Analisis Pengaruh Harga dan Faktor Psikologis Konsumen Terhadap Pengambilan Keputusan Nasabah Memilih Tabungan Haji Di Bank Muamalat Cabang Tanjung Balai

BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Penelitian Terdahulu
Hasil

penelitian

terdahulu

yang

dilakukan

Tim

Penelitian

dan

Pengembangan Bank Syariah Bank Indonesia tahun 2001 berdasarkan hasil survei

menunjukkan bahwa persepsi bunga dari sudut pandang agama dapat dibedakan
menjadi tiga pendapat; (1) bertentangan dengan ajaran agama, (2) tidak
bertentangan dengan ajaran agama, (3) tidak tahu/ragu-ragu. Survey di Jawa Barat
tahun 2001 menunjukkan indikasi bahwa 62% responden menyatakan
bertentangan dengan ajaran agama, sementara 22% diantara responden
menyatakan tidak bertentangan dan sisanya (16%) menyatakan tidak tahu/raguragu. Sedangkan hasil penelitian Bank Indonesia tahun 2001 di Sumatera Barat
menunjukkan bahwa 20% masyarakat menyatakan bunga itu haram, 39%
menyatakan tidak tahu/ ragu-ragu, dan sisanya 41% menyatakan bahwa bunga itu
tidak haram. (dalam Utomo, 2001),
Untuk tingkatan internasional, penelitian tentang perilaku nasabah Islamic
Bank di Bahrain oleh Metawa & Almossawi (1998) menemukan bahwa keputusan
nasabah dalam memilih bank syariah lebih didorong oleh faktor keagamaan
melalui dukungan masyarakat pada ketaatan perbankan terhadap prinsip-prinsip
Islam. Di samping itu masyarakat di negara tersebut mereka juga dipengaruhi oleh
dorongan keluarga, dan teman serta lokasi keberadaan bank.

Universitas Sumatera Utara

Penelitian yang dilakukan oleh Irbid dan Zarka (2001) memberikan
kesimpulan yang berbeda tentang faktor yang mendorong nasabah memilih bank

konvensional atau bank syariah. Hasil penelitian tersebut mendukung bahwa
motivasi nasabah dalam memilih bank syariah cenderung didasarkan kepada motif
keuntungan, bukan kepada motif keagamaan. Dengan kata lain, nasabah lebih
mengutamakan economic rationale dalam keputusan memilih bank syariah
dibandingkan dengan lembaga perbankan non-syariah atau bank konvensional.
Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Center for Banking Research
(CBR) Universitas Andalas kerjasama dengan Bank Indonesia (2010) tentang
Identifikasi Faktor Penentu Keputusan Konsumen dalam Memilih Jasa Perbankan;
Bank Syariah vs Bank Konvensional. Hasil penelitian melalui pengolahan analisis
faktor menemukan bahwa faktor internal yang sangat mempengaruhi keputusan
konsumen dibandingkan faktor eksternal. Faktor internal untuk memilih bank
syariah adalah (1) persepsi, (2) biaya dan manfaat, dan (3) agama. Sementara itu,
faktor internal yang mempengaruhi keputusan memilih bank konvensional terdiri
dari; (1) motivasi rasional, (2) biaya dan manfaat, dan (3) gaya hidup.

2.2. Landasan Teori
2.2.1. Teori Pemasaran Jasa
Pemasaran merupakan bagian yang sangat penting bagi perusahaan untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam menghadapi persaingan yang
semakin ketat. Kita ketahui bahwa “Pemasaran merupakan kegiatan yang

bertujuan untuk memperlancar arus barang dan jasa dari perusahaan kepada

Universitas Sumatera Utara

konsumen secara efektif dengan maksud dapat menciptakan permintaan efektif”.
(Kotler & Armstrong, 2008)
Sebenarnya pemasaran bukanlah sekedar meliputi kegiatan menjual barang
dan jasa, akan tetapi meliputi kegiatan-kegiatan yang dilakukan sebelum dan
sesudah barang dan jasa dihasilkan. Banyak ahli mengemukakan pendapatnya
tentang pengertian pemasaran menurut persepsinya masing-masing yang pada
prinsipnya mempunyai pengertian yang sama. Berikut ini dikemukakan pendapat
beberapa ahli: “Pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya individu
dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan
menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukaran produk yang bernilai
dengan pihak lain”.(Kotler & Keller,2007)
Dari defenisi-defenisi pemasaran di atas dapat diketahui bahwa pengertian
pamasaran bukan hanya sekedar menjual satu produk atau usaha memasang iklan.
Akan tetapi pengertian pemasaran mempunyai makna yang lebih luas, dimulai
dari sejak produk belum dihasilkan. Artinya kegiatan pemasaran telah ada
sebelum adanya produk. Kegiatan pemasaran tersebut antara lain penelitian

terhadap kebutuhan konsumen, peluang pasar dan lain-lain. Kemudian barulah
produk tersebut dihasilkan berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan.
Setelah itu perusahaan akan menyusun strategi pemasaran seperti harga, promosi
dan penentuan distribusi yang paling sesuai dengan produk tersebut.
Pentingnya manajemen pemasaran untuk kegiatan pemasaran itu sehingga
harus dipikirkan sasaran dan cara mendapatkan tanggapan yang dikehendaki oleh
pihak lain. Manajemen pemasaran dapat diartikan sebagai : “Suatu seni dan ilmu

Universitas Sumatera Utara

memilih pasar sasaran dan mendapatkan, menjaga, dan menumbuhkan pelanggan
dengan menciptakan, menyerahkan dan mengomunikasikan nilai pelanggan yang
unggul”.(Kotler&Keller, 2007)
Rangkuti (2003) menyatakan bahwa, “Pemasaran jasa tidak sama dengan
pemasaran produk. Pemasaran jasa lebih bersifat intangible dan immaterial
karena produknya tidak kasat mata dan tidak dapat diraba, produk jasa
dilakukan saat konsumen berhadapan dengan petugas sehingga
pengawasan kualitasnya dilakukan dengan segera, interaksi antara
konsumen dan petugas adalah penting untuk mewujudkan produk yang
dibentuk”.

Menurut Yazid (2001) bahwa dalam pemasaran jasa, ada elemen-elemen
lain yang bisa dikontrol dan dikoordinasikan untuk keperluan komunikasi
dan pemuasan konsumen jasa. Elemen-elemen tersebut adalah: orang
(people or participant), lingkukang fisik dimana jasa diberikan atau bukti
fisik (physical evidence), dan proses (process) jasa itu sendiri. Sebagai
suatu bauran, elemen-elemen tersebut saling mempengaruhi satu sama lain
sehingga bila salah satu tidak tepat pengorganisasiannya akan
mempengaruhi strategi pemasaran jasa secara keseluruhan.
Zethalm dan Bitner dalam Lupiyoadi (2001) memberikan batasan tentang
jasa sebagai berikut: “service is all economic activities whose output is not
physical product or construction is generally consumed at that time it is
produced, and provide added value in form (such as convenience,
amusement, comport or health)”. Atau jasa adalah semua kegiatan
ekonomi yang menghasilkan output tidak berupa produk fisik atau
kontruksi yang secara umum dikonsumsi pada saat diproduksi, dan
memberikan nilai tambah dalam bentuk (seperti kenyamanan, hiburan,
kesenangan, atau kesehatan).
Selanjutnya Kotler & Armstrong (2008) menyatakan bahwa, “jasa adalah
bentuk produk yang terdiri dari aktivitas, manfaat atau kepuasan yang ditawarkan
untuk dijual dan pada dasarnya tak berwujud serta tidak menghasilkan

kepemilikan akan sesuatu”.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat dikemukakan bahwa jasa merupakan
suatu tindakan atau kegiatan yang bersifat tak berwujud. Dengan demikian jika
sesuatu diproduksi maka jasa dilaksanakan.Jadi jelas kualitas jasa dinilai dari

