i KARYA TULIS ILMIAH JUDUL PROGRAM PERAN

KARYA TULIS ILMIAH

JUDUL PROGRAM
PERANAN SINEOL DALAM KAPULAGA (E. cardamomum (L.) Maton)
SEBAGAI AGEN ANTIINFLAMASI DAN EKSPEKTORAN
UNTUK TERAPI SUPORTIF PENDERITA ASMA
PASCA ERUPSI GUNUNG BERAPI

BIDANG KEGIATAN:
KTI-GT

Disusun oleh:
Lutfir Rahman Taris

G0013142

Aninditya V. Putrinadia

G0013030

Hepy Hardiyanti K.


G0013112

UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2014
i

H ALAMAN PENGESAHAN

1. Judul Kegiatan

: Peranan Sineol dalam Kapulaga (E.
cardamomum (L.) Maton) sebagai Agen
Antiinflamasi dan Ekspektoran untuk
Terapi Suportif Penderita Asma Pasca
Erupsi Gunung Berapi

2. Bidang Kegiatan


: KTI-GT

3. Ketua Pelaksana Kegiatan
a. Nama Lengkap

: Lutfir Rahman Taris

b. NIM

: G0013142

c. Jurusan

: Pendidikan Dokter

d. Universitas

: Universitas Sebelas Maret

e. Alamat Rumah


: Perum. Mastrip G/5, Sumbersari, Jember

f. No Telp./HP

: 085655860310

g. Alamat Email

: rahmantaris14@gmail.com

4. Anggota Pelaksana Kegiatan

: 2 orang

5. Dosen pembimbing
a) Nama Lengkap

: dr. Titis Leksanani


b) NIP

:

c) Alamat Rumah

: Jaten Karanganyar
Surakarta, 15 Juni 2014

Dosen Pembimbing

Ketua Kelompok

dr. Titis Leksanani

Lutfir Rahman Taris

NIP.

NIM. G0013142

Menyetujui
Pembantu Dekan III FK UNS,
Prof. Dr. Moh. Fanani, dr., Sp.KJ (K)
NIP. 19510711 198003 1 001
ii

ABSTRAK
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan
empat lempeng tektonik, dimana terdapat sabuk vulkanik berupa pegunungan
berapi yang akhir-akhir ini sering mengalami erupsi. Masyarakat di lereng gunung
berapi sering mendapatkan efek buruk dari banyaknya material yang keluar saat
erupsi terjadi. Timbulnya masalah kesehatan, seperti gangguan pada sistem
pernapasan membuat penderita asma memiliki risiko tinggi untuk mengalami
kekambuhan asma. Mereka sering diintervensi oleh penggunaan bahan kimia
sebagai langkah untuk mengatasi asma, akan tetapi obat tersebut tidak selamanya
menimbulkan respon positif. Indonesia memiliki sumber daya alam yang
melimpah yang mungkin memiliki beberapa manfaat dalam bidang kedokteran.
Oleh karena itu, penggunaan bahan herbal bisa menjadi alternatif pengganti obat
kortikosteroid asma bagi penderita asma. Karya tulis ini bertujuan untuk
mengembangkan senyawa-senyawa dari bahan herbal yang bermanfaat untuk

menghasilkan terapi baru asma dan menciptakan inovasi baru terapi herbal yang
terjangkau, aman, dan efektif mengatasi asma dengan efek samping yang lebih
sedikit. Karya tulis ilmiah ini merupakan karya tulis tinjauan pustaka yang
disusun melalui sistem deskriptif analitik. Beberapa senyawa dari bahan herbal
yang dapat digunakan untuk mengatasi asma yaitu sineol dalam kapulaga
(Elettaria cardamomum (L.) Maton). Hasil akhir yang diperoleh berupa sineol
dalam ekstrak buah kapulaga mengandung sineol yang berperan sebagai
ekspektoran yang efektif dalam mengikat partikel debu dan antiinflamasi yang
dapat mengurangi sekresi mukus, sehingga dapat meminimalisir prevalensi
kambuhnya asma dengan efek samping yang lebih sedikit. Penelitian lebih lanjut
untuk mengetahui potensi, dosis efektif dan efikasi ekstrak sineol, serta pengaruh
terapi sineol terhadap penderita asma perlu dilakukan.
Kata Kunci : kapulaga (Elettaria cardamomum), asthma, erupsi gunung berapi

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah swt. yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
serta karunia-Nya, sehingga karya ilmiah yang berjudul Peranan Sineol dalam

Kapulaga (E. cardamomum (L.) Maton) sebagai Agen Antiinflamasi dan
Ekspektoran untuk Terapi Suportif Penderita Asma Pasca Erupsi Gunung
Berapi dapat penulis selesaikan. Ucapan terima kasih juga senantiasa penulis
sampaikan kepada:
1. Universitas Sebelas Maret yang mendukung terselesaikannya karya tulis ilmiah
ini.
2. dr. Titis Leksanani selaku dosen pembimbing pembuatan karya tulis ilmiah
yang telah memberikan bimbingan dan saran.
3. Orang tua penulis yang selalu memberikan semangat dan dukungan moral.
4. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
memberikan bantuan dalam penyusunan karya ilmiah ini.
Penulis berharap hasil penyusunan karya tulis ilmiah ini dapat memberikan
manfaat nyata bagi masyarakat sekaligus mengatasi beberapa masalah yang ada
dan belum menemukan solusi. Selain itu, karya tulis ilmiah ini dapat menjadi
salah satu pertimbangan penting dalam fokus menangani penyakit asma.
Permohonan maaf kami sampaikan atas ketidaksempurnaan yang ada dalam
penyusunan karya tulis ilmiah ini. Kami berharap adanya kritik dan saran untuk
membuat karya ilmiah ini menjadi lebih baik.

Surakarta, 15 Juni 2014


Penulis

iv

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL …...………………………………………….....

i

HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………..

ii

ABSTRAK …………………....……………………………………....

iii

KATA PENGANTAR ……..………………………………………....


iv

DAFTAR ISI …................…………………………………………....

v

DAFTAR GAMBAR……………………………………………..……

vi

DAFTAR TABEL …...…………………………………………..……

vii

I.

II.

III.


IV.

PENDAHULUAN …………………………………………..….

1

A. Latar Belakang ……........................……………….....…….

1

B. Rumusan Masalah ……...........................…………….....….

3

C. Tujuan Penulisan ……………………………………...........

3

D. Manfaat Penulisan …………………………………....……


3

TINJAUAN PUSTAKA ……………………...……………..….

