Hak Perempuan di Keluarga Batak Toba (Studi tentang Kerentanan) Chapter III VI

BAB III
PEMAHAMAN HAK PEREMPUAN MENURUT PEREMPUAN
BATAK TOBA

3.1. Hak Perempuan secara umum menurut Perempuan Batak
Toba
Pemahaman informan tentang hak perempuan menurut informan saya
cukup beragam. Namun, hampir semua menganggap hak perempuan adalah hal
yang penting dan serius.

“Hak perempuan itu menurutku banyaklah, dinafkahi,
diberi kebebasan berpendapat, dilindungi, dihargai sebagai
perempuan.”
(Basaria Sitorus, 55 tahun)
“Hak kita ya sangat penting untuk dipenuhi, jangan waktu
sebelum nikah aja suami kita janji ini janji itu tapi setelah
menikah kita diperlakukan seenaknya aja. Kalau mau
hubungan dalam keluarga itu baik-baik aja berarti istri
harus bisa mendapat hak-haknya, karena jadi perempuan
itu gak mudah, banyak perjuangannya.”
(Basaria Sitorus, 55 tahun)


Menurut Ibu Basaria sebagai istri dirinya berhak mendapat apapun yang ia
butuhkan dari suami, mulai dari kebutuhan sehari-hari untuk kebutuhan rumah
tangga, kebutuhan pribadinya, sampai kebutuhan lain seperti kebutuhan uang
untuk arisan yang dilaksanakannya dengan teman-temannya.
Selain itu, pendapat yang tidak jauh beda juga diungkapkan oleh Ibu L.
Simatupang,

57

Universitas Sumatera Utara

“Sebagai perempuan saya menganggap hak perempuan itu
penting untuk dipenuhi karena jadi ibu rumah tangga itu
ga mudah ya, kelihatannya aja mudah tapi yang harus
diatur itu banyak dari anak, suami, sampai kebutuhan
lainnya. Jadi ibu rumah tangga itu pokoknya berpengaruh
sekali di suatu keluarga jadi hak seorang perempuan itu
dikeluarga sangat penting untuk diperhatikan apalagi
kayak saya ini yang juga mencari nafkah”

(L. Simatupang, 47 tahun)

Bagi Ibu L. Simatupang apabila seorang perempuan di penuhi hak-haknya
di sebuah keluarga, keluarga tersebut akan menjadi keluarga yang baik karena
sosok perempuan merupakan sosok yang sangat penting karena perannya yang
besar.
Selain itu ada juga yang menganggap Hak Perempuan itu tidak merupakan
hal yang besar tapi penting

“Hak ku sebagai perempuan ya dinafkahi oleh suami,
paling itu saja, selain itu saya cuma kebanyakan kewajiban
sebagai ibu rumah tangga ini”
(Priska Sirait, 47 tahun)

Menurut Ibu Priska Sirait, sebagai perempuan ia tidak memiliki banyak
hak, ia hanya perlu untuk dinafkahi oleh suami setiap hari, selain itu ia hanya
memiliki banyak kewajiban yang harus dilaksanakan sebagai perempuan. Dan
kewajibannya yang banyak tersebut disadarinya memang sebagai perannya
tersendiri sebagai perempuan.
Pendapat serupa juga diungkapkan oleh Ibu Rosmika Siahaan,


58

Universitas Sumatera Utara

“Ya kalo hak pastinya ya kita dikasih uang belanja
sebenarnya tapi ya uang belanjapun dari aku juganya. Tapi
kalo misalnya kewajiban banyak namanya juga udah kita
kerja, kita juga Ibu Rumah Tangga jadi pasti banyaklah
kerjaan” (Rosmika Siahaan, 51 Tahun)

Bagi Ibu Rosmika Siahaan hak perempuan merupakan hal yang sangat
penting diperhatikan karena banyaknya hal yang harus dikerjakan oleh seorang
perempuan apalagi bagi beliau yang juga merupakan perempuan pencari nafkah.
Selain itu, menurut Ibu M. Sitinjak hak perempuan juga penting. Namun
tidak seperti informan kebanyakan lainnya, Hak perempuan yang paling penting
baginya adalah dihargai, dihormati, dan disayangi. Ia merasa sangat penting untuk
diperlakukan dengan baik agar tetap bisa beraktifitas dengan baik tanpa merasa
terbebani akibat perlakuan yang tidak baik dari suaminya.


“Hak saya sebagai perempuan itu yang paling penting
menurutku dihormati dan dihargai ya dek karena kalaupun
ga dinafkahi aku ga akan susah karna aku juga punya
pekerjaan sendiri” (M. Sitinjak, 43 Tahun)
Selain itu, Ibu M. Sihombing berpendapat bahwa Hak Perempuan sangat
penting karena besarnya perjuangan perempuan dalam rumah tangga.

“Hak perempuan menurutku ya semua yang berhak kita
dapatkan dek kayak diberi uang bulanan sama suami.”
(M. Sihombing, 43 tahun)
“Hak perempuan itu menurut saya penting sekali karena
semuanya yang ngerjain kerjaan rumah tangga itukan kita
sebagai perempuan, yang melahirkan perempuan, yang

59

Universitas Sumatera Utara

mengurus anak-anak di keluarga pun perempuan lagi jadi
pasti pentinglah dipenuhi hak-haknya”

(M. Sihombing, 43 tahun)

Berdasarkan pendapat-pendapat informan saya yaitu perempuan Batak
tentang Hak Perempuan, semua mengatakan bahwa Hak Perempuan itu sangatlah
penting untuk dipenuhi dan tidak diabaikan karena tidak mudahnya menjadi
seorang perempuan dengan banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan belum lagi
kalau perempuan tersebut adalah juga pencari nafkah.
Hampir semua informan juga berpendapat bahwa hak yang paling penting
untuk mereka dapatkan adalah dinafkahi oleh suami. Selain itu hak lainnya yang
tidak kalah penting menurut informan adalah hak untuk diperlakukan dengan baik.

3.2. Hak Perempuan dalam Keluarga Batak Toba Menurut
Pandangan Informan
1. Basaria Sitorus
Menurut Basaria Sitorus haknya dalam keluarga yaitu Keluarga Batak
Toba tidak terlalu banyak namun ia pernah merasakan haknya yang sedikit
tersebut cenderung dikesampingkan.

’Kalo hak saya dikeluarga itu adalah mendapat tanggung
jawab dari kepala rumah tangga. Apapun yang kita

perlukan harusnya dipenuhi sama kepala rumah tanggalah.
Contohnya menafkahi keluarga sehari—hari.’

