Analisis Kelayakan Usaha Pengolahan dan Nilai Tambah Pada Mie Iris Ubi Hasil Olahan Ubi Kayu

(1)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Identitas Responden yang Menjadi Sampel Berdasarkan Umur, Pendidikan, dan Lama Berusaha

No Sampel Umur

(Tahun)

Pendidikan Lama Berusaha

(Tahun)

1 37 SMP 5

2 38 SD 2

3 56 SD 10

4 25 Tidak Tamat SD 6

5 46 SD 10

6 42 SD 10

7 29 SD 10

8 31 SMU 2

9 53 SD 10

10 62 Tidak Tamat SD 10

11 56 SD 5

12 31 SD 10

13 50 SD 7

14 23 SMA 5

15 55 SD 11

16 25 SMP 10

17 36 SMA 5

18 62 SD 9

19 42 SD 10

20 27 SMP 15

21 35 SMP 10

22 50 SD 10

23 35 SMP 10

24 60 SD 10

25 40 SD 4

26 39 STM 14

27 45 SMP 5

28 52 SMA 4

29 64 Tidak Tamat SD 15


(2)

Lampiran 2. Status Pengolahan Ubi Kayu Sebagai Mata Pencaharian Utama dan Jumlah Unit Usaha yang Dimiliki Responden yang Menjadi Sampel

No Sampel Status Usaha Pengolahan

Ubi Kayu Sebagai Mata Pencaharian Utama

Jumlah Unit Usaha Pengolahan Ubi

Kayu (Unit)

1 Ya 1

2 Ya 1

3 Ya 1

4 Ya 1

5 Ya 1

6 Ya 1

7 Ya 1

8 Ya 1

9 Tidak 1

10 Ya 1

11 Ya 1

12 Tidak 1

13 Ya 1

14 Ya 1

15 Ya 1

16 Ya 1

17 Ya 1

18 Ya 1

19 Ya 1

20 Ya 1

21 Ya 1

22 Tidak 1

23 Ya 1

24 Ya 1

25 Ya 1

26 Tidak 1

27 Ya 1

28 Ya 1

29 Ya 1


(3)

Lampiran 3. Jumlah Tanggungan Responden yang Menjadi Sampel

No Sampel Jumlah Tanggungan

(Orang)

1 4

2 5

3 1

4 1

5 3

6 Tidak Ada Tanggungan

7 3

8 2

9 1

10 Tidak Ada Tanggungan

11 2

12 2

13 1

14 1

15 4

16 2

17 3

18 Tidak Ada Tanggungan

19 2

20 2

21 2

22 1

23 2

24 Tidak Ada Tanggungan

25 2

26 2

27 2

28 2

29 Tidak Ada Tanggungan


(4)

Lampiran 4. Pekerjaan Lain dan Pendapatan Rata-Rata per Bulan Responden yang Menjadi Sampel

No Sampel Pekerjaan Lain Selain

Mengolah Mie Iris

Pendapatan Rata-Rata per Bulan

(Rp)

1 Tidak Ada -

2 Peternak, Agen Ubi Kayu 3.000.000

3 Peternak, Pensiun Kebun 350.000

4 Tidak Ada -

5 Tidak Ada -

6 Agen Kereta 500.000

7 Pedagang Kedai 1.000.000

8 Petani Penggarap 200.000

9 Karyawan Kebun 1.600.000

10 Tidak Ada -

11 Peternak 50.000

12 Agen Besar Ubi Kayu dan Hasil Olahan Ubi, dan Jambi

> 15.000.000

13 Tidak Ada -

14 Pekerja Bangunan 1.000.000

15 Peternak, Pensiunan Kebun 500.000

16 Peternak 1.500.000

17 Peternak 100.000

18 Pensiunan Kebun 400.000

19 Agen Bahan Baku Ubi Kayu, Bengkel

10.000.000

20 Tidak Ada -

21 Pengolah balengkuo, opak 4.000.000

22 Karyawan Kebun 1.600.000

23 Petani padi, Peternak 1.200.000

24 Tidak Ada -

25 Kepala Dusun, Agen Kereta, Petani padi dan ubi

1.700.000

26 Petani Ubi, Agen Besar

Bahan Baku, dan Hasil Olahan Ubi

> 15.000.000

27 Peternak, Petani Ubi, Aparat Desa

1.500.000

28 Petani padi 100.000

29 Peternak 100.000

30 Agen Bahan Baku dan Hasil Olahan Ubi


(5)

Lampiran 5. Banyaknya Proses Produksi Per Minggu dan Per Bulan yang Dilakukan Responden yang Menjadi Sampel

No Sampel Proses Produksi/Minggu

(kali/minggu)

Frekuensi Proses Produksi/Bulan

(Kali/Bulan)

1 4 16

2 6 24

3 4 16

4 4 16

5 6 24

6 6 24

7 5 20

8 4 16

9 4 16

10 4 16

11 4 16

12 4 16

13 4 16

14 4 16

15 6 24

16 4 16

17 4 16

18 4 16

19 6 24

20 4 16

21 4 16

22 4 16

23 4 16

24 4 16

25 6 24

26 6 24

27 5 20

28 4 16

29 4 16

30 6 24


(6)

Lampiran 6. Rincian Kebutuhan Bahan Baku Ubi Kayu, Harga Beli Ubi Kayu, dan Biaya Pembelian Ubi Kayu tiap Responden yang Menjadi Sampel Untuk Sekali Produksi

No Sampel Kebutuhan Bahan

Baku Ubi Kayu (Kg/Produksi) Harga Beli Ubi Kayu (Rp/Kg) Biaya Bahan Baku (Rp/Produksi)

1 500 1.200 600.000

2 600 1.200 720.000

3 500 1.200 600.000

4 600 1.200 720.000

5 400 1.200 480.000

6 500 1.200 600.000

7 500 1.200 600.000

8 500 1.200 600.000

9 500 1.200 600.000

10 500 1.200 600.000

11 600 1.200 720.000

12 500 1.200 600.000

13 500 1.200 600.000

14 700 1.200 840.000

15 1000 1.200 1.200.000

16 500 1.200 600.000

17 500 1.200 600.000

18 1000 1.200 1.200.000

19 500 1.200 600.000

20 500 1.200 600.000

21 1000 1.200 1.200.000

22 500 1.200 600.000

23 600 1.200 720.000

24 500 1.200 600.000

25 350 1.200 420.000

26 500 1.200 600.000

27 500 1.200 600.000

28 500 1.200 600.000

29 700 1.200 840.000

30 500 1.200 600.000


(7)

Lampiran 7. Jumlah Penggunaan Alat-Alat Produksi Ubi Kayu yang Digunakan Responden yang Menjadi Sampel

No Samepel Penggunaan Alat-Alat Produksi

Pisau Kupas (Unit) Parutan (Unit) Kuali (Unit) Pisau Iris (Unit) Ampia (Unit) Plastik (bungkus) Tikar Jemur (gulung) Ember (Unit) Rak Bambu (Unit)

1 2 1 1 2 1 10 10 8 25

2 3 1 1 2 1 10 10 8 25

3 2 1 1 2 1 10 10 8 25

4 2 1 1 2 1 10 10 8 25

5 2 1 1 2 1 8 8 6 15

6 2 1 1 2 1 10 10 8 25

7 2 1 1 2 1 10 10 8 25

8 2 1 1 2 1 10 10 8 25

9 3 1 1 2 1 10 10 8 25

10 2 1 1 2 1 10 10 8 25

11 2 1 1 2 1 10 10 8 25

12 3 1 1 2 1 10 10 8 25

13 2 1 1 2 1 10 10 8 25

14 2 1 1 2 1 15 15 12 30

15 2 1 1 2 1 20 20 16 25

16 2 1 1 2 1 10 10 8 25

17 2 1 1 2 1 10 10 8 25

18 3 1 1 2 1 20 20 16 45

19 2 1 1 2 1 10 10 8 25

20 2 1 1 2 1 10 10 8 25

21 2 1 1 2 1 20 20 16 25

22 2 1 1 2 1 10 10 8 25

23 2 1 1 2 1 10 10 8 25

24 2 1 1 2 1 10 10 8 25

25 2 1 1 2 1 6 6 5 14

26 3 1 1 2 1 10 10 8 25

27 2 1 1 2 1 10 10 8 25

28 2 1 1 2 1 10 10 8 25

29 2 1 1 2 1 15 15 12 30

30 2 1 1 2 1 10 10 8 25


(8)

Lampiran 8. Rincian Biaya Pembelian Alat-Alat yang Digunakan dalam Proses Produksi Ubi Kayu Menjadi Mie Iris Ubi Oleh Responden yang Menjadi Sampel

No Sampel Harga Alat-Alat Produksi

Pisau Kupas (Rp/unit) Parutan (Rp/Unit) Kuali (Rp/Unit) Pisau Iris (Rp/Unit) Ampia (Rp/Unit) Plastik (Rp/bks) Tikar Jemur (Rp/unit) Ember (Rp/Unit) Rak Bambu (Rp/Unit) 1 30.000 1.500.000 1.000.000 5.000 2.000.000 2.500 100.000 40.000 4.000 2 35.000 1.500.000 1.200.000 5.000 3.000.000 3.000 150.000 40.000 5.000

3 25.000 1.500.000 800.000 5.000 3.000.000 3.000 80.000 40.000 4.000

4 25.000 1.500.000 900.000 5.000 3.000.000 3.000 120.000 40.000 5.000

5 25.000 1.600.000 900.000 5.000 3.000.000 3.000 100.000 40.000 4.000

6 25.000 1.500.000 900.000 5.000 3.000.000 3.000 100.000 40.000 4.000

7 25.000 1.500.000 900.000 5.000 3.000.000 2.500 100.000 40.000 4.000

8 35.000 1.500.000 900.000 5.000 3.000.000 3.000 120.000 40.000 5.000

9 25.000 1.500.000 900.000 5.000 3.000.000 3.000 100.000 40.000 4.000

10 25.000 1.500.000 900.000 5.000 2.500.000 3.000 100.000 40.000 4.000

11 25.000 1.500.000 900.000 5.000 3.000.000 3.000 100.000 40.000 4.000

12 25.000 1.500.000 900.000 5.000 3.000.000 2.500 100.000 40.000 4.000

13 25.000 1.500.000 900.000 5.000 3.000.000 3.000 100.000 40.000 4.000

14 25.000 1.500.000 900.000 5.000 3.000.000 3.000 100.000 40.000 4.500

15 20.000 1.500.000 800.000 5.000 3.000.000 3.000 80.000 40.000 3.000

16 25.000 1.500.000 900.000 5.000 3.000.000 3.000 100.000 35.000 4.000


(9)

No Sampel Harga Alat-Alat Produksi Pisau

Kupas (Rp/unit)

Parutan (Rp/Unit)

Kuali (Rp/Unit)

Pisau Iris (Rp/Unit)

Ampia (Rp/Unit)

Plastik (Rp/bks)

Tikar Jemur (Rp/unit)

Ember (Rp/Unit)

Rak Bambu (Rp/Unit)

18 25.000 1.500.000 500.000 5.000 4.000.000 2.500 100.000 40.000 4.000

19 25.000 1.000.000 900.000 5.000 1.000.000 3.000 80.000 40.000 4.000

20 20.000 1.000.000 600.000 5.000 1.500.000 3.000 80.000 30.000 3.500

21 25.000 1.500.000 800.000 5.000 3.000.000 3.000 100.000 45.000 4.000

22 25.000 1.200.000 700.000 5.000 3.000.000 3.000 100.000 40.000 4.000

23 25.000 1.100.000 500.000 5.000 3.000.000 3.000 100.000 40.000 4.000

24 25.000 1.500.000 600.000 5.000 3.000.000 2.500 100.000 30.000 4.000

25 25.000 1.200.000 900.000 5.000 3.000.000 3.000 100.000 40.000 5.000

26 20.000 1.500.000 900.000 5.000 3.000.000 3.000 100.000 25.000 4.000

27 24.000 1.500.000 900.000 5.000 3.000.000 3.000 100.000 40.000 4.000

28 25.000 1.500.000 900.000 5.000 3.000.000 2.500 100.000 40.000 5.000

29 20.000 1.000.000 900.000 5.000 3.000.000 3.000 90.000 40.000 3.000

30 25.000 1.500.000 900.000 5.000 2.500.000 3.000 100.000 30.000 3.000


(10)

