Gambaran Karakteristik Keluarga, Pola Makan dan Aktivitas Fisik pada Anak Stunting di Sekolah Dasar Negeri 176350 Hutagurgur Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Stunting
Stunting merupakan gangguan pertumbuhan fisik yang sudah lewat yaitu
berupa penurunan kecepatan pertumbuhan dalam perkembangan manusia yang
merupakan dampak utama dari gizi kurang. Gizi kurang merupakan hasil dari
ketidakseimbangan faktor faktor pertumbuhan yang dapat terjadi dalam beberapa
periode pertumbuhan seperti masa kehamilan, masa perinatal, masa menyusui
bayi dan masa pertumbuhan ( masa anak) ( Setiawan, 2010 ). Anak dikategorikan
stunting apabila nilai Z-score tinggi badan menurut umur (TB/U) berada kisaran <
-3 SD sampai dengan < -2 SD (Kemenkes RI, 2011). Dalam keadaan normal,
pertumbuhan tinggi badan berbanding lurus dengan bertambahnya usia. Pengaruh
kurang gizi terhadap pertumbuhan tinggi badan baru terlihat dalam waktu yang
cukup lama (Soekirman, 2000). Dampaknya pada masa dewasa diantaranya
adalah terbatasnya kapasitas kerja karena terjadinya pengurangan aktivitas tubuh
dan pada wanita dapat menyebabkan terjadinya risiko komplikasi kandungan
karena memiliki ukuran panggulyang kecil serta berisiko melahirkan bayi dengan
berat lahir rendah.
Berdasarkan penelitian Nurmiati (2006), yang melakukan penelitian
tentang pertumbuhan dan perkembangan pada anak balita yang mengalami
stunting menyatakan bahwa pertumbuhan dan perkembangan kelompok anak

normal lebih baik daripada kelompok anak stunting. Pada keadaan stunting, tinggi
badan anak tidak memenuhi tinggi badan normal menurut umurnya. Anak
stunting berkaitan erat dengan kondisi yang terjadi dalam waktu yang lama seperti

6
Universitas Sumatera Utara

7

kemiskinan, perilaku hidup bersih dan sehat yang kurang, kesehatan lingkungan
yang kurang baik, pola asuh yang kurang baik, dan rendahnya tingkat pendidikan.
Oleh karena itu masalah stunting merupakan cerminan dari keadaan sosial
ekonomi masyarakat, karena masalah gizi yaitu stunting diakibatkan oleh keadaan
yang berlangsung lama, maka ciri masalah gizi yang ditunjukkan oleh anak
stunting adalah masalah gizi yang sifatnya kronis.
Gizi dibutuhkan anak sekolah untuk pertumbuhan dan perkembangan,
energi berpikir, beraktivitas fisik dan daya tahan tubuh. Zat gizi yang dibutuhkan
anak adalah zat gizi yang terdiri dari zat gizi makro seperti karbohidrat, protein,
lemak, serta zat izi mikro seperti vitamin dan mineral. Zat gizi yang dibutuhkan
disesuaikan dengan usia, berat badan, dan tinggi badan anak.

Menginjak usia 6 tahun anak sudah mulai menentukan pilihan
makananya sendiri, tidak seperti balita lagi yang sepenuhnya tergantung pada
orangtua. Periode ini merupakan periode yang cukup kritis dalam pemilihan
makanan, karena anak baru saja belajar memilih makanan dan belum mengerti
makanan yang bergizi yang dapat memenuhi kebutuhan gizinya sehingga anak
memerlukan bimbingan orangtua dan guru. Pada saat ini petumbuhan fisik
terutama tinggi badan anak berlangsung cepat, anak banyak melakukan aktivitas
fisik aktivitas sosial dengan perkembangan kognitif anak
Zat gizi makro maupun zat gizi mikro sangat dibutuhkan anak usia
sekolah untuk proses pertumbuhan dan perkembangan, mempertahankan tubuh
terhadap serangan infeksi, dan meningkatkan kemampuan belajar serta membantu
konsentrasi. Menurut penelitian Yenny (2014), anak dengan status stunting rata-

