Pandangan Panoptik melalui Media Sosial

Ujian Tengah Semester Gasal 2012/2013
Komunikasi untuk Perubahan Sosial
Novelia Irawan S.
14030110130117

Pandangan Panoptik melalui Media Sosial terhadap Kalangan Muda
A. Latar Belakang
Dewasa ini kita tentu saja sudah akrab dengan internet. Terlebih setelah kehadiran
media sosial, yang menjadikan internet semakin booming. Bahkan kehadiran media
sosial semakin meramaikan dan mempopulerkan internet, terlebih bagi audiens dari
kalangan muda. Dimulai dengan hadirnya friendster yang sukses menarik kaum muda.
Lalu muncullah facebook, myspace, twitter, dan berbagai media sosial lainnya. Dalam
media ini mereka dapat melakukan berbagai aktivitas seperti surat-menyurat,
memasang status, memasang profile atau data diri mereka, memasang aktivitas yang
mereka lakukan sampai melihat apa yang dilakukan pengguna lain. Semua hal itu
dapat dilihat oleh semua orang yang tergabung dalam media tersebut atau yang
menjadi “teman” mereka. Namun apakah memang hanya mereka yang mengawasi
ataukah ada pihak-pihak lain yang tidak kita ketahui sedang memperhatikan? Sebuah
kutipan panjang dari novel klasik Orwell berikut ini mungkin bisa menjadi ilustrasi
tentang totalitarianisme yang mengontrol seluruh bentuk media untuk kepentingan
kekuasaan.

“…Dan Departemen Perekaman, sebenarnya hanya merupakan cabang tunggal dari
Kementrian Kebenaran, yang pekerjaan utamanya adalah bukan untuk merekonstruksi
masa lalu tapi untuk menyediakan berbagai surat kabar, film, buku-buku teks, acaraacara telescreen, drama, novel—dengan segala bentuk yang bisa dibayangkan dari
informasi, instruksi, atau hiburan, mulai dari sebuah patung sampai sebuah slogan,
dan mulai dari buku ejaan anak-anak sampai sebuah kamus Newspeak. Dan
Kementerian ini bukan hanya harus menyediakan berbagai macam kebutuhan bagi
Partai, tapi juga untuk mengulang seluruh operasi pada tingkat yang lebih rendah
untuk keuntungan kaum proletariat. Ada sebuah departemen terpisah yang khusus
menangani kesusasteraan, musik, drama, dan hiburan secara umum bagi kaum
proletarian. Di situ diproduksi koran-koran sampah, hampir tidak berisi apa pun selain

olahraga, kejahatan, dan astrologi, novelet murahan yang sensasional, film yang sarat
dengan sex, dan lagu-lagu sentimental yang seluruhnya dikarang oleh peralatan
mekanis dalam sebuah bentuk khusus kaleidoskop yang dikenal sebagai sebuah
versificator. Bahkan ada sebuah subbagian—yang dalam bahas Newspeak disebut
Pornosec—yang terlibat dalam memproduksi pornografi jenis terendah, yang dikirim
dalam paket-paket tertutup rapat dan yang tidak satu pun anggota Partai, selain
mereka yang bekerja di situ, yang diijinkan untuk melihatnya. [21]”
B. Permasalahan
Media sosial dengan sangat jelas dikemas untuk menarik kalangan muda. Namun

apakah kemunculan media sosial ini benar-benar murni sebagai pembangunan
komunikasi kalangan muda? Dan mengapa “mereka” mengemas untuk kalangan
muda?
C. Pembahasan
Sejarah Panoptik
Sistem panoptisme ini terilhami oleh Penjara Panoptic karya filosof Inggris, Jeremy
Bentham (1748-1832 M). Pada tahun 1971 Bentham mengusulkan desain dengan
bangunan yang berbentuk melingkar di mana menara pengawas berada di tengahtengahnya. Arsitektur bangunan ini diberi nama Panopticon yang berarti “melihat
semua”. Panopticon terdiri dari sel-sel yang disusun secara melingkar dengan pintu
sel menghadap ke dalam inti lingkaran tersebut. Dinding antar sel dibuat tebal agar
komunikasi antarpenghuni sel tidak terjadi. Di bagian belakang sel dipasang jendela
kecil agar cahaya dapat masuk menerangi isi sel. Menara ini mampu mengawasi
seluruh gerak-gerik narapidana yang berada dalam bangunan tersebut melalui lampu
sorot besarnya. Narapidana tidak (bisa) tahu siapa yang mengawasinya dan berapa
jumlahnya. Mereka hanya tahu, dirinya diawasi. Bahkan ketika tidak ada sipir
penjara yang mengawasi-pun, narapidana merasa terus menerus diawasi karena
kecanggihan sistem pengawasan menara itu. Dengan kata lain, pengawasan sipir
penjara dapat berlangsung hanya beberapa kali saja tetapi efeknya terhadap
narapidana bisa berlangsung secara terus-menerus. Sistem ini diadakan sebagai
pembaruan sistem hukuman lama yang dianggap tidak berperikemanusiaan. Yang

tertuduh bersalah akan disiksa dengan cara dipertontonkan di hadapan masyarakat.
Panoptik dan Sosial

Michel Foucoult adalah orang yang membuat istilah panoptik dalam dunia sosial.
Foucault menggunakan metafora konsep penjara panoptik dengan kekuasaan yang
akan selalu mengontrol. Baik hukuman seperti apapun, sejak dulu sampai sekarang
masyarakat sebenarnya tetap dikontrol. Masyarakat memang telah menyadari bahwa
mereka tidak mau lagi diperintah oleh kekuasaan. Masyarakat memberontak terhadap
kekuasaan fisik. Sistem kekuasaan seperti orde lama pun sudah tidak dianggap oleh
masyarakat. Mereka menginginkan kebebasan, masyarakat ingin melakukan
keinginan mereka sendiri. Namun mereka tidak menyadari bahwa penguasa pun tidak
kehilangan akal, mereka memanfaatkan metode panoptik. Mereka tidak lagi
menguasai melalui fisik semata tetapi mereka mengendalikan pikiran. Penguasa
memang tidak lagi memerintah secara langsung. Penguasa memberikan apa yang
diinginkan masyarakat. Penguasa membiarkan masyarakat melakukan apa yang
mereka inginkan, tetapi apa yang mereka inginkan sebernanya adalah apa yang
penguasa inginkan. Negara-negara besar seperti Amerika mengontrol negara-negara
berkembang melalui media massa. Mereka membuat dan memasukkan industri
musik, animasi, film, makanan, pendidikan, busana, pengetahuan dan teknologi yang
besar dengan nilai-nilai Amerika sehingga masyarakat dunia menjadikan Amerika

sebagai patokan dalam hal politik sampai ekonomi. Seperti yang sudah terjadi
sebelumnya saat ekonomi Amerika merosot, hal ini berimbas hampir ke seluruh
pelosok dunia ini.
Hal ini merupakan kontrol yang lebih kuat daripada kontrol fisik. Kekuasaan yang
lebih besar akan terlihat saat tidak membutuhkan kehadiran fisik. Contoh sederhana :
pengendara sepeda motor akan lebih berkurang saat ada kehadiran fisik polisi. Hal ini
menunjukkan kekuasaan yang lemah. Namun berbeda dengan seorang muslim yang
akan selalu menjalankan puasa, padahal tidak ada kehadiran fisik Tuhan YME. Hal
ini menunjukkan kekuasan yang kuat.
Metode panoptik dijalankan dengan konsep: pengawasan untuk hasil yang
diinginkan. Dan dalam skala luas pun dapat diterapkan dengan sentuhan modern.
Mereka dapat mendirikan bangunan fisik yang bukan penjara, bangunan ini seperti
sekolah, rumah sakit, gereja, lembaga-lembaga, dan sebagainya. Melalui pengajaran,
doktrin, aturan, keputusan, yang semua seakan memberi kebebasan; masyarakat
dikontrol apa yang harus dilakukan, dikatakan, bahkan dipikirkan. Melalui hal-hal ini
penguasa menanamkan keinginan mereka di benak masyarakat tanpa disadari.

Bahkan dengan kehadiran teknologi dan internet, bangunan fisik tidak lagi
dibutuhkan untuk mengaplikasikan metode ini sekarang ini.
Panoptik dan Media Sosial

Kehadiran internet lebih

mempermudah panoptik. Karena pengguna akan terus

merasa nyaman menggunakan internet tanpa menyadari adanya pengawasan terhadap
mereka. Semua data dapat dilihat, seperti situs apa saja yang kita kunjungi, isi email
kita dengan orang lain, kapan kita mengontak seseorang dan sebagainya. Melalui
media sosial, masyarakat dibuat menjadi senyaman mungkin untuk membeberkan
semua hal tentang mereka, semua aktivitas mereka, bahkan apa yang sedang mereka
pikirkan. Dengan status, share photo, video, tag, dan sebagainya hal-hal ini dapat
menjadi “keren”, terlebih di kalangan muda. Bahkan secara tidak sadar mereka
menginginkan orang lain mengetahui tentang mereka. Tentu saja hal ini sangatlah
mempermudah panoptik. Tanpa susah-susah, penguasa dapat mengetahui apa saja
termasuk mindset masyarakatnya. Media sosial yang merupakan sesuatu yang baru,
menarik, dan menjadi tantangan untuk mengoperasikannya; jelas mengundang
kalangan muda untuk memakainya. Terbukti dengan waktu, yaitu semakin lama
media sosial semakin berkembang dan semakin banyak penggunanya. Saat ini
kalangan dewasa pun mulai memakai.
Entah darimana dan bagaimana, namun telah terbentuk pandangan bahwa mereka
yang tidak memiliki akun media sosial adalah orang yang ketinggalan jaman, tidak

tahu informasi dan berita terkini. Ada pula pandangan bahwa mereka adalah kuper
(kurang pergaulan) sehingga lantas mereka yang tidak tergabung dalam media sosial
dapat merasa dijauhi. Si kuper ini akhirnya akan ikut bergabung dalam media sosial
karena penekanan sosial. Misalnya tiga remaja SMA yang sudah berteman sejak
SMP.

Dua

diantara

mereka

memiliki

akun

Twitter

dan


mereka

selalu

memperbincangkan hal ini setiap saat. Saat bertemu mereka membicarakan obrolan
di Twitter kemarin malam. Satu dari mereka yang awalnya tidak memiliki dan tidak
ingin memiliki akun Twitter lama-kelamaan akan merasa tertekan sehingga akhirnya
dia akan bergabung dengan media sosial Twitter untuk tetap bersama dengan
sahabatnya itu.
Pandangan itu memungkinkan semakin banyaknya pengguna yang bergabung.
Sehingga semakin banyak kemudahan pengawasan dan pengontrolan pada kalangan
muda. Kegiatan sosial yang terbangun melalui media sosial seperti koin untuk Prita,
bantuan donor darah, dan sebagainya adalah contoh yang baik. Hal ini membangun

pandangan pengguna media sosial tentang isu-isu sosial yang harus mereka
perhatikan. Pengguna pun dapat menyebarluaskan melalui word of mouth. Namun
ada pula kasus yang buruk seperti video Ariel dengan beberapa rekan-rekan
wanitanya di tahun 2010. Hal ini pun meluas dengan bantuan media sosial. Setelah
peredaran video ini ada banyak kasus pelecehan seksual yang terjadi dari anak-anak
hingga dewasa, terutama pada remaja. Inilah contoh buruk panoptik.

Jika kita mengamati aplikasi dan iklan yang beredar di media sosial, kita dapat
melihat bahwa kalangan muda sekarang hanya disodorkan tentang kenyaman dan
kemalasan melaui permainan dan seksualitas. Kurangnya pengontrolan pemerintah
terhadap iklan dan aplikasi ini pun dipertanyakan apakah memang kekurangtelitian
atau kesengajaan untuk membentuk perilaku kalangan muda yang selalu ingin mudah
dan nyaman. Inilah karakter malas. Sehingga mereka yang berkuasa tetap berada
pada kursinya. Mereka tidak akan mendapat saingan. Melihat pengguna facebook
Indonesia yang menempati urutan keempat terbesar di dunia, media sosial merupakan
sarana yang sesuai untuk penerapan sistem panoptik di Indonesia. Pengawasan pada
kalangan muda pun merupakan efek jangka panjang yang sangat menguntungkan dan
dapat mengontrol berbagai hal sejak dini.
D. Penutup
Kehadiran internet merupakan suatu kemajuan besar dalam pembangunan. Begitupula
dengan media sosial yang secara tidak langsung turut berperan. Jika kita melihat ini
melalui sistem panoptik, ada beberapa hal yang dapat ditangkap.
Media sosial dapat digolongkan menjadi perwujudan panoptik secara modern. Melalui
media sosial kelompok penguasa akan sangat mudah mengawasi audiens. Melalui
efek media sosial yang sangat cepat menyebar, mereka juga akan mudah mengontrol
atau mengendalikan apa yang harus diperbincangkan, isu masa kini, pemikiran yang
harus ada, dan sebagainya. Pengawasan dengan media sosial dapat menimbulkan

kepatuhan dan keteraturan tanpa adanya kekuasaan fisik. Mereka dapat meminimalisir
hal-hal yang tidak dinginkan. Dengan desainnya pengguna terus merasa nyaman dan
tidak bosan menggunakan media sosial tanpa menyadari bahwa ada yang mengawasi
mereka. Kemasannya yang sangat menarik bagi kalangan muda memperlihatkan
bahwa memang mereka mengarah pada kalangan muda. Mungkin hal ini karena
pembentukan karakter yang dimulai sejak dini. Sistem panoptik ini dapat

dimanfaatkan dengan baik oleh penguasa. Namun karena keegoan pihak-pihak
tertentu yang menginginkan keuntungan atau faktor-faktor lain penoptik dapat
menjadi hal yang buruk juga di tangan yang salah.
Hal inilah yang perlu disadari oleh masing-masing kita, bahwa tidak segala
sesuatunya terlihat seperti wujudnya. Media sosial yang terlihat dirancang untuk
menambah relasi, mempererat komunitas, menjadikan individu up-to-date juga
memungkinkan tidak seperti itu. Melalui aplikasi, share message atau news, bahkan
isu yang sedang kita perbincangkan bisa jadi adalah sesuatu yang sengaja
dikonstruksikan untuk menjadi isu. Melalui hal-hal yang terlihat sepele namun dapat
membentuk mindset kita. Kita sebagai generasi muda, terlebih setelah mengetahui
pandangan panoptik, seharusnya dapat memilih informasi apa saja yang harus kita
terima, olah, dan tolak. Kita tidak lagi menerima semua informasi mentah-mentah dan
membentuk diri kita karena keadaan atau situasi.

E. Daftar Pustaka
Servaes, Jan. 2008. Communication for Development and Social Change. SAGE
Publications.
http://interseksi.org/publications/essays/articles/narasi_cyberspace.html diunduh pada
30 Oktober 2012 pk 21:42 WIB