Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan Dan Pengelolahan Wakaf Tanah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Di Kotamadya Medan

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Kebutuhan akan tanah saat ini semakin meningkat, dimana peningkatan
akan tanah tersebut terjadi seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan
meningkatnya kebutuhan lain yang berkaitan dengan tanah. Tanah bukan saja
sebagai tempat untuk bermukim, tempat untuk bertani, akan tetapi lebih dari pada
itu dimana tanah juga dapat dipakai sebagai jaminan untuk mendapatkan
pinjaman kredit dari bank dan juga untuk keperluan jual beli sewa menyewa.
Melihat begitu pentingnya kegunaan tanah bagi orang perseorangan ataupun
badan hukum menuntut adanya jaminan kepastian hukum atas tanah tersebut.1
Menyadari akan pentingnya tanah bagi hajat hidup orang banyak,
pemerintah selanjutnya merasa perlu untuk membuat suatu peraturan yang
mengatur penggunaan, peruntukan serta pelestarian akan tanah tersebut, oleh
karena atas dasar kesadaran itulah, maka pada tanggal 24 september 1960,
diundangkanlah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria atau yang sering disebut sebagai UUPA yang berlaku bagi
seluruh wilayah Indonesia.
Berlakunya UUPA sebagai dasar hukum dalam bidang agraria di
Indonesia, mengakibatkan terjadinya perubahan yang fundamental pada hukum

Agraria di Indonesia, terutrama pada bidang hukum pertanahan. Perubahan
1

Agung Raharjo, Pendaftaran Tanah Koneversi Hak Milik Adat Oleh Ahli Waris, Tesis,
Pasca Sarjana Kenotariatan UNDIP, Semarang, 2012, hlm.1

Universitas Sumatera Utara

tersebut bersifat mendasar dan fundamental, karena baik mengenai struktur,
perangkat hukumnya, mengenai konsepsi yang mendasari maupun isinya yang
dinyatakan pada bagian berpendapat UUPA harus sesuai dengan kepentingan
rakyat Indonesia serta memenuhi pula keperluanya menurut permintaan zaman. 2
Pada salah satu konsideran Undang-Undang Pokok-Pokok Agraria
disebutkan bahwa:
“ berhubung dengan apa yang disebut dalam pertimbangan-pertimbangan di
atas perlu adanya hukum agraria nasional, yang berdasarkan atas hukum
adat tentang tanah yang sederhana dan menjamin kepastian hukum bagi
seluruh rakyat Indonesia, dengan tidak mengabaikan unsur-unsur yang
bersandar pada hukum agama.”
Salah satu hal yang bersandar pada hukum agama, yang berkaitan dengan tanah

ini adalah persoalan mengenai wakaf tanah. 3
Negara Indonesia sendiri, merupakan suatu negara dengan mayoritas
penduduknya menganut agama islam, dimana sebagaimana yang diketahui
sendiri bahwa dalam ajaran agama islam ada pengaturan mengenai persoalan
wakaf. Wakaf sendiri merupakan salah satu bentuk kegiatan ibadah sunnah yang
sangat dianjurkan bagi umat islam sebagai suatu amalan ibadah kepada Allah
SWT, hal ini dikarenakan pahala wakaf akan selalu mengalir meskipun sang
wakif telah wafat.
Wakaf adalah ibadah yang sangat dianjurkan bagi umat islam sebagai
Taqorroh (Pendekatan) diri kepada Allah SWT, juga salah satu sarana
mewujudkan kesejahteraan sosial dan sekaligus modal dalam kemajuan dan

2

Budi Harsono, Hukum Agraria Nasional Jilid I Hukum Tanah Nasional , Djambatan,
Jakarta, 2007, hal.1
3
Taufik Hamami, Perwakafan Tanah (Dalam Politik Hukum Agraria Nasional,
Tatanusa, Jakarta, 2003, hal.3


Universitas Sumatera Utara

perkembangan agama islam. Mewakafkan harta yang dimiliki, maka manfaat
yang diperoleh melebihi dari bersedakah atau berderma, sebab harta wakaf
bersifat abadi dan hasilnya dapat terus menerus digunakan untuk kepentingan
masyarakat.4
Al-Qur’an surat Al-Hajj Ayat (22) : 77 memerintahkan kepada orangorang yang beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya agar tunduk kepada Allah
SWT dengan bersujud dan beribadah kepada-Nya dengan apapun yang dapat
digunakan untuk menghambakan diri kepada-Nya, disamping itu mereka juga
diperintahkan untuk selalu berbuat kebaikan agar memperoleh keuntungan dan
mendapatkan pahala serta keridhaan-Nya. Salah satu perbuatan baik yang
diperintahkan dalam ayat tersebut dapat dilakukan dengan melalui wakaf, sebab
jika seseorang mewakafkan harta benda yang dimilikinya, berarti dia
melaksanakan kebaikan tersebut dan pahalanya akan terus mengalir selama harta
benda tersebut bermanfaat.5
Agama islam sendiri telah mengatur hal-hal tentang wakaf baik dalam hal
syarat dan rukun maupun pelaksanaanya dengan begitu lengakap dalam rangka
untuk membantu mewujudkan kesejahteraan sosial yang manfaatnya dapat
dinikmati bersama-sama, namun dalam kenyataannya masih banyak masyarakat
yang belum mengetahui hal tersebut dan melakukan wakaf sesuai dengan

pemahaman mereka sendiri, dengan kata lain bahwa pelaksanaan wakaf masih
belum tertib dan efisien. 6

4

Ibid., hal.2
Ibid.,hal.3
6
Ibid.,hal.3

5

Universitas Sumatera Utara

Wakaf sendiri pada dasarnya dapat digolongkan menjadi dua bentuk yaitu
wakaf terhadap benda bergerak seperti uang atau mobil, surat berharga, dan juga
wakaf terhadap benda tidak bergerak seperti tanah. Khusus pada skripsi ini
penulis akan membahas persoalan wakaf terhadap benda yang tidak bergerak
yaitu wakaf tanah, dimana persoalan wakaf tanah ini sering sekali dilakukan pada
masyarakat.

