Tingkat Pengetahuan Tentang Pentingnya Sarapan Bergizi pada Anak Kelas VI SD di Sekolah Dasar Negeri

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Pengetahuan

2.1.1

Definisi Pengetahuan
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui mengenai sesuatu.

Lebih jelasnya, pengetahuan merupakan hasil dari pada tahu, dan ini terjadi
setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan diperoleh melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan pada dasarnya terdiri dari
sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seeorang untuk dapat memecahkan
masalah yang dihadapinya. Pengetahuan tersebut diperoleh baik dari pengalaman
langsung maupun dari pengalaman orang lain. Maka dari fakta-fakta ini kemudian
disusun dan disimpulkan menjadi berbagai teori , sesuai dengan fakta yang
dikumpulkan tersebut. (Notoatmodjo, 2010)

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Selain itu, pengetahuan adalah
segala maklumat yang berguna bagi tugas yang akan dilakukan. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa pengetahuan adalah persepsi yang jelas mengenai sesuatu,
pemahaman, pembelajaran, pengalaman praktikal, kemahiran serta kumpulan
maklumat yang dapat digunakan untuk menjawab persoalan ataupun memecahkan
masalah yang dihadapinya. Notoatmodjo (2007) mengungkapkan bahwa sebelum
orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut
menjadi proses yang berurutan, yaitu awareness, interest dan evaluation.
Awareness adalah kesadaran, di mana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek). Interest, di mana orang
merasa tertarik terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap orang tersebut
sudah mulai timbul. Manakala yang terakhir adalah evaluation yaitu menimbangnimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti
sikap subjek sudah lebih baik lagi.

Universitas Sumatera Utara

2.1.2. Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2007) ada 6 tingkat pengetahuan yang dicapai
dalam domain kognitif yaitu :

1.

Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali
terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, ini merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah. Untuk mengukur bahwa seseorang
tahu

tentang apa

yang dipelajari antara

lain menyebutkan,

menguraikan, mendefenisikan, menyatakan dan sebagainya.
2.

Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara

benar

tentang

objek

yang

diketahui

dan

dapat

menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah
paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya

terhadap objek yang dipelajari.
3.

Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenamya, aplikasi ini
diartikan dapat sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum,
rumus metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang
lain.

4.

Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu
struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
Kemampuan analisa ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja dapat
menggambarkan, membedakan dan mengelompokkan.

Universitas Sumatera Utara


5.

Sintesa (Synthesis)
Sintesa

adalah

suatu

kemampuan

untuk

meletakkan

atau

menggabungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk

menyusun formasi baru dari informasi-informasi yang ada misalnya
dapat menyusun, dapat menggunakan, dapat meringkaskan, dapat
menyesuaikan terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada.
6.

Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi

ini

berkaitan

dengan

kemampuan

untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
Penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri

atau menggunakan kriteria yang telah ada. Pengukuran pengetahuan
dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan
tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui dapat kita
lihat sesuai dengan tingkatan-tingkatan yang telah dijelaskan diatas.
2.2

Makan

2.2.1

Definisi Makan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah v memasukkan

makanan pokok ke dalam mulut serta mengunyah dan menelannya; (2) v
memasukkan sesuatu ke dalam mulut, kemudian mengunyah dan menelannya; (3)
v memasukkan sesuatu ke dalam mulut dan mengunyah-ngunyahnya; (4) v
memasukkan sesuatu ke dalam mulut dan menelannya; (5) v mengisap.
Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran
mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh suatu

orang dan merupakan cirri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu (Sri
karjati, 1985). Pengertian pola makan menurut Sri handajani (1996) adalah
tingkah laku manusia dalam memenuhi kebutuhan akan makan yang meliputi
sikap, kepercayaan dan pilihan makanan. Sedangkan menurut Suhardjo (1989)
pola makan diartikan sebagai cara seseorang atau sekelompok orang untuk

Universitas Sumatera Utara

memilih makanan dan mengonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruhpengaruh fisiologis, psikologis, budaya, dan sosial. Sumber lain mengatakan
bahwa pola makan didefinisikan sebagai karakteristik dari kegiatan yang berulang
kali dari individu dalam memenuhi kebutuhannya akan makanan, sehingga
kebutuhan fisiologis, sosial dan emosionalnya dapat terpenuhi (Buletin Gizi,
1988). (Sulistyoningsih, 2010)
Pola makan seseorang sangat erat kaitannya dengan kebiasaan makan
seseorang.

