Profil Keterlaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian dan Kepuasan Konsumen di Apotek: Studi Kasus pada Apotek Kimia Farma No.27 Medan

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 35 tahun 2014 tentang
standar pelayanan kefarmasian di apotek, yang dimaksud dengan apotek adalah
sarana pelayanan kefarmasian oleh apoteker (Menkes, RI., 2014).
Menurut Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang pekerjaan
kefarmasian, pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan
bertanggungjawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi untuk
meningkatkan mutu kehidupan pasien. Pelayanan ini dilakukan oleh apoteker dan
tenaga teknis kefarmasian (Presiden, RI., 2009).
Sesuai ketentuan perundangan yang berlaku, apotek harus dikelola oleh
seorang apoteker yang profesional. Dalam pengelolaan apotek, apoteker
senantiasa harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan
yang baik, mengambil keputusan yang tepat, mampu berkomunikasi antar profesi,
menempatkan diri sebagai pemimpin dalam kegiatan multidisipliner, kemampuan
mengelola sumber daya manusia secara efektif, selalu belajar sepanjang karir dan
membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan
pengetahuan (Menkes, RI., 2004).
Tujuan pengaturan di atas, salah satunya untuk memberikan perlindungan

kepada pasien dan masyarakat dalam memperoleh dan/atau menetapkan sediaan
farmasi dan jasa kefarmasian. Apotek sebagai suatu fasilitas memiliki peran sosial

dalam masyarakat, yaitu menjadikan konsumen sebagai prioritas yang utama.

1
Universitas Sumatera Utara

Berbagai kendala yang ada seperti lamanya pelayanan resep, harga obat yang
dianggap terlalu mahal, ketidaklengkapan obat, ketidakramahan pegawai apotek
menjadi hambatan dalam hal kepuasan konsumen (Yuniarti, 2008).
Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul
setelah membandingkan antara kinerja (hasil) yang dipikirkan terhadap kinerja
(hasil) yang diharapkan. Kepuasan konsumen dapat mempengaruhi minat untuk
kembali ke apotek yang sama. Konsumen yang baik akan menjadi pelanggan yang
loyal, berupa promosi dari mulut ke mulut bagi calon konsumen lainnya, yang
diharapkan sangat positif bagi usaha apotek. Kepuasan merupakan pengalaman
konsumen yang akan mengendap di dalam ingatan konsumen, dan mempengaruhi
proses pengambilan keputusan pembelian ulang produk yang sama (Supranto,
2006).

Pelayanan kefarmasian adalah praktik yang berorientasi kepada pasien
terkait dengan pengelolaan pasien dengan merujuk dan menghargai individu
pasien (Cipole, dkk., 1998). Pedoman praktik farmasi yang baik harus didasarkan
pada standar pelayanan kefarmasian, baik itu di rumah sakit, puskesmas maupun
di apotek. Pedoman ini merekomendasikan agar standar nasional ditetapkan untuk
peningkatan kesehatan, penyediaan obat-obatan, alat-alat medis, perawatan diri
pasien dan peningkatan pemberian resep dan penggunaan obat oleh aktivitas
apoteker (International Pharmaceutical Federation, 1997). Di Indonesia sudah
diatur dengan terbitnya Kepmenkes No. 1027 tahun 2004 dan telah diperbaiki
menjadi Permenkes No. 35 tahun 2014.
Permenkes No. 35 tahun 2014 mengamanatkan bahwa pelayanan
kefarmasian tidak hanya pengelolaan obat sebagai komoditi tetapi juga pelayanan

