Analisis Kelayakan Usaha Pengolahan dan Nilai Tambah Pada Mie Iris Ubi Hasil Olahan Ubi Kayu

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Landasan Teori

2.1.1. Tanaman Ubi Kayu
Tanaman ubi kayu merupakan salah satu hasil komoditi pertanian di
Indonesia yang biasanya dipakai sebagai bahan makanan. Seiring dengan
perkembangan teknologi, maka ubi kayu ini bukan hanya dipakai sebagai bahan
makanan saja tetapi juga dipakai sebagai bahan baku industri.
Dalam sistematika tanaman, ubi kayu termasuk kelas dicotyledonae, ubi
kayu masuk dalam family euphorbiaceae yang mempunyai 7.200 spesies,
beberapa di antaranya mempunyai nilai komersial, seperti karet (Hevea
Brasiliensis), jarak (Ricinus comunis dan Jatropha curcas). Klasifikasi tanaman

ubi kayu sebagai berikut.
Kelas

: Dicotyledoneae


Sub kelas

: Arhichlamydeae

Ordo

: Euphorbiales

Famili

: Euphorbiaceae

Sub family

: Manihotae

Genus

: Manihot


Species

: Manihot esculenta Crantz

Manihot esculenta Crantz mempunyai nama lain M. utilissima dan M. alpi. Semua

genus Manihot berasal dari Amerika Selatan. Brasil merupakan pusat asal dan
sekaligus sebagai pusat keragaman ubi kayu. Manihot mempunyai 100 spesies
yang telah diklasifikasikan dan mayoritas ditemukan di daerah yang relatif kering.

7
Universitas Sumatera Utara

8

Tanaman ubi kayu tumbuh di daerah antara 300 lintang selatan dan 300
lintang utara, yakni daerah dengan suhu rata-rata lebih dari 180C dengan curah
hujan di atas 500 mm/tahun. Namun demikian tanaman ubi kayu dapat tumbuh
pada ketinggian 2000 meter dpl atau di daerah sub tropika dengan suhu rata-rata

160C. di ketinggian tempat sampai 300 m dpl tanaman ubi kayu dapat
menghasilkan umbi dengan baik, tetapi tidak dapat berbunga. Namun, di
ketinggian tempat 800 m dpl tanaman ubi kayu dapat menghasilkan bunga dan
biji. Ubi kayu mampu berproduksi baik pada lingkungan sub-optimal dan
mempunyai pertumbuhan yang relatif lebih baik pada lingkungan sub-optimal
dibandingkan dengan tanaman lain. Namun, agar dapat berproduksi optimal ubi
kayu membutuhkan curah hujan 150-200 mm/bulan saat umur 1-3 bulan, 250-300
mm/bulan saat umur 4-7 bulan, dan 100-150 mm/bulan pada fase menjelang dan
saat panen (Prihandana, 2007).
Beberapa varietas tanaman ubi kayu yang banyak memberikan hasil dari
pertanamannya dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Jenis Mangi
Hasil umbi yang diberikan dalam pertanaman seluas 1 Ha adalah + 200 kuintal,
umbi-umbinya panjang bertangkai, kadar zat tepung sekitar 37%, bila direbus
rasanya manis.
b. Jenis Valenca
Memberi hasil untuk pertanaman seluas 1 Ha sekitar 200 kuintal umbi, keadaan
umbi dari sedang sampai gemuk dan bertangkai, kadar zat tepung sekitar 33,1%,
bila direbus rasanya manis.


Universitas Sumatera Utara

9

c. Jenis Betawi
Hasil umbi yang diperoleh dari pertanaman 1 Ha adalah sekitar 200 kuintal
sampai 300 kuintal, umbinya gemuk-gemuk tidak bertangkai, kadar zat tepung
+34,4%, rasanya manis
d. Jenis Bogor
Hendaknya diperhatikan agar umbinya perlu dimakan karena rasanya pahit dan
beracun, hanya baik untuk dibuat tepung kanji. Umbinya memang gemuk-gemuk,
bertangkai dengan kadar zat tepung yang dikandungnya sekitar 30,9%. Hasil
penanaman 1 Ha sekitar 400 kwintal
e. Jenis Basiorao
Umbinya beracun, rasanya pahit, keadaan umbi agak gemuk dan bertangkai
pendek, kadar zat tepung sekitar 31,2%. Hasil umbi yang diperoleh untuk
penanaman seluas 1 Ha adalah sekitar 300 kwintal, sebagai bahan baku industri
tepung kanji.
f. Jenis Sao Pedro Petro
Keadaan umbi seperti di atas dengan kadar zat tepung 35,4%, hasil umbi per

