HUKUM PERBURUHAN DAN TENAGA KERJA

TUGAS MANDIRI
Hukum Perburuhan Dan Tenaga Kerja

KAJIAN JUDICIAL REVIEW
UU NO.13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

Nama :

Putri Yuliani

NPM :

150710022

Dosen :

Lenny Husna, S.H., M.H.

PROGRAM STUDI Ilmu Hukum
FAKULTAS Ilmu Sosial dan Humaniora
UNIVERSITAS PUTERA BATAM

2018

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. karena atas izin-Nyalah
yang telah melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya, memberikan kecerdasan ilmu dan
wawasan, sehingga Penulis dapat menyelesaikan kajian terhadap Putusan Makhamah
Konstitusi yang

berjudul “Judicial

Review

UU

No.13 Tahun

2003 Tentang

Ketenagakerjaan“ yang merupakan salah satu tugas mandiri mata kuliah Hukum
Perburuhan Dan Tenaga Kerja.

Shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada nabi Muhamad
SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya, serta mudah-mudahan sampai kepada kita
selaku umatnya. Amin.
Akhirnya, Penulis menyadari bahwa masih adanya kekurangan dalam makalah
penulis bahkan kesalahan-kesalahan yang perlu diperbaiki. Untuk itu penulis mengharap
kritik dan saran yang sifatnya membangun terhadap hasil penulisan ini agar penulisan
kajian ini dapat berguna bagi agama, bangsa dan negara.
Penulis mengharapkan semoga penulisan makalah ini dapat bermanfaat baik
bagi Penulis maupun bagi para pembaca. Amin.

Batam, 17 April 2018

Penulis

2

JUDICIAL REVIEW
UU NO.13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN
TERHADAP PUTUSAN MAKHAMAH KONSTITUSI


3

NO
1

Nomor
Putusan
Putusan MK
No. 012/PUUI/2003

Tanggal Putusan
28 Oktober 2004

Pasal yang
Dimohon
untuk Diuji
Seluruh
Pasal UUK

Amar Putusan

Menyatakan Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan :
 Pasal 158;
 Pasal 159;
 Pasal 160 ayat (1) sepanjang
mengenai anak kalimat “…. bukan
atas pengaduan pengusaha …”;
 Pasal 170 sepanjang mengenai anak
kalimat “.… kecuali Pasal 158 ayat
(1), …”;
 Pasal 171 sepanjang menyangkut
anak kalimat “…. Pasal 158 ayat (1)
…”;
 Pasal 186 sepanjang mengenai anak
kalimat “…. Pasal 137 dan Pasal 138
ayat (1)…”;
bertentangan dengan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
Menyatakan :

 Pasal 158;
 Pasal 159;
 Pasal 160 ayat (1) sepanjang
mengenai anak kalimat “…. bukan
atas pengaduan pengusaha …”;
 Pasal 170 sepanjang mengenai anak
kalimat “…. kecuali Pasal 158 ayat (1)
…”;
 Pasal 171 sepanjang menyangkut
anak kalimat “…. Pasal 158 ayat (1)
…”; dan
 Pasal 186 sepanjang mengenai anak
kalimat “…. Pasal 137 dan Pasal 138
ayat (1) …” Undang-undang Nomor
13
Tahun
2003
tentang
Ketenagakerjaan
tersebut tidak mempunyai kekuatan

hukum mengikat;
(Putusan Perkara
I/2003, 2004)

4

Nomor

012/PUU-

2

Putusan MK
No. 115/PUUVII/2009

10 November 2010

Pasal 120
ayat (1)
UUK, Pasal

121 UUK









5

Menyatakan Pasal 120 ayat (1) dan
ayat (2) Undang-Undang Nomor 13
Tahun
2003
tentang
Ketenagakerjaan
bertentangan
dengan

Undang-Undang
Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
Menyatakan Pasal 120 ayat (3)
Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003
tentang
Ketenagakerjaan
adalah konstitusional bersyarat
(conditionally
constitutional)
sepanjang:
i) frasa, “Dalam hal ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) atau ayat (2) tidak terpenuhi,
maka...”,
dihapus,
sehingga
berbunyi,