2
Universitas Sumatera Utara

yang komprehensif (pharmaceutical care) dalam pengertian tidak saja sebagai
pengelola obat namun dalam pengertian yang lebih luas mencakup pelaksanaan
pemberian informasi untuk mendukung penggunaan obat yang benar dan rasional,
monitoring penggunaan obat untuk mengetahui tujuan akhir, serta kemungkinan

terjadinya kesalahan pengobatan. Oleh sebab itu dikeluarkannya Permenkes No.
35 tahun 2014 menjadi standar baru pelayanan kefarmasian di apotek karena
pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan peraturan perundang-undangan
serta peran apoteker sebagaimana yang disebutkan di atas (Menkes, R1., 2014).
PT. Kimia Farma Apotek adalah anak perusahaan yang dibentuk oleh
Kimia Farma untuk mengelola apotek-apotek milik perusahaan yang ada, dalam
upaya meningkatkan kontribusi untuk memperbesar penjualan maka PT. Kimia
Farma Apotek mengelola sebanyak 340 apotek yang tersebar diseluruh tanah air
yang memimpin pasar di bidang perapotikan dengan penguasaan pasar sebesar
19% dari total penjualan apotek dari seluruh Indonesia (Anonim, 2010). Sejak
bulan Juli 2004, Apotek Kimia Farma mengubah persepsi dan citra lama terkait
pelayanan. Dengan konsep baru bahwa setiap Apotek Kimia Farma bukan lagi
terbatas sebagai gerai untuk jual obat, tetapi menjadi pusat pelayanan kesehatan
atau health center , yang didukung oleh berbagai aktivitas penunjang seperti
laboratorium klinik, optik, praktek dokter, dan gerai untuk obat-obatan tradisional
Indonesia seperti herbal medicine. Perubahan yang dilakukan secara fisik antara
lain dengan memperbaharui penampilan eksterior dan interior dari apotek-apotek
Kimia Farma yang tersebar di seluruh Indonesia. Bersamaan itu diciptakan pula
budaya baru di lingkungan setiap apotek untuk lebih berorientasi kepada
pelayanan konsumen, dimana setiap Apotek Kimia Farma haruslah mampu


3
Universitas Sumatera Utara

memberikan pelayanan yang baik, penyediaan obat yang baik dan lengkap,
berikut pelayanan yang cepat dan terasa nyaman (Anonim, 2010).
Penelitian dari Handayani, dkk., (2009), tentang persepsi konsumen terhadap
pelayanan apotek di tiga kota di Indonesia (Jakarta, Yogyakarta, dan Makasar),
menunjukkan bahwa secara keseluruhan, sebagian besar konsumen (74,5%)
mempunyai persepsi yang baik terhadap pelayanan apotek hampir di semua dimensi
meskipun pelayanan kefarmasian yang diperoleh belum memenuhi standar
kefarmasian di apotek.

Survei kepuasan Hernita (2008) menunjukkan bahwa Apotek Kimia Farma
No. 27 telah memberikan pelayanan yang memuaskan kepada konsumen.
Penelitian dari Mustika (2010), tentang evaluasi kepuasan pasien terhadap pelayanan
resep sebagai dasar untuk pengembangan Apotek Kimia Farma 39 Medan,
menunjukkan bahwa tingkat kepuasan rata-rata pasien untuk semua variabel terhadap
pelayanan resep di Apotek Kimia Farma 39 Medan adalah 87,25% dengan kategori
baik.


Ginting (2008) menunjukkan pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian
di apotek di kota Medan adalah 47,63% atau termasuk dalam kategori kurang.
Begitu juga hasil penelitian Parlindungan (2014) menunjukkan bahwa tingkat
keterlaksanaan standar praktik farmasi komunitas di beberapa apotek di
Kabupaten Deli Serdang, berada dalam kategori kurang yaitu sebesar 42,86%.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin mengetahui profil keterlaksanaan
standar pelayanan kefarmasian sesuai dengan Permenkes No. 35 tahun 2014 dan
kepuasan konsumen di Apotek Kimia Farma No. 27 Medan.