Universitas Sumatera Utara

8

rata asupan energi, protein, zat besi (Fe), vitamin A, dan vitamin C signifikan
lebih rendah dibandingkan dengan anak berstatus normal.
Protein merupakan salah satu zat gizi yang berperan penting dalam

pertumbuhan badan. Protein sangat bermanfaat bagi tubuh, karena memiliki
berbagai macam fungsi seperti pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan,
pergantian jaringan tulang yang rusak, membentuk senyawa esensial tubuh,
mengatur keseimbangan air, mempertahankan kenetralan (asam basa) tubuh,
membentuk antibodi, dan mentranpor zat gizi ( Almatsier, 2011). Sumber protein
dalam makanan banyak terdapat pada lauk hewani seperti daging sapi, ayam, telur
bebek, dan ikan segar, pada lauk nabati seperti tahu dan tempe kacang kedelai,
kacang merah, kacang tanah, kacang hijau, pada sayuran seperti daun singkong,
bayam, kangkung dan wortel ( Almatsier, 2011).
Zat besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat dalam
tubuh. Kekurangan zat besi dapat mengakibatkan penurunan kemampuan belajar
karena fungsi neurotransmiter tidak bekerja dengan optimal, anemia gizi besi.
Vitamin B6 (piridoksin) berfungsi mencerna protein, sintesis antibodi, dan
berperan pembentukan sel darah merah. Kekurangan vitamin B6 dapat
menyebabkan gangguan protein seperti lemah, mudah tersinggung, perubahan hati
(mood), dan sukar tidur. Zat besi terdapat paa makanan seperti ikan teri kering,
tahu, kacang kacangan, sayuran seperti kentang, bayam, daun singkong, wortel.
Kalsium juga merupakan mineral yang paling penting tubuh. Fungsi
kalsium pada tubuh adalah pembentukan tulang dan gii, mengatur pembekuan
darah, kontraksi otot. Kekurangan kalsium dapat menyebabkan gangguan


Universitas Sumatera Utara

9

pertumbuhan. Sumber kalsium pada makanan banyak terdapat pada udang kering,
ikan teri, tahu dan sayuran seperti bayam, sawi, dun melinjo, daun katuk, dan
daun singkong serta usu bubuk dan susu kental manis ( Almatsier, 2010). Mineral
lainnya adalah magnesium dan seng. Magnesium berfungsi sebagai mineralisasi
dalam tulang yang memberikan kekuatan pada tulang (Devi, 2012). Sumber utama
magnesium adalah sayuran hijau, biji-bijian, kacang-kacangan, daging, susu
(Almatsier, 2010). Sedangkan seng berfungsi untuk pertumbuhan sel dan
berkolerasi positif dengan pertumbuhan tinggi badan. sumber seng terdapat pada
daging, ayam, ikan, hati, kerang, dan telur (Almatsier, 2010).
Vitamin merupakan zat organik kompleks yang dibutuhkan dalam
jumlah yang kecil dan pada umumnya tidak dapat dibentuk oleh tubuh. Oleh
karena itu harus diperoleh dati maknan. Vitamin termasuk kelompok zat pengatur
pertumbuhan dan pemeliharaan khidupan. Setiap vitamin mempunyai tugas
spesifik di dalam tubuh. Vitamin A dibutuhkan untuk perkembangan tulang dan
sel epitel yang membentuk email dalam pertumbuhan gigi. Kekurangan vitamin A

dapat menyebabkan pertumbuhan tulang terhambat dan bentuknya tidak normal.
Begitu juga dengan vitamin C yang berfungsi membantu absorbsi kalsium yang
berpengaruh terhadap pertumbuhan (Cakrawati dan Mustika, 2011). Vitamin A
banyak terdapat pada lauk hewani seperti hati sapi, ayam, dan ikan sardine
(kaleng), namun pada sayuran dan buah-buahan juga banyak seperti wortel, daun
papaya, daun katuk, daun singkong, sawi, kangkung, bayam, ubi jalar, mangga,
pisang, tomat dan juga semangka. Vitamin C pada umumnya hanya terdapat
dalam pengan nabati, yaitu sayur dan buah terutama yang asam, seperti jeruk,

Universitas Sumatera Utara

10

nenas, rambutan, jambu biji, papaya, dan tomat, vitamin C juga banyak terdapat
dalam sayuran seperti daun singkong, daun katuk, sawi, kol, kembang kol, bayam,
dan kangkung (Almatsier, 2010).
Aktivitas anak yang padat mulai waktu untuk bersekolah, mengerjakan
pekerjaan rumah (PR), membantu orangtua diladang, mengasuh adik dan
mengembala serta bermain bersama temannya membuat stamina anak cepat
menurun jika tidak ditunjang dengan intake pangan dan gizi yang seimbang.

