Efektifitas Penyelesaian Sengketa Alternatif Melalui Arbitrase pada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)Kota Medan

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sengketa atau konflik tersebut timbul disebabkan karena adanya hubungan antara satu
manusia dengan manusia lain sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa
adanya bantuan dari orang lain. Dengan demikian untuk memenuhi kebutuhan dan
kepentingannya, manusia mengadakan hubungan satu sama lain yang dapat menimbulkan
persengketaan. Sengketa biasanya muncul atau terjadi disebabkan karena berbagai hal,
misalnya sengketa didalam perjanjian karena salah satu pihak melanggar kesepakatan yang
telah dibuat, sengketa dalam memperebutkan harta warisan dalam suatu keluarga, dan
sebagainya. Begitu pula sengketa yang terjadi antara Konsumen dan Produsen (Pelaku
Usaha). Sengketa atau konflik tersebut dapat terjadi pada siapa saja dan diketahui pula
datangnya sengketa dan konflik tersebut tidaklah didasarkan pada keinginan seorang untuk
berkonflik atau bersengketa dengan pihak lain. Sehingga dapat dikatakan bahwa terjadinya
sengketa atau konflik tidak dapat di elakkan oleh siapapun.
Munculnya suatu persengketaan maka dicarilah cara penyelesaiannya pula. Cara –
cara tersebut adalah :
1. Melalui Lembaga Litigasi, dan
2. Melalui Lembaga Non Litigasi
Penyelesaian sengketa melalui lembaga litigasi berarti menyelesaikan sengketa
melalui Pengadilan. Atau dengan kata lain proses penyelesaiannya diserahkan melalui

lembaga Pengadilan. Sedangkan penyelesaian sengketa melalui lembaga non litigasi, yakni
penyelesaian sengketa diluar pengadilan atau penyelesaian sengketa alternatif melalui kerja

1
Universitas Sumatera Utara

sama dan i’tikad baik antara kedua belah pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan serta
mengakhiri sengketa tersebut melalui bantuan pihak ketiga.
Penyelesaian Sengketa Alternatif adalah Lembaga penyelesaian sengketa atau beda
pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian sengketa diluar
pengadilan dengan cara Konsultasi, Negosiasi, Mediasi, Konsiliasi atau Penilaian Ahli.1
Seringkali kita mendengar istilah Non Litigasi. Nonlitigasi merupakan kebalikan dari
litigasi (argument analogium), yaitu penyelesaian sengketa yang dilakukan di luar pengadilan
dengan mengutamakan proses perdamaian dan penangkalan sengketa dengan melakukan
upaya perancangan – perancangan kontrak yang baik. Penyelesaian sengketa secara
nonlitigasi mencakup bidang yang sangat luas, bahkan mencakup seluruh aspek kehidupan
yang dapat diselesaikan secara hukum. Penyelesaian sengketa secara nonlitigasi merupakan
proses penyelesaian sengketa yang pada saat ini dianggap paling aman. Adapun penyelesaian
sengketa tersebut dilakukan di luar pengadilan yang tetap berdasarkan kepada hukum yang
berlaku.Penyelesaian Sengketa tersebut dapat digolongkan kepada penyelesaian yang

berkualitas tinggi. Sebab, sengketa yang diselesaikan secara demikian akan lebih bisa
diselesaikan secara tuntas tanpa meninggalkan sisa kebencian dan dendam. Oleh karena itu
penyelesaian sengketa secara nonlitigasi adalah penyelesaian masalah hukum secara hukum
dan nurani. Sehingga, hukum dapat dimenangkan dan nurani orang juga tunduk untuk
menaati kesepakatan/perdamaian secara sukarela, tanpa ada yang merasa kalah karena
masing-masing pihak sama-sama merasa keputusan yang dihasilkan adalah keputusan yang
menguntungkan.2