4

A. Asma ........….....…………………………...……………....

4

B. Kapulaga Sabrang (Elettaria cardamomum (L.) Maton) .....

8

METODE PENULISAN …….......................………………..….

15

A. Metode Penulisan ……………………...…......…………....

15

B. Kerangka Pemikiran ……………………...……………......

16

PEMBAHASAN ………………………...………………..........

17

A. Potensi Ekstrak Sineol Kapulaga sebagai Terapi Suportif
pada Asma ............................................................................

17

B. Mekanisme Cardamomum sebagai Bronkodilator dan
Antiinflamasi ........................................................................

17

C. Perbandingan Efektivitas Cardamomum dengan Obat
Bronkodilator Lain ...............................................................

18

D. Cara Pemanfaatan Cardamomum di Masyarakat Luas ........

19

PENUTUP ……………………...…………..……......................

20

A. Kesimpulan …….....………………....……………….........

20

B. Saran ….…………….....……………..…………………….

20

DAFTAR PUSTAKA ………………………………...........................

21

CURRICULUM VITAE ……………………………….......................

25

V.

v

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.

Bronkus pada Penderita Asma ...........................................................

4

Gambar 2.

Patogenesis Asma ………………....................………….…….........

6

Gambar 3.

Tanaman Kapulaga .............................................................................

9

Gambar 4.

Struktur Zat Kimia dalam Kapulaga (Elettaria cardamomum (L.)
Maton) .........................................………………….……..................

10

Gambar 5.

Buah Kapulaga ...................................................................................

12

Gambar 6.

Efek Menghambat Karbasol dari Ekstrak Kasar Cardamom ......…...

18

Gambar 7.

Perbandingan Ekstrak Kasar Cardamom Dosis 10, 20, 100 dan 0,3
mg/kg dari Salbutamol dalam Menghambat Karbasol pada Tikus ....

18

vi

DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.

Klasifikasi berdasarkaan Manifestasi Klinis sebelum Terapi ............

Tabel 2.

Bioaktivitas Zat Kimia pada Kapulaga (Elettaria cardamomum (L.)
Maton) ...................…………….......................………….…….........

5

11

vii

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan
empat lempeng tektonik, yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia,
lempeng Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Pada bagian selatan dan
timur Indonesia terdapat sabuk vulkanik yang memanjang dari Pulau
Sumatera-Jawa-Nusa Tenggara-Sulawesi, yang sisinya berupa pegunungan
vulkanik tua dan dataran rendah yang sebagian didominasi oleh rawa-rawa.
Kondisi tersebut sangat berpotensi sekaligus rawan bencana seperti letusan
gunung berapi, gempa bumi, tsunami, banjir, dan tanah longsor [1].
Berdasarkan data Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi
(PVMBG) Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral,
hingga tahun 2012 Indonesia memiliki 127 gunung berapi aktif dengan
kurang lebih 5 juta penduduk bermukim di sekitarnya [2]. Seiring dengan
adanya pergeseran lempeng bumi, pola letusan gunung berapi pun mengalami
perubahan, banyak gunung berapi yang tidak aktif menjadi aktif dan beberapa
mengalami erupsi. Sebagai contoh yaitu Gunung Sangeang Kabupaten Bima,
Nusa Tenggara Barat (NTB) yang terakhir meletus tahun 1997-1999 dan
kemudian menjadi tidak aktif, lalu pada akhir Mei 2014 menjadi aktif
kembali dan mengalami erupsi [3].
Erupsi gunung berapi dapat mencapai ribuan kilometer dimana banyak
material vulkanik yang dikeluarkan saat erupsi terjadi. Material tersebut
seperti abu vulkanik yang merupakan potongan kecil kaca bercampur pasir
dan debu, gas panas, dan magma dimana material tersebut dapat
menimbulkan iritasi pada saluran napas, mata, dan kulit [4]. Pada erupsi
gunung berapi, biasanya terjadi peningkatan masalah kesehatan bagi para
penduduk di lereng gunung dan penduduk yang sistem pernapasannya sudah
terganggu, misalnya pada penderita asma, pneumonitis, dan batuk.

Saat

terjadi erupsi, asma memiliki risiko tinggi untuk kambuh, sebab partikel yang

2

sangat halus mudah sekali untuk terbang terbawa angin dan terhirup manusia
sehingga menyebabkan timbulnya alergi terhadap debu atau bahkan asma [5].
Asma

biasanya

diderita

oleh

orang-orang

yang

memiliki

hipersensitivitas terhadap senyawa tertentu. Pada bencana seperti ini asma
memiliki tingkat prevalensi kambuh yang cukup tinggi sekitar 72% yang
menunjukkan bahwa rangsang imun seorang penderita asma yang terpapar
material erupsi akan menurun, sehingga asma mudah kambuh. Selama ini
penatalaksanaan terhadap penderita asma adalah menggunakan inhaler (obat
pelega napas) dan obat asma terkontrol (kortikosteroid inhalasi dan sistemik)
[6].
Dalam kehidupan sehari-hari penderita asma biasanya menggunakan
inhaler jika asmanya kambuh. Dimana salah satu jenis inhaler berupa
glukokortikosteroid. Kortikosteroid inhalasi merupakan medikasi jangka
panjang yang paling efektif untuk mengontrol asma. Berbagai penelitian
menunjukkan penggunaan steroid inhalasi menghasilkan perbaikan faal paru,
menurunkan hiperresponsif jalan napas, mengurangi gejala, frekuensi, dan
berat serangan, serta memperbaiki kualitas hidup. Steroid inhalasi ditoleransi
dengan baik dan aman pada dosis yang direkomendasikan [7]. Pemberian
kortikostreroid jangka pendek tidak akan menimbulkan efek samping yang
berat bagi tubuh. Namun, pemberian kortikostreoid inhalasi yang dilakukan
dalam jangka waktu panjang (minimal 24 minggu) akan meningkatkan risiko
pneumonia kronis secara signifikan pada pasien asma [8].
Selain obat yang berasal dari bahan kimia, penggunaan obat asma
berbahan dasar tanaman juga dapat digunakan sebagai alternatif. Indonesia
yang dikenal sebagai salah satu dari tujuh negara yang keanekaragaman
hayatinya terbesar kedua setelah Brazil, tentu sangat potensial dalam
mengembangkan obat herbal yang berbasis pada tanaman obat [9]. Tanaman
merupakan sumber utama obat yang menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO)
80% penduduk dunia masih menggantungkan kesehatannya pada pengobatan
tradisional termasuk penggunaan obat yang berasal dari tanaman [10].
Salah satu jenis tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai obat asma
adalah kapulaga (Elettaria cardamomum (L.) Maton). Kapulaga merupakan

