Pengimplementasian Pemekaran Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan dan Dampaknya Terhadap Masyarakat Chapter III V

BAB III
PEMEKARAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DAN
PENGATURANNYA DALAM PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN

A. Landasan Yuridis dan Tujuan Pemekaran Daerah di Indonesia
1. Landasan Yuridis Pemekaran Daerah di Indonesia
Dalam Pasal 4 UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan di Daerah
memang tidak ada menyebutkan adanya pemekaran daerah, hanya menyatakan
bahwa sutau daerah dapat dibentuk dengan memperhatikan syarat-syarat
kemampuan ekonomi, jumlah penduduk, luas daerah, pertahanan dan keamanan
nasional dan syarat-syarat lain yang memungkinkan terlaksana otonomi daerah.
Namun, materi pasal tersebutlah yang menjadi landasan diadakannya beberapa
pembentukan daerah melalui pemekaran daerah di Indonesia sebelum dikeluarkan
UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, seperti yang terjadi pada
Kabupaten Tapanuli Selatan dan Kabupaten Tapanuli Utara pada tahun 1998.
Landasan yuridis pertama yang secara jelas mengatur pemekaran daerah di
Indonesia adalah UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
sebagaimana dimuat pada Pasal 6 ayat (2) undang-undang tersebut yaitu sebagai
berikut :
“Daerah dapat dimekarkan menjadi lebih dari satu daerah.” 70


70

Pasal 6 ayat (2) UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.

43
Universitas Sumatera Utara

44

Dan untuk pengimplementasian pemekaran daerah sebagaimana dimaksud
itu, dikeluarkanlah PP No. 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan
Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah.
Meskipun UU No. 22 Tahun 1999 telah diganti dengan UU No. 32 Tahun
2004, tetap saja ada pengakuan akan adanya pemekaran daerah yaitu dimuat
dalam Pasal 4 ayat (3), dimana pemerintah sudah sedikit lebih ketat dan tegas
dalam pemekaran, yang mana disebutkan bahwa daerah-daerah yang sudah
dimekarkan bila ternyata tidak mencapai standar minimal hasil kinerja yang
seharusnya, maka daerah-daerah tersebut akan digabungkan menjadi satu daerah
(hanya saja belum pernah terealisasi). Berdasarkan Pasal 8 UU No. 32 Tahun
2004 maka dikeluarkan PP No. 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan,

Penghapusan dan Penggabungan Daearah menggantikan PP No. 129 Tahun 2000
yang secara khusus mengatur pembentukan daerah, salah satunya melalui
pemekaran.
Dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah yang berlaku sekarang yaitu
UU No. 23 Tahun 2014, legalisasi pemekaran daerah diatur dalam Pasal 32 ayat
(1) undang-undang tersebut, yang dijabarkan dalam pasal-pasal berikutnya dalam
satu paragraf khusus dalam bagian kedua Bab Penataan Daerah, yang mana
peraturan pemerintah khusus untuk itu masih dalam proses penggodokan di DPR.

2. Tujuan Pemekaran Daerah di Indonesia
Dalam PP No. 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan,
Penghapusan dan Penggabungan tidak ada disebutkan secara rinci apa yang
menjadi tujuan dari pemekaran daerah, demikian juga dalam Undang-Undang

Universitas Sumatera Utara

45

Pemerintahan Daerah yang ada. Hanya saja dalam penjelasan umum PP No. 78
Tahun 2007 ini dikatakan bahwa pemekaran dimaksudkan agar daerah yang baru

dibentuk dapat tumbuh, berkembang dan mampu menyelenggarakan otonomi
daerah dalam rangka meningkatkan pelayanan publik yang optimal demi
terwujudnya kesejahteraan dalam masyarakat dan untuk memperkokoh keutuhan
NKRI.
Secara lebih rinci disebutkan dalam Peraturan Pemerintah yang berlaku
sebelumnya yaitu UU No. 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan
Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah, bahwa yang
menjadi tujuan utama pemekaran daerah adalah kesejahteraan masyarakat dengan
beberapa cara yang dapat dilakukan yaitu :
a. Peningkatan pelayanan kepada masyarakat.
b. Percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi.
c. Percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah.
d. Percepatan pengelolaan potensi daerah.
e. Peningkatan keamanan dan ketertiban.
f. Peningkatan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah. 71
Menurut Siswanto Sunarno, selain daripada itu, tujuan pemekaran daerah
adalah sebagai ajang ataupun sarana pendidikan politik di tingkat lokal. 72 Lebih
lanjut Beliau mengatakan bahwa pemekaran daerah haruslah bermanfaat bagi

71


Pasal 2 PP No. 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran,
Penghapusan dan Penggabungan Daerah.
72
Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2008.
Hlm. 15.

Universitas Sumatera Utara

46

pembangunan nasional pada umumnya dan pembangunan daerah pada
khususnya. 73
Sedangkan menurut Hari Sabarno, mantan Menteri Dalam Negeri ke- 24,
pemekaran daerah sebenarnya memiliki tiga tujuan preventif, yaitu :
a. Untuk menguatkan etika profesionalisme dalam pelayanan publik
Pemerintah Daerah kepada masyarakatnya, yang akan menciptakan
hubungan yang bersifat kesetaraan antara birokrasi dan publik yang
dilayani.
b. Pemekaran daerah ditujukan pada penerapan manajemen dan penguasaan

teknologi yang dalam dari birokrasi pemerintahan daerah untuk melayani
publik, sehingga pelayanan yang diberikan cenderung bersifat cepat, tepat,
mudah, padat teknologi dan padat informasi.
c. Pemekaran daerah karena dilandasi profesionalisme dan rentang kendali
yang lebih sempit, sehingga dengan pemekaran pengawasan
penyelenggaraan dapat terjamin kualitasnya. 74

B. Mekanisme Pembentukan/Pemekaran Daerah Kabupaten/Kota Menurut
PP No. 78 Tahun 2007
Untuk mengimplementasikan sesuatu hal secara baik, maka harus
ditentukan

terlebih

dahulu

mekanisme

yang


harus

dilalui

agar

bisa

mengimplementasikan hal tersebut. Dan dalam ketatanegaraan, mekanisme ini
harus dimuat jelas dalam peraturan perundang-undangan agar tidak terjadi
kesimpang siuran cara pengimplementasiannya.
Maka menurut Pasal 16 PP No. 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara
Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah, untuk melakukan

73

Ibid. Hlm. 17.
Hari Sabarno, Memandu Otonomi Daerah Menjaga Kesatuan Bangsa, Sinar Grafika, Jakarta,
2008. Hlm. 194.
74


Universitas Sumatera Utara

47

pembentukan daerah melalui pemekaran haruslah mengikuti mekanisme sebagai
berikut ini :
1. Adanya aspirasi sebagian besar masyarakat setempat dalam bentuk keputusan
BPD untuk desa dan Forum Komunikasi Kelurahan atau nama lain untuk
kelurahan di wilayah yang menjadi calon cakupan wilayah Kabupaten/Kota
yang akan dimekarkan;
2. DPRD Kabupaten/Kota dapat memutuskan untuk menyetujui atau menolak
aspirasi masyarakat tersebut dalam bentuk Keputusan DPRD berdasarkan
aspirasi sebagian besar masyarakat setempat yang diwakili oleh BPD untuk
desa atau nama lain, Forum Komunikasi Kelurahan untuk kelurahan atau
nama lain;
3. Bupati/Walikota memutuskan untuk menyetujui atau menolak aspirasi
masyarakat yang dimaksud dalam bentuk keputusan Bupati/Walikota
berdasarkan hasil kajian daerah;
4. Bupati/Walikota


mengusulkan

pembentukan

Kabupaten/Kota

kepada

Gubernur untuk mendapatkan persetujuan dengan melampirkan dokumen
aspirasi masyarakat di calon Kabupaten/Kota, hasil kajian daerah, peta
wilayah calon Kabupaten/Kota, Keputusan DPRD Kabupaten/Kota dan
Keputusan Bupati/Walikota;
5. Gubernur memutuskan untuk menyetujui atau menolak usulan pembentukan
Kabupaten/Kota berdasarkan evaluasi terhadap kajian daerah;
6. Gubernur menyampaikan usulan pembentukan calon Kabupaten/Kota kepada
DPRD Provinsi;

