PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING D

PENERAPAN MODEL PROBLEM-BASED LEARNING DALAM
PEMBELAJARAN BIOLOGI
Oleh
RIZKIA SUCIATI
Mahasiswa Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Bengkulu

ABSTRAK
Salah satu masalah yang dihadapi dalam dunia pendidikan kita adalah
masalah lemahnya proses pembelajaran, terutama dalam pembelajaran Biologi.
Biologi sebagai salah satu cabang sains merupakan suatu proses dan produk.
Proses dalam hal ini dapat diartikan sebagai proses pembelajaran, dan produk
dalam IPA adalah konsep-konsep, azas, prinsip, teori dan hukum. Sehingga
menjadikan guru sebagai pusat pembelajaran tentunya sudah tidak sesuai lagi
dengan perkembangan yang dihadapi dunia pendidikan, karena model
pembelajaran Abad 21 haruslah “learning to know, learning to do, learning to
be, and learning to live together“, dan untuk mencapai tujuan-tujuan
pembelajaran yang telah ditentukan, maka pengajar dapat menggunakan
pendekatan, strategi, model, atau metode pembelajaran inovatif. ProblemBased Learning atau PBL merupakan salah satu model pembelajaran inovatif
yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa, dimana siswa
dilatih untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah
sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan

masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan
masalah. Sehingga PBL sebagai model pembelajaran yang inovatif mampu
meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa.
Kata kunci : model Problem-Based Learning, pembelajaran Biologi

LATAR BELAKANG
Salah satu masalah yang dihadapi dalam dunia pendidikan kita adalah
masalah lemahnya proses pembelajaran, terutama dalam pembelajaran IPA.
Depdiknas (2008) mencatat bahwa pembelajaran IPA/sains tidak optimal karena
kecenderungan pembelajaran IPA/sains di Indonesia: (a) masih beriorientasi pada
tes/ujian; (b) pengalaman belajar yang diperoleh di kelas tidak utuh dan tidak
berorientasi pada tercapainya standar kompetensi dan kompetensi dasar; (c)
1

pembelajaran lebih bersifat teacher-centered (guru hanya menyampaikan IPA
sebagai produk dan peserta didik menghafal informasi faktual); (d) peserta didik
hanya mempelajari IPA pada domain kognitif yang terendah, peserta didik tidak
dibiasakan untuk mengembangkan potensi berpikirnya; (e) cara berpikir yang
dikembangkan dalam kegiatan belajar belum menyentuh domain afektif dan
psikomotor. Alasan yang sering dikemukakan oleh para guru adalah keterbatasan

waktu, sarana, lingkungan belajar, dan jumlah peserta didik per kelas yang terlalu
banyak; dan (f) evaluasi yang dilakukan hanya berorientasi pada produk belajar
yang berkaitan dengan domain kognitif dan tidak menilai proses.
UNESCO (dalam Tilaar, 1999) juga menerangkan bahwa model
pembelajaran Abad 21 haruslah: “learning to know, learning to do, learning to be,
and learning to live together“. Jadi siswa bukan hanya duduk diam dan
mendengarkan, tetapi siswa harus diberdayakan agar siswa mau serta mampu
berbuat untuk memperkaya pengalaman belajarnya (learning to do); mampu
berinteraksi dengan lingkungannya dan menuntut mereka untuk memahami
pengetahuan yang berkaitan dengan

dunia sekitarnya

(learning to know);

sehingga dari interaksi tersebut diharapkan siswa mampu membangun jati diri
(learning to be); dan dengan adanya kesempatan untuk berinteraksi dengan
berbagai individu atau kelompok yang bervariasi akan tercipta kepribadian untuk
memehami kemajemukan serta melahirkan sikap toleran positif terhadap
keanekaragaman individu (learning to live together).