Indonesia sendiri sebagai suatu negara dengan mayoritas umat islam
berdasarkan data yang ada biasanya wakaf tanah digunakan untuk pembangunan
mesjid, mushollah, makam, sekolah, rumah yatim piatu dan sedikit sekali tanah
wakaf dikelolah secara produktif dalam bentuk suatu usaha yang hasilnya dapat
dimanfaatkan bagi pihak-pihak yang memerlukan khususnya kaum fakir miskin.
Pemanfaatan tersebut dilihat dari segi sosial khususnya untuk kepentingan
peribadatan memang efektif, akan tetapi dampaknya kurang berpengaruh positif
dalam kehidupan ekonomi masyarakat, apabila peruntukan tanah wakaf hanya
dikhususkan kepada hal-hal yang telah diuraikan di atas tanpa diimbangi dengan
wakaf yang dikelolah secara produktif, maka kesejahteraan sosial ekonomi
masyarakat yang diharapkan dari lembaga wakaf, tidak akan dapat terealisasi
secara optimal. Wakaf dapat dijadikan sebagai lembaga ekonomi yang potensial
untuk dikembangkan selama bisa dikelolah secara maksimal, karena institusi
perwakafan merupakan salah satu asset kebudayaan nasional dari aspek sosial
yang perlu mendapat perhatian sebagai penompang hidup dan harga diri bangsa,
untuk itu, kondisi wakaf di Indonesia saat ini perlu mendapatkan perhatian ekstra

Universitas Sumatera Utara

apalagi wakaf yang ada di Indonesia pada umumnya berbentuk benda tidak

bergerak dan tidak dikelolah secara produktif. 7
Mengingat karena pentingnya pengelolahan wakaf tanah ini untuk diatur,
maka UUPA dalam salah satu pasalnya yaitu Pasal 49 Ayat 3 telah
mencantumkan adanya suatu ketentuan khusus, yang menyatakan bahwa “
perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan peraturan pemerintah”.
Berdasarkan amanat Pasal 49 Ayat 3 UUPA tersebut, maka pemerintah menindak
lanjutinya dengan diterbitkanya Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977
Tentang Perwakafan Tanah Milik, namun karena seiring dengan perkembangan
jaman, persoalan perwakafan semakin kompleks dan perlu adanya suatu undangundang yang secara khusus mengatur persoalan wakaf harta benda, maka atas
dasar hal tersebutlah selanjutnya pada tanggal 27 Oktober 2004 Dewan
Perwakilan Rakyat mengesahkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004
Tentang Wakaf, sehingga dengan demikian diharapkan dengan berlakunya
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 ini dapat memenuhi hakekat dan tujuan
dari pada wakaf. 8
Meskipun Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 ini telah disahkan dan
dijadikan dasar hukum bagi perwakafan di Indonesia, bukan berarti Peraturan
Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 menjadi tidak berlaku, akan tetapi Peraturan
Pemerintah tersebut masih tetap berlaku selama tidak bertentangan dan/atau

7


Perkembangan Pengelolahan Wakaf di Indonesia, Diterbitkan oleh: Proyek
Peningkatan zakat dan wakaf
Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan
Penyelenggaraan Haji, 2003, hal. 2-3.
8
Hadi Setia Tunggal, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004
Tentang Wakaf, Harvarindo, Jakarta, 2005, hal.5

Universitas Sumatera Utara

belum diganti dengan peraturan yang baru, sebagaimana yang diatur dalam
aturan peralihan Pasal 70 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004.
Akan tetapi meskipun telah dibentuk seperangkat peraturan perundangundangan tentang perwakafan tanah milik, dalam pelaksanaanya masih banyak
masyarakat yang masih belum mengetahui, memahami, mentaati, dan dan
melaksanakan sepenuhnya peraturan-peraturan tersebut, sehingga hal ini
menyebabkan banyaknya bermunculan permasalahan dalam pelaksanaannya
seperti misalnya banyaknya tanah-tanah yang sudah diwakafkan masih belum
didaftarkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
dalam kenyataannya wakif maupun nadzir mengabaikan unsur kepastian hukum

atas tanah-tanah wakaf tersebut karena mereka beranggapan bahwa tidak akan
mungkin terjadi persengketaan atas tanah wakaf tersebut sebab apabila ada orang
yang berani menuntut tanah wakaf, maka orang itu akan berdosa besar. 9
Selain persoalan tanah wakaf yang belum didaftarkan, persoalan lain
muncul karena adanya penarikan kembali tanah wakaf, dimana contoh kasusnya
yaitu Putusan Nomor 987/Pdt.G/2003/PA.Smg, dimana sengketanya bermula
ketika pewaris ketika pewaris sebelum meninggal dunia telah mewakafkan tanah
Hak milik Verponding Indonesia Nomor 308/245 dan 309/244, seluas kurang
lebih 879,75 meter persegi dan sebuah mesjid diatasnya kurang lebih 100 meter
persegi, tanah tersebut dibeli wakif dari saudaranya dengan akta jual beli
No.Tj/5/10/6/1967yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Camat
Semarang barat. Tanah yang telah diwakafkan dan telah dibangun mesjid
9

Suroso, Tinjauan Yuridis Tentang Perwakafan Tanah Milik, Liberty, Yoyakarta, 2000,

hal. 45.

Universitas Sumatera Utara


diatasnya ternyata merupakan harta bersama wakif dengan isteri pertama dan
isteri kedua wakif yang belum pernah diwariskan pterhadap ahli waris mereka
dan belum pernah dilakukan ikrar wakaf serta dibuatkan Akta Ikrar Wakaf (AIW)
sebelumnya, sehingga ahli waris yang mengetahui hal tersebut kemudian
mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama Semarang untuk melakukan
penarikan kembali atas tanah wakaf tersebut untuk dibagikan sebagai harta
warisan. Hal ini tentunya sangat tidak lazim dimana hal ini sama saja dengan kita
menjilat ludah yang telah dikeluarkan. Tanah yang sudah selayaknya diberikan
dan diperuntukan untuk kegiatan keagamaan masyarakat sekitar dan merupakan
suatu kebanggaan bagi warga yang menikmati peruntukan tanah wakaf tersebut
sebagai tempat ibadah harus ditarik kembali hanya karena alasan untuk dibagikan
sebagai harta warisan yang belum dibagikan kepada ahli waris. 10
Selain persoalan-persoalan yang telah diuraikan di atas masih banyak lagi
persoalan-persoalan lain mengenai tanah wakaf pada praktik di lapangan. Oleh
karena itu, berdasarkan hal tersebutlah mengapa penulis tertarik untuk
mengangkat

judul

“Tinjauan


Yuridis

Terhadap

Pelaksanaan

dan

Pengelolahan Wakaf Tanah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun
2004, Di Kota Madya Medan.” sebagai judul skripsi.