Universitas Sumatera Utara

pelaksanaannya atau hasil kerjanya bukan dari karakteristiknya secara fisik.Dalam
proses pertukarannya konsumen membayar untuk sesuatu yang tidak berwujud.
Walaupun pada pembelian jasa-jasa tertentu konsumen memperoleh sesuatu yang
berwujud, seperti kartu kredit, polis asuransi, tetapi pada dasarnya yang dibeli
bukanlah benda-benda tersebut.
Produk jasa ada dua macam, yaitu produk jasa industri dan produk jasa
konsumen. Produk jasa industri disediakan untuk organisasi dalam lingkungan
yang luas, termasuk pengolahan, pertambangan, pertanian, organisasi dalam
lingkungan yang luas, seperti jasa penelitian, jasa financial, jasa pendidikan dan
sebagainya.
Sedangkan produk jasa konsumen banyak dipergunakan secara luas dalam
masyarakat seperti jasa hiburan, kesehatan, transportasi, perbankan dan lain
sebagainya.

Jasa berbeda dengan hasil produksi perusahaan. Jasa tidak dapat dilihat,
diraba, dirasa, didengar, dicium sebelum jasa itu dibeli. Benda atau barang yang
kita beli atau yang kita gunakan sehari-hari adalah sebuah objek, sebuah alat atau
sebuah benda, sedangkan jasa merupakan perbuatan, penampilan atau sebuah
usaha.
Bila kita membeli barang, maka barang tersebut dipakai atau ditempatkan
di suatu tempat. Tetapi bila membeli jasa, maka pada umumnya tidak ada
wujudnya.

Bila uang dibayar untuk membeli jasa, maka pembeli tidak akan

memperoleh tambahan benda-benda yang dapat dibawa ke rumah. Jasa
dikonsumsi tetapi tidak memiliki. Walaupun penampilan jasa diwakili oleh suatu

Universitas Sumatera Utara

wujud tertentu, misal pesawat atau mobil dapat mewakili jasa yang ditawarkan
oleh taksi, namun esensi jasa yang dibeli adalah penampilan.
Umumnya jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersama tidak seperti
barang fisik yang diproduksi, disimpan dalam persediaan, didistribusikan lewat

berbagai penjualan dan baru kemudian dikonsumsi. Sedangkan jasa biasanya
dijual dahulu, kemudian diproduksi dan dikonsumsi secara serentak. Misalnya,
jasa yang diberikan oleh sebuah perusahaan penerbangan, calon penumpang
membeli tiket, kemudian berangkat dan duduk dalam kabin pesawat, lalu pesawat
menerbangkannya ke tempat tujuannya, pada saat penumpang itu duduk dalam
kabin pesawat, pada saat itulah jasa diproduksi.
Jasa juga sangat bervariasi, karena tergantung pada siapa yang
menyediakan dan kapan serta di mana jasa itu dilakukan. Misalkan saja jasa yang
diberikan oleh sebuah maskapai penerbangan yang melayani rute terbang pendek
dengan maskapai penerbangan yang melayani rute terbang yang panjang, akan
sangat berbeda.
Selain itu jasa tidak dapat disimpan. Seorang calon penumpang yang telah
membeli tiket pesawat untuk suatu tujuan tertentu tetap dikenakan biaya
administrasi, walaupun ia tidak jadi berangkat. Tidak tahan lamanya jasa tidak
jadi masalah bila permintaan tetap. Tetapi jika permintaan berfluktuasi,
perusahaan menghadapi masalah yang rumit. Misalnya, pada musim-musim
puncak seperti liburan sekolah, tahun baru, musim haji, atau hari raya, sebuah
perusahaan penerbangan harus mempersiapkan lebih armada pesawat dari
biasanya, dari pada jika permintaan sama sepanjang bulan-bulan biasa.


Universitas Sumatera Utara

Menurut Berry dalam Alma (2011) mengemukakan ada 3 karakteristik jasa
yaitu : (1) lebih bersifat tidak berujud daripada berujud (more intangible than
tangible), (2) produksi dan konsumsi bersamaan waktu (simultaneous production
and consumption), (3) kurang memiliki standar dan keseragaman (less
standardized and uniform).
Melihat karakteristik yang demikian akan jasa maka bagi pemasar yang
memilih melakukan pemasaran jasa harus lebih mengenal sifat-sifat khusus dari
pemasaran jasa sebagaimana dikemukakan oleh Alma (2011) berikut :
Sifat-sifat khusus dari pemasaran jasa antara lain : (1) Menyesuaikan
dengan selera konsumen; (2) Keberhasilan pemasaran jasa dipengaruhi oleh
jumlah pendapatan penduduk; (3) Pada pemasaran jasa tidak ada pelaksanaan
fungsi penyimpanan; (4) Mutu jasa dipengaruhi oleh benda berujud
(perlengkapannya); (5) Saluran distribusi dalam marketing jasa tidak begitu
penting; dan (6) Beberapa problema pemasaran dan harga jasa
Dengan lebih mengenal karakteristik dan sifat pemasaran jasa akan lebih
mudah pemasar dalam mengatur strategi pemasarannya.

2.2.2. Teori Harga

Masalah kebijaksanaan penetapan harga merupakan merupakan hal yang
kompleks dan rumit. Untuk itu dibutuhkan suatu pendekatan yang sistematis, yang
melibatkan penetapan tujuan dan mengembangkan suatu struktur penetapan harga
yang tepat. Karenanya akan dibahas terlebih dahulu pengertian mengenai harga.
Menurut Kotler & Armstrong (2008) dalam arti sempit, harga (price)
adalah jumlah yang ditagihkan dalam suatu produk dan jasa. Secara luas, harga
adalah jumlah semua nilai yang diberikan oleh pelanggan untuk mendapatkan
keuntungan dari memiliki atau menggunakan suatu produk atau jasa.