Lampiran 9. Rincian Rata-Rata Biaya Penyusutan Peralatan dalam Pengolahan Ubi Kayu Menjadi Mie Iris Ubi Per Produksi Untuk 30 Sampel

No. Jenis Alat Jumlah

(Satuan)

Harga per Satuan

Nilai Awal (Rp)

Umur Ekonomis (Bulan)

Nilai Akhir (Rp)

Penyusutan (Rp /Produksi)

1 Pisau Kupas 2 unit 25.300 50.600 24 5.600 104,17

2 Parutan 1 unit 1.420.000 1.420.000 120 142.000 591,67

3 Kuali 1 unit 850.000 850.000 60 85.000 708,33

4 Pisau Iris 2 unit 5.000 10.000 24 1.000 20,83

5 Ampia 1 unit 2.850.000 2.850.000 120 285.000 1.187,50

6 Plastik 11 bks 2.900 31.900 6 3.190 265,83

7 Tikar Jemur 11 glg 100.000 1.100.000 48 110.000 1.145,83

8 Ember 9 unit 38.500 346.500 24 34.650 721,89

9 Rak Bambu 25 unit 4.100 102.500 6 10.250 854,17

Jumlah 5.600,22

Sumber: Data Primer Diolah, Tahun 2014 Keterangan:

Penyusutan dihitung dengan menggunakan pendekatan garis lurus: Nilai Penyusutan = Harga Awal – 10% harga awal

Nilai Ekonomis

Biaya Penyusutan per produksi = Rp. 5.600 untuk memproduksi 568 kg ubi kayu 1 kg ubi kayu mengeluarkan biaya = Rp. 5.600/568 kg


(11)

Lampiran 10. Rincian Jumlah Bahan Penolong Kayu Bakar dan Brondolan Sawit yang Digunakan Tiap Pengolah yang Menjadi Sampel untuk Sekali Produksi

No Sampel Kebutuhan Ubi Kayu (Kg/Produksi) Jumlah Kayu Bakar (m3/Produksi)

Biaya Per Satuan (Rp/Meter3)

Biaya Bahan Bakar Kayu (Rp/Produksi)

Keterangan Jumlah

Brondolan (kg/produksi)

Biaya Brondolan Sawit (Rp/produksi)

1 500 0,15 90.000 13.500 Seluruhnya dibeli 25 25.000

2 600 0,17 90.000 15.300 Seluruhnya dibeli 25 25.000

3 500 0,15 90.000 12.750 Seluruhnya dibeli 25 25.000

4 600 0,17 90.000 15.300 Seluruhnya dibeli 25 25.000

5 400 0,10 70.000 7.000 Ditambah kayu ranting dan

pelepah tanpa biaya

25 25.000

6 500 0,15 90.000 13.500 Seluruhnya dibeli 25 25.000

7 500 0,15 125.000 13.500 Seluruhnya dibeli 25 25.000

8 500 0,10 70.000 7.000 Ditambah kayu ranting dan

pelepah tanpa biaya

25 25.000

9 500 - - - Seluruhnya dicari 25 25.000

10 500 0,10 90.000 9.000 Ditambah kayu ranting dan

pelepah tanpa biaya

25 25.000

11 600 0,10 70.000 7.000 Ditambah kayu ranting dan

pelepah tanpa biaya

25 25.000

12 500 0,15 125.000 13.500 Seluruhnya dibeli 25 25.000

13 500 0,10 90.000 9.000 Ditambah kayu ranting dan

pelepah tanpa biaya

25 25.000

14 700 0,10 90.000 9.000 Ditambah kayu ranting dan

pelepah tanpa biaya


(12)

Lanjutan Lampiran 10. No Sampel Kebutuhan Ubi Kayu (Kg/Produksi) Jumlah Kayu Bakar (m3/Produksi)

Biaya Per Satuan (Rp/Meter3)

Biaya Bahan Bakar Kayu (Rp/Produksi)

Keterangan Jumlah

Brondolan (kg/produksi)

Biaya Brondolan Sawit (Rp/produksi)

15 1000 0,30 90.000 27.000 Seluruhnya dibeli 50 50.000

16 500 - - - Seluruhnya dicari 25 25.000

17 500 0,12 90.000 10.800 Ditambah kayu ranting dan

pelepah tanpa biaya

25 25.000

18 1000 0,20 90.000 18.000 Ditambah kayu ranting dan

pelepah tanpa biaya

50 50.000

19 500 0,15 125.000 13.500 Seluruhnya dibeli 25 25.000

20 500 - - - Seluruhnya dicari 25 25.000

21 1000 0,30 90.000 27.000 Seluruhnya dibeli 50 50.000

22 500 0,15 125.000 13.500 Seluruhnya dibeli 25 25.000

23 600 - - - Seluruhnya dicari 25 25.000

24 500 0,10 70.000 7.000 Ditambah kayu ranting dan

pelepah tanpa biaya

25 25.000

25 350 - - - Seluruhnya dicari 25 25.000

26 500 0,15 90.000 13.500 Seluruhnya dibeli 25 25.000

27 500 0,15 125.000 13.500 Seluruhnya dibeli 25 25.000

28 500 0,10 75.000 7.500 Ditambah kayu ranting dan

pelepah tanpa biaya

25 25.000

29 700 0,20 90.000 18.000 Seluruhnya dibeli 25 25.000

30 500 0,15 90.000 12.750 Seluruhnya dibeli 25 25.000


(13)

Lanjutan Lampiran 10. Keterangan:

Biaya Kayu Bakar per produksi = Rp. 9.320 untuk memproduksi 568 kg ubi kayu 1 kg ubi kayu mengeluarkan biaya = Rp. 9.320/568 kg

1 kg ubi kayu = Rp. 16,40

Biaya Brondolan Sawit per produksi = Rp. 27.500 untuk memproduksi 568 kg ubi kayu 1 kg ubi kayu mengelurakan biaya = Rp. 27.500/568 kg

1 kg ubi kayu = Rp. 48,40

Total Biaya Bahan Bakar = Rp. 16,40 + Rp. 48,40 Total Biaya Bahan Bakar = Rp. 64,80


(14)

Lampiran 11. Pemberian Upah Tenaga Kerja yang Digunakan Responden yang Menjadi Sampel dalam Satu Kali Produksi

Keterangan Produksi Ubi

Kayu (kg/produksi)

Pengupas (Rp/produksi)

Pencetak (Rp/produksi)

Penjemur (Rp/produksi)

Total Upah (Rp/produksi)

568 28.400 45.440 20.000 93.840

Rata-Rata Kebutuhan TK

2 2 2

Upah per TK 14.200 22.720 10.000

Keterangan:

Pemberian upah tenaga kerja dilakukan dengan sistem borongan untuk sekali kerja yang dipatokkan pada jumlah bahan baku yang akan diolah. Dengan kata lain, pemberian upah tidak dipengaruhi jumlah tenaga kerja yang digunakan. Selanjutnya dijelaskan melalui perincian di bawah ini:

Pengupasan = Rp. 50 / kg Pencetakan = Rp. 80 / kg

Pengirisan = Rp. 20.000 (untuk bahan baku 500 kg-600 kg) Penjemuran = Rp. 20.000 (untuk bahan baku 500 kg-600 kg) Rp. 40.000 (untuk bahan baku 900 kg-1000 kg)


(15)

Lampiran 12. Kebutuhan Tenaga Kerja

No Uraian Pekerjaan Jumlah Bahan

Baku (Kg/Produksi)

Jumlah Tenaga Kerja

Upah Tenaga Kerja Waktu Yang

Digunakan (Jam)

HOK (Hari Orang Kerja) Rp/Tenaga

Kerja

Total Upah

1 Pengupasan 568 2 14.200 28.400 3 0,60

2 Pencetakan 568 2 22.720 45.440 3 0,60

3 Penjemuran 568 2 10.000 20.000 2 0,48

Total: 46.950 93.840 1,68

Rata-Rata: 15.650

Keterangan:

Pekerjaan pengupasan dan pencetakan biasa dilakukan dengan tenaga kerja wanita Pekerjaan penjemuran dilakukan dengan tenaga kerja pria dan wanita.

HOK = Jumlah Tenaga Kerja x hari kerja x jam kerja per hari x variabel 7 jam

Dengan :

Variabel pria =1 Variabel wanita = 0,7 Variabel anak = 0,3


(16)

Lampiran 13. Kebutuhan Bahan Baku, Hasil Olahan Mie Iris Ubi, Harga Jual dan Penerimaan Total untuk Sekali Produki yang Diterima Responden yang Menjadi Sampel

No Sampel Kebutuhan Bahan

Baku untuk sekali produksi (kg/produksi)

Hasil Olahan Mie Iris Ubi Kayu

(kg/produksi)

Harga Jual Mie Iris Ubi Kayu

(Rp/kg)

Penerimaan Total (Rp/bulan)

(a) b = (30% x a) (c) d = (b x c)

1 500 150 5.800 870.000

2 600 180 5.800 1.044.000

3 500 150 5.400 810.000

4 600 180 5.500 990.000

5 400 120 5.900 708.000

6 500 150 5.500 825.000

7 500 150 5.500 825.000

8 500 150 5.500 825.000

9 500 150 5.500 825.000

10 500 150 5.500 825.000

11 600 180 5.500 990.000

12 500 150 6.500 975.000

13 500 150 5.500 825.000

14 700 210 5.400 1.134.000

15 1000 300 5.500 1.650.000

16 500 150 5.500 825.000


(17)

Lanjutan Lampiran 13.

No Sampel Kebutuhan

Bahan Baku (kg/produksi)

Hasil Olahan Mie Iris Ubi Kayu

(kg/produksi)

Harga Jual Mie Iris Ubi Kayu

(Rp/kg)

Penerimaan Total (Rp/bulan)

(a) b = (30% x a) (c) d = (b x c)

18 1000 300 5.600 1.680.000

19 500 150 6.000 900.000

20 500 150 5.500 825.000

21 1000 300 5.900 1.770.000

22 500 150 5.500 825.000

23 600 180 5.500 990.000

24 500 150 5.800 870.000

25 350 105 5.900 619.500

26 500 150 6.500 975.000

27 500 150 6.000 900.000

28 500 150 5.800 870.000

29 700 210 5.500 1.155.000

30 500 150 7.000 1.050.000

17.050 5.115 172.100 29.245.500

568 170,4 5.737 977.585

Jumlah Produksi per produksi = 170,4 kg/produksi Harga Jual dari 30 sampel = Rp. 5.737/kg


(18)

Anonimous, 2009. Analisis Kelayakan Usaha. Diakses dari: http://digilib.ittelkom.ac.id. (Diakses pada tanggal 28 April 2014).

Asnawi, R, R.W Arief. 2008. Teknologi Budidaya Ubi Kayu. Laporan Tahunan. Bandar Lampung: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung.

Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara. 2012. Data Luas Panen, Produksi dan Rata-Rata Produksi Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun 2011. Diakses dari: http://bps.co.id. Diakses pada tanggal 5 April 2014.

Bangun, Wilson. 2007. Teori Ekonomi Mikro. Bandung: Refika Aditama.

Djaafar, Titiek F dan Siti R. 2003. Ubi Kayu dan Olahannya. Yogyakarta: Kanisius.

Falcon, Walter P. dkk, 1986. Ekonomi Ubi Kayu di Jawa, Jakarta: Penerbit Sinar Harapan. Diterjemahkan oleh Ir. Y. Suyoko.

Harun, Hamrolie. 2004. Analisis Kelayakan Proyek Pembangunan Daerah. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.

Hayami, Y., T, Kawagoe, Y. Morooka dan M. Siregar, 1987, Agricultural Marketing and Processing in Upland Java A Perspective from A Sunda Village, CGPRT Centre, Bogor. Dalam Laporan Nilai Tambah Produk Pertanian. Tim Kajian Nilai Tambah–Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Iwantono, Sutrisno. 2002. Strategi Baru Mengelola Usaha Kecil dan Menengah.

Jakarta: Grasindo.

Kartasapoetra, A.G. 1994. Teknologi Penanganan Pasca Panen. Jakarta: Rineka Cipta.

