TAP.COM - PERTUMBUHAN DAN REPRODUKSI IKAN KEMBUNG LELAKI ...

PERTUMBUHAN DAN REPRODUKSI
IKAN KEMBUNG LELAKI
(Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) DI SELAT SUNDA

DONNY FANDRI

SKRIPSI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

Pertumbuhan dan Reproduksi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta
Cuvier 1817) di Selat Sunda.


adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2012

Donny Fandri
C24080094

RINGKASAN

Donny Fandri. C24080094. Pertumbuhan dan Reproduksi Ikan Kembung
Lelaki (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) di Selat Sunda. Dibawah
bimbingan Mennofatria Boer dan Kiagus Abdul Aziz.
Ikan kembung lelaki merupakan salah satu jenis ikan pelagis kecil yang
memiliki nilai ekonomis dan ekologis. Ikan kembung lelaki di Selat Sunda
sebagian besar didaratkan di Provinsi Banten salah satunya Kabupaten

Pandeglang, yaitu di PPI Labuan dan tujuh TPI lainnya. Hasil tangkapan ikan
kembung lelaki di Selat Sunda mengalami penurunan dari tahun 2001-2009
sehingga dikuatirkan ikan kembung lelaki di perairan tersebut telah mengalami
eksploitasi berlebih. Tujuan penelitian ini menduga pertumbuhan dan reproduksi
ikan kembung lelaki di Selat Sunda yang diharapkan dapat menjadi pertimbangan
dalam pengelolaan sumberdaya ikan kembung lelaki agar tetap lestari.
Ikan contoh diperoleh dari nelayan yang menangkap ikan kembung lelaki di
Selat Sunda yang didaratkan di PPI Labuan, Kabupaten Pandeglang, provinsi
Banten. Ikan contoh yang diambil berkisar 50-100 ekor tiap bulannya.
Pengambilan contoh dilakukan saat bulan gelap. Ikan contoh dibawa ke
Laboratorium Biologi Perikanan, Bagian Manajemen Sumberdaya Perikanan,
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor untuk pengukuran panjang dan bobot serta
analisis tingkat kematangan gonad.
Pola hubungan panjang dan bobot ikan kembung lelaki jantan dan betina
tidak berbeda nyata (p > 0,05), oleh karena itu dalam analisis hubungan panjang
dan bobot tidak dibedakan antara ikan jantan dan ikan betina. Nilai b yang
diperoleh dari analisis hubungan panjang dan bobot yaitu 3,026 yang
menggambarkan tingkat kegemukan ikan kembung lelaki di perairan tersebut.
Hasil pemisahan umur menggunakan metode NORMSEP menunjukan terdapat

satu hingga tiga kelompok umur tiap bulannya. Hasil analisis parameter
pertumbuhan ikan kembung lelaki jantan diperoleh K = 0,19/bulan, L∞ = 297 mm
dan to = -0,33 bulan sedangkan ikan kembung lelaki betina K = 0,42/bulan, L∞ =
243 mm dan to = -0,66 bulan. Hal ini menunjukan bahwa ikan kembung lelaki
betina lebih cepat mencapai panjang maksimum dibandingkan ikan kembung
lelaki jantan.
Dugaan panjang pertama kali ikan kembung lelaki matang gonad adalah 208
mm. Kelestarian sumber daya ikan kembung lelaki di Selat Sunda dapat dijaga
dengan melakukan penangkapan yang difokuskan hanya kepada ikan-ikan yang
lebih besar dari 208 mm. Cara tersebut dapat ditempuh melalui peraturan ukuran
mata jaring alat tangkap sehingga ikan yang tertangkap merupakan ikan yang
telah mendapat kesempatan untuk memijah minimal satu kali. Ikan ini diduga
memijah sebanyak tiga kali yaitu Mei, Juli dan September sehingga pada bulanbulan tersebut, kawasan pemijahan dan peremajaan hendaknya dijaga agar
memberikan kesempatan bagi ikan-ikan tersebut untuk berkembang biak.

PERTUMBUHAN DAN REPRODUKSI
IKAN KEMBUNG LELAKI
(Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) DI SELAT SUNDA

DONNY FANDRI

C24080094

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

PENGESAHAN SKRIPSI

Judul Penelitian

: Pertumbuhan dan Reproduksi Ikan Kembung Lelaki
(Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) di Selat Sunda.

Nama


: Donny Fandri

NIM

: C24080094

Program Studi

: Manajemen Sumberdaya Perairan

Menyetujui,
Komisi Pembimbing
Pembimbing 1

Pembimbing 2

Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA
NIP. 19570928 1981003 1 006


Ir. Kiagus Abdul Aziz, M.Sc.
NIP. 130349009

Mengetahui,
Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc.
NIP. 19660728 199103 1 002

Tanggal lulus : 14 Mei 2012

PRAKATA

Puji dan Syukur kepada Sang Juruselamat, Yesus Kristus karena berkat dan
anugrah-Nya saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini
berjudul Pertumbuhan dan Reproduksi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger
kanagurta Cuvier 1817) di Selat Sunda; disusun berdasarkan hasil penelitian
yang dilaksanakan pada April 2011 dan merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimaksih kepada Prof. Dr. Ir.
Mennofatria Boer, DEA selaku dosen pembimbing pertama dan Ir. Kiagus Abdul
Aziz, M.Sc. selaku dosen pembimbing kedua serta Ir. Agus Samosir, M.Phil
selaku Komisi Pendidikan S1 yang telah banyak membantu dalam pemberian
bimbingan, masukan, dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dikarenakan
keterbatasan penulis. Namun demikian penulis mengharapkan bahwa hasil
penelitian ini dapat bermanfaat untuk berbagai pihak.

Bogor,

Juli 2012

Penulis

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus karena Anugrah-Nya yang besar
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi “Pertumbuhan dan Reproduksi

Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) di Selat Sunda”
dengan baik. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada
semua pihak yang telah membantu, diantaranya:
1) Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA dan Ir. Kiagus Abdul Aziz, M.Sc.
masing-masing selaku ketua dan anggota komisi pembimbing skripsi yang
telah banyak memberi arahan dan masukan hingga menyelesaikan skripsi
ini.
2) Dr. Ir. Etty Riani H., MS. sebagai dosen penguji tamu yang selalu memberi
motivasi kepada penulis dan juga telah memberi saran dan perbaikan pada
skripsi ini.
3) Ir. Agus Samosir, M.Phil selaku Komisi Pendidikan Program S1 atas saran,
nasehat dan perbaikan yang diberikan.
4) Ir. Nurlisa A. Butet, M.Sc. sebagai dosen pembimbing akademik yang telah
memberi semangat dan nasehat
5) Seluruh dosen MSP yang telah memberikan ilmu dan pengalaman serta
saran selama perkuliahan.
6) Staf Tata Usaha MSP yang saya hormati terutama Ibu Widar, Ibu Maria dan
Ibu Zaenab atas arahannya.
7) Keluarga tercinta, Ayah Anudin, Ibu Lidya, Om Bambang, Tante Ester,
Andre, Lisbet, Seren, Rosi, Yehezkielsi yang selalu memberikan kasih

sayang.
8) Pemerintah Kabupaten Bengkayang yang telah mendukung pembiayaan
selama studi.
9) Keluarga Bapak Agus Supratman yang telah mendukung dan memberi
semangat selama studi.
10) Putu Cinthia Delis beserta seluruh teman MSP 45 atas motivasi dan
bantuannya.
11) Seluruh tim penelitian Labuan: Dila, Centil, Ayu, Jawir, Ami, Pinky, Keloy,
Ria, Jaun, Eel, Nimas, Cia, Hilda, Nisa, Rena dan Tilana.

