cita-cita yang luhur dan
pengorbanan. Mengingat betapa pentingnya pendidikan akhlak, AlBanna sering kali menyampaikannya baik melalui madrasah, melalui
kehidupan sehari-hari, media cetak, masjid-masjid, maupun sarana
lainnya. Karena kekuatan akan lebih mudah dibangun jika dilandasi
dengan akhlak yang mulia.
Di

samping pembinaan aspek ruhani, Al-Banna juga tidak

mengabaikan aspek jasmani. Sebab, tubuh adalah sarana manusia untuk
melaksanakan kewajiban-kewajiban agama dan dunia. Berikut ini di
antara tujuan dari pendidikan jasmani di madrasah Al-Banna:
1) Kesehatan badan dan terhindar dari penyakit, bahwa akal yang
sehat berada pada tubuh yang sehat pula.
2) Kekuatan jasmani dan keterampilan. Kesehatan jasmani perlu
dibina sehingga dapat mewujudkan kekuatan dan keterampilan.
3)

Keuletan dan ketahanan tubuh, seperti di

antaranya

dengan

mendirikan klub-klub olahraga, kepramukaan, dan lain-lain.
Dengan maksud agar setiap anggota sanggup menghadapi setiap
situasi.
Di antara aspek pendidikan Ikhwanul Muslimin yang menonjol
adalah pendidikan jihad. Sebab, makna jihad mengandung muatan
iman, akhlak, jiwa, dan pengorbanan di samping disiplin dan
latihan pula. Pendidikan ini ditanamkan Al-Banna melalui berbagai
macam media, baik pendidikan, dakwah, maupun majalah yang
difokuskan pada pengembangan semangat jihad dan rela berkorban
untuk menegakkan agama Allah.
Mengingat pentingnya jihad, Hasan Al-Banna beranggapan
bahwa jihad merupakan salah satu rukun baiat dengan semboyan:
“Jihad itu jalan kami dan mati di jalan Allah itu adalah cita-cita luhur
kami”. Dengan semboyan tersebut, anggota Ikhwan akan siap berjihad
fi sabilillah kapan pun juga walaupun harus mengorbankan jiwa dan
raga. Menurut Hasan Al-Banna, jihad bukan sebatas pada perang fisik

17

melawan musuh, melainkan juga perang terhadap perilaku yang tidak
15
dibenarkan oleh Al-Quran dan Hadis, seperti perilaku bid‘ah dan
kemungkaran. Bahkan, sikap tabah dan sabar atas kepahitan dalam
berdakwah juga termasuk jihad. Tingkatan jihad yang paling rendah
adalah penolakan hati, sedangkan yang paling tinggi adalah berperang
di jalan Allah. Adapun tingkatan jihad di antara keduanya berupa lisan
dan tulisan.21
Dalam

madrasah

Hasan

Al-Banna,

pendidikan

politik

mendapatkan perhatian yang cukup besar. Hal tersebut dikarenakan
pada saat itu politik kurang mendapatkan perhatian umat Islam. Banyak
pandangan yang mengatakan bahwa orang Islam haram untuk
berpolitik, begitu pula sebaliknya, orang yang berpolitik tidak berkenan
mencampuri soal-soal agama. Berangkat dari kenyataan tersebut,
Hasan Al-Banna berjuang meluruskan persepsi yang kurang benar
tersebut. Sebab, jika kita mengaca kembali pemerintahan yang
dibangun oleh Nabi Muhammad Saw. di Madinah, tiada pemisahan di
antara agama dan pemerintahan. Melalui politik, suatu negara dapat
mengarahkan, membimbing, dan mengembangkan kehidupan bangsa.22
Selanjutnya, juga memerhatikan pentingnya pendidikan sosial,
karena membentuk individu menjadi karakter sosial pada dasarnya
adalah proses pembebasan, yaitu pembebasan individu dari berbagai
refleksi yang bertentangan dengan kecenderungan sosial. Hasan AlBanna mewajibkan para anggotanya untuk berakhlak sosial, seperti a)
al-Muakhah, dimaksudkan agar seseorang memandang saudaranya
yang lain lebih berhak daripada dirinya sendiri, serta berusaha untuk
mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi. b) alTafahum (saling memahami), dimaksudkan agar hubungan di antara
individu dengan kelompok dibangun atas saling percaya dan saling
menasihati dalam rangka kasih sayang dan saling menghormati. c) alTakaful, yaitu bahwa semua anggota keluarga saling membantu,
dalam memenuhi kebutuhan. Sejumlah akhlak tersebut diharapkan
melahirkan kuatnya pertalian dan utuhnya solidaritas sosial.
21Ibid., Hlm. 168.
22 Ibid.,Hlm. 269.