Sejak pertama menikah, Ibu Basaria baik-baik saja dengan keluarganya
dan Ibu Basaria merasa ia adalah Ibu Rumah Tangga biasa yang hanya mengurus

60

Universitas Sumatera Utara

pekerjaan rumah, kelima anaknya, dan suaminya yang berprofesi sebagai supir
angkot. Namun kemudian berkurangnya sewa angkutan membuat keadaan
finansial dari keluarga Ibu Basaria semakin memburuk karena anak-anaknya
yang juga yang membutuhkan banyak biaya untuk pendidikan. Menyadari hal
tersebut Ibu Basaria pun menyarankan agar suaminya, Pak Pangaribuan untuk
mencari pekerjaan lain, namun Pak Pangaribuan tidak dapat menemukan
pekerjaan lain. Sehingga karena semakin merasa kurangnya uang untuk kebutuhan
mereka, Ibu Basaria pun melatih lagi kemampuannya dalam membuat lampet
yang sebelumnya telah dipelajarinya dari orangtuanya ketika ia masih gadis. Pada
awalnya Ibu Basaria hanya berjualan lampet di sekitaran rumahnya saja berjalan

kaki dan berkeliling mengitari gang-gang di sekitar lingkungan rumahnya yaitu
kelurahan Kenangan. Dan ternyata usaha Ibu Basaria memberikan hasil yang baik.
Ia bisa mendapatkan tambahan uang untuk membantu meringankan kebutuhan
sehari-hari dan bahkan sampai melebihi penghasilan dari suaminya sebagai Supir
Angkot yang sedikit bahkan tidak ada karena Pak Pangaribuan akhirnya berhenti
bekerja karena menurut pengakuannya ia capek bekerja tapi tidak mendapatkan
uang karena tidak adanya sewa. Mengetahui hal tersebut, Ibu Basaria merasa
keberatan karena disitulah ia merasa haknya yang sudah dikesampingkan oleh
suaminya karena tidak lagi dinafkahi melainkan ia yang menafkahi keluarganya
dari usaha lampet yang digelutinya. Sejak saat itu Ibu Basaria harus bekerja keras
dari pagi subuh sampai tengah malam untuk membuat dan menjual lampet.
Pada saat itu Ibu Basaria mengaku sangat berat dalam menjalani hariharinya melihat suaminya hanya lebih banyak menghabiskan waktu dirumah

61

Universitas Sumatera Utara

sedangkan suami teman-temannya / tetangganya pagi-pagi telah meninggalkan
rumah untuk bekerja untuk keluarganya.
“Saya dulu suka merasa iri sama teman-teman saya yang

tidak harus repot bekerja keras seperti ini dan suaminya
bisa menafkahi keluarganya istilahnya kalo di dalam
bahasa batak itu “mangapian” kita melihat mereka”
Ibu Basaria mengaku ia kadang merasa iri melihat temannya / ibu rumah
tangga di keluarga lain karena ia harus tetap bekerja setiap saat tidak berhenti
karena pekerjaan rumah juga yang tidak kalah banyaknya seperti masak, mencuci
pakaian, membersihkan rumah dan mengurus anak-anaknya.

“Ya bisalah kau bayangkan dek kayak mana kita rasa
melihat suami nganggur, uang gak ada, anak minta uang
gak ada yang bisa dikasih”
Hal tersebutlah yang dirasa Ibu Basaria Sitorus tidak adil, sebagai
perempuan ia berhak untuk dinafkahi namun ia tidak bisa mendapatkan haknya
tersebut bahkan ia harus melakukan beban ganda dimana selain mencari nafkah,
bekerja dari pagi sampai malam, ia juga harus mengurus anak dan kegiatan urusan
rumah tangga.
Belum lagi hal lain yang bisa membuat Ibu Basaria semakin sedih dan
berat menjalani harinya yaitu apabila lampet yang telah dibuat oleh Ibu Basaria
banyak tidak laku terjual, pesanan orang yang ternyata tidak jadi / dibatalkan dan
anak-anaknya yang tidak bisa diatur.

Namun walaupun merasa berat dalam melakukan semua pekerjaan yang
tidak sedikit tersebut, Ibu Basaria Sitorus tetap saja harus menyelesaikannya

62

Universitas Sumatera Utara

karena Ibu Basaria Sitorus berpikir bahwa ia harus kembali pada kenyataan bahwa
kalau ia berhenti bekerja keras maka keluarganya tidak bisa makan dan sebagai
perempuan Batak, ia tidak bisa banyak mengeluh dan menuntut kepada suami
karena ia merasa sudah “dibeli” oleh pihak laki-laki / suami.

2. Priska Sirait
Bagi Ibu Priska Sirait, istri dari Pak Siregar yang tidak memiliki pekerjaan
sudah sejak 5 tahun dan sebagai sebagai seorang Ibu tiga anak yang mencari
nafkah sendiri untuk kehidupan sehari-harinya yaitu berdagang pakaian bekas di
pasar loak yaitu Pajak sambu sejak dari pagi jam 7 pagi sampai jam 8 malam.
Beliau merasakan bahwa Haknya sebagai perempuan sangat dikesampingkan.

“Ibaratnya kan udah hanya saya yang merawat anak dari

kecil, mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga, ikut
mencari nafkah bahkan uang rokoknya pun dari saya,
aturan kan saya yang minta uang dari dia, tapi udah
gitupun tetap suami saya sikapnya suka kasar berarti hak
saya sebagai perempuan hampir tidak ada saya dapat
malah saya merasa terbebani”

Selain merasa terbebani karena hal tersebut, Ibu Priska Sirait juga kadang
sedih karena ia beberapa kali bertikai dengan suaminya yaitu berkelahi adu mulut
yang akan terdengar oleh tetangga dan pertikaian tersebut sampai pada temantemannya karena telah menjadi bahan cerita bagi orang-orang disekitarnya. Ibu
Priska Sirait sadar bahwa tetangganya bisa mendengar mereka bertikai karena
suara adu mulut yang keras namun rasa malunya tidak bisa ia tutupi lagi karena
rasa amarahnya pada suaminya dan karena sudah terbiasa bertikai.

63

Universitas Sumatera Utara

Namun bagi Ibu Priska Sirait, semuanya ia terima dengan ikhlas saja
daripada berdiam diri dirumah saja, ia lebih memilih untuk mengalah walaupun

sebenarnya ia merasa tak adil, karena motivasi beliau yang paling besar adalah
ketiga anaknya yang masih duduk di bangku SD. Menurut Ibu Priska Sirait,
kekuatannya yang didapat dari ketiga anaknya sangat besar dan bisa membuatnya
semangat untuk tetap bekerja demi keluarganya, terlebih ketiga anak Ibu Priska
Sirait sangat condong atau jauh lebih dekat pada beliau dari pada dengan ayahnya.
Selain anak-anaknya Ibu Priska Sirait juga menjadikan Tuhan sebagai
motivasinya, Ibu Priska Sirait selalu berdoa dan selalu mengikuti ibadah di gereja
dan ibadah “partangiangan” setiap hari Kamis malam dan berharap suaminya
bisa terbuka hatinya dan bisa mencari pekerjaan supaya suaminya tidak hanya
berdiam dirumah saja, ke kedai tuak, dan lebih memerhatikan hak Ibu Priska
Sirait sebagai seorang isteri khususnya dinafkahi dan diperlakukan lebih baik.
Diluar dari hal itu, apabila Ibu Priska Sirait bisa dinafkahi dan suaminya
memperlakukan beliau dengan lebih baik, Ibu Priska Sirait akan merasa nyaman
sebagi seorang istri. Ia senang mengurus anak-anak dan rumah tangganya dengan
baik termasuk mencari nafkah, Ibu Priska Sirait juga tidak mau menceritakan
ketidakadilan yang ia alami di rumahtangganya kepada pihak keluarga suami
karena Ibu Priska Sirait sadar dan sangat merasakan bahwa ia sudah “dibeli” oleh
pihak keluarga suaminya dengan sinamot, jadi ia merasa harus menjadi
perempuan yang bekerja keras dan baik di mata mertua dan keluarga dari pihak
suaminya.
Ibu Priska Sirait merasa hal tersebut penting dan adil seorang perempuan
batak harus bekerja keras dan lebih mengabdi kepada keluarga pihak suami karena

64

Universitas Sumatera Utara

Ibu Priska Sirait juga memiliki adik laki-laki yang nantinya istrinya juga harus
lebih mengabdi pada orangtua suaminya daripada orangtuanya sendiri. Namun ia
hanya berharap sikap suaminya yang kasar bisa berubah menjadi lebih baik dalam
memperlakukannya karena apabila suaminya mau berubah, Ibu Priska Sirait tidak
akan merasa terbebani lagi dalam menjalani perannya sebagai perempuan di
Keluarga Batak Toba.
3. L. Simatupang
Menurut Ibu L. Simatupang Hak Perempuan baik dari suku bangsa Batak
ataupun suku bangsa lainnya adalah sesuatu hal yang penting dan perlu untuk
dipenuhi. Walaupun menurutnya ia sebagai perempuan Batak belum mendapatkan
hak yang seharusnya ia dapat di keluarga yaitu dari suaminya. Hak tersebut
adalah dalam hal Hak dinafkahi dan Hak diperlakukan dengan baik.