Universitas Sumatera Utara

Dari defenisi harga di atas, dapat disimpulakan bahwa harga adalah nilai
suatu barang atau jasa yang diukur dengan sejumlah uang yang dikeluarkan oleh
pembeli untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari barang atau jasa berikut
pelayanannya.
Pada hakekatnya tujuan pemasaran adalah menciptakan permintaan atas
suatu produk. Kebijakan bauran pemasaran merupakan alat yang dipergunakan
untuk tujuan tersebut. Kebijakan harga dipergunakan untuk merebut hati pembeli
melalui produk perusahaan. Variabel harga di dalam bauran pemasaran tidak
kalah pentingnya dibandingkan dengan variabel-variabel lainnya. Penetapan harga

atas suatu produk dapat menentukan apakah produk itu akan laku dipasar atau
tidak.
Dalam menetapkan harga, perusahaan harus mengetahui terlebih dahulu
tujuan dari penetapan harga itu sendiri. Makin jelas tujuannya, makin mudah
harga ditetapkan. Pada dasarnya, tujuan penetapan harga dapat dikaitkan dengan
laba atau volume tertentu. Tujuan ini harus selaras dengan tujuan pemasaran yang
dikembangkan dari tujuan perusahaan secara keseluruhan. Keputusan penetapan
harga, seperti keputusan bauran pemasaran lainnya, harus dimulai dengan nilai
pelanggan. Bila para pelanggan membeli sebuah produk, mereka menukarkan
suatu nilai (harganya) untuk mendapatkan sesuatu nilai (keuntungan dari memiliki
atau menggunakan produk). Secara efektif, penetapan harga yang berorientasi
pelanggan melibatkan pemahaman akan nilai yang dianggap pelanggan dapat
menggantikan keuntungan yang mereka peroleh dari produk dan menetapkan
harga yang menunjukkan nilai tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Kotler (2001) mengemukakan tujuan penetapan harga adalah:
1) Penetapan harga untuk laba maksimal
Salah satu tujuan yang paling lazim dalam penetapan harga ialah untuk
memperoleh hasil laba jangka pendek yang maksimal. Perusahaan harus yakin
dengan harga yang telah ditetapkan, apakah harga tersebut akan dapat bersaing
di pasar sehingga akan dapat meningkatkan volume penjualan.
2) Penetapan harga untuk merebut saham pasaran.
Perusahaan dapat memutuskan menetapkan harga untuk memaksimalkan
saham pasar. Harga sangat menentukan untuk persaingan di pasar, dengan
harga yang murah akan dapat mempengaruhi konsumen. Namun demikian
perusahaan hendaknya jangan hanya menetapkan harga yang rendah tetapi
kualitas produk tidak terjamin. Jika perusahaan mengabaikan kualitas barang
atau produk dikhawatirkan dengan harga yang murah konsumen malah akan
sebalikny berpaling pada produk yang lain.
3) Penetapan harga untuk pendapatan maksimal.
Mungkin perusahaan menetapkan harga yang dapat memaksimalkan
pendapatan penjualan sekarang. Hal ini merupakan soal menemukan
kombinasi harga/kuantitas yang menghasilkan pendapatan penjualan yang
terbesar. Perusahaan berhasrat untuk secara cepat menghasilkan dana tunai,
mungkin karena sedang haus mencari dana, atau karena ia menganggap masa
depan kurang menentu sehingga tidak membenarkan pembinaan pasar secara
benar.
4) Penetapan harga untuk sasaran laba

Universitas Sumatera Utara

Banyak perusahaan yang menetapkan tujuan penetapan harga untuk mencapai
tingkat hasil laba memuaskan. Akibatnya tidak jarang mengalami kerugian
dengan penetapan harga yang tidak seimbang dengan permintaan pasar. Hal
ini menjadi perhatian khusus bagi perusahaan agar tidak menetapkan harga
hanya semata untuk kepentingan laba.
5) Penetapan harga untuk promosi
Penetapan harga kadangkala bertujuan untuk mempromosikan produk baru
yang telah diproduksi oleh perusahaan. Banyak perusahaan berhasil
mempromosikan produknya dengan cara memberi harga yang murah kepada
konsumen. Namun demikian harga tersebut tentunya tidak baku atau tidak
tetap, suatu saat bilamana produk yang baru dipromosi tersebut telah dikenal
oleh konsumen maka perusahaan akan menstabilkan harga tersebut.
Gregorius (2002) menyatakan tujuan penetapan harga adalah:
1) Elastistisitas harga dari permintaan perusahaan
Penetapan harga tergantung pada dampak perubahan harga terhadap
permintaan.Akan tetapi perubahan harga memiliki dampak ganda terhadap
penerimaan penjualan perusahaan, perubahan unit penjualan dan perubahan
penerimaan per unit.Elastisitas harga dan sensitif harga merupakan dua konsep
yang berkaitan namun berbeda. Perubahan harga menyebabkan terjadinya
perubahan dalam unit penjualan.
2) Aksi dan reaksi pesaing
Reaksi pesaing terhadap perubahan harga merupakan salah satu faktor yang
perlu dipertimbangkan setiap perusahaan. Jika perubahan harga disamai oleh

Universitas Sumatera Utara

semua pesaing, maka sebenarnya tidak aka nada perubahan pangsa pasar. Oleh
sebab itu manajer pemasaran harus berusaha menentukan kemungkinan reaksi
penetapan harga pesaing.
3) Biaya dan konsekuensinya pada profitabilitas
Struktur biaya perusahaan merupakan faktor pokok yang menentukan batas
bawah harga. Artinya, tingkat harga minimal harus dapat menutup biaya.
Harga yang murah akan menyebabkan penurunan biaya jika penurunan
tersebut dapat menaikkan volume penjualan secara signifikan.
4) Kebijakan lini produk
Penetapan harga sebuah produk dapat berpengaruh terhadap penjualan produk
lainnya yang dihasilkan oleh perusahaan yang sama. Perusahaan dapat
menambah lini produknya dalam rangka memperluas served marked,
perluasan ini dapat dalam bentuk perluasan vertical dan perluasan horizontal.
Keberhasilan perusahaan dalam memasarkan produknya tidak terlepas dari
metode penetapan harga yang dilakukan perusahaan. Kegagalan yang ditimbulkan
perusahaan

dalam

hal

memasarkan

produknya

terkadang

disebabkan

ketidakmampuan perusahaan dalam mengendalikan harga. Agar perusahaan tidak
menderita kerugian terhadap pemasaran produknya hendaknya perusahaan harus
melihat metode penetapan harga yang akan diterapkan. Walaupun terdapat
berbagai cara untuk menetapkan harga jual, namun secara teoritis menurut Kotler
(2001) dalam menetapkan harga haruslah berorientasi kepada tiga hal yaitu:
1) Faktor Biaya

Universitas Sumatera Utara

Banyak perusahan menetapkan harga untuk sebagian besar ataupun
seluruhnya berdasarkan soal biaya. Pihak perusahaan hendaknya dalam
menentukan harga harus melihat total biaya yang telah dikeluarkan dari suatu
produk yang telah diproduksi. Sehingga harga yang telah ditetapkan akan
terjangkau oleh konsumen dan dapat bersaing di pasaran.
2) Faktor Permintaan
Penetapan harga yang berorientasi kepada permintaan menghendaki penetapan
harga yang lebih didasarkan pada persepsi konsumen dan intensitas
permintaan dan bukan pada biaya.Penetapan harga yang berorientasi pada
permintaan ini erat hubungannya dengan elastisitas permintaan dan
penawaran. Bila permintaan meningkat maka perusahaan akan cenderung
meningkatkan harga jual produksinya. Di samping elastisitas permintaan dan
penawaran terdapat pula beberapa faktor yang perlu diperhatikan oleh
perusahaan dalam menetapkan harga jual, diantaranya adalah persepsi nilai
dari pihak penjual atau perusahaan itu sendiri.
3) Faktor Persaingan
Dasar penetapan harga jual hasil produksi yang lainnya adalah faktor
persaingan yaitu harga jual yang ditetapkan oleh pesaing atas hasil
produksinya yang berlaku di pasar bebas.dalam hal ini pengusaha dapat
menetapkan harga di bawah, atau sama atau lebih. Maksudnya perusahaan
dalam menetapkan harga harus melihat pasar pesaing, terutama untuk pesaing
dengan produk sejenis.Keuntungan yang lebih baik diraih oleh perusahaan
apabila perusahaan bila meningkatkan volume penjualannya.