hektar sekitar 400 kwintal
g. Jenis Muara
Hasil umbinya gemuk-gemuk, tetapi sangat beracun, kadar zat tepung 26,9%,
hasil per hektar sekitar 400 kwintal
(Kartasapoetra, 1994).

2.1.2. Panen dan Pasca Panen Ubi Kayu
Umbi kayu biasanya dipanen setelah tanamannya berumur antara 9-12
bulan, bahkan ada yang sampai 18 bulan. Tetapi apabila terlalu lama tentunya
akan banyak berserat dan berkayu (become fibrous and woody). Pemanenan

Universitas Sumatera Utara

10

dilakukan dengan mencabut tanaman, cara pencabutan pada tanah yang gembur
tentu akan mudah, sedang pada tanah yang agak berat sampai berat pencabutan
harus dibantu dengan peralatan, cangkul, potongan bambu atau linggis, tetapi
yang penting dalam pencabutan-pencabutan ini hendaknya diperhatikan agar umbi
tidak terluka atau terpotong, kelukaan akan cepat menimbulkan kerusakan

biologis, fisiologis dan mikroba (Kartasapoetra, 1994).
2.1.3. Pengolahan Pasca Panen Ubi Kayu
Dalam bidang pertanian istilah pasca panen diartikan sebagai tindakan atau
perlakuan yang diberikan pada hasil pertanian setelah panen sampai komoditas
berada di tangan konsumen. Istilah tersebut secara keilmuan lebih tepat disebut
pasca produksi (postproduction) yang dapat dibagi dalam dua bagian atau
tahapan, yaitu pasca panen (postharvest) dan pengolahan (processing).
Penanganan pasca panen (postharvest) sering disebut juga sebagai pengolahan
primer (primary processing) merupakan istilah yang digunakan untuk semua
perlakuan dari mulai panen sampai komoditas dapat dikonsumsi “segar” atau
untuk persiapan pengolahan berikutnya. Umumnya perlakuan tersebut tidak
mengubah bentuk penampilan atau penampakan, kedalamnya termasuk berbagai
aspek dari pemasaran dan distribusi. Pengolahan (secondary processing)
merupakan tindakan yang mengubah hasil tanaman ke kondisi lain atau bentuk
lain dengan tujuan dapat tahan lebih lama (pengawetan), mencegah perubahan
yang tidak dikehendaki atau untuk penggunaan lain, di dalamnya termasuk
pengolahan pangan dan pengolahan industri.
Agroindustri merupakan satu subsistem dalam sistem agribisnis. Secara
garis besar, terdapat lima subsistem produksi/usahatani (farming), yaitu:


Universitas Sumatera Utara

11

subsistem penyediaan sarana produksi seperti pupuk, bibit (benih), obat-obatan,
mesin pertanian dan sebagainya, subsistem pengolahan, subsistem pemasaran (tata
niaga), serta subsistem pendukung seperti pembiayaan dan asuransi. Dalam hal
ini, yang disebut agroindustri adalah subsistem yang menangani pengolahan hasil
produksi usaha tani (Iwantono, 2002).
Agroindustri juga merupakan subsektor pertanian yang diharapkan dapat
berperan penting terhadap pertumbuhan ekonomi, penerimaan ekspor, penyediaan
lapangan kerja, pengurangan kemiskinan, dan pemerataan pembangunan wilayah.
Ditinjau dari cakupan komoditasnya, terdapat ratusan jenis tanaman tahunan dan
tanaman musiman dapat tumbuh subur di Indonesia, sehingga pembangunan
agroindustri akan dapat menjangkau berbagai tipe komoditas yang sesuai
dikembangkan di masing-masing daerah di Indonesia. Dilihat dari hasil
produksinya, komoditas perkebunan merupakan bahan baku industri dan barang
ekspor, sehingga telah melekat adanya kebutuhan keterkaitan kegiatan usaha
dengan berbagai sektor dan subsektor lainnya. Di samping itu, jika diamati dari
sisi pengusahaannya, sekitar 85 persen komoditas agro merupakan usaha