“Ya pastinya ada lah ya dek pengaruh dari patriarki itu,
karena kita kan sebagai perempuan sudah “dibeli” tapi
saya sebagai perempuankan juga punya hak. Jangan hak
laki-laki saja yang harus dipenuhi juga, tapi hak
perempuan juga harus diperhatikan.”
Dalam hal mencari nafkah di Keluarga, menurut Ibu L. Simatupang yang
paling berperan besar adalah dirinya sendiri dan bukan suaminya. Ibu L.
Simatupang mengaku ia mau menikah dengan suaminya karena melihat suaminya
telah memiliki gelar yaitu Sarjana Hukum yang dikira Ibu L. Simatupang gelar
tersebut agak bisa menjamin bahwa suaminya bisa mendapat pekerjaan yang
bagus kelak dan bisa memenuhi nafkah keluarga mereka, dan walaupun Ibu L.
Simatupang yang hanya tamatan dari SMA. Namun setelah menunggu setelah
pernikahan mereka, suaminya tidak kunjung mendapat pekerjaan yang menuntut

65

Universitas Sumatera Utara

Ibu L. Simatupang harus mencari pekerjaan. Sehingga ia berinisiatif membuka
yayasan yang menyalurkan Baby Sitter yang disarankan oleh Kakak
perempuannya. Setelah itu Ibu L. Simatupang juga mengajari suaminya agar
suaminya bisa membantu Ibu L. Simatupang dalam menjalankan bisnis mereka
tersebut dan agar Ibu L. Simatupang tetap menunggu sampai suaminya
mendapatkan pekerjaan yang lebih bagus. Namun bagi Ibu L. Simatupang,
suaminya tidak banyak membantu dalam bisnis yang dibukanya tersebut dan
pekerjaan juga tetap tidak bisa didapatkan oleh suaminya.
Lelah menanti Ibu L. Simatupang pun mempertanyakan hal tersebut
kepada suaminya. namun jawaban yang didapat oleh Ibu L. Simatupang hanya
bentakan dan perlakuan kasar dari suaminya. dan sejak saat itu mereka sangat
sering bertikai dan semakin sering dalam adu pendapat. Sejak saat itulah Ibu L.
Simatupang merasakan bahwa Hak nya sebagai perempuan diabaikan dan
hubungan antara keduanya memburuk.
“Perasaanku ya sedih sekalilah dek digitukan, udah aku
yang nyari nafkah, ditambah sikap dia yang kasar, ya aku
makin sering ngamuk-ngamuk sejak saat itu.”
Dari situ Ibu L. Simatupang menyadari bahwa ternyata gelar yang didapat
di Perguruan Tinggi tidak menjamin seseorang untuk mendapat pekerjaan yang
bagus dan rasanya sangat tidak enak apabila haknya sebagai perempuan
diabaikan.

66

Universitas Sumatera Utara

4. Rosmika Siahaan
Menurut Ibu Rosmika Siahaan haknya yang dirasa terabaikan adalah hak
dinafkahi. Ibu Rosmika Siahaan pernah tidak dinafkahi selama 6 tahun oleh
suaminya 3 tahun lalu. Dan selama 6 tahun tersebut juga Ibu Rosmika Siahaan
dan suaminya sering bercekcok dan selisih pendapat karena suaminya yang tidak
memiliki pekerjaan. Sebelumnya suami Ibu rosmika Siahaan pernah bekerja
sebagai buruh bangunan namun karena tidak mendapat panggilan lagi suami Ibu
Rosmika Siahaan pun hanya menghabiskan waktu di rumah dan tidak mencari
pekerjaan.
Ibu Rosmika Siahaan yang merupakan perempuan pekerja keras yang
melaksanakan pekerjaannya yaitu pedagang cabai di Pajak Suka Ramai yang akan
mulai bekerja mulai dari dijemput mobil pick up bersama temannya pedagang lain
untuk belanja dari pukul 12.00 sampai jam 01.00 pagi di Pasar Induk, Tuntungan
kemudian dilanjutkan berdagang cabai yang dibelinya tersebut sampai malam
pukul 20.00.
Namun sekarang Ibu Rosmika Siahaan tidak merasakan hak nya yang
diabaikan tersebut seperti 3 tahun yang lalu karena suaminya telah bekerja yaitu
ikut membantu Ibu Rosmika Siahaan dalam berdagang cabai di Pajak Suka Ramai
tersebut.
Walaupun sekarang suaminya telah membantu Ibu Rosmika Siahaan
berjualan, namun Ibu Rosmika mengaku bahwa ialah yang lebih capek karena
lebih banyak pekerjaan karena selain juga mengurus rumah tangga, dalam hal
berjualan cabai di Pajak suka Ramai juga pekerjaan suaminya lebih ringan karena

67

Universitas Sumatera Utara

tidak perlu berangkat mulai bekerja mulai dari pukul 12.00 subuh seperti dirinya
tapi hanya dari pukul 06.00 pagi.
Bagi Ibu Rosmika Siahaan budaya patriarki didalam suku Batak juga
merupakan salah satu pengaruh dalam hal haknya yang terabaikan yaitu dinafkahi.

“Kalo di orang batak inikan yang paling berkuasa pihak
laki-laki dek, jadi tidak boleh ditentang, kita harus nurut
karena mereka yang mengatur, kita perempuan ya bisanya
mengalah aja.”
Ibu Rosmika Siahaan menyadari bahwa ia adalah seorang perempuan
Batak yang sudah “dibeli” oleh pihak laki-laki sehingga tidak bisa banyak
menuntut kepada suami. Saat haknya tersebut dirasa tidak diindahkan Ibu
Rosmika Siahaan merasa tersiksa dan capek karena pekerjaan yang banyak yang
harus dikerjakannya, namun karena sudah terbiasa sehingga Ibu Rosmika Siahaan
pun kadang mampu menutupi rasa sedihnya dengan kesibukan yang dijalaninya
baik bekerja di luar yaitu sebagai pedagang maupun dirumah sebagai Ibu rumah
Tangga mengurus keluarganya.
Ibu Rosmika Siahaan bahkan kadang akan menasihati anak-anak
perempuannya agar suatu saat apabila mereka ingin menikah mereka tidak usah
menikah dengan laki-laki dari suku Batak Toba karena menurutnya sebagai
perempuan yang sudah “dibeli” seperti sistem perkawinan di Suku Batak Toba
harus banyak mengalah dan banyak perjuangannya seperti yang dialaminya,
sehingga anak perempuannya kelak tidak merasakan hal yang sama.
5. M. Sitinjak
Ibu M. Sitinjak adalah informan saya yang juga merupakan perempuan
Batak Toba pekerja keras yaitu yang bekerja sebagai penjahit yang akan mulai
68