Kebutuhan energi golongan umur 10-15 tahun relatif lebih besar daripada
golongan umur 7-9 tahun, karena aktivitas dan pertumbuhan yang meningkat,
terutama penambahan tinggi badan. Mulai umur 10-15 tahun, kebutuhan gizi anak
laki-laki berbeda dengan anak perempuan. Adapun jumlah energi dan protein
yang dianjurkan bagi anak umur 6-15 tahun tertera pada tabel berikut.
Tabel 2.1 Angka Kecukupan Gizi Rata-Rata yang Dianjurkan (Per Orang
Per Hari) Anak Umur 6 –15 Tahun

Kelompok umur

4-6 Tahun

7-9
Tahun

10-12 Tahun

13-15 Tahun

L

P
L
P
Energi (Kal)
1600
1850
2100
2000
2475 2125
Protein (g)
35
49
75
60
72
69
Vitamin A (mcg)
450
500
600

600
600
600
Vitamin C (mg)
45
45
50
50
75
65
Kalsium (mg)
1000
1000
1200
1200
1200 1200
Fosfor (mg)
500
500
1200

1200
1200 1200
Magnesium (mg)
95
120
150
200
155
200
Seng (mg)
5
11
14
13
18
16
Sumber : Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.75 Tahun 2013
2.2 Karakteristik Keluarga
Karakteristik keluarga adalah segala hal yang melekat pada keluarga
tersebut dan sangat mempengaruhi tumbuh kembang anak yang berada berada di


Universitas Sumatera Utara

11

keluarga tersebut (Rahayu, 2011). Menurut Sudarman (2008) karakteristik
keluarga dalam pelayanan kesehatan meliputi : umur, jumlah, tingkat pendidikan,
pekerjaan, dan suku bangsa didalam keluarga. Karakteristik keluarga yang diteliti
oleh peneliti meliputi pekerjaan ibu, pendapatan keluarga, dan jumlah anggota
keluarga yang merupakan salah satu yang berkaitan dengan keadaan stunting dan
memberikan efek terhadap kondisi gizi anak.
2.2.1 Pekerjaan Ibu
Mengasuh dan membina perkembangan anak membutuhkan ketelatenan
serta kekhususan baik waktu, tempat, suasana, dan lain sebagainya. Terdapat
syarat-syarat penting yang harus dipenuhi agar hasilnya maksimal. Syarat tersebut
adalah adanya pendidik dengan jiwa mendidik yang baik, alat untuk mendidik,
keteraturan, perlindungan, kesabaran, serta ketekunan (Mustaqim dalam penelitian
Seala, 2012). Pendidik yang dimaksud bukan berarti guru di sekolah saja, namun
orang tua khususnya ibu termasuk di dalamnya, hampir 75% waktu anak
dihabiskan di dalam rumah, selebihnya di luar rumah, termasuk di sekolah.

Artinya, keluarga atau orang tua adalah yang paling berperan dalam mendidik
anak dibanding saat di sekolah.
Profesi orang tua dapat memengaruhi gaya mendidik anak-anaknya di
rumah. Misalnya seorang anak yang dilahirkan dalam keluarga yang orang tuanya
guru tentu berbeda dengan anak yang keluarganya berprofesi sebagai pedagang
(Subini, 2011).
Pekerjaan orang tua turut menentukan kecukupan gizi dalam sebuah
keluarga. Pekerjaan berhubungan dengan jumlah gaji yang diterima. Semakin

Universitas Sumatera Utara

12

tinggi kedudukan secara otomatis akan semakin tinggi penghasilan yang diterima,
dan semakin besar pula jumlah uang yang di belanjakan untuk memenuhi
kecukupan gizi dalam keluarga (Soediatama,2004).
Orang tua yang bekerja terutama ibu akan mempunyai waktu yang lebih
sedikit untuk memperhatikan dan mengasuh anaknya . Pada umumnya didaerah
pedesaaan anak yang orangtuanya bekerja akan diasuh oleh kakaknya atau sanak
saudaranya sehingga pengawasan terhadap makanan dan kesehatan anak tidak
sebaik jika orang tua tidak bekerja (Hardiansyah, 2007 ).
Pekerjaan orang tua berkaitan dengan ketersediaan waktu orang tua untuk
anak-anaknya, misalnya bekerja sebagai petani memiliki waktu sedikit dalam
berinteraksi karena pada siang hari mereka bekerja diladang atau sawah
sedangkan pada malam hari karena kondisi sudah lelah akan cepat istrahat tanpa
atau sedikit memberikan waktu pada anak.
2.2.2 Pendapatan Keluarga
Pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan
kuantitas makanan, antara pendapatan dan gizi sangan erat kaitannya dalam
pemenuhan makanan kebutuhan hidup keluarga, makin tinggi daya beli keluarga
makin banyak makanan yang dikonsumsi dan semakin baik pula kualitas makanan
yang dikonsumsi.
Rendahnya pendapatan merupakan rintangan yang menyebabkan orangorang tak mampu membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan. Rendahnya
pendapatan itu mungkin disebabkan menganggur karena susahnya memperoleh
lapangan kerja tetap sesuai dengan yang diinginkan. Pendapatan keluarga yang