Universitas Sumatera Utara


48

7. DPRD Provinsi memutuskan untuk menyetujui atau menolak usulan
pembentukan Kabupaten/Kota; dan
8. Dalam hal Gubernur menyetujui usulan pembentukan Kabupaten/Kota,
Gubernur lalu mengusulkan pembentukan Kabupaten/Kota kepada Presiden
melalui Menteri Dalam Negeri.
Namun, sebelum Menteri Dalam Negeri mengajukan usulan pemekaran
daerah kepada Presiden, terlebih dahulu Menteri Dalam Negeri harus melakukan
penelitian terhadap usulan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian yang didapat,
maka Menteri Dalam Negeri menyampaikan rekomendasi usulan kepada Dewan
Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD), 75 yang mana DPOD melalui Tim
Teknisnya juga bisa melaksanakan penelitian ulang apabila DPOD memandang
perlu dilakukan penelitian ulang. Dan dari hasil penelitian itu DPOD kemudian
memberikan saran dan pertimbangan kepada Presiden mengenai usulan
pemekaran tersebut. 76 Dan berdasarkan saran dan pertimbangan DPOD lah
Menteri menyampaikan usulan tersebut kepada Presiden. 77
Apabila Presiden menyetujui usulan pemekaran maka berdasarkan Pasal
20 ayat (2) PP No. 78 Tahun 2007, Menteri menyiapkan rancangan undangundang tentang pembentukan daerah yang kemudian diajukan oleh Presiden
kepada DPR RI untuk mendapatkan persetujuan.


75

Pasal 18 PP No. 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan
Penggabungan Daerah.
76
Ibid. Pasal 19.
77
Ibid. Pasal 20.

Universitas Sumatera Utara

49

Dari uraian di atas dapat kita tahu bahwa sebenarnya mekanisme
pengajuan usulan pemekaran daerah pada PP No. 78 Tahun 2007 sama saja
dengan yang diatur dalam PP No. 129 Tahun 2000.
Namun jika dibandingkan dengan yang diatur pada UU No. 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah ada sedikit pemberatan, yang mana
berdasarkan Pasal 33 ayat (2) disebutkan bahwa sebelum suatu daerah

dimekarkan, calon daerah otonom baru harus menjadi Daerah Persiapan.
Dilanjutkan dengan Pasal 39, bahwa daerah baru bisa ditetapkan sebagai daerah
otonom apabila Daerah Persiapan selama tiga tahun berkembang dan layak
mandiri. Apabila selama masa penilaian belum berkembang, diberi perpanjangan
waktu dua tahun lagi yang menentukan apakah daerah tersebut akan dimekarkan
atau tidak.
Namun, dalam hal cara-cara pengajuan pembentukan daerah otonom baru
melalui pemekaran daerah, tidak ada perbedaan yang signifikan mekanismenya
antara yang diatur pada PP No. 78 Tahun 2007 dan UU No. 23 Tahun 2014.

C. Persyaratan Pembentukan/Pemekaran Daerah Kabupaten/Kota Menurut
PP No. 78 Tahun 2007

Persyaratan utama dalam membentuk daerah Kabupaten/Kota melalui
pemekaran adalah daerah bersangkutan harus sudah 7 (tujuh) tahun telah
menyelenggarakan pemerintahan. 78

78

Pasal 3 PP No. 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan
Penggabungan Daerah.

Universitas Sumatera Utara

50

Menurut Pasal 4 ayat (2) PP No. 78 Tahun 2007, dalam hal pembentukan
daerah Kabupaten/Kota melalui pemekaran ada tiga persyaratan yang harus
dipenuhi, yaitu sebagai berikut ini :
1. Syarat Administratif
Pasal 5 ayat (2) PP No. 78 Tahun 2007 menjabarkan bahwa yang termasuk
persyaratan administratif pemekaran daerah Kabupaten/Kota adalah sebagai
berikut :
a. Keputusan

DPRD

Kabupaten/Kota

induk

tentang

persetujuan

pembentukan calon Kabupaten/Kota;
b. Keputusan Bupati/Walikota induk tentang persetujuan pembentukan calon
Kabupaten/Kota;
c. Keputusan DPRD Provinsi tentang persetujuan pembentukan calon
Kabupaten/Kota;
d. Keputusan

Gubernur

tentang

persetujuan

pembentukan

calon

Kabupaten/Kota; dan
e. Rekomendasi Menteri Dalam Negeri.
2. Syarat Teknis
Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) PP No. 78 Tahun 2007 yang termasuk
persyaratan teknis adalah meliputi :
a. faktor kemampuan ekonomi;
b. potensi daerah;
c. sosial budaya;
d. sosial politik;

Universitas Sumatera Utara

51

e. kependudukan;
f. luas daerah;
g. pertahanan;
h. keamanan;
i.

kemampuan keuangan;

j.

tingkat kesejahteraan masyarakat; serta

k. rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Dan pada ayat (2) pasal yang sama disebutkan bahwa faktor-faktor
tersebut kemudian dinilai berdasarkan hasil kajian daerah terhadap indikator
persyaratan pemekaran daerah yaitu sebagai berikut :
a. Kependudukan, indikatornya adalah jumlah dan kepadatan penduduk.
b. Kemampuan ekonomi, indikatornya adalah PDRB non migas perkapita,
pertumbuhan ekonomi dan konstribusi PDRB non migas.
c. Potensi daerah, indikatornya adalah :
1)

Rasio bank dan lembaga keuangan non bank per 10.000 penduduk.

2)

Rasio kelompok pertokoan per 10.000 penduduk.

3)

Rasio pasar per 10.000 penduduk.

4)

Rasio sekolah SD per penduduk usia SD.

5)

Rasio sekolah SLTP per penduduk usia SLTP.

6)

Rasio sekolah SLTA per penduduk usia SLTA.

7)

Rasio fasilitas kesehatan per 10.000 penduduk.

8)

Rasio tenaga medis per 10.000 penduduk.

Universitas Sumatera Utara

52

9)

Rasio rumah tangga yang mempunyai kenderaan bermotor atau
perahu atau perahu motor atau kapal motor.

10) Persentase pelanggan listrik terhadap jumlah rumah tangga.
11) Rasio panjang jalan terhadap jumlah kenderaan bermotor.
12) Persentase pekerja yang berpendidikan minimal SLTA terhadap
penduduk usia 18 tahun ke atas.
13) Persentase pekerja yang berpendidikan minimal S-1 terhadap
penduduk usia minimal 25 tahun ke atas.
14) Rasio pegawai negeri sipil terhadap penduduk.
d. Kemampuan keuangan, indikatornya adalah jumlah PDS, rasio PDS
terhadap jumlah penduduk, serta rasio PDS terhadap PDRB non migas.
e. Sosial budaya, indikatornya adalah rasio sarana peribadatan dan fasilitas
lapangan olahraga per 10.000 penduduk, serta jumlah balai pertemuan.
f. Sosial politik, indikatornya adalah rasio penduduk yang ikut Pemilu
legislatif, penduduk yang mempunyai hak pilih dan jumlah organisasi
kemasyarakatan.
g. Luas daerah, indikatornya adalah luas wilayah keseluruhan dan luas
wilayah efektif yang dapat dimanfaatkan.
h. Pertahanan, indikatornya adalah rasio jumlah personil aparat pertahanan
terhadap luas wilayah dan karakteristik wilayah dilihat dari sudut pandang
pertahanan.
i.