Universitas Sumatera Utara

bekerja sejak pukul 08.00 pagi sampai jam 22.00 malam setiap harinya dan
kadang mulai sejak pukul 08.00 pagi sampai 02.00 pagi apabila sedang banyak
jahitan contohnya di hari hari besar / hari raya contohnya Hari Natal atau Tahun
Baru. Ibu M. Sitinjak juga merupakan perempuan Batak Toba yang tahu rasanya
bagaimana hak sebagai perempuan diabaikan di Keluarga Batak Toba karena ia
sendiri pernah mengalaminya. Haknya sebagai perempuan yang pernah
dikesampingkan adalah hak untuk dihargai.
Ibu M. Sitinjak pernah hampir dipulangkan kepada orangtuanya oleh pihak
suaminya karena tidak bisa memberikan anak untuk hadir dikeluarga mereka
setelah 6 tahun. Hal tersebut membuat pihak dari keluarga suami Ibu M. Sitinjak
merasa kecewa. Ditambah pula pada saat itu hubungan antara Ibu M. Sitinjak dan
suaminya sedang tidak baik karena suami Ibu M. Sitinjak yang ingin Ibu M.
Sitinjak mengusahakan agar cepat mengandung anak, sedangkan Ibu M. Sitinjak
tidak mau dan hanya mau menunggu dengan sabar karena ia merasa apabila sudah
saatnya maka Tuhan akan mengaruniakan mereka anak tanpa tergesa-gesa.
Pada saat itu Ibu M. Sitinjak merasa sangat tertekan batin sampai jatuh
sakit karena baik suami dan mertuanya selalu menuntut hal yang sama seakanakan Ibu M. Sitinjak adalah perempuan yang tidak layak untuk dijadikan istri dan
pikiran bahwa ia akan dipulangkan kepada orangtuanya membuat Ibu M. Sitinjak
semakin merasa sedih dan tidak bisa melakukan apa-apa. Pada saat itu Ibu M.
Sitinjak sempat tidak dapat bekerja selama 1 bulan karena sakit akibat dari
banyaknya pikiran.

“Aku disitu merasa sangat tidak adil lah dek, walaupun
aku udah dibeli kan tapi kalo namanya Tuhan belum bisa

69

Universitas Sumatera Utara

ngasih kita anak mau gimana dibuat. Padahal aku juga
kerjanya, semua kukerjain bahkan gajiku lebih besar, tapi
cuma karna anak aku mau dipulangkan”
Namun pada akhirnya Ibu M. Sitinjak tidak jadi dipulangkan kepada
orangtuanya karena kondisi mertua dari Ibu M. Sitinjak pada saat itu sakit yang
kemudian meninggal. Sejak saat itupun baik suami dan keluarga dari pihak suami
dari Ibu M. Sitinjak sepakat tidak pernah lagi menuntut agar Ibu M. Sitinjak untuk
memiliki anak.
Sejak saat itu hubungan antara Ibu M. Sitinjak pun menjadi membaik
kembali dan pada tahun 2015, Ibu M. Sitinjak diminta untuk merawat anak balita
dari adik perempuannya yang berasal dari Sidikalang. Ibu M. Sitinjak pun setuju
dan sudah mendapat izin dari suaminya untuk merawat anak dari adiknya tersebut
dan menganggapnya seperti anak kandung walaupun anak tersebut merupakan
anak yang memiliki kebutuhan khusus dan bukan anak kandung mereka. Sampai
sekarang anak tersebutpun tinggal dan dirawat dirumah Ibu M. Sitinjak dan
suaminya.

6. M. Sihombing
Menurut Ibu M. Sihombing haknya sebagai perempuan di Keluarga Batak
Toba

juga

pernah

dirasa

diabaikan.

Haknya

yang

pernah

cenderung

dikesampingkan yaitu Hak dinafkahi, dihargai, dan tidak diberi kebebasan dalam
bekerja.
Masalah tersebut muncul sejak 6 tahun yang lalu dimana Ibu M.
Sihombing pernah dipaksa untuk berhenti dari pekerjaannya yaitu sebagai
kariawan di sebuah kantor swasta. Alasan suami Ibu M. Sihombing ingin Ibu M.

70

Universitas Sumatera Utara

Sihombing harus berhenti dari pekerjaannya adalah karena sebagai perempuan
suaminya ingin Ibu M. Sihombing hanya fokus mengurus anak dan urusan rumah
tangga saja. Dan hal tersebut harus diterima oleh Ibu M. Sihombing karena ia
merasa suaminya adalah kepala keluarga sehingga ia harus setuju dengan
keputusan suaminya walaupun Ibu M. Sihombing sebenarnya mencintai
pekerjaannya karena ia senang sudah memiliki banyak teman di Kantor
sebelumnya dan senang melakukan pekerjaanya di kantor tersebut. Namun Ibu M.
Sihombing menyadari posisinya hanyalah seorang istri yang harus terima apa kata
dari suaminya. Sehingga walaupun merasa sedih ia tetap meninggalkan
pekerjaannya dan melakukan apa yang dikatakan suaminya untuk hanya fokus
pada keluarganya saja.
Setelah 20 tahun kemudian, Ibu M. Sihombing kembali harus merasakan
hak yang tidak diindahkan oleh suaminya yaitu tidak dihargai sebagai seorang istri
dan tidak dinafkahi. Ibu M. Sihombing merasa sangat terpukul karena ia
mengetahui bahwa ternyata suaminya telah bersama dengan perempuan lain
sementara mereka masih terikat dalam suatu hubungan suami istri yang memiliki
3 anak. Selain itu Ibu M. Sihombing juga semakin kecewa dan tersiksa karena
setelah mereka cekcok akibat keretakan rumah tangga mereka, sejak saat itu
suaminya tidak mau tingggal serumah lagi dan tidak mau menafkahi Ibu M.
Sihombing dan anak-anaknya.
Hal tersebut mengakibatkan Ibu M. Sihombing harus mengubah banyak
hal dalam hidupnya yang sebelumnya berkecukupan harus menjadi kekurangan.
Ibu M. Sihombing harus menjual barang-barangnya, pindah dari rumah
sebelumnya dan pindah ke rumah sewa yang lebih kecil bersama anak-anaknya.

71

Universitas Sumatera Utara

Ibu M. Sihombing juga harus mau mencari pekerjaan lagi untuk menafkahi anakanaknya sendiri.

“Semualah berubah dek, rumah pindah, anak pindah
sekolah, aku harus belajar naik kereta untuk bisa ngantar
anak-anak sekolah, untuk bisa kerja, untuk bisa makan,
semua cuma saya sendiri yang urus”
Saat ini Ibu M. Sihombing bekerja sebagai pemegang uang jula-jula yang
dilaksanakannya dengan temannya ibu-ibu yang kebanyakan berdagang di Pajak
Enggang di Perumnas Mandala. Ibu M. Sihombing akan mendapat komisi 10%
dari jula-jula tersebut yang akan diperoleh sekali dalam sepuluh hari. Pekerjaan
inilah yang bisa dilakukannya karena ia tidak harus meninggalkan rumah sangat
lama meninggalkan anaknya yang masih duduk di Sekolah Dasar dan anak
ketiganya yang memiliki kebutuhan khusus.
Sosok anak sangat menyemangati Ibu M. Sihombing ditengah masalah
yang dihadapinya. Ibu M. Sihombing mau melakukan apa saja asal anaknya bisa
makan dan sekolah. Hal tersebut juga ditunjukkan dengan anak pertama Ibu M.
Sihombing yang saat ini sedang kuliah di Perguruan Tinggi walaupun biaya
kuliah yang dibutuhkan sangat banyak Ibu M. Sihombing selalu bekerja keras
untuk bisa membiayainya sendiri.
Ibu M. Sihombing merasa sangat kecewa karena sebagai perempuan yang
baik ia sudah mau menuruti apa yang dikatakan suaminya untuk berhenti dari
pekerjaannya. Namun walaupun sudah merelakan pekerjaannya, tetap saja ia
masih tidak dihargai haknya. Selain itu juga Ibu M. Sihombing semakin merasa
tertekan batin karena pihak dari keluarga suaminya yang awalnya saja membela

72

Universitas Sumatera Utara

dirinya namun kemudian malah mendukung suaminya yang diduga Ibu M.
Sihombing karena suaminya merupakan anak laki-laki sehingga selalu
diutamakan.