Pasal 1 butir 10 Undang – Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Penyelesaian
Sengketa Alternatif
2
Intan Nur Rahmawanti & Rukiyah Lubis, Win-win Solution Sengketa Konsumen, Pustaka Yustisia ,
Yogyakarta , 2014 , hlm. 73

1

2
Universitas Sumatera Utara

Sehingga timbul pertanyaan pula, Mengapa orang lebih cenderung memilih

menyelesaikan sengketa melalui Penyelesaian Sengketa Alternatif dari Pada Litigasi?
Adanya pertimbangan menggunakan Penyelesaian Sengketa Alternatif dalam menyelesaikan
sengketa adalah, Karena pertimbangan budaya, yaitu masyarakat yang mempunyai hubungan
budaya atau tradisi jika ada permasalahan maka diselesaikan secara musyawarah mufakat
atau tidak melibatkan pihak lain yang bersifat memutuskan. Adapun keterlibatkan pihak ke
tiga tersebut hanyalah pihak yang dapat disebut sebagai penengah saja. Menurut F.Van Benda
Bechman mengemukakan : “Masyarakat dengan hubungan sosial yang simplex akan
cenderung menggunakan institusi rakyat melalui mediasi atau arbitrase sementara itu
masyarakat dengan hubungan sosial multiplex cenderung menggunakan peradilan negara
yang bersifat ajudikatif dan legistik”. Sehingga dapat dikatakan bahwa pertimbangan budaya
adalah menyelesaikan sengketa berdasarkan pada kebiasaan atau tradisi masyarakat tersebut
dalam menyelsaikan suatu sengketa. Yang kedua karena pertimbangan lawan sengeta, yakni
jika antara para pihak yang bersengketa lebih mengutamakan hubungan baik para pihak yang
bersengketa maka para pihak tersebut pasti lebih mengutamakan menyelesaikan sengketa
tersebut secara Negosiasi atau dengan perantara yang pada prinsinya akan menghasilkan
penyelesaian yang kompromistis atau bahkan menghindari terjadinya sengketa. Dan yang
ketiga yaitu karena pertimbangan kelemahan pengadilan. Saat ini cara penyelesaian sengketa
melalui peradilan mendapat kritik yang cukup tajam, baik dari praktisi hukum maupun
teoritisi hukum. Atau dengan kata lain terdapat beberapa kelemahan penyelesaian sengketa
melalui lembaga litigasi atau pengadilan yakni : penyelesaian sengketa lamban dan

membuang waktu, biaya perkara mahal, tidak menyelesaikan masalah secara tuntas,
menimbulkan permusuhan, mengalami stress berkepanjangan bagi pihak yang bersengketa,
mempermalukan pihak lain, dan pengadilan tidak bersih dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme
(KKN).

3
Universitas Sumatera Utara

Penyelesaian sengketa secara patut merupakan harapan setiap orang yang menghadapi
persengketaan dengan pihak lain, termasuk antara produsen dan konsumen. Konflik atau
sengketa antara konsumen dan pelaku usaha (produsen) pada umumnya didasarkan kepada
hal-hal yang tidak dikehendaki bahkan tidak diduga oleh konsumen sebelumnya. Meskipun
pada dasarnya sengketa konsumen memiliki latar belakang yang tidak jauh berbeda dengan
sengketa lainnya terdapat perbedaan kepentingan diantara keduanya. Sengketa konsumen
memiliki karakteristik yang khusus. Kekhususan tersebut dapat dilihat dari posisi konsumen
dan metode apa yang yang paling tepat untuk menyelesaikannya.
Sehubungan dengan itu, dikenal lembaga – lembaga alternatif penyelesaian sengketa
yang masing – masing mempunyai peraturan dan prosedur (rule and procedure) yang
menginduk pada Undang – undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa. Lembaga – lembaga dimaksud antara lain Mediasi, Perbankan, Badan

