278684668 RPP XII SAS SMSTR II 2 doc

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Mata Pelajaran
Satuan Pendidikan
Waktu
Kelas/Semester
Program

: Sastra Indonesia
: MAN TAMBAKBERAS
: 6 jam pelajaran (@ 40 menit)
: XII/II
: Bahasa

A. Kompetensi Dasar
6.1 Menganalisis sikap penyair terhadap sesuatu hal yang terdapat dalam puisi terjemahan
yang dilisankan
B. Indikator
 Menentukan isi puisi terjemahan yang dibacakan
 Menentukan tema dengan bukti yang mendukung
 Menentukan sikap penyair terhadap objek yang dibicarakan dalam puisi terjemahan
 Menjelaskan amanat/ pesan dalam puisi terjemahan

C. Materi Pokok
Puisi Indonesia dan Puisi Terjemahan
Dalam pembelajaran ini, kita akan berlatih mendengarkan pembacaan puisi terjemahan,
sehingga pemahaman terhadap puisi lebih ditingkatkan.
Selain memahami isi puisi, kita pun dapat menentukan unsur-unsur puisi, yakni tema,
subject matter, felling dan tone. Berikut pejelasannya.
1. Tema merupakan ide dasar dari suatu puisi yang menjadi inti dari keseluruhan makna
dalam suatu puisi. Tema berbeda dengan pandangan moral meskipun tema itu dapat berupa
sesuatu yang memiliki nilai moral.
2. Subject matter adalah pokok pikiran yang dikemukakan penyair lewat puisi yang diciptakannya. Subject matter berhubungan dengan satuan-satuan pokok pikiran tertentu yang
secara khusus membangun sesuatu yang diungkapkan penyair. Untuk mengetahui Subject
matter, kita dapat mengajukan pertanyaan, ”pokok-pokok pikiran apa yang diungkapkan
penyair?”
3. Felling adalah sikap penyair terhadap pokok pikiran yang ditampilkannya.
4. Tone adalah sikap penyair terhadap pembaca sejalan dengan pokok pikiran yang ditampilkannya. Dengan demikian, kita dapat mengajukan pertanyaan “ bagaimana sikap
penyair terhadap pembaca?”
Setelah kita mampu menganalisis puisi tersebut dari segi tema, pokok pikiran yang
dikemukakan sikap penyair terhadap object yang dibicarakan, dan sikap penyair terhadap
pembaca, kita dapat memahami amanat atau tema pesan yang disampaikan.
Amanat biasanya tersirat dibalik kata-kata yang disusun dan juga berada dibalik tema

yang diungkapkan. Amanat yang hendak disampaikan penyair mungkin secara sadar berada
dalampikiran penyair, tetapi lebih banyak penyampaian amanat itu tidak disadari penyair.
Dengarkanlah pembacaan puisi berikut.
Contragewicht
(Gerrit Kornrij, Belanda)
Er is een land dat ik met pijn verliet,
Er is een land dat ik met pijn bewoon.
Een derde land daartussen is er niet.
Mijn leven volgt een zonderling patroon:
Want waar ik heenga voel ik me niet thuis
En waar ik thuis ben wil ik telkens weg.
De grens wordt small tussen geluk en kruis,
Steeds minder denk ik wat ik hardop zeg.

Ik heb, om aan dit noodlot te ontkomen,
Een derde land verzonnen in mijn hoofd,
Een land vertrouwd met laugens en fantomen.
Aan diepgewortelde en zware bomen
Hangen honkvast de loden trossen ooft
Van al mijn vederlicht geworden dromen.


Kontratimbangan
Ada sebuah negeri yang aku tinggalkan dengan sedih,
Ada sebuah negeri yang aku diami dengan sedih,
Ditengahnya tak ada negeri ketiga
Hidupku mengikuti pola yang aneh:
Sebab kemanapun pergi aku tak kerasan
Dan tempat dimana aku kerasan setiap kali akan kutinggalkan
Batas antara bahagia dan derita jadi sempit
Makin kurang kupikirkan apa yang kusuarakan
Agar lepas dari nasib ini,
Kukhayalkan di kepalaku negeri yang ketiga
Sebuah negeri yang terbiasa dengan dusta dan hantu.
Pada pohonan yang berakar dalam dan berat
Kokoh tergantung bertandan timah hitam buah-buahan
Dari semua mimpiku yang jadi seringan bulu.
Sumber Horison (Edisi Khusus Puisi Internasional Indonesia), 2002
Terjemahan Linde Voute

Kita dapat menganalisis puisi tersebut berdasarkan hal-hal berikut.