B. Rumusan Masalah
Fokus penelitian dari penulisan skripsi ini adalah menyangkut Tinjauan
Yuridis Pelaksanaan dan Pengelolahan Wakaf Tanah di Kota Madya Medan,
10

Riza Resitasari, Tinjuan Yuridis Terhadap Penarikan Kembali Tanah Wakaf Untuk
Dibagikan Sebagai Harta Warisan,Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang,
Semarang, 2013, hal.7


Universitas Sumatera Utara

dimana hal tersebut diasadari karena begitu banyaknya persoalan-persoalan
mengenai perwakafan tanah pada praktiknya di lapangan, berkaitan dengan hal
tersebut, maka adapun permasalahan yang akan dikaji dalam penulisan skripsi ini
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana perkembangan pengaturan pelaksanaan wakaf tanah?
2. Bagaimana pelaksanaan pendaftaran tanah wakaf di Kota Medan?
3. Bagaimana penyelesaian perselisihan wakaf tanah di kota medan?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Dalam rangka penyusunan dan penulisan skripsi ini, ada beberapa tujuan
yang hendak dicapai. Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penulisan skripsi
ini adalah sebagai berikut :
1. untuk mengetahui perkembangan pengaturan wakaf tanah
2. untuk mengetahui pelaksanaan pendaftaran tanah wakaf di Kota Medan
3. untuk mengetahui penyelesaian perselisihan wakaf tanah di Kota Medan
Selanjutnya adapun yang menjadi manfaat penulisan dalam pembahasan
skripsi ini antara lain:
1. Secara Teoritis
Skripsi ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi ilmu pengetahuan,
memberikan sumbangan pemikiran, serta memberikan tambahan dokumentasi
karya tulis, litertur, dan bahan-bahan informasi ilmiah lainya didalam bidang
hukum Agraria pada umumnya, secara khusus juga di harapkan skripsi ini

Universitas Sumatera Utara

dapat memberikan pengetahuan tentang tinjuan yuridis pelaksanaan dan
pengelolahan wakaf tanah di kota medan
2. Secara Praktis
Penulisan skripsi ini juga sebagai salah satu bentuk latihan dalam menyusun
suatu karya ilmiah meskipun masih sederhana. Pelaksanaan hasil penelitian
yang dilakukan juga dapat memberikan tambahan pengetahuan serta
pengalaman didalam bidang wakaf tanah. Skripsi ini juga ditujukan kepada
kalangan praktisi dan penegak hukum serta masyarakat untuk lebih
mengetahui dan memahami pelaksanaan dan pengelolahan wakaf tanah di
kota medan, serta memberikan pengetahuan dan informasi kepada para
praktisi hukum, civitas akademik, dan pemerintah sendiri untuk mengetahui
hambatan-hambatan apa saja yang dijumpai dalam pelaksanaan dan
pengelolahan wakaf tanah.

D. Keaslian Penulisan
Penelitian

yang

berjudul:

Tinjuan

Yuridis

Pelaksanaan

dan

Pengelolahan Wakaf Tanah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun
2004, di Kota Medan adalah benar merupakan hasil karya dari penulis sendiri,
tanpa meniru karya tulis milik orang lain, oleh karena itu, keaslian dan kebenaran
ini dapat dipertanggungjawabkan oleh penulis sendiri serta telah sesuai dengan
asas-asas keilmuan yang harus dijunjung tinggi secara akademik yaitu terbuka,
rasional, objektif, dan kejujuran. Yang dimana hal ini merupakan implikasi etis
dalam proses menentukan kebenaran ilmu sehingga dengan demikian penulis

Universitas Sumatera Utara

karya tulis ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, keilmuan dan terbuka
untuk kritik-kritik yang sifatnya konstruktif, selain itu semua informasi dalam
skripsi ini bersal dari berbagai karya tulis penulis lain, baik yang dipublikasikan
ataupun tidak, serta telah diberikan penghargaan dengan mengutip nama sumber
penulis dengan benar dan lengkap.

E. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Wakaf
Kata wakaf secara bahasa berasal dari kata kerja waqafa-yaqifu-waqfan
yang berarti berhenti, berdiri, dan mencegah atau menahan. 11Sedangkan wakaf
dalam bahasa arab berarti Al-Habsu yang berasal dari kata kerja habasa-yahbisuhabsan yang berarti menahan atau memenjarakan, kemudian berkembang
menjadi habbasa yang berarti mewakafkan harta karena allah. 12
Menurut Imam Nawawi dari kalangan Mahzab Syafi’i, mendefinisikan
wakaf dengan menahan harta yang dapat diambil manfaatnya yang bukan untuk
dirinya, sementara benda itu tetap ada dan digunakan manfaatnya untuk kebaikan
dan mendekatkan diri kepada allah. 13
Menurut Alauddin Al-Ashfaqy yang berasal dari mahzab hanafi,
mendefinisikan wakaf dengan penahanan harta dengan memberikan legalitas

11

Ahmad Warson Munawir, Al-Munawir Kamus Arab-Indonesia, Pustaka Progressif,
Surabaya, 1997, hal.1576
12
Adijani Al-Alabij, Perwakafan Tanah di Indonesia dalam Teori dan Praktik, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hal.25
13
Said Agil Husin Al-Munawwar, Hukum Islam Dan Pluralitas Sosial, Editor
HasanM.Noer dan Musyafa-Ullah, Permadani, Jakarta, 2004, hal.127

Universitas Sumatera Utara

hukum milik pada si wakif dan mendermakan manfaat harta tersebut meskipun
tidak terperinci. 14
Menurut

mazhab

Maliki

wakaf

adalah

penahanan

benda

wakafdaripenggunaan secara kepemilikan, tetapi membolehkan pemanfaatan
hasilnyauntuk
tujuankebaikan.Dengankatalainwakaftidakmelepaskanhartayangdiwakafkan dari
kepemilikan

si

wakif

namun

wakaf

tersebut

mencegah

wakif

melakukantindakan
yangdapatmelepaskankepemilikannyaterhadaphartatersebut.misalnyamenjual
harta wakaftersebut.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Wakaf
pada Pasal 1 menyatakan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau
badan
hukumyangmemisahkansebagiandarihartakekayaannyayangberupatanahmilikda
n melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan peribadatanatau
keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaranIslam.
Menurut