3.3. Kekeliruan membedakan antara Hak dan Kewajiban
Hak adalah segala sesuatu yang harus di dapatkan oleh setiap orang yang
telah ada sejak lahir bahkan sebelum lahir. Di dalam Kamus Bahasa Indonesia hak
memiliki pengertian tentang sesuatu hal yang benar, milik, kepunyaan,
kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan oleh
undang-undang, aturan, dsb), kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk
menuntut sesuatu, derajat atau martabat. Sedangkan kewajiban adalah sesuatu
yang wajib dilaksanakan, keharusan (sesuatu hal yang harus dilaksanakan).
Pada saat melakukan penelitian saya agak mengalami kendala saat
mewawancarai informan yaitu seringnya informan menjawab dan bercerita
tentang kewajiban mereka sebagai perempuan di keluarga ketika saya bertanya
tentang hak perempuan. Sehingga perlu untuk mengulang pertanyaan dan lebih
memperjelas antara hak dan kewajiban dari informan. Dan dari seluruh informan
yang saya wawancarai pun hampir semua informan memiliki persamaan dalam
memaparkan tentang Hak dan Kewajiban perempuan yaitu ketika informan
menjelaskan pendapat mereka tentang kewajiban, masing-masing informan dapat
menjelaskannya dengan lancar dan dapat menceritakannya dengan lengkap
sebagaimana perannya sebagai perempuan yaitu istri dan ibu di keluarga / rumah
tangga.

73

Universitas Sumatera Utara

Namun ketika akan memaparkan tentang Hak-hak mereka, beberapa
informan tampak berfikir lama untuk bisa akhirnya menjelaskan tentang Hak
mereka sebagai Perempuan. Ada pula informan yang menyadari bahwa ia telah
menjawab kewajiban ketika saya bertanya tentang hak karena menurut informan
ia hanya tamatan SD sehingga tidak mengerti banyak tentang perbedaan hak dan
kewajiban. Sehingga hal tersebut seperti mencerminkan bahwa para informan
lebih mengutamakan kewajiban mereka sebagai perempuan daripada hak.

74

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
HAK PEREMPUAN BATAK TOBA

4.1. Hak dinafkahi
Hak untuk dinafkahi yang dibahas didalam subbab ini berdasarkan hasil
wawancara dengan informan ada 2 yaitu nafkah lahir (material) dan nafkah batin
(immaterial). Nafkah itu sendiri adalah kata yang berasal dari bahasa Arab yaitu
nafaqah, yang memiliki arti biaya, belanja atau pengeluaran. Berdasarkan Kamus
Besar Bahasa Indonesia, nafkah adalah belanja untuk hidup; uang pendapatan,
selain itu juga berarti bekal hidup sehari-hari, rezeki.
Nafkah lahir terhadap isteri yang dimaksud disini adalah segala hal yang
berkaitan dengan kebutuhan sehari-hari dan lebih kepada material dan dapat
dilihat langsung yang didapat istri dari suami.

4.1.1. Nafkah Lahir
4.1.1.1. Sandang
Sandang merupakan pakaian yang berfungsi sangat penting dalam
kehidupan, yang antara lain menutup aurat, pelindung tubuh, dipakai untuk
ibadah, dan lain-lain. Sehingga perempuan memiliki hak untuk mendapat pakaian
yang layak dengan fungsi-fungsi tersebut dari suaminya.
4.1.1.2. Pangan
Makanan menjadi kebutuhan pokok manusia bisa bekerja, beribadah,
melakukan berbagai aktifitas lainnya dengan baik, Sebab tanpa makanan manusia
tidak punya energi untuk bertahan hidup. Menurut informan, perempuan berhak

75

Universitas Sumatera Utara

mendapatkan nafkah pangan yang dimana suami akan memberi uang bulanan
yang nantinya akan diatur dan diolah sampai menjadi makanan dan juga termasuk
didalamnya Sembilan bahan pokok dan minuman. Makanan yang akan
dikonsumsi pun diperhatikan gizinya oleh perempuan. Tidak berlebihan, sesuai
dengan biaya yang ada, dan tetap bernutrisi agar keluarga tetap sehat setiap hari.
Yang paling diutamakan yaitu nasi, lauk pauk dan sayur.
4.1.1.3. Papan
Papan berarti rumah ataupun tempat tinggal, papan merupakan salah satu
kebutuhan pokok yang bagi informan juga merupakan hak yang wajib dipenuhi
oleh suami. Baik melalui rumah milik pribadi maupun rumah sewaan dan hal
lainnya yang berhubungan dengan rumah atau tempat tinggal. Rumah yang
diinginkan juga tidak harus mewah atau besar, yang terpenting rumah tersebut
bisa ditempati agar terlindungi dari hujan, panas, angin malam yang dingin,
binatang yang buas, dan pencuri.
4.1.1.4. Biaya pendidikan anak
Nafkah lainnya yang mesti dipenuhi oleh suami dan dituntut oleh
perempuan adalah biaya pendidikan. Fungsi pendidikan adalah untuk membekali
pengetahuan kepada anak agar kualitas kehidupannya terjaga. Selain itu informan
juga mengatakan pendidikan anak sangat penting agar hidup anak mereka tidak
sesulit hidup yang mereka jalani sekarang. Namun biaya pendidikan juga
disesuaikan dengan anggaran pemasukan yang ada agar nantinya tidak kesulitan
dalam membayar semua hal yang berkaitan dengan pendidikan anak.
4.1.1.5. Biaya perawatan kesehatan

76

Universitas Sumatera Utara

Memelihara dan menjaga kesehatan keluarga memang sudah selayaknya
diperhatikan dan biaya pengobatan tersebut menjadi salah satu bentuk
perlindungan dan pemeliharaan yang diharapkan oleh perempuan oleh suami.
Biaya perawatan kesehatan ini juga sama pentingnya dengan kebutuhan pokok.
Dan karena bisa dibutuhkan kapan saja maka persiapannya juga harus sebaiknya
dipersiapkan setiap saat biayanya.
.
Kelima hak diatas pun akan terpenuhi apabila suami memberi perempuan
nafkah dalam berupa uang untuk semua keperluan hidup rumah tangga sesuai
dengan kemampuannya yang biasanya didapat setiap bulan dan diatur oleh
perempuan agar semua kebutuhan tercukupi dan bisa disisihkan sebagian untuk
ditabung.
Pengaturan nafkah dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan (“UU Perkawinan”) kita dapat melihatnya dalam Pasal 34 ayat (1)
UU Perkawinan. Dalam pasal tersebut dikatakan bahwa suami wajib melindungi
isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai
dengan kemampuannya. Dalam pengaturan UU Perkawinan, tidak ditetapkan
besarnya nafkah yang harus diberikan, hanya dikatakan sesuai dengan
kemampuan si suami.
Lebih lanjut, dalam UU Perkawinan dikatakan bahwa apabila suami atau
isteri melalaikan kewajibannya, masing-masing dapat mengajukan gugatan
kepada Pengadilan (Pasal 34 ayat (1) UU Perkawinan). Ini berarti apabila suami
tidak memberikan nafkah untuk keperluan hidup rumah tangganya, isteri dapat
menggugat ke Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama (bergantung dari agama