Biologi sebagai salah satu cabang sains merupakan suatu proses dan
produk. Proses dalam hal ini dapat diartikan sebagai proses pembelajaran dalam
Biologi, sehingga belajar Biologi dapat diawali dengan membangun pengetahuan
siswa. Misalnya siswa diberikan permasalahan yang tidak asing dalam
pemikirannya artinya bahwa permasalahan yang diberikan pernah mereka alami
dan dapat terpikirkan oleh siswa, sehingga siswa berupaya untuk mencari dan
menemukan jawabannya berdasarkan pada struktur pengetahuan yang telah
mereka miliki sebelumnya. Hal itu berarti bahwa siswa dapat secara langsung atau
terlibat aktif di dalamnya atas dasar pengalaman yang dialaminya, sehingga
mampu merangsang motivasi belajarnya terhadap Biologi, serta diharapkan siswa
menjadi tertarik untuk belajar dan dapat menggunakan pengetahuan awalnya

2

ketika mereka terlibat dalam proses pembelajaran. Sementara produk dalam IPA
adalah konsep-konsep, azas, prinsip, teori dan hukum (Hamdiyati & Kusnadi,
2010).
Berkaitan dengan ke semua hal tersebut, pendekatan dengan strategi
belajar mengajar yang berpusat pada guru juga tidak sesuai lagi dengan
perkembangan yang dihadapi dunia pendidikan. Guru bukanlah orang yang serba

tahu dan peserta didik bukan orang yang serba tidak tahu. Maka dari itu,
diperlukan suatu pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dan dapat
mengarahkan peserta didik untuk dapat terlibat secara langsung dan aktif dalam
kegiatan belajar mengajar, dan tentunya perlu ada perubahan dalam pembelajaran
agar tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditentukan dapat tercapai. Maka dari
itu, pengajar dapat menggunakan pendekatan, strategi, model, atau metode
pembelajaran inovatif.
Pembelajaran
merupakan

berbasis

masalah

(Problem-Based

Learning/PBL),

salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan


kondisi belajar aktif kepada siswa. PBL adalah suatu model pembelajaran yang
melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode
ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan
masalah tersebut dan sekaligus memiliki ketrampilan untuk memecahkan masalah
(Ward, 2002; Stepien, dkk.,1993 dalam Dasna & Sutrisno, 2010).
Dengan demikian, implementasi model pembelajaran Problem-Based
Learning diharapkan menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan aktivitas
belajar, hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa dalam segala bentuk
permasalahan dalam pembelajaran Biologi, sehingga diharapkan pula mampu
meningkatkan kualitas guru sains/biologi demi menjawab tantangan persaingan
global.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah

diuraikan terdapat

permasalahan yang menjadi perhatian penulis yaitu: Bagaimanakah penerapan
model PBL dalam pembelajaran Biologi?

3


TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulis dalam membuat artikel ini adalah untuk
mengetahui sejauh mana penerapan model PBL dapat diterapkan dalam
pembelajaran Biologi.
PEMBAHASAN
Hakikat Pembelajaran Biologi
Pada hakikatnya, belajar adalah kegiatan aktif siswa untuk membangun
pengetahuannya. Siswa sendiri yang bertanggung jawab atas peristiwa belajar dan
hasil belajarnya. Siswa sendiri yang melakukan penalaran melalui seleksi dan
organisasi pengalaman serta mengintegrasikannya dengan apa yang telah
diketahui (Anonim, 2007). Menurut Arsyad (1995) pembelajaran adalah proses
yang terjadi yang membuat seseorang atau sejumlah orang yaitu peserta didik
melakukan proses belajar mengajar sesuai dengan rencana pengajaran yang telah
diprogram.

Tidak

jauh


berbeda,

Malik

(2003)

mengemukakan

bahwa

pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur
manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling
mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran.
IPA adalah studi mengenai alam sekitar, dalam hal ini berkaitan dengan
cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya
penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau
prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Biologi
merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Pernyataan mengenai
“Science is both a body of knowledge and a process”, diartikan oleh Cain &
Evans (1990) bahwa IPA adalah kumpulan dari pengetahuan dan bagaimana

proses untuk mendapatkan pengetahuan tersebut. IPA atau sains mengandung
empat hal, yaitu: konten atau produk, proses atau metode, sikap dan teknologi
(dalam Rustaman dkk, 2005).
Biologi sebagai salah satu cabang sains merupakan suatu proses dan
produk. Proses dalam hal ini dapat diartikan sebagai proses pembelajaran dalam
Biologi/IPA, sehingga belajar Biologi/IPA dapat

diawali dengan membangun

pengetahuan siswa.