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bengkayang, Kalimantan Barat pada
tanggal 18 Juli 1988 dari pasangan Bapak Anudin dan Ibu
Lidya. Penulis merupakan putera pertama dari lima
bersaudara. Pendidikan formal penulis ditempuh di SD
Negeri 1 Ketiat, Bengkayang, Kalimantan Barat (2001),
SMP Negeri 1 Bengkayang, Kalimantan Barat (2004) dan
SMA Negeri 1 Bengkayang, Kalimantan Barat (2007). Selama studi di SMA
penulis mendapat kesempatan untuk mewakili sekolah dalam ajang Olimpiade

Matematika hingga tingkat provinsi (periode 2004 dan 2005). Selain itu penulis
juga aktif dalam kegiatan Palang Merah Remaja (2004-2007).
Tahun 2007 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui
jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) dan masuk Program Prauniversitas selama 1
tahun. Selanjutnya penulis mengikuti program Tahap Persiapan Bersama (2008)
dan diterima di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan (2009). Selama perkuliahan penulis aktif dalam
kegiatan Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB di bidang Komisi Pelayanan
Khusus dan dipercaya sebagai kepala divisi bidang responsi matematika, fisika,
kimia dan kalkulus (2010/2011). Selain itu, penulis juga aktif sebagai anggota
Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (2011/2012) dan
dipercayakan sebagai ketua acara Festival Air 2011. Penulis juga berkesempatan
menjadi asisten Metode Statistik (2010-2012), Dinamika Populasi (2011/2012),
Ekotoksikologi Lingkungan (2011/2012), Dasar-Dasar Pengkajian Stok Ikan
(2011/2012) dan Ekotoksikologi Perairan (2011/2012).
Penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan pada Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, dengan judul “Pertumbuhan dan Reproduksi Ikan Kembung
Lelaki (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) di Selat Sunda” yang dibimbing
oleh Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA dan Ir. Kiagus Abdul Aziz, M.Sc.


DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL .....................................................................................

x

DAFTAR GAMBAR .................................................................................

xi

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................

xii

PENDAHULUAN...............................................................................
1.1. Latar Belakang ....................................................................................
1.2. Rumusan Masalah ..............................................................................
1.3. Tujuan ..................................................................................................
1.4. Manfaat ................................................................................................

1

2. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................
2.1. Ikan Kembung Lelaki ........................................................................
2.1.1. Identifikasi dan morfologi .....................................................
2.1.2. Sebaran dan musim penangkapan ........................................
2.1.3. Alat tangkap ............................................................................
2.2. Pertumbuhan .......................................................................................
2.2.1. Hubungan panjang bobot.......................................................
2.2.2. Parameter pertumbuhan .........................................................
2.3. Tingkat Kematangan Gonad .............................................................
2.4. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan ................................................

5

1.

1
3
3
4
5
5
6
7
8
8
8
8
9

METODE PENELITIAN ..................................................................
3.1. Waktu dan Tempat .............................................................................
3.2. Pengumpulan Data .............................................................................
3.3. Analisis Data .......................................................................................
3.3.1. Hubungan panjang dan bobot ...............................................
3.3.2. Identifikasi kelompok ukuran dan parameter pertumbuhan
3.3.3. Parameter pertumbuhan .........................................................
3.3.4. Tingkat kematangan gonad ...................................................

10

HASIL DAN PEMBAHASAN ..........................................................
4.1. Hasil .....................................................................................................
4.1.1. Kondisi umum perairan selat sunda .....................................
4.1.2. Hubungan panjang bobot.......................................................
4.1.3. Parameter pertumbuhan .........................................................
4.1.4. Tingkat kematangan gonad ...................................................
4.2. Pembahasan ..........................................................................................

17

KESIMPULAN DAN SARAN ..........................................................
5.1. Kesimpulan ..........................................................................................
5.2. Saran......................................................................................................

29

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................

30

LAMPIRAN ...............................................................................................

33

3.

4.

5.

ix

10
10
12
12
13
14
15
17
17
17
18
22
24
29
29

DAFTAR TABEL
Halaman
1.

Jumlah tangkapan dan upaya penangkapan ikan kembung lelaki
tahun 2000-2009 yang didaratkan di Kabupaten Pandeglang,
Banten. ...............................................................................................

2

2.

Penentuan tingkat kematangan gonad secara morfologi ...................

12

3.

Parameter pertumbuhan L∞, K dan to ikan kembung lelaki di
Selat Sunda tahun 2011 .....................................................................

21

x

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.

Skema perumusan masalah ................................................................

3

2.

Ikan kembung lelaki ..........................................................................

5

3.

Peta penyebaran ikan kembung lelaki di dunia .................................

6

4.

Pukat cincin .......................................................................................

7

5.

Selat Sunda dan PPI Labuan ..............................................................

10

6.

Skema metode pengambilan contoh ikan kembung lelaki ................

11

7.

Hubungan panjang bobot ikan kembung lelaki di Selat Sunda
tahun 2011 .........................................................................................

18

Kelompok ukuran panjang ikan kembung lelaki jantan di Selat
Sunda dari bulan April sampai September tahun 2011 .....................

19

Kelompok ukuran panjang ikan kembung lelaki betina di Selat
Sunda dari bulan April sampai September tahun 2011 .....................

20

Kurva pertumbuhan ikan kembung lelaki jantan di Selat Sunda
tahun 2011 .........................................................................................

21

Kurva pertumbuhan ikan kembung lelaki betina di Selat Sunda
tahun 2011 .........................................................................................

22

Proporsi gonad yang matang ikan kembung lelaki di Selat Sunda
tahun 2011 .........................................................................................

23

Frekuensi tingkat kematangan gonad ikan kembung lelaki betina
di Selat Sunda dari bulan April sampai September tahun 2011 ........

23

8.
9.
10.
11.
12.
13.

xi

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Transformasi persamaan hubungan panjang bobot menjadi
bentuk linear sederahana....................................................................

34

Persamaan untuk menduga b0, b1 dan R2 dalam analisis
hubungan panjang bobot ikan ............................................................

35

Turunan pertama dari fungsi sebaran normal dalam menduga
nilai tengah kelompok umur ..............................................................