Mediasi Asuransi Indonesia, Badan Arbitrase Nasional Indonesia, Badan Arbitrase Nasional
Indonesia, Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia, dan Badan Arbitrase Syariah Nasional.
Selain itu, berdasarkan Undang – undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen juga telah dibentuk Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) sebagai
lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang memberlakukan prosedur arbitrase dalam
menyelesaikan sengketa3.
Penyelesaian

sengketa konsumen

berdasarkan Undang–undang Perlindungan

Konsumen dapat ditempuh dengan jalur Non-Litigasi. Penyelesaian dengan menggunakan
jalur Non-Litigasi ini dapat ditempuh melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
(BPSK). Adapun proses penyelesaian sengketa konsumen ini dapat ditempuh dengan cara
seperti berikut :

3

Khotibul Umam, Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan, PT. Suka Buku, Jakarta 2010, hlm. 3


4
Universitas Sumatera Utara

a. Mediasi ;
Berdasarkan Pasal 1 ayat (10) Kepmenperindag No. 350/MPP/Kep/12/2001
tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen disebutkan bahwa mediasi adalah proses penyelesaian sengketa
konsumen diluar pengadilan dengan perantara BPSK sebagai penasihat dan
penyelesaian diserahkan kepada para pihak. Artinya mediasi merupakan sesuatu
proses penyelesaian sengketa dengan melibatkan pihak ketiga netral agar bias
membantu para pihak yang sedang bersengketa untuk dapat memecahkan masalah
tersebut.4
b. Konsilisai;
Berdasarkan Pasal 1 ayat (9) Kepmenperindag No. 350/MPP/Kep/12/2001 tentang
Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
disebutkan bahwa konsiliasi adalah proses penyelesaian sengketa konsumen diluar
pengadilan dengan perantara BPSK untuk mempertemukan para pihak yang
bersengketa, dan penyelesaiannya diserahkkan kepada para pihak. Fungsi
konsiliator di sini agar dapat mengusulkan solusi penyelesaian sengketa, tetapi

tidak berwenang untuk memutus perkara tersebut.
Dalam hal ini, majelis BPSK untuk selanjutnya menyerahkan sepenuhnya proses
penyelesaian sengketa kepada para pihak, baik mengenai bentuk maupun jumlah
ganti kerugiannya. Terhadap usulan konsiliator, para pihak yang bersengketa
harus menyatakan persetujuan atas usulan tersebut menjadikannya sebagai
kesepakatan penyelesaian sengketa.

4

Intan Nur Rahmawanti., & Rukiyah Lubis., Op cit, hlm., 76

5
Universitas Sumatera Utara

c. Arbitrase ;
Berdasarkan Pasal 1 ayat (11) Kepmenperindag No.350/MPP/Kep/12/2001
tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelasain Sengketa
Konsumen, disebuutkan bahwa arbitrase adalah proses penyelesaian sengketa
konsusmen di luar pengadilan. Dalam hal ini para pihak yang bersengketa
menyerahkan sepenuhnya penyelesaian sengketa kepada BPSK5.

Salah satu metode penyelesaian sengketa secara non llitigasi yang di tempuh di Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen yang lazim digunakan adalah Arbitrase. Pranata arbitrase
di Indonesia sebenarnya bukanlah hal yang baru dan telah lama dikenal. Arbitrase adalah
pranata alternatif penyelesaian sengketa terahir dan bersifat final bagi para pihak. Sifat
pribadi dari arbitrase memberikan keuntungan–keuntungan melebihi proses ajudikasi di
pengadilan. Arbitrase lebih memberikan kebebasan, pilihan, otonomi, dan kerahasiaan bagi
para pihak yang bersengketa.
Kebebasan yang dimaksud adalah para pihak dapat memilih arbiter yamg menurut
mereka diyakini untuk mempunyai pengetahuan, pengalaman, serta latar belakang yang
relavan dengan masalah yang disengketakan disamping sikap jujur dan adil sebagai sifat yang
utama. Para pihak juga dapat menentukan pilihan hukum untuk menyelesaikan masalahnya
termasuk proses dan tempat penyelenggarakan arbitrase.6 Khususnyadi Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen.
Kelemahan penyelesaian sengketa melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
(BPSK) adalah tidak mempunyai kemampuan untuk dapat berperan lebih aktif dalam
penyelesaian persoalan sengketa konsumen.Semua ini terjadi karena baik substansi