Kompilasi

Hukum

Islam

(

KHI)Perbuatanhukumseseorangataukelompokorangataubadanhukumyang memisahkan
sebagian dari benda miliknya dan melembagakannyauntuk selama-lamanya guna
kepentingan ibadat atau keperluan umum lainnyasesuaidengan ajaranIslam.
Sementara Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang wakaf,
menyatakan bahwa wakaf adalah

dan/atau
14

menyerahkan

perbuatan hukum wakif untuk memisahkan

sebagian

harta

benda

miliknya

untuk

Ibid.,hal.128

Universitas Sumatera Utara

dimanfaatkanselamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
kepentingannyaguna

kepentingan

ibadah

dan/atau

kesejahteraan umum

menurutsyariah.
Berdasarkan uraian-uraian pengertian wakaf yang telah dipaparkan di
atas,

maka

dapat

disimpulkan

bahwa

padadasarnyamengandungmakna

yangsamayaitueksistensibendawakafituharuslahbersifattetap,artinyabiarpun
faedahataumanfaatbendaitudiambil,zatbendaitumasihtetapadaselamanya,
sedangkan hak kepemilikannya berakhir, tidak boleh di jual, diwariskan,
dihibahkan.
2. Macam-macam Wakaf
Wakaf itu sendiri pada dasarnya dibagi ke dalam dua macam yaitu:
a. Wakaf ahli, wakaf keluarga atau wakaf khusus
Adapun yang dimaksud dengan wakaf ahli adalah wakaf yang ditujukan
kepada orang-orang tertentu, seseorang atau lebih, baik kelaurga wakif
ataupun bukan. Beberapa negara yang mayoritas penduduknya beragama
islam, setelah berlangsungnya wakaf ahli ini selama puluhan tahun
menimbulkan masalah,terutama wakaf ahli ini berupa tanah pertanian, namun
kemudian terjadi penyalahgunaan, yang misalnya: 15
1) Menjadikan wakaf ahli sebagai alat untuk menghindari pembagian
ataupun pemecahan harta kekayaan pada ahli waris yang berhak
menerima setelah wakif meninggal dunia;

15

Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Wakaf dan Zakat ,Universitas Indonesia
Press, Jakarta, 1998, hal.90

Universitas Sumatera Utara

2) Wakaf ahli dijadikan alat untuk mengelakan tuntutan kreditur terhadap
hutang-hutang yang dibuat oleh seseorang yang sebelum ia mewakafkan
tanahnya.
Mengahdapi hal tersebut dibeberapa negara yang bidang perwakafannya telah
mempunyai sejarah lama, lembaga wakaf ahli atau diadakan peninjauan
kembali yang hasilnya dipertimbangkan lebih baik lembaga wakaf ahli ini
dihapuskan. 16Sedangkan untuk sementara waktu wakaf ahli ini dapat diambil
menjadi jalan keluar untuk mempertemukan ketentuan-ketentuan hukum adat
di beberapa daerah di Indonesia dengan ketentuan-ketentuan hukum islam
yaitu mengenai macamm-macam harta yang menurut hukum adat
dipertahankan menjadi harta kelurga secara kolektif, tidak diwariskan kepada
anak keturunan secara individual seperti tanah pusaka di minangkabau, tanah
dati di ambon, barang-barang kelakeran di sulawesi dan lain sebagainya. 17
b. Wakaf khairi atau wakaf umum
Yang dimaksud dengan wakaf umum adalah wakaf yang sejak semula
ditujukan untuk kepentingan umum, tidak dikuhususkan untuk orang-orang
tertentu seperti mewakafkan tanah untuk mendirikan mesjid, mewakafakan
sebidang kebun yang hasilnya dapat dimanfaatkan untuk membina pengajian
dan sebagainya. Wakaf umum inilah yang perlu digalakan atau dianjurkan
untuk dilakukan kaum muslimin, karena wakaf ini dapat dijadikan modal
modal untuk menegakan agama Allah, membina sarana keagamaan,
membangun sekolah, menolong yatim piatu, fakir miskin, orang terlantar.
16

Ahmad Azhar Basyir, Hukum Islam Tentang Wakaf, Ijarah, dan Syirkah , Al-Ma’arif,
Bandung,1987, hal.14
17
Muhammad Daud Ali, Op.Cit., hal.64

Universitas Sumatera Utara

Wakaf umum inilah yang pahalanya terus menerus mengalir dan diperoleh
wakif sekalipun sudah meninggal dunia.

3. Pihak-pihak yang terkait dalam wakaf
Pihak-pihak yang terlibat dalam suatu perwkafan harta benda, dibagi ke
dalam 4 (empat) kelompok yaitu:
a. Wakif
Orang yang mewakafkan hartanya dalam istilah islam disebut juga
dengan wakif, sedangkan wakif menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004
Pasal 1angka 2 adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya. Sedangkan
dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 disebutkan bahwa, wakif
meliputi:
1) Perseorangan
2) Badan hukum
3) Organisasi
Sementara itu untuk mewakafkan tanah yang dimiliki, tidak semua orang
dapat melakukanya atau dapat dianggap sah wakaf yang telah diberikan itu
karena untuk menjadi seorang wakif harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut: 18
1) Orang berwakaf tersebut haruslah merdeka dan pemilik penuh dari harta
benda yang diwakafkan. Tidak sah wakafnya seseorang budak sahaya atau
tidak sah seseorang mewakafkan harta benda milik orang lain;