36

Manipulasi aljabar persamaan Von Bertalanffy menjadi bentuk
linear sederhana dalam analisis parameter pertumbuhan ikan ..........

38

Transformasi persamaan proporsi gonad yang matang terhadap
panjang ikan menjadi bentuk persamaan linier sederhana. ...............

39

Uji dua nilai b dan hubungan panjang bobot ikan kembung
lelaki di Selat Sunda tahun 2011 .......................................................

40

Data panjang, bobot, jenis kelamin dan TKG ikan kembung
lelaki di Selat Sunda bulan April hingga September tahun 2011 ......

41

Sebaran kelompok umur ikan kembung lelaki di Selat Sunda
bulan April hingga September tahun 2011 ........................................

48

Analisis parameter pertumbuhan ikan kembung lelaki di Selat
Sunda tahun 2011 ..............................................................................

49

Proporsi gonad matang per selang kelas panjang (a) dan sebaran
frekuensi TKG perbulan (b) ikan kembung lelaki di Selat Sunda
tahun 2011 .........................................................................................

50

xii

1

1. PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Ikan kembung lelaki merupakan salah satu jenis ikan pelagis kecil yang

memiliki nilai ekologis dan ekonomis. Ikan ini juga merupakan salah satu sumber
protein bagi manusia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Departemen
Pertanian (1994) menyatakan enam puluh tiga persen protein hewani yang
dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia berasal dari ikan terutama ikan pelagis.
Menurut Fauziyah dan Jaya (2010) ikan pelagis kecil merupakan ikan yang hidup
bergerombol sebagai upaya memudahkan mencari makan, mencari pasangan
dalam memijah dan taktik untuk menghindar atau mempertahankan diri dari
serangan predator. Densitas terbesar ikan pelagis di kolom perairan pada
umumnya terdapat di zona epipelagis dengan kedalaman sekitar 100–150 m.
Selain itu, karakteristik lain ikan pelagis kecil adalah variasi rekrutmen yang
tinggi terkait dengan kondisi lingkungan yang labil, selalu melakukan ruaya baik
temporal maupun spasial dan aktifitas gerak cukup tinggi (Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perikanan, Departemen Pertanian 1994).
Ikan kembung lelaki sebagian besar ditangkap dengan pukat cincin (Atmaja
et al. 2000) di kawasan Perairan Indonesia sebelah barat yaitu Selat Malaka, Laut
Jawa, dan Selat Bali. Penangkapan juga dilakukan di kawasan Timur Indonesia
dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia namun belum diusahakan secara optimal
(Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Departemen Pertanian 1994).
Selat Sunda merupakan salah satu perairan yang memiliki potensi ikan pelagis
cukup tinggi yaitu lebih dari 25000 ton/tahun (Dinas Kelautan dan Perikanan
Provinsi Banten 2006) yang salah satunya adalah ikan kembung lelaki. Salah satu
daerah yang berbatasan langsung dengan Selat Sunda adalah Kabupaten
Pandeglang, Provinsi Banten dengan satu PPI, yaitu PPI Labuan dan tujuh TPI,
yaitu TPI Panimbang, TPI Carita, TPI Citeureup, TPI Sidamuki, TPI Sumur, TPI
Tamanjaya dan TPI Pulu Merak (Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten
2006).
Jumlah tangkapan dan upaya penangkapan ikan kembung lelaki tahun 20002009 yang didaratkan di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten disajikan pada

2

Tabel 1. Ikan kembung lelaki merupakan ikan dominan setelah ikan tongkol yang
didaratkan di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten dengan rata-rata persentase
8,84% tangkapan total. Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa jumlah tangkapan ikan
kembung lelaki di Selat Sunda yang didaratkan di Kabupaten Pandeglang
mengalami penurunan dari tahun 2001 hingga 2009. Hal ini dikuatirkan ikan
kembung lelaki di Perairan Selat Sunda telah mengalami tangkap lebih akibat
penambahan upaya penangkapan.

Tabel 1. Jumlah tangkapan dan upaya penangkapan ikan kembung lelaki tahun
2000-2009 yang didaratkan di Kabupaten Pandeglang, Banten.
Tahun

Tangkapan (ton)

Upaya (unit)

2000

3.072,10

12

Persentase ikan kembung lelaki terhadap
tangkapan total (%)
10,66

2001

3.084,70

12

10,42

2002

3.080,50

12

10,19

2003

2.037,00

33

8,44

2004

2.062,20

33

8,13

2005

2.003,10

34

7,81

2006

1.903,10

32

8,06

2007

1.913,50

28

8,03

2008

1.775,90

28

6,61

2009

1.654,30

27

6,43

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten (2011)

PPI Labuan merupakan salah satu tempat pendaratan ikan yang terdapat di
Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Sebagian besar ikan yang didaratkan di
PPI Labuan adalah ikan pelagis salah satunya ikan kembung lelaki. Persentase
ikan kembung lelaki yang didaratkan di PPI Labuan tahun 2011 yaitu 24%
tangkapan total. Hal tersebut menunjukan bahwa ikan kembung lelaki menduduki
urutan kedua setelah ikan tongkol yaitu 47% tangkapan total (Tempat Pelelangan
Ikan Labuan 1 2011).
Mengingat pentingnya keberadaan ikan kembung lelaki di perairan tersebut
maka diperlukan suatu kajian mengenai pertumbuhan dan reproduksi ikan
kembung lelaki. Struktur umur merupakan informasi yang sangat penting dalam
mengkaji pertumbuhan di suatu perairan. Pada daerah tropis maupun sub tropis,
struktur umur suatu ikan dapat diduga melalui frekuensi sebaran panjang. Tingkat

3

kematangan gonad (TKG) merupakan dasar dalam analisis reproduksi ikan.
Kajian pertumbuhan dan reproduksi ikan kembung lelaki di Selat Sunda
diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam pengelolaan sumberdaya ikan
kembung lelaki agar tetap lestari.

1.2.

Rumusan Masalah
Keberadaan sumber daya ikan kembung lelaki di Selat Sunda sangat penting

baik secara ekologis maupun ekonomis. Namun pada tahun 2001 hingga 2009
terjadi penurunan jumlah tangkapan ikan kembung lelaki di Selat Sunda yang
dikuatirkan telah terjadi tangkap lebih. Adanya indikasi tangkap lebih diduga
mempengaruhi pertumbuhan dan reproduksi ikan kembung lelaki. Oleh sebab, itu
perlu dilakukan pengkajian dinamika stok untuk memberikan informasi dalam
pengelolaan perikanan ikan kembung lelaki di Selat Sunda. Penelitian ini lebih
difokuskan pada aspek pertumbuhan dan reproduksi ikan kembung lelaki yang
tertangkap di Perairan Selat Sunda yang didaratkan di PPI Labuan Banten.
Gambaran mengenai perumusan masalah disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Skema perumusan masalah
1.3.

Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan informasi mengenai

pertumbuhan dan reproduksi ikan kembung lelaki di Perairan Selat Sunda yang
didaratkan di PPI Labuan Banten.

4

1.4.

Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa informasi terkait

hubungan panjang bobot, laju pertumbuhan, kisaran ukuran panjang ikan
kembung lelaki yang tertangkap, panjang pertama kali matang gonad dan waktu
pemijahan ikan kembung lelaki yang merupakan sebagian dari unsur-unsur yang
perlu dipertimbangkan dalam rencana pengelolaan perikanan ikan kembung lelaki
di Selat Sunda.

5

2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Ikan Kembung Lelaki

2.1.1.

Identifikasi dan morfologi
Klasifikasi ikan kembung lelaki menurut Saanin (1968) adalah sebagai

berikut :
Kingdom

: Animalia

Filum

: Chordata

Kelas

: Pisce

Subkelas

: Teleostei

Ordo

: Percomorpy

Sub ordo

: Scombridae

Famili

: Scombridae

Genus

: Rastrelliger

Spesies

: R. kanagurta

Nama umum : Indian mackerel (Inggris) dan kembung lelaki (Indonesia).
Ikan kembung lelaki memiliki ciri-ciri terdapat dua sirip punggung secara
terpisah yang masing-masing terdiri dari 8 hingga 9 jari-jari lemah. Sirip dada
terdiri dari 16 hingga 19 jari-jari sirip lemah, sirip perut terdiri dari 7 hingga 8
jari-jari lemah, sirip ekor terdiri dari 50 hingga 52 jari-jari lemah bercabang dan
sisik pada garis rusuk (linea lateralis) terdiri dari 127 hingga 130 buah sisik.
Selain itu, ikan ini memiliki panjang total 3,4 sampai 3,8 kali tinggi badan dan
panjang kepala lebih dari tinggi kepala. Gambar ikan kembung lelaki disajikan
pada Gambar 2.

Gambar 2. Ikan kembung lelaki

6

2.1.2. Sebaran dan musim penangkapan
Ikan kembung lelaki yang tergolong kedalam kelompok mackerel memiliki
penyebaran secara vertikal dan horizontal. Penentuan batas penyebaran secara
vertikal penting sekali diketahui agar kedalaman alat tangkap ikan dapat
disesuaikan dengan kedalaman renang ikan. Penyebaran ikan kembung lelaki
secara horizontal perlu diketahui juga untuk penentuan daerah penangkapan ikan
(Laevastu dan Hayes 1981 in Handoyo 1991). Menurut Collette dan Nauen (1983)
daerah penyebaran ikan ini mencakup Indo-Barat pasifik, Laut Merah, Afrika
Timur sampai Indonesia, Ryukyu, Australia, Melanisia, Somalia, hingga
memasuki Laut Mediterranean melalui Terusan Suez ( Gambar 3).

Gambar 3. Peta penyebaran ikan kembung lelaki di dunia
Sumber : GBIF OBIS 2010

Menurut Hardenberg (1938) in Rifqie (2007) ikan kembung di Laut Jawa
dipengaruhi angin musim. Pada saat musim angin timur yaitu pada bulan
Desember-Februari sekelompok ikan kembung bergerak dari arah Laut Jawa
menuju arah Barat. Kelompok ikan kembung ini perlahan-lahan menghilang dari
Laut Jawa kemudian selang beberapa minggu ikan kembung yang baru memasuki
Laut Jawa dari arah Timur. Sebaliknya terjadi pada saat Musim Barat yaitu pada
bulan Juni-September, dinamika stok ikan kembung yang masuk ke Laut Jawa
berasal dari Laut Cina Selatan dan Samudra Hindia melalui Selat Sunda.
Musim penangkapan ikan kembung lelaki di Selat Sunda pada bulan Maret
hingga November. Penangkapan ikan terbanyak terjadi pada bulan Mei hingga
Juni dan selanjutnya jumlah tangkapan mulai menurun. Musim paceklik ikan

7

kembung lelaki terjadi pada bulan Januari hingga Februari. (Tempat Pelelangan
Ikan Labuan 1 2011). Menurut Lee (2010) jumlah tangkapan ikan yang tertangkap
saat bulan semi gelap lebih banyak dibandingkan dengan bulan gelap dan bulan
terang. Namun secara khusus ikan kembung lebih banyak tertangkap saat bulan
gelap dibandingkan bulan semi gelap dan bulan terang.

2.1.3. Alat tangkap
Salah satu tangkapan utama pukat cincin adalah ikan kembung lelaki. Ikan
kembung lelaki ditangkap menggunkan pukat cincin di Paparan Sunda dapat
mencapai lebih dari 70 % tangkapan total (Atmaja et al. 2000). Menurut Baskoro
(2002) in Sinaga (2010), pukat cincin ini dioperasikan dengan cara melingkari
gerombolan ikan sampai ikan terkurung, bagian bawah jaring lalu dikerutkan
hingga tertutup dengan menarik tali kerut yang dipasang sepanjang bagian bawah
melalui cincin. Teknik pengoperasian pukat cincin dibagi menjadi beberapa tahap
yaitu tahap persiapan, penentuan daerah penangkapan, tahap pengoperasian, dan
penarikan.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Tempat Pelelangan Ikan Labuan 1
(2011) jumlah kapal pukat cincin yang menangkap di Selat Sunda adalah 6 kapal
masing-masing berukuran 14 GT (2 buah), 6 GT, 13 GT (2 buah) dan 15 GT.
Jaring yang digunakan memiliki beberapa ukuran mata jaring. Salah satu ukuran
mata jaring yang digunakan yaitu 1-1,25 inch bagian badan jaring dan 0,5 inch
bagian kantong dengan panjang 200 m dan tinggi 70 m (Gambar 4). Selain pukat
cincin, ikan kembung lelaki juga ditangkap menggunakan jaring rampus dan
pukat insang namun hanya sebagai hasil tangkapan sampingan.

Badan
tinggi
Kantong

Gambar 4. Pukat cincin
Sumber : Prasetyo 2009

8

2.2.

Pertumbuhan

2.2.1. Hubungan panjang bobot
Bobot merupakan fungsi dari panjang ikan. Ikan diasumsikan sebagai suatu
bentuk kubus dengan volume yang berdimensi tiga dengan panjang yang
dipangkat tiga sedangkan ikan memiliki bentuk yang berbeda-beda. Berdasarkan
analisis panjang dan bobot ikan dapat diperoleh nilai b yang akan menentukan
kondisi ikan tersebut. Semakin tinggi nilai b maka ikan tersebut semakin gemuk
dan sebaliknya. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu keturunan,
lingkungan dan tingkat kematangan gonad (Effendie 1997).