perkebunan rakyat yang tersebar di berbagai daerah. Dengan demikian
pembangunan industri agro akan berdampak langsung terhadap peningkatan
kesejahteraan masyarakat, terutama melalui perannya dalam menciptakan
lapangan kerja dan distribusi pemerataan pendapatan (Rachbini, 2011).
Manalili (1996) dan Sajise (1996) menuliskan bahwa agroindustri adalah
fase pertumbuhan setelah pembangunan pertanian tetapi sebelum pembangunan
tersebut memulai ke tahapan pembangunan industri. Jadi setelah pembangunan
pertanian, diikuti dengan pembangunan agroindustri kemudian pembangunan

Universitas Sumatera Utara

12

industri. Sementara itu ahli yang lain (Soeharjo, 1991, Soekartawi, 1991, 1992a
dan Badan Agribisnis DEPTAN 1995) menyebutkan bahwa agroindustri adalah
pengolahan hasil pertanian dan karena itu agroindustri merupakan bagian dari
enam subsistem penyediaan sarana produksi dan peralatan, usahatani, pengolahan
hasil (agroindustri), pemasaran, sarana dan pembinaan (Soekartawi, 2000).
Dari pengertian di atas, agroindustri dapat diartikan dua hal, yaitu
pertama, agroindustri adalah industri yang berbahan baku utama produk


pertanian. pada konteks ini agroindustri menekankan pada food processing
management dalam suatu perusahaan produk olahan yang bahan baku utamanya

adalah produk pertanian. Kedua, adalah bahwa agroindustri itu diartikan sebagai
suatu tahapan pembangunan sebagai kelanjutan dari pembangunan pertanian,
tetapi sebelum tahapan pembangunan tersebut mencapai tahapan pembangunan
industri (Soekartawi, 2000).
Pentingnya agroindustri dalam pembangunan pertanian disebabkan
beberapa alasan yaitu: pertama dapat memberikan nilai tambah pertanian, kedua
agroindustri merupakan bidang usaha yang mampu menciptakan kesempatan
kerja, ketiga agroindustri merupakan sumber pertumbuhan, keempat sebagai
penghasil devisa, kelima agroindustri merupakan jenis industri yang memiliki
keterkaitan ke atas (forward linkage), keenam umumnya agroindustri berlokasi di
pedesaan, karena itu kandungan lokalnya sangat tinggi, serta memiliki social
effect yang positif bagi sebahagian besar rakyat kecil (Iwantono, 2002).

Posisi agroindustri dalam agribisnis berada di tengah sehingga dapat
mendorong yang dihilirnya dan mengelola yang dihulu. Artinya, terhadap pasar
(hilir) agroindustri mendorong agar tetap mampu menjual mutu dengan


Universitas Sumatera Utara

13

standardnya yang selalu akan dipenuhi dan dikembangkan. Sebaliknya pasar juga
bisa memberikan keinginannya untuk dapat dipenuhi oleh industri. Produk
industri tentu diharapkan lebih bermutu daripada produk mentahnya, atau
mempunyai kelebihan-kelebihan yang dinikmati oleh konsumen sesuah melalui
proses pengolahan di industri. Selain itu, industri yang berposisi di tengah dalam
sistem agribisnis mendorong kalangan niaga di sektor hilirnya (Sadjad, 2001).
Ubi kayu segar memiliki beberapa kelemahan, antara lain adalah mudah
mengalami penurunan kualitas (rusak) apabila tidak segera dijual dan diolah
setelah pemanenan. Peningkatan nilai ekonomi ubi kayu dapat dilakukan dengan
mengolah ubi kayu tersebut menjadi berbagai macam produk olahan baik dalam
bentuk basah maupun kering. Beberapa macam produk olahan ubi kayu antara
lain adalah tepung ubi kayu, keripik ubi kayu, patilo, kue kaca, bolu pelangi, kue
cantik manis dan lain sebagainya (Djaafar dan siti, 2003).