18

Ibid., hal.34

Universitas Sumatera Utara

2) Orang yang berwakaf itu harus berakal sempurna, tidak sah wakaf yang
diberikan oleh orang yang hilang ingatanya dan tidak sah pula wakaf
diberikan oleh orang yang lemah akalnya yang disebabkan karena sakit
ataupun karena lanjut usia.
3) Orang yang berwakaf itu harus cukup umur atau belum baligh,karena cukup
umur ataupun baligh itu lazim dipandang sebagai indikasi sempurnanya akal
seseorang itu.
4) Orang yang berwakaf haruslah berpikir jernih dan tenang, tidak tertekan
karena bodoh, bangkrut, atau lalai meskipun wakaf tersebut dilakukan
melalui seorang wali.
Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Pasal 5 Ayat
1 dikatakan bahwa syarat seorang wakif perseorangan adalah:
1) Dewasa
2) Berakal sehat
3) Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum
4) Pemilik sah harta benda wakaf
Wakif badan hukum atau organisasi hanya dapat melakukan wakaf apabila
telah memenuhi ketentuan badan hukum ataupun organisasi untuk mewakafkan
harta benda miliknya sesuai dengan anggaran dasar badan hukum ataupun
organisasi tersebut.
b. Nazhir
Pengawasan atau perwalian harta wakaf pada dasarnya menjadi hak
wakif, akan tetapi wakif dapat menyerahkan pengawasan harta wakaf itu kepada

Universitas Sumatera Utara

orang lain baik perseorangan maupun badan hukum atau oragnisasi. Hal ini
dilakukan agar guna lebih menjamin agar perwakafan dapat terselenggara dengan
baik, dalam hal ini negara dapat juga berwenang campur tangan dengan
mengeluarkan peraturan-peraturan yang mengatur seluk beluk perwakafan. 19
Pengertian nazhir dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Pasal 1
angka 4 adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk
dikelolah dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya. Sebagaimana wakif
seseorang nazhir juga harus mempunyai syarat-syarat sebagai berikut:
1) Warga negara Indonesia
2) Beragama islam
3) Sudah dewasa
4) Amanah
5) Sehat jasmani dan rohani
6) Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum
Sedangkan untuk nazhir yang berbentuk badan hukum ataupun organisasi
haruslah memiliki syarat-syarat sebagai berikut:
1) Pengurus badan hukum yang bersangkutan haruslah memenuhi persyaratanpersyaratan seseorang untuk menjadi nazhir
2) Badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan perundang-undangan
yang berlaku
3) Badan hukum tersebut haruslah bergerak di bidang sosial, pendidikan,
kemasyarakatan, dan/atau keagamaan islam.

19

Ahmad Azhir Basyir, Op.Cit., hal.9

Universitas Sumatera Utara

Pasal 11 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 dikatakan bahwa nazhir
memilik tugas-tugas sebagai berikut:
1) melakukan administrasi harta benda wakaf;
2) mengelolah dan mengembangkan harta wakaf sesuai dengan fungsi, tujuan
serta peruntukannya;
3) mengawasi dan melindungi harta benda wakaf
4) melaporkan pelaksanaan tugas kepada badan wakaf Indonesia
c. Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW)
Pasal 1 Angka 6 menyatakan bahwa Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf
yang selanjutnya disingkat PPAIW adalah pejabat yang berwenang yang
ditetapkan oleh menteri untuk membuat Akta Ikrar Wakaf.
Sebagaimana yang diketahui bahwa mewakafkan tanah hak milik,
merupakan suatu perbuatan hukum yang harus dilakukan melalui sebuah ikrar
atau pernyataan. Untuk itu diperlukan seseorang pejabat khusus yang secara
resmi ditunjuk.
PPAIW sendir diangkat dan diberhentikan oleh menteri agama
sebagaimana yang tercantuk dalam Peraturan Pemerintah Nomr 28 Tahun 1977
Pasal 9 Ayat 2. Apabila dibaca secara seksama mengenai isi pasal tersebut maka
ruang lingkupnya masih sangat umum dan tidak dijelaskan secara spesifik
mengenai PPAIW itu sendiri. Penegasan mengenai hal ini lebih lanjut Menteri
Agama mengaturnya dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1978
yang secara tegas ada dalam tiga pasal yaitu Pasal 5 sampai dengan Pasal 7.
Disebutkan bahwa Kepala KUA (Kantor Urusan Agama) ditunjuk sebagai

Universitas Sumatera Utara

PPAIW. Administrasi perwakafan diselenggarakan oleh KUA kecamatan dan
dalam hal suatu kecamatan tidak ada KUA-nya maka Kepala Kanwil Departemen
Agama menunjuk Kepala KUA terdekat sebagai PPAIW di kecamatan tersebut.
Pasal 6 Peraturan Menteri Agama itu menyebutkan bahwa PPAIW wajib
menyelenggarakan daftar akta ikrar wakaf. Dan berdasarkan ketentuan Pasal 19
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, untuk dapat melaksanakan ikrar wakaf,
wakif ataupun kuasanya harus menyerahkan surat dan/atau tanda bukti
kepemilikan atas harta benda yang diwakafkannya tersebut kepada PPAIW. Hal
ini dimaksudkan agar diperoleh kepastian keberadaan harta benda wakaf dan
kebenaran adanya hak wakif atas harta benda wakaf dimaksud. PPAIW atas
nama Nazhir mendaftarkan harta benda wakaf kepada Instansi yang berwenang
paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak akta ikrar ditandatangani, dengan
melampirkan salinan akta ikrar wakaf beserta surat-surat dan/atau bukti-bukti
kepemilikan dan dokumen terkait lainnya. Instansi yang berwenang di bidang
wakaf tanah dalam hal ini adalah Badan Pertanahan Nasional, akan menerbitkan
bukti pendaftaran harta benda wakaf dan bukti pendaftaran tersebut akan
disampaikan oleh PPAIW kepada Nazhir.
d. Badan wakaf
Pengertian badan wakaf menurut Pasal 1 ayat 7 UU Nomor 41 Tahun
2004 yaitu : “Badan wakaf Indonesia adalah lembaga independen untuk
mengembangkan perwakafan di Indonesia.” Badan tersebut merupakan lembaga
independen yang melaksanakan tugas di bidang perwakafan yang melakukan
pembinaan terhadap nazhir, melakukan pengelolaan dan pengembangan harta

Universitas Sumatera Utara

benda wakaf berskala nasional dan internasional, memberikan persetujuan atas
perubahan peruntukan dan status harta benda wakaf dan memberikan saran dan
pertimbangan kepada pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang
perwakafan.
Badan wakaf Indonesia ini, sesuai dengan ketentuan Pasal 48 UU
Nomor 41 Tahun 2004, berkedudukan di Ibukota Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan dapat membentuk perwakilan di Propinsi dan atau kabupaten/kota
sesuai dengan kebutuhan.