4

Belajar IPA merupakan belajar yang berkaitan dengan cara mencari tahu
tentang alam, lingkungan sekitar secara sistematis, sehingga belajar IPA bukan
hanya untuk menguasai sekumpulan pengetahuan berupa fakta-fakta, konsepkonsep dan prinsip-prinsip saja, tetapi merupakan suatu proses penemuan (Athika,
2008).
Pembelajaran IPA di sekolah khususnya di tingkat menengah diharapkan
dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar.
Pendidikan IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk

mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam
sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk “mencari tahu” dan
“berbuat” sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang
lebih mendalam tentang alam sekitar. Karena itu, pendekatan yang diterapkan
dalam menyajikan pembelajaran IPA adalah memadukan antara pengalaman
proses IPA dan pemahaman produk serta teknologi IPA dalam bentuk pengalaman
langsung yang berdampak pada sikap siswa yang mempelajari IPA (Depdiknas,
2008).
Pembelajaran biologi menyediakan berbagai pengalaman belajar untuk
memahami konsep dan proses sains. Mata pelajaran biologi dikembangkan
melalui kemampuan berpikir analitis, kritis, induktif, dan deduktif untuk
menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar (Rustaman,
2003).
Belajar Biologi sebagian besar didasari keingintahuan manusia tentang
dirinya, tentang lingkungannya, dan tentang kelangsungan jenisnya. Lingkup
materi yang dicakup dalam biologi sering dimasukkan ke dalam ilmu-ilmu yang
mengkaji tentang manusia. Biologi juga termasuk studi tentang alam seperti juga
astronomi, geologi, fisika, dan kimia.
Dengan demikian, belajar biologi merupakan belajar tentang alam sekitar
terutama tentang makhluk hidup serta interaksinya dengan lingkungan. Belajar

biologi bagi siswa merupakan wacana untuk mengenali diri dan hubungannya
dengan alam lingkungan sekitar, yang pada akhirnya diharapkan adanya
perubahan tingkah laku pada siswa terhadap lingkungannya.

5

Model Pembelajaran Problem-Based Learning
Joyce & Weil (1980) mendefinisikan model pembelajaran sebagai kerangka
konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan pembelajaran
(dalam Santyasa, 2007). Saripuddin (2000) mendefinisikan model pembelajaran
sebagai kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur yeng sistematis
dalam mengkoordinasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar
tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang dan para belajar dalam
merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar-mengajar (dalam Astiti, 2007).
Dengan demikian, model pembelajaran merupakan kerangka konseptual
yang menggambarkan prosedur sistematik dalam mengkoordinasikan pengalaman
belajar untuk mencapai tujuan belajar, yang berfungsi sebagai pedoman
gurudalam merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran, mengelola
lingkungan pembelajaran dan mengelola kelas.
a. Definisi PBL

Salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan pembelajaran IPA
adalah model pembelajaran berbasis masalah atau lebih dikenal dengan
Problem-Based Learning (PBL).
Pembelajaran berbasis masalah (Problem-based learning), selanjutnya
disingkat PBL, merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat
memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa. PBL adalah suatu model
pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah
melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari
pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus
memiliki ketrampilan untuk memecahkan masalah (Ward, 2002; Stepien,
dkk.,1993). Lebih lanjut Boud dan felleti, (1997), Fogarty (1997) menyatakan
bahwa PBL adalah suatu pendekatan pembelajaran dengan

membuat

konfrontasi kepada pebelajar (siswa/mahasiswa) dengan masalah-masalah
praktis, berbentuk

ill-structured, atau open-ended melalui stimulus dalam

belajar (dalam Dasna & Sutrisno, 2010).
Pembelajaran

berbasis

masalah

merupakan

salah

satu

model

pembelajaran dari strategi pembelajaran kontekstual (Contextual Learning CTL). Model ini diterapkan dengan menggunakan pendekatan pemecahan