Universitas Sumatera Utara


14

Berikut ini adalah produk olahan yang dihasilkan dari pengolahan ubi
kayu, yaitu:
Pohon Industri Ubi Kayu
Pertanian

Agroindustri

Konsumen

Industri Pakan Ternak

Kulit

Tapioka

Industri makanan dll
Industri pakan ternak

Onggok
UBI KAYU

Industri obat nyamuk, lem

Ellot
Dextrin

Industri textile, farmasi, kimia

Industri makanan

Gula Glukosa

Industri makanan

Gula Fruktosa
Ethanol

Industri kimia

Daging
Industri makanan

Asam Organik
Senyawa kimia lain

Industri kimia
Industri makanan

Gaplek
Pelet
Sawut

Industri pakan ternak
Industri pakan ternak

Tepung Kasava

Industri makanan

Tape
Industri makanan

Gambar 1. Pohon Industri Ubi Kayu
(Asnawi, 2008).

Universitas Sumatera Utara

15

2.1.4. Biaya
Biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan proses produksi dapat dibagi ke
dalam dua bagian antara lain:
1. Biaya Implisit yaitu pengeluaran yang digunakan untuk memperoleh faktorfaktor produksi yang diperlukan perusahaan dalam kegiatan proses
produksinya. Biaya-biaya tersebut antara lain: biaya tenaga kerja, pembelian
bahan mentah, mesin-mesin, tanah, bangunan, dan lain sebagainya.
2. Biaya Eksplisit yaitu biaya yang dikeluarkan individu atau perusahaan akibat
hilangnya kesempatan untuk memperoleh kelayakan yang seharusnya
diterima.
Untuk menghasilkan barang dan jasa salah satu input yang digunakan tetap
sedangkan input lain berubah. Oleh karena itu, dalam jangka pendek biaya
produksi dapat diklasifikasikan ke dalam biaya tetap (fixed cost/ VC), biaya
variable (variable cost/VS), dan biaya total (total cost/TC ).
1. Fixed Cost (FC)
Fixed cost adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh faktor-

faktor produksi yang sifatnya tetap, misalnya membeli tanah, mendirikan
bangunan, dan mesin-mesin untuk keperluan usaha. Jenis biaya ini tidak
berubah walaupun jumlah barang atau jasa yang dihasilkan berubah-ubah.
2. Variabel Cost (VC)
Berbeda dengan fixed cost, besarnya variabel yang dikeluarkan untuk
kegiatan produksi berubah-ubah sesuai dengan perubahan jumlah barang atau
jasa yang dihasilkan. Semakin banyak jumlah barang atau jasa yang dihasilkan
maka semakin besar biaya variabel yang dikeluarkan, dan sebaliknya.

Universitas Sumatera Utara

16

3. Total Cost (TC)
Total cost adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan proses

produksi. Total cost adalah hasil penjumlahan fixed cost dengan variable cost.
Total cost dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

TC = FC + VC
(Bangun, 2007).
2.1.5. Kelayakan Usaha
Analisis Kelayakan Usaha atau disebut juga feasibility study adalah
kegiatan untuk menilai sejauh mana manfaat yang dapat diperoleh dalam
melaksanakan suatu kegiatan usaha. Hasil analisis ini digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam mengambil keputusan, apakah menerima atau menolak dari
suatu gagasan usaha. Pengertian layak dalam penelitan ini adalah kemungkinan
dari gagasan suatu usaha yang akan dilaksanakan dapat memberikan manfaat
dalam arti finansial maupun sosial benefit. Tujuan analisis kelayakan usaha antara
lain sebagai berikut :
1. Mengetahui tingkat keuntungan terhadap alternatif investasi.
2. Mengadakan penilaian terhadap alternatif investasi.
3. Menentukan prioritas investasi, sehingga dapat dihindari investasi yang hanya
memboroskan sumber daya
(Anonimous, 2009).
Perhitungan kelayakan usaha yang sering digunakan adalah Return Cost
Rasio (R/C Ratio). Return cost ratio adalah perbandingan antara nisbah
penerimaan dan biaya. Secara matematik, hal ini dapat dituliskan sebagai berikut:
a = R/C

Universitas Sumatera Utara

17

R = Py . Y
C = FC + VC
a = {Py. Y) / (FC + VC)
dimana: R

= penerimaan

C

= biaya

Py

= harga output

Y

= output

FC

= biaya tetap

VC

= biaya variabel (variable cost)

Kriteria Kelayakan:
1. Secara teoritis dengan rasio R/C = 1 artinya tidak untung dan tidak pula rugi,
dalam hal ini petani atau produsen dapat dikatakan mencapai titik impas atau
Break Even Point (BEP).