Kuncoro, Mudrajat, 2003. Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta: Penebar Swadaya.

Prawiyanti, Ratna. 2011. Strategi Pengembangan Agroindustri Tapioka pada Skala Usaha Kecil. Malang: Universitas Brawijaya.

Prihandana, R. dkk. 2007. Bioetanol Ubi Kayu: Bahan Bakar Masa Depan. Jakarta: PT. Agromedia Pustaka.

Rachbini, D.J, dkk. 2011. Strategi Percepatan dan Perluasan Agroindustri. Kementrian Perindustrian Republik Indonesia.


(19)

Rahardja, Prathama, Mandala, Manurung. 2008. Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikroekonomi dan Makroekonomi). Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Sadjad, Sjamsoe’oed. 2001. Agribisnis yang Membumi, Kisah Sukses Bob Sadino. Jakarta: Grasindo.

Soekartawi, 2000. Pengantar Agroindustri. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Soekartawi, 1995. Analisis Usahatani. Jakarta: Universitas Indonesia.

Soekartawi. 1991. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. Jakarta: PT Taja Grafindo Persada.

Sudiyono, A. 2004. Pemasaran Pertanian. Malang: UMM-Press.

Wargiono, J. dan Diane M. Barnett. 1987. Budidaya Ubi Kayu-Seri Pembangunan Pedesaan. Yayasan Obor Indonesia dan Gramedia.

Zulkifli. 2002. Analisis Pendapatan dan Nilai Tambah pada Agroindustri Keripik Ubi di Kecamatan Tanah Luas Kabupaten Aceh Utara. Aceh Utara: Universitas Malikussaleh.


(20)

3.1. Metode Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian

Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) yaitu di Desa Pegajahan, Kec. Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai, dengan pertimbangan daerah ini adalah sentra penghasil bahan baku ubi kayu. data luas panen, produksi dan rata-rata produksi Kabupaten Serdang Bedagai dapat dilihat dari tabel di bawah ini:

Tabel 3.1. Data Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Kabupaten/ Kota di Sumatera Utara Tahun 2012

No Kabupaten/Kota Regency/City Luas Panen Harvested Area (ha) Produksi Production (ton) Rata-rata Produksi Keld Rate (kw/ha) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 Nias Mandailing Natal Tapanuli Selatan Tapanuli Tengah Tapanuli Utara Toba Samosir Labuhan Batu Asahan Simalungun Dairi Karo Deli Serdang Langkat Nias Selatan Humbang Hasundutan Pakpat Bharat Samosir Serdang Bedagai Batu Bara

Padang Lawas Utara Padang Lawas Labuhanbatu Selatan 213 95 253 1.308 1.146 1.406 18 906 11.843 254 10 5.418 662 1.127 480 97 266 8.266 1.395 309 142 70 2.857 1.951 7.337 31.057 43.852 35.933 290 17.265 327.185 8.595 345 116.657 39.827 10.724 24.324 2.781 8.102 292.398 63.159 8.518 4.068 1.091 134,14 205,38 291,59 237,44 382,65 255,57 161,15 190,57 276,27 338,39 345,24 215,31 601,62 95,15 506,74 286,69 304,59 355,46 452,75 275,68 286,45 155,84


(21)

Lanjutan Tabel 3.1.

Data Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun 2012

No Kabupaten/Kota

Regency/City Luas Panen Harvested Area (ha) Produksi Production (ton) Rata-rata Produksi Keld Rate (kw/ha) 23 24 25 Labuhanbatu Utara Nias Utara Nias Barat 234 456 125 3.817 6.067 1.668 163,11 133,04 133,45 Kota/City 1 2 3 4 5 6 7 8

Sibolga - - -

Tanjung Balai 29 484 166,80

Pematangsiantar 404 10.290 254,69

Tebing Tinggi 307 7.889 256,97

Medan 193 2.348 121,67

Binjai 99 1.236 124,83

Padangsidimpuan 252 7.052 279,85

Gunung Sitoli 186 2.503 134,56

Sumatera Utara 37.929 1.091.711 287,83

Sumber/Source: BPS Provinsi Sumatera Utara 2012

Berdasarkan data yang diperoleh Kabupaten Serdang Bedagai merupakan tempat penghasil ubi kayu terbesar kedua setelah Simalungun di Sumatera Utara. Selain itu, Kabupaten Serdang Bedagai khususnya Desa Pegajahan merupakan sentra pengolahan ubi kayu menjadi mie iris ubi dan sentra pemasaran hasil pengolahan ubi kayu.

3.2. Metode Pengambilan Sampel

Metode yang digunakan untuk menentukan sampel dalam penelitian ini adalah metode sensus, yaitu metode pengambilan sampel dengan memasukkan semua populasi menjadi sampel ke dalam penelitian. Populasi yang akan dijadikan sampel adalah pengolah ubi kayu skala usaha mikro kecil menengah di Desa Pegajahan, Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai.


(22)

Jumlah populasi di Desa Pegajahan, Kec. Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai berjumlah 30 orang, sehingga sampel yang diteliti dalam penelitian sebanyak 30 pengolah.

Sesuai yang dituliskan Gay dan Diehl dalam Kuncoro (2003), jumlah sampel minimum yang dapat diterima tergantung dari jenis studi penelitiannya. Untuk penelitian deskriptif, maka sampel minimumnya adalah 10% dari populasi, jika penelitiannya korelasional, dibutuhkan minimal 30 sampel untuk menguji ada tidaknya hubungan.

3.3. Metode Pengumpulan Data

Data yang akan digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara dan observasi langsung ke lapangan untuk mendapatkan data fisik, data yang diperoleh dari responden menggunakan kuisioner yang diberikan kepada tiap responden yang berisi sejumlah pernyataan tertulis yang terstruktur untuk memperoleh informasi baik itu tentang pribadinya, keluarga, pendapatan dan biaya mengelolah ubi kayu, maupun hal-hal lain yang ingin diketahui. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari instansi atau lembaga yang terkait dengan penelitian antara lain Dinas Pertanian, Badan Pusat Statistika (BPS), dan sumber-sumber literature yang mendukung dalam penelitian ini.

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Metode Wawancara

Teknik pengumpulan data dengan melakukan wawancara secara langsung dengan petani penghasil bahan baku ubi kayu dan pengolah/produsen agroindustri


(23)

ubi kayu dan pihak-pihak terkait yang dibuthkan dalam penelitian ini. Wawancara yang dilakukan adalah wawancara terstruktur, di mana pertanyaan-pertanyaan sudah dikonsep terlebih dahulu sesuai dengan ruang lingkup penelitian.

b. Observasi

Teknik observasi dilakukan dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap obyek yang akan diteliti sehingga didapatkan gambaran yang jelas mengenai obyek yang akan diteliti.

c. Metode Studi Pustaka

Pengumpulan data dilakukan dengan mempelajari pustaka-pustaka yang relevan dengan masalah-masalah yang diteliti, baik itu berupa studi literatur maupun data yang diperoleh dari perusahaan. Teknik studi pustaka ini memiliki

keuntungan terutama dalam hal biaya dan waktu.

3.4. Metode Analisis Data

1. Masalah 1 digunakan metode deskriptif, yaitu dengan menggunakan data primer yang diperoleh dari hasil wawancara dengan pengolah mie iris ubi di daerah penelitian mengenai tahapan produksi mie iris ubi.

2. Masalah 2 diuji dengan menggunakan perhitungan kelayakan, menghitung kelayakan usaha pengolahan mie iris ubi hasil olahan ubi kayu digunakan rumus: R/C (Retun Cost Ratio):

a = R/C

R = Py . Y C = FC + VC


(24)

dimana:

R = penerimaan C = biaya

Py = harga output Y = output FC = biaya tetap

VC= biaya variabel (variable cost) Kriteria :

R/C rasio > 1, berarti usaha pengolahan mie iris ubi layak

R/C rasio = 1, berarti usaha pengolahan mie iris ubi belum layak atau usaha mencapai titik impas

R/C rasio < 1, berarti usaha pengolahan mie iris ubi tidak layak (Soekartawi, 1995).

3. Masalah 3 dianalisis dengan menggunakan perhitungan nilai tambah metode Hayami. Adapun prosedur perhitungan nilai tambah dengan menggunakan metode Hayami dapat disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:

Tabel 3.4. Prosedur Perhitungan Nilai Tambah Metode Hayami Keluaran (Output) Masukan (Input) dan Harga Nilai

1. Output/produk total (kg/proses produksi) A 2. Input bahan baku (kg/proses produksi) B 3. Input tenaga kerja (HOK/proses produksi) C 4. Faktor konversi (kg output/ kg bahan baku) D = A/B 5. Koefisien tenaga kerja (HOK/kg bahan baku) E = C/B

6. Harga out put (Rp/kg) F

7. Upah rata-rata tenaga kerja (Rp/proses produksi) G Pendapatan dan Keuntungan

8. Harga input bahan baku (Rp/kg) H

9. Sumbangan input lain (Rp/kg) I

10. Nilai out put (Rp/kg) J = D X F

11. Nilai tambah (Rp/kg) K= J-H-I


(25)

12. Pendapatan tenaga kerja (Rp/kg) M = E x G

 Bagian Tenaga Kerja (%) N% = M/K x 100%

13. Keuntungan (Rp/kg) O = K-M

 Tingkat Keuntungan (%) P% = O/J x 100% Balas Jasa untuk Faktor Produksi

14 Margin (Rp/kg) Q = J-H

 Pendapatan tenaga kerja (%) R% = M/Q x 100%  Sumbangan input lain (%) S% = I/Q x 100%  Keuntungan pengusaha (%) T% = O/Q x 100% Sumber: Hayami dalam Sudiyono, 2004.

Kriteria indikatornya, yaitu:

Jika rasio nilai tambah > 50%, maka nilai tambah tergolong tinggi Jika rasio nilai tambah < 50%, maka nilai tambah tergolong rendah (Sudiyono, 2004)

3.5. Definisi dan Batasan Operasional Definisi

1. Pengolah ubi kayu adalah orang yang mengolah ubi kayu menjadi berbagai produk olahan yang baru terutama mie iris ubi.

2. Agroindustri merupakan salah satu subsistem agribisnis, agroindustri adalah subsistem yang menangani pengolahan hasil produksi usaha tani hingga menjadi produk baru hasil olahan yang memiliki nilai.

3. Bahan baku merupakan ubi kayu yang digunakan untuk menghasilkan produk hasil olahan yaitu mie iris ubi.

4. Tenaga kerja adalah orang yang bekerja yang dihitung dalam Jumlah jam kerja (JKO).

5. Pasca panen diartikan sebagai tindakan atau perlakuan yang diberikan pada hasil pertanian setelah panen sampai komoditas berada di tangan konsumen.


(26)

6. Nilai tambah adalah nilai produk akhir dikurangi biaya antara (intermediate cost) yang terdiri dari biaya bahan baku dan bahan penolong dalam melakukan proses produksi.

7. Mie iris ubi merupakan sejenis makanan ringan berupa mie yang dibuat dari umbi singkong yang mengalami proses perebusan, pengeringan untuk menghilangkan sebagian air yang dikandungnya.

8. Biaya total adalah total biaya yang dikeluarkan selama proses pengolahan mie iris ubi yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel.

9. Biaya tetap adalah biaya yang digunakan dalam proses pengolahan mie iris ubi yang besarnya tidak dipengaruhi oleh jumlah output yang dihasilkan.

10.Biaya variabel adalah biaya yang digunakan dalam proses pengolahan mie iris ubi yang besar kecilnya dipengaruhi oleh perolehan output.

11.Penerimaan adalah hasil perkalian jumlah kemasan mie iris ubi yang dijual dikali dengan harga persatuan kemasan.

12.Analisis kelayakan adalah untuk menganalisis suatu usaha layak atau tidak layak untuk dijalankan dan dikembangkan.

13.Nilai tambah bruto adalah selisih antara nilai akhir produk dikurangi dengan biaya antara yang meliputi biaya bahan baku dan biaya penolong.

14.Nilai tambah netto adalah selisih antara nilai tambah bruto dikurangi dengan biaya penyusutan.

15.Nilai tambah per bahan baku adalah nilai tambah bruto untuk tiap jumlah bahan baku yang digunakan.