Universitas Sumatera Utara

Kotler (2001) menyebutkan bahwa penetapan harga jual suatu produk
dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
1) Cost-Plus Pricing (Penetapan harga berdasarkan biaya plus)
Dalam metode ini penjual atau produsen menetapkan harga jual untuk suatu
unit barang yang besarnya sama dengan jumlah biaya per unit ditambah
dengan sejumlah biaya lagi untuk mendapatkan laba yang diinginkan pada
unit tersebut. Rumus metode ini:
Harga Jual = Biaya Total + Marjin
Penetapan harga seperti ini paling banyak dipakai oleh pengecer dan grosir.
Mereka memberikan imbuhan harga tertentu (mark up) yang cukup untuk
menutupi biaya took, transport dan lain-lain (sejumlah % tertentu). Besarnya
mark upakan sangat tergantung pada produk. Mark up bervariasi, ini
menggambarkan perbedaan dalam biaya persatuan, perputaran, merek pabrik
dan merek privat, dan lain-lainnya.
2) Break-even analysis dan Target Profit Pricing (analisa titik impas dan
penetapan harga untuk sasaran laba).
Metode lainnya dalam penetapan harga yang berorientasi pada biaya adalah
“target profit pricing”. Perusahaan mencoba menetapkan harga yang akan
menghasilkan laba seperti yang telah ditetapkan sebelumnya.
Target pricing menggunakan konsep bagan break even. Bagan break even
menunjukkan total biaya dan total pendapatan (penjualan) atau total revenue
yang diharapkan pada berbagai tingkat penjualan.

Universitas Sumatera Utara

Metode ini digunakan oleh perusahaan yang menetapkan harga untuk
mencapai laba sebesar 15% atau 20% dari investasinya.Biasanya digunakan
oleh perusahaan umum negara (listrik, air, dan telepon) untuk mendapatkan
laba yang wajar dari investasi mereka.
3) Perceived-Value Pricing (penetapan harga menurut persepsi nilai)
Metode ini menetapkan harga berdasarkan nilai persepsi dari pembeli. Jadi
perusahaan akan berusaha merebut nilai persepsi tersebut, dan tidak
menetapkan harga berdasarkan biaya yang dikeluarkan oleh penjual. Misalnya
ada terdapat bermacam-macam harga yang ditetapkan oleh berbagai rumah
makan untuk suatu jenis makanan yang sama. Masing-masing pengusaha
dapat menaikkan harga karena adanya nilai tambah (value added) menurut
suasana tempat.
4) Going-rate pricing (penetapan harga dengan mengikuti harga)
Pada metode ini perusahaan mendasarkan harganya terutama pada harga
pesaing, dan kurang memperhatikan biaya atau permintaan sendiri.
Perusahaan dapat menetapkan harga yang sama, lebih tinggi, atau lebih murah
dari pesaingnya yang besar. Pada industri oligopolistik yang menjual komoditi
seperti baja, pupuk atau kertas, biasanya menetapkan harga yang sama. Dan
perusahaan yang kecil akan mengikuti saja jejak pemuka pasar dalam
mengikuti ketetapan harga.
Perusahaan kecil akan merubah harga produknya kalau pemuka pasar merubah
harga. Memang sebagian perusahaan kecil menambahkan sedikit premi atau
memotong harga yang kecil tetapi sangat memperhatikan perbedaan harga.

Universitas Sumatera Utara

Misalnya pengecer kecil yang menjual bensin yang biasanya menetapkan
harga bensin lebih tinggi beberapa puluh rupiah dari penyalur yang lebih
besar.
Metode going rate pricing sangat popular. Kalau elastisitas permintaan sulit
diukur, perusahaan berpendapat bahwa harga yang berlaku pada suatu waktu
menunjukkan kebijaksanaan bersama daripada industri yang bersangkutan
mengenai harga yang akan menghasilkan laba yang wajar. Juga mereka telah
bersepakat mengadakan penyesuaian dengan harga yang berlaku, untuk
menjaga keharmonisan industri bersangkutan.
5) Sealed-bird pricing (penawaran harga dalam sampul tertutup)
Metode penetapan harga ini adalah dalam rangka melaksanakan suatu
pekerjaan atau proyek. Jadi berdasarkan pada persaingan yang akan terjadi
bila perusahaan mengikuti suatu tender. Dalam penetapan harga, perusahaan
berpatokan kepada suatu harapan, akan berapa besar harga yang akan
ditetapkan oleh para pesaing sedangkan hubungan antara harga tersebut
dengan biaya dan permintaan perusahaan diabaikan. Perusahaan berupaya
dengan giat untuk memenangkan tender dan memperoleh kontrak, untuk itu
perlu penetapan harga yang lebih rendah dari perusahaan lainnya.
Walaupun demikian, tidak berarti perusahaan dapat menetapkan harga di
bawah harga pokok tanpa merusak posisi perusahaan. Sebaliknya juga, bila
harga yang ditetapkan semakin tinggi di atas harga pokok, semakin sulit
peluang untuk memenangkan tender dan memperoleh kontrak.

Universitas Sumatera Utara

Dengan menggunakan laba yang diharapkan sebagai kriteria penetapan harga,
wajarlah kalau perusahaan banyak penawaran. Dengan cara untung-untungan
ini, perusahaan akan mencapai laba maksimum dalam jangka panjang.
Pada dasarnya setiap perusahaan dalam melakukan penjualan produknya
melakukan berbagai strategi agar produknya laku di pasar.Namun demikian
hendaknya pihak perusahaan juga melihat atau melakukan juga strategi harga
untuk meningkatkan penjualannya. Dengan kebijaksanaan harga yang diberikan
kepada konsumen atau pembeli, pihak konsumen akan merasa tertarik untuk
membeli produk yang ditawarkan atau dengan kata lain konsumen akan
terpengaruh untuk memilih dan membeli produk tersebut.
Untuk menarik para konsumen, maka produsen atau para penjual dapat
menggunakan kebijaksanaan harga promosi dan diskriminasi harga. Menurut
Alma (2011) harga promosi dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti:
1) Menjual barang dibawah harga pasar (loss leader pricing), dengan tujuan
untuk menarik para konsumen baru.
2) Menetapkan harga khusus pada peristiwa-peristiwa tertentu, misalnya pada
hari ulang tahun perusahaan, ulang tahun kota, atau pada hari-hari khusus
lainnya.
3) Memberikan potongan pada pembelian yang dilakukan secara kontan, atau
pembelian dalam jumlah banyak.
4) Menjual secara kredit, dengan perhitungan bunga rendah, bersaing dengan
perusahaan lain yang juga mengadakan penjualan kredit.

Universitas Sumatera Utara

5) Atau bisa pula menjual kredit, dengan memberikan cicilan jangka panjang,
sehingga pembayaran tiap bulan kecil.
6) Memberikan berbagai macam bonus pada setiap pembelian.
7) Memberikan harga yang berbeda, atau dengan istilah lain memberikan
diskriminasi harga disebabkan karena: segmen konsumen, anak-anak dewasa,
orang tua, berbeda karena kemasan, lokasi pembeli, waktu pembelian, seperti
tarif telepon atau tarif bus, taman rekreasi, hotel dan sebagainya berbeda pada
jam padat dan jam sepi.
8) Harga juga berbeda karena citra terhadap sesuatu produk, semakin tinggi.