“para
serikat
pekerja/serikat buruh membentuk
tim perunding yang keanggotaannya
ditentukan secara proporsional
berdasarkan jumlah anggota masingmasing
serikat
pekerja/serikat
buruh”, dan
ii) ketentuan tersebut dalam angka
(i) dimaknai, “dalam hal di satu
perusahaan terdapat lebih dari satu
serikat pekerja/serikat buruh, maka
jumlah serikat pekerja/serikat buruh
yang berhak mewakili dalam
melakukan perundingan dengan
pengusaha dalam suatu perusahaan
adalah maksimal tiga serikat
pekerja/serikat buruh atau gabungan
serikat pekerja/serikat buruh yang

jumlah anggotanya minimal 10%
(sepuluh perseratus) dari seluruh
pekerja/buruh yang ada dalam
perusahaan”;
Menyatakan Pasal 120 ayat (1) dan
ayat (2) Undang-Undang Nomor 13
Tahun
2003
tentang
Ketenagakerjaan tidak memiliki
kekuatan hukum mengikat;
Menyatakan Pasal 120 ayat (3)

Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan tidak
memiliki kekuatan hukum mengikat
sepanjang:
i) frasa, “Dalam hal ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) atau ayat (2) tidak terpenuhi,

maka...”, tidak dihapuskan, dan
ii)
ketentuan
tersebut
tidak
dimaknai, “dalam hal di satu
perusahaan terdapat lebih dari satu
serikat pekerja/serikat buruh, jumlah
serikat pekerja/serikat buruh yang
berhak mewakili dalam melakukan
perundingan dengan pengusaha
dalam suatu perusahaan adalah
maksimal tiga serikat pekerja/serikat
buruh atau gabungan serikat
pekerja/serikat buruh yang jumlah
anggotanya minimal 10% (sepuluh
perseratus)
dari
seluruh
pekerja/buruh yang ada dalam
perusahaan”;

3

Putusan MK
No. 37/PUUIX/2011

19 September 2011

Pasal 155
ayat (2) UUK

(“Putusan Perkara Nomor 115/PUUVII/2009,” 2010)
 Frasa ”belum ditetapkan” dalam
Pasal 155 ayat (2) Undang -Undang
Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan
adalah
bertentangan dengan UUD 1945
sepanjang tidak dimaknai belum
berkekuatan hukum tetap;


4

Putusan MK
No. 27/PUUIX/2011

17 January 2012

Pasal 59,
Pasal 64,
Pasal 65,
dan Pasal 66

6

Frasa ”belum ditetapkan” dalam
Pasal 155 ayat (2) UUKtidak
mempunyai
kekuatan
hukum
mengikat sepanjang tidak dimaknai
belum berkekuatan hukum tetap;

(Putusan Perkara Nomor 37/PUUIX/2011, 2011)
 Frasa “…perjanjian kerja waktu
tertentu” dalam Pasal 65 ayat (7)
dan frasa “…perjanjian kerja untuk
waktu tertentu” dalam Pasal 66 ayat

UUK

(2) huruf b Undang-Undang Nomor
13
Tahun
2003
tentang
Ketenagakerjaan
bertentangan
dengan UUD 1945 sepanjang dalam
perjanjian kerja tersebut tidak
disyaratkan
adanya
pengalihan
perlindungan
hak-hak
bagi
pekerja/buruh yang objek kerjanya
tetap ada, walaupun
terjadi
pergantian
perusahaan
yang
melaksanakan sebagian pekerjaan
borongan dari perusahaan lain atau
perusahaan
penyedia
jasa
pekerja/buruh;


5

Putusan MK
No. 19/PUUIX/2011

20 Juni 2012

Pasal 164
ayat (3) UUK

7

Frasa “…perjanjian kerja waktu
tertentu” dalam Pasal 65 ayat (7)
dan frasa “…perjanjian kerja untuk
waktu tertentu” dalam Pasal 66 ayat
(2) huruf b Undang-Undang Nomor
13
Tahun
2003
tentang
Ketenagakerjaan tidak memiliki
kekuatan
hukum
mengikat
sepanjang dalam perjanjian kerja
tersebut tidak disyaratkan adanya
pengalihan perlindungan hak-hak
bagi pekerja/buruh yang objek
kerjanya tetap ada, walaupun terjadi
pergantian
perusahaan
yang
melaksanakan sebagian pekerjaan
borongan dari perusahaan lain atau
perusahaan
penyedia
jasa
pekerja/buruh;