Keamanan, indikatornya adalah rasio personil aparat keamanan terhadap
jumlah penduduk.

Universitas Sumatera Utara

53

j.

Tingkat

kesejahteraan

masyarakat,

indikatornya

adalah

indeks

pembangunan manusia.
k. Rentang kendali, indikatornya adalah rata-rata jarak Kabupaten/Kota atau
Kecamatan ke pusat pemerintahan (Provinsi atau Kabupaten/Kota).79
Dan berdasarkan ayat (3) pasal yang sama dapat kita ketahui bahwa suatu
calon daerah otonom hanya dapat direkomendasikan oleh Menteri Dalam Negeri
apabila calon daerah otonom dan daerah induknya mempunyai total nilai seluruh
indikator dan perolehan nilai indikator faktor kependudukan, faktor kemampuan
ekonomi, faktor potensi daerah dan faktor kemampuan keuangan dengan kategori
sangat mampu dan mampu. 80

3. Syarat Fisik Kewilayahan
Menurut Pasal 7 syarat fisik kewilayahan dalam pembentukan daerah
Kabupaten/Kota melalui pemekaran daerah meliputi cakupan wilayah calon
Kabupaten/Kota yang dimuat dalam peta wilayah yaitu minimal terdiri atas 5
Kecamatan untuk Kabupaten dan minimal 4 Kecamatan untuk Kota. Selain itu,
harus pula ditentukan lokasi ibu kota Kabupaten serta sarana dan prasarana
pemerintahannya yang lokasinya berada dalam cakupan wilayah calon Kabupaten/
Kota.
Usul pembentukan daerah melalui pemekaran tidak dapat diproses apabila
hanya memenuhi sebagian persyaratan saja. Atas dasar ketiga rumusan
persyaratan tersebut diharapkan daerah otonom baru yang terbentuk akan
79

Bagian Lampiran PP No. 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan
Penggabungan Daerah.
80
Pasal 6 ayat (3) PP No. 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan
Penggabungan Daerah.

Universitas Sumatera Utara

54

berfungsi dengan baik demi peningkatan peranan pemerintahan daerah secara
aktif dalam

melayani kegiatan publik dan

lebih

mendekatkan

fungsi

kepemerintahan kepada masyarakat.

D. Problematika Pemekaran Daerah di Indonesia
Desentralisasi dan pemberlakuan konsep otonomi daerah dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia telah memberikan kebebasan bagi elit politik di daerah
untuk mengeksploitasi etnisitas maupun lokalitas demi mencapai kekuasaan. Kata
PAD yang merupakan Pendapatan Asli Daerah diplesetkan menjadi Putra Asli
Daerah. PAD plesetan ini secara terang-terangan telah menjadi kriteria penting
bagi pencalonan seseorang untuk menjadi Kepala Daerah. Tak cukup dengan itu,
setiap daerah dengan komunitas etnik tertentu juga tergoda memiliki
pemerintahan sendiri yang dapat diwujudkan dengan cara pembentukan daerah
otonom baru salah satunya melalui pemekaran daerah. 81
Hasrat untuk memekarkan daerah memang sangat baik dan patut didukung
semua kalangan, namun juga harus benar-benar diperhatikan apakah memang
pemekaran adalah sebuah kebutuhan dan keinginan

masyarakat

untuk

membangun sebuah kampung baru.
Kastorius Sinaga 82, mengemukakan bahwa ide pemekaran daerah
setidaknya harus menjawab 3 isu pokok, yaitu sebagai berikut :
1. Urgensi dan relevansi

81
82

M. Arief dkk, Op.Cit. Hlm. 47.
Wahyudi, dkk. Op.Cit. Hlm. 18-19.

Universitas Sumatera Utara

55

Apakah urgensi pemekaran daerah mempunyai kaitan dengan penuntasan
masalah kemiskinan dan marjinalisasi etnis. Jika tidak, maka pemekaran daerah
akan berdampak negatif. Urgensi SDA yang yang siap dieksploitasi merupakan
pertimbangan utama dari pemekaran, namun jika SDM dan finansial tidak
memadai maka solusinya adalah mengundang investor. Dan jika ini terjadi,
biasanya akan terjadi proses eksploitasi yang sangat besar terhadap kekayaan
alam. Cara seperti ini sangat rentan berpotensi mengundang proses kemiskinan.

2. Prosedur
Apakah prosedur pemekaran daerah sudah ditempatkan sesuai dengan
ketentuan dan peraturan yang ditetapkan, jika tidak maka proses pemekaran
daerah akan berbelit dengan mata rantai yang cukup panjang.
Namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa dalam memenuhi
prosedur pemekaran daerah yang ditetapkan dalam perundang-undangan,
penggagas pemekaran daerah sering memanipulasi data, terutama dalam hal
pemenuhan persyaratan teknis pemekaran. Jadi, meskipun sesuai mekanisme yang
diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, tetap saja akan berbelit
dengan mata rantai yang cukup panjang.
3. Implikasi
Sejauh mana pemekaran daerah mempunyai dampak yang signifikan
terhadap kesejahteraan dan implikasi politik terhadap terpeliharanya identitas
etnik dan agama.
Menurut Nunik Retno, ada empat faktor utama pendorong terjadinya
pemekaran daerah, yaitu :

Universitas Sumatera Utara

56

1. Motif untuk aktivitas administrasi pemerintahan mengingat daerah yang
begitu luas, penduduk yang menyebar dan adanya ketertinggalan dalam
pembangunan.
2. Kecenderungan untuk homogenitas (etnik, bahasa, agama, urban rural,
tingkat pendapatan).
3. Adanya kemanjaan fiskal yang dijamin undang-undang dengan
disediakannya DAU, DAK, dan bagi hasil dari pengelolaan SDA serta
disediakannya sumber-sumber pendapatan daerah.
4. Motif pemburu rente dari elit politik, karena ingin menjabat di birokrasi
lokal dan DPRD. 83
Mayoritas daerah yang ingin melakukan pemekaran selalu mengklaim
alasan daerah tersebut memekarkan diri adalah dikarenakan daerah terlalu luas
sehingga menyulitkan dalam penyelenggaraan pemerintahan, untuk memajukan
daerah tertinggal, alasan homogenitas seperti etnis, bahasa ataupun latar belakang
sejarah yang berbeda. Namun kenyataan, dibalik semua itu pada dasarnya alasan
yang paling utama digunakan penggagas pemekaran daerah adalah untuk berburu
kekuasaan dan kemanjaan fiskal yang dijamin undang-undang. Untuk itulah
kenapa ide pemekaran selalu datang dari elit politik ataupun tokoh yang haus
kekuasaan, bukan dari masyarakat sejatinya, otomatis tidak menjamin perubahan
pemerintahan yang lebih dekat dengan masyarakat.
Pengaturan mengenai tata cara pemekaran daerah pada Pasal 16 PP No. 78
Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan
Daerah memang mengamanatkan bahwa untuk memekarkan sebuah daerah harus
didasarkan pada aspirasi sebagian besar masyarakat di daerah bersangkutan dalam
bentuk keputusan BPD untuk desa dan Forum Komunikasi Kelurahan di
kelurahan atau nama lain yang bersamaan dengan itu. Begitu juga yang dimuat
83

Nunik Retno, Pemekaran Daerah di Indonesia, Jurnal Ilmu Politik, 2011. Vol.2. No. 1. By:
http//: ejournal.undip.ac.id.