2.2.3. Teori Faktor Psikologis
Titik awal memahami perilaku konsumen adalah dengan mengetahui pola
pembentuk konsumen itu sendiri. Bagaimana suatu konsep pemasaran dan
rangsangan lingkungan mempengaruhi kesadaran konsumen yang pada akhirnya
mempengaruhi keputusan pembelian. Satu proses psikologis berkombinasi dengan
karakteristik konsumen tertentu untuk menghasilkan proses keputusan dan
keputusan pembelian. Hal ini dimulai dari pemberian rangsangan pemasaran
berupa produk dan jasa, harga, distribusi dan komunikator serta rangsangan lain
seperti perkembangan ekonomi, teknologi politik dan budaya yang pada akhirnya
masuk ke diri konsumen membentuk motivasi, persepsi, pembelajaran dan
memori. Pada prosesnya keputusan pembelian oleh konsumen dilakukan setelah
konsumen melakukan pencarian informasi dan penilaian alternatif setelah terlebih
dahulu mengenali masalah pembelian barulah selanjutnya konsumen memutuskan
pilihan membeli karena produk, merek, atau karena metode pembayaran.

Universitas Sumatera Utara

Pilihan membeli seseorang juga dipengaruhi oleh empat faktor psikologis
utama yaitu : motivasi, persepsi, pembelajaran, kepercayaan dan sikap. (Kotler &
Armstrong, 2008). Tidak jauh beda dalam Kotler & Keller (2007) dinyatakan
“empat proses psikologis penting motivasi, persepsi, pembelajaran, dan memori
secara fundamental mempengaruhi tanggapan konsumen terhadap berbagai
rangsangan pemasaran.

2.2.3.1. Teori Motivasi
Emosi memegang peranan penting dalam keputusan konsumen dan
strategi pemasaran. Motivasi dan kepribadian sangat erat hubungannya dengan
emosi. Supranto dan Limakrisna (2011), menerangkan motivasi merupakan
kekuatan yang enerjik yang menggerakkan perilaku dan memberikan tujuan dan
arah pada perilaku. Robbins (2006), menerangkan motivasi sebagai proses yang
ikut menentukan intensitas, arah dan ketekunan individu dalam upaya mencapai
sasaran.
Dari pendapat diatas disimpulkan bahwa motivasi merupakan kekuatan
yang mendorong seseorang atau individu dalam melakukan sesuatu aktifitas
dalam mencapai tujuan. Sikap yang dimunculkan mencerminkan perilaku individu
tersebut. Dengan kata lain motivasi mempengaruhi perilaku individu dalam
memutuskan tindakan atau sikap yang ingin diambil.
Hal ini seperti yang dikemukakan Kotler & Armstrong (2008) mengenai
faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen sebagaimana terlihat pada
Gambar 2.1 berikut :

Universitas Sumatera Utara

Budaya
Sosial
Budaya

Pribadi
Kelompok
referensi

Usia dan tahap
siklus hidup
Pekerjaan

Sub Budaya

Keluarga

Situasi ekonomi
Gaya Hidup

Peran dan
Status
Kelas Sosial

Kepribadian dan
konsep diri

Psikologis
Motivasi
Persepsi

PEMBELI

Pembelajaran
Kepercayaan
dan Sikap

Sumber : Kotler & Armstrong (2008)
Gambar 2.1
Model Terperinci dari Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku
Konsumen
Berdasarkan gambar di atas dapat terlihat bahwa ada empat faktor utama
yang mempengaruhi perilaku pembeli antara lain faktor budaya, faktor sosial,
faktor pribadi dan faktor psikologis. Salah satu sub faktor yang mempengaruhi
dari faktor psikologis adalah motivasi.
Motivasi terbentuk karena adanya suatu motif yang mana merupakan
konstrak mewakili kekuatan dalam yang tak terlihat dan memaksa suatu respon
perilaku dan memberikan pengarahan khusus terhadap respon. Motivasi adalah
sebagai suatu tenaga pendorong yang dapat dijelaskan berdasarkan konsep yang
diungkapkan beberapa ahli berikut ini (Ali Hassan, 2010) :
Teori Freud : motivasi adalah kekuatan yang mampu membentuk prilaku
biologis, psikologis dan moral. Teori ini dikembangkan sebagai
motivational positioning (penempatan persepsi produk) pada tingkat
tertentu (biologis, psikologis dan moral) untuk membangkitkan
sekumpulan motif yang unik dalam diri konsumen.

Universitas Sumatera Utara

Teori Maslow : kebutuhan manusia tersusun yang paling mendesak sampai
yang kurang mendesak. Kebutuhan manusia terdiri atas kebutuhan (1)
fisik, (2) rasa aman, (3) sosial, (4) penghargaan, dan (5) aktualisasi diri.
Teori Maslow merupakan teori yang dirancang untuk menjelaskan
perilaku sebagian besar manusia secara umum. Supranto dan Limakrisna (2011)
mengemukakan hirarki kebutuhan menurut Maslow didasarkan pada empat
premis, yaitu :
1. Semua manusia memerlukan suatu set motif yang mirip melalui anugerah
genetik dan interaksi sosial.
2. Beberapa motif lebih mendasar atau kritis daripada lainnya.
3. Motif yang lebih mendasar harus dipenuhi sampai pada tingkat minimum,
sebelum motif lain mulai dipenuhi.
4. Ketika motif dasar sudah bisa dipenuhi, motif selanjutnya akan timbul.
Dalam buku “Marketing Bank Syariah” karangan Ali Hasan (2010), Riset
motivasi menemukan proporsi kepuasan dan motivasi ekonomi yang berbeda
dalam hirarki kebutuhan sebagaimana terlihat pada Gambar 2.2 berikut :
Hirarki

%
10

1

2

40

Rasional
Opportunity for
more investment
Efficiency in
operation
Dependability in
quality & use

Motivasi Ekonomi
Emosional
Spiritual
Pleasure
Happiness the
world and in the
Simplicity
akhirat
Activity
Pride of personal
appearance

Reward from Allah
SWT
Full donate / zakat

50

Enhancement of
Cleanliness

Pride of possession
Cooperation
Empathy

4

70

Economy in
purchase
Protection

5

85

Safety
Added value for
economic

Health
Personal comport

3

Security

Liked a give for
meal / sedekah
Gain the blessing of
Allah (barokah)
Expert financial
gain

Sumber : Ali Hasan (2010)
Gambar 2.2
Aplikasi Teori Kebutuhan Maslow Pada Masyarakat Muslim