3

salah satu rempah-rempah produk Indonesia yang menjadi merupakan
komoditas ekspor [11]. Kapulaga termasuk ke dalam 9 besar rempah-rempah
utama dunia. Sebagai komoditas ekspor, dalam dunia perdagangan kapulaga
diperjualbelikan dalam bentuk buah kering maupun minyak atsiri [12].
Menurut Ila Das (2011), ekstrak buah kapulaga mengandung sineol sebagai
ekspektoran yang dapat mengikat partikel debu, antikanker, dan antiinflamasi
yang dapat mengurangi sekresi mukus, sehingga dapat meminimalisir
prevalensi kambuhnya asma dengan efek samping yang lebih sedikit [13].
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana mekanisme kapulaga (Elettaria cardamomum (L.) Maton)
sebagai terapi preventif terhadap asma?
2. Bagaimana efektifitas penggunaan kapulaga (Elettaria cardamomum (L.)
Maton) untuk pengobatan preventif asma

dibandingkan dengan

penggunaan obat kimia?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui mekanisme kapulaga (Elettaria cardamomum (L.) Maton)
sebagai terapi preventif terhadap asma.
2. Mengetahui efektifitas penggunaan kapulaga (Elettaria cardamomum (L.)
Maton) untuk pengobatan preventif asma

dibandingkan dengan

penggunaan obat kimia.
D. Manfaat Penulisan
1. Aspek Teoritis
Penulisan ini dapat dijadikan bahan penelitian lebih lanjut terkait potensi
kapulaga sebagai terapi preventif dan suportif terhadap asma.
2. Aspek Aplikatif
Konsep ini dapat diwujudkan sebagai pilihan alternatif untuk mengurangi
angka kejadian kambuhnya asma, khususnya bagi penduduk di sekitar
gunung berapi.

BAB II
TELAAH PUSTAKA

A. Asma
1. Definisi
Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang penting dan
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai
negara di seluruh dunia. Asma dapat bersifat ringan dan tidak
mengganggu aktifitas, akan tetapi dapat bersifat menetap dan
mengganggu aktifitas bahkan kegiatan harian. Produktivitas menurun
dan dapat menimbulkan disability (kecacatan), sehingga menurunkan
kualitas hidup [14].
Menurut National Heart, Lung, and Blood Institute (NHLBI,
2007), pada individu yang rentan, gejala asma berhubungan dengan
inflamasi yang akan menyebabkan obstruksi dan hiperesponsivitas dari
saluran pernapasan yang bervariasi derajatnya [15].
Gambar 1. Bronkus pada Penderita Asma

Sumber: National Heart, Lung, and Blood Institute (2007)

2. Epidemiologi
Prevalensi total asma di dunia diperkirakan 7,2% (6% pada
dewasa dan 10% pada anak). Prevalensi tersebut sangat bervariasi. Di
Indonesia, prevalensi asma pada anak berusia 6 - 7 tahun sebesar 3%
dan untuk usia 13-14 tahun sebesar 5,2%. Berdasarkan laporan National

5

Center for Health Statistics atau NCHS (2003), prevalensi serangan
asma pada anak usia 0 - 17 tahun adalah 57 per 1000 anak (jumlah anak
4,2 juta), dan pada dewasa > 18 tahun, 38 per 1000 (jumlah dewasa 7,8
juta). Jumlah wanita yang mengalami serangan lebih banyak daripada
lelaki [16].
WHO memperkirakan terdapat sekitar 250.000 kematian akibat
asma. Sedangkan berdasarkan laporan NCHS (2000) terdapat 4487
kematian akibat asma atau 1,6 per 100 ribu populasi. Kematian anak
akibat asma jarang ditemukan. Dari hasil penelitian Riskesdas,
prevalensi penderita asma di Indonesia adalah sekitar 4%. Menurut
Sastrawan (2008), angka ini konsisten dan prevalensi asma bronkial
sebesar 5–15% [16].
3. Etiologi
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan asma antara lain alergen
lingkungan, infeksi saluran pernapasan karena virus, sinusitis kronis atau
rhinitis, aspirin atau obat antiinflamasi non steroid (AINS), faktor
emosional atau stres [17].
4. Klasifikasi
Tabel 1. Klasifikasi berdasarkaan Manifestasi Klinis sebelum Terapi [18]

TIPE ASMA

DESKRIPSI

1 (Intermittent)

Gejala kurang dari satu minggu

2 (Mild Persistent)

Gejala lebih dari satu minggu, namun
tidak lebih dari sekali dalam sehari,
gejala nocturnal lebih dari 2 kali sebulan

3 (Moderate Persistent)

Gejala muncul harian, gejala nocturnal
lebih dari satu kali seminggu

4 (Severe Persistent)

Gejala muncul harian, gejala nocturnal
lebih sering dan aktifitas fisik menurun.

Sumber: Global Strategy for Asthma Management and Prevention (2002)

5. Patogenesis dan Patofisiologis

6

Peran penting peradangan memberikan fenotipe yang berbeda
sehingga mempengaruhi pengobatan yang diberikan. Dari faktor
lingkungan, reaksi alergi tetap penting. Bukti lain juga menunjukkan
peran kunci dan memperluas untuk infeksi virus pernapasan dalam
proses ini. Terjadinya asma untuk sebagian besar pasien dimulai sejak
awal kehidupan, faktor risiko dikenali termasuk penyakit atopik, mengi
berulang, dan riwayat orang tua yang menderita asma. Patofisiologi
asma adalah kompleks dan melibatkan komponen-komponen inflamasi
saluran napas serta obstruksi aliran udara [17].
Gambar 2. Patogenesis Asma [19]

Sumber: Morris MJ (2014)

6. Manifestasi Klinis
Asma dibagi menjadi beberapa tipe berdasarkan manifestasi
klinisnya. Pertama saat episode ringan, pasien mungkin merasa gelisah
dan sesak napas setelah melakukan aktivitas fisik ringan seperti berjalan.
Pasien dengan asma akut ringan mampu berbaring datar. Dalam episode