Universitas Sumatera Utara

57

pada UU No. 23 Tahun 2014. Benar, memang sebelum pemekaran memasuki
tahapan administratif selalu ada sosialisasi dari tokoh yang ingin menjadi
pemimpin di daerah baru itu (layaknya disebut sebagai tawar menawar). Namun
sebenarnya, aspirasi atau kesepakatan itu hadir hanya dari BPD atau FKK, bukan
dari masyarakat seluruhnya. Masyarakat hanya pendengar dalam sosialisasi,
setuju atau tidak setuju, keputusan ditentukan oleh kedua lembaga tersebut
bersama dengan si penggagas.
Dan persyaratan berupa adanya aspirasi sebagian masyarakat setempat di
calon daerah Kabupaten/Kota sebenarnya tidak adil bagi masyarakat di
Kabupaten/Kota induk.
Pasal 26 ayat (2) PP No. 78 Tahun 2007 menyebutkan bahwa dana yang
diperlukan dalam rangka pembentukan Kabupaten/Kota dibebankan pada APBD
Kabupaten/Kota induk dan APBD Provinsi. Dilanjutkan dengan Pasal 29 ayat (1)
yang

menyatakan

bahwa

bagi

Kabupaten/Kota

yang

undang-undang

pembentukannya ditetapkan setelah APBN disahkan, dana yang diperlukan dalam
rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pemilihan Kepala Daerah untuk
pertama kali bersumber dari hibah Kabupaten/Kota induk dan bantuan Provinsi
yang dicantumkan dalam APBD Kabupaten/Kota induk.
UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah juga ada memuat
beberapa kewajiban daerah induk terhadap calon daerah Kabupaten/Kota baru
dalam rangka melakukan pemekaran daerah, yaitu sebagai berikut :
1. Membantu penyiapan sarana dan prasarana pemerintahan.
2. Melakukan pendataan personil, pembiayaan, peralatan, dan dokumentasi.

Universitas Sumatera Utara

58

3. Membuat pernyataan kesediaan untuk menyerahkan personil, pembiayaan,
peralatan dan dokumentasi apabila daerah persiapan ditetapkan menjadi
daerah.
4. Menyiapkan dukungan dana. 84
Dari penjelasan pasal-pasal tersebut di atas dapat kita pahami alasan
kenapa syarat “adanya aspirasi sebagian besar masyarakat setempat di calon
Kabupaten/Kota baru” dikatakan tidak adil. Karena ternyata peran daerah induk
juga sangat dibutuhkan dalam hal pembentukan daerah otonom baru. Terutama
masalah pembiayaan ataupun pendanaan, dan hal tersebut bukanlah persoalan
yang sederhana. Jadi, harusnya yang memberikan aspirasi adalah seluruh
masyarakat yang akan mengadakan pemekaran bukan hanya masyarakat calon
daerah otonom baru.
Selain mengempeskan pundi-pundi keuangan daerah induk dan daerah
Provinsi terkait, pemekaran daerah sesungguhnya juga mengempeskan pundipundi keuangan negara. Seperti dikatakan oleh Sri Indra Mulyani, Mantan
Menteri Keuangan RI, bahwa lahirnya Provinsi, Kabupaten/Kota yang baru telah
mengakibatkan ratusan miliar rupiah habis. Gubernur ataupun Bupati/Walikota
dominannya meminta dana kepada Pemerintah Pusat dalam hal pembangunan
Kantor Gubernur atau Kantor Bupati/Walikota yang baru, Kantor Jaksa yang baru,
Kantor Polisi yang baru, lebih jelasnya pembangunan sarana dan prasarana yang

84

Pasal 41 UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Universitas Sumatera Utara

59

baru. Padahal seharusnya dana tersebut dimanfaatkan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat serta memperbaiki pelayanan publik. 85
Selain itu, perluasan struktur pemerintahan dan pertambahan jumlah
birokrasi daerah dan DPRD secara simultan juga meningkatkan belanja dalam
APBN dan menambah beban berat pembiayaan pusat. Karena kita tahu sendiri,
gaji birokrat daerah maupun DPRD bukanlah bilangan yang kecil, bahkan bisa
dikatakan besar, ditambah pula dengan dana untuk gaji pegawai-pegawai lainnya.
Berdasarkan evaluasi yang dilakukan beberapa lembaga, baik lembaga
pemerintah maupun non pemerintah menunjukkan bahwa sebenarnya pemekaran
daerah cenderung berdampak negatif daripada positif, diantaranya :
1. Terjadinya konflik destructive pasca pemekaran daerah. Seperti yang
terjadi pada saat pemekaran daerah Kabupaten Polewali-Mamasa,
Sulawesi Barat. Kabupaten tersebut dipecah menjadi dua Kabupaten, yaitu
Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Mamasa. Yang mana ada tiga
Kecamatan yaitu Kecamatan Arelle, Kecamatan Terbilahan, dan
Kecamatan Mambi menolak bergabung dengan Kabupaten Mamasa
padahal daerahnya berada di area Kabupaten Mamasa.
2. Perebutan asset. Seperti bersitegangnya Kabupaten Lhokseumawe dengan
Kabupaten Lhoksukon (daerah induknya).
3. Perebutan wilayah dan masalah letak ibukota Kabupaten. Seperti yang
terjadi di Kabupaten Banggal.

85

http:// merdekasempurna.blogspot.co.id/2012/08/pemekaran-wilayah-menimbulkan-masalah.

Universitas Sumatera Utara

60

4. Menyempitnya luas wilayah dan beban daerah induk pasca pemekaran.
Seperti daerah administratif Kabupaten Halmahera menjadi lebih kecil
setelah pemekaran sehingga mengganggu PAD. Hal ini bertambah rumit
dan menjadi konflik ketika Kabupaten Halmahera secara terus menerus
harus

membiayai daerah-daerah

hasil

pemekaran

barunya,

yaitu

Kabupaten Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Selatan, dan
Kabupaten Sula selama tiga tahun padahal pendapatan daerah telah jauh
menyusut.86
Pusat Litbang Otonomi Daerah Departemen Dalam Negeri pada tahun
2010 juga telah melakukan penelitian terhadap efektifitas pemekaran daerah di era
otonomi daerah yang menyimpulkan bahwa secara umum tidak ada satu pun
daerah otonom baru yang dikelompokkan dalam kategori mampu. 87
Anehnya, penelitian Bappenas terhadap kajian percepatan pembangunan
daerah otonom baru menyatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah di daerah-daerah
baru sebenarnya mengalami peningkatan, tetapi ketergantungan terhadap Dana
Alokasi Umum masih tetap tinggi. 88 Inilah akibat pemekaran didasari alasan
karena kemanjaan fiskal, yang pada akhirnya memunculkan tindakan korupsi.
Bappenas juga menemukan pada daerah-daerah terjadi pula peningkatan
belanja pembangunan dengan proporsi terhadap belanja rutin masih kecil sehingga

86

Leo Agustino dan Muhammad Agus Yusoff, Poliferasi dan Etno-Nasionalisme Daripada
Pemberdayaan dalam Pemekaran Daerah di Indonesia, Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi,
2008. Vol. 15. No. 3. By: http:// ejorunal.ui.ac.id.
87
Nunik Retno. Op.Cit.
88
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

61

tidaklah mengherankan jika kualitas pelayanan kepada masyarakat belum
meningkat atau bahkan menurun. 89
Sangat disayangkan, terbentuknya daerah otonom baru tidak berbanding
lurus dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya
saing daerah. Yang terjadi malah penurunan kesejahteraan masyarakat, pelayanan
umum cenderung stagnan, dan daya saing daerah pun belum mengemuka.
Dikarenakan pemekaran, daerah Indonesia dari tahun ke tahun semakin
bertambah banyak. Dan sekarang Indonesia memiliki 34 Provinsi dan 508
Kabupaten/Kota, 201 daerah yang masih dalam tahap proses pemekaran (usulan).
Dari jumlah yang sudah diresmikan sebagai daerah otonom, Sumarsono, Direktur
Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri RI menyatakan bahwa 65%
dari daerah otonom tersebut masih menyandang status gagal berkembang. 90

89
90

Ibid.
Kompas, Sabtu, 11 Juli 2015. Kemendagri Perketat Pemekaran Daerah.