2.2.2. Parameter pertumbuhan
Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran panjang atau berat dalam suatu
waktu. Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan yaitu faktor dalam dan
faktor luar. Faktor dalam diantaranya faktor keturunan, jenis kelamin, penyakit,
hormon dan kemampuan memanfaatkan makanan. Faktor luar meliputi
ketersediaan makanan, kompetisi dalam memanfaatkan ruang dan suhu perairan
(Effendie 1979).
Puter (1920) in Sparre dan Venema (1999) telah mengembangkan suatu
model pertumbuhan yang dapat digunakan sebagai dasar sebagian besar model
pertumbuhan lainnya yang dikembangkan suatu model pertumbuhan oleh Von
Bertalanffy. Model Von Bertalanffy merupakan suatu model pertumbuhan dimana
panjang badan merupakan fungsi dari umur. Model ini menjadi salah satu dasar
dalam biologi perikanan yang digunakan sebagai submodel dalam sejumlah model
yang lebih rumit untuk menjelaskan berbagai dinamika populasi ikan termasuk
pertumbuhan (Sparre dan Venema 1999).

2.3.

Tingkat Kematangan Gonad
Perkembangan gonad ikan menjadi perhatian para peneliti reproduksi yang

meninjau perkembangan yang terjadi termasuk proses-proses pada gonad baik
secara individu maupun populasi. Perkembangan gonad yang matang merupakan
bagian dari reproduksi ikan sebelum terjadi pemijahan. Pengamatan kematangan
gonad dilakukan dengan dua cara yaitu histologi dan morfologi. Secara morfologi

9

dilakukan dengan cara mengamati bentuk, ukuran dan warna gonad tersebut
(Effendie 1997).
Berdasarkan analisis tingkat kematangan gonad salah satu informasi yang di
peroleh yaitu waktu pemijahan ikan tersebut. Informasi tersebut diharapkan dapat
menjadi pedoman bagi pengelolaan sumberdaya ikan. Beberapa hal yang
mempengaruhi tingkat kematangan gonad adalah makanan dan suhu (Effendie
1997).

2.4.

Pengelolaan Sumberdaya Perikanan
Perlunya suatu pegelolaan sumberdaya perikanan karena semakin

meningkatnya tekanan eksploitasi terhadap berbagai stok ikan, dan meningkatnya
kesadaran dan kepedulian umum untuk memanfaatkan lingkungan secara
bijaksana dan berbagai upaya yang berkelanjutan (Widodo dan Suadi 2006).
Pengelolaan perikanan meliputi banyak aspek termasuk dalam aspek sumberdaya
ikan, habitat, manusia, serta berbagai faktor eksternal lainnya. FAO menjelaskan
bahwa pengelolaan peikanan merupakan proses yang terintegrasi dalam
pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuat keputusan,
alokasi sumberdaya, dan implementasi dari aturan-aturan main dibidang
perikanan dalam rangka menjamin keberlangsungan produktivitas sumber dan
pencapaian tujuan perikanan lainnya. Oleh sebab itu, pengelolaan perikanan
membutuhkan bukti-bukti ilmiah terbaik, proses diskusi melalui konsultasi
dengan berbagai pemangku kepentingan dan penetapan berbagai tujuan dan
strategi pengelolaan melalui pembuat keputusan, alokasi sumber daya, dan
implementasi aturan mainnya (Widodo dan Suadi 2006).
Pengelolaan perikanan bersifat kompleks mencakup aspek biologi,
ekonomi, sosial budaya, hukum, dan politik. Oleh sebab itu, pengelolaan
sumberdaya perikanan harus bersifat terpadu agar tujuan dari pengelolaan tersebut
dapat tercapai. Tujuan pengelolaan perikanan antara lain tercapainya optimalisasi
ekonomi pemanfaatan sumberdaya ikan sekaligus terjaga kelestariannya (Widodo
dan Suadi 2006).

10

3. METODE PENELITIAN

3.1.

Waktu dan Tempat
Ikan contoh diperoleh dari nelayan yang menangkap ikan di Selat Sunda

yang didaratkan di PPI Labuan, Kecamatan Labuan, Provinsi Banten (Gambar 5).
Ikan kembung lelaki yang tertangkap merupakan ikan-ikan yang umumnya
ditangkap dengan menggunakan pukat cincin. Waktu pengambilan contoh
dilakuan setiap bulan yaitu saat bulan gelap selama enam bulan mulai dari April
hingga September.

: Lokasi pendaratan ikan

Gambar 5. Selat Sunda dan PPI Labuan

3.2.

Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh melalui pengukuran panjang, bobot dan
pengamatan tingkat kematangan gonad ikan. Sebelum dilakukan pengukuran
panjang dan bobot serta pengamatan tingkat kematangan gonad, ikan contoh yang
akan diamati diambil secara acak berdasarkan jumlah kapal dan tumpukan ikan.

11

Jumlah ikan contoh yang diambil berkisar 50 sampai 100 ekor tiap bulannya.
Skema metode pengambilan contoh ikan kembung lelaki disajikan pada Gambar
6. Selanjutnya ikan contoh yang diambil dari PPI labuan dimasukan kedalam cool
box dan dibawa ke Laboraturium Biologi Perikanan, Bagian Manajemen
sumberdaya Perikanan, Manajemen sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Kemudian ikan tersebut diukur panjang,
bobot dan ditentukan tingkat kematangan gonadnya.

Gambar 6. Skema metode pengambilan contoh ikan kembung lelaki

Pengukuran panjang dilakukan menggunakan penggaris dengan ketelitian
0,1 cm dan pengukuran bobot dengan menimbang ikan menggunakan timbangan
digital yang memiliki ketelitian 0,0001 gram. Selanjutnya, untuk menentukan
jenis kelamin dan tingkat kematangan gonad maka ikan yang sudah diukur
panjang dan bobot selanjutnya dibedah dengan menggunakan alat bedah. Tingkat
kematangan gonad ikan kembung lelaki dapat dibagi menjadi lima tahap.
Penentuan tingkat kematangan gonad menggunakan klasifikasi kematangan gonad
yang telah ditentukan. Tingkat kematangan gonad ditentukan secara morfologi
berdasarkan bentuk, warna, ukuran, bobot gonad, serta perkembangan isi gonad.
Penentuan tingkat kematangan gonad mengacu kepada tingkat kematangan gonad
ikan modifikasi dari Cassie (Tabel 2).

12

Tabel 2. Penentuan tingkat kematangan gonad secara morfologi
TKG
I

II
III

IV

V

Betina
Ovari seperti benang, panjangnya
sampai ke depan rongga tubuh, serta
permukaannya licin
Ukuran ovari lebih besar. Warna ovari
kekuning-kuningan, dan telur belum
terlihat jelas
Ovari berwarna kuning dan secara
morfologi telur mulai terlihat
Ovari makin besa, telur berwarna
kuning, mudah dipisahkan. Butir
minyak tidak tampak, mengisi 1/2-2/3
rongga perut
Ovari berkerut, dinding tebal, butir telur
sisa terdapat didekat pelepasan

Jantan
Testes seperti benang,warna jernih, dan
ujungnya terlihat di rongga tubuh
Ukuran testes lebih besar pewarnaan
seperti susu
Permukaan testes tampak bergerigi, warna
makin putih dan ukuran makin besar
Dalam keadaan diawet mudah putus, testes
semakin pejal
Testes bagian belakang kempis dan
dibagian dekat pelepasan masih berisi

Sumber: Effendie 1997
Data sekunder meliputi data hasil dan upaya penangkapan ikan kembung
lelaki, alat tangkap ikan kembung lelaki, kapal penangkapan ikan kembung lelaki,
dan karakteristik Perairan Selat Sunda. Data tersebut diperoleh dari hasil studi
pustaka serta arsip milik PPI labuan dan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi
Banten.