Beberapa

faktor


yang

mempengaruhi pola

makan menurut

Sulistyoningsih (2010) adalah :
1.

Faktor Ekonomi
Variable ekonomi yang cukup dominan dalam mempengaruhi
konsumsi

pangan

adalah

pendapatan

keluarga


dan

harga.

Meningkatanya taraf hidup (kesejahteraan) masyarakat, pengaruh
promosi

melalui

iklan,

serta

kemudahan

informasi,

dapat


menyebabkan perubahan gaya hidup dan timbulnya kebutuhan
kebutuhan psikogenik baru di kalangan masyarakat ekonomi
menengah ke atas.
2.

Faktor Sosio Budaya
Pantangan mengonsumsi jenis makanan tertentu dapat dipengaruhi
oleh faktor budaya/kepercayaan. Pantangan yang didasari oleh
kepercayaan pada umumnya mengandung perlambang atau nasihat
yang dianggap baik ataupun tidak baik yang lambat laun akan menjadi
kebiasaan/adat. Kebudayaan suatu masyarakat mempunyai kekuatan
yang cukup besar untuk mempengaruhi seseorang dalam memilih dan
mengolah pangan yang akan dikonsumsi.
Budaya mempangaruhi seseoramg dalam menentukan apa yang akan
dimakan, bagaimana pengolahan, persiapan, dan penyajiannya, serta
untuk siapa, dan dalam kondisi bagaimana pangan tersebut
dikonsumsi. Budaya juga menentukan kapan seseorang boleh dan
tidak boleh mengonsumsi suatu makanan (dikenal dengan istilah
tabu), meskipun tidak semua hal yang tabu masuk akal dan baik dari
sisi kesehatan.

Universitas Sumatera Utara

3.

Agama
Pantangan yang didasari agama, khususnya Islam disebut haram dan
individu yang melanggar hukumnya berdosa. Adanya pantangan
terhadap makanan/minuman tertentu dari sisi agama dikarenakan
makanan/minuman tersebut membahayakan jasmani dan rohani bagi
yang mengonsumsinya.

4.

Pendidikan
Pendidikan dalam hal ini biasanya dikaitkan dengan pengetahuan,
akan berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan dan pemenuhan
kebutuhan gizi.

5.

Lingkungan
Faktor lingkungan cukup besar pengaruhnya terhadap pembentukan
perilaku makan. Lingkungan yang dimaksud dapat berupa lingkungan
keluarga, sekolah, serta adanya promosi melalui media elektronik
maupun cetak. Kesukaan seseorang terhadap makanan terbentuk dari
kebiasaan makan yang terdapat dalam keluarga. Lingkungan sekolah,
tempat anak mendapatkan informasi yang tetap tentang makanan sehat
dari para gurunya dan didukung oleh tersedianya kantin atau tempat
jajan yang menjual makanan yang sehat akan membentuk pola makan
yang baik pada anak.

Keberadaan iklan/promosi makanan ataupun minuman melalui media
elektronik maupun cetak sangat besar pengaruhnya dalam membentuk pola
makan.
Untuk daerah bagian Sumatera kecuali Provinsi Lampung warganya
banyak mengonsumsi makanan dengan pola beras yaitu konsumsi utama
karbohidrat berasal dari beras >90% total kalori karbohidrat. (Almatsier, 2010)
2.2.2

Sarapan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indoneisa sarapan, adalah makan sesuatu

pada pagi hari (sebagai alas perut agar terhindar dari sakit perut yang kosong);
makan pagi; makanan pagi hari.

Universitas Sumatera Utara

Dalam Perdana et al. (2013), sarapan di Amerika Latin diartikan sebagai
kegiatan makan dan minum antara jam 5 sampai jam 9 pagi dan mengandung total
energi lebih dari 100 kkal (Alexander et al. 2009). Sama dengan penelitian Wilson
et al. (2006) di New Zealand dan Smith et al. (2010) di Australia menetapkan
waktu sarapan antara jam 6 sampai jam 9 pagi. Sedangkan Barton et al. (2005)
dan Affenito et al. (2005) di Amerika menetapkan sarapan jam 5 sampai jam 10
pada hari sekolah dan jam 5 sampai jam 11 pada hari libur. Batasan sarapan yang
terakhir ini tidak tepat karena jam 10 adalah saatnya morning tea atau snack pagi.
Sarapan yang baik adalah bila selalu dilakukan pada pagi hari bukan menjelang
makan siang dan tidak perlu dibedakan antara saat hari kerja/sekolah dan hari
libur. (Hardinsyah et al. 2012)