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
PENGIMPLEMENTASIAN PEMEKARAN DAERAH
KABUPATEN TAPANULI SELATAN DAN DAMPAKNYA
TERHADAP MASYARAKAT

A. Sejarah dan Perkembangan Kabupaten Tapanuli Selatan
1. Masa Pra Penjajahan
Jauh sebelum masuknya pengaruh asing ke Indonesia, di Tanak Batak,
khususnya Tapanuli Bagian Selatan sudah terdapat banyak komunitas kecil yang
disebut sebagai Huta. Setiap Huta (desa) dipimpin oleh seorang Raja dengan gelar
Raja Pamusuk. Setiap Huta ini mempunyai sistem pemerintahan sendiri yang
secara tradisional berdiri secara otonom. Sejumlah Huta yang berdekatan secara
teritorial dan terkait hubungan darah membentuk sebuah kawasan adat yang
disebut Luhat yang dipimpin oleh Raja Panusunan Bulung. 91
Dalam menjalankan pemerintahan Huta dan Luhat, Raja Pamusuk dan
Raja Panusunan Bulung mengacu pada sistem adat Batak yang mengatur
sedemikian rupa dengan berdasarkan prinsip ‘Dalihan Na Tolu’. Raja Panusunan
Bulung dipilih dari antara Raja Pamusuk yang terdapat dalam Luhat, khususnya
dari pihak keturunan si Pungka Huta (yang membuka desa) di dalam Luhat yang
bersangkutan. Raja Panusunan Bulung selain sebagai kepala pemerintahan juga
sekaligus sebagai pengetua adat atau Raja Adat yang memimpin berbagai

91

http:// akhirmh.blogspot.co.id/2011/05/sejarah-pemerintahan-di-tapanuli-bagian_02.html.

62
Universitas Sumatera Utara

63

kegiatan, seperti keagamaan, sosial hingga kegiatan ekonomi di seputar kawasan
Luhat yang menjadi wilayah kekuasaannya. 92
Adapun Luhat tradisional yang pernah ada di Tapanuli Bagian Selatan
adalah sebagai berikut :
a. Luhat Sipirok
b. Luhat Angkola
c. Luhat Marancar
d. Luhat Padang Bolak
e. Luhat Barumun
f. Luhat Sipiongot
g. Luhat Mandailing
h. Luhat Batang Natal
i.

Luhat Natal

j.

Luhat Pakantan

2. Masa Penjajahan Belanda dan Jepang
Di awal pemerintahan kolonial, Hindia Belanda memberi nama Afdeeling
Padang Sidimpuan untuk daerah Tapanuli Bagian Selatan. Sementara yang
lainnya dinamakan Afdeeling Batak Landen yaitu terhadap kawasan sekitar Danau
Toba, yang beribukota di Tarutung, dan Afdeeling Sibolga untuk daerah Tapanuli
Tengah. Kemudian, ketiga Afdeeling ini digabung menjadi satu Keresidenan yang
diberi nama Keresidenan Tapanuli di dalam lingkungan pemerintahan kolonial
Hindia Belanda di Sumatera yang berkedudukan di Padang Sidimpuan (188592

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

64

1906). Tapi pada tahun 1867, Tanah Batak masih menjadi bagian dari
pemerintahan kolonial Hindia Belanda yang berpusat di Padang, Sumatera
Barat.93
Sejak tahun 1906, pemerintahan Belanda di Tanah Batak lantas dipisahkan
dari Sumatera Barat dan sepenuhnya dibentuk Keresidenan Tapanuli yang berdiri
sendiri dengan Residen yang berkedudukan di Sibolga. Dalam Keresidenan
Tapanuli kemudian dibentuk beberapa Afdeeling, salah satunya adalah Afdeeling
Padang Sidimpuan yang dikepalai oleh seorang Residen yang berkedudukan di
Padang Sidimpuan. 94
Afdeeling Padang Sidimpuan kemudian dibagi lagi ke dalam tiga Onder
Afdeeling yang dikepalai oleh seorang Contreleur yang dibantu oleh seorang
Demang, yaitu
a. Onder Afdeeling Angkola Sipirok beribukota di Padang Sidimpuan.
b. Onder Afdeeling Padang Lawas beribukota di Sibuhuan.
c. Onder Afdeeling Mandailing Natal beribukota di Kota Nopan.
Setiap Onder Afdeeling dibagi lagi atas District yang dikepalai oleh
Asisten Demang. Nama-nama Disrict menurut Onder Afdeeling adalah sebagai
berikut :
a. Onder Afdeeling Angkola-Sipirok, terdiri dari tiga District, yaitu :
1) District Angkola beribukota di Padang Sidimpuan.
2) District Batang Toru beribukota di Batang Toru.
3) District Sipirok beribukota di Sipirok.
93
94

Ibid.
http:// horasnews.com/sejarah-tapanuli-selatan/

Universitas Sumatera Utara

65

b. Onder Afdeeling Padang Lawas terdiri dari tiga District, yaitu :
1) District Padang Lawas beribukota di Gunung Tua.
2) District Barumun dan Sosa beribukota di Sibuhuan.
3) District Dolok beribukota di Sipiongot.
c. Onder Afdeeling Mandailing dan Natal terdiri dari lima District, yaitu :
1) District Panyabungan beribukota di Panyabungan.
2) District Kota Nopan beribukota di Kota Nopan.
3) District Muara Sipongi beribukota di Muara Sipongi.
4) District Natal beribuko ta di Natal.
5) District Batang Natal beribukota di Muara Soma. 95
Setiap District dibagi lagi atas beberapa Hakuriaan yang dulunya disebut
Luhat dikepalai oleh seorang Kepala Kuria, yaitu sebagai berikut :
a. District Padang Sidimpuan terdiri dari 4 Kuria, yaitu Hutaimbaru,
Muaratais, Pijor Koling, dan Batunadua/Pargarutan.
b. District Batang Toru terdiri dari 2 Kuria, yaitu Marancar dan Batang Toru.
c. District Sipirok terdiri dari 3 Kuria, yaitu Sipirok Godang, Baringin dan
Parau Sorat.
d. District Padang Bolak hanya terdiri dari 1 Kuria, yaitu Gunung Tua.
e. District Barumun dan Sosa terdiri dari 2 Kuria, yaitu Simangambat dan
Ujung Batu.
f. District Dolok terdiri dari 1 Kuria, yaitu Sipiongot.

95

http:// www.tapanuliselatankab.go.id/2011/06/sejarah.html.