77

Universitas Sumatera Utara

yang dianut oleh pasangan suami isteri tersebut). Selain itu Hak untuk menafkahi
keluarganya tersebut juga terdapat di Hak Reproduksi Perempuan yang dimuat di
Kesepakatan Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan tahun
1994 di Kairo.
Hal nafkah tersebut juga memang seharusnya sudah menjadi hak
perempuan baik di dalam sistem patrilineal yang ada di Suku Batak Toba. Dilihat
dari Karya Sastra Ende Siboru yang ditafsirkan oleh Baiduri dalam Paradoks
Perempuan Batak Toba yaitu Suatu Penafsiran Hermeunetik terhadap Karya
Sastra Ende Siboru yang ditandai dengan situasi bahwa secara kultural orang
Batak Toba dengan sistem Patrilinealnya menempatkan laki laki sebagai pemeran
utama dalam berbagai bidang kehidupan yang termasuk dalam hal nafkah juga
seharusnya akan diperolehnya dari suami yang akan menjamin kehidupannya.9
Sehingga sangat pantas apabila perempuan memperjuangkan hak-haknya tersebut
apalagi ditambah dengan beban ganda yang dialaminya.
4.1.2. Nafkah Batin
Apabila nafkah lahir berupa benda dan dapat dilihat. Maka nafkah batin
sebaliknya, tidak bisa dilihat dan tidak berbentuk barang dan lebih dimaksudkan
kepada pemenuhan kebutuhan biologis hubungan suami dan istri.
Dan dari hasil wawancara dengan semua informan, tidak ada informan
yang merasa memiliki masalah dengan hal nafkah batin.

4.2. Hak diperlakukan dengan baik

9

Ratih Baiduri, Paradoks Perempuan Batak Toba: Suatu penafsiran Hermeunetik terhadap Karya
Sastra Ende Siboru Tombaga . MIMBAR, Vol. 31, No. 1 (Juni-2015) 51-60

78

Universitas Sumatera Utara

Menurut informan, perlakuan suami pada mereka dalam sikap dan bertutur
kata hendaknya dijaga. tidak membentak, jika itu memang tidak diperlukan sama
sekali. Cerdas berbahasa, lemah lembut, lugas, memilih bahasa yang bisa
dipahami dan tidak merendahkan atau mengejek/menghina istri jika berbuat
kesalahan. Walaupun dalam sistem patrilineal perempuan diwajibkan untuk
tunduk dan patuh pada suami, bukan berarti perempuan tersebut juga harus
menerima adanya perlakuan yang semena-mena dari suaminya. Bentuk-bentuk
perlakuan yang baik lainnya juga mencakup:
4.2.1. Hak untuk dihargai pendapatnya
Laki-laki mempunyai jiwa pemimpin, maka seorang suami berhak
mengatur rumah tangganya. Namun bukanlah berarti suami hanya terus
mempertahankan egonya. Contohnya dalam menentukan sekolah untuk anak,
perempuan juga harus didengar pendapatnya karena perempuan juga merupakan
ibu dari anak tersebut. Walaupun sebagai pemimpin dalam keluarga namun
sebagai manusia, laki-laki juga tak luput dari kesalahan. Sehingga sebaiknya
menerima masukan juga dari perempuan.
4.2.2. Hak untuk dihormati serta diperlakukan dengan wajar
Diperlakukan dengan sopan dan dihormati oleh suami juga merupakan hak
dari perempuan, pertama ialah menghormatinya, memperlakukanya dengan wajar,
dan bersikap menahan diri atau bersabar untuk menghadapi apabila ada perbuatan
istri yang kurang menyenangkan dan tidak bersikap kasar yang bisa membuat istri
sedih. Suami hendaknya dapat menahan diri untuk tidak mudah marah dan lebih
baik

melunakkan

hati

perempuan

dengan

cara

membimbingnya.

Mau

menundukan dan menyenangkan hati isteri dengan menuruti kehendaknya dengan

79

Universitas Sumatera Utara

baik. Selain itu perempuan diperlakukan dengan baik juga dimaksud dengan
dibantu sesekali dalam mengerjakan tugas-tugasnya dirumah.
4.2.3. Hak untuk disayangi
Selain itu yang tidak kalah penting adalah hak untuk disayangi. Suami
menjadi tempat untuk bergantung, mencurahkan dan berbagi semua rasa. Saling
berbagi cinta, kasih sayang dan kemesraan antara kedua belah pihak. Perempuan
ingin suami menjadi pendengar yang baik, memberi suatu perhatian penuh agar
perempuan

bisa

menyampaikan

perasaannya,

ceritanya,

keluhannya,

kesedihannya, dan impiannya. Selain itu, mendampingi istri saat senang atau
susah, merawat istri saat sakit, menguatkan saat terpuruk. Dan menghargai
pengorbanan perempuan. Dengan begitu perempuan pun bisa merasa lebih
bahagia menjalani perannya sebagai perempuan.
4.2.4. Hak untuk dipercaya
Hak untuk dipercaya ini contohnya dalam memberikan kepercayaan penuh
untuk mengelola keuangan. Selain memberi nafkah untuk kebutuhan sehari-hari.
Suami juga sebaiknya terbuka terhadap istrinya tentang hal keuangan.
Keterbukaan dan komunikasi menjadi hal yang amat penting agar tidak terjadi
kesalahpahaman. Sehingga hendaknya suami memberi kepercayaan kepada istri
untuk mengelola keuangan rumah tangga dan tidak mencurigai apalagi
mengungkit-ungkit nominal.
4.2.5. Hak untuk diberi kebebasan
Diberi kebebasan oleh suami juga hak yang perlu diperhatikan. Kebebasan
untuk berbuat dan bergaul ditengah-tengah masyarakat atau dengan temantemannya, begitu pula untuk bekerja diluar apabila perempuan ingin bekerja selain

80

Universitas Sumatera Utara

menjalani perannya dalam mengurus rumah tangga. Sehingga perempuan juga
bisa mengembangkan kemampuan dirinya dan tidak terbatasi oleh suami.

Begitu pula untuk tidak melakukan kekerasan fisik dalam rumah tangga
meski dalam keadaan terpaksa sekalipun karena perempuan mengaku tidak bisa
berbuat banyak untuk melindungi dirinya sendiri.
Pemerintah telah mengesahkan undang – undang UU No 23 tahun 2004
tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga. Dalam undang-undang
kekerasan dalam rumah tangga memperlihatkan kalau tindakan tersebut bukan
masalah internal di rumnh tangga saja, tapi merupakan penghormatan terhadap
hak azazi manusia, keadilan dan kesetaraan gender non diskiriminasi dan
perlindungan korban yang kesemua ini juga diatur dalam konvensi CEDAW10.
Selain CEDAW, ditaraf internasional perjanjian – perjanjian atau pun
konfrensi telah banyak yang membahas tentang hak-hak untuk perempuan,
bahkan didalam Universal Declaration of Human Rights (Deklarasi Umum Hak
Asasi Manusia) tahun 1948 telah ada dimuat , kemudian ada International
Covenant on Civil and Political Rights (Kovensi Hak Sipil dan Politik) tahun
1966), International Covenant on Economic, Social & Cultural Rights (Konvensi
Hak Ekonomi Sosial dan Budaya) tahun 1966, Vienna Declaration (1986),
Declaration on the Elimination of Violence Against Women (Deklarasi
Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan) tahun 1994, dan yang paling
monumental adalah Beijing Declaration and Platform for Action (1995).