3.3.

Analisis Data

3.3.1. Hubungan panjang dan bobot
Model yang digunakan dalam menduga hubungan panjang dan bobot
(Effendie 1997) adalah sebagai berikut:
(1)
Keterangan :
W
= bobot (gram)
L
= panjang (mm)
a dan b
= konstanta
Selanjutnya, untuk menduga nilai a dan b model tersebut ditransformasi
dengan cara yang terlampir pada Lampiran 1 sehingga menjadi persamaan berikut

(2)

13

Misalkan Log L = xi; Log W = yi; b = b1 dan
tersebut dapat disederahanakan menjadi yi = b0

+

b0 maka persamaan
b1xi. Parameter b0, b1 dan

Koefisien determinasi (R2) diduga menggunakan persamaan yang disajikan pada
Lampiran 2.
Kehomogenan regresi pada ikan kembung lelaki jantan dan betina dapat
diuji menggunakan uji t (Steel dan Torrie 1991) dengan:
Ho : b1 = b2
Ho : b1 ≠ b2







̅

(3)

̅

Sedangkan s2 dihitung menggunakan persamaan berikut



̅



∑(

̅

∑(

̅ )(

̅ )(

̅ )



̅ )

̅



̅

(4)

Keterangan :
b1
: kemiringan garis pada contoh ke-1
b2
: kemiringan garis pada contoh ke-2
: data ke-j (j=1,2,...,n) pada contoh ke-1 untuk peubah bebas
̅
: nilai rataan peubah bebas pada contoh ke-1
: data ke-j (j=1,2,...,n) pada contoh ke-2 untuk peubah bebas
̅
: nilai rataan peubah bebas pada contoh ke-2
: data ke-j (j=1,2,...,n) pada contoh ke-1 untuk peubah tidak bebas
̅
: nilai rataan peubah tidak bebas pada contoh ke-1
: data ke-j (j=1,2,...,n) pada contoh ke-2 untuk peubah tidak bebas
̅
: nilai rataan peubah tidak bebas pada contoh ke-2
3.3.2. Identifikasi kelompok ukuran dan parameter pertumbuhan
Identifikasi kelompok ukuran dilakukan dengan menganalisis frekuensi
panjang dengan metode NORMSEP (NORMal SEParation) yang dikemas dalam
paket program FISAT II (FAO-ICLARM Stok Assesment Tool). Sebaran frekuensi
panjang dikelompokan kedalam beberapa kelompok umur yang menyebar normal
dengan nilai rata-rata panjang dan simpangan baku pada masing-masing

14

kelompok umur (Gayanilo et al. 1994 in Perdanamihardja 2011). Menurut Boer
(1996) fungsi objektif yang digunakan untuk menduga { ̂ ̂ ̂ adalah fungsi

kemungkinan maksimum (maximum likehood function):






(5)

Keterangan :
fi
= frekuensi ikan pada kelas panjang ke-i (i = 1, 2, ...,N),
pj
= proporsi ikan dalam kelompok umur ke-j (j =1, 2, .., G),
µj
= rata-rata panjang kelompok umur ke-j,
σj
= simpangan baku panjang kelompok umur ke-j,
xi
= titik tengah kelas panjang ke-i
Pendugaan nilai tengah kelompok umur dilakukan dengan cara mencari
turunan pertama L masing-masing terhadap µ j, σj, dan pj (Lampiran 3).

3.3.3.

Parameter pertumbuhan
Parameter pertumbuhan diduga menggunakan Model Von Bertalanffy

(Sparre dan Venema 1999):

[

]

(6)

Keterangan:
Lt
= ukuran ikan pada umur t bulan (mm)
= panjang maksimum atau panjang asimtotik (mm)
K
= koefisien pertumbuhan (bulan-1)
to
= umur hipotesis ikan pada panjang nol (bulan)
Selanjutnya, untuk menduga parameter pertumbuhan K, L∞ dan to, Model
tersebut ditransformasi menjadi persamaan linier dengan suatu rankaian
manipulasi (Lampiran 4) sehingga diperoleh persamaan berikut (Sparre dan
Venema 1999):

(7)

15

Misalkan Lt = xi;

= yi;

= b1 dan L∞(1-

tersebut dapat disederhanakan menjadi

) = b0, persamaan

. Nilai b0 dan b1 dan R2

diduga menggunakan persamaan yang terlampir pada Lampiran 2, sehingga L∞ =
b0/(1- b1) dan K= -(1/∆t)ln b1. Pendugaan to (umur teoritis) dengan persamaan
empiris Pauly (1984). Persamaan empiris Pauly adalah sebagai berikut :
Log (-to) = -0,3922 – 0,2752Log L∞ - 1,0380Log K

(8)

Lama hidup ikan diperkirakan menggunakan persamaan 3/K (Pauly 1984).

3.3.4. Tingkat kematangan gonad
Penentukan panjang ikan pertama kali matang gonad (Lm) dapat
menggunakan sebaran frekuensi proporsi gonad yang telah matang (King 1995).
Analisis data sebaran frekuensi tersebut dapat dilakukan dengan cara:
1.

Menentukan jumlah kelas dan selang kelas yang diperlukan.

2.

Menentukan lebar selang kelas.

3.

Menghitung frekuensi ikan secara keseluruhan dan frekuensi TKG 3 dan 4
pada selang kelas panjang yang sudah ditentukan.

4.

Menentukan proporsi antara TKG 3 dan 4 terhadap frekuensi total tiap
selang kelas yang sudah ditentukan.

5.

Plotkan pada sebuah grafik dengan panjang ikan sebagai sumbu horizontal
dan proporsi gonad matang sebagai sumbu vertikal.
Persamaan proporsi tingkat kematangan gonad terhadap panjang ikan adalah

(King 1995)

(9)

Keterangan :
P = Proporsi gonad yang telah matang pada selang kelas tertentu (%)
r = Kemiringan kurva sigmoid
L = Panjang rata-rata pada selang kelas tertentu (mm)
Lm = Panjang pertaman kali matang gonad (mm)

16

Penentukan Lm dapat dilakukan dengan cara mentranformasikan persamaan
tersebut dengan cara yang terlampir pada Lampiran 5 sehingga menjadi
persamaan linear berikut:
(10)

Misalkan L = xi; ln[(1/p)-1] = yi; –r = b1 dan rLm = b0 maka persamaan
tersebut dapat disederhanakan menjadi y = b0 + b1x sehingga r = -b1 dan Lm = b0/r.
Waktu pemijahan ikan diduga menggunakan grafik sebaran Frekuensi
tingkat kematangan gonad. Adapun langkah-langkah membuat grafik tersebut
adalah
1.