7

ringan, tingkat pernapasan meningkat, dan otot-otot aksesori pernapasan
tidak digunakan. Denyut jantung kurang dari 100 bpm dan pulsus
paradoksus (penurunan yang berlebihan pada tekanan darah sistolik
selama inspirasi) tidak hadir. Auskultasi dada sering terdengar wheezing
pada akhir ekspirasi dan saturasi oksihemoglobin dengan ruang udara
lebih besar dari 95% [17].
Dalam episode cukup parah, tingkat pernapasan juga meningkat.
Biasanya, otot-otot aksesori pernapasan digunakan. Denyut jantung
adalah 100-120 bpm. Wheezing ekspirasi keras dapat didengar, dan
pulsus paradoksus dapat hadir (10-20 mm Hg). Saturasi oksihemoglobin
dengan ruang udara 91-95%. Pasien mengalami episode cukup parah
yang terengah-engah saat berbicara, dan bayi telah kesulitan makan dan
lembut, menangis lebih pendek [17].
7. Diagnosis
Asma dapat didiagnosis berdasarkan seberapa baik fungsi paru
dengan alat kecil dari plastik yang disebut peak flow meter. Alat tersebut
berfungsi untuk mengetahui seberapa cepat pengeluaran udara dari paruparu saat ekspirasi [19].
8. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah untuk mencegah
gejala, meminimalkan morbiditas dari episode akut, dan mencegah
morbiditas fungsional dan psikologis. Terapi farmakologis meliputi agen
pengendali termasuk kortikosteroid inhalasi, dihirup cromolyn (Intal)
atau nedokromil (Tilade), long-acting bronkodilator, teofilin (Theo-24,
Theochron, Uniphyl), pengubah leukotrien, dan antibodi anti-IgE. Obat
bantuan termasuk bronkodilator short-acting, kortikosteroid sistemik,
dan ipratropium (Atrovent) [17].
Pengobatan farmakologis asma didasarkan pada terapi bertahap.
Obat asma harus ditambahkan atau dihapus sebagai frekuensi dan
keparahan gejala pasien berubah. Namun, hal yang paling penting
adalah menghindari alergen yang dapat memicu gejala asma [17].

8

9. Prognosis
Kematian asma International dilaporkan setinggi 0,86 kematian
per 100.000 orang di beberapa negara. Tingkat kematian asma AS pada
tahun 2006 dilaporkan sebesar 1,2 kematian per 100.000 orang.
Kematian terutama terkait dengan fungsi paru-paru, dengan peningkatan
8 kali lipat pada pasien di kuartil terendah, tetapi angka kematian juga
telah dikaitkan dengan kegagalan manajemen asma, terutama pada orang
muda. Faktor lain yang berdampak kematian termasuk usia yang lebih
tua dari 40 tahun, kebiasaan merokok lebih dari 20-pack tahun,
eosinofilia darah, volume ekspirasi paksa dalam satu detik (FEV1) dari
40-69% diprediksi, dan reversibilitas yang lebih besar [17].

B. Kapulaga Sabrang (Elettaria cardamomum (L.) Maton)
1. Klasifikasi Ilmiah [20]
Kingdom

: Plantae

Divisio

: Spermatophyta

Sub divisio

: Angiospermae

Class

: Monocotyledonae

Ordo

: Zingiberales

Family

: Zingiberaceae

Genus

: Elettaria

Spesies

: Elettaria cardamomum (L.) Maton

2. Deskripsi
Kapulaga Sabrang merupakan kapulaga yang berasal dari Indonesia dan
berkembang di Indonesia sejak abad ke-18. Dalam perdagangan
internasional Kapulaga Sabrang dikenal sebagai true cardamon karena
kandungan minyak atsiri di dalamnya tinggi yaitu 3,5-7%, sehingga ia
pun memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi. Kapulaga Sabrang
berkembang dan berproduksi baik pada lahan-lahan dengan ketinggian
tempat >500 mdpl (pegunungan) pada tanah bertekstur lempung berpasir
[21].

9

Gambar 3. Tanaman Kapulaga [22]

Sumber: CV Agri Jaya (2013)

3. Morfologi [20]
a. Terna/perdu

: Tahunan, berumpun rapat, dan tingginya antara 24 m.

b. Batang

: Semu, bulat, beruas, masif, berwarna hijau pucat,
dan di dalam tanah membentuk rimpang.

c. Daun

: Tunggal, berseling, berbentuk lanset, tepi rata,
ujung runcing, pangkal meruncing, panjang 50100 cm, lebar 5-10 cm, pertulangan melengkung,
permukaan halus, dan berwarna hijau.

d. Bunga

: Majemuk, bentuk malai keluar dari pangkal
batang.
Tangkai

: Pipih, panjang 20-30 cm.

Mahkota

: Berbentuk membagi, putih.

Kelopak

: Berbentuk corong, halus, kuning.

Benang sari : Silindris, panjang 5-7 mm, putih.
Kepala sari

: Bulat, kuning.

Tangkai putik: Silindris, panjang 0,5-1,0 cm,

10

cokelat.
e. Buah

: Buni (bulat lonjong), diameter 1-1,5 cm,
putih/kuning kelabu, berbulu, berkumpul dalam
tandan kecil dan pendek. Bila masak, buah akan
pecah dan membelah berdasarkan ruangnya.

f. Biji

: Bulat telur memanjang, diameter 2-3 mm,
berwarna cokelat sampai hitam.

g. Akar

: Serabut.

4. Kandungan Kimia
Kapulaga memiliki aroma bau sedap yang berasal dari kandungan
minyak atsiri pada biji kapulaga. Minyak atsiri ini mengandung lima zat
utama, yaitu borneol (suatu terpena) yang berbau kamper seperti yang
tercium dalam getah pohon kamper, alfa-terpinilasetat yang harum seperti
bau jeruk pettigrai, limonen yang juga harum seperti bau jeruk keprok,
alfa terpinen yang harum seperti jeruk sitrun, dan cineol yang sedap agak
pedas menghangatkan seperti minyak kayu putih. Kombinasi inilah yang
membentuk aroma khas kapulaga [22].
Gambar 4. Struktur Zat Kimia dalam Kapulaga (Elettaria cardamomum
(L.) Maton) [24]

11

Sumber: Recent Patents on Food, Nutrition, & Agriculture Journal (2010)

Kandungan

kimia

dalam

buahnya

adalah

minyak

asiri

(sineolterpen dan terpineol), minyak lemak, pigmen, protein, selulosa,
gula, pati (kandunga n terbesar), silika, kalium oksalat, betakamfer,
sebinena, mirkena, mirtenal, karvona, terpinil asetat, kersik, dan mineral,
sementara kandungan dalam kulitnya yaitu 31% serat kasar [23].
Tabel 2. Bioaktivitas Zat Kimia pada Kapulaga (Elettaria cardamomum (L.)
Maton) [24]
PHYTOCHEMICALS PERSENTASE