6

masalah. Pembelajaran berbasis masalah memperoleh dukungan teoritisnya
dari psikologi perilaku dan teori pembelajaran sosial. Dalam model
pembelajaran ini, seorang guru berperan sebagai pembimbing dan fasilitator
sehingga siswa belajar untuk berpikir dan memecahkan masalah untuk mereka
sendiri. PBL tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi
sebanyak-banyaknya kepada siswa. PBL dikembangkan terutama untuk
membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah,
dan keterampilan intelektual (belajar berbagai peran orang dewasa melalui
keterlibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi dan menjadi
pembelajar yang otonom dan mandiri). PBL banyak dikembangkan
berdasarkan pandangan konstruktis-kognitif Piaget, yang mengemukakan
bahwa siswa dalam segala usia secara aktif terlibat dalam proses perolehan
informasi dan membangun pengetahuan mereka sendiri. Pengetahuan bersifat
tidak statis, tetapi secara terus menerus tumbuh dan berubah pada saat siswa
menghadapi pengalaman baru yang memaksa mereka membangun dan
memodifikasi pengetahuan awal mereka (Anonim, 2007).
Penerapan PBL dalam pembelajaran dapat mendorong siswa/mahasiswa
mempunyai inisiatif untuk belajar secara mandiri. Pengalaman ini sangat
diperlukan dalam kehidupan sehari-hari dimana berkembangnya pola pikir dan
pola kerja seseorang bergantung pada bagaimana dia membelajarkan dirinya.
Lebih lanjut Arends (2004) menyatakan bahwa ada tiga hasil belajar
(outcomes) yang diperoleh pebelajar yang diajar dengan PBL yaitu: (1) inkuiri
dan ketrampilan melakukan pemecahan masalah, (2) belajar model peraturan
orang dewasa (adult role behaviors), dan (3) ketrampilan belajar mandiri
(skills for independent learning) (dalam Dasna & Sutrisno, 2010).
Berdasarkan uraian tersebut tampak jelas bahwa pembelajaran dengan
model PBL dimulai oleh adanya masalah (dapat dimunculkan oleh siswa atau
guru), kemudian siswa memperdalam pengetahuannya tentang apa yang
mereka telah ketahui dan apa yang mereka perlu ketahui untuk memecahkan
masalah tersebut. Siswa dapat memilih masalah yang dianggap menarik untuk
dipecahkan sehingga mereka terdorong berperan aktif dalam belajar.

7

b. Karakteristik PBL
Menurut Tan (2003), PBL memiliki karakteristik sebagai berikut:
(1) masalah digunakan sebagai awal pembelajaran,
(2) masalah yang digunakan merupakan masalah dunia nyata yang disajikan
secara mengambang (ill-structured),
(3) masalah biasanya menuntut perspektif majemuk (multiple perspective),
(4) masalah membuat pemelajar tertantang untuk mendapatkan pembelajaran di
ranah pembelajaran yang baru,
(5) sangat mengutamakan belajar mandiri,
(6) memanfaatkan sumber pengetahuan yang bervariasi, tidak dari satu sumber
saja,
(7) pembelajaran kolaboratif, komunikatif, dan kooperatif
(dalam Amir, 2009).
c. Langkah-langkah PBL
Proses PBL akan dapat dijalankan bila pengajar siap dengan segala
perangkat yang diperlukan. Umumnya, dikenal dengan proses 7 langkah, yaitu:
Langkah 1 : Mengklarifikasikan istilah dan konsep yang belum jelas
memastikan setiap anggota memahami berbagai istilah dan konsep yang
ada masalah. Langkah pertama ini dapat dikatakan tahap yang membuat setiap
peserta berangkat dari cara memandang yang sama atas istilah-istilah atau
konsep yang ada dalam masalah.
Langkah 2 : Merumuskan masalah
Fenomena yang ada dalam masalah menuntut penjelasan hubunganhubungan apa yang terjadi di antara fenomena itu. Kadang-kadang ada
hubungan yang masih belum nyata antara fenomenanya, atau ada yang sub-sub
masalah yang harus diperjelas dahulu.
Langkah 3 : Menganalis masalah
Anggota mengeluarkan pengetahuan terkait apa yang sudah dimiliki
anggota tentang masalah. Terjadi diskusi yang membahas informasi faktual dan
informasi antar anggota.
Langkah 4 : Menata gagasan Anda dan secara sistematis menganalisanya
dengan dalam