Menentukan frekuensi tingkat kematangan gonad tertentu tiap bulannya

2.

Plotkan pada sebuah grafik dengan waktu sebagai sumbu horizontal dan
frekuensi TKG sebagai sumbu vertikal.

3.

Adanya aktifitas pemijahan ditunjukan oleh frekuensi TKG 4 yang tinggi
pada bulan tertentu dan mengalami penurunan pada bulan berikutnya.

17

4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.

Hasil

4.1.1.

Kondisi umum perairan selat sunda
Selat Sunda merupakan selat yang membujur dari arah Timur Laut menuju

Barat Daya di ujung Barat Pulau Jawa atau Ujung Selatan Pulau Sumatra. Selat
Sunda termasuk perairan laut dangkal dengan kedalaman sampai 1800 meter.
Kedalaman air ini bertambah secara bertahap dan melebar ke arah Samudra
Hindia (Rostitasari 2001). Pola aliran di Selat Sunda menunjukan fenomena yang
menarik. Hal ini di sebutkan oleh Wyrtki (1961) in Rostitasari (2001) bahwa arus
di Selat ini secara umum searah sepanjang tahun.
Selat Sunda dipengaruhi oleh adanya Angin Muson Tenggara dan Angin
Muson Barat Laut yang terjadi di Indonesia. Pada saat Muson Tenggara, suhu
permukaan Selat Sunda lebih dari 29 °C dengan konsentrasi klorofil-a lebih dari
0,5 mg/m3 dan salinitas yang rendah (Hendiarti et al. 2005 in Ramansyah 2009).
Menurut Wyrtki (1961) in Ramansyah (2009) pada bulan Juli sampai Oktober
Angin Muson Tenggara berhembus sangat kuat di Pantai Selatan Jawa dan Arus
Khatulistiwa Selatan tertekan jauh ke Utara sehingga cabang Arus Khatulistiwa
Selatan berbelok sampai ke Selat Sunda. Pada bulan Mei sampai dengan bulan
Agustus terjadi kenaikan massa air di Selatan Jawa samapi Sumbawa (Wyrtki
1961 in Ramansyah 2009 ).

4.1.2. Hubungan panjang bobot
Pola hubungan panjang dan bobot ikan jantan dan betina tidak berbeda
nyata (p > 0,05, Lampiran 6). Hubungan panjang bobot yang diperoleh yaitu W =
0,000008L3,062 dengan kisaran nilai b antara 2,984-3,141 (p = 0,05) Hubungan
panjang bobot disajikan pada Gambar 7.

18

200
180
160
W = 8E-06L3,062
R² = 0,938
N = 389 ekor

Bobot (gram)

140
120
100
80
60
40
20
0
0

50

100

150

200

250

300

Panjang (mm)

Gambar 7. Hubungan panjang bobot ikan kembung lelaki di Selat Sunda tahun
2011

4.1.3.

Parameter pertumbuhan
Berdasarkan data contoh yang terkumpul (Lampiran 7), panjang minimum

ikan kebung lelaki jantan adalah 115 mm dan panjang maksimum 244 mm
sedangkan panjang minimum ikan betina 105 mm dan panjang maksimum adalah
242 mm. Ikan kembung lelaki jantan dan betina memiliki satu hingga tiga
kelompok umur tiap bulannya, masing-masing dengan nilai tengah dan simpangan
bakunya (Lampiran 8). Parameter pertumbuhan dianalisis menggunakan nilai
tengah panjang pada kelompok umur yang sama. Dugaan pola petumbuhan ikan
kembung lelaki ditunjukan oleh garis putus-putus pada Gambar 8 (ikan jantan)
dan Gambar 9 (ikan betina) yang menghubungkan pergeseran bulanan titik nilai
tengah kelompok umur dari satu kohort.

19

April

Mei

Juni

Juli

Agst

Sept

0

25

50

75

100

125

150 175 200

225

Panjang total (mm)
Gambar 8. Kelompok ukuran panjang ikan kembung lelaki jantan di Selat Sunda
dari bulan April sampai september tahun 2011
Alasan menggunakan nilai tengah panjang yang ditunjukan oleh garis putusputus dalam analisis parameter pertumbuhan adalah karena ikan-ikan pada
kelompok umur tersebut diduga merupakan ikan dari kohort yang sama.

20

April

Mei

Juni

Juli

Agst

Sept

0

75 100 125 150 175 200 225
Panjang total (mm)
Gambar 9. Kelompok ukuran panjang ikan kembung lelaki betina di Selat Sunda
dari bulan April sampai September tahun 2011
25

50

Analisis parameter pertumbuhan disajikan pada Lampiran 9. Hasil dugaan
paremeter pertumbuhan (L∞, K dan to) disajikan pada Tabel 3.

21

Tabel 3. Parameter pertumbuhan L∞, K dan to ikan kembung lelaki di Selat Sunda
tahun 2011
Parameter
Panjang asimtotik (mm)
K (1/bulan)
to (bulan)

Betina
243,86
0,42
-0,66

Jantan
297,23
0,19
-0,33

Parameter pertumbuhan baik ikan kembung lelaki jantan maupun betina
dapat dinyatakan dalam persamaan masing-masing Lt = 297,23 [1-e

-0,19(t+0,33)

]

(Gambar 10) dan Lt = 243,86 [1-e-0,42(t+0,66)] (Gambar 11). Secara teoritis ikan
kembung jantan dan betina memiliki panjang asimtotik yang berbeda masingmasing 297,23 mm dan 243 mm dan memiliki koefisien pertumbuhan (K) masingmasing 0,19/bulan dan 0,42/bulan. Oleh sebab itu dapat diperkirakan ikan betina
lebih cepat mati dibandingkan dengan ikan jantan. Perkiraan lama hidup ikan
jantan 15,7 bulan sedangkan ikan betina yaitu 7,2 bulan.

L∞
300

Panjang total (mm)

250

200

Lt = 297,23 [1-e -0,19(t+0,33)]

150

100
Titik yang digunakan
untuk menduga kurva
pertumbuhan

50

0
-2

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

Waktu (bulan)

Gambar 10. Kurva pertumbuhan ikan kembung lelaki jantan di Selat Sunda tahun
2011

22

300

L∞
250

Panjang total (mm)

200

150

Lt = 243,86 [1-e-0,42 (t+0,66)]
100

Titik yang digunakan
untuk menduga kurva
pertumbuhan

50

0
-2

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

Waktu (bulan)

Gambar 11. Kurva pertumbuhan ikan kembung lelaki betina di Selat Sunda tahun
2011

4.1.4. Tingkat kematangan gonad
Proporsi gonad ikan kembung lelaki yang telah matang disajikan pada
Lampiran 10. Persamaan proporsi gonad yang telah matang terhadap panjang
adalah P = 1/(1+ e-0,13(L-208)). Panjang pertama kali ikan kembung lelaki matang
gonad terjadi saat P = 50% yaitu 208 mm. Hal ini berarti dari semua ikan
kembung lelaki dengan panjang total 208 mm, 50% berpeluang telah matang
gonad. Proporsi gonad ikan kembung lelaki yang telah matang disajikan pada
Gambar 12.