Universitas Sumatera Utara

66

g. District Panyabungan terdiri dari 5 Kuria, yaitu Pidoli Bukit, Kota Siantar,
Panyabungan Julu, Panyabungan Tonga, dan Gunung Baringin.
h. District Kota Nopan terdiri dari 5 Kuria, yaitu Tamiang, Manambin, Maga,
Kota Nopan, dan Panombangan.
i.

District Muara Sipongi terdiri dari 3 Kuria, yaitu Pakantan Lombang, Ulu,
dan Pakantan Duali.

j.

District Natal hanya terdiri dari 1 Kuria, yaitu Natal.

k. District Batang Natal juga terdiri dari 1 Kuria, yaitu Kuria Muara
Sipongi. 96
Setiap Luhat atau Kuria dibagi lagi atas beberapa Kampung yang dikepalai
oleh seorang Kepala Kampung (Kampoeng Hoofd). Jika sebuah kampung
mempunyai penduduk yang jumlahnya banyak maka Kepala Kampung dibantu
oleh seorang Kepala Ripe. 97
Pada masa penjajahan Jepang, struktur pembagian daerahnya sama saja,
hanya penggantian penyebutan istilah daerahnya saja.

3. Masa Pasca Kemerdekaan
Dalam perkembangan berikutnya, sesudah agresi Belanda, di Tapanuli
Bagian Selatan dibentuk tiga Kabupaten untuk menggantikan istilah Onder
Afdeeling yang dipimpin oleh Asisten Residen yang digunakan sebelumnya.
Istilah Kabupaten mengikuti sebutan yang sudah lama digunakan di Jawa yang
setingkat dengan Onder Afdeeling di Keresidenan Tapanuli.

98

96

Ibid.
Sopopanision.blogspot.co.id/2012/06/asal-usul-nama-tapanuli-selatan.html.
98
Ibid.

97

Universitas Sumatera Utara

67

Tiga Kabupaten yang dibentuk adalah sebagai berikut :
a. Kabupaten Angkola Sipirok beribukota di Padang Sidimpuan;
b. Kabupaten Mandailing Natal beribukota di Panyabungan; dan
c. Kabupaten Padang Lawas beribukota di Gunung Tua.

4

Masa Unifikasi Kabupaten Tapanuli Bagian Selatan
Setelah Indonesia mendapatkan kedaulatan penuh pada akhir tahun 1949,

maka pembagian administrasi pemerintahan mengalami perubahan. Pada tahun
1950, Daerah Tapanuli Bagian Selatan dibentuk menjadi Kabupaten dengan nama
Kabupaten Tapanuli Selatan. Selanjutnya Kabupaten Tapanuli Selatan sebagai
daerah otonom dipertegas kembali oleh pemerintah dengan UU Darurat No. 7
Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten-Kabupaten Dalam
Lingkungan Daerah Provinsi Sumatera Utara, yang mana dalam Pasal 1 ayat (10)
dikatakan bahwa yang menjadi daerah Kabupaten Tapanuli Selatan dan batasbatasnya adalah meliputi Afdeeling Padang Sidimpuan sesuai Staatsblad 1937 No.
563, yang diundangkan pada 24 Nopember 1956.
Dengan memperhatikan sejarah tersebut di atas maka disepakatilah hari
jadi Kabupaten Tapanuli Selatan pada tahun 1950 dan jatuh pada tanggal 24
Nopember, mengacu pada tanggal diundangkannya UU Darurat No. 7 Tahun 1956
yang dituangkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan No. 8
Tahun 2008. 99

99

http:// www.angkola.com/2012/05/sejarah-tapsel.html.

Universitas Sumatera Utara

68

Kabupaten Tapanuli Selatan kemudian dibagi ke dalam 18 Kecamatan,
yaitu sebagai berikut :
a. Dolok
b. Barumun
c. Barumun Tengah
d. Batang Angkola
e. Batang Natal
f. Batang Toru
g. Kota Nopan
h. Muara Sipongi
i.

Natal

j.

Padang Bolak

k. Padang Sidimpuan
l.

Panyabungan

m. Saipar Dolok Hole
n. Simangambat
o. Siabu
p. Sipirok
q. Sosa
r. Sosopan
Pada tanggal 30 Nopember 1982 terjadi pemekaran di Kecamatan Padang
Sidimpuan, yaitu menjadi 4 Kecamatan yang terdiri dari :
a.

Kecamatan Padang Sidimpuan Timur;

Universitas Sumatera Utara

69

b. Kecamatan Padang Sidimpuan Utara;
c. Kecamatan Padang Sidimpuan Barat; dan
d. Kecamatan Padang Sidimpuan Selatan.
Selanjutnya Kecamatan Padang Sidimpuan Utara dan Padang Sidimpuan
Selatan menjadi bagian dari Kota Administratif Padang Sidimpuan yang dibentuk
dengan PP No. 32 Tahun 1982. Kota administrasi bukanlah daerah otonom seperti
Kabupaten dan Kota, hanya dipimpin oleh Walikota dan Wakil Walikota tanpa
DPRD. 100
Setelah 10 tahun tidak terjadi pemekaran Kecamatan di Kabupaten
Tapanuli Selatan, maka pada tahun 1992 dilakukan lagi pemekaran, maka
berdasarkan PP No. 35 Tahun 1992, Kecamatan Natal dimekarkan menjadi tiga
Kecamatan dan pembentukan Kecamatan Siais yang berasal dari sebagian
Kecamatan Padang Sidimpuan Barat yang beribukota di Desa Simarpinggan.
Kemudian pada tahun 1996 dibentuk Kecamatan Halongonan yang merupakan
pemekaran dari Kecamatan Padang Bolak. 101
Resmi Kabupaten Tapanuli Selatan yang beribukota di Padang Sidimpuan
sebelum pemekaran terdiri dari 25 Kecamatan, dan satu Kota Administratif yaitu
Kota Administratif Padang Sidimpuan.

B. Pengimplementasian Pemekaran Daerah di Kabupaten Tapanuli Selatan
Proses penggalangan dukungan dan pengajuan usulan pemekaran, isu-isu
utama atau wacana yang sering ditonjolkan oleh elit-elit yang menggerakkan

100
101

http:// tapanulinadeges.blogspot.co.id/2013/03/sejarah-tapanuli-selatan.html.
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

70

pemekaran salah satunya adalah alasan ketertinggalan daerah yang akan
dimekarkan dari sentuhan program pembangunan kurang mendapat perhatian dari
pemerintah di Provinsi Induk atau Kabupaten Induk. Ataupun karena alasan jarak
dan letak geografi yang cukup jauh dari ibukota. Masyarakat sekitar pun akhirnya
tergoda untuk membentuk daerah otonom baru dengan memekarkan diri dari
Provinsi Induk atau Kabupaten Induk, dengan bayang-bayang hidup mereka akan
makmur seperti kehidupan orang yang rata-rata tinggal di daerah perkotaan.
Sebelum terjadi pemekaran daerah, Kabupaten Tapanuli Selatan adalah
Kabupaten terluas di Provinsi Sumatera Utara, yaitu sekitar 18.006 km2 atau 26 %
dari daerah Provinsi Sumatera Utara. 102 Dari segi sosial budaya dan demografi.
Wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan dihuni oleh dua kelompok etnik mayoritas
dan dominan yaitu etnik Mandailing dan etnik Angkola. Karena itu latar
pemekaran pertama yang dirancang sejak tahun 1992 adalah alasan etnik tersebut,
selain karena hamparan wilayah yang cukup luas serta potensi daerah lainnya
(faktor-faktor objektif sesuai syarat pemekaran daerah).
Penggagas utama pengimplementasian pemekaran daerah di Kabupaten
Tapanuli Selatan adalah H. Raja Inal Siregar (Gubernur Provinsi Sumatera Utara
1988-1998). Raja Inal Siregar mengundang beberapa tokoh dari Kabupaten
Tapanuli Selatan agar hadir di Medan untuk membahas masalah pemekaran, yang
mana hasil pertemuan itu dimuat dalam Surat Keputusan No. 15/KPTS/1992