16.Nilai tambah per tenaga kerja adalah pembagian antara nilai tambah bruto dengan jumlah jam kerja.


(27)

Batasan Operasional

1. Penelitian dilakukan di Desa Pegajahan, Kec. Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai.

2. Produsen/petani sampel yang dimaksud adalah produsen/petani pemilik usaha industri ubi kayu di daerah penelitian.

3. Agroindustri dalam penelitian ini adalah pengolahan ubi kayu menjadi produk mie iris ubi.


(28)

4.1. Sejarah Singkat Desa

Nama Desa Pegajahan awalnya dinamai kuta/kampong Pegajahan, diambil dari daerah hutan yang banyak dihuni binatang gajah. Kira-kira tahun 1812-1830 orang-orang Jawa turut bermukim di Kampung Pegajahan dan membuka lahan. Pada masa itu Pemerintahan Hindia Belanda mulai membuka lahan perkebunan tembakau dan karet (Ondernaning Melati) di sekitar Kampung Pegajahan sampai di Kampung Melati I Perbaungan. Banyak sekali buruh yang didatangkan dari Jawa, Kalimantan dan orang-orang Cina. Tahun 1901 etnis Simalungun, etnis Jawa dan Kalimantan yang menggarap dan membuka lahan pertanian, dari pendapatan hasil tani, kelapa, pisang dan lain-lainnya diharuskan membayar upeti kepada Raja (Sultan). Kemudian Sultan Serdang memberikan bantuan bibit tanaman kelapa, kopi, pinang kepada petani Jawa untuk menambah penghasilan dan dapat memberikan upeti pada Sultan.

Pada masa penjajahan Jepang (1942-1945) perkebunan-perkebunan juga dikuasai oleh pemerintah Jepang. Namun setelah Indonesia merdeka tanah perkebunan yang berada dalam keadaan kosong kembali digarap oleh rakyat dan keluarlah UUD Darurat No. 8/1954 tentang tanah garapan ex perkebunan. Setelah tahun 1955 pemerintah desa bersama dengan masyarakat mulai membangun berbagai prasarana demi kemajuan desanya. Sistem pemerintahan kepala kampong dihunjuk hasil musyawarah tokoh masyarakat dan disetujui oleh Sultan.


(29)

4.2. Keadaan Geografis

4.2.1. Letak dan Batas Wilayah

Berdasarkan administrasi pemerintahan, Desa Pegajahan merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara yang terbagi atas 6 (enam) dusun yaitu: Dusun Perjuangan, Dusun Harapan I, Dusun Harapan II, Dusun Sari Asih, Dusun Karang Asih dan Dusun Pelita. Penduduk desa Pegajahan banyak yang beternak dan menghasilkan ubi kayu. Adapun batas wilayah Desa Pegajahan yang dijabarkan di bawah ini :

- Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Lestari Dadi - Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Sukasari

- Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Bingkat/Perkebunan PTPN II - Sebelah Timur berbatasan dengan Sei Sialang

Ketinggian tempat dari permukaan laut yaitu <50 m termasuk dataran rendah dengan suhu udara rata-rata 270-320C. Jarak dari pusat kota pemerintahan kecamatan 200 m dan jarak dari ibu kota kabupaten 36 km.

Dilihat dari peta Kecamatan Pegajahan, Desa Pegajahan termasuk salah satu daerah yang strategis yang merupakan daerah perkembangan kecamatan. Hal tersebut dikarenakan besarnya semangat kerjasama masyarakat Desa Pegajahan untuk mengembangkan desanya, keperdulian masyarakat untuk membangun desanya dengan ikut bergotong-royong membangun fasilitas-fasilitas yang diperlukan seperti sekolah, rumah ibadah, jembatan, jalan, dan sebagainya.


(30)

4.2.2. Luas Wilayah dan Topografi

Desa Pegajahan mempunyai luas 798 ha yang terdiri dari tanah kering dan tanah sawah. Tanah kering memilik luas 520 ha yang terdiri atas tanah perkebunan rakyat 324 ha, tegalan/ladang 125 ha, perkarangan dan perumahan 42,2 ha, lapangan olahraga 1,2 ha, kuburan tanah wakaf 0,5 ha dan lain-lain 27,1 ha. Sedangkan untuk sawah atau tanah basah memiliki luas sebesar 278 ha yang terdiri atas lahan irigasi setengah teknis dengan luas 175 ha, irigasi sederhana 103 ha.

Pada tahun 2013, jumlah penduduk Desa Pegajahan berjumlah 4203 jiwa dengan 1133 kepala keluarga, dengan rincian laki-laki 2180 jiwa, perempuan 2023 jiwa, dewasa 2856 jiwa, anak-anak 1347 jiwa. Mayoritas penduduk berasal dari Jawa dengan jumlah 3277 jiwa, Batak 365 jiwa, Banjar 164 jiwa, Melayu 125 jiwa, Karo 94 jiwa, Mandailing 71 jiwa, Bali 42 jiwa, Sunda 21 jiwa, Aceh 16 jiwa, Nias 15 jiwa, dan keturunan Cina 15 jiwa.

Penduduk menurut tingkat pendidikan yaitu TK/PAUD berjumlah 101 jiwa, SD 1502 jiwa, SMP 1002 jiwa, SMA 567 jiwa, D-I 91 jiwa, D-II 90 jiwa, D-III 15 jiwa, S-1 40 jiwa, tidak tamat SD 511 jiwa, dan penduduk yang belum sekolah berjumlah 354 jiwa. Penduduk berdasarkan pekerjaan terbagi atas PNS sebanyak 41 jiwa, ABRI/POLRI 7 jiwa, karyawan 110 jiwa, wiraswasta (home industry) 386 jiwa, jasa 57 jiwa, tani 2069 jiwa, buruh 659 jiwa, pedagang 143 jiwa, anak bukan angkatan kerja dengan usia 0-9 tahun berjumlah 731 jiwa dan pelajar sebanyak 544 jiwa. Penduduk yang memeluk agama Islam berjumlah 4013 jiwa, Protestan 156 jiwa, dan Hindu berjumlah 34 jiwa. Sedangkan sarana peribadatan masjid 1 buah, mushola 7 buah, gereja 1 buah, dan pura 1 buah.


(31)

Tabel 4.2.2.a. Jumlah Penduduk Desa Pegajahan Berdasarkan Golongan Usia dan Jenis Kelamin Tahun 2013

No Golongan Umur Tahun 2013 Jumlah

Laki-Laki Perempuan

1 00-12 Bulan 24 35 59

2 13 Bulan-04 Tahun 137 145 282

3 05-06 Tahun 60 69 129

4 07-12 Tahun 211 221 432

5 13-15 Tahun 8133 131 264

6 16-18 Tahun 122 143 265

7 19-25 Tahun 260 272 532

8 26-35 Tahun 366 373 739

9 36-45 Tahun 286 297 583

10 46-50 Tahun 123 125 248

11 51-60 Tahun 193 194 387

12 61-75 Tahun 85 86 171

13 > 76 Tahun 43 69 112

Jumlah 2043 2160 4203

Sumber : Data Kantor Desa Pegajahan 2013

Tabel 4.1.1 di atas dapat diketahui bahwa jumlah penduduk Desa Pegajahan berdasarkan golongan usia dan jenis kelaminnya tertinggi yaitu pada usia produktif yang berkisar antara 26-35 tahun dengan jumlah sebanyak 739 orang laki-laki dan perempuan, kemudian usia 36-45 tahun sebanyak 583 orang, dan umur 19-25 tahun sebanyak 532 orang. Jumlah penduduk yang paling sedikit yaitu pada usia 00-12 bulan dengan jumlah 59 orang.

Tabel 4.2.2.b. Data Perkembangan / Pertambahan Penduduk Desa Pegajahan Tahun 2013

No Keterangan Laki-Laki

(Jiwa)

Perempuan (Jiwa)

Jumlah

1 Kelahiran 35 19 54

2 Kematian 21 22 43

3 Datang 38 26 64

4 Pindah 11 18 29


(32)

Dari tabel 4.2. di atas dapat diketahui bahwa jumlah perkembangan penduduk Desa Pegajahan tahun 2013 sedang ditandai dengan angka kelahiran yang berjumlah 54 jiwa dan kematian berjumlah 43 jiwa. Sedangkan jumlah pertambahan penduduk Desa Pegajahan mengalami peningkatan dengan ditandai tingginya jumlah pendatang sebanyak 64 jiwa dan warga yang pindah hanya 29 jiwa.

4.3. Kondisi Sosial Ekonomi

Pada umumnya pendidikan yang ditamatkan oleh sebahagian besar penduduk Desa Pegajahan adalah SD dan SLTP, sejak tahun 1990-an mulai banyak penduduk yang mengikuti pendidikan SLTA. Sebahagian besar penduduk Desa Pegajahan bermata pencaharian sebagai petani dan sebagian lainnya bekerja sebagai buruh harian, perkebunan, pengolahan non industri, perdagangan dan sebagian kecil pegawai negeri. Sedangkan keadaan bangunan rumah hunian Desa Pegajahan tahun 2013 adalah 53% permanen, 44% semi permanen, dan 3% non permanen kurang layak. Ini menunjukkan kesejahteraan ekonomi penduduk desa belum merata.

4.4. Kondisi Sosial Budaya

Kehidupan masyarakat Desa Pegajahan sangat kental dengan tradisi peninggalan leluhur. Upacara adat yang berhubungan dengan siklus hidup manusia (lahir-dewasa-berumah tangga-mati) seperti upacara kelahiran, khitanan perkawinan, dan upacara yang berhubungan dengan musibah kematian hampir selalu dilakukan oleh warga masyarakat. Selain itu, tradisi sedekah bumi, tolak balak, turun bibit, punggahan, surahan, dan sejenisnya masih dilakukan oleh masyarakat. Kegotong-royongan masyarakat masih kuat, semua itu


(33)

menggambarkan bahwa hubungan ketanggaan di desa ini masih kuat. Kesenian yang disukai bagi orang-orang tua di desa ini adalah kesenian daerah seperti wayang kulit, ludruk, kuda kepang (reok), karenanya dana penyelenggara keseniannya terlalu mahal, maka pertunjukkan para pemuda cenderung menyukai kesenian modern (band/keyboard). Sedangkan kesenian asli daerah sepertia tari melayu (ronggeng kampong, ludruk, kerawitan) kurang diminati/digemari oleh generasi muda.

Kondisi kesehatan masyarakat cukup baik, dan jenis penyakit yang timbul belakangan ini adalah penyakit stroke dan darah tinggi. Kegiatan pengamanan (siskamling) desa ini tampak kurang aktif, karena semakin banyak waktu yang digunakan oleh warga masyarakat untuk mencari nafkah (bekerja). tetapi kondisi keamanan masih aman (warga tetap waspada). Gejala gangguan pencurian, pelaku pencurian melakukannya pada siang hari.

4.5. Sarana dan Prasarana

Di Desa pegajahan ini telah terhubung dengan daerah lainnya melalui jalan antar desa dan antar kecamatan dengan kondisi yang cukup baik, sebagian beda jalan sudah beraspal, pengerasan, namun sebahagian masih ada jalan tanah. Selain saranan jalan, Desa pegajahan memiliki 6 jembatan besar namun satu jembatan mengalami kerusakan berat di Dusun Karang Sari namun sudah diadakan perbaikan. Saranan transportasi yang banyak digunakan warga masyarakat adalah sepeda motor. Di Desa pegajahan saat ini belum ada sarana transportasi umum seperti bus, mikrolet atau sejenisnya.

Jaringan listrik PLN sudah tersedia di Desa ini, sehingga hampir semua rumah tangga menggunakan tenaga listrik untuk memenuhi keperluan penerangan


(34)

dan kebutuhan rumah tangga lainnya. Beberapa rumah tangga semakin banyak menggunakan pompa listrik untuk mengambil air di sumur. Dari pemerintah telah juga membantu/membangun bak penampungan air (water leading) di Dusun I Perjuangan dan 1 unit di Dusun Pelita untuk keperluan air bersih, mandi, cuci bagi warga sekitarnya.