1,8-Cineole
Terpinyl acetate
Limonene
Linalyl acetate
( )-Linalool

30-60
20-50
8-11.6
2-5
3-8

ANTIANTIAPOPTOSIS
OKSIDAN MICROBIAL

Yes

Yes

Yes

Yes
Weak
Yes

Yes

Yes

Yes

Yes

12

Terpineol
Borneol
trans-Nerolidol
Sabinene hydrate
Myrcene
(+)- -Pinene
-Phellandrene
m-Cymene
Methyl eugenol
(+/ )-Citronellol
Terpinolene
Geraniol

2.5-25
8
1.5-3.0
2.8
1.6-3
1.5-3
0.5-3
0.1-0.5
0.2-0.5
0.3
0.5-0.75
0.4

Yes

Yes
Yes
Weak

Weak
Yes
Yes
Yes
Yes
Yes
Weak
Weak
Yes

Yes
Weak

Yes
Yes
Yes

Yes

Yes

Sumber: Recent Patents on Food, Nutrition, & Agriculture Journal (2010)

5. Khasiat
Hampir seluruh bagian dari tanaman kapulaga dapat dimanfaatkan
dalam bidang farmako sebagai obat batuk dan pencegah kekeroposan
tulang, seperti akar, batang, buah, dan bijinya [25]. Batang dan daunnya
ditumbuk halus dengan air sebagai obat gosok penyakit encok [26].
Khasiat kapulaga terbesar diperoleh pada bijinya, selain memberikan efek
farmakologis, biji kapulaga juga dapat dimanfaatkan sebagai aromatikum
dan bumbu dalam berbagai masakan [27].
Gambar 5. Buah Kapulaga [28]

Sumber: CV Agri Jaya (2013)

13

Biji yang diambil dari tumbuhan sebelum buah masak dikeringkan
terlebih dahulu dan dikenal sebagai semen cardamomi, kemudian diolah
menjadi berbagai macam obat. Biji kapulaga memiliki efek melancarkan
dahak (ekspektoran), mengatasi tenggorokan gatal-gatal, influenza,
mengatasi

radang amandel

dan radang lambung, memperlancar

pengeluaran gas dari perut (karminatif), mencegah masuk angin,
menyembuhkan encok, mencegah mual dan mengurangi demam, lelah,
serta kejang otot [20]. Selain itu, biji yang dikunyah dapat dipakai sebagai
obat asma, batuk, dan pengharum mulut [25].
6. Proses Ekstraksi
a. Metode Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat
maupun cair dengan bantuan pelarut. Ekstraksi merupakan proses
pemisahan suatu bahan dari campurannya, ekstraksi dapat dilakukan
dengan berbagai cara. Ekstraksi menggunakan pelarut didasarkan
pada kelarutan komponen terhadap komponen lain dalam campuran
[29].
Tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk menarik komponen
kimia yang terdapat pada bahan alam. Ekstraksi ini didasarkan
pada prinsip perpindahan massa komponen zat ke dalam pelarut,
perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka kemudian
berdifusi masuk ke dalam pelarut [30].
b. Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan adalah biji dan buah kapulaga sabrang.
Alat yang digunakan adalah tabung reaksi, gelas beker, botol
flakon, botol gelap, tabung efendorf, gelas ukur, cawan petri, pipet
tetes, pipet ukur, labu didih, labu erlenmeyer, gelas benda, gelas
penutup, jarum ose, jarum preparat, pinset, pisau, mikropipet, tip,
mikroskop, blender elektrik, pemanas, bunsen,

magnetic stirer,

inkubator, autoklaf, vortex mixer, colony counter, oven, kamera foto,
kamera mikrofotografi, seperangkat alat destilasi Stahl, seperangkat

14

alat kromatografi gas (Hewlett Pacard5890 Series II, USA),
seperangkat alat GC-MS (Shimadzu QP-5000, Jepang) [30].
c. Cara Pembuatan
1) Pembuatan serbuk buah kapulaga
Buah kapulaga segar yang cukup umur dicuci bersih, dan
dikeringkan di bawah sinar matahari tidak langsung dengan
ditutup kain selama 3 hari. Buah diblender menjadi serbuk dan
disimpan dalam wadah tertutup untuk mengurangi penguapan
minyak atsiri. Serbuk akan digunakan untuk distilasi minyak atsiri
dan pembuatan ekstrak kasar [31, 32].
2) Pembuatan serbuk biji dan buah kapulaga
Buah utuh dan buah yang telah dikeringkan dikupas kulitnya
sehingga diperoleh biji. Biji kemudian diblender secara terpisah
menjadi serbuk dan disimpan dalam wadah tertutup untuk
mengurangi penguapan minyak atsiri. Serbuk akan digunakan
untuk distilasi minyak atsiri dan pembuatan ekstrak kasar [31,
32].
3) Pembuatan ekstrak kasar
Serbuk dari biji dan buah kapulaga masing-masing dilarutkan
dalam metanol (50 g bahan/50 ml metanol), dikocok, dan
dibiarkan selama 24 jam. Ekstrak kasar kemudian disaring dan
diambil filtratnya [32].

BAB III
METODE PENULISAN

A. Metode Penulisan
Jenis penulisan karya tulis ini adalah jenis tulisan deskriptif analitik, dimana
penulis menggambarkan serta menganalisa kandungan dalam kapulaga yang
dapat dimanfaatkan sebagai ekspektoran. Karya tulis ini menggunakan
analisis data secara induktif yang menyangkut empat komponen, yaitu:
a. Pengumpulan Data dan Informasi
Jenis data yang diperoleh berupa data sekunder yang bersifat kualitatif
maupun kuantitatif dengan bersumber dari berbagai referensi atau
literatur yang relevan dengan topik permasalahan yang dibahas. Kriteria
inklusi yang digunakan adalah artikel, jurnal, buku, serta hasil penelitian
atau pemaparan para ahli, sedangkan kriteria eksklusi adalah artikel yang
berupa opini tanpa menyertakan nama penulis. Data yang dikumpulkan
adalah data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif yang digunakan
yaitu data berupa kata-kata dan gambar. Data kuantitatif yang digunakan
berupa angka kejadian penyakit (insidensi) dan kandungan gizi yang
terdapat pada kapulaga. Data diperoleh melalui internet, jurnal ilmiah,
buku ajar, dan berbagai sumber terpercaya dengan kata kunci: kapulaga
(Elettaria cardamomum), asthma, dan erupsi gunung berapi.
b. Pengolahan Data dan Informasi
Pengolahan data dalam karya ilmiah ini menggunakan reduksi data yaitu
memilih data-data yang penting, membuat kategori, membuang yang
tidak

dipergunakan,

menginterpretasi,

menyimpulkan,

dan

menggabungkan menjadi satu kesatuan. Penulisan karya ilmiah ini
dengan metode studi pustaka yang didasarkan atas hasil studi terhadap
berbagai literatur yang telah teruji validitasnya, berhubungan satu sama
lain, relevan dengan kajian tulisan, serta mendukung uraian atau analisis
pembahasan.