102

http://waspadamedan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=4461:bapomi=su
mut-buru-rangking-4sumbar-absen&catid=40:olahraga

Universitas Sumatera Utara

71

tertanggal 21 Maret 1992 tentang Persetujuan Pemekaran Wilayah Kabupaten
Tapanuli Selatan. 103
Hasil dari pertemuan dimaksud di atas adalah rencana pemecahan
Kabupaten Tapanuli Selatan menjadi 1 Kota dan 3 Kabupaten, yaitu :
a. Kota Padang Sidimpuan.
b. Kabupaten Angkola Sipirok beribukota di Sipirok.
c. Kabupaten Mandailing Natal beribukota di Panyabungan.
d. Kabupaten Padang Lawas beribukota di Sibuhuan. 104
Adanya pemikiran ke arah pembagian tersebut adalah dikarenakan latar
belakang sejarah yang dahulunya memang Kabupaten Tapanuli Selatan sebelum
masa unifikasi terdiri atas tiga Kabupaten.
Pemekaran Kabupaten Tapanuli Selatan pertama kali diimplementasikan
pada tanggal 9 Maret 1999 dengan diterbitkannya UU No. 12 Tahun 1998 tentang
Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Toba Samosir dan Kabupaten Daerah
Tingkat II Mandailing Natal tertangga 23 November 1998. Maka Kabupaten
Tapanuli Selatan dipecah menjadi dua, yaitu
a. Kabupaten Mandailing Natal beribukota di Panyabungan yang mana
daerah administratornya terdiri atas 8 Kecamatan, yaitu Kecamatan
Panyabungan, Kecamatan Siabu, Kecamatan Kota Nopan, Kecamatan

103

http:// beritasore.com/2009/08/11 pemekaran-padang-lawas-keberhasilan-masyarakat-dan-timpemekaran/
104
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

72

Muara Sipongi, Kecamatan Batang Natal, Kecamatan Natal, Kecamatan
Batahan dan Kecamatan Muara Batang Gadis, 105 dan
b. Kabupaten Tapanuli Selatan yang beribukota di Padang Sidimpuan yang
daerah administratornya terdiri dari 16 Kecamatan (dikurangi daerah yang
menjadi cakupan daerah Kabupaten Mandailing Natal).
Berdasarkan apa yang dimuat di bagian Konsideran UU No. 12 Tahun
1998, dasar hukum pengimplementasian pemekaran daerah ini adalah Pasal 3 dan
Pasal 4 UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan di Daerah, yang menyatakan
bahwa dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi dibentuk dan disusun Daerah
Tingkat I dan Daerah Tingkat II dengan memperhatikan syarat-syarat kemampuan
ekonomi, jumlah penduduk, luas daerah, pertahanan dan keamanan nasional
dengan

syarat-syarat

lain

yang

memungkinkan

daerah

melaksanakan

pembangunan, pembinaan kestabilan politik dan kesatuan bangsa dalam rangka
pelaksanaan otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab.
Kabupaten Mandailing Natal memiliki luas 6.620, 70 km2 atau 9,23 % dari
wilayah Provinsi Sumatera Utara dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan.
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat.
c. Sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Indonesia.
d. Sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat.
Faktor utama penyebab pemekaran Kabupaten Mandiling Natal dari
Kabupaten Tapanuli Selatan adalah latar belakang sejarah. Dalam hal ini sejarah
105

Pasal 3 ayat (2) UU No. 12 Tahun 1998 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II
Toba Samosir dan Kabupaten Daerah Tingkat II Mandailing Natal.

Universitas Sumatera Utara

73

di Kabupaten Tapanuli Selatan mencatat ada perbedaan pandangan yang tajam
dari beberapa Luhat pada Kabupaten ini, yaitu Luhat Sipirok, Luhat Mandailing,
Luhat Natal, dan Luhat Padang Lawas tentang terminologi suku Batak. Dengan
demikian sudah berbeda pula dari segi etnis dan tata bahasa. 106 Serta faktor luas
wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan yang meliputi seperempat daerah Provinsi
Sumatera Utara sebagaimana dijelaskan sebelumnya.
Sebanyak 45% hasil pendapatan daerah Kabupaten Mandailing Natal
adalah berasal dari pertanian, lainnya berasal dari pertambangan dan penggalian,
industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih, perdagangan, hotel dan restoran,
pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, serta
jasa-jasa lainnya. Kabupaten Mandailing Natal juga memperoleh pendapatan lain
yang berasal dari pariwisata yang ada di sana, yang terkenal diantaranya
Pemandian Air Panas Si Banggor, Danau Marambe, Sungai Aek Godang, Air
Panas Sampuraga dan Pegunungan Sorik Marapi yang banyak dikunjungi
wisatawan baik lokal ataupun mancanegara.
Tujuan utama dari pengimplementasian pemekaran daerah tersebut adalah
mensejahterahkan masyarakat ditunjukkan dengan meningkatnya pertumbuhan
ekonomi daerah bersangkutan. Kabupaten Mandailing Natal, setelah pemekaran
daerah, pertumbuhan ekonominya memang bergerak naik dengan sangat cepat dan
pemerataan pendapatan di Kabupaten ini menunjukkan hasil yang semakin
membaik. Namun berbeda dengan keadaan Kabupaten Tapanuli Selatan sebagai
Kabupaten Induk dari pemekaran ini. Pertumbuhan perekonomian Kabupaten
106

Agus Supriadi Hrp, Pengaruh Pemekaran Kabupaten Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan
Pemerataan Pendapatan : (Studi tentang Pemekaran Kabupaten Tapanuli Selatan), Tesis S-2, UI.

Universitas Sumatera Utara

74

Tapanuli Selatan setelah pemekaran tidak menunjukkan hasil yang bagus dimana
pertumbuhannya sangat lambat, diperparah lagi dengan keadaan pemerataan
pendapatan semakin buruk dan semakin senjang. 107
Dari tahun 1999 hingga kini, Kabupaten Mandailing Natal dan Kabupaten
Tapanuli Selatan juga masih diselimuti dengan sengketa tapal batas yang berada
di antara Kecamatan Tano Tombangan, Kabupaten Tapanuli Selatan dan
Kecamatan Bonandolok, Kabupaten Mandailing Natal. Menurut info dari salah
satu warga yang berada di wilayah Bonandolok, warga dari Kecamatan Tano
Tombangan sudah berani memasuki daerah tapal batas yang disengketakan,
bahkan sudah mendatangkan alat berat dalam rangka pengelolaannya. Warga
Kecamatan Bonandolok jelas tidak menerima perlakuan ini, mereka terus
melakukan aksi bentrok dengan warga Kecamatan Tano Tombangan, dan
mengancam akan melakukan pengusiran warga Kecamatan Tano Tombangan dari
wilayah sengketa itu secara paksa apabila tidak juga diselesaikan sengketa tapal
batas ini.
Hal di atas menunjukkan hampir 18 tahun masalah pemekaran Kabupaten
Tapanuli Selatan dengan Kabupaten Mandailing Natal belum tuntas hingga kini.
Setelah dibentuknya Kabupaten Mandailing Natal, melalui :
a. Surat Bupati Tapanuli Selatan No. 135/1078/2000 tanggal 30 Nopember 2000,
b. Keputusan DPRD Tapanuli Selatan No. 01/PIMP/2001 tanggal 21 Januari
2001, serta
c. Surat Gubernur Sumatera Utara No. 135/1595/2001 tanggal 5 Pebruari 2001.