Anggota badan wakaf Indonesia harus memenuhi

persyaratan sebagaimana tercantum dalam Pasal 54 UU Nomor 41 Tahun 2004
yang meliputi :
1) WNI
2) Beragama Islam
3) Dewasa
4) Amanah
5) Mampu secara jasmani dan rohani
6) Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum
7) Memiliki pengetahuan, kemampuan dan/atau pengalaman di bidang
perwakafan dan/atau ekonomi, khususnya dari ekonomi syariah
8) Mempunyai komitmen yang tinggi untuk mengembangkan perwakafan
nasional
9) Serta persyaratan lain untuk menjadi anggota badan wakaf Indonesia di
tetapkan oleh Badan Wakaf Indonesia.

Universitas Sumatera Utara

4. Syarat dan unsur dalam wakaf
Mengenai bagaimana keutamaan dalam harta wakaf dapatlah dijelaskan
bahwa : 20
” Mewakafkan harta benda jauh lebih utama dari pada bersedakah dan
berdema biasa, lagi pula lebih besar manfaatnya, sebab harta itu kekal
dan masih terus-menerus selama harta itu tetap menghasilkan atau
tetap digunakan sebagai layaknya dengan cara produktif. ”
Oleh karena wakaf itu sendiri bertujuan untuk kepentingan orang banyak
dan masyarakat, bentuk wakaf itu amat besar manfaatnya dan amat diperlukan
untuk kelangsungan usaha-usaha amal islam sebagai sumber yang tidak akan
habis untuk pembiayaan yang semakin lama semakin meningkat.
Wakaf sebagai harta yang kekal yang selalu menjadi sumber kekayaan
dalam membiayai amal-amal kemasyarakatan dalam ajaran islam, maka sudah
sepantasnya wakaf itu menjadi perhatian bagi umat islam, terutama bagi umat
islam di Indonesia yang saat ini sedang dalam periode pergeseran kepada
masyarakat modern yang lebih majuyang susunan harta itu harus dijalankan
dengan organisasi yang modern pula.
Menurut ketentuan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004
Tentang Wakaf, mengatakan bahwa wakaf dilaksanakan dengan memenuhi
unsur-unsur wakaf, sebagai berikut:
a. Ada orang yang berwakaf (wakif), menurut ketentuan Pasal 215 Ayat (2)
Kompilasi Hukum Islam (KHI) Jo Pasal 1 Ayat (2) PP Nomor 28 Tahun 1977

20

Muhammad Daud Ali, Op.Cit.,hal.8

Universitas Sumatera Utara

Tentang Perwakafan Tanah Milik dinyatakan bahwa wakif adalah orangorang ataupun badan hukum yang mewakafkan benda miliknya.
b. Nazhir; Nazhir adalah orang yang ahli memiliki seperti syarat bagi orang
yang berwkaf
c. Harta benda wakaf; barang atau benda yang diwakafkan haruslah memenuhi
syarat-syarat diantaranya pertama harus tetap zatnya dan benda tersebut dapat
dimanfaatkan dalam kurun waktu yang lama, tidak habis dalam sekali pakai,
kedua harta benda yang diwakafkan itu harus jelas wujudnya dan pasti batasbatasnya, ketiga benda tersebut haruslah benar-benar kepemilikan si wakif,
keempat harta yang diwakafkan itu bisa berupa benda bergerak seperti buku,
saham, surat-surat berharga, dan lainya, dan juga benda tidak bergerak seperti
tanah.
d. Ikrar Wakaf; ikrar wakaf adalah pernyataan kehendak dari wakif untuk
mewakafkan tanah atau benda miliknya sebagaimana bunyi Pasal 1 Ayat (3)
PP Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik. Pernyataan atau
ikrar wakaf ini harus dinyatakan secara tegas baik lisan maupun tertulis,
dengan redaksi ”aku mewakafkan” atau ”aku menahan” ataupun kalimat
semakna lainya. Ikrar ini sangatlah penting karena pernyataan ikrar
membawa implikasi gugurnya hak si wakif, dan harta wakaf menjadi milik
Allah Swt atau milik umum. 21
e. Peruntukan harta benda wakaf; untuk menghindari penyalahgunaan wakaf,
maka wakif perlu menegaskan peruntukan wakafnya, apakah harta yang

21

Muhammad Daud Ali, Op.Cit.,hlm.28

Universitas Sumatera Utara

diwakafkan itu untuk menolong keluarganya sendiri sebagai wakaf keluarga
atau untuk fakir miskin, dan lain-lain asalkan untuk kepentingan umum, yang
jelas tujuannya adalah untuk kebaikan, mencari keridhaan Allah Swt dan
mendekatkan diri kepada-Nya. 22
f. Jangka waktu wakaf; harta benda yang diwakafkan haruslah bersifat kekal
dan tanpa dibatasi oleh jangka waktu, sehingga harta benda wakaf tersebut
dapat dimanfaatkan selama-lamanya.
Sedangkan untuk sahnya suatu wakaf menurut ketentuan hukum islam
haruslah memenuhi tiga syarat, yang diantaranya:
a. wakaf haruslah kekal dan terus menerus artinya tidak boleh dibatasi dengan
jangka waktu, oleh sebab itu tidaklah sah suatu wakaf apabila jangka waktu
ditentukan oleh orang mewakafkan hartanya;
b. wakaf tidak boleh dicabut. Apabila terjadi suatu wakaf dan wakaf itu telah
sah, maka pada saat itu juga wakaf itu tidak boleh dicabut. Wakaf yang
dinyatakab dalam perantara wasiat, maka pelaksanaan wakaf itu dilakukan
setelah wakif meninggal dunia dan wakaf tersebut tidak seorangpun yang
boleh mencabutnya;
c. wakaf tidak boleh dipindahtangankan. Dengan terjadinya wakaf, maka sejak
saat itu harta itu telah menjadi milik Allah Swt, pemilikan itu tidak boleh
dipindahtangakan kepada siapapun, baik orang, badan hukum, maupun
negara;
d. setiap wakaf haruslah sesuai dengan tujuan wakaf pada umumnya.
22

Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997,

hlm.493

Universitas Sumatera Utara

5. Tujuan dan fungsi wakaf
Pada dasarnya jika dilihat dari pada syari’at islam sendiri, maka akan
ditemukan bahwa tujuan dari pada syari’at islam itu sendiri adalah demi
kemaslahatan umat. Allah Swt sendiri sebagai maha pencipta memberikan
manusia kemampuan dan karakter yang beraneka ragam, dari sinilah dapat dilihat
akan timbul suatu kondisi dan lingkungan yang berbeda-beda diantara individuindividu, seperti misalnya ada yang miskin, ada yang kaya, lemah, kuat, cerdas,
ataupun bodoh, dimana dibalik semua itu tersimpan hikmah, dimana Allah Swt,
memberikan kesempatan kepada yang kaya untuk menyantuni yang miskin, yang
kuat melindungi yang lemah, dan yang pintar membimbing yang bodoh. Dimana
yang demikianlah merupakan wahana bagi manusia untuk melakukan kebajikan
sebagai upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt, sehingga interaksi antar
manusia terus terjalin. 23
Wakaf sendiri sebagai salah satu wujud sikap yang kaya membantu yang
lemah, memiliki fungsi sosial, artinya bahwa penggunaan hak milik oleh
seseorang harus memberikan manfaat langsung dan tidak langsung kepada
masyarakat, dalam ajaran kepemilikan terhadap harta benda seseorang , agama
islam mengajarkan bahwa didalamnya melekat hak fakir miskin yang harus

23

Muhammad Abbid Abdullah Al-Kabissi, Hukum Wakaf: Kajian Kontemporer
Pertama dan Terlengkap Tentang Fungsi dan Pengelolahan Wakaf Serta Penyelesaian atas
Sengketa Wakaf, Iman Press, Jakarta, 2003, hlm.83

Universitas Sumatera Utara

diberikan oleh pemiliknya secara ikhlas kepada yang memerlukannya sesuai
aturan yang telah ditentukan yakni, infak, sedekah, wasiat, hibah dan wakaf. 24
Kepemilikan harta benda sendiri yang tidak menyertakan kemanfaatan
kepada orang lain merupakan sikap yang tidak disukai oleh Allah Swt, dimana
agama islam selalu menganjurkan agar selalu memelihara keseimbangan sebagai
makhluk pribadi dan makhluk sosial dalam tata kehidupan masyarakat. 25Selain
itu manfaat wakaf sendiri menurut konsep syari’at islam adalah bahwa wakaf itu
sendiri merupakan sedekah jariyah, dimana menurut konsep islam terminologi
jariyah adalah mengalir, maksudnya bahwa sedekah atau wakaf yang
dikeluarkan, sepanjang benda wakaf itu dimanfaatkan untuk kepentingan
kebaikan maka selama itu pula si wakif mendapat pahala secara terus menerus
meskipun telah meninggal dunia. 26
Fungsi wakaf sendiri menurut ketentuan perundang-undangan di
Indonesia yaitu menurut ketentuan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 28
Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik, menyatakan bahwa fungsi wakaf
adalah mengkekalkan manfaat benda wakaf sesuai dengan tujuan wakaf yaitu
melembagakan untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadat atau keperluan
umum lainya sesuai dengan ajaran islam.
Sementara untuk tujuan wakaf menurut ketentuan Pasal 4 UndangUndang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf untuk memanfaatkan harta benda
wakaf sesuai dengan fungsinya, dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi wakaf
ditambahkan dalam ketentuan Pasal 22, bahwa harta benda wakaf hanya dapat
24

Ibid.,hlm.83
Ibid.,hlm.84
26
Ibid., hlm.84

25

Universitas Sumatera Utara

diperuntukan bagi sarana dan kegiatan ibadah, sarana dan kegiatan kesehatan dan
pendidikan, bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, beasiswa,
kemajuan dan peningkatan ekonomi umat, dan/atau kesejahteraan umum lainya
yang tidak bertentangan dengan Syari’ah dan peraturan perundang-undangan.
Sebagaimana yang dimaksud dalam Ketentuan Pasal 2 Undang-Undann
Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Wakaf , bahwa peruntukan harta benda wakaf
dilakukan oleh wakif pada saat pelaksanaan ikrar wakaf. Sedangkan dalam hal
wakif tidak menetapkan peruntukan harta benda wakaf, nadzhir dapat
menetapkan peruntukan harta benda wakaf yang dilakukan sesuai dengan tujuan
dan fungsi wakaf.
Menurut ketentuan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004
Tentang Wakaf, adalah mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda
wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kepentingan umum, dan
pelaksanaannya agar fungsi sesuai dengan tujuan wakaf, maka objek wakaf
hendaknya didayagunakan dengan sebaik-baiknya dalam dalam pengelolahanya.
Untuk

itu

diperlukan

nadzir

yang

profesional

dibidangnya

dengan

mengedepankan prinsip dan ajaran islam.

F. Metode Penelitian
Metode Penelitian merupakan hal yang penting dalam upaya mencapai
tujuan tertentu di dalam penulisan skripsi. Hal ini dilakukan agar terhindar dari
suatu kesan dan penilaian bahwa penulisan skripsi dibuat dengan cara asalasalan dan tanpa didukung dengan data yang lengkap. Oleh karena itulah, maka

Universitas Sumatera Utara

dalam melakukan penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian sebagai
berikut ;
1. Sifat Penelitian
Sifat Penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini adalah deskriptif
analistis. yaitu menggambarkan semua gejala dan fakta serta menganalisa
semua permasalahan yang ada sehubungan dengan Tinjauan Yuridis
Pelaksanaan dan Pengelolahan Wakaf Tanah di Kota Medan, yang
dihubungkan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Metode Pendekatan
Penelitian ini mempergunakan pendekatan hukum normatif dan empiris.
Dimana metode pendekatan normatif dalam penelitian ini yaitu dengan
meneliti bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi buku-buku
serta norma-norma hukum yang terdapat pada peraturan perundangundangan, asas-asas hukum, kaedah hukum, dan sistematika hukum serta
mengkaji

ketentuan

perundang-undangan,

dan

bahan-bahan

hukum

lainya. 27Penelitian hukum normatif ini sering kali disebut dengan penelitian
doktrinal yaitu penelitian yang objek kajianya adalah dokumen peraturan
perundang-undangan dan bahan kepustakaan
Pendekatan empiris yaitu penelitian yang bertujuan untuk memperoleh
pengetahuan empiris tentang hubungan hukum terhadap masyarakat, yang
dilakukan dengan cara mendekati masalah yang di teliti dengan sifat hukum
yang nyata atau sesuai dengan kehidupan yang nyata dalam masyarakat dan
27

Johnny Ibrahim,Teori dan Metodologi Penelitian Hukum, Bayu Media Publishing,
Jakarta, 2005, hal.29.