Universitas Sumatera Utara

Dengan demikian bahwa dalam dunia bisnis, ditemukan korelasi positif
antara hirarki kebutuhan dengan tingkat perbedaan produk yang disukai. Tingkat
kebutuhan yang lebih tinggi akan menunjukkan perbedaan yang lebih besar pula
terhadap suatu produk. Implikasi penting dalam memasarkan produk adalah
pemasar harus mampu membuat tawaran produk yang lebih beragam, dan dengan
mempertimbangkan proporsi kebutuhan konsumen menuntut pemasar harus dapat
mengidentifikasi kualitas produk yang paling layak atau tidak untuk konsumen,
serta pemasar harus mampu mempertimbangkan nilai bagi pelanggan (customer
value) dengan pengorbanan pelanggan (customer cost).
Dalam teori Herzberg, ada implikasi yang membantu pemasar dalam
beberapa hal sebagaimana dikemukakan Ali Hasan (2010) bahwa:
Implikasi teori Herzberg : membantu marketer dalam: (1) menyesuaikan
daya tarik produk dengan perhatian seseorang yang mencari relaksasi
sosial, status, kesenangan; (2) mengenali daya dan menyesuaikan produk
dengan rencana, sasaran, dan kehidupan konsumen; (3) menghindari halhal yang menyebabkan dissatisfier dan mengidentifikasi satisfier utama
pembelian terhadap merek yang dibeli pelanggan.
Diterangkan pula, bahwa kajian empirik secara umum bahwa motivasi
yang memdorong nasabah menggunakan jasa bank syariah (Tabel 2.1), dan ketika
motivasi dipisah menjadi dua, yaitu motivasi internal dan motivasi eksternal.
Motivasi internal (Tabel 2.2) menunjukkan berturut-turut(dari yang lebih
tinggi ke yang rendah) ditentukan oleh motivasi personal, tuntutan bagi hasil yang
jujur, sistem bagi hasil (halal), menjalankan syariat Islam,d an kerelaan membantu
orang lain (tolong menolong).
Sementara itu, motivasi eksternal (Tabel 2.3) yang mempengaruhi
masyarakat dalam menggunakan produk perbankan atau lembaga keuangan

Universitas Sumatera Utara

syariah secara berturut adalah orang lain, transparansi, pelayanan, transaksi, dan
promosi.
Tabel 2.1. Faktor Pendorong Masyarakat Menggunakan Bank Syariah (%)
1
2

Jasa sesuai kebutuhan
Bonafiditas dan keamanan

71,7
66,7

3
4
5
6
7
8
9
10
11

Variasi produk
Sikap dan perilaku staf karyawan sesuai syariah
Sesuai dengan agama yang dianut
Pelayanan cepat
Karyawati berbusana sesuai syariah
Tingkat kesehatan bank syariah
Lokasinya strategis, dekat dan terjangkau
Pelayanan tepat
Setelah membandingkan produk antara satu bank dengan lainnya

62,3
62,0
61,7
61,3
61,0
60,0
57,0
53,0
51,0

Sumber : Jasim Hamidi, dkk (dalam Ali Hasan;2010)

Tabel 2.2. Motivasi Internal

Faktor
Menjalank
an syariat
Islam
Hasil yang
halal
Rela
memberi
bantuan
Bagi hasil
yang jujur
Personal
N = 9767

Coefisien
Factor
Analysis
0,854
0,803

Dimensi
Tidak mau makan riba
Tidak setuju adanya riba
Sesuai visi dan misi Islam
Membelanjakan uang sesuai ajaran Alquran
Sistem bagi hasil sesuai ajaran Islam
Mencapai tujuan menabung secara halal
Rela berkorban menolong pengusaha kecil
Turut member bantuan orang lain
Penabung bank syariah meningkat
Turut andil dalam membangun perekonomian
Hak mendapat bagi hasil secara jujur
Hak mengambil uang sesuai dengan kesepakatan
Kemauan diri sendiri

0,607
0,531
0,824
0,625
0,828
0,725
0,684
0,422
0,776
0,742
0,904

%

0,699

0,725

0,599

0,759
0,904

Sumber : Jasim Hamidi, dkk (dalam Ali Hasan;2010)

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.3. Motivasi Eksternal

Dimensi
Promosi

Item
Papan iklan atau spanduk
Iklan TV

Brosur dan selebaran
Tawaran petugas
Variasi produk
Nama Bank
Orang lain
Teman
Tetangga
Lokasi
Anak-anak
Anggota keluarga lain
Istri atau suami
Pelayanan
Prosedur pelayanan
Ketetapan janji
Komunikasi karyawan
Keamanan karyawan
Transparansi Informasi keuangan akhir periode
Laporan keuangan transparan
Keamanan bertransaksi
Transaksi
Kecepatan transaksi
Keadilan dalam pelayanan

Coefisien
Factor
Analysis
0,790
0,758
0,748
0,672
-0,514
0,514
0,908
0,896
0,534
0,796
0,789
0,769
0,695
0,676
0,674
0,670
0,809
0,796
0,454
0,691
0,604

%

0,495

0,782

0,679

0,686

0,648

Sumber : Jasim Hamidi, dkk (dalam Ali Hasan;2010)
Riset motivasi telah menemukan bahwa orang melakukan pembelian
demikian untuk berbagai motif. Dari pemaparan di atas kita jadi mengetahui motif
apa saja yang mendorong perilaku masyarakat memilih bank syariah sebagai
lembaga keuangan yang dipercayanya.
Menurut Alma (2011) mengenai buying motives ada 3 macam, yaitu:
1. Primary buying motive, yaitu motif untuk membeli yang sebenarnya.
Misalnya, kalau orang mau makan ia akan mencari nasi.
2. Selective buying motive, yaitu pemilihan terhadap barang, ini berdasarkan
ratio. Misalnya, apakah ada keuntungan bila membeli karcis.Seperti seseorang
ingin pergi ke Jakarta cukup dengan membeli karcis kelas ekonomi, tidak
perlu kelas eksekutif. Berdasarkan waktunya misalnya membeli makanan
dalam kaleng yang mudah dibuka, agar lebih cepat. Berdasarkan emosi,
seperti membeli sesuatu karena meniru orang lain. Jadi selective dapat

Universitas Sumatera Utara

berbentuk Rational Buying Motive, Emotional Buying Motive atau Impulse
(dorongan seketika).
3. Patronage buying motive. Ini adalah selective buying motive yang ditujukan
kepada tempat atau toko tertentu. Pemilihan ini bisa timbul karena layanan
memuaskan, tempatnya dekat, cukup persediaan barang, ada halaman parker,
orang-orang besar suka berbelanja ke situ dan sebagainya.
Kemampuan menentukan motif manusia membeli barang atau jasa bagi
pemasar menjadi nilai yang sangat berarti bagi perusahaan. Oleh karena itu
pemasar harus benar-benar memahami motif-motif pembelian tersebut.

2.2.3.2. Teori Persepsi
Di era globalisasi, persaingan bisnis sangat keras. Pemasar yang akan
menjual produknya, berupa barang/jasa agar bisa memenangkan persaingan harus
mampu memenuhi apa yang dibutuhkan dan diinginkan para konsumennya,
sehingga bisa memberikan nilai yang lebih baik (a better customer’s value)
daripada pesaingnya. Pemasar harus mencoba mempengaruhi perilaku konsumen,
dengan segala cara agar konsumen bersedia membeli produk yang ditawarkannya,
bahkan yang semula tidak ingin, menjadi ingin membeli. Karena pada prinsipnya
konsumen yang menolak hari ini belum tentu menolak hari berikutnya.
Namun kenyataan menunjukkan bahwa mengetahui kebutuhan dan
keinginan konsumen tidak mudah. Sikap dan perilaku konsumen sukar
ditebak/diramalkan. Konsumen bisa mengubah pikirannya pada detik-detik
terakhir pada saat proses pembelian terjadi, katakan saja ketika seorang konsumen
awalnya ingin membeli barang A dan pada akhirnya justru membeli barang B.
Salah satu yang menjadi berubahnya keputusan konsumen membeli barang A atau
barang B tersebut adalah persepsi konsumen terhadap barang yang ditawarkan.