4.6. Kondisi Ekonomi 4.6.1.Bidang Pertanian

Untuk usaha pertanian lahan sawah telah dilakukan pekerjaan pembangunan perbaikan irigasi / dam pada saluran intek buluh yang di Desa Pegajahan telah selesai dikerjakan tahun 2012. Dari lahan sawah irigasi teknis dan setengah teknis + 262 ha sudah dapat ditanami 2 x MT / tahun, dengan rata-rata hasil produksi padi 7,2 ton/ha/MT (3.722,8 ton/tahun2013). Lahan sawah yang ditanami ubi kayu/singkong oleh petani luasnya berkisar + 23 ha dengan hasil produksi + 1150 ton.

Usaha pertanian lahan kering/darat memiliki luas 513 ha, dengan rincian usaha pertanian perkebunan 455 ha, tanaman kelapa sawit 203 ha, tanaman karet 75 ha, tanaman kakao 20 ha, tanaman kelapa 12 ha, tanaman hortikultura, palawija, singkong dan lain-lain memiliki luas 132 ha, dan 13 ha kawasan industri dengan jumlah 1 unit. Usaha pertanian dan peternakan terdapat 494 kepala keluarga yang melakukan usaha, peternak lembu/sapi sebanyak 34 KK dengan jumlah peliharaan 152 ekor, peternak kambing 271 KK dengan ternak 1205 ekor, dan peternak ayam/itik 193 KK dengan jumlah ternak 2500 ekor. Kemudian untuk usaha lainnya seperti buah-buahan terdapat 6 kepala keluarga.


(35)

4.6.2.Bidang Industri

Usaha Kecil Rumah Tangga (home industries) seperti pengolahan keripik singkong, mie yeye dan mie ampiye, mie iris ubi, kerupuk, makanan ringan pembuatan tahu dan tempe berjumlah 132 KK, pengrajin anyaman atap/bakul 17 KK.

4.6.3.Bidang Perdagangan

Pedagang kedai atau warung berjumlah 31 orang, pedagang warung miso 4 orang, pedagang dalam rumah (ruko) 12 orang, pedagang rumah makan 1 orang, dan pedagang keliling 4 orang.

4.6.4.Bidang Perkoperasian

Desa Pegajahan memiliki 4 kelompok koperasi, 4 kelompok SPP, 5 kelompok arisan, 2 Kelompok Usaha Bersama (KUBE), dan 2 kelompok Koperasi Usaha Rakyat (KUR).

4.6.5.Agen Beli Jual Hasil Pertanian

Jumlah agen beli jual hasil pertanian yaitu 21 orang dengan agen kelapa sawit 2 orang, agen karet 1 orang, agen padi/jagung 5 orang, agen ubi kayu 4 orang, sayur-sayuran 4 orang dan agen buah-buahan 5 orang.

4.7. Karakteristik Responden

Karakteristik responden merupakan keadaan yang menggambarkan kondisi umum dan latar belakang tentang responden yang diteliti berkaitan dengan pengaruhnya terhadap kegiatan dan ciri-ciri khusus yang membedakan dengan responden lain. Perkembangan usaha pengolahan ubi kayu menjadi mie iris ubi dipengaruhi oleh beberapa pihak seperti:


(36)

4.7.1.Umur Pengolah

Pada saat peneliti melakukan penelitian, dari keseluruhan responden yang melakukan pengolahan ubi kayu menjadi mie iris ubi memiliki usia yang berbeda-beda, mayoritas yang mengusahakan pengolahan ubi kayu adalah dari kalangan orang tua dengan umur 30 hingga 50 tahun, namun ada juga pengolah yang berusia di atas 20 tahun. Berikut ini data mengenai umur pengolah ubi kayu: Tabel 4.7.1. Umur Pengolah Mie Iris Ubi

No. Rentang Umur

(Tahun)

Jumlah Pengolah (Orang)

Persentase (%)

1 20-30 5 16,7

2 31-40 10 33,3

3 41-50 6 20%

4 >51 9 30,0

Jumlah 30 100

Sumber: Data Primer Diolah dari Lampiran 1, Tahun 2014

Dari tabel 4.7.1. di atas dapat diketahui bahwa pengolah ubi kayu mayoritas berusia produktif yaitu 31-40 tahun dengan jumlah persentase sebanyak 33,3%, kemudian persentase pengolah di atas 51 tahun sebanyak 30%, pengolah yang berusia 41-50 tahun sebanyak 20% dan usia 20-30 tahun hanya 16,7%.

4.7.2. Pendidikan dan Pengalaman

Pendidikan dan pengalaman merupakan faktor penting yang mempengaruhi kinerja maupun keterampilan pengolah dalam mengolah ubi kayu menjadi mie iris ubi. Untuk mengetahui sebaran pendidikan pengolah mie iris ubi di Desa Pegajahan, Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai dapat dijelaskan pada tabel 4.7.2.a. berikut ini:


(37)

Tabel 4.7.2.a. Tingkat Pendidikan Pengolah Mie Iris Ubi

No. Pendidikan Jumlah Pengolah

(Orang)

Persentase (%)

1 Tidak tamat SD 3 10

2 Tamat SD 15 50

3 Tamat SMP 6 20

4 Tamat SMA 6 20

30 100

Sumber: Data Primer Diolah dari Lampiran 1, Tahun 2014

Tebl 4.7.2.a. menggambarkan bahwa tingkat pendidikan pengolah mie iris ubi di Desa Pegajahan, Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai mulai tidak tamat SD, tamat SD, tamat SMP, dan tamat SMA. Mengingat pendidikan terbesar hanya tamat sampai dengan SD, yaitu sebanyak 50%, maka pengolahan mie iris ubi lebih banyak hanya menitik beratkan pada kemampuan teknis yang di peroleh secara turun temurun yang berdampak pada mutu dan kualitas mie iris ubi tersebut. Selanjutnya tingkat pendidikan pengolah mie iris ubi yang tamat SMP dan SMA masing-masing sebanyak 20% dan tidak tamat SD 10%.

Tabel 4.7.2.b. Pengalaman Pengolah Sampel pada Pengolah Mie Iris Ubi

No. Pengalaman

(Tahun)

Jumlah Pengolah (Orang)

Persentase (%)

1 1-5 tahun 9 30,0

2 6-10 tahun 17 56,7

3 >10 tahun 4 13,3

Jumlah 30 100

Sumber: Data Primer Diolah dari Lampiran 1, Tahun 2014

Dari tabel 4.7.2.b. di atas dapat di ketauhi bahwa pengolah mie iris ubi kebanyakan telah mengusahakan ubi kayu selama 5-10 tahun yang berjumlah 56,7% dari total sampel, ini menunjukkan bahwa mayoritas pengolah sudah memiliki pengalaman untuk memproduksi ubi kayu menjadi mie iris ubi.


(38)

Selanjutnya pengolah yang memiliki pengalaman berusaha 1-5 tahun sebanyak 30,0% dan pengalaman pengolah lebih dari 10 tahun sebanyak 13,3%.

4.7.3. Profil Keluarga Pengolah

Profil keluarga petani sampel merupakan penduduk asli yang telah lama berdomisili di Desa Pegajahan, Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai yang pada umummya seorang pengolah sudah mempunyai keluarga yang telah menikah dan tercatat sebagai pemilik usaha pengolahan ubi kayu, sedangkan pengolah ubi kayu pendatang dari daerah lain tidak ada. Petani sampel umumnya mempunyai tanggungan keluarga yang tidak sekaligus membantu dalam usaha pengolahan ubi kayu. Jumlah tanggungan keluarga pengolah dapat dilihat pada Tabel 4.7.3.a. berikut ini :

Tabel 4.7.3.a. Jumlah Tanggungan Pengolah Mie Iris Ubi No. Tanggungan Keluarga

Pengolah (Orang)

Jumlah Pengolah (Orang)

Persentase (%)

1 Tidak ada tanggungan 5 16,7%

2 1 6 20,0%

3 2 12 40,0%

4 3 4 13,3%

5 4 2 6,7%

6 5 1 3,3%

Jumlah 30 100

Sumber: Data Primer Diolah dari Lampiran 3,Tahun 2014

Dari tabel 4.7.3.a. di atas dapat di ketauhi bahwa jumlah tanggungan tiap pengolah mie iris ubi mayoritas memiliki tanggungan 2 orang yaitu sebanyak 40%.


(39)

Selain itu, pekerjaan sampingan pengolah mie iris ubi dapat dijelaskan melalui tabel berikut ini:

Tabel 4.7.3.b. Pekerjaan Lain Selain Mengolah Mie Iris Ubi

No. Pekerjaan Lain Jumlah Pengolah

(Orang)

Persentase (%)

1 Tidak ada pekerjaan lain 7 23,3%

2 Ada Pekerjaan Lain 23 76,7%

Jumlah 30 100

Sumber: Data Primer Diolah dari Lampiran 4, Tahun 2014

Dari tabel di atas, dapat di gambarkan bahwa pengolah mie iris ubi yang memiliki pekerjaan lain selain mengolah mie iris ubi yaitu dengan persentase sebanyak 76,7%, ini menunjukkan bahwa selain pengolahan mie iris ubi ada lagi tambahan pendapatan lain pengolah, sehingga pengolah tidak hanya bergantung pada hasil pengolahan mie iris ubi. Selanjutnya pengolah yang tidak memiliki pekerjaan lain sebanyak 7 orang atau 23,3%.

4.7.4. Rata-Rata Produksi Mie Iris Ubi Tabel 4.7.4. Rata-Rata Produksi Mie Iris Ubi

No. Rata-Rata Produksi (kg)

Jumlah Pengolah (Orang)

Persentase (%)

1 <400 1 3,3%

2 400 1 3,3%

3 500 19 66,7%

4 600 4 13,3%

5 700 2 6,7%

6 >700 (1 ton) 3 6,7%

Jumlah 30 100

Sumber: Data Primer Diolah dari Lampiran 6, Tahun 2014

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa kebanyakan pengolah ubi kayu di Desa Pegajahan memproduksi bahan baku sebanyak 500 kg dengan jumlah 19 orang atau dengan persentase 66,7%, dan ada juga pengolah yang memproduksi


(40)

ubi kayu menjadi mie iris ubi dengan penggunaan bahan baku 600 kg dengan jumlah sebanyak 4 orang atau dengan persentase 13,3%, dan hanya sedikit pengolah yang memproduksi ubi kayu dengan penggunaan bahan baku lebih kecil 400 kg dengan persentase 3,3%.


(41)

5.1. Kegiatan Produksi 5.1.1.Penyediaan Bahan Baku

Bahan baku merupakan bahan mentah yang diolah dan dapat dimanfaatkan sebagai sarana produksi dalam suatu pengolahan produk pertanian. Ketersediaan bahan baku secara cukup dan berkelanjutan akan menjamin suatu perusasahaan untuk bisa berproduksi dalam waktu yang relatif lama. Dalam melakukan pengolahan mie iris ubi, bahan baku utama yang digunakan adalah ubikayu, sedangkan bahan baku penolong lain yang digunakan hanya air dan kayu bakar. Selain itu, alat-alat yang digunakan dalam pengolahan mie iris ubi adalah parutan, kuali, pisau kupas, pisau iris, ampia pemotong, plastik lembaran, tikar, ember, dan rak bambu.

Ketersedian bahan baku yang terbatas dalam setiap pengembangan usaha pengolahan mie iris ubi akan menghambat proses produksi secara berkelanjutan, biasanya kekurangan bahan baku itu disebabkan jumlah petani ubi kayu yang sedikit dan kurang lancarnya sarana penyaluran bahan baku ke pengolah sehingga membuat harga ubikayu sering melambung tinggi hingga mencapai Rp 1.200/kg yang awalnya ubi kayu dapat dibeli dengan harga Rp 800 – Rp 1.000/kg. Kebanyakan pengolah mie iris ubi mendapatkan bahan baku dari agen penyedia bahan baku dengan sistem izon. Untuk bahan penolong dapat diperoleh dengan mudah karena ketersediaan maupun harga yang terjangkau sehinggga tidak menjadi suatu hambatan bagi agroindustri mie iris ubi.


(42)

Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan mie iris ubi ini pada dasarnya adalah sama tiap-tiap rumah tangga, yaitu ubi kayu atau singkong diambil dari agen penyedia bahan baku ubi kayu dengan harga beli dari agen yaitu Rp 1200 untuk tiap kilogramnya dengan mengutang ataupun membeli lunas. Ada juga pengolah yang memiliki lahan ubi kayu sendiri yang menggunakan hasil kebunnya untuk bahan baku pembuatan mie iris ubi namun tetap juga membeli dari agen penyedia bahan baku untuk ketersediaan bahan baku dalam proses produksi secara berkelanjutan.