Proporsi gonad matang (%)

23

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

Titik yang digunakan untuk
menduga kurva sigmoid

Lm = 208 mm
260
250
240
230
220
210
200
190
180
170
160
150
140
130
120
110
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Panjang (mm)

Gambar 12. Proporsi gonad yang matang ikan kembung lelaki di Selat Sunda
tahun 2011

Sebaran tingkat kematangan gonad ikan kembung lelaki betina setiap bulan
disajikan pada Gambar 13 dan data disajikan pada Lampiran 10. Frekuensi TKG 4
mengalami fluktuasi dengan tiga puncak yaitu pada bulan Mei (3%), Juli (32%)
dan September (50%). Penurunan frekuensi TKG 4 pada bulan Mei ke bulan Juni
menunjukan bahwa ikan mengalami pemijahan. Sama halnya yang terjadi pada
bulan Juli ke Agustus menunjukan terjadi aktifitas pemijahan pada periode
tersebut. Pada bulan September frekuensi TKG 4 mengalami peningkatan dan

Frekuensi (%)

diduga pada periode tersebut akan terjadi pemijahan.

100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%

TKG 1
TKG 2
TKG 3
TKG 4
April

Mei

Juni

Juli

Agustus September

Waktu (bulan)

Gambar 13. Frekuensi tingkat kematangan gonad ikan kembung lelaki betina di
Selat Sunda dari bulan April sampai September tahun 2011

24

4.2.

Pembahasan
Hasil dugaan hubungan panjang bobot dan parameter pertumbuhan (K, L∞

dan to) dapat dipengaruhi oleh variasi contoh yang digunakan, kondisi lingkungan
dan tingkat eksploitasi ikan tersebut. Faktor contoh diantaranya panjang
maksimum, panjang minimum dan sebaran panjang

ikan yang tertangkap.

Semakin besar kisaran antara panjang maksimum dengan panjang minimum maka
dugaan yang diperoleh diharapkan akan memberikan hasil yang lebih mewakili
keadaan di alam jika dibandingkan dengan kisaran panjang ikan yang lebih kecil.
Panjang terkecil ikan kembung lelaki yang tertangkap di Selat Sunda yang
didaratkan di PPI Labuan yaitu 105 mm sedangkan panjang terbesar yaitu 244
mm. Berbeda halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Mosse dan Hutubessy
(1996) di Perairan Ambon dan sekitarnya diperoleh panjang ikan terkecil yaitu
29,0 mm dan panjang terbesar yaitu 309 mm. Artinya ikan contoh yang tertangkap
di Perairan Ambon merupakan ikan muda hingga ikan yang tua, namun berbeda
dengan ikan contoh yang tertangkap di Selat Sunda hanya ikan yang sudah
dewasa atau tua saja. Hal tersebut menunjukan bahwa contoh yang diambil dari
Perairan Ambon diharapkan lebih mewakili keadaan populasi jika dibandingkan
dengan contoh ikan yang diambil dari Selat Sunda.
Berdasarkan analisis hubungan panjang bobot ikan kembung lelaki di Selat
Sunda diperoleh nilai dugaan b (p = 0,05) berkisar 2,984-3,141. Menurut Mosse
dan Hutubessy (1996) ikan kembung di Perairan Pulau Ambon dan sekitarnya
memiliki nilai b sama dengan 3,26 yang menunjukan bahwa ikan-ikan kembung
lelaki di perairan tersebut lebih gemuk dibanding dengan ikan kembung lelaki di
Selat Sunda. Hal serupa juga ditunjukan olah Sujastani (1974) in Mosse dan
Hutubessy (1996) dan Djamali (1977) in Mosse dan Hutubessy (1996) yang telah
menduga nilai b ikan kembung lelaki di Laut Jawa dan Pulau Panggang berturutturut 3,17 dan 3,25.
Perbedaan kondisi ikan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya yaitu faktor perbedaan kondisi lingkungan dan ketersediaan makanan
(Effendie 1997). Lingkungan Selat Sunda yang relatif kurang baik diduga
mengakibatkan ikan tersebut lebih kurus. Hasil pemantauan yang dilakukan oleh
TP2LI pada tahun 2001 menunjukan bahwa kekeruhan, COD, BOD, H2S dan

25

amoniak telah melampaui baku mutu. Pengamatan dan analisis kualitas air
perairan pantai dan laut yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Tangerang (2002), memperlihatkan adanya indikasi pencemaran logam berat
kadmium (Cd) dan nikel (Ni) yang berada diatas baku mutu yang diperbolehkan
bagi keperluan budidaya perikanan. Hasil pengukuran didapat kandungan logam
Cd berkisar 0,011 – 0,179 mg/l, sementara baku mutu adalah ≤ 0,01 mg/l
(Bapedal Provinsi Banten 2006). Menurut Banten Province Environmental
Strategy, kualitas air di Selat Sunda dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah
satunya adalah aktivitas yang terjadi di darat sekitar perairan tersebut. Sumber
pencemaran dapat masuk melalui sungai yang bermuara di Selat Sunda. Salah satu
sungai yang bermuara di Selat Sunda adalah Sungai Cidanau. Sungai ini memiliki
kandungan bahan organik dan permanganat (7,7 mg/L) yang cukup tinggi.
Selain itu, pencemaran juga berasal dari aktivitas agroindustri, industri kecil
dan domestik serta limbah penambangan liar yang berada di Kabupaten
Pandeglang. Mengingat besarnya pengaruh aktivitas di daratan sekitar Selat Sunda
maka perlu adanya penanganan masalah tersebut dari hulu ke hilir secara terpadu
antar instansi terkait. Faktor lainya yang dapat mempengaruhi tingkat kegemukan
ikan adalah jumlah makanan. Jumlah makanan di Selat Sunda tergolong rendah.
Jumlah klorofil di Selat Sunda adalah 0,5 mg/m3 (Hendiarti et al. 2005 in
Ramansyah 2009) sedangkan jumlah klorofil di Laut Jawa berkisar 2,01 mg/m3
(Setiapermana 1976).

Jumlah klorofil yang tinggi berimplikasi pada jumlah

plankton yang tinggi dan sebaliknya.
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Perdanamihardja (2011)
bahwa ikan kembung lelaki di Teluk Jakarta memiliki nilai b sama dengan 2,87.
Hal tersebut berarti ikan di teluk Jakarta jauh lebih kurus dibanding ikan di Selat
Sunda, Laut jawa, Pul