Universitas Sumatera Utara

Pada dasarnya persepsi merupakan proses bagaimana rangsangan yang
diseleksi, diorganisasikan dan diinterpretasikan atau diberi nama/arti. Menurut
Stanton dalam Supranto & Limakrisna (2011): “Persepsi dapat diartikan sebagai
makna yang kita hubungkan berdasarkan pengalaman masa lampau, rangsangan
yang kita terima melalui 5 indera”. Menurut Webster’s New Word Dictionary
dalam Supranto & Limakrisna (2011): “Perception is the mental grasp of object,
etc. through the senses by perceiving or the knowledge etc got”.
Menurut Ali Hasan (2010) bahwa : Persepsi merupakan proses individu
(konsumen) memilih, mengorganisasi, dan menginterpretasi (memaknai)
masukan-masukan informasi yang dapat menciptakan gambaran objek
yang memiliki kebenaran subjektif (bersifat personal), memiliki arti
tertentu, dapat dirasakan melalui perhatikan, baik secara selektif, distorsi
maupun retensi.
Supranto & Limakrisna (2011) mengemukakan ada tiga urutan yang
pertama yaitu keterbukaan atau “exposure”, perhatian dan interpretasi membentuk
persepsi. Lebih lanjut diterangkan bahwa exposure terjadi ketika rangsangan
(stimulus) datang dalam kisaran saraf penerima pancaindera kita. Selanjutnya
perhatian (attention) terjadi ketika stimulus menggerakkan satu atau lebih panca
indera dan sensasi yang dihasilkan mengarah ke otak untuk diolah. Interpretasi
sendiri adalah pemberian arti/makna terhadap sensasi. Interpretasi merupakan
suatu fungsi “the gestalt” atau pola yang dibentuk oleh karakteristik stimulus,
individual dan situasional.
Dalam upaya mempengaruhi konsumen pemasar harus menggunakan
informasi sebagai bahan utama. Oleh karena itu suatu pemahaman tentang proses
persepsi merupakan pedoman yang sangat penting untuk strategi pemasaran.

Universitas Sumatera Utara

Persepsi nilai tergantung pada cara pelanggan menghubungkan berbagai
atribut produk yang relevan dengan dirinya sendiri konsekuensi-konsekuensi yang
relevan dengan dirinya sendiri dapat berbeda-beda pada berbagai tingkatan yang
lebih abstraks. Kuat tidaknya persepsi pada konsumen sangat tergantung pada
berbagai daya tarik dan kesesuaian objek dengan individu yang bersangkutan.
Kemampuan menciptakan nilai bagi pelanggan akan sangat tergantung
pada komitmen perusahaan terhadap kualitas. Produk yang dipersepsikan
memiliki kualitas adalah produk yang memiliki kesesuaian dengan yang
dibutuhkan pelanggan dan secara konsisten dapat memenuhi kepuasan pelanggan.
Menurut Ali Hasan (2010), untuk menciptakan kualitas harus dilakukan
berdasarkan kombinasi antara orientasi produk, orientasi proses, dan orientasi
pelanggan yang dihitung dari persepsi nilai.
Lebih lanjut diterangkan bahwa persepsi kualitas dan determinan
keinginan membeli tidak selalu dapat dipastikan bahwa produk berkualitas paling
tinggi akan dibeli, tetapi lebih ditentukan oleh bagaimana (a) persepsi kualitas,
waktu, uang dan usaha, (b) hubungan sosial: mempertimbangkan minat orang
lain, serta (c) kemampuan-kesulitan.

2.2.3.3. Teori Pembelajaran
Ketika orang bertindak, mereka belajar. Pembelajaran (learning)
menggambarkan perubahan dalam perilaku seseorang individu yang bersumber
dari pengalaman (Kotler & Armstrong,2008). Sebagian besar perilaku manusia
adalah hasil belajar. Ahli teori pembelajaran yakin bahwa pembelajaran dihasilkan

Universitas Sumatera Utara

melalui perpaduan kerja antara pendorong, rangsangan, isyarat bertindak,
tanggapan dan penguatan.
Teori pemasaran mengajarkan para pemasar bahwa mereka dapat
membangun permintaan atas produk dengan mengaitkannya pada dorongan yang
kuat, menggunakan isyarat yang memberikan pendorong atau motivasi, dan
memberikan pengukuhan yang positif. Perusahaan baru dapat memasuki pasar
dengan menawarkan bujukan yang sama dengan yang digunakan oleh para
pesaing dan memberikan konfigurasi isyarat yang serupa, karena pembeli
cenderung mengalihkan kesetiaan mereka pada merek yang mirip (generalisasi);
atau perusahaan tersebut dapat merangsang mereknya agar menarik bagi
sekumpulan pendorong yang berbeda dan memberikan isyarat yang memancing
perpindahan merek (diskriminasi). (Kotler & Keller, 2007)

2.2.3.4. Teori Sikap
Sikap merupakan konsep inti dalam ilmu psikologi selama lebih dari satu
abad, serta setidaknya memiliki 100 defenisi dan 500 cara mengukur mengenai
sikap yang diajukan. Walaupun pendekatan dominan terhadap sikap selalu
berubah dari tahun ke tahun, hampir semua defenisi sikap memiliki sati kesamaan
yaitu mengacu mengenai cara seseorang melakukan evaluasi. Atas dasar hal
tersebut Peter & Olson (2005) mendefenisikan sikap (attitude) sebagai evaluasi
secara menyeluruh yang dilakukan seseorang atas suatu konsep.
Lebih lanjut diterangkan bahwa konsumen dapat memiliki sikap terhadap
objek fisik dan sosial termasuk produk, merek, model, toko, dan orang, juga aspek
strategi pemasaran. Konsumen juga dapat memiliki sikap terhadap objek yang

Universitas Sumatera Utara

tidak dapat dihitung seperti konsep dan ide. Konsumen dapat memiliki sikap
terhadap perilaku atau aksi diri sendiri, termasuk aksinya di masa lalu dan
perilaku di masa depan.
Selain itu, Kotler & Armstrong (2008) menerangkan bahwa “sebuah sikap
menggambarkan penilaian kognitif yang baik maupun tidak baik, perasaanperasaan emosional, dan kecenderungan berbuat yang bertahan selama waktu
tertentu terhadap beberapa obyek atau gagasan.”
Orang yang mempunyai sikap terhadap hampir segala sesuatu : agama,
politik, pakaian, musik, makanan dan lain-lain. Sikap-sikap itu menempatkan
mereka dalam suatu kerangka berfikir, menyukai atau tidak menyukai suatu
obyek; menghampiri atau menjauhinya.
Sikap menyebabkan orang berperilaku secara tetap terhadap suatu obyek
yang sama. Orang tidak akan bereaksi atau membuat suatu penafsiran terhadap
setiap obyek dengan cara yang polos. Sikap berguna untuk menghemat tenaga dan
fikiran. Berdasarkan alasan ini, sikap amat sukar berubah. Sikap seseorang
bertahan dalam suatu pola yang tetap, dan perubahan satu sikap mungkin
memerlukan penyesuaian yang banyak dalam sikap lainnya. Karena itu, sebuah
perusahaan perlu menyesuaikan produk mereka dengan sikap yang telah ada,
daripada mencoba untuk mengubah sikap orang-orang. Sudah tentu ada juga
pengecualian di mana upaya mengubah sikap yang memerlukan biaya yang cukup
berhasil ternyata mahal.