Universitas Sumatera Utara

13

memadai akan menunjang tumbuh kembang anak karena orang tua dapat
menyediakan semua kebutuhan anak-anak baik yang primer maupun yang
sekunder.
Pendapatan keluarga mempengaruhi ketersediaan makanan bergizi untuk
keluarga. Ketahanan pangan yang tidak memadai pada keluarga dapat
mengakibatkan gizi kurang. Oleh karena itu, setiap keluarga diharapkan mampu
untuk memenuhi kebutuhan pangan dan ketersediaan makanan bergizi untuk
seluruh anggota keluarganya. Faktor penting yang disuga sebagai determinan
dalam keragaman konsumsi pangan adala daya beli pangan. Pola ‘daya beli
pangan’ ini merupakan hal yang umum dalam pustaka ekonomi, walaupun hal ini
tidak dapat dikukur secara langsung. Daya beli pangan biasanya didefinisikan
sebagai kemampuan ekonomi rumah tangga untuk memperoleh bahan pangan
yanng ditentukan oleh besrnya alokasi pendapatan untuk pangan, harga bahan
pangan yang dikonsumsi, dan jumlah anggota rumah tangga. Dengan kata lain,
daya beli pangan tergantung pada besarnya pendapatan dan harga bahan pangan
(Hardiansyah, 2007).
Menurut Soekirman (2000), apabila pendapatan meningkat pola
konsumsi pangan akan semakin beragam, serta umunya akan terjadi peningkatan
konsumsi pangan yang lebih bernilai gizi tinggi. Peningkatan pendapatan lebih
lanjut tidak hanya akan meningkatkan keanekaragaman konsumsi pangan dan
peningkatan konsumsi pangan yang lebih mahal, tetapi juga terjadi peningkatan
konsumsi pangan di luar rumah.

Universitas Sumatera Utara

14

Menurut Madanijah (2004), menyatakan bahwa perubahan pendapatan
secara langsung dapat mempengaruhi perubahan konsumsi keluarga. Jika
pendapatan meningkat maka pembelian pangan dalam kualitas maupun kuantitas
akan lebih baik. Dengan demikian pendapatan merupakan faktor yang selanjutnya
akan berpengaruh terhadap zat gizi.
Pengeluaran perkapita merupakan salah satu cara untuk melihat seberapa
besar pendapatan keluarga tersebut. Menurut Febrian (2014), pengeluaran
keluarga dibedakan menjadi dua bagian yaitu pengeluaran untuk keperluan
makanan dan pengeluaran untuk keperluan bukan makanan. Pengeluaran untuk
makanan (sembako) yakni belanja selama satu minggu terakhir pada komoditas
padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur, susu, sayur-sayuran, kacangkacangan, buah-buahan, minyak, bahan minuman, bumbu rempah, mie, kerupuk,
makanan dan minuman jadi dan ditambahkan pengeluaran untuk membeli rokok.
Sedangkan pengeluaran untuk keperluan bukan makanan yakni belanja selama
sebulan terakhir dan setahun terakhir meliputi pemeliharaan dan perbaikan ringan
rumah, rekening listrik, gas/minyak tanah, pulsa HP, internet, sabun mandi/cuci,
kosmetik, biaya kesehatan, biaya pendidikan, transportasi/ongkos, bensin,
pakaian, sepatu, topi/kerudung, alat-alat rumah tangga, perhiasan/asesoris, pajak,
asuransi, rekreasi, kredit, keperluan pesta dan upacara/kenduri, dan lainnya. Upah
Minimum Provinsi (UMP) Sumatera Utara (2016) adalah sebesar Rp.1.811.875.
2.2.3 Jumlah Anak
Jumlah anak dalam suatu keluarga turut mempengaruhi perhatian dan
kasih sayang yang diberikan, terlebih jika jarak anak terlalu dekat. Apabila