5
6


Intan Nur Rahmawanti., & Rukiyah Lubis., Ibid , hlm., 78
Fitri Hidayanti, Efektifitas Penerapan Arbitrase Dalam Menyelesaiakan Sengketa Perbankan,
Fakultas Hukum USU, hlm. 8

6
Universitas Sumatera Utara

pengaturan, prosedur, dan mekanisme penyelesaian sengketa konsumen tidak dapat
terselesaikan dengan baik akibat kelemahan dan juga saling bertentangan.Inilah yang menjadi
penyebab BPSK tidak dapat berperan lebih banyak dalam penyelesaian sengketa konsumen
dalam beberapa hal, seperti keberatan mengenai keputusan konsiliasi atau mediasi dan belum
adanya pengaturan untuk penetepan eksekusi7.
Hal yang menarik dari penyelesaian sengketa melalui proses di luar pengadilan atau
melalui BPSK ini adalah menghasilkan kesepakatan yang bersifat “win win solution”. Pihak
yang bersengketa terjamin kerahasian sengketanya, lebih terhindar dari keterlambatan
penyelesaian sengketa sehingga tidak memakan waktu yan lama karena hal prosedural dan
administratif, menyelesaikan masalah secara komprehensif dalam kebersamaaan, dan tetap
bisa menjaga hubungan baik di masa sekarang maupun akan datang.
Dengan demikian, dari uraian diatas arbitrase merupakan salah satu cara penyelesaian
sengketa di luar pengadilan yang mempermudah para pihak yang bersengketa untuk

menyelesaikan sengketanya tanpa mempermalukan para pihak karena bersifat rahasia, juga
penyelesaian tersebut dapat dilakukan secara cepat tanpa menimbulkan penumpukan perkara
di pengadilan. Arbitrase juga menguntungkan para pihak karena dilakukan dengan biaya yang
ringan bagi masyarakat yang memiliki kepentingan untuk menyelesaikan sengketa secara
cepat dan efisien, maka arbitrase ini adalah jawaban untuk penyelesaian sengketa mereka.
Yang diharapkan adalah hal ini sungguh – sungguh dilaksanakan oleh para arbiter termasuk
oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen di Kota Medan.
Berdasarkan uraian diatas dan beberapa alasan diatas, maka mendorong penulis untuk
mengadakan penelitian dengan judul “EFEKTIFITAS PENYELESAIAN SENGKETA

7

Intan Nur Rahmawanti, & Rukiyah Lubis.,Op cit, hlm., 81

7
Universitas Sumatera Utara

MELALUI ARBITRASE PADA BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN
(BPSK) KOTA MEDAN.”


B. Rumusan Masalah
Berkaitan dengan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, dan
berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, serta penalaran terhadap Undang – undang dan
literatur yang ada dan berlaku, maka permasalahan – permasalahan yang dapat dikemukakan
penulis adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana Prosedur Penyelesaian Sengketa Konsumen Melalui Arbitrase dan
Pelaksanaan Putusan Arbitrase bagi para pihak yang bersengketa Pada Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Medan?
2. Apakah Faktor Penghambat Pelaksanaan Putusan Arbitrase Bagi Para Pihak yang
Bersengketa Pada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Medan?
3. Bagaimana Keberhasilan dan Kegagalan Pelaksanaan Putusan Arbitase Bagi Para
Pihak yang Bersengketa Pada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Medan ?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya,
maka dapatlah disimpulkan bahwa yang menjadi tujuan dari skripsi ini adalah :
a. Untuk mengetahui bagaimana prosedur penyelesaian sengketa konsumen melalui
arbitrase dan pelaksanaan putusan arbitrase bagi para pihak yang bersengketa pada
Badan penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Medan .
b. Untuk mengetahui faktor apa saja yang menjadi penghambat pelaksanaan putusan
arbitrase bagi para pihak yang bersengketa pada Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen Kota Medan.
8
Universitas Sumatera Utara