18
16

3. Aktualisasinya dalam Pendidikan Islam
Hasan

al-Bana

melalui

Ikhwan

al-Muslimin

berupaya

mengintegrasikan sistem pendidikan yang dikotomis antara pendidikan
agama dan pendidikan umum. Melalui upaya ini dimaksudkan untuk
memberi nilai agama pada pengetahuan umum dan memberi makna
progressif terhadap pengetahuan dan amalan agama, sehingga sikap
keagamaan tampil lebih aktual.
Aktualisasi tersebut tampak pada bingkai pendidikan Ikhwan alMuslimin yang berorientasi ketuhanan, universal, terpadu, seimbang dan
bermuatan keteampilan yang positif dan konstruktif. Aspek ketuhanan atau
keimanan diimplementasikan dengan sikap dan praktek ibadah serta
rutinitas agama yang memberi dampak positif bagi masyarakat. Sementara
itu orientasi universal, terpadu dan seimbang dimaksudkan agar pendidikan
Islam itu tidak hanya mementingkan satu segi tertentu saja dan tidak pula
mengharuskan adanya spesialisasi yang sempit melainkan mencakup semua
aspek secara terpadu dan seimbang.
Manusia terdiri dari unsur rohani, akal dan jasmani, ketiga unsur
tersebut harus terpadu dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Ruh adalah alat
untuk mengadakan kontak dengan Allah yang tidak terlihat dan tidak bisa
diketahui materi dan cara kerjanya. Akal merupakan potensi atau kekuatan
besar yang diberikan Allah kepada manusia. Sementara pendidikan jasmani
juga tidak kalah pentingnya, karena seorang muslim haruslah menjaga
kesehatan dan kebugaran jasadnya. Pendidikan jasmani ini ditujukan agar
setiap Muslim berbadan sehat dan berupaya menjaga kesehatan fisik dan
mentalnya, agar setiap Muslim dapat beraktivitas dengan lincah dan positif,
serta mempunyai daya tahan tubuh yang senantiasa prima.

19
17

PENUTUP
Kesimpulan
1. Pemikiran pendidikan Islam M. Naquib al-Attas, lebih menekankan konsep
ta’dib, yakni berupa pengenalan, penyadaran kepada manusia terhadap
posisinya dalam tatanan kehidupan. Penekanan ta’dib dimaksudkan agar
ilmu yang diperoleh dapat diamalkan secara baik dan tidak disalahgunakan
menurut kehendak bebas pemilik ilmu, sebab ilmu tidaklah bebas nilai (value
free) tetapi sarat nilai (value laden), yakni nilai-nilai Islami yang
mengharuskan pemiliknya untuk mengamalkan demi kepentingan dan
kemaslahatan baik untuk dirinya, keluarganya, lingkungan, masyarakat,
agama, bangsa dan negara. Menurut al-Attas aktualisasi sistem pendidikan
yang sempurna adalah yang merefleksikan sistem yang ada pada manusia
karena di dalam diri manusia ini ada sistem yang teratur dan rapi. Ilmu ini
harus melalui proses Islamisasi, yakni pembebasan dari magis, mitos,
animistik, tradisi kultur-nasional dan kontrol sekuler yang menguasai pikiran
dan bahasanya.
2. Pemikiran Hasan Al-Banna dalam pendidikan Islam, melalui Ikhwan alMuslimin berupaya mengintegrasikan sistem pendidikan yang dikotomis
antara pendidikan agama dan pendidikan umum. Melalui upaya ini
dimaksudkan untuk memberi nilai agama pada pengetahuan umum dan
memberi makna progressif terhadap pengetahuan dan amalan agama,
sehingga sikap keagamaan tampil lebih aktual. Upaya tersebut tampak pada
bingkai pendidikan Ikhwan al-Muslimin yang berorientasi ketuhanan,
universal, terpadu, seimbang dan bermuatan keteampilan yang positif dan
konstruktif.