Universitas Sumatera Utara

15

keluarga memiliki tingkat sosial ekonomi kurang maka jumlah anak tidak hanya
menyebabkan berkurangnya kasih sayang tetapi juga mempengaruhi konsumsi
keluarga yang akan berdampak pada status gizi anak. Hal ini disebabkan semakin
banyak anggota keluarga maka pembagian perhatian pada masing-masing anggota
keluarga juga akan semakin sedikit, sehingga hal ini akan mempengaruhi ibu
dalam pengasuhan dan perawatan anak-anaknya (Rahayu, 2011).
Menurut Suhardjo dalam penelitian Mardin 2012 mengatakan bahwa
banyaknya jumlah anak akan mempengaruhi konsumsi pangan. Jumlah anak yang
semakin besar tanpa di imbangi dengan peningkatan pendapatan akan
menyebabkan pendistribusian pangan akan semakin tidak merata.
2.2.4 Kaitan Karateristik Keluarga dengan Anak Stunting
Karakteristik keluarga juga berpengaruh terhadap pola makan anak.
Menurut Yenny (2014), stunting merupakan masalah kesehatan masyarakat utama
di negara berpendapatan rendah dan menengah karena hubungannya dengan
peningkatan

risiko

kematian

pada

masa

kanak-kanak,

stunting

juga

mempengaruhi fisik dan fungsional dari tubuh.
Musthaq dalam penelitian Yenny (2014) menambahkan bahwa anak yang
tinggal di lingkungan berpendapatan rendah signifikan lebih banyak yang stunting
dibandingkan dengan anak yang tinggal di lingkungan berpendapatan menengah
dan tinggi. Menurut pernyataan Suhardjo dalam penelitian Yenny (2014), bahwa
semakin tinggi tingkat pendapatan keluarga maka semakin besar peluang keluarga
tersebut untuk memilih pangan yang baik.

Universitas Sumatera Utara

16

2.3 Pola Makan
Pola makan (food pattern) adalah kebiasaan memilih dan mengkonsumsi
bahan makanan oleh sekelompok individu dan dapat memberi gambaran
mengenai kualitas makanan masyarakat. Pola makan adalah berbagai informasi
yang memberikan gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang
dimakan setiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri khas untuk suatu
kelompok masyarakat tertentu. Pola makan adalah cara seseorang atau
sekelompok orang memanfaatkan pangan yang tersedia sebagai aksi terhadap
tekanan ekonomi dan sosio budaya yang dialaminya (Almatsier, 2009).
Tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas hidangan. Kualitas hidangan
menunjukkan adanya semua zat gizi yang diperlukan tubuh didalam suatu susunan
hidangan dan perbandingan yang satu terhadap yang lain. Kualitas menunjukkan
jumlah masing-masing zat gizi terhadap kebutuhan tubuh. Kalau susunan
hidangan memenuhi kebutuhan tubuh, baik dari segi kuantitas maupun
kualitasnya, maka tubuh akan mendapatkan kondisi kesehatan gizi baik, disebut
konsumsi adekuat. Kalau konsumsi baik dari kuantitas dan kualitasnya melebihi
kebutuhan tubuh, dinamakan konsumsi berlebih, maka akan terjadi suatu keadaan
gizi lebih. Sebaliknya konsumsi yang kurang baik kualitas dan kuantitasnya akan
memberikan kondisi kesehatan gizi kurang atau kondisi defisit (Sediaoetama,
2000).
Pola makan yang baik adalah yang mengandung gizi seimbang yaitu zatzat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan
memperhatikan prinsip keanekaragaman atau variasi makanan, aktivitas fisik,