c. Untuk mengetahui bagaimana keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan putusan
arbitrase bagi para pihak yang bersengketa pada Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen Kota Medan.
Manfaat Penelitian
a. Secara Teoritis
Hasil dari penelitian yang dituangkan dalam skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat
bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum di Indonesia.Terutama di bidang
arbitrase sebagai salah satu penyelesaian sengketa konsumen.
Skripsi ini diharapkan tidak hanya dapat menambah pengetahuan saja, tetapi dapat
memberikan gambaran yang nyata dan signifikan kepada kalangan masyarakat
Indonesia mengenai efektifitas penyelesaian sengketa melalui arbitrase pada Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Medan.
b. Secara Praktis
Skripsi ini diharapkan bermanfaat bagi rekan – rekan mahasiswa, praktisi hukum,
pemerintah, serta masyarakat yang bersemgketa sebagai pedoman dan bahan rujukan
dalam rangka menyelesaikan sengketa konsumen dengan memberdayakan arbitrase
dalam proses penyelesaiannya, sehingga hukum dapat ditegakan dengan sebaik –
baiknya.
Keaslian Penulisan
Penulis membuat tulisan ini dengan melihat perkembangan hukum saat ini dan
mengaitkannya dengan dasar-dasar hukum yang bersumber dari berbagai literatur dan bahan
bacaan dari berbagai referensi yang diperoleh dari perpustakaan atau toko buku dan beberapa
diantaranya diperoleh dari internet. Sepanjang yang telah ditelusuri dalam penulisan skripsi
ini, penulis ketahui bahwa skripsi atau karya ilmiah yang terdapat di Fakultas Hukum
9
Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara ini, tidak ada judul yang sama dengan apa yang ditulis serta telah
diuji bersih pula judul yang ditulis dalam skripsi ini. Dengan demikian, penulis meyakini
bahwa skripsi ini adalah merupakan murni karya asli dari penulis.
Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah dilakukan secara yuridis normatif.Penelitian
yang dilakukan secara yuridis normatif ini merupakan penelitian yang dilakukan dan
ditujukan pada peraturan perundang – undangan yang mengatur tentang topik dalam
skripsi ini.Kemudian melihat kesesuaian antar hal yang ditentukan dalam peraturan
hukum tersebut dengan pelaksanaannya di lapangan. Atau dengan kata lain melihat
kesesuaian antara teori dan prakteknya terhadap Undang – undang Nomor 30 Tahun
1999 tentang arbitrase dan penyelesaian sengketa alternatif melalui arbitrase yang
dilakukan di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Medan.
2. Lokasi Penelitian
Dalam skripsi ini, penelitian di lakukan di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
Kota Medan, sebagai instansi yang wajib menerapkan suatu peraturan berdasarkan
perundang-undangan yang berkaitan dengan topik dalam skripsi ini. Penelitian
dilakukan di tempat tersebut disebabkan karena tempat tersebut memenuhi
karakteristik dari topik penulisan skripsi, sehingga penulis mendapat gambaran
mengenai apa-apa yang ditulis dan dijadikan bahan pertimbangan penulisan skripsi.
3. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, upaya pengumpulan data dilakukan dengan data primer dan data
sekunder dengan menggunakan metode sebagai berikut :

10
Universitas Sumatera Utara

a. Studi Lapangan sebagai Data Primer
Studi Lapanagan yaitu melakukan wawancara penelitian langsung ke
lapangan mengenai efektifitas dari peraturan hukum yang berlaku
berkaitan dengan topik dalam skripsi ini atau dengan kata lain penerapan
prakteknya di lapangan. Data primer merupakan data yang diperoleh
peneliti langsung dari sumber pertama, yakni perliku individu atau
masyarakat.