16

c. Analisis dan Sintesis
Setelah data yang diperlukan terkumpul, dilakukan penganalisisan data
dengan menyusun secara sistematis dan logis. Pemecahan masalahnya
dengan mengadakan studi silang antara data–data yang terkumpul
didasarkan dengan metode deskriptif dan analisis antara data terkumpul.
Metode dasar yang digunakan dalam menyusun karya tulis ini yaitu
metode eksposisi yang merupakan pemaparan dari suatu mekanisme,
dengan tulisan yang bersifat deskriptif, menggambarkan tentang potensi
kapulaga sebagai ekspektoran.
d. Penulisan Daftar Pustaka
Penulisan daftar pustaka pada gagasan tertulis ini mengikuti sistematika
yang baku berdasarkan metode Vancouver.
B. Kerangka Pemikiran
Faktor pencetus (alergen,
stress, obat, infeksi)

Kapulaga
Reaksi antigen antibodi

Sineol

Melepaskan substansi
vasoaktif (histamin,
bradikinin, anafilatoksin)

COX-2

Ekspektoran
Kontraksi otot
polos

Meningkatkan
permeabilitas
kapiler

Meningkatkan
sekresi mukus

Bronchospasme

Kontraksi otot
polos, edema
mukosa

Meningkatkan
produk mukus

Inflamasi

Obstruksi saluran
napas

Asma

BAB IV
ANALISIS DAN SINTESIS

A. Potensi Ekstrak Sineol Kapulaga sebagai Terapi Suportif pada Asma
Senyawa alami 1,8-cineol dikenal sebagai eucalyptol yang merupakan
konstituen utama pada kapulaga yang bersifat anti-inflamasi, sehingga dapat
diterapkan untuk mengobati penyakit saluran napas atas dan bawah [33].

B. Mekanisme Cardamomum sebagai Bronkodilator dan Antiinflamasi
Efek bronkodilatasi Cardamomum sudah diuji pada tikus dimana
hasilnya Cardamomum dapat menghambat efek bronkospasm dari karbasol
seperti pada salbutamol, obat bronkodilatasi standar [34]. Ekstrak kasar
cardamom menyebabkan relaksasi karbasol dan K+ penginduksi kontraksi
seperti verapamil dan antagonis Ca2+ yang digunakan sebagai kontrol positif
[35]. Cardamomum memiliki efek bronkodilatasi melalui blokade saluran
Ca2+ [36]. Antagonis kalsium tersebut efektif digunakan dalam penanganan
asma [37]. Selain itu cardamomum memiliki efek antiinflamasi dengan
menghambat enzim cyclooxygenase-2 (COX-2). COX-2 adalah enzim yang
dapat diinduksi dalam makrofag yang bertanggung jawab untuk merangsang
produksi prostaglandin (PG) yang tinggi selama inflamasi dan respons imun.
COX-2 dapat meningkatkan respon untuk merangsang faktor pertumbuhan
menimbulkan angiogenesis [38, 39, 40].
Mekanisme peningkatkan angiogenesis dimulai melalui peningkatan
siklus proliferasi sel yang memicu peningkatan proses desak antar sel. Proses
desak antar sel yang meningkat akan memicu pengeluaran phospholipase A2
dan memacu pengeluaran asam arakhidonat. Selanjutnya, asam arakhidonat
dipengaruhi oleh COX-2 (Cyclooxigenase-2) untuk diubah menjadi
prostaglandin yang akan menyebabkan sekresi angiopoitin 2. Hal ini
menyebabkan timbulnya angiogenesis sehingga menimbulkan asma [41].

18

C. Perbandingan Efektivitas Cardamomum dengan Obat Bronkodilator Lain
Ekstrak kasar cardamomum mengandung senyawa alkaloid, flavonoid,
saponin, sterol, dan tannin. Dalam penelitiannya Khan dkk, menggunakan
ekstrak cardamomum dengan dosis 10, 30, dan 100 mg/kg didapatkan efek
bronkodilatasi yang lebih baik dalam menghambat bronkospasme yang
diinduksi oleh carbechol dan kalium, dibandingkankan dengan salbutamol,
obat standar dengan dosis 0,3 mg/kg (gambar 6). Daya hambat cardamomum
terhadap carbachol dapat dilihat pada gambar 7 [36].
Gambar 6. Efek Menghambat Karbasol dari Ekstrak Kasar Cardamom [36]

Sumber: Bangladesh J Pharmacol (2011)

Gambar 7. Perbandingan Ekstrak Kasar Cardamom Dosis 10, 20, 100 dan 0,3
mg/kg dari Salbutamol dalam Menghambat Karbasol pada Tikus [36]

Sumber: Bangladesh J Pharmacol (2011)

19

D. Cara Pemanfaatan Cardamomum di Masyarakat Luas
Dewasa ini masyarakat luas mulai memilih pengobatan herbal yang
dirasa mempunyai efek samping yang lebih rendah dibandingakan dengan
terapi dengan bahan-bahan kimia. Terapi suportif dengan kapulaga
diharapkan mampu menurunkan angka kejadian asma yang terjadi pada
orang-orang yang tinggal di lereng gunung berapi terlebih lagi saat pasca
erupsi. Peningkatan kejadian asma pasca erupsi dikarenakan debu-debu
vulkanik yang timbul saat letusan gunung berapi berterbangan dan dapat
masuk ke saluran pernafasan, sehingga memicu terjadinya peradangan yang
berujung pada asma [42].
Oleh karena itu penulis mengenalkan ekstrak sineol pada kapulaga
sebagai ekspektoran dan antiinflamasi yang dapat mengurangi risiko
terjadinya asma tersebut. Selama ini kapulaga dikenal sebagai salah satu jenis
rempah-rempah yang bermanfaat sebagai bumbu dapur dengan berbagai
manfaat antara lain baik untuk kesehatan perut, kesehatan jantung, dan dapat
meredakan batuk. Pada karya tulis ini penulis mengolah kapulaga menjadi
suatu ekstrak yang dapat dimanfaatkan untuk terapi suportif dengan cara
menambahkan bubuk tersebut di setiap makanan.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Kandungan sineol dalam ekstrak buah kapulaga bersifat ekspektoran dan
antiinflamasi.
2. Kandungan sineol dalam ekstrak buah kapulaga dapat dijadikan suatu
terapi preventif terhadap terjadinya asma bagi para penduduk lereng
gunung berapi.
3. Kandungan sineol dalam ekstrak buah kapulaga dapat dijadikan suatu
terapi suportif bagi para penderita asma pasca erupsi gunung berapi.