107

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

75

Maka diusulkan pemekaran daerah yang kedua, yaitu melalui pembentukan Kota
Padang Sidimpuan, yang akhirnya diimplementasikan dengan terbitnya UU No. 4
Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Padang Sidimpuan tertanggal 17 Oktober
2001.
Pembentukan Kota Padang Sidempun didasarkan pada UU No. 22 Tahun
1999 tentang Pemerintahan Daerah dan PP No. 129 Tahun 2000 tentang
Persyaratan

Pembentukan

dan

Kriteria

Pemekaran,

Penghapusan

dan

Penggabungan Daerah.
Kota Padang Sidimpuan mempunyai luas wilayah sebesar 11.465,66 Ha
dengan yang terdiri dari 5 Kecamatan, 58 Desa dan 20 Kelurahan. Kelima
Kecamatan dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Kecamatan Padang Sidimpuan Tenggara
2. Kecamatan Padang Sidimpuan Selatan
3. Kecamatan Batu Nadua
4. Kecamatan Padang Sidimpuan Utara
5. Kecamatan Padang Sidimpuan Hutaimbaru
Secara geografis, Kota Padang Sidimpuan secara keseluruhan dikelilingi
oleh Kabupaten Tapanuli Selatan sebagai Kabupaten induknya.
Dalam rangka peningkatan perekonomian, masyarakat Kota Padang
Sidimpuan lebih memprioritaskan usaha di bidang pertokoan, restoran dan
perhotelan, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan, dan sebagian kecilnya dari kegiatan pertanian dan perkebunan salak,
padi dan kelapa.

Universitas Sumatera Utara

76

Pasal 4 UU No. 4 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Padang
Sidimpuan menyatakan bahwa dengan dibentuknya Kota Padang Sidimpuan maka
wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan dikurangi wilayah Kota Padang Sidimpuan.
Dipertegas lagi dengan Pasal 5 yang menyatakan bahwa dengan dibetuknya Kota
Padang Sidimpuan, maka Kota Administratif Padang Sidimpuan dalam wilayah
Kabupaten Tapanuli Selatan dihapuskan. Dan dalam pasal-pasal berikutnya dalam
undang-undang tersebut sama sekali tidak ada disebutkan dimana letak ibukota
Kabupaten Tapanuli Selatan, artinya setelah pembentukan Kota tersebut sudah
tidak jelas dimana sebenarnya ibukota Kabupaten Tapanuli Selatan. Pusat
kegiatan pemerintahan Kabupaten Tapanuli Selatan masih berada di Kota Padang
Sidimpuan, tapi Kota Padang Sidimpuan bukan bagian dari daerah Kabupaten
Tapanuli Selatan.
Enam Tahun setelah Kota Padang Sidimpuan terbentuk, Kabupaten
Tapanuli Selatan kembali mengimplementasikan pemekaran daerah. Kali ini
usulan datang dari daerah Padang Lawas Utara dan Padang Lawas secara
bersamaan. Padahal pada saat perencanaan bersama dengan mantan Gubernur H.
Raja Inal Siregar kedua wilayah ini harusnya dibentuk satu Kabupaten saja, yaitu
Kabupaten Padang Lawas dengan ibukotanya adalah daerah Sibuhuan. Namun
kenyataannya adalah berbeda.
Salah satu tokoh dan pejuang pembentukan Kabupaten Padang Lawas
Utara melalui pemekaran daerah dari Kabupaten Tapanuli Selatan adalah H. Mara

Universitas Sumatera Utara

77

Hadi Hasibuan, bersama dengan Masrin Harahap, H. Baginda Siregar, Mulia
Lubis, dan Mangajara Tagor Hasibuan. 108
Pemekaran Kabupaten Tapanuli Selatan yang ketiga kali ini kemudian
diimplementasikan dengan dikeluarkannya UU No. 37 Tahun 2007 tentang
Pembentukan Kabupaten Padang Lawas Utara tertanggal 10 Agustus 2007,
dengan ibukotanya adalah Gunung Tua dan UU No. 38 Tahun 2007 tentang
Pembentukan Kabupaten Padang Lawas dengan ibukotanya adalah Sibuhuan yang
dikeluarkan

pada

hari

yang

sama.

Dasar

yuridis

yang

digunakan

mengimplementasikan pemekaran daerah ini adalah UU No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah yang disesuaikan dengan PP No. 78 Tahun 2007
tentang Tata Cara Pembentukan, Pemekaran dan Penggabungan Daearh.
Kecamatan yang menjadi cakupan wilayah Kabupaten Padang Lawas
Utara adalah sebagai berikut :
1. Kecamatan Batang Onang
2. Kecamatan Dolok
3. Kecamatan Dolok Sigompulan
4. Kecamatan Halongonan
5. Kecamatan Padang Bolak
6. Kecamatan Padang Bolak Julu
7. Kecamatan Portibi
8. Kecamatan Simangambat 109

108

http:// beritasore.com/2009/08/11 pemekaran-padang-lawas-keberhasilan-masyarakat-dan-timpemekaran/
109
Pasal 3 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Padang Lawas Utara.

Universitas Sumatera Utara

78

Berdasarkan Pasal 3 ayat (2) UU No. 37 Tahun 2007, maka daerah-daerah
tersebut ditambah pula dengan beberapa daerah yang sebelumnya menjadi
cakupan Kecamatan Angkola Timur, Kabupaten Tapanuli Selatan yaitu Desa
Pintu Bosi, Desa Sidong-dong, Desa Simaninggir, Desa Pangirkiran, Desa Sitabar,
Desa Suka Dame, Desa Parmeraan, Desa Simarloting, Desa Aek Godang, Dan
Desa Aek Nauli.
Kabupaten Padang Lawas Utara memiliki luas sebesar 3.918,05 km2
dengan batas-batas sebagai berikut :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Labuhan Batu
b. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan
c. Sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Riau
d. Sebelah Selatan berbatasan dengan Padang Lawas.
Dalam meningkatkan perekonomian daerah, masyarakat Kabupaten
Padang Lawas Utara lebih banyak berkecimpung di dunia pertanian dan
perkebunan. Perkebunan yang paling banyak adalah karet, ubi kayu, sawit dan
tanaman palawija. Dikarenakan padang yang cukup luas, sesuai namanya, maka
tidak heran juga banyak juga yang memiliki sumber pendapatan dari peternakan,
seperti kerbau, sapi dan kambing yang banyak dan terkenal dari daerah ini.
Biasanya juga para penduduk memelihara berpuluh-puluh ekor ternak. Selebihnya
adalah dari jasa-jasa, perdagangan, pariwisata dan restoran.
Sedangkan Kabupaten Padang Lawas dibentuk dengan 9 daerah
administrator yaitu sebagai berikut :
1. Kecamatan Barumun

Universitas Sumatera Utara

79

2. Kecamatan Barumun Tengah
3. Kecamatan Batang Lubu Sutam
4. Kecamatan Huristak
5. Kecamatan Huta Raja Tinggi
6. Kecamatan Lubuk Barumun
7. Kecamatan Sosa
8. Kecamatan Sosopan
9. Kecamatan Ulu Barumun. 110
Kabupaten Padang Lawas memiliki luas yang tidak jauh berbeda dengan
luas Kabupaten Padang Lawas Utara, yaitu sebesar 3.893 km2 dengan batas-batas
sebagai berikut :
a. Sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Riau
b. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan dan
Kabupaten M