(Putusan Perkara Nomor 27/PUUIX/2011, 2012)
 Menyatakan Pasal 164 ayat (3)
Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003
tentang
Ketenagakerjaan
bertentangan
dengan
UndangUndang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 sepanjang
frasa “perusahaan tutup” tidak
dimaknai
“perusahaan
tutup
permanen atau perusahaan tutup
tidak untuk sementara waktu”;



6

Putusan MK
No. 58/PUUIX/2011

16 Juli 2012

Pasal 169
ayat (1)
huruf c UUK

(Putusan Perkara Nomor 19/PUUIX/2011, 2012)
 Menyatakan Pasal 169 ayat (1) huruf
c Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003
tentang
Ketenagakerjaan
bertentangan
dengan
Undang
Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, sepanjang
tidak dimaknai pekerja/buruh dapat
mengajukan
permohonan
pemutusan hubungan kerja karena
tindakan pengusaha yang tidak
membayar upah tepat pada waktu
yang telah ditentukan selama 3 (tiga)
bulan berturut-turut atau lebih, yang
keterlambatan
upah
dimaksud
pernah
terjadi
sebelum
pekerja/buruh
mengajukan
permohonan pemutusan hubungan
kerja ke lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial”


8

Menyatakan Pasal 164 ayat (3)
Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan pada
frasa “perusahaan tutup” tidak
memiliki kekuatan hukum mengikat
sepanjang
tidak
dimaknai
“perusahaan tutup permanen atau
perusahaan tutup tidak untuk
sementara waktu”;

Menyatakan Pasal 169 ayat (1) huruf
c Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan tidak
berkekuatan
hukum
tetap
,
sepanjang
tidak
dimaknai
pekerja/buruh dapat mengajukan
permohonan pemutusan hubungan
kerja karena tindakan pengusaha
yang tidak membayar upah tepat
pada waktu yang telah ditentukan
selama 3 (tiga) bulan berturut-turut
atau lebih, yang keterlambatan upah
dimaksud pernah terjadi sebelum
pekerja/buruh
mengajukan
permohonan pemutusan hubungan

kerja ke lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial”.

7

Putusan MK
No. 100/PUUX/2012

19 September 2013

Pasak 96
UUK

(Putusan Perkara Nomor 58/PUUIX/2011, 2012)
 Menyatakan Pasal 96 UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003
tentang
Ketenagakerjaan
bertentangan dengan Pasal 28D ayat
(2) Undang- Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;


8

Putusan MK
No. 67/PUUXI/2013

11 September 2014

Pasal 95
ayat (4) UUK

(Putusan Perkara Nomor 100/PUUX/2012, 2013)
 Pasal 95 ayat (4) Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan
bertentangan
dengan
Undang-Undang
Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun
1945 sepanjang tidak dimaknai: “
pembayaran upah pekerja/buruh
yang terhutang didahulukan atas
semua jenis kreditur termasuk atas
tagihan kreditur separatis, tagihan
hak negara, kantor lelang, dan badan
umum yang dibentuk Pemerintah ,
sedangkan pembayaran hak-hak
pekerja / buruh lainnya didahulukan
atas semua tagihan termasuk
tagihan hak negara, kantor lelang,
dan badan umum yang dibentuk
Pemerintah, kecuali tagihan dari
kreditur separatis ”;


9

Menyatakan Pasal 96 UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003
tentang
Ketenagakerjaan
tidak
mempunyai
kekuatan
hukum
mengikat dengan segala akibat
hukumnya;

Pasal 95 ayat (4) Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan tidak mempunyai
kekuatan
hukum
mengikat

sepanjang tidak dimaknai: “
pembayaran upah pekerja/buruh
yang terhutang didahulukan atas
semua jenis kreditur termasuk atas
tagihan kreditur separatis, tagihan
hak negara, kantor lelang, dan badan
umum yang dibentuk Pemerintah ,
sedangkan pembayaran hak-hak
pekerja / buruh lainnya didahulukan
atas semua tagihan termasuk
tagihan hak negara, kantor lelang,
dan badan umum yang dibentuk
Pemerintah, kecuali tagihan dari
kreditur separatis ”;