4
Universitas Sumatera Utara

1.2 Kerangka Pikir Penelitian
Pada penelitian ini digunakan dua macam kuesioner, yakni kuesioner
untuk mengukur keterlaksanaan standar pelayanan kefarmasian sesuai dengan
Permenkes No. 35 tahun 2014 di Apotek Kimia Farma No. 27 Medan meliputi 10
aspek penilaian terdiri dari 61 elemen standar pelayanan kefarmasian dan 2
elemen karakteristik apoteker penanggungjawab apotek (apoteker pendamping
dan frekuensi kehadiran di apotek) yang dilakukan dengan cara observasi.

Kuesioner untuk mengukur kepuasan yang diisi oleh konsumen meliputi 5 aspek
penilaian terdiri dari 21 elemen terkait pelayanan.
Adapun selengkapnya mengenai gambaran kerangka pikir penelitian ini
ditunjukkan pada Gambar 1.1 dan 1.2:

5
Universitas Sumatera Utara

a. Keterlaksanaan standar pelayanan kefarmasian
Variabel bebas

Variabel terikat

Karakteristik
Apoteker
Penanggungjawab Apotek:
 Jenis kelamin
 Pengalaman
sebagai
Apoteker

Penanggungjawab Apotek
 Imbalan per bulan
 Rata-rata jumlah resep per hari
 Rata-rata omset per hari
 Apoteker pendamping
 Frekuensi kehadiran di apotek

Profil
keterlaksanaan
standar pelayanan
kefarmasian di
apotek
 Baik
 Cukup
 Kurang

Keterlaksanaan
standar
pelayanan
kefarmasian:

 Pemeriksaan resep
 Dispensing
 Pelayanan informasi obat (PIO)
 Konseling
 Pemantauan terapi obat (PTO)
 Monitoring efek samping obat
(MESO)
 Pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan dan bahan medis habis
pakai
 Administrasi
 Evaluasi mutu pelayanan
Gambar 1.1 Keterlaksanaan standar pelayanan kefarmasian

6
Universitas Sumatera Utara

b. Kepuasan konsumen
Variabel bebas


Variabel terikat

Karakteristik responden:
 Umur
 Jenis kelamin
 Pendidikan
 Tingkat
penghasilan
kepala
keluarga tiap bulan
 Pekerjaan
 Frekuensi kehadiran di apotek

Kepuasan konsumen
 Sangat puas
 Puas
 Tidak puas

Kepuasan konsumen:
 Kehandalan

 Ketanggapan
 Jaminan
 Empati
 Penampilan apotek
Gambar 1.2 Kepuasan konsumen
I.3 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka perumusan masalah penelitian ini yaitu:
a. Apakah profil keterlaksanaan standar pelayanan kefarmasian di Apotek
Kimia Farma No. 27 Medan?
b. Apakah tingkat kepuasan konsumen terhadap pelayanan di Apotek Kimia
Farma No. 27 Medan?
1.4 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah, maka hipotesis penelitian ini yaitu:
a. Profil keterlaksanaan standar pelayanan kefarmasian di Apotek Kimia
Farma No. 27 Medan masih kurang.
b. Konsumen telah puas terhadap pelayanan di Apotek Kimia Farma No.27
Medan.

7
Universitas Sumatera Utara


1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui profil keterlaksanaan standar pelayanan kefarmasian di
Apotek Kimia Farma No. 27 Medan.
b. Untuk mengetahui tingkat kepuasan konsumen terhadap pelayanan di
apotek Kimia Farma No. 27 Medan.
1.6 Manfaat Penelitian
Manfaat dilakukannya penelitian ini ialah:
a. Memberikan

gambaran

tentang

keterlaksanaan

standar

pelayanan

kefarmasian di Apotek Kimia Farma No. 27 Medan sehingga dapat
dilakukan perbaikan.
b. Menambah pengalaman belajar yang sangat berarti bagi peneliti.
c. Menghasilkan data tingkat kepuasan konsumen terhadap variabel-variabel
pelayanan kefarmasian di Apotek Kimia Farma No. 27 Medan sebagai
dasar perbaikan dan peningkatan pelayanan kefarmasian selanjutnya.

8
Universitas Sumatera Utara