B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai potensi sineol dalam
kapulaga sabrang sebagai modalitas terapi penderita asma.
2. Perlu dilakukan penelitian mengenai dosis efektif dan seberapa besar
efikasi ekstrak sineol kapulaga sebagai modalitas terapi penderita asma.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efek samping yang
mungkin terjadi pada penggunaan ekstrak sineol kapulaga.

DAFTAR PUSTAKA

1.

Bappenas. Negeri Cincin Api: Anugerah dan Bencana. [Online]. 2007 [sitasi
2014] Didapat dari: URL: http//www.bappenas/go.id/

2.

Kementerian ESDM Badan Geologi. Peningkatan status G. Sangeang dari
WASPADA menjadi SIAGA. [Online]. 2013 [sitasi 2014] Didapat dari:
URL: http://www.vsi.esdm.go.id/

3.

Kurniawan H. Gunung Sangeang meletus, sebaran dampak sampai ke
Australia.

[Online].

2014

[sitasi

2014]

Didapat

dari:

URL:

http://www.mediacenter.or.id/reports/view/755#.U5vv6ihq_iM
4.

Van den Berg B, Grievink L, Gutschmidt K, et al. The public health
dimension of disasters-health outcome assessment of disasters. Prehospital
Disaster Med (23). 2008. pp. 55-59.

5.

Gudmundsson G. Respiratory health effects of volcanic ash with special
reference to Iceland. A review. Clin Respir J (5). 2011. pp. 2-9.

6.

Heru. Asthma symptoms improvement in moderate persistent asthma patients
with gastroesophageal reflux disease (GERD): The role of proton-pump
Inhibitor. Med J Indones (17). 2008. pp: 169-174.

7.

Basso et al. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Asma di Indonesia. 2005.

8.

Sonal Singh, Aman V. Amin, Yoon K. Loke. Long-term Use of Inhaled
Corticosteroids and the Risk of Pneumonia in Asthma. Arch Intern Med 169
(3). 2009. pp. 219-229 .

9.

Radji M. Peranan bioteknologi dan mikroba endofit dalam pengembangan
obat herbal. Jurnal Ilmu Kefarmasian 2 (3). 2005. pp. 113-126.

10. Depkes RI. Tanaman Obat Keluarga. [Online]. 2008 [sitasi 2014]. Didapat
dari:

URL:

http://www.depkes.go.id/downloads/tanaman%20obat%20keluarga.pdf
11. Suratman E, Djauhariya, dan Sudiarto. Plasma nutfah kapulaga. Buletin
Penelitian Tanaman Rempah dan Obat 3 (1). 2007. p. 22.

22

12. Fachriyah

E.

dan

Sumardi.

Identifikasi minyak atsiri biji kapulaga

(Amomum cardamomum). Jurnal Sains dan Matematika 15 (2). 2007. pp: 8387.
13. Ilha Das. Khasiat dan Manfaat Adas. 2011.
14. WHO. Pencegahan dan pengendalian infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)
yang cenderung menjadi epidemi dan pandemi di fasilitas pelayanan
kesehatan.

[Online].

2007

[sitasi

2014].

Didapat

dari:

URL:

http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/69707/14/WHO_CDS_EPR_2007.6_
ind.pdf
15. National Heart, Lung, and Blood Institute. Asthma diagnosis and
management Giudelines. 2007.
16. UPI. Epidemiologi asma. [Online]. 2010 [sitasi 2014]. Didapat dari: URL:
forum.upi.edu.
17. Michael J Morris. Asthma. American Association for Respiratory Care,
American College of Chest Physicians, American College of Physicians, and
Association of Military Surgeons of the US. 2014.
18. GSAMP. Asthma treatment. Asthma symptoms and severity. Recommended
guidelines for determination of asthma severity based on clinical symptoms,
exacerbations, and measurements of airway function. 2002.
19. Eleanor

Bull

dan

David

Price.

Asthma

Human.

CSF

Medical

Communication. 2005.
20. Redaksi Flora. Terapi herba, buah, sayuran : Flu burung dan demam berdarah
2. Jakarta: PT. Duta Prima; 2005. p. 128.
21. Pusat Pengembangan Penyuluhan Kehutanan Badan Penyuluhan Dan
Pengembangan Sumber Daya Manusia Kehutanan Kementerian Kehutanan.
Kapulaga (Amomum cardomomum). [Online]. 2012 [sitasi 2014 Juni 1].
URL:
http://bp2sdmk.dephut.go.id/pusluh/attachments/article/190/LEAFLETKAPULAGA.pdf
22. Wardini TH dan A. Thomas. Elettaria cardamomum (L.) Maton. Bogor:
PROSEA; 2009. pp. 116-120.

23

23. Syukur C dan Hernani. Budidaya tanaman obat komersial. Jakarta: Penebar
Swadaya; 2001.
24. Asha Acharya, Ila Das, Sushmita Singh, dan Tapas Saha. Chemopreventive
properties of indole-3-carbinol, diindolylmethane and other constituents
of cardamom against carcinogenesis. Recent Patents on Food, Nutrition, &
Agriculture Journal (2). 2010. pp. 166-177
25. Bioactiva. Kapulaga: Ciri khas dan manfaatnya. [Online]. 2011 [sitasi 2014
Mei 29]. URL: http://www.bioactiva.co.id
26. Budi HS. Kapulaga. Yogyakarta: Penerbit Kanisius; 1988. pp. 11-13.
27. Tjitrosoepomo

G.

Taksonomi

tumbuhan

obat-obatan.

Yogyakarta:

Gajahmada University Press; 2005. p. 447.
28. CV Agri Jaya. Kapulaga jenis sabrang. [Online]. 2013 [sitasi 2014]. Didapat
dari: URL: http://cvagrijaya.com/sejarah-kapulaga/kapulaga-jenis-sabrang/
29. Suyitno. Petunjuk laboratorium rekayasa pangan. Pengembangan Pusat
Fasilitas Bersama AntarUniversitas XVII.