5.1.2.Tahapan Kegiatan Produksi

Kegiatan produksi yang dilakukan oleh usaha pengolahan ubi kayu menjadi mie iris ubi ini merupakan kegiatan yang dimulai dari pengadaan bahan baku sampai dengan pemasaran produk akhir. Proses produksi pembuatan mie iris ubi berlangsung tidak membutuhkan waktu begitu lama Dalam satu kali proses produksi yang dilakukan membutuhkan waktu sekitar 3-4 hari untuk produksi bahan baku ubi kayu 500 kg hingga 1000 kg. Namun dalam 1 minggu pengolah dapat menghasilkan 4-6 kali mie iris ubi karena pengolahan dilakukan tiap harinya agar produksi berlangsung secara terus menerus. Dalam proses pengolahan ubi kayu pun pada dasarnya memiliki tahapan yang sama.

Tahapan pengolahan ubi kayu menjadi produk setengah jadi mie iris ubi tersebut antara lain sebagai berikut :

a. Menyiapkan bahan baku berupa ubi kayu segar kemudian dikupas kulitnya, biasanya pengupasan ini dilakukan selama 3 jam untuk produksi bahan baku 500 kg - 600 kg dan 3-4 jam untuk produksi 700 kg hingga 1000 kg. Biasanya 1 pengolah mie iris ubi menggunakan 2 hingga 4 orang pekerja.


(43)

b. Pencucian ubi kayu yang telah dikupas, pencucian ubi kayu berguna untuk memisahkan ubi kayu dari kotoran-kotoran untuk menjaga tingkat kebersihan ubi kayu. pencucian ubi kayu dilakukan selama 15-20 menit. Biasanya pencucian dilakukan oleh pengolah sendiri.

c. Pemarutan ubi kayu dilakukan dengan menggunakan mesin pemarut untuk menghancurkan ubi kayu hingga menjadi tepung ubi kayu. pemarutan ini dilakukan selama 15 hingga 20 menit untuk pengolahan bahan baku 500-600 kg dan 30 hingga 40 menit untuk bahan baku 1 ton.

d. Setelah ubi kayu diparut, ubi kayu langsung dialirkan ke bak penampungan untuk dilakukan pemisahan air dengan tepung ubi kayu tersebut guna menghilangkan air yang terserat di dalam ubi kayu. proses ini dilakukan selama semalam.

e. Ubi kayu dicetak menjadi bentuk lapisan persegi panjang dengan menggunakan plastik berbentuk persegi panjang dan ditekan dengan menggunakan pipa paralon agar ubi yang dicetak bentuknya tipis. Pengerjaan pencetakan ini biasanya pengolah menggunakan tenaga kerja sebanyak 2 pekerja. Pencetakan ubi kayu menjadi lembaran tipis ini membutuhkan waktu +3 jam untuk 568 kg bahan baku dan +6 jam untuk bahan baku sebanyak 1 ton.

f. Pengukusan atau perebusan ubi kayu agar lembaran tipis ubi kayu matang. pengukusan dilakukan dengan menggunakan kuali perebus. Pengukusan dilakukan selama 3 jam.


(44)

h. Penjemuran ubi kayu dilakukan selama 5-7 jam di bawah hamparan sinar matahari langsung dan cuaca yang panas hingga lembaran ubi kayu menjadi setengah kering.

i. Lembaran yang telah kering diiris dengan menggunakan ampia hingga membentuk mie iris yang dilakukan selama 1 hingga 1,5 jam untuk 500 kg bahan baku dan 2-3 jam untuk 1 ton bahan baku

j. Penjemuran dilakukan kembali pada mie iris ubi selama 2 hingga 4 jam pada cuaca yang panas hingga mie iris ubi benar-benar kering.

k. Pengemasan/Pengepakan mie iris ubi, tiap 1 karung mie iris ubi memiliki berat 25 kg.

l. Pemasaran mie iris ubi. Sebagian pengolah langsung menjual mie iris ubinya ke pasar dan kebanyakan pengolah mie iris ubi menjual hasil olahannya ke agen penyedia bahan baku. Biasanya harga penjualan mie iris ubi berkisar antara Rp 5.400 hingga Rp 6.000 per kg tergantung harga yang ditetapkan agen pembeli.

Dalam pengolahan ubi kayu menjadi mie iris ubi dibutuhkan tingkat kebersihan pengolah ubi kayu yang dapat mempengaruhi kualitas atau mutu mie iris ubi agar layak dikonsumsi.

5.2. Analisis Kelayakan Usaha Pengolahan Mie Iris Ubi 5.2.1.Biaya Peralatan Mie Iris Ubi

Pengadaan peralatan untuk proses produksi dapat menjadikan kegiatan produksi berjalan lancar dan dapat meningkatkan hasil dan keuntungan bagi agroindutri pengolahan mie iris ubi. Rincian penggunaan peralatan pada pengolahan mie iris ubi yang digunakan pengolah Desa Pegajahan, Kec.


(45)

Pegajahan, Kab. Serdang Bedagai tahun 2014 dapat dilihat pada tabel 5.2.1. di bawah ini:

Tabel 5.2.1. Rincian Rata-Rata Biaya Penyusutan Peralatan Untuk 30 Sampel dalam Pengolahan Ubi Kayu Menjadi Mie Iris Ubi dalam Satu Kali Produksi

No. Jenis Alat Jumlah (Satuan) Harga per Satuan Nilai Awal (Rp) Umur Ekonomis (Bulan) Nilai Akhir (10% x Nilai

Awal) (Rp)

Penyusutan (Rp /Produksi)

1 Pisau Kupas 2 unit 25.300 50.600 24 5.600 104,17 2 Parutan 1 unit 1.420.000 1.420.000 120 142.000 591,67 3 Kuali 1 unit 850.000 850.000 60 85.000 708,33 4 Pisau Iris 2 unit 5.000 10.000 24 1.000 20,83 5 Ampia 1 unit 2.850.000 2.850.000 120 285.000 1.187,50 6 Plastik 11 bks 2.900 31.900 6 3.190 265,83 7 Tikar Jemur 11 glg 100.000 1.100.000 48 110.000 1.145,83 8 Ember 9 unit 38.500 346.500 24 34.650 721,89 9 Rak Bambu 25 unit 4.100 102.500 6 10.250 854,17

Jumlah 6.761.500 Jumlah 5.600,22

Sumber: Analisis Data Primer dari Lampiran (7,8,9), Tahun 2014

Dari tabel 5.2.1. di atas, dapat diketahui bahwa pengolah mie iris ubi di Desa Pegajahan, Kec. Pegajahan, Kab. Serdang Bedagai mengeluarkan biaya peralatan sebesar Rp 6.761.500 untuk produksi mie iris ubi dengan umur ekonomis yang berbeda-beda, ini menunjukkan bahwa biaya awal yang dikeluarkan oleh pengolah mie iris ubi cukup besar. Dari tabel dapat dilihat bahwa biaya terbesar yang dikeluarkan oleh pengolah adalah untuk pembelian alat ampia yaitu sebesar Rp 2.850.000 per unit dengan umur ekonomis 10 tahun dan biaya penyusutannya sebesar Rp 1.187,50 untuk sekali produksi. Biaya terendah yang dikeluarkan oleh pengolah mie iris ubi adalah untuk pembelian pisau iris yang hanya mengeluarkan biaya sebesar Rp 10.000 dengan umur ekonomis 2 tahun dan dengan biaya penyusutannya sebesar Rp 20,83. Umur ekonomis terlama yaitu pada alat parutan dan ampia yaitu selama 10 tahun masa ekonomis. Selanjutnya dari tabel di atas


(46)

diketahui bahwa total biaya penyusutan sebesar Rp 5.600,22 untuk sekali produksi.

5.2.2.Biaya Produksi Untuk Pengolahan Mie Iris Ubi

Bahan baku ubi kayu dapat diperoleh melalui agen dengan harga yang ditentukan agen yaitu dengan harga Rp 1.200/kg ubi kayu, sedangkan bahan penolong dapat diperoleh dengan mudah karena bahan penolong dalam pengolahan ini adalah kayu bakar seperti ranting pohon kayu durian, jati, rambung, pelepah sawit yang kering dan masih banyak lagi sehinggga tidak menjadi suatu hambatan bagi agroindustri mie iris ubi. Selanjutnya untuk rincian biaya produksi mulai dari biaya bahan baku ubi kayu, biaya penolong dan biaya tenaga kerja dalam proses agroindustri mie iris ubi yang dikeluarkan oleh pengolah di Desa Pegajahan dapat dijelaskan dengan tabel di bawah ini:

Tabel 5.2.2.Rincian Rata-Rata Biaya Produksi Ubi Kayu Menjadi Mie Iris Ubi Pada Pengolah di Desa Pegajahan, Kec. Pegajahan dalam Sekali Produksi

No. Jenis Pengeluaran Jumlah Satuan /produksi

Harga Satuan (Rp)

Jumlah (Rp) 1 Biaya Bahan Baku 568 Kg/produksi 1.200 681.600 2 Biaya Penolong

Kayu Bakar 0,12 Meter3 77.667 9.320

Brondolan Sawit 27,5 kg 1.000 27.500

3 Biaya Tenaga Kerja 93.840

4 Biaya Penyusutan 5.600

Total Biaya: 817.860 Sumber: Analisis Data Primer Diolah dari Lampiran (6,10,11) , Tahun 2014

Dari tabel 5.10. di atas dapat diketahui bahwa total biaya yang dikeluarkan oleh pengolah mie iris ubi di Desa Pegajahan, Kec. Pegajahan, Kab. Serdang Bedagai sebesar Rp 817.860 untuk sekali produksi. Biaya produksi terbesar terdapat pada biaya pembelian bahan baku ubi kayu yaitu sebesar Rp 681.600


(47)

untuk produksi ubi kayu 568 kg untuk sekali proses produksi. Besarnya biaya yang dikeluarkan oleh pengolah mie iris ubi dikarenakan harga beli bahan baku yang tinggi pula dengan kisaran harga Rp 1.200/kg. Selain itu, biaya terbesar kedua yang dikeluarkan pengolah mie iris ubi yaitu biaya tenaga kerja dengan biaya sebesar Rp 93.840 dalam sekali produksi. Bahan penolong kayu bakar yang dalam sebulan mengeluarkan biaya sebesar Rp 9.320 untuk 0,12 meter kayu bakar dan 27.500 brondolan sawit untuk 27,5 kg.

5.2.3.Analisis Keuntungan Pada Pengolahan Mie Iris Ubi

Keuntungan yang diterima dari usaha pengolahan ubi kayu menjadi mie iris ubi untuk sekali proses produksi dalam sebulan merupakan hasil perhitungan dari selisih antara penerimaan dengan biaya total. Rincian analisis kelayakan usaha pengolahan mie iris ubi kayu dapat dijelaskan melalui tabel 5.2.3. di bawah ini: Tabel 5.2.3. Keuntungan yang Diperoleh Pengolah dari Pengolahan Mie Iris

Ubi dalam Sekali Proses Produksi

No. Jenis Pengeluaran Jumlah Satuan Harga

(Rp)

Jumlah (Rp)

1 Pendapatan Kotor 170,4 Kg 5.737 977.585

Total Penerimaan: 977.585

1 Biaya Bahan Baku 568 Kg/bulan 1.200 681.600 2 Biaya Penolong

Kayu Bakar 0,12 Meter3 77.667 9.320

Brondolan Sawit 27,5 Kg 1.000 27.500

3 Biaya Tenaga Kerja 93.840

4 Biaya Penyusutan 5.600

Total Biaya: 817.860

Keuntungan: 159.725

Sumber: Analisis Data Primer dari Lampiran (6,10,11,13), Tahun 2014

Dari tabel 5.2.3. di atas dapat diketahui bahwa pengolah mie iris ubi Desa Pegajahan, Kec. Pegajahan, Kab. Serdang Bedagai memperoleh keuntungan bersih sebesar Rp 159.725 untuk tiap produksi. Dengan penerimaan yang


(48)

diperoleh sebesar Rp 977.585 untuk hasil mie iris ubi 170,4 kg dengan harga jual 5.737/kg. Sedangkan untuk total biaya yang dikeluarkan mulai dari biaya bahan baku, biaya penolong, dan biaya tenaga kerja, pengolah mengeluarkan biaya total sebesar Rp 817.860 per produksi. Setelah dilakukan pengurangan antara total pendapatan dengan biaya total yang dikeluarkan maka diperoleh keuntungan bersih para pengolah mie iris ubi untuk tiap produksi.