2. R/C < 1, maka usaha tidak layak untuk dilaksanakan
3. R/C > 1, maka usaha layak untuk dilaksanakan
(Soekartawi, 1995).
Pendapatan total atau penerimaan total (Total Revenue) adalah sama dengan
jumlah unit output yang terjual (Q) dikalikan harga output per unit. Jika harga jual
per unit output adalah P, maka:
TR = P x Q
(Rahardja, 2008).

Universitas Sumatera Utara

18

2.1.6. Nilai Tambah
Pengolahan hasil yang baik yang dilakukan produsen dapat meningkatkan
nilai tambah dari hasil pertanian yang diproses. Bagi petani, kegiatan pengolahan
hasil telah dilakukan khususnya bagi petani yang mempunyai fasilitas pengolahan
hasil (lantai jemur, penggilingan, tempat penyimpanan, keterampilan dalam
mengolah hasil, mesin pengolah dan lain-lain). Sering ditemukan bahwa hanya
petani yang mempunyai fasilitas pengolahan hasil dan mereka yang mempunyai
sense of business (kemampuan memanfaatkan bisnis bidang pertanian) yang

melaksanakan kegiatan pengolahan hasil pertanian. Bagi pengusaha yang berskala
besar kegiatan pengolahan hasil dijadikan kegiatan utama dalam mata rantai
bisnisnya. Hal ini disebabkan karena dengan pengolahan yang baik maka nilai
tambah barang pertanian menjadi meningkat karena barang tersebut mampu
menerobos

pasar,

baik

pasar

domestik

maupun

pasar

luar

negeri

(Soekartawi, 1991).
Nilai tambah (value added) adalah pertambahan nilai suatu komoditas
karena mengalami proses pengolahan, pengangkutan ataupun penyimpanan dalam
suatu produksi. Dalam proses pengolahan nilai tambah dapat didefinisikan sebagai
selisih antara nilai produk dengan nilai biaya bahan baku dan input lainnya, tidak
termasuk tenaga kerja (Hayami et all, 1987).
2.2. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh (Prawiyanti, 2011) dengan judul penelitian
“Strategi Pengembangan Agroindustri Tapioka Pada Skala Usaha Kecil (Studi
Kasus Di Desa Pogalan, Kecamatan Pogalan, Kabupaten Trenggalek)”. Penelitian
ini bertujuan untuk menganalisis tingkat keuntungan, efisiensi usaha dan nilai

Universitas Sumatera Utara

19

tambah dari agroindustri tapioka, menganalisis kondisi lingkungan internal dan
kondisi lingkungan eksternal pada usaha agroindustri tapioka, serta merumuskan
strategi pengembangan agroindustri tapioka yang tepat. Penentuan daerah
penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) yaitu di Desa Pogalan, Kecamatan
Pogalan, Kabupaten Trenggalek. Penentuan responden dilakukan dengan metode
sensus. Responden dalam hal ini adalah pengusaha agroindustri tapioka skala
kecil yang berjumlah 25 unit usaha. Jenis data yang digunakan adalah data primer
dan data sekunder. Analisis data yang digunakan meliputi analisis biaya,
penerimaan, keuntungan, analisis efisiensi usaha dan analisis nilai tambah.
Analisis SWOT (Strenghts, Weaknesses, Opportunities, Threats) meliputi analisis
matrik IFE (Internal Facto Evaluation) dan EFE (External Facto Evaluation),
analisis matrik IE (Internal-External), analisis matrik Grand Strategy dan analisis
matrik SWOT. Berdasarkan hasil perhitungan dari penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa untuk satu kali proses produksi diperoleh: (1) keuntungan
agroindustri tapioka untuk bahan baku 22,08 kw sebesar Rp. 206.714,82 dengan
total penerimaan sebesar Rp.1.212.188,00 dan total biaya Rp.1.005.473,18 (2)
tingkat efisiensi usaha (R/C ratio) pada agroindustri tapioka sebesar 1,205 (3) nilai
tambah pada agroindustri tapioka skala kecil sebesar Rp. 9.568,3 per kw produk
dengan rasio nilai tambah 19,137%.
Penelitian juga dilakukan oleh (Zulkifli, 2012), dengan judul penelitian
“Analisis Pendapatan dan Nilai Tambah Pada Agroindustri Keripik Ubi di Kecamatan
Tanah Luas Kabupaten Aceh Utara”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
besarnya pendapatan dari usaha pengolahan ubi kayu menjadi keripik ubi kayu dan
mengetahui besarnya nilai tambah dari usaha pengolahan ubi kayu menjadi keripik
ubi kayu di Kecamatan Tanah Luas Kabupaten Aceh Utara. Hasil analisis