PAU Pangan dan Gizi.

Yogyakarta: UGM; 1989.
30. Harborne JB. Metode fitokimia: Penuntun cara modern menganalisa
tumbuhan. Bandung: ITB; 1996.
31. Setyawan AD. Status taksonomi genus alpinia berdasarkan sifat-sifat
morfologi, anatomi, dan kandungan kimia minyak atsiri. BioSmart1; 1999.
pp. 31-40.
32. Supriadi, C. Winarni, dan Hernani. Potensi daya antibakteri beberapa
tanaman rempah dan obat terhadap isolat Ralstonia solanacearumasal jahe.
Hayati 6 (2). 1999. pp. 43-46.
33. Juergens U et al. Anti-inflammatory activity of 1,8-cineole (eucalyptol) in
bronchial asthma. Eur J Med Res 97. 2008. pp. 250–256.
34. Barnes PJ. Drugs for asthma. Br J Pharmacol (147). 2006. pp. S297-S303.
35. Fleckenstein A. Specific pharmacology of calcium in myocardium, cardiac
pacemakers and vascular smooth muscle. Annu Rev Pharmacol Toxicol
(17). 1977. pp. 149-66.

24

36. Arif-ullah Khan, Qaiser JK, dan Anwarul HG. Pharmalogical basis for the medicinal
use of cardamom in asthma. Bangladesh J Pharmacol (6). 2011. pp. 34-37.

37. Ann Mary T, Harman Eloise, Chesrown Sarah, Hendeles Leslie. Efficacy of
calcium channel blockers as maintenance therapy for asthma. British Journal
Pharmacol, 2001;53, 243-249
38. Hill RP dan Tannock IF. Introduction cancer biology. In Tannock IF, Hill RP
(eds): The basic science of oncology third edition. New York: McGraw-Hill
Health Professions Division. 1998. pp. 1–5
39. Gallo OG, Masini EM, Bianchi S, Bruschini L, Paglierani M, dan Franchi A.
Prognostic significance of prognostic significance of cycloocygenase-2
pathway and angiogenesis in head and neck squamous cell carcinoma. Human
Path (33). 2002. pp. 708–714.
40. Kirkpatrick K dan Ogunkolade W. The mRNA expression of cyclooxygenase-2 (COX-2) and vascular endothelial growth factor (VEGF) in
human breast cancer. 2002.
41. Chao DT, Korsmeyer SJ. Bcl-2 family regulators of cell death. Ann Rev.
Immunology (16). 1998. pp. 393–419.
42. Barnes PJ. Drugs for asthma. Br J Pharmacol (147). 2006. pp. S297-S303.

CURRICULUM VITAE

1. Ketua
a. Nama Lengkap

: Lutfir Rahman Taris

b. NIM/Prodi/Angkatan : G0013142/ Pend. Dokter/2013
c. Tempat Tanggal Lahir : Jember, 10 Maret 1995
d. No. HP/Email

: 085655860310/rahmantaris14@gmail.com

e. Alamat

: Gg. Antariksa 29 RT 3/17, Ngoresan, Jebres

f. Karya Ilmiah

:

1) Silver Nanoparticles (Ag NPs) 120 nm, Solusi Permasalahan Multi
Drug Resistant (MDR) pada Terapi Infeksi Neisseria gonorrheae
2) Micro-Lag: Microencapsulation of Lactobacillus gasseri BNR17 as new
biotherapeutic intervention for antiobesity
g. Penghargaan Ilmiah

:-

2. Anggota 1
a. Nama Lengkap

: Aninditya Verinda Putrinadia

b. NIM/Prodi/Angkatan : G0013030/ Pend. Dokter/2013
c. Tempat Tanggal Lahir: Kudus, 21 Mei 1996
d. No. HP/Email

: 085647444488/avpnadia@gmail.com

e. Alamat

: Gg. Cahaya V Ngoresan 04/22, Jebres

f. Karya Ilmiah

:

1) Pemanfaatan Tanaman Nyamplung (Calophyllum inophyllum) untuk
Mengatasi HIV/AIDS Menuju Indonesia Sehat Tahun 2030
2) Pemanfaatan Beras Hitam Bernutrisi Tinggi Sebagai Detoksifikan
Penyakit
3) Pemberdayaan Ekonomi Anak Jalanan melalui Kerjasama ILP2MI dan
Kementerian Sosial
4) Eating Behaviour of Street Food as Risk Factor of Typhoid Fever in
Surakarta

5) ROTAKUMA SEDASI HUSEKA (Roti Tawar Kulit Manggis Selai
Daun Sirsak Penghambat Umur Sel Kanker)
6) Pengembangan Potensi Lectin dan Xanthone dari Bahan Herbal sebagai
Terapi Ajuvan pada Infeksi HIV
7) Controlling Leptin, Ghrelin, and PYY Hormones by Consuming High
Protein during Breakfast to Prevent the Risk of Obesity
8) Potensi Terapi Molekuler Berbasis CPT1A dengan Vektor SIN
Lentivirus sebagai Terapi Obesitas
g. Penghargaan Ilmiah

:

1) Finalis 10 Besar Scientific Paper IMSTC 2014
2) Juara II Scientific Poster IMSTC 2014
3) Finalis 10 Besar LKTI Agritech Exhibition UNHAS 2014
4) Juara II Scientific Paper AMSC Thailand 2014
5) Semi Finalis Review Article INAMSC 2014
6) Finalis 10 Besar LKTI Medjonson UMY 2014

3. Anggota 2
a. Nama Lengkap

: Hepy Hardiyanti Kusumaningtyas

b. NIM/Prodi/Angkatan : G0013112/ Pend. Dokter/2013
c. Tempat Tanggal Lahir: Surakarta, 13 September 1995
d. No. HP/Email

: 085728065064/hepyhardiyanti@gmail.com

e. Alamat

: Mertoudan RT 02/09 Mojosongo

f. Karya Ilmiah

:

1) Pemanfaatan Nugget Bunga Turi sebagai Upaya untuk Mewujudkan
Kedaulatan Pangan dengan Mengoptimalkan Sumber Pangan Lokal
2) Potensi Pura Mangkunegara sebagai Cagar Budaya Menurut Remaja
Kota Surakarta
3) Pemanfaatan Moringa oliefera sebagai Alat Kontrasepsi Alami
4) Penghargaan Ilmiah
1) Juara

II

:

LKTI

Nasional

Tingkat

Muhammadiyah Malang tahun 2012

SMA/SMK

Universitas