Untuk

memperoleh

data

primer

peneliti

melakukan

pengumpulan data langsung kepada masyarakat seperti wawancara yang
dilakukan terhadap para pihak yang menempuh jalur Arbitrase dalam
menyelesaikan sengketa konsumen di Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen Kota Medan secara Arbitrase.
b. Studi Kepustakaan sebagai Data Sekunder
Studi Kepustakaan dalam hal ini ialah mempelajari berbagai sumber
bacaan yang berkaitan dengan topik dalam skipsi ini, yakni buku – buku
hukum, makalah hukum, majalah hukum, artikel dari internet, pendapat
para sarjana, dan bahan-bahan lainnya.Data sekunder merupakan data yang
siap tersaji dan dapat segera dipergunkan oleh peneliti, data sekunder
tersebut diperoleh dari dokumen-dokumen resmi, buku-buku hasil
penelitian dan laporan. Dalam hal ini ialah dokumen-dokumen resmi,
laporan dan buku harian yang terdapat di bagian administrasi Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Medan mengenai penyelesaian
yang ditempuh para pihak melalui Arbitrase.

11
Universitas Sumatera Utara

Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini akan mempermudah penulisan skripsi dalam penjabaran
penulisan yakni memberikan gambaran yang lebih jelas, penelitian ini akan dibagi menjadi
lima bab dengan sistematika sebagai berikut :
BAB I :

Pendahuluan
Bab ini memuat latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, keaslian penulisan, dan
sistematika penulisan.

BAB II :

Tinjauan Umum Tentang Arbitrase
Menguraikan tentang hal-hal umum dan pengertian umum mengenai
arbitrase sebagai salah satu cara penyelesian sengketa alternatif. Memuat hal
hal mengenai arbitarse yaitu, pengertian secara umum, jenis-jenis arbitrase,
kelebihan dan kekurangan arbitrase, faktor-faktor para pihak menyelesaikan
sengketa melalui arbitrase.

BAB III :

Arbitrase Sebagai Salah Satu Cara Sengketa Kosumen
Membahas serta menguraikan arbitrase sebagai salah satu pilihan hukum
dalam menyelesaikan sengketa konsumen. Memuat hal mengenai pengertian
umum tentang sengketa konsumen, bentuk penyelesaian sengketa konsumen,
Arbitrase sebagai salah satu penyelesaian sengketa konsumen, dan memuat
hal mengenai Peranan Badan Penyelesesaian Sengketa Konsumen Kota
Medan dalam menyelesaikan sengketa konsumen secara arbirase, serta dasar
hukum pemberlakuan arbitrase sebagai upaya penyelesaian sengketa alternatif
di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Medan.
12
Universitas Sumatera Utara

BAB IV :

Efektifitas Penyelesaian Sengketa Alternatif Secara Arbitrase di Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Medan
Mendeskripsikan

Prosedur

Arbitrase

dan

Keefektifitas

Pelaksanaan

Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase oleh Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen Kota Medan. Memuat hal hal mengenai Prosedur Penyelesaian
Sengketa Konsumen Melalui Arbitrase dan Pelaksanaan Putusan Bagi Para
Pihak Yang Bersengketa Di Badan Penyelesaiaan Sengketa Konsumen Kota
Medan, Faktor penghambat Pelaksanaan Arbitrase Bagi Para Pihak Yang
Bersengketa Di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Medan,
Keberhasilan dan Kegagalan Pelaksanaan Arbitase Bagi Para Pihak Yang
Bersengketa dalam Penyelesaian Sengketa Konsumen Yang Dilakukan Di
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Medan.

13
Universitas Sumatera Utara