8

Bagian yang sudah dianalisis dilihat keterkaitannya satu sama lain,
dikelompokkan; mana yang saling menunjang, mana yang bertentangan, dan
sebagainya. Analisis adalah upaya memilah-memilah sesuatu menjadi bagianbagian yang membentuknya.
Langkah 5 : Memformulasikan tujuan pembelajaran
Kelompok dapat merumuskan tujuan pembelajaran karena kelompok
sudah tahu pengetahuan mana yang masih kurang, dan mana yang belum jelas.
Tujuan pembelajaran ini juga yang dibuat menjadi dasar penugasan-penugasan
individu di setiap kelompok.
Langkah 6 : Mencari informasi tambahan dari sumber yang lain (di luar
diskusi kelompok)
Saat ini kelompok sudah tahu informasi apa yang tidak dimiliki, dan
sudah punya tujuan pembelajaran. Pada tahap ini, mereka mencari informasi
tambahan itu. Keaktifan setiap anggota harus terbukti dengan laporan yang
harus disampaikan oleh setiap individu/subkelompok yang bertanggung jawab
atas setiap tujuan pembelajaran.
Langkah 7 : Mensintesa (menggabungkan) dan menguji informasi baru, dan
membuat laporan untuk guru/dosen/kelas
Dari laporan-laporan individu/subkelompok, dipresentasikan dihadapan
kelompok lain. Anggota yang mendengar harus kritis tentang laporan tersebut.
Di tahap ini, keterampilan yang dibutuhkan adalah bagaimana meringkas,
mendiskusikan, dan meninjau ulang hasil diskusi untuk nantinya disajikan
dalam paper/makalah
(Amir, 2009).
d. Aplikasi PBL dalam pembelajaran Biologi
Prinsip 7 langkah dapat diaplikasikan ke dalam pembelajaran biologi,
dan ketujuh langkah ini dapat berlangsung dalam beberapa pertemuan,
tergantung kondisi dan konteks yang ada pada setiap kelas. Biasanya
dijalankan dengan 3-4 kelas dengan pembagian sebagai berikut:
- Pertemuan I

: (langkah 1-5) di kelas, difasilitasi oleh guru

- Pertemuan II

:

(langkah

6-7)

di

luar

kelas,

siswa

belajar

sendiri/berkelompok

9

- Pertemuan III

: Presentasi laporan kelompok dan diskusi kelas. Sebelum

diskusi didahului oleh dengan pengklarifikasian pekerjaan siswa oleh guru.
Sebagai contoh adalah dalam pokok bahasan Ekosistem, mengenai
kerusakan lingkungan akibat Global Warming. Pada pertemuan I, langkah 1
sampai dengan 5 dilakukan didalam kelas, dan guru hanya sebagai fasilitator
dan administrator. Sebelumnya, guru meminta siswa membuat kelompok, dan
menjelaskan secara ringkas propses PBL. Langkah pertama yaitu siswa terlebih
dahulu mengklarifikasi istilah dan konsep yang belum jelas, lalu merumuskan
masalah yang masih belum jelas, kemudian saling bertukar pendapat untuk
menganalisis masalah tersebut, dan pendapat-pendapat tadi dikelompokkan
mana yang bertentangan,dan mana yang mendukung perumusan masalah tadi.
Barulah masing-masing kelompok memformulasikan pendapat tadi agar
terbentuk tujuan pembelajaran. Pada pertemuan berikutnya (pertemuan II),
barulah siswa mulai mencari informasi tambahan dari sumber lain (di luar
diskusi kelompok), siswa hendaknya mencari dari sumber-sumber yang relevan
dan maksimal memberikan informasi bukan hanya mencari informasi ala
kadarnya/asal-asalan. Kemudian membuat laporannya dan diskusikan lagi ke
dalam kelompok, disini siswa dituntut untuk dapat bersikap kritis tentang
laporan yang akan disajikan, lalu diedit kembali sebelum benar-benar dijadikan
sebagai laporan untuk guru, dan jangan lupa untuk mencantumkan sumber
dimana siswa mendapatkan materi agar lebih valid. Dan pada pertemuan III,
dilakukan kegiatan presentasi kelompok dan diskusi kelas. Bila waktu
mencukupi, setiap kelompok mempresentasikan laporannya dan dibuka sesi
diskusi sesuai rancangan pembelajaran sehingga terjadi dinamika kelas.
Sebelum presentasi dimulai, guru perlu mengklarifikasi pekerjaan (laporan)
siswa.
e. Kelebihan dan Kelemahan Model PBL
Adapun kelebihan dari PBL antara lain: (a) menjadi lebih ingat dan
meningkat pemahamannya atas materi ajar, (b) lebih fokus pada pengetahuan
yang relevan, (c) mendorong untuk berpikir, (d) membangun kerja tim,
kepemimpinan, dan keterampilan sosial, (e) membangun kecakapan belajar, (f)
memotivasi pemelajar.