Universitas Sumatera Utara

17

kebersihan, dan berat badan (BB) ideal seseorang. Asupan gizi diperoleh dari
mengonsumsi berbagai makanan yang mengandung zat gizi berupa karbohidrat,
protein, lemak, vitamin, dan mineral. Beberapa zat gizi tersebut akan diubah
menjadi energi dalam tubuh yang nantinya akan digunakan untuk melakukan
aktivitas sehari-hari.
Pola makan anak akan menentukan jumlah zat gizi yang diperlukan oleh
anak untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Jumlah makanan yang cukup
sesuai dengan kebutuhan akan menyediakan zat-zat gizi yang cukup pula bagi
anak guna menjalankan kegiatan fisik yang sangat meningkat. Pada kondisi
normal diharuskan untuk makan 3 kali dalam sehari dan pemenuhan
keseimbangan zat gizi.
Anak umur 7-15 tahun sudah mempunyai daya tahan tubuh yang cukup.
Tetapi kebutuhan nutrisi semakin bertambah, karena anak pada usia ini sering
melakukan berbagai aktivitas, seperti bermain di luar rumah, olahraga, pramuka,
dan kegiatan sekolah lainnya. Kebutuhan energi pada golongan umur 10-15 tahun
lebih besar daripada golongan umur 7-9 tahun, karena pertumbuhan yang lebih
pesat dan aktivitas yang lebih banyak.
Pemberian makan pada anak bertujuan untuk memberikan nutrisi yang
cukup sesuai dengan kebutuhan, yang dimanfaatkan untuk tumbuh kembang yang
optimal, penunjang berbagai aktivitas, dan pemulihan kesehatan setelah sakit dan
mendidik kebiasan makan yang baik, mencakup penjadwalan makan, belajar
menyukai, memilih, dan menentukan jenis makanan yang bermutu (Markum, dkk,
2002).

Universitas Sumatera Utara

18

Jadwal pemberian makan merupakan kelanjutan dari jadwal masa bayi
dengan sedikit penyesuaian, menjadi sebagai berikut: 3 kali makan utama (pagi,
siang, dan malam/sore), diantaranya diberikan makanan kecil atau jajanan, dan
bila mungkin tambahan susu (Markum, dkk, 2002).
Metode pengukuran pola makan dapat dilakukan melalui foodrecall 24
jam dan food frequensy. Metode Food recall 24 jam yaitu dengan mencatat jenis
dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu.
Dalam metode ini responden menceritakan semua yang dimakan dan diminum
selama 24 jam yang lalu (kemarin).
Keberhasilan metode recall 24 jam sangat ditentukan oleh daya ingat
responden dan kesungguhan serta kesabaran dari pewawancara, maka untuk dapat
meningkatkan mutu data recall 24 jam dilakukan selama beberapa kali pada hari
yang berbeda (tidak berturut-turut). Apabila pengukuran hanya dilakukan 1 kali
(1x24 jam), maka data yang diperoleh kurang representatif menggambarkan
kebiasaan makanan individu (Supariasa, dkk, 2001).
Menurut Supariasa, dkk (2001), secara umum survei konsumsi makanan
dimaksudkan untuk mengetahui kebiasaan makan dan tingkat kecukupan bahan
makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga dan perorangan serta
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi makanan tersebut. Metode
frekuensi makan ( food frequensy) yaitu untuk memperoleh data tentang frekuensi
konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama waktu periode
tertentu setiap hari, minggu, bulan atau tahun.

Universitas Sumatera Utara

19

Formulir frekuensi makanan memuat tentang daftar bahan makanan atau
makanan dan frekuensi pengguanaan makanan tersebut pada periode waktu
tertentu. Bahan makanan yang ada dalam daftar kuesioner tersebut adalah yang
dikonsumsi dalam frekuensi yang cukup sering oleh responden.
2.3.1 Kaitan Pola Makan dengan Anak Stunting
Ketidakseimbangan

antara

asupan makanan

dan

kebutuhan atau

kecukupan akan menimbulkan masalah gizi, baik itu berupa masalah gizi lebih
maupun gizi kurang. Menurut Istiani (2013), konsumsi makanan seseorang
berpengaruh terhadap status gizi orang tersebut. Status gizi baik terjadibila tubuh
memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efesien, sehingga
memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan
kesehatan secara optimal. Sedangkan status gizi kurang terjadi apabila tubuh
mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zatgizi esensial. Status gizi lebih terjadi
bila tubuh memperoleh zat-zat gizidalam jumlah yang berlebihan sehingga
menimbulkan efek toksis atau membahayakan.
Menurut Riyadi et al dalam penelitian Intje (2013), mengatakan bahwa
pola makan anak stunting baik dari jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi
tidak beragam dan sedikit dibanding kelompok anak normal. Selain itu, kontribusi
protein terhadap AKG pada kelompok anak stunting lebih rendah dibanding
kelompok anak normal. Menurut Onyango et al. dalam penelitian Yenny (2014),
stunting mengindikasikan kurang gizi kronis yang salah satunya dapat disebabkan
oleh ibu pekerja yang memberikan asupan gizi yang rendah (kualitas dan
kuantitas).