Universitas Sumatera Utara

20

menunjukan bahwa Agroindustri pengolahan keripik ubi kayu memberikan
keuntungan yang diterima adalah sebesar Rp 4.340.625 per lima kali proses
produksi selama satu bulan dan nilai tambah yang dinikmati pengusaha dari
agroindustri sebesar Rp 5.495,00 per kilogram bahan baku yang dimanfaatkan.
Nilai tambah ini merupakan keuntungan dan selebihnya adalah pendapatan tenaga
kerja yang mencapai Rp 796.875.
2.3. Kerangka Penelitian
Ubi kayu adalah tanaman pangan hasil pertanian yang banyak diusahakan
oleh banyak kalangan masyarakat. Alasan lain ubi kayu dijadikan sebagai bahan
baku dalam pengolahan agroindustri adalah tanamannya berkemampuan
memberikan hasil yang tinggi walaupun tanah tempat pertumbuhannya kurang
subur dan bercurah hujan rendah.
Pengolahan ubi kayu menjadi mie iris ubi adalah untuk meningkatkan
keawetan ubi kayu sehingga layak untuk dikonsumsi dan mengolah ubi kayu agar
memperoleh nilai jual yang tinggi dipasaran. Dalam pengolahan ubi kayu menjadi
mie iris ubi dibutuhkan biaya-biaya yang harus dikeluarkan oleh produsen atau
pengolah ubi kayu tersebut. Biaya-biaya tersebut terbagi atas dua bagian yaitu
biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap terdiri atas biaya peralatan mencakup
penyusutan, sedangkan biaya variabel terdiri atas biaya bahan baku, biaya
penolong dan biaya lainnya.
Setelah diolah menjadi mie iris ubi, ubi kayu dapat dipasarkan dan dijual
kepada konsumen dengan tingkat harga tertentu sehingga mendapatkan
pendapatan. Pendapatan dibagi dengan biaya akan menunjukkan tingkat
kelayakan usaha pengolahan ubi kayu.

Universitas Sumatera Utara

21

Nilai tambah (value added) adalah pertambahan nilai suatu komoditas
karena mengalami proses pengolahan, pengangkutan ataupun penyimpanan dalam
suatu produksi.
Adapun kerangka pemikiran penelitian ini secara keseluruhan dapat dilihat
pada Gambar :
Panen Ubi Kayu

Bahan Baku Ubi Kayu

Pengolahan/Agroindustri Ubi Kayu

Biaya Pengolahan
Biaya Tetap
Biaya Variabel

Produk Baru Hasil
Olahan Ubi Kayu
(Mie Iris Ubi)
Harga

Penerimaan Total / Revenue

Kelayakan Usaha
(Layak/Tidak layak)

Nilai Tambah
Produk

Keterangan:
: Ada hubungan
Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran

Universitas Sumatera Utara

22

2.4. Hipotesis Penelitian
Bertitik tolak pada permasalahan diatas yang menjadi hipotesis dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Kegiatan proses produksi dilakukan dengan cara sederhana.
2. Usaha pengolahan ubi kayu menjadi mie iris ubi di daerah penelitian layak
untuk dilaksanakan.
3. Hasil olahan ubi kayu menjadi mie iris ubi di daerah penelitian memiliki nilai
tambah lebih besar dari pada produk sebelum diolah.

Universitas Sumatera Utara