10

Sementara itu, ada 3 hal yang menjadi kelemahan PBL, yaitu: (1) faktor
guru; kurangnya guru dalam mengabsorbsi dan memahami apa dan bagaimana
PBL itu, pengembangan kemampuan saat memfasilitasi, dan proses
administratif untuk perangkat pendukung PBL. (2) faktor siswa; masih banyak
siswa yang tidak terbiasa merumuskan, mencari, dan menyelesaikan
masalahnya secara individu. (3) faktor institusi, pimpinan sekolah kurang
memahami pengadopsian metode belajar sehingga guru dan siswa merasa
terbebani akan kebijakan tersebut.
(Amir, 2009).
KESIMPULAN
Belajar pada hakikatnya adalah kegiatan aktif siswa untuk membangun
pengetahuannya. Siswa sendiri yang bertanggung jawab atas peristiwa belajar dan
hasil belajarnya. Siswa sendiri yang melakukan penalaran melalui seleksi dan
organisasi pengalaman serta mengintegrasikannya dengan apa yang telah
diketahui. Sementara itu, pembelajaran dalam Biologi menyediakan berbagai
pengalaman belajar untuk memahami konsep dan proses sains. Mata pelajaran
Biologi dikembangkan melalui kemampuan berpikir analitis, kritis, induktif, dan
deduktif untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam
sekitar. Salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan pembelajaran IPA
adalah model pembelajaran berbasis masalah atau lebih dikenal dengan ProblemBased Learning (PBL).
PBL tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi
sebanyak-banyaknya kepada siswa. PBL dikembangkan terutama untuk
membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan
keterampilan intelektual, karena model PBL memiliki ciri siswa bekerja sama
dalam kelompok kecil sehingga dapat memotivasi siswa untuk secara
berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan berpeluang agar siswa
melakukan inkuiri dan berdialog untuk mengembangkan keterampilan berpikir,
baik kritis maupun kreatif.
DAFTAR PUSAKA