Universitas Sumatera Utara

dihubungkan

pada

analisis

terhadap

peraturan

perundang-undangan.

Penelitian hukum empiris ini disebut juga sebagai penelitian non doktrinal,
yaitu penelitian berupa studi-studi empiris untuk menemukan teori-teori
mengenai proses terjadinya dan mengenai proses bekerjanya hukum di dalam
masyarakat, atau penelitian hukum empiris ini disebut juga sebagai socio
legal research. 28
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan caracara sebagai berikut :
a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Merupakan data-data yang diperoleh penulis dari buku-buku, serta
bentuk-bentuk karya tulis lainya seperti jurnal-jurnal yang berkaitan
dengan judul skripsi ini.
b. Penelitian Lapangan ( Field Research)
Merupakan data-data yang diperoleh langsung untuk mengetahui
pengelolahan dan pelaksanaan wakaf tanah di kota medan, pendaftaran
wakaf tanah di kota medan, serta bagaimana upaya penyelesaian
hambatan dan perselisihan wakaf tanah di kota medan. Penelitian
lapangan ini sendiri dilakukan pada sebuah mesjid yang didirikan di atas
tanah wakaf yang terletak di Jalan Sunggal, Kota Medan, dimana dalam
penelitian ini untuk memanfaatkan data yang ada maka dilakukan dengan
menggunakan metode sebagai berikut :
28

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2007, hal.42

Universitas Sumatera Utara

1) Studi Dokumen
Studi dokumen dilakukan dengan mengumpulkan data menganalisis
bahan-bahan tertulis yang digunakan dalam pristiwa hukum seperti
Akta Ikrar wakaf.
2) Wawancara
Wawancara ini dilakukan dengan menggunakan teknik dan pedoman
wawancara, dimana yang menjadi narasumber dalam wawancara ini
adalah Nadzir masjid di Jalan Sunggal, Kota Medan, serta PPAIW
kota Medan
4. Sumber Data
Secara umum, maka di dalam penelitian hukum biasanya sumber data
dibedakan atas :
a. Data Primer
Data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat, seperti misalnya
melakukan penelitian di lapangan. Dalam hal ini penulis dapat
memperoleh data primer dari Masjid di Jalan Cemara Asri.
b. Data Sekunder
Data yang tidak diperoleh dari sumber yang pertama, melainkan data
yang diperoleh dari bahan pustaka. Misalnya: data yang diperoleh dari
dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil penelitian, laporan, buku
harian, surat kabar, makalah, dan lain sebagainya. 29Di dalam penulisan
penelitian ini, data sekunder yang digunakan berupa:

29

Ibid, hal.52

Universitas Sumatera Utara

1) Bahan hukum primer
Adalah bahan hukum yang mengikat. Yaitu dokumen peraturan
mengikat yang telah di tetapkan oleh pemerintah antara lain, UndangUndang No. 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria, serta
Undang-Undang No 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, dan Peraturan
Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Wakaf Tanah.
2) Bahan hukum sekunder
Yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan
hukum primer yang digunakan. Yaitu hasil kajian terhadap eksekusi
jaminan fidusia yang berasal dari buku-buku, makalah-makalah,
literatur, hasil penelitian, dan hasil karya dari kalangan hukum.
3) Bahan hukum tersier
Bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder yang digunakan. Yaitu
kamus, surat kabar, majalah, internet serta bahan lainya yang
berkaitan dengan penulisan skripsi ini.
5. Analisis Data
Setelah data primer dan data sekunder diperoleh selanjutnya dilakukan
analisis data yang didapat dengan mengungkapkan kenyataan-kenyataan
dalam bentuk kalimat, terhadap data yang diperoleh dari hasil penelitian
tersebut, penulis menggunakan metode analisis secara kualitatif yaitu suatu
tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analitis, yaitu apa yang

Universitas Sumatera Utara

dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan dan juga perilakunya
yang nyata, yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan menjadi salah satu metode yang digunakan dalam
penulisan skripsi ini, hal ini bertujuan untuk mempermudah dalam menyusun
serta mempermudah untuk memahami isi dari skripsi ini.
Penulisan skripsi ini dibagi atas 5 (lima) bab, dimana masing-masing bab
dibagi atas beberapa sub bab, urutan bab didalam skripsi ini disusun secara
sistematis dan saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainya. Uraian
singkat atas bab dan sub-sub bab adalah sebagai berikut:
BAB I :

PENDAHULUAN
Pada bab ini diuraikan latar belakang masalah yang menjadi dasar
dari penulisan. Lalu berdasarkan latar belakang masalah tersebut,
dibuatlah suatu perumusan masalah dan tujuan serta manfaat dari
penulisan skripsi ini. Pada bab ini juga menerangkan tentang
tinjauan pustaka, keaslian penulisan, metode penelitian yang
digunakan serta sistematika dari penulisan skripsi.

BAB II :

PERKEMBANGAN

PENGATURAN

PELAKSANAAN

WAKAF
Pada bab ini akan dibahas mengenai dasar hukum pelaksanaan
wakaf, harta benda dalam wakaf, perubahan peruntukan harta
benda wakaf, serta pengelolahan dan pengurusan harta wakaf

Universitas Sumatera Utara

BAB III :

PELAKSANAAN DAN PENDAFTARAN TANAH WAKAF
DI KOTA MEDAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai pengertian pendaftaran tanah
wakaf, tata cara perwakafan dan pendaftaran tanah wakaf,,
penarikan kembali tanah wakaf.

BAB IV :

PENYELESAIAN PERSELISIHAN WAKAF TANAH DI
KOTA MEDAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai penyelesaian perselisihan
wakaf, hambatan penyelesaian perselisihan wakaf, serta solusi
penyelesaian hambatan dan perselisihan wakaf tanah di kota
medan.

BAB V :

PENUTUP
Pada bab kelima ini akan diuraikan tentang kesimpulan terhadap
penulisan skripsi ini dan saran-saran terhadap pelaksanaan dan
pengelolahan wakaf tanah di kota medan.

Universitas Sumatera Utara