5.2.4.Analisis Return Cost Ratio (R/C)

Analisis Return Cost Ratio berguna untuk menggambarkan apakah usaha pengolahan mie iris ubi di Desa Pegajahan yang dilakukan oleh para pengolah layak untuk diusahakan secara berkelanjutan. Cost Ratio dapat diperoleh dengan membagikan antara total penerimaan/pendapatan pengolah mie iris ubi dengan total biaya yang dikeluarkan para pengolah. Dalam penelitian ini diperoleh total penerimaan para pengolah mie iris ubi yaitu Rp 977.585 dan total biaya sebesar Rp. 817.860, sehingga dapat dihitung seperti di bawah ini:

R/C = .

.

R/C = 1,19 Kriteria :

R/C rasio > 1, berarti usaha pengolahan mie iris ubi layak

R/C rasio = 1, berarti usaha pengolahan mie iris ubi belum layak atau usaha mencapai titik impas


(49)

Dari perhitungan di atas tampak bahwa, nilai cost ratio (R/C) adalah 1,19 (R/C > 1), hal ini menunjukkan bahwa usaha pengolahan mie iris ubi yang dilakukan oleh pengolah di Desa Pegajahan, Kec. Pegajahan, Kab. Serdang Bedagai layak untuk diusahakan.

5.3. Analisis Nilai Tambah

Perhitungan nilai tambah dalam pengolahan ubi kayu menjadi mie iris ubi dihitung dengan menggunakan metode Hayami. Selain menghitung nilai tambah, model perhitungan Hayami juga menganalisis pendapatan tenaga kerja, keuntungan, serta margin yang diperoleh pengolah.

Secara rinci, perhitungan nilai tambah dengan menggunakan metode Hayami dijelaskan tabel berikut:


(50)

Tabel 5.3. Analisis Nilai Tambah Pengolahan Mie Iris Ubi Kayu Keluaran (Output) Masukan (Input) dan

Harga

Nilai Keterangan

1. Output/produk total (kg/proses produksi)

170,40 (a) Lampiran 13 2. Input bahan baku (kg/proses produksi) 568,00 (b) Lampiran 6 3. Input tenaga kerja (HOK/proses

produksi)

1,68 (c) Lampiran 12 4. Faktor konversi (kg output/ kg bahan

baku)

0,30 (d) =(a/b) 5. Koefisien tenaga kerja (HOK/kg

bahan baku)

0,0029 (e) =(c/b) 6. Harga output mie iris (Rp/kg) 5.737,00 (f) Lampiran 13 7. Upah rata-rata tenaga kerja (Rp/proses

produksi)

15.650,00 (g) Lampiran 12 Pendapatan dan Keuntungan

8. Harga input bahan baku (Rp/kg) 1.200,00 (h) Lampiran 6 9. Sumbangan Input Lain (Rp/kg)* 74,66 (i) Lampiran 9,10 10. Nilai output (Rp/kg) 1.721,10 (j) =(dxe)

11. Nilai tambah (Rp/kg) 446,44 (k) =(j-h-i)  Rasio nilai tambah (%) 25,94 (l) =(k/j x 100%) 12. Pendapatan tenaga kerja (Rp/kg) 45,38 (m) = (exg)

 Bagian Tenaga Kerja (%) 10,16 (n) =(m/k x100%)

13. Keuntungan (Rp/kg) 401,06 (o) =(k-m)

 Tingkat Keuntungan (%) 23,30 (p) =(o/j x 100%) Balas Jasa untuk Faktor Produksi

14 Margin (Rp/kg) 521,1 (q) =(j-h)

 Pendapatan tenaga kerja (%) 8,71 (r) =(m/q x100%)  Sumbangan input lain (%) 14,33 (s) =(i/q x100%)  Keuntungan pengusaha (%) 76,96 (t) =(o/q x100%) Keterangan: (*) Kayu Bakar, Brondolan Sawit, dan Penyusutan Peralatan Sumber: Analaisis Data Diolah dari Lampiran (6,10,12,13), Tahun 2014

Dari analisis melalui tabel di atas dapat dijelaskan bahwa input bahan baku ubi kayu sebesar 568 kg per produksi dan menghasilkan 170,4 kg mie iris ubi siap untuk dijual dengan harga jual senilai Rp. 5.737/kg. Dari analisis diperoleh nilai faktor konversi sebesar 0,3 kg output per kg bahan baku. Dalam pengolahan ubi kayu menjadi mie iris ubi, pengolah membutuhkan tenaga kerja dengan hasil rata-rata sebesar 1,68 HOK per produksi yang terbagi atas pekerjaan pengupasan, pencetakan dan penjemuran. Upah rata-rata yang diberikan kepada tenaga kerja


(51)

sebesar Rp. 15.650 untuk sekali proses produksi. Dari analisis di atas diperoleh nilai koefisien tenaga kerja sebesar 0,0029 HOK per kg bahan baku, artinya adalah untuk mengolah 1 kg bahan baku dibutuhkan tenaga kerja sebesar 0,0029.

Nilai output yang diperoleh dari hasil perkalian antara faktor konversi dengan harga jual mie iris ubi adalah sebesar Rp. 1.721,1/kg. Selanjutnya diperoleh nilai tambah sebesar Rp. 446,44/kg, hal ini berarti bahwa untuk 1 kg ubi kayu yang diolah menjadi mie iris ubi menghasilkan nilai tambah sebesar Rp. 446,44. Nilai tambah ini diperoleh dari hasil pengurangan antara nilai output, harga input bahan baku, dan nilai input sumbangan lain seperti kayu bakar. Rasio nilai tambah yang diperoleh dari hasil analisis yaitu sebesar 25,94% (rasio nilai tambah < 50%), hal ini menunjukkan bahwa nilai tambah yang diperoleh oleh pengolah mie iris ubi di Desa Pegajahan masih tergolong rendah. Dengan diperolehnya rasio nilai tambah sebesar 25,94% menunjukkan dalam pengolahan ubi kayu menjadi mie iris ubi memberikan nilai tambah sebesar 25,94% dari nilai jual mie iris ubi kayu.

Pendapatan yang diperoleh tenaga kerja yang mengolah ubi kayu menjadi mie iris ubi sebesar Rp. 45,38/kg, hal ini dapat diartikan bahwa setiap tenaga kerja mengolah 1 kg bahan baku akan mendapatkan upah sebesar Rp. 45,38. Pendapatan tenaga kerja diperoleh dari hasil perkalian antara koefisien tenaga kerja dan upah rata-rata tenaga kerja. Persentase tenaga kerja dalam pengolahan ubi kayu menjadi mie iris sebesar 10,16% dari nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan mie iris.

Dari hasil analisis di atas juga menunjukkan margin dari pengolahan bahan baku ubi kayu menjadi mie iris ubi dengan perolehan hasil sebesar Rp. 521,1/kg.


(52)

perhitungan margin diperoleh dari hasil pengurangan antara nilai output dengan rata-rata harga output. Untuk persentase pendapatan tenaga kerja diperoleh nilai sebesar 8,71%, persentase sumbangan input sebesar 14,33%, dan keuntungan pengusaha sebesar 76,96%.


(53)

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada agroindustri ubi kayu menjadi mie iris ubi di Desa Pegajahan, Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Kegiatan produksi mie iris ubi dimulai dari pengupasan, pencucian, pemarutan, pencucian dan pemisahan air, pencetakan, perebusan, penjemuran, pengirisan, penjemuran kembali, dan jadi produk mie iris ubi. Proses pengolahan ubi kayu menjadi mie iris ubi di daerah penelitian kebanyakan masih menggunakan teknologi yang sederhana yang juga masih bergantung pada alam seperti proses penjemuran. Bahan penolong yang digunakan dalam proses pengolahan adalah kayu bakar.

2. Usaha pengolahan ubi kayu menjadi mie iris ubi layak untuk dijalankan atau diusahakan ditandai dengan diperolehnya hasil perhitungan Return Cost Ratio (R/C) memperoleh nilai 1,19 (R/C >1) artinya pengolah mie iris ubi layak untuk melaksanakan usaha pengolahan mie iris ubi.

3. Nilai tambah per bahan baku yang dinikmati pengusaha dari agroindustri mie iris ubi sebesar sebesar Rp 446,44/kg. hal ini menunjukkan bahwa untuk produksi 1 kg bahan baku akan menghasilkan nilai tambah sebesar Rp. 446,44 jika dilakukan pengolahan menjadi mie iris ubi. Rasio nilai tambah yang didapat adalah sebesar 25,94% (rasio nilai tambah < 50%),


(54)

hal ini menunjukkan bahwa nilai tambah yang diperoleh oleh pengolah mie iris ubi di Desa Pegajahan masih tergolong rendah.

6.2. Saran

Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada usaha pengolahan ubikayu menjadi mie iris ubi adalah :

1. Sebaiknya agroindustri pengolahan ubikayu menjadi mie iris ubi di Desa Pegajahan, Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai selain melakukan pemasarannya melalui agen juga memasarkan sendiri ke konsumen sehingga pengolah bisa memperoleh penerimaan tambahan yang lebih besar. 2. Sebaiknya agroindustri pengolahan ubikayu menjadi mie iris ubi produk

setengah jadi tidak hanya memproduksi mie iris ubi saja melainkan diversifikasi produk seperti membuat hasil olahan ubi kayu lainnya yang dapat memberikan tambahan penerimaan sehingga penerimaan pengolah tiap bulannya menjadi lebih tinggi. Mengolah mie iris ubi menjadi produk hilir atau produk jadi dapat dilakukan sehingga akan memberikan nilai tambah yang lebih besar terhadap pengolah mie iris ubi.

3. Untuk meningkatkan pendapatan usaha sebaiknya pengolahan ubikayu menjadi mie iris ubi memanfaatkan limbahnya seperti kulit ubi dijadikan pakan ternak.

4. Pemerintah hendaknya lebih memperhatikan dan mengembangkan usaha pengolahan ubikayu menjadi mie iris ubi, dengan cara memperlancar penyediaan atau penyaluran bahan baku ubi kayu ke tangan pengolah, selain itu juga memperhatikan pemasaran mie iris ubi sehingga tingkat harga


(55)

penjualan mie iris ubi dapat dikendalikan atau harga penjualan tidak jatuh di pasaran sehingga pengolah mie iris ubi memperoleh insentif untuk melaksanakan usaha secara berkelanjutan.

5. Pemerintah daerah supaya melakukan pembinaan teknis budidaya ubi kayu dan pengolahan ubi kayu menjadi agroindustri lainnya, serta memberikan bantuan sarana pengolahan terhadap pengrajin industri pengolahan ubi kayu.


(56)

2.1. Landasan Teori 2.1.1. Tanaman Ubi Kayu

Tanaman ubi kayu merupakan salah satu hasil komoditi pertanian di Indonesia yang biasanya dipakai sebagai bahan makanan. Seiring dengan perkembangan teknologi, maka ubi kayu ini bukan hanya dipakai sebagai bahan makanan saja tetapi juga dipakai sebagai bahan baku industri.

Dalam sistematika tanaman, ubi kayu termasuk kelas dicotyledonae, ubi kayu masuk dalam family euphorbiaceae yang mempunyai 7.200 spesies, beberapa di antaranya mempunyai nilai komersial, seperti karet (Hevea Brasiliensis), jarak (Ricinus comunis dan Jatropha curcas). Klasifikasi tanaman ubi kayu sebagai berikut.

Kelas : Dicotyledoneae Sub kelas : Arhichlamydeae Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Sub family : Manihotae Genus : Manihot

Species : Manihot esculenta Crantz

Manihot esculenta Crantz mempunyai nama lain M. utilissima dan M. alpi. Semua genus Manihot berasal dari Amerika Selatan. Brasil merupakan pusat asal dan sekaligus sebagai pusat keragaman ubi kayu. Manihot mempunyai 100 spesies yang telah diklasifikasikan dan mayoritas ditemukan di daerah yang relatif kering.