11

Amir, M. T. (2009). Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning
(Bagaimana Pendidik Memberdayakan Pemelajar di Era Pengetahuan).
Kencana Prenada Media Group. Jakarta.
Anonim. (2007). Model-Model Pembelajaran IPA (Fisika). Artikel. Tersedia:
http://file.upi.edu/Direktori/E%20-%20FPTK/JUR.%20PEND.
%20TEKNIK%20MESIN/196902111993031%20-%20AGUS
%20SETIAWAN/Model2%20Pembelajaran.pdf (2 Juni 2011).
Arsyad, A.. (1995). Belajar dan Pembelajaran. Bumi Aksara. Jakarta.
Astiti, F.Y. (2007). Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based
Learning) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas Viii Semester Ii
Smp N 5 Semarang Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Datar Tahun
Pelajaran
2006/2007.
Skripsi.
Tersedia:
http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASH8f58/8094f08b.
dir/doc.pdf (15 Juni 2011).
Athika.
(2007).
Pengantar
Pendidikan.
http://aansma11.blogspot.com/2007/06/ktsp-biologi-smama.html.
Jurnal
Pendidikan. (12 Juni 2011).
Dasna, I W. & Sutrisno. (2010). Pembelajaran berbasis Masalah (Problem-Based
Learnig). Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang. Malang.
Tersedia:
http://file.upi.edu/Direktori/B%20-%20FPIPS/JUR.%20PEND.
%20SEJARAH/195704081984031%20-%20DADANG
%20SUPARDAN/Pembelajaran%20Berbasis%20Masalah.pdf (23 Mei
2011).
Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Strategi Pembelajaran MIPA.
Depdiknas. Jakarta. Tersedia: http://lpmpjogja.diknas.go.id/materi/fsp/2009Pembekalan-Pengawas/15%20--%20KODE%20--%2003%20-%20B6a
%20Strategi%20Pembelajaran%20MIPA.pdf (23 Mei 2011).
Hamdiyati, Y. & Kusnadi. (2010). Profil Keterampilan Proses Sains Mahasiswa
Melalui Pembelajaran Berbasis Kerja Ilmiah Pada Matakuliah
Mikrobiologi.
Jurnal
FPMIPA
UPI.
Bandung.
Tersedia:
http://file.upi.edu/Direktori/D%20-%20FPMIPA/JUR.%20PEND.
%20BIOLOGI/196611031991012%20-%20YANTI
%20HAMDIYATI/BUAT%20KE%20JURNALMIPA.pdf (23 Juni 2011).
Malik, U. (2003). Kurikulum dan Pembelajaran. Uhamka Press dan Yayasan
Pepex. Jakarta.
Rustaman, N. Y. (2003). Strategi Belajar
Pendidikan Indonesia. Bandung.

Mengajar Biologi. Universitas

12

Rustaman, N.Y., Dirdjosoemarto, S., Adi-Yudianto, S., Achmad, Y. Subekti, R.,
Rochintaniawati, D. dan Nurjhani-K., M. (2005). Strategi Belajar Mengajar
Biologi. UM. Malang.
Santyasa, I W. (2007). Model-Model Pembelajaran Inovatif. Makalah. Disajikan
dalam pelatihan tentang Penelitian Tindakan Kelas bagi Guru-Guru SMP
dan SMA di Nusa Penida, tanggal 29 Juni s.d 1 Juli 2007. Tersedia:
http://file.upi.edu/ai.php?dir...MODEL_MODEL_PEMBELAJARAN.pdf
(20 Juni 2011).
Tilaar, H.A.R. (1999). Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional, Dalam
Perspektif Abad 21. Tera Indonesia. Magelang.

13

Dokumen yang terkait

ANALISIS KEMAMPUAN SISWA SMP DALAM MENYELESAIKAN SOAL PISA KONTEN SHAPE AND SPACE BERDASARKAN MODEL RASCH

69 778 11

ANALISIS PENGARUH PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PEMERINTAH DAERAH (Studi Empiris pada Pemerintah Daerah Kabupaten Jember)

37 330 20

PENERAPAN METODE SIX SIGMA UNTUK PENINGKATAN KUALITAS PRODUK PAKAIAN JADI (Study Kasus di UD Hardi, Ternate)

24 208 2

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

PENGARUH METODE THINKING ALOUD PAIR PROBLEM SOLVING (TAPPS) DAN GENDER TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIKA SISWA

34 139 204

PENGGUNAAN BAHAN AJAR LEAFLET DENGAN MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM GERAK MANUSIA (Studi Quasi Eksperimen pada Siswa Kelas XI IPA1 SMA Negeri 1 Bukit Kemuning Semester Ganjil T

47 275 59

PENERAPAN PUTUSAN REHABILITASI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENGGUNA NARKOTIKA (STUDI KASUS PUTUSAN NO : 130/Pid.B/2011/PN.LW)

7 91 58

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TPS UNTUK MENINGKATKAN SIKAP KERJASAMA DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV B DI SDN 11 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

6 73 58

EVALUASI ATAS PENERAPAN APLIKASI e-REGISTRASION DALAM RANGKA PEMBUATAN NPWP DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA TANJUNG KARANG TAHUN 2012-2013

9 73 45

PENINGKATAN HASIL BELAJAR TEMA MAKANANKU SEHAT DAN BERGIZI MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SHARE PADA SISWA KELAS IV SDN 2 LABUHAN RATU BANDAR LAMPUNG

3 72 62