2.2.2.1 Komposisi Sarapan Yang Baik
Sarapan yang bagus adalah untuk mengisi kebutuhan energi yang telah
beberapa jam tidak terisi saat tidur (6-8 jam). Menurut Dr. Bambang Soetisno
menu sarapan yang terbaik ialah menu yang mengandung serat, karbohidrat,
protein, lemak, vitamin, dan mineral lengkap. Prof Dr. Clara Kusharto M.sc
menyatakan, komposisi sarapan harus lengkap tetapi porsi makanan untuk sarapan
tidak harus seporsi penuh. Untuk lebih mudah merumuskan porsi sarapan Prof Dr.
Ir Made Astawan MS mengatakan, sarapan harus menyediakan minimal 25% dari
kebutuhan energi dalam sehari. Atau dipermudah menjadi minimal ¼ total porsi
makan dalam sehari. (Astawan et. al. 2010)

2.2.2.2 Tujuan Sarapan
Menurut Khomsan (2005) dalam Perdana et al. (2013), sarapan dapat
menyumbangkan 25% dari kebutuhan total energi harian. Sebagai bagian dari pola
makan, sarapan dapat disesuaikan dengan ritme dimulainya aktivitas pagi.
Manfaat sarapan dapat dibagi menjadi 2 garis besar. Pertama, sarapan pagi dapat
menyediakan karbohidrat yang siap digunakan untuk meningkatkan kadar gula
darah. Dengan kadar gula darah yang terjamin normal, maka gairah dan
konsentrasi kerja bisa lebih baik sehingga berdampak positif untuk meningkatkan

Universitas Sumatera Utara

produktivitas. Kedua, pada dasarnya sarapan pagi akan memberikan kontribusi
penting beberapa zat gizi yang diperlukan tubuh, seperti protein, lemak, vitamin,
dan mineral. Ketersediaan zat gizi ini bermanfaat juga untuk berfungsinya proses
fisiologis dalam tubuh. (Khomsan 2005)
Khomsan

(2005)

juga

mengatakan

bahwa

melewatkan

sarapan

menyebabkan tubuh kekurangan glukosa, sehingga akan menimbulkan rasa
pusing, gemetar, dan rasa lelah. Dengan demikian, dapat menurunkan gairah
belajar, kecepatan reaksi, serta kesulitan dalam menerima pelajaran dengan baik.
Padahal, fungsi glukosa adalah sebagai sumber energi utama bagi otak.
Martianto (2006) menjelaskan bahwa kadar glukosa darah anak yang tidak
terbiasa sarapan lebih rendah dibandingkan dengan anak yang sarapan. Glukosa
darah adalah satu-satunya penyalur energi bagi otak untuk bekerja optimal. Bila
glukosa darah anak rendah, terutama bila sampai dibawah 70 mg/dl
(hipoglikemia), maka akan terjadi penurunan konsentrasi belajar atau daya ingat,
tubuh melemah, pusing dan gemetar.
Manfaat lain dari sarapan adalah mengurangi kemungkinan jajan di
sekolah dan mengurangi risiko intake bahan tambahan makanan berbahaya,
seperti zat pewarna, pengawet, pemanis, penyedap, dan sebagainya. (Astawan,
2010)

2.3

GIZI

2.3.1

Pendahuluan
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang

dikonsumsi secara normal melalui proses degesti, absorbs, transportasi,
penyimpanan, metabolisme, dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan, untuk
mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ,
serta menghasilkan energi. (Sulistyoningsih, 2010)
Gizi pada zaman purba terbatas pada kesadaran akan pentingnya makanan
untuk kelangsungan hidup, kemudian berlanjut pada timbulnya tabu, magis, dan
nilai makanan yang bisa memberikan kesembuhan. Abad 16, mulai muncul
pendapat yang menyatakan bahwa makanan yang diatur dapat memperpanjang