10

CEDAW (Convension on Elimination of All Forms of Discrimination Against Women) adalah
suatu instrumen hukum yang dikeluarkan PBB guna menggalang komitmen upaya penghapusan
diskriminasi terhadap perempuan. CEDAW mulai berlaku sejak 3 Desember 1981.

81

Universitas Sumatera Utara

Yang menjadi perhatian adalah hak atas persamaan, kebebasan, dan
keamanan setiap orang, kebebasan dari perbudakan, siksaan atau perlakuan yang
merendahkan martabat manusia, pengakuan sebagai seorang pribadi di depan
hukum mencari keadilan, dan kebebasan untuk berekspresi dan partisipasi politik
Disamping pasal – pasal tersebut berbagai hak yang relevan dengan perempuan
misalnya hak memilih pasangan, menikah dan mempunyai hak yang sama dalam
perkawinan, dan di saat perceraian, memiliki harta sendiri, hak atas upah yang
sama hak perawatan dan bantuan istimewa.
Kedua hak diatas tidak ada bedanya dengan hak yang dimiliki oleh
perempuan pada umumnya. Perempuan Batak memiliki hak yang sama dengan
perempuan dari suku bangsa lain walaupun tidak semua perempuan menyadari
akan semua hak-haknya secara detail seperti yang tertulis pada perjanjian atau
konferensi yang diakui secara internasional, karena apabila penulis menyinggung
tentang hak-hak tersebut, maka informan menghubungkannya dengan dua hak
yang telah disebutkannya tersebut.
Namun dari semua pendapat, hampir semua informan merasakan bahwa
sistem patrilineal memang mempengaruhi hak perempuan di keluarga Batak Toba
yang cenderung diabaikan dalam beberapa contoh seperti kasus masing-masing
dari informan. Dimana kekuasaan ada di pihak laki-laki sehingga pihak
perempuan tidak dapat menuntut dan berbuat banyak akan ketidakadilan yang
diterimanya.
Dengan adanya sistem Patriarkhi tersebut, Hak Perempuan pun cenderung
tidak diindahkan sehingga dapat menimbulkan adanya beban dalam kehidupan
Perempuan dalam

Keluarga

Batak Toba.

Perempuan seakan memiliki

82

Universitas Sumatera Utara

keterbatasan- keterbatasan akibat bentukan sistem patrilineal yang berlaku. Seperti
yang dikatakan oleh Irianto, 2005:185, Budaya Patriakhat mengontrol kehidupan
para perempuan Batak. Kontrol patriarkhi yang dilakukan secara kolektif dan
terus menerus menyebabkan perempuan sangat terpuruk secara ekonomi
(terutama) dan sosial.
Seperti yang dikatakan Muniarti pula (2004:199-200), ideologi gender
hasil konstruksi masyarakat dapat menimbulkan berbagai masalah dalam keluarga
karena tidak adanya kesetaraan dalam relasi antar manusia. Pemahaman bahwa
setelah menikah istri adalah milik suami, mengundang perilaku suami untuk
menguasai istri. Sehingga dianggapnya bahwa istri adalah hak milik suami. Istri
akan menjadi tergantung karena ia dimiliki dan harus dilindungi. Padahal dalam
kenyataannya belum tentu laki-laki sebagai seorang pribadi memiliki kemampuan
untuk itu.
Walaupun begitu sebagai perempuan mereka tetap bekerja keras dan
melakukan banyak perjuangan untuk keluarganya contohnya mencari nafkah
selain melakukan pekerjaan sehari-hari dirumah yang juga tidak kalah banyak.
Ihromi, 1990:79 dalam beberapa penelitian tentang keluarga inti yang
pernah dilakukan, diungkapkan bahwa dalam keluarga dan rumah tangga,
perempuan pada dasarnya sering kali berperan ganda yaitu sebagai ibu rumah
tangga yang melakukan pekerjaan rumah tangga dan sebagai pencari nafkah
(pokok atau tambahan). Jadi disini dapat dilihat kemampuan perempuan Batak
yang sebenarnya tidak terbatas pada urusan rumah tangga saja.
Wolfman (1989:49-52) juga mengatakan bahwa sebenarnya perempuan
lah yang memiliki kecakapan dalam mengatur waktu, walaupun ia seorang

83

Universitas Sumatera Utara

perempuan yang bekerja tetapi ia tetap tidak melupakan hal lain yang juga
merupakan kewajibannya yaitu mengurus anak-anaknya. Para perempuan tahu
bagaimana cara menggunakan waktu dan berapa banyak kegiatan yang dapat
dikerjakan selama dua puluh empat jam. Hal tersebut dapat dilihat dari informan
yaitu perempuan Batak yang selain bisa mengurus anak-anak dengan sekolahnya,
perempuan Batak juga mengurus pekerjaan rumah, dan bahkan bekerja di luar
rumah. Itulah mengapa perempuan batak memang di kenal sebagai wanita yang
gagah dan perkasa, mereka akan rela berjuang mati-matian membantu suami
mereka demi menghidupi rumah tangga mereka.
Selain itu faktor lain yang dirasa oleh informan merupakan penyebab hak
mereka tersebut terabaikan yaitu karena mereka sebagai perempuan / istri Batak
sudah “dibeli” oleh pihak laki-laki yang memang merupakan sistem dalam
perkawinan masyarakat Batak Toba.
Pada proses perkawinan dalam kebudayaan Batak Toba memang biasanya
pihak laki-laki akan membicarakan berapa kira-kira tuhor uang boli yang harus
mereka sediakan untuk keluarga pihak perempuan. Pembicaraan tuhor mula-mula
dilakukan oleh golongan boru dari kedua belah pihak, yang dinamakan marhusip
(berbisik-bisik) membicarakan tuhor karena belum boleh diketahui secara umum.
Di dalam marhusip selalu terjadi tawar menawar adat soal tuhor panjuhuti
(daging untuk pesta), jumlah ulos yang akan diberikan pihak hula-hula, jumlah
undangan kedua belah pihak, tempat pesta (namangalamani, hembangan amak),
waktu pesta dan lain-lainnya (Simanjuntak, 2006: 112). Tuhor uang boli atau
dapat dikatakan sebagai mas kawin (mahar) ini seakan-akan semacam pengganti

84

Universitas Sumatera Utara

perempuan karena ia akan diambil dari keluarganya. Dalam teori sistem
kekerabatan sistem perkawinan itu disebut sebagai bride price.
Perempuan dianggap sebagai “tenaga kerja” yang potensial dalam
keluarganya oleh karena itu apabila ada pihak yang menginginkan perempuan
untuk dijadikan istri, pihak tersebut harus membayarkan tuhor uang boli kepada
pihak keluarga perempuan.
Dalam illustrasi pernyataan Nommensen pada saat berada di tanah Batak
pernah menyatakan bahwa orang Batak lahir dari “perjualbelian” perempuan.
Oleh karena apabila terjadi perceraian maka istri kembali kepada orang tuanya
atau kelompok marganya, tetapi anak yang dilahirkan tetap berada dalam
kelompok suami dan tidak boleh dibawa ibu (Simanjuntak, 2006: 117-118).
Disini kelihatan bagaimana lemah dan tersubordinasinya kedudukan
perempuan Batak Toba karena adanya mahar/mas kawin (tuhor uang boli)
seakan-akan perempuan sudah dibeli pihak keluarga laki-laki. Lemahnya
kedudukan perempuan tersebut bisa dilihat dari Kasus Ibu M. Sitinjak yang
terancam akan dipulangkan kepada orangtuanya karena tidak bisa memiliki anak
dan informan lain yang tidak berani berbuat banyak karena merasa sudah dibeli
oleh pihak laki-laki.
Menurut Ihromi memang harus diakui bahwa dalam hal-hal tertentu
terlihat posisi perempuan lemah, hal ini bisa dilihat dari perempuan yang tidak
memiliki anak laki-laki atau perempuan yang hanya memiliki anak perempuan
dan yang paling menyedihkan adalah posisi perempuan yang tidak mempunyai
anak (Vergouwen, 1986).