Universitas Sumatera Utara

20

Asupan makanan yang tidak memadai dan penyakit merupakan penyebab
langsung masalah gizi ibu dan anak yang disebabkan praktek pemberian makan
bayi dan anak yang tidak tepat,penyakit infeksi yang berulang terjadi,perilaku
kebersihan dan pengasuhan yang buruk. Pada akhirnya, semua ini disebabkan oleh
faktor-faktor seperti kurangnya pendidikan dan pengetahuan pengasuh anak,
penggunaan air yang tidak bersih, lingkungan yang tidak sehat, keterbatasan akses
ke pangan dan pendapatan (UNICEF Indonesia, 2012).
2.4 Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik merupakan gerakan fisik yang dilakukan oleh otot tubuh
(Almatsier, 2009). Aktivitas fisik tersebut memerlukan usaha ringan, sedang atau
berat yang dapat menyebabkan perbaikan kesehatan bila dilakukan secara teratur.
Setiap kegiatan aktivitas fisik yang dilakukan membutuhkan energi yang berbeda
tergantung dari lamanya intesitas dan kerja otot.
Aktivitas fisik dibagi kedalam 2 kategori, yaitu aktivitas fisik terstruktur
(kegiatan olahraga) dan aktivitas fisik tidak terstruktur (kegiatan sehari-hari
seperti berjalan, bersepeda, dan bekerja) (Williams, 2002). Tidak adanya aktivitas
fisik atau kurang aktivitas fisik merupakan faktor resiko berbagai penyakit kronis
dan secara keseluruhan diperkirakan menyebabkan kematian secara global (WHO,
2010).
Aktivitas fisik rutin dapat memberikan dampak positif bagi kebugaran
seseorang, diantaranya yaitu:
1. Peningkatan kemampuan pemakaian oksigen dan curah jantung

Universitas Sumatera Utara

21

2. Penurunan detak jantung, penurunan tekanan darah, peningkatan efisiensi kerja
otot jantung
3. Mencegah mortalitas dan morbiditas akibat gangguan jantung
4. Peningkatan ketahanan saat melakukan latihan fisik
5. Peningkatan metabolisme tubuh (berkaitan dengan gizi tubuh)
6. Meningkatkan kemampuan otot
7. Mencegah obesitas
8. Bentuk tubuh menjadi lebih ideal.
Aktivitas fisik dapat diukur dengan metode faktorial, yaitu merinci semua
jenis dan lamanya kegiatan yang dilakukan selama 24 jam (dalam menit) pada
lembar kuesioner, selanjutnya dicocokkan dengan Daftar Nilai Perkiraan Keluaran
Energi pada kegiatan tertentu. Berikut ini tabel aktivitas fisik standar berdasarkan
nilai Physical Activity Level (PAL).

Tabel 2.2. Estimasi Standart faktorial dari Total Pengeluaran Energi
Durasi
Jenis Kegiatan
PAR Total PAL
(Jam)
Aktivitas Ringan
Tidur
8
1
8
Perawatan pribadi (berpakaian,mandi)
1
2,3
2,3
Makan
1
1,5
1,5
Memasak
1
2,1
2,1
Duduk (pekerjaan di sekolah)
8
1,5
12
Pekerjaan rumah tangga
1
2,8
2,8
Berangkat kesekolah / dari sekolah
1
2
2
mengendarai mobil / sepeda motor
Berjalan
1
3,2
3,2
Kegiatan santai (menonton TV, mengobrol)
2
1,4
2,8
Total
36,7/24=
24
1,53
Aktivitas Sedang
Tidur
8
1
8

Universitas Sumatera Utara

22

Lanjutan tabel 2.2
Nama Kegiatan
Perawatan pribadi (berpakaian,mandi)
Makan
Mengajar dikelas
Berangkat ke / dari sekolah dengan angkutan
umum
Olahraga / senam intensitas rendah
Kegiatan santai (menonton TV, mengobrol)
Total
Aktivitas Berat
Tidur
Perawatan pribadi (berpakaian,mandi)
Makan
Memasak
Kerja pertanian (penanaman, menyiraman,
mencangkul)
Mengumpulkan air / kayu
Pekerjaan rumah tangga (menyapu, mencuci
piring dan pakaian dengan tangan)
Berjalan
Kegiatan santai ( menontong TV, mengobrol)
Total