Universitas Sumatera Utara

masa hidup seseorang. Memasuki abad 19, Megendie seorang ahli kimia
berkebangsaan Perancis mulai dapat membedakan zat gizi dalam makanan, yaitu
karbohidrat, lemak, dan protein. Ilmu gizi semakin berkembang ketika memasuki
abad 20, seiring dengan mulai banyaknya penelitian yang dilakukan. Masa ini
juga sudah mulai dapat diketahui komposisi karbohidrat, lemak, protein, serat, air,
dan abu pada sejumlah makanan. (Sulistyoningsih, 2010)
Sedangkan di Indonesia sendiri baru berkembang pesat pada tahun 1975.
Yang ditegaskan dalam instruksi presiden No. 14 tahun 1974. Sejak saat itu
program gizi dilaksanakan secara nasional oleh Departemen Kesehatan (Depkes)
dan dimulai dengan adanya progam Upaya Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK).
Kemudian, dibentuklah Badan Perbaikan Gizi Daerah (BPGD) yang fungsinya
adalah sebagai wadah lintas sektor yang berperan dalam meningkatakan program
pangan dan gizi. (Sulistyoningsih, 2010)
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi. Konsumsi gizi sangat mempengaruhi status gizi
kesehatan seseorang yang merupakan modal utama bagi kesehatan individu.
Asupan gizi yang salah atau tidak sesuai akan menimbulkan masalah yang biasa
kita ketahui dengan istilah Malnutrisi (gizi salah) baik dalam bentuk kelebihan
maupun kekurangan gizi. Selain itu gizi juga sangat berpengaruh terhadap
perkembangan otak dan perilaku, kemampuan bekerja dan produktivitas serta
daya tahan terhadap penyakit infeksi. (Almatsier, 2010)
Pengelompokan zat gizi berdasarkan jumlah yang dibutuhkan oleh tubuh
terbagi atas dua, yaitu zat gizi makro (macronutrient) dan zat gizi mikro
(mikronutrient). Zat gizi makro adalah zat gizi yang dibutuhkan dalam jumlah
besar dengan satuan gr, sedangakan zat gizi mikro adalah zat gizi yang dibutuhkan
tubuh dalam jumlah kecil, sebagian besar dibutuhkan dalam satuan mg.
(Sulistyoningsih, 2010)
Makanan adalah bahan selain obat yang mengandung zat gizi dan atau
unsur-unsur/ikatan kimia yang dapat diubah menjadi zat gizi oleh tubuh, dan
berguna bila dimasukkan ke dalam tubuh. Bahan Makanan adalah makanan dalam
keadaan mentah (belum mengalami proses pengolahan). (Sulistyoningsih, 2010)

Universitas Sumatera Utara

PGS yang dianut oleh Indonesia telah diperbaharui pada tahun 2014 guna
menjabarkan dan menyempurnakan pedoman gizi yang lama yaitu “4 sehat, 5
sempurna”. Pedoman yang baru tersebut dapat dilihat seperti ilustrasi gambar di
bawah. (Sulistyoningsih 2010)

Gambar 2.1 isi PGS 2014 dari Kementerian Kesehatan

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.2 porsi sekali makan yang di anjurkan

Selain itu ada beberapa hal lagi yang dibutuhkan menurut workshop pada
tanggal 27 januari 2014 lalu, yaitu:
1. Mengonsumsi makanan beragam, karena tidak ada satupun jenis makanan
yang mengandung semua jenis zat gizi yang dibutuhkan tubuh, kecuali
ASI.
2. Membiasakan perilaku hidup bersih, sebab perilaku hidup bersih sangat
terkait dengan prinsip Gizi Seimbang
3. Melakukan aktivitas fisik, untuk menyeimbangkan antara pengeluaran
energi dan pemasukan zat gizi kedalam tubuh
4. Mempertahankan dan memantau Berat Badan (BB) dalam batas normal.

2.3.2

Angka Kecukupan Gizi
Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang dibutuhkan tubuh

setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi dan zat-zat gizi.
Kekurangan atau kelebihan dalam jangka waktu lama akan berakibat buruk
terhadap kesehatan. Kebutuhan akan energi dan zat-zat gizi bergantung pada