85

Universitas Sumatera Utara

Tujuan utama dari perkawinan menurut orang Batak adalah untuk
mendapatkan anak. Seorang istri yang telah melahirkan anak laki-laki dianggap
sudah menunaikan tugas sejarahnya dan mendapatkan anak laki-laki adalah
keinginan yang utama. Suami akan berterima kasih kepadanya dan akan semakin
menghormatinya atas anak laki-laki yang dilahirkannya. Istri yang seperti ini biasa
disebut orang Batak Toba sebagai boru naung gabe (perempuan yang sudah
diberkati). Oleh karena itu penghormatan dan penghargaan untuk seterusnya
seharusnya akan diperolehnya dari suami yang akan menjamin kehidupannya
(Vergouwen, 1986: 248-249).
Namun sebenarnya hak untuk melahirkan memang merupakan hak dari
perempuan yang memiliki rahim seperti yang tertulis di Hak Reproduksi
Perempuan yang dimuat di Kesepakatan Konferensi Internasional Kependudukan
dan Pembangunan tahun 1994 di Kairo yaitu:
1.

Hak untuk mendapatkan informasi dan pendidikan kesehatan reproduksi

Setiap perempuan berhak untuk mendapatkan informasi dan pendidikan yang jelas
dan benar tentang berbagai aspek terkait dengan masalah kesehatan reproduksi,
termasuk banyaknya pilihan alat kontrasepsi yang dapat dipilih oleh perempuan
atau laki-laki dan efek samping dari berbagai alat kontrasepsi.
2.

Hak untuk mendapatkan pelayanan dan perlindungan kesehatan reproduksi

Setiap perempuan berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dan
perlindungan yang memadai bagi kehidupan reproduksinya, termasuk agar
terhindar dari kematian akibat proses reproduksi, misalnya jaminan kesehatan
agar perempuan terhindar dari kematian akibat kehamilan atau melahirkan.
3.

Hak untuk kebebasan berpikir tentang hak reproduksi

86

Universitas Sumatera Utara

Setiap perempuan berhak untuk mengungkapkan pikiran dan keyakinannya untuk
menjaga kesehatan dan kehidupan reproduksinya tanpa paksaan dan siapa pun.
4.

Hak untuk menentukan jumlah anak dan jarak kelahiran

Setiap perempuan berhak unutk menentukan jumah anak yang akan dilahirkannya
serta menentukan jarak kelahiran anak yang diinginkannya, tanpa paksaan dari
siapa pun.
5.

Hak untuk hidup, yaitu hak untuk dilindungi dari kematian karena kehamilan

dan proses melahirkan
Setiap perempuan hamil dan yang akan melahirkan berhak untuk mendapatkan
perlindungan , termasuk pelayanan kesehatan yang baik sehingga ia dapat
mengambil keputusan secara cepat mengenai kelanjutan kehamilannya bila proses
kelahirannya

6.

beresiko

kematian

atau

terjadi

komplikasi.

Hak atas kebebasan dan keamanan berkaitan dengan kehidupan reproduksi

Artinya setiap perempuan harus dijamin agar tidak mengalami pemaksaan,
pengucilan, dan tekanan yang menyebabkan kebebasan dan keamanan yang
diperolehnya tidak dapat digunakan, termasuk kebebasan memilih alat kontrasepsi
yang dianggappnya paling aman.
7.

Hak untuk bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk , termasuk

perlindungan dari perkosaan, kekerasan, penyiksaan, dan pelecehan seksual
Setiap perempuan berhak untuk dilindungi dari ancaman bentuk-bentuk kekerasan
yang dapat mmenimbulkan penderitaan secara fisik, seksual, dan psikis yang
mengganggu kesehatan fisik, mental, dan reproduksinya.

87

Universitas Sumatera Utara

8.

Hak untuk mendapatkan manfaat dari kemajuan ilmu pengetahuan yang

terkait dengan kesehatan reproduksi
Setiap perempuan berhak untuk memanfaatkan kemajuan teknologi dan ilmu
pengetahuan terkait dengan kesehatan reproduksi, misalnya informasi yang jelas
dan benar serta kemudahan akses untuk mendapatkan alat kontrasepsi baru.
9.

Hak atas kerahasiaan pribadi dengan kehidupan reproduksinya

Setiap perempuan berhak untuk dijamin kerahasiaan kesehatan reproduksinya,
misalnya informasi tentang kehidupan seksualnya, masa menstruasi, jenis alat
kontrasepsi yang digunakan.
10.

Hak untuk membangun dan merencanakan keluarga

Setiap perempuan berhak untuk menentukan kapan, di mana, dengan siapa, serta
bagaimana ia akan membangun perkawinan atau keluarganya.
11.

Hak atas kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam politik yang

berkaitan dengan kesehatan reproduksi
Setiap perempuan berhak untuk menyampaikan pendapat atau aspirasinya
mengenai kehidupan reproduksi secara pribadi atau melalui organisasi atau partai.
12.

Hak untuk bebas dari segala bentuk diskriminasi dalam kehidupan

berkeluarga dan kehidupan reproduksi
Setiap perempuan berhak untuk terbebaskan dari perlakuan diskriminasi
berdasarkan gender/perbedaan jenis kelamin, ras, status perkawinan atau kondisi
sosial-ekonomi, agama/keyakinannya dalam kehidupan keluarga dan proses
reproduksinya.
Ketidakadilan yang disebabkan oleh hak perempuan yang diabaikan
tersebut dirasa cukup merugikan dan menyulitkan perempuan karena disertai

88

Universitas Sumatera Utara

dengan bentuk diskriminasi yang bertentangan dengan unsur kekerasan fisik,
psikis, dan ekonomi.
Menurut Sanituti dalam Ihromi, 1995: 509 bahwa kecenderungan
meningkatnya kasus perlakuan sewenang-wenang terhadap wanita, baik secara
fisik maupun fsikis, seringkali lebih berkisar sebagai ’isu’ dalam pembicaraan
ataupun pemberitaan di media massa. Kedudukan perempuan dalam keluarga
tidak terlepas dari sistem sosial masyarakat yang melingkupinya. Subordinasi
wanita dalam masyarakat sebenarnya sudah berlangsung sangat lama dan bersifat
universal. Kondisi tersebut sering dikaitkan dengan tradisi posisi subordinasi
wanita terhadap laki-laki yang menimbulkan sikap-sikap pasrah dan menutup diri.
Seorang istri sampai berupaya menutupi sikap kasar yang dilakukan oleh laki-laki
terhadap dirinya. Dan alasan dilakukannya hal tersebut adalah untuk menjaga
keseimbangan rumah tangga, keluarga serta masyarakat.
Begitu juga dengan pengakuan informan yang akan merasa malu jika
diketahui orang lain bahwa mereka cekcok. Jika terjadi cekcok, akan ada pihak
yang mencemooh sehingga, inilah