(57)

Tanaman ubi kayu tumbuh di daerah antara 300 lintang selatan dan 300 lintang utara, yakni daerah dengan suhu rata-rata lebih dari 180C dengan curah hujan di atas 500 mm/tahun. Namun demikian tanaman ubi kayu dapat tumbuh pada ketinggian 2000 meter dpl atau di daerah sub tropika dengan suhu rata-rata 160C. di ketinggian tempat sampai 300 m dpl tanaman ubi kayu dapat menghasilkan umbi dengan baik, tetapi tidak dapat berbunga. Namun, di ketinggian tempat 800 m dpl tanaman ubi kayu dapat menghasilkan bunga dan biji. Ubi kayu mampu berproduksi baik pada lingkungan sub-optimal dan mempunyai pertumbuhan yang relatif lebih baik pada lingkungan sub-optimal dibandingkan dengan tanaman lain. Namun, agar dapat berproduksi optimal ubi kayu membutuhkan curah hujan 150-200 mm/bulan saat umur 1-3 bulan, 250-300 mm/bulan saat umur 4-7 bulan, dan 100-150 mm/bulan pada fase menjelang dan saat panen (Prihandana, 2007).

Beberapa varietas tanaman ubi kayu yang banyak memberikan hasil dari pertanamannya dapat dikemukakan sebagai berikut:

a. Jenis Mangi

Hasil umbi yang diberikan dalam pertanaman seluas 1 Ha adalah + 200 kuintal, umbi-umbinya panjang bertangkai, kadar zat tepung sekitar 37%, bila direbus rasanya manis.

b. Jenis Valenca

Memberi hasil untuk pertanaman seluas 1 Ha sekitar 200 kuintal umbi, keadaan umbi dari sedang sampai gemuk dan bertangkai, kadar zat tepung sekitar 33,1%, bila direbus rasanya manis.


(58)

c. Jenis Betawi

Hasil umbi yang diperoleh dari pertanaman 1 Ha adalah sekitar 200 kuintal sampai 300 kuintal, umbinya gemuk-gemuk tidak bertangkai, kadar zat tepung +34,4%, rasanya manis

d. Jenis Bogor

Hendaknya diperhatikan agar umbinya perlu dimakan karena rasanya pahit dan beracun, hanya baik untuk dibuat tepung kanji. Umbinya memang gemuk-gemuk, bertangkai dengan kadar zat tepung yang dikandungnya sekitar 30,9%. Hasil penanaman 1 Ha sekitar 400 kwintal

e. Jenis Basiorao

Umbinya beracun, rasanya pahit, keadaan umbi agak gemuk dan bertangkai pendek, kadar zat tepung sekitar 31,2%. Hasil umbi yang diperoleh untuk penanaman seluas 1 Ha adalah sekitar 300 kwintal, sebagai bahan baku industri tepung kanji.

f. Jenis Sao Pedro Petro

Keadaan umbi seperti di atas dengan kadar zat tepung 35,4%, hasil umbi per hektar sekitar 400 kwintal

g. Jenis Muara

Hasil umbinya gemuk-gemuk, tetapi sangat beracun, kadar zat tepung 26,9%, hasil per hektar sekitar 400 kwintal

(Kartasapoetra, 1994).

2.1.2. Panen dan Pasca Panen Ubi Kayu

Umbi kayu biasanya dipanen setelah tanamannya berumur antara 9-12 bulan, bahkan ada yang sampai 18 bulan. Tetapi apabila terlalu lama tentunya akan banyak berserat dan berkayu (become fibrous and woody). Pemanenan


(59)

dilakukan dengan mencabut tanaman, cara pencabutan pada tanah yang gembur tentu akan mudah, sedang pada tanah yang agak berat sampai berat pencabutan harus dibantu dengan peralatan, cangkul, potongan bambu atau linggis, tetapi yang penting dalam pencabutan-pencabutan ini hendaknya diperhatikan agar umbi tidak terluka atau terpotong, kelukaan akan cepat menimbulkan kerusakan biologis, fisiologis dan mikroba (Kartasapoetra, 1994).

2.1.3. Pengolahan Pasca Panen Ubi Kayu

Dalam bidang pertanian istilah pasca panen diartikan sebagai tindakan atau perlakuan yang diberikan pada hasil pertanian setelah panen sampai komoditas berada di tangan konsumen. Istilah tersebut secara keilmuan lebih tepat disebut pasca produksi (postproduction) yang dapat dibagi dalam dua bagian atau tahapan, yaitu pasca panen (postharvest) dan pengolahan (processing). Penanganan pasca panen (postharvest) sering disebut juga sebagai pengolahan primer (primary processing) merupakan istilah yang digunakan untuk semua perlakuan dari mulai panen sampai komoditas dapat dikonsumsi “segar” atau untuk persiapan pengolahan berikutnya. Umumnya perlakuan tersebut tidak mengubah bentuk penampilan atau penampakan, kedalamnya termasuk berbagai aspek dari pemasaran dan distribusi. Pengolahan (secondary processing) merupakan tindakan yang mengubah hasil tanaman ke kondisi lain atau bentuk lain dengan tujuan dapat tahan lebih lama (pengawetan), mencegah perubahan yang tidak dikehendaki atau untuk penggunaan lain, di dalamnya termasuk pengolahan pangan dan pengolahan industri.

Agroindustri merupakan satu subsistem dalam sistem agribisnis. Secara garis besar, terdapat lima subsistem produksi/usahatani (farming), yaitu:


(1)

Akhirnya segala bantuan, dorongan jasa dan kerjasama yang telah diberikan semua pihak, semoga mendapat ridho dan berkah dari Allah SWT. Penulis harapkan semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Medan, Oktober 2014

Anggra Wirahadi NIM: 100304014


(2)

vi DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

ABSTRAK ... i

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Kegunaan Penelitian ... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Landasan Teori ... 7

2.1.1. Tanaman Ubi Kayu ... 7

2.1.2. Panen dan Pasca Panen Ubi Kayu ... 9

2.1.3. Pengolahan Pasca Panen Ubi Kayu ... 10

2.1.4. Biaya ... 15

2.1.5. Kelayakan Usaha ... 16

2.1.6. Nilai Tambah ... 18

2.2. Penelitian Terdahulu ... 20

2.3. Kerangka Penelitian ... 21

2.4. Hipotesis Penelitian ... 23

BAB III. METODE PENELITIAN ... 24

3.1. Metode Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian ... 24

3.2. Metode Pengmbilan Sampel ... 25

3.3. Metode Pengumpulan Data ... 26

3.4. Metode Analisis Data ... 27


(3)

BAB IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK

RESPONDEN ... 31

4.1. Sejarah Singkat Desa ... 31

4.2. Kedaan Geografis ... 32

4.2.1. Letak dan Batas Wilayah ... 32

4.2.2. Luas Wilayah dan Topografi ... 33

4.3. Kondisi Sosial Ekonomi ... 35

4.4. Kondisi Sosial Budaya... 35

4.5. Sarana dan Prasarana ... 36

4.6. Kondisi Ekonomi ... 37

4.6.1. Bidang Pertanian... 37

4.6.2. Bidang Industri ... 38

4.6.3. Bidang Perdagangan ... 38

4.6.4. Bidang Perkoperasian ... 38

4.6.5. Agen Beli Jual Hasil Pertanian ... 38

4.7. Karakteristik Responden... 38

4.7.1. Umur Pengolah ... 38

4.7.2. Pendidikan dan Pengalaman ... 39

4.7.3. Profil Keluaga Pengolah ... 41

4.7.4. Rata-Rata Produksi Mie Iris Ubi ... 42

BAB V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 44

5.1. Kegiatan Produksi ... 44

5.1.1. Penyediaan Bahan Baku ... 44

5.1.2. Tahapan Kegiatan Produksi ... 45

5.2. Analisis Kelayakan Usaha Pengolahan Mie Iris Ubi... 47

5.2.1. Biaya Peralatan Mie Iris Ubi ... 47

5.2.2. Biaya Produksi Untuk Pengolahan Mie Iris Ubi ... 49

5.2.3. Analisis Keuntungan pada Pengolahan Mie Iris Ubi ... 50

5.2.4. Analisis Kelayakan (R/C) ... 51

5.3. Analisis Nilai Tambah ... 52

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 56

6.1. Kesimpulan ... 56

6.2. Saran ... 57 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN


(4)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Hal.

Tabel 3.1. Tabel 4.2.2.a Tabel 4.2.2.b. Tabel 4.7.1 Tabel 4.7.2.a. Tabel 4.7.2.b. Tabel 4.7.3.a. Tabel 4.7.3.b. Tabel 4.7.4. Tabel 5.2.1. Tabel 5.2.2. Tabel 5.2.3. Tabel 5.3.

Data Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Kabupaten/ Kota di Sumatera Utara Tahun 2012 Jumlah Penduduk Desa Pegajahan Berdasarkan Golongan Usia dan Jenis Kelamin Tahun 2013 Data Perkembangan/Pertambahan Penduduk Desa Pegajahan Tahun 2013

Umur Pengolah Mie Iris Ubi

Tingkat Pendidikan Pengolah Mie Iris Ubi

Pengalaman Pengolah Sampel pada Pengolah Mie Iris Ubi

Jumlah Tanggungan Pengolah Mie Iris Ubi Pekerjaan Lain Selain Mengolah Mie Iris Ubi Rata-Rata Produksi Mie Iris Ubi

Rincian Rata-Rata Biaya Penyusutan Peralatan Untuk 30 Sampel dalam Pengolahan Ubi Kayu Menjadi Mie Iris Ubi Per Produksi

Rincian Rata-Rata Biaya Produksi Ubi Kayu Menjadi Mie Iris Ubi Pada Pengolah di Desa Pegajahan, Kec. Pegajahan Untuk Sekali Produksi

Keuntungan yang Diperoleh Pengolah dari Pengolahan Mie Iris Ubi dalam Sekali Produksi

Analisis Nilai Tambah Pengolahan Mie Iris Ubi kayu

23 34 34 39 40 40 41 42 42 48 49 50 53


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Hal.

1. 2.

Pohon Industri Ubi Kayu Skema Kerangka Pemikiran

14 21


(6)

x

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Lampiran

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.

Identitas Responden yang Menjadi Sampel

Berdasarkan Umur, Pendidikan, dan Lama Berusaha Status Pengolahan Ubi Kayu Sebagai Mata

Pencaharian Utama dan Jumlah Unit Usaha yang Dimiliki Responden yang Menjadi Sampel Jumlah Tanggungan Responden yang Menjadi Sampel

Pekerjaan Lain dan Pendapatan Rata-Rata per Bulan Responden yang Menjadi Sampel

Banyaknya Proses Produksi Per Minggu dan Per Bulan yang Dilakukan Responden yang Menjadi Sampel

Rincian Kebutuhan Bahan Baku Ubi Kayu, Harga Beli Ubi Kayu, dan Biaya Pembelian Ubi Kayu tiap Responden yang Menjadi Sampel Untuk Sekali Produksi

Jumlah Penggunaan Alat-Alat Produksi Ubi Kayu yang Digunakan Responden yang Menjadi Sampel Rincian Biaya Pembelian Alat-Alat yang Digunakan dalam Proses Produksi Ubi Kayu Menjadi Mie Iris Oleh Responden yang Menjadi Sampel

Rincian Rata-Rata Biaya Penyusutan Peralatan dalam Pengolahan Ubi Kayu Menjadi Mie Iris Ubi Per Produksi Untuk 30 Sampel

Rincian Jumlah Bahan Penolong Kayu Bakar dan Brondolan Sawit yang Digunakan Tiap Pengolah yang Menjadi Sampel untuk Sekali Produksi Pemberian Upah Tenaga Kerja yang Digunakan Responden yang Menjadi Sampel dalam Satu Kali Produksi

Kebutuhan Tenaga Kerja

Kebutuhan Bahan Baku, Hasil Olahan Mie Iris Ubi, Harga Jual dan Penerimaan Total untuk Sekali Produki yang Diterima Responden yang Menjadi Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13