9

Putusan MK
No. 7/PUUIX/2014

04 November 2015

Pasal 59
ayat (7),
Padal 65
ayat (8) dan
Pasal 66
ayat (4) UUK

10

(Putusan Perkara Nomor 67/PUUXI/2013, 2014)
 Frasa “demi hukum” dalam Pasal 59
ayat (7) Undang-Undang Nomor 13
Tahun
2003
tentang
Ketenagakerjaan
bertentangan
dengan
Undang-Undang
Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun
1945 sepanjang tidak dimaknai
“Pekerja/buruh dapat meminta
pengesahan
nota
pemeriksaan
pegawai pengawas ketenagakerjaan
kepada Pengadilan Negeri setempat
dengan syarat:
1. Telah dilaksanakan perundingan
bipartit namun perundingan
bipartit tersebut tidak mencapai
kesepakatan atau salah satu
pihak menolak untuk berunding;
dan
2. Telah dilakukan pemeriksaan
oleh
pegawai
pengawas
ketenagakerjaan
berdasarkan
peraturan
perundangundangan”;
 Frasa “demi hukum” dalam Pasal 65
ayat (8) Undang-Undang Nomor 13
Tahun
2003
tentang
Ketenagakerjaan
bertentangan
dengan
Undang-Undang
Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun

1945 sepanjang tidak dimaknai
“Pekerja/buruh dapat meminta
pengesahan
nota
pemeriksaan
pegawai pengawas ketenagakerjaan
kepada Pengadilan Negeri setempat
dengan syarat:
1. Telah dilaksanakan perundingan
bipartit namun perundingan
bipartit tersebut tidak mencapai
kesepakatan atau salah satu
pihak menolak untuk berunding;
dan
2. Telah dilakukan pemeriksaan
oleh
pegawai
pengawas
ketenagakerjaan
berdasarkan
peraturan
perundangundangan”;




11

Frasa “demi hukum” dalam Pasal 65
ayat (8) Undang-Undang Nomor 13
Tahun
2003
tentang
Ketenagakerjaan
bertentangan
dengan
Undang-Undang
Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun
1945 sepanjang tidak dimaknai
“Pekerja/buruh dapat meminta
pengesahan
nota
pemeriksaan
pegawai pengawas ketenagakerjaan
kepada Pengadilan Negeri setempat
dengan syarat:
1. Telah dilaksanakan perundingan
bipartit namun perundingan
bipartit tersebut tidak mencapai
kesepakatan atau salah satu
pihak menolak untuk berunding;
dan
2. Telah dilakukan pemeriksaan
oleh
pegawai
pengawas
ketenagakerjaan
berdasarkan
peraturan
perundangundangan”;
Frasa “demi hukum” dalam Pasal 65
ayat (8) Undang-Undang Nomor 13
Tahun
2003
tentang
Ketenagakerjaan tidak mempunyai
kekuatan
hukum
mengikat
sepanjang
tidak
dimaknai

“Pekerja/buruh dapat meminta
pengesahan
nota
pemeriksaan
pegawai pengawas ketenagakerjaan
kepada Pengadilan Negeri setempat
dengan syarat:
1. Telah dilaksanakan perundingan
bipartit namun perundingan
bipartit tersebut tidak mencapai
kesepakatan atau salah satu
pihak menolak untuk berunding;
dan
2. Telah dilakukan pemeriksaan
oleh
pegawai
pengawas
ketenagakerjaan
berdasarkan
peraturan
perundangundangan”;




12

Frasa “demi hukum” dalam Pasal 66
ayat (4) Undang-Undang Nomor 13
Tahun
2003
tentang
Ketenagakerjaan
bertentangan
dengan
Undang-Undang
Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun
1945 sepanjang tidak dimaknai
“Pekerja/buruh dapat meminta
pengesahan
nota
pemeriksaan
pegawai pengawas ketenagakerjaan
kepada Pengadilan Negeri setempat
dengan syarat:
1. Telah dilaksanakan perundingan
bipartit namun perundingan
bipartit tersebut tidak mencapai
kesepakatan atau salah satu
pihak menolak untuk berunding;
dan
2. Telah dilakukan pemeriksaan
oleh
pegawai
pengawas
ketenagakerjaan
berdasarkan
peraturan
perundangundangan”;
Frasa “demi hukum” dalam Pasal 66
ayat (4) Undang-Undang Nomor 13
Tahun
2003
tentang
Ketenagakerjaan tidak mempunyai
kekuatan
hukum
mengikat
sepanjang
tidak
dimaknai
“Pekerja/buruh dapat meminta