Universitas Sumatera Utara

2.2.4. Teori Keputusan Membeli
Para pemasar telah jauh mendalami berbagai hal yang mempengaruhi
pembeli dan mengembangkan suatu pengertian tentang bagaimana konsumen
dalam kenyataannya membuat keputusan mereka pada waktu membeli sesuatu.
Para pemasar harus mengenal siapa yang membuat keputusan itu, bagaimana tipe
keputusan membeli yang tercakup di dalamnya dan bagaimana langkah-langkah
dalam proses membeli itu.
Proses pengambilan keputusan pembelian merupakan proses psikologis
dasar yang memainkan peran penting dalam memahami secara aktual mengambil
keputusan pembelian. Para pemasar harus memahami setiap sisi perilaku
konsumen. Keputusan membeli yang dilakukan oleh konsumen, dipengaruhi oleh
banyak hal. Demikian pola konsumen-konsumen terbentuk karena pengaruh
lingkungan seperti dikemukakan Ben M. Enis, dalam Alma (2011) pada gambar
berikut :

Family

Social Class

Culture

Reference
Groups

indiv
idual

Sumber : Alma (2011)
Gambar 2.3.
Pola Konsumen yang Terbentuk Karena Pengaruh Lingkungan

Universitas Sumatera Utara

Tahap penilaian keputusan menyebabkan konsumen membentuk pilihan
mereka diantara beberapa merek yang tergabung dalam perangkat pilihan.
Konsumen, mungkin juga membentuk suatu maksud membeli dan cenderung
membeli merek yang disukainya.
Menurut Sutisna (2002) “Pengambilan keputusan oleh konsumen untuk
melakukan pembelian suatu produk diawali oleh adanya kesadaran atas
pemenuhan kebutuhan dan keinginan yang oleh Assaeldisebut need arousal”.
Sedangkan menurut Schiffman dan Kanuk (2008), keputusan didefinisikan
sebagai seleksi terhadap dua pilihan alternatif atau lebih.Jika seseorang
mempunyai pilihan antara melakukan pembelian dantidak melakukan pembelian,
pilihan antara merek satu dengan merekyang lain, atau pilihan untuk
menggunakan waktu mengerjakan A atau B, orang tersebut berada dalam posisi
untuk mengambil keputusan. Ada lima tahapan mewakili proses secara umum
yangmenggerakkan konsumen dari pengenalan produk ke evaluasi pembelian,
sebagaimana yang terlihat pada gambar berikut :
Pengenalan
Masalah

Pencarian
Informasi

Evaluasi
Alternatif

Keputusan
Pembelian

Pasca
pembelian

Sumber: Kotler & Armstrong (2008)

Gambar 2.4
Proses Keputusan Pembelian
Menurut elemen dasar pembuatan keputusan yaitu:
1. Representasi
Representasi masalah mungkin pertama: menyangkut tujuan akhir. (an end
goal); kedua: suatu “set sub goal” diorganisasikan kedalam suatu hirarki

Universitas Sumatera Utara

tujuan; ketiga: pengetahuan produk yang relevan dan keempat: suatu set
aturan sederhana atau ”heuristic” dengan mana konsumen mencari untuk
mengevaluasi dan mengintegrasikan pengetahuan ini untuk membuat suatu
kerangka keputusan (frame decision), suatu perspektif atau kerangka referensi
melalui mana pengambil keputusan, memandang masalah dan alternatif yang
harus dievaluasi.
2. Proses integrasi
Proses integrasi yang terlibat dalam pemecahan masalah membentuk dua tugas
penting yaitu: alternatif pilihan harus dievaluasi berdasarkan kriteria pilihan
dan kemudian salah satu dari alternatif harus dipilih.
3. Rencana keputusan
Proses mengenali, mengevaluasi dan memilih diantara alternatif selama
pemecahan masalah menghasilkan suatu rencana keputusan, terdiri dari satu
atau lebih intensi perilaku (behavioral intentions). Rencana keputusan berbeda
didalam kespesifikan dan kekomplekan (specification & complexity). Rencana
keputusan spesifik berkenaan dengan intensi/maksud untuk menunjukkan
perilaku khusus di dalam situasi khusus. Rencana keputusan lainnya,
menyangkut intensi/maksud yang agak lebih umum.
Menurut Kotler & Armstrong (2008), ada dua faktor yang mencampuri
antara niat pembelian dan proses keputusan pembelian, yakni:
1. Sikap orang lain.
Seberapa jauh sikap pihak lain akan mengurangi satu alternatif yang disukai
seseorang tergantung pada dua hal (1. Intensitas sikap negatif pihak lain

Universitas Sumatera Utara

terhadap pilihan alternatif konsumen, dan 2. Motivasi konsumen tunduk pada
keinginan orang lain). Makin kuat intensitas sikap negatif orang lain, dan
makin dekat orang lain itu dengan konsumen, maka makin banyak
kemungkinan konsumen untuk mengurungkan maksudnya untuk membeli
sesuatu. Pernyataan yang sebaliknya juga benar: preferensi pembeli atau
merek akan meningkat jika seseorang telah menyukai merek tertentu.
Pengaruh lainnya semakin kompleks ketika beberapa orang mengurungkan
niat pembeli memenuhi pendapat (opini) yang bertentangan dan pembeli akan
membelinya dengan senang hati.
2. Faktor situasional yang tidak diharapkan.
Konsumen mungkin membentuk niat pembelian berdasarkan faktor-faktor
seperti pendapatan, harga, dan manfaat produk yang diharapkan. Namun,
kejadian yang tak terduga bisa mengubah niat pembelian. Oleh karena itu,
preferensi dan niat pembelian tidak selalu menghasilkan pilihan pembelian
yang aktual.
Keputusan konsumen untuk memodifikasi, menunda, atau menghindari
keputusan pembelian sangat dipengaruhi oleh risiko yang dipikirkan (perceived
risk).
Menurut Kotler & Keller (2007) ada beberapa macam jenis risiko yang
bisa dirasakan konsumen dalam membeli dan mengkonsumsi sebuah produk,
yaitu:
1. Risiko fungsional – produk tidak berkinerja sesuai harapan.
2. Risiko fisik – produk menimbulkan ancaman terhadap kesejahteraan atau
kesehatan fisik dari pengguna atau orang lain.
3. Risiko fungsional – produk tidak bernilai sesuai harga yang dibayar.

Universitas Sumatera Utara

4. Risiko sosial – produk menimbulkan rasa malu terhadap orang lain.
5. Risiko psikologis – produk mempengaruhi kesejahteraan mental dari
pengguna.
6. Risiko waktu – kegagalan produk mengakibatkan biaya peluang karena
menemukan produk lain yang memuaskan.
Besarnya risiko yang dipikirkan berbeda-beda menurut besarnya uang
yang dipertaruhkan, ketidakpastian atribut, dan kepercayaan diri konsumen. Para
konsumen mengembangkan rutinitas tertentu untuk mengurangi risiko, seperti
penghindaran keputusan, pengumpulan informasi dari teman-teman, dan
preferensi atas nama merek dalam negeri serta garansi. Para pemasar harus
memahami faktor-faktor yang menimbulkan pera