Universitas Sumatera Utara

berbagai faktor, seperti umur, gender, BB, iklim, dan aktivitas fisik. Oleh karena
itu, perlu disusun Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan yang sesuai
untuk rata-rata penduduk yang hidup di daerah tertentu. (Almatsier, 2010)
AKG yang dianjurkan di Indonesia pertama kali ditetapkan pada tahun
1968 melalu Widya Karya Pangan dan Gizi yang diselenggarakan oleh Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). AKG ini kemudian ditinjau kembali pada
tahun 1978, dan sejak itu secara berkala tiap lima tahun sekali. (Almatsier, 2010)
Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan atau Recommended Dietary
Allowance (RDA) adalah taraf konsumsi zat-zat gizi esensial, yang berdasarkan
pengetahuan ilmiah dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan hampir semua
orang sehat. AKG ini berbeda dengan angka kebutuhan gizi (dietary reuirements).
Angka kebutuhan gizi adalah banyaknya zat-zat gizi minimal yang dibutuhkan
seseorang untuk mempertahankan gizi adekuat. (Almatsier, 2010)

AKG yang dianjurkan digunakan untuk maksud-maksud sebagai berikut:
1. merencanakan dan menyediakan suplai pangan untuk penduduk atau kelompok
penduduk.
2. Menginterpretasikan data konsumsi makanan perorangan ataupun kelompok
3. Perencanaan pemberian makanan di institusi, seperti rumah sakit, sekolah,
industri/perkantoran, asrama, panti asuhan, panti jompo, dan lembaga
pemasyarakatan.
4. Menetapkan standar bantuan pangan.
5. Menilai kecukupan persediaan pangan nasional.
6. Merencanakan program penyuluhan gizi.
7. Mengembangkan produk pangan baru di industri.
8. Menetapkan pedoman untuk keperluan labeling gizi pangan.

Universitas Sumatera Utara

Dasar perhitungan AKG di Indonesia tahun 2004 dilakukan dengan cara
menetapkan BB patokan untuk berbagai golongan penduduk. Menggunakan
rujukan World Health Organization (WHO), Food and Agriculture Organization
(FAO), Indonesia.

Tabel 2.1
Dasar Perhitungan AKG di Indonesia Tahun 2014
Golongan umur

Indonesia (kg)

WHO (1983)

FAO (2002) (kg)

(kg)
0-6 bulan

6,0

5,5

6,0

7-11 bulan

8,5

8,2

9,0

1-3 tahun

12,0

12,0

12,0

4-6 tahun

18,0

19,3

17,0

7-9 tahun

24,0

25

28

35

36,5

35

38,0

40,0

37,0

Pria
10-12 tahun
Wanita
10-12 tahun

Sumber. Abas Basuni dan Idrus Jus’at dalam Prosiding AKG dan Acuan Label
Gizi, LIPI 2004

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.2
AKG rata-rata yang dianjurakan (per orang per hari)
No.

Kelompok
umur

Berat
Badan
(kg)

Tinggi
Badan
(cm)

Energy
(kkal)

Protein (g)

Anak
1
0-6 bulan
6,0
60
550
2
7-11 bulan
8,5
71
650
3
1-3 tahun
12,0
90
1000
4
4-6 tahun
18,0
110
1550
5
7-9 tahun
24,0
120
1800
Pria
6
10-12 tahun
35
138
2050
Wanita
7
10-12 tahun
38,0
145
2050
Sumber: Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII, 2004

2.3.3

10
16
25
39
45
50
50

Status Gizi

2.3.3.1 Klasifikasi Status Gizi
Klasifikasi menurut WHO
Tabel 2.3. Klasifikasi Status Gizi
BB/TB

BB/U

TB/U

Status Gizi

Normal

Rendah

Rendah

Baik, pernah kurang

Normal

Normal

Normal

Baik

Normal

Tinggi

Tinggi

Jangkung, masih baik

Rendah

Rendah

Tinggi

Buruk

Rendah

Rendah

Normal

Buruk, kurang

Rendah

Normal

Tinggi

Kurang

Tinggi

Tinggi

Rendah

Lebih, obesitas

Tinggi

Tinggi

Normal

Lebih, tidak obesitas

Tinggi

Normal

Rendah

Lebih, pernah kurang

Menurut Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI tahun 1999

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.4. Keterangan Gizi
Kategori

Cut of point

Gizi lebih

>120 % Median BB/U baku WHO-NCHS, 1983

Gizi baik

80 % - 120 % Median BB/U baku WHO-NCHS, 1983

Gizi sedang

70 % - 79,9 % Median BB/U baku WHO-NCHS, 1983

Gizi kurang

60 % - 69,9 % Median BB/U baku WHO-NCHS, 1983

Gizi buruk