Durasi
(Jam)
1
1
8

PAR

Nilai PAl

2,3
1,5
2,2

2,3
1,5
17,6

1

2,3

2,3

1
3

4,2
1,4

4,2
4,2
42,2/24 =
1,76

8
1
1
1

1
2,3
1,5
2,1

8
2,3
1,5
2,1

6

4,1

24,6

1

4,4

24,4

1

2,3

32,3

1
4

3,2
1,4

3,2
5,6
53,9/24 =
2,25

24

24

Sumber: FAO, 2001
Besarnya aktivitas fisik dalam waktu 24 jam dinyatakan dalam PAL
(Physical Activity Level) atau tingkat aktivitas fisik.Berikut ini tabel aktivitas
fisik standar berdasarkan nilai Physical Activity Level (PAL).
Tabel 2.3 Kategori Aktivitas Fisik Standar Berdasarkan Nilai Physical
Activity Level (PAL)
Kategori aktivitas fisik berdasarkan nilai Physical
Activity Level (PAL)
Ringan
Sedang
Berat
Sumber : FAO, 2001

Nilai PAL
1,40 – 1,69
1,70 – 1,99
2,00 – 2,40

Universitas Sumatera Utara

23

Berdasarkan hasil penelitian Sorongan (2012) terdapat hubungan antara
aktivitas fisik dengan status gizi, semakin ringan intensitas aktivitas fisik yang
dilakukan maka berpengaruh terhadap status gizi.
2.5 Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan penjelasan dari gambaran karakteristik
keluarga, pola makan dan aktivitas fisik terhadap anak stunting. Anak usia 6-13
tahun merupakan usia dimana pertumbuhan tinggi badan anak mulai cepat setelah
tahun pertama kelahiran. Pada rentang usia tersebut anak sudah menjadi konsumsi
aktif yang telah membentuk kebiasaan makannya diluar makanan yang diperoleh
dirumah. Dalam keadaan ini zat gizi (makro dan mikro) harus terpenuhi baik
jumlah, frekuensi, dan jenis maknan yang dikonsumsi setiap hari. Pemenuhan zat
gizi ini berkaitan juga dengan karakteristik keluarga seperti pekerjaan ibu,
pendapatan keluarga, dan jumlah anak dalam keluarga. Pada fase ini anak sudah
aktif dalam melakukan aktivitas fisik dalam kegiatannya setiap hari. Kerangka
konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

24


-

Karakteristik keluarga Anak Stunting
Pekerjaan ibu
Pendapatan orangtua
Jumlah anak


-

Pola Makan Anak Stunting
Jenis makanan
Jumlah makanan
Frekuensi makan

 Aktifitas Fisik Anak
Stunting
Gambar 2.1 Gambaran karakteristik keluarga, pola makan dan aktivitas fisik pada
anak stunting di SDN No. 176350 Hutagurgur Kecamatan Doloksanggul
Kabupaten Humbang Hasundutan

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pelaksanaan Program Usaha Kesehatan Sekolah (uks) Pada Sekolah Dasar Negeri Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan

15 191 100

Gambaran Pengetahuan Perokok Tentang Bahaya Merokok Terhadap Kesehatan Di Kecamatan DolokSanggul Kabupaten Humbang Hasundutan

2 68 73

Kajian Pemanfaatan Rotan Di Kecamatan Doloksanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan

1 46 82

Gambaran Karakteristik Keluarga, Pola Makan dan Aktivitas Fisik pada Anak Stunting di Sekolah Dasar Negeri 176350 Hutagurgur Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan

0 0 16

Gambaran Karakteristik Keluarga, Pola Makan dan Aktivitas Fisik pada Anak Stunting di Sekolah Dasar Negeri 176350 Hutagurgur Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan

0 0 2

Gambaran Karakteristik Keluarga, Pola Makan dan Aktivitas Fisik pada Anak Stunting di Sekolah Dasar Negeri 176350 Hutagurgur Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan

0 0 5

Gambaran Karakteristik Keluarga, Pola Makan dan Aktivitas Fisik pada Anak Stunting di Sekolah Dasar Negeri 176350 Hutagurgur Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan Chapter III VI

0 0 41

Gambaran Karakteristik Keluarga, Pola Makan dan Aktivitas Fisik pada Anak Stunting di Sekolah Dasar Negeri 176350 Hutagurgur Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan

0 4 3

Gambaran Karakteristik Keluarga, Pola Makan dan Aktivitas Fisik pada Anak Stunting di Sekolah Dasar Negeri 176350 Hutagurgur Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan

0 0 30

LPSE Kabupaten Humbang Hasundutan Doloksanggul

0 3 1