20

DAFTAR PUSTAKA
Al Banna, Muhammad. 2014. Pemikiran Hasan Al Banna dalam Pendidikan Islam.
Skripsi: Uin Syarif Hidayatullah. Jakarta.
Al-Attas, Syed Muhammad. 2001. Risalah untuk Kaum Muslimin. Kuala Lumpur:
ISTAC.
Ambary, Hasan Muarif, et al. 1995. Suplemen Ensiklopedi Islam jilid 2. Jakarta: PT.
Ichtiar van Hoeve.
Iqbal, Abu Muhammad. 2015. Pemikiran Pendidikan Islam: Gagasan-gagasan Besar
Para Ilmuwan Muslim. Yogyakarta: Pustaka Belajar. hal 288
Kurniawan, Syamsul, & Erwin Mahrus. 2011. Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan
Islam. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Nata, Abuddin. 2000. Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Ramayulis dan Samsul Nizar. 2011. Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sistem
Pendidikan dan Pemikiran Para Tokohnya. Jakarta: Kalam Mulia.
Sucipto, Hery. 2003. Ensiklopedia Tokoh Islam Dari Abu Bakr hingga Nasr dan
Qardhawi. Bandung: PT Mizan Publika.

18

Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K) TERHADAP SIKAP MASYARAKAT DALAM PENANGANAN KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS (Studi Di Wilayah RT 05 RW 04 Kelurahan Sukun Kota Malang)

45 393 31

PENGEMBANGAN TARI SEMUT BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER DI SD MUHAMMADIYAH 8 DAU MALANG

57 502 20

STRATEGI PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN MALANG KOTA LAYAK ANAK (MAKOLA) MELALUI PENYEDIAAN FASILITAS PENDIDIKAN

73 431 39

ANALISIS TERHADAP PEMIKIRAN HAMKA TENTANG KONSEP ETIKA GURU DAN MURID

9 85 38

ANALISIS VALIDITAS BUTIR SOAL UJI PRESTASI BIDANG STUDI EKONOMI SMA TAHUN AJARAN 2011/2012 DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN JEMBE

1 50 16

ANTARA IDEALISME DAN KENYATAAN: KEBIJAKAN PENDIDIKAN TIONGHOA PERANAKAN DI SURABAYA PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG TAHUN 1942-1945 Between Idealism and Reality: Education Policy of Chinese in Surabaya in the Japanese Era at 1942-1945)

1 29 9

PERKEMBANGAN YAYASAN PERGURUAN ISLAM DARUL HIKMAH DI JATILUHUR BEKASI 1997.2010

0 50 151

PENGARUH HASIL BELAJAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN TERHADAP TINGKAT APLIKASI NILAI KARAKTER SISWA KELAS XI DALAM LINGKUNGAN SEKOLAH DI SMA NEGERI 1 SEPUTIH BANYAK KABUPATEN LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2012/2013

23 233 82

JUDUL INDONESIA: IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA METRO\ JUDUL INGGRIS: IMPLEMENTATION OF INCLUSIVE EDUCATION IN METRO CITY

1 56 92

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TINGGI TANJUNG KARANG PERKARA NO. 03/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI DANA SERTIFIKASI PENDIDIKAN

6 67 59