pengesahan
nota
pemeriksaan
pegawai pengawas ketenagakerjaan
kepada Pengadilan Negeri setempat
dengan syarat:
1. Telah dilaksanakan perundingan
bipartit namun perundingan
bipartit tersebut tidak mencapai
kesepakatan atau salah satu
pihak menolak untuk untuk
berunding; dan
2. Telah dilakukan pemeriksaan
oleh
pegawai
pengawas
ketenagakerjaan
berdasarkan
peraturan
perundangundangan”;

10

Putusan MK
No. 72/PUUXIII/2015

29 September 2016

Pasal 90
ayat (2) UUK

(“Putusan Perkara Nomor 7/PUUXII/2014,” 2015)
 Menyatakan Pasal 90 ayat (2) dan
Penjelasan Pasal 90 ayat (2) UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003
tentang
Ketenagakerjaan
bertentangan
dengan
Undang
Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;


11

Putusan MK
No. 114/PUUXIII/2015

29 September 2016

Pasal 171
UUK dan
Pasal 82 UU
Penyelesaia
n
Perselisihan
Hubungan
Industrial

13

Menyatakan Pasal 90 ayat (2) dan
Penjelasan Pasal 90 ayat (2) UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003
tentang
Ketenagakerjaan
tidak
mempunyai kekuatan hukum yang
mengikat;

(Putusan Perkara Nomor 72/PUUXIII/2015, 2016)
 Menyatakan Pasal 171 UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003
tentang
Ketenagakerjaan
bertentangan
dengan
UndangUndang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
 Menyatakan Pasal 171 UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan
tidak
mempunyai
kekuatan
hukum
mengikat.





12

Putusan MK
No. 13/PUUXV/2017

14 Desember 2017

Pasal 153
ayat (1)
huruf f UUK

Pasal 82 Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2004 tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial
sepanjang anak kalimat “Pasal 159”
bertentangan
dengan
UndangUndang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
Pasal 82 Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2004 tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial
sepanjang anak kalimat “Pasal 159”
tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat.

(Putusan Perkara Nomor 114/PUUXIII/2015, 2016)
 Menyatakan frasa “kecuali telah
diatur dalam perjanjian kerja,
peraturan
perusahaan,
atau
perjanjian kerja bersama” dalam
Pasal 153 ayat (1) huruf f UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003
tentang
Ketenagakerjaan
bertentangan
dengan
UndangUndang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;


Menyatakan frasa “kecuali telah
diatur dalam perjanjian kerja,
peraturan
perusahaan,
atau
perjanjian kerja bersama” dalam
Pasal 153 ayat (1) huruf f UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan
tidak
mempunyai
kekuatan
hukum
mengikat;

(Putusan Perkara
XV/2017, 2018)

14

Nomor

13/PUU-

DAFTAR PUSTAKA

Putusan Perkara Nomor 012/PUU-I/2003. (2004).
Putusan Perkara Nomor 100/PUU-X/2012. (2013).
Putusan Perkara Nomor 114/PUU-XIII/2015. (2016) (Vol. 1).
Putusan Perkara Nomor 115/PUU-VII/2009. (2010), 1–57.
Putusan Perkara Nomor 13/PUU-XV/2017. (2018).
Putusan Perkara Nomor 19/PUU-IX/2011. (2012).
Putusan Perkara Nomor 27/PUU-IX/2011. (2012).
Putusan Perkara Nomor 37/PUU-IX/2011. (2011) (Vol. 4).
Putusan Perkara Nomor 58/PUU-IX/2011. (2012).
Putusan Perkara Nomor 67/PUU-XI/2013. (2014).
Putusan Perkara Nomor 7/PUU-XII/2014. (2015), (6).
Putusan Perkara Nomor 72/PUU-XIII/2015. (2016) (Vol. 1).

15