1. Tema dalam puisi tersebut adalah khayalan atas kepenatan yang dialami sang “aku”. Hal
ini terdapat dalam keinginan sang “aku” untuk pergi ketempat lain.
Agar lepas dari nasib ini,
Kukhayalkan di kepalaku negeri yang ketiga,
Sebuah negeri yang terbiasa dengan dusta dan hantu.
Hal ini berhubungan dengan sikap sang “aku” yangmerasa tidk nyaman dimanapun ia
berada. Sesuatu yang serba salah hinggap dalam dirinya. Ia merasa sebagai petualang
yang kehilangan arah dan pendirian.
Sebab kemanapun pergi aku tak kerasan
Dan tempat dimana aku kerasan setiap kali akan kutinggalkan
Batas antara bahagia dan derita jadi sempit
Makin kurang kupikirkan apa yang kusuarakan
2. Subject matter dalam puisi tersebut menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan hidup
di antara dua sisi. Dengan adanya judul “Kontratimbangan”, kita dihadapkan pada sesuatu
yang pasti / statis seperti timbangan yang imbang antara satu sisi dan sisi lainnya.
Tahap selanjutnya adalah adanya sikap tidak menentu:
Ada sebuah negeri yang aku tinggalkan dengan sedih,
Ada sebuah negeri yang aku diami dengan sedih,
Ditengahnya tak ada negeri ketiga
Hidupku mengikuti pola yang aneh:

Sebuah tempat ditinggalkan namun tidak memberinya kebahagiaan. Sebaliknya, saat

tempat yang didiaminya pun tetap tidak memberi kebahagiaan. Sayangnya, tidak ada
alternative tempat lain yang bias memberi rasa tenang (konsisten). Malah kehidupan
menjadi tambah aneh. Semakin keyakinan itu dating, semakin kuat untuk ditinggalkan.
Sebab kemanapun pergi aku tak kerasan
Dan tempat dimana aku kerasan setiap kali akan kutinggalkan
Batas antara bahagia dan derita jadi sempit
Makin kurang kupikirkan apa yang kusuarakan
Namun, sesuatu yang lain kiranya dapat memberi kebahagiaan dan melepaskan diri dari
nasib yang tidak menentu.
Agar lepas dari nasib ini,
Kukhayalkan di kepalaku negeri yang ketiga
Disini, terlihat apa sebenarnya yang diinginkan, yaitu :
Sebuah negeri yang terbiasa dengan dusta dan hantu.
Apakah hal itu memang sesuatu yang baik dan dicita-citakan?
Penyair menyampaikannya dengan alasan agar segala beban bias melayang dari pikiran
dengan selepas mungkin, seperti bulu yang tertiup angin. Namun, mimpi (harapan) yang
ringan harus tertancap kuat seperti akar pohon yang berakar dalam dan berat. Pada
akhirnya, menghasilkan buah pikiran yang berisi seperti buah timah hitam.

Pada pohonan yang berakar dalam dan berat
Kokoh tergantung bertandan timah hitam buah-buahan
Dari semua mimpiku yang jadi seringan bulu.
3. Felling dalam puisi tersbut menggambarkan sikap penyair yang merasa gelisah mencari
hal baru terhadap apa yang ada dalam pikirannya. Ia ingin mengekspresikan sebuah
gagasan yang mampu menhasilkan buah pikiran bermakna dalam situasi lain.
4. Tone menyangkut sikap penyair terhadap pembaca. Dalam puisi ini, penyair hanya
menginginkan apa yang dia harapkan. Pembaca diabaikan dan hanya cukup mengetahui
apa yang menjadi harapan-harapannya.
Adapun amanat atau pesan dari puisi tersebut adalah kita jangan berhenti gelisah dalam
hidup untuk mencapai sesuatu yang bermakna. Hidup harus bergerak dari suatu keadaan
ke keadaan yang lain. Tiada lain hal ini agar kita bias hidup lebih maju dengan buah
pikiran yang berisi pula.
D. Skenario Pembelajaran
No

Kegiatan

1 Pendahuluan


Alokasi Waktu
5 menit

2 Inti
 Mendengarkan pembacaan/ rekaman pembacaan puisi
terjemahan
 Mengidentifikasi unsur intrinsik puisi terjemahan yang
dibacakan
 Mendiskusikan isi, tema, sikap penyair, amanat/pesan
dalam puisi terjemahan
 Merangkum hasil diskusi
 Melaporkan hasil diskusi
 Memberikan tanggapan
3 Penutup
Penguatan keterampilan menyimak berita
E. Media dan Sumber Bahan

Metode

Ceramah

Tanya jawab
diskusi
inkuiri
simulasi
demonstrasi

15 menit





Buku teks yang terkait (modul yang ditulis oleh tim MGMP Bahasa dan Sastra Indonesia)
Buku Bahasa Indonesiaku Bahasa Negeriku 3 untuk Kelas XII SMA dan MA Program
Studi Bahasa, Platinum (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri), Solo.
Buku Membina Kompetensi Berbahasa dan Bersastra Indonesia, Grafindo, Bandung

F. Evaluasi
1. Bacalah puisi karya Breyten Breytenbach dari Afrika Selatan berikut yang telah
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Nikmah Sarjono.

Puisi karya Breyten Breytenbach
(Afrika Selatan)

Ritual mulut menganga

Dan kom die dood:
Jy moet byderhand wees
Jy moet voorless uit die boek
Jou murmelend afsonder om te maak
Of jy glo dat ware woorde wit
Sal skoot in die nag
Van die sterwer wat al hoe meer skor
Om uitvaart Monday en dan:
Wanneer die asem ‘n koue ril
Wanneer die asem ‘n koue ril
Wanneer die roggel die vlerke span
Moet jy vorentoe buk om met die vinger
In ‘n heilige gebaar die tong los te tor
‘n sprongn, krul, komma, sug
Want dan gaan die lewe

Soos ‘n spreeu op vlug
Van kreet na bos
Om al die boorde van
Herinnering
Sing-sng kaal te vreet

Maka datang kematian
Kau harus membantunya
Harus kau bacakan buku itu
Harus kau kucilkan diri, membisikinya
Kau harus pura-pura percaya
Kata-kata sejati bakal muncul
Busa putih menghisap malam
Lelaki sekarat itu mulutnya menganga
Tercekik dan bergidik
Urat-uratnya tegang bagai direntang
Lalu:
Pada keleak sayap yang dibentang
Kau harus, dengan satu jari, membungkuk
Ke muka, menyuarakan gerak suci

Melepskan lidah itu
Satu lompatan, satu lentingan, koma,
Desah nafas
Selepas hidup lenyap
Bagai terbangnya burung pipit
Berebut menghujam ke hutan
Dengan raku melahap kebun buahan
Kenangan
Dalam laju telanjang.

(Terj. oleh Nikmah Sarjono)

Sumber: Horison (Edisi Khusus Puisi Internasional
Indonesia), 2002

2. Setelah anda selesai mendengarkan pembacaan puisi tersebut, tentukan hal-hal berikut.
 Isi
 Tema
 Sikap penyair
 Amanat/pesan

Mengetahui,
Kepala MAN Tambakberas

Jombang, Agustus 2010
Guru Mata Pelajaran

Drs. H. AH. SUTARI, M.Pd
NIP 131415738

ARFIN SUWARNO, S.Pd

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Mata Pelajaran
Satuan Pendidikan
Waktu
Kelas/Semester
Program

: Sastra Indonesia
: MAN TAMBAKBERAS
: 6 jam pelajaran (@ 40 menit)
: XII/II
: Bahasa

A. Kompetensi Dasar
6.2 Menilai penghayatan penyair terhadap puisi terjemahan yang dilisankan
B. Indikator
 Menilai penghayatan penyair terhadap puisi terjemahan yang dilisankan berdasarkan isi,
tema, sikap, dan amanat.
C. Materi Pokok
Puisi terjemahan ini merupakan puisi karya penyair dunia. Meskipun hasil terjemahan ini
belum tentu akurat betul dengan teks puisi aslinya, karena adanya perbedaan makna bahasa
dan interprestasi penerjemah, tetapi setidaknya anda dapat merasakan dan memahami nada
dan suasananya. Dengan demikian, anda dapat menentukan tema,dan amanat puisi tersebut.
Sebagai bahan analisis daam uji materi, bacalah puisi terjemahan berikut dengan baik.
Pembakaran Buku
(Berthold Brecht)
Ketika rezim memberi komando
Agar buku-buku dengan ilmu
Dan pengetahuan yang berbahaya
Dibakar dihadapan umum
Dan dimana-mana
Para lembu dipaksa menghela
Gerobak penuh buku
Kelapangan pembakaran,
Syahdan hal ini ketahuan
Seorang sastrawan usiran
--Salah satu sastrawan utama-Kala ia mencermati daftar mereka yang dibakar,
Jiwanya terguncang, karena buku-buku terlupakan
Kontan dia melesat kemeja tulis,
Dengan murka
Dia menulis surat kepada penguasa.
Bakarlah saya! Tulisnya seketika
Bakarlah saya!
Jangan beginikan saya!
Jangan siksakan saya!
Bukankah saya senantiasa
Menawarkan kebenaran
Didalam buku-buku saya? Dan kini kalian
Perlakukan seolah saya pendusta!
Saya beri kalian komando;
Bakarlah saya!
(Terjemahan Berthold Damshauser dan Agus R. Sarjono)
Sumber: Horison Edisi Festival Puisi Internasional, September 2004)

Dapatkah anda memahami puisi yang dibacakan tadi? Secara keseluruhan dapatlah
dipahami bahwa puisi tersebut berisi protes terhadap penguasa yang mengeluarkan kebijakan
untuk membakar buku-buku yang dianggap berbahaya bagi pemerintahannya. Peristiwa ini
sungguh membuat marah dan kecewa bagi para penulis buku dan penyair pada saat itu.

Mereka menganggap peristiwa pembakaran buku-buku tersebut adalah bentuk pelecehan
terhadap kebenaran, sekaligus bentuk pembodohan terhadap masyarakat. Oleh karena itu
penyair memprotes keras tindakan tersebut.
Selain memahami isi puisi, kita pun dapat menentukan unsur-unsur puisi, yakni tema,
subject matter, felling, dan tone. Berikut penjelasannya.
1. Tema merupakan ide dasar dari suatu puisi yang menjadi inti dari keseluruhan makna
dalam suatu puisi. Tema berbeda dengan pandangan moral meskipun tema itu dapat berupa
sesuatu yang memiliki nilai rohaniah. Dari puisi “Pembakaran Buku-Buku” karya Berthold
Brecht dapatlah dipahami bahwa puisi tersebut memiliki tema kritik sosial.
2. Subject matter adalah pokok pikiran yang dikemukakan penyair melalui puisi yang
diciptakannya. Subject matter berhubungan dengan satuan-satuan pokok pikiran tertentu
yang secara khusus membangun sesuatu yang diungkapkan penyair. Untuk mengetahui
subject matter, kita dapat mengajukan pertanyaan. “pokok-pokok pikiran apa yang
diungkapkan penyair?” jika pertanyaan itu ditujukan pada puisi “Pembakaran Buku”. Kita
dapat mengetahui pokok pikiran penyairnya, yakni peristiwa pembakaran buku yang
dilakukan rezim penguasa Jerman pada saat itu.
3. Felling adalah sikap penyair terhadap pokok pikiran yang ditampilkannya. Dalam puisi
“Pembakaran Buku” kita dapat mengetahui bahwa sikap penyairnya adalah memprotes
keras tindakan atau kebijakan penguasa.
4. Tone adalah sikap penyair terhadap pembaca sejalan dengan pokok pikiran yang
ditampilkannya. Dengan demikian, kita dapat mengajukan pertanyaan, “Bagaimana sikap
penyair terhadap pembaca?” jika diterapkan kedalam puisi “Pembakaran Buku” tersebut,
jawaban yang dapat kita peroleh adalah sikap marah, jengkel dan sedih bergejolak.
Setelah kita mampu menganalisis puisi tersebut dari segi tema, pokok pikiran yang
dikemukakan sikap penyair terhadap obyek yang dibicarakan, dan sikap penyair terhadap
pembaca, kita dapat memahami amanat atau tema pesan yang disampaikan.
Amanat biasanya tersirat dibalik kata-kata yang disusun dan juga dibalik tema yang
diungkapkan. Amanat yang hendak disampaikan penyair mungkin secara sadar berada dalam
pikiran penyair, tetapi lebih banyak penyampaian amanat itu tidak disadari penyair.
Secara tersirat, amanat puisi “Pembakaran Buku” karya Berthold Brecht adalah membakar
buku sama saja dengan melenyapkan ilmu pengetahuan yang mengandung kebenaran
didalamnya. Pembakaran buku pun merupakan suatu bentuk pelecehan dan tindakan tidak
manusiawi karena secara tidak langsung para penulisnya pun seolah-olah diperlakukan sama
dengan buku-buku tersebut. Amanat atau pesan yang terkandung dalam puisi tersebut dapat
dijadikan bahan pelajaran bagi kita untuk selalu mencintai ilmu pengetahuan?
D. Skenario Pembelajaran
No

Kegiatan

1 Pendahuluan

Alokasi Waktu
5 menit

2 Inti
 Mendengarkan pembacaan pembacaan puisi/rekaman
 Menilai penghayatan penyair terhadap puisi terjemahan yang dilisankan berdasarkan isi, tema, sikap, dan
amanat
 Melaporkan hasil pengamatan
 Memberikan tanggapan
3

Penutup
Penguatan keterampilan menyimak berita

Metode

Ceramah
Tanya jawab
diskusi
inkuiri
simulasi
demonstrasi
15 menit

E. Media dan Sumber Bahan
 Buku teks yang terkait (modul yang ditulis oleh tim MGMP Bahasa dan Sastra Indonesia)
 Buku Bahasa Indonesiaku Bahasa Negeriku 3 untuk Kelas XII SMA dan MA Program
Studi Bahasa, Platinum (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri), Solo.
 Buku Membina Kompetensi Berbahasa dan Bersastra Indonesia, Grafindo, Bandung

F. Evaluasi
1. Dengarkanlah pusi terjemahan yang akan dibacakan teman Anda berikut ini.
Freddy
(Rudy Kousbroek, Belanda)
Freddy adalah seekor kelinci
Tetapi dia tak tahu
Freddy berwarna putih dan hitam
Tetapi dia tak tahu
Freddy punya telinga terkulai
Tetapi dia tak tahu
Hidungnya Freddy berbintik
Bintik-bintik kecil yang melembutkan
--Rupa titik-titik coklat—
Tetapi dia tak tahu
Freddy kadang-kadang tinggal duduk waktu hujan,
Tetapi dia tak tahu
Freddy senantiasa menggerakkan hidungnya
Tetapi dia tak tahu
Freddy sama sekali tak berdosa
Tetapi dia tak tahu
Kau ingin melindunginya
Terhadap segala malapetaka didunia
Tetapi dia tak tahu
Freddy memang juga sedikit bodoh,
Tetapi dia tak tahu
Saya sangat mencintai Freddy,
Tetapi dia tak tahu
2. Setelah mendengarkan pembacaan puisi tersebut, tentukanlah hal-hal berikut. Lakukanlah
secara berkelompok.
a. Tema puisi
b. Sikap penyair terhadap obyek yang dibicarakan
c. Sikap penyair terhadap pembaca
d. Amanat puisi

Mengetahui,
Kepala MAN Tambakberas

Jombang, Agustus 2010
Guru Mata Pelajaran

Drs. H. AH. SUTARI, M.Pd
NIP 131415738

ARFIN SUWARNO, S.Pd

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Mata Pelajaran
Satuan Pendidikan
Waktu
Kelas/Semester
Program

: Sastra Indonesia
: MAN TAMBAKBERAS
: 6 jam pelajaran (@ 40 menit)
: XII/II
: Bahasa

A. Kompetensi Dasar
7.1 Menjelaskan tema, plot, tokoh, dan perwatakan ragam Sastra Indonesia prosa naratif
Indonesia dan terjemahan dalam diskusi kelompok
B. Indikator
 Menentukan tema, plot,tokoh, dan perwatakan dalam prosa naratif drama Indonesia
 Menentukan tema, plot, tokoh, dan perwatakan dalam prosa naratif drama terjemahan
 Membandingkan unsur-unsur intrinsik prosa naratif drama Indonesia dengan prosa naratif
drama terjemahan
C. Materi Pokok
Karya sastra berbentuk prosa dibedakan berdasarkan panjang pendeknya teks sastra
tersebut. Setidaknya ada tiga kategori prosa yang dikenal dalam dunia kesastra-prosaan, yaitu
(1) cerita pendek, (2) novelet, dan (3) novel atau roman. Cerita pendek berukuran pendek. Jika
dibaca, akan memakan waktu sekali duduk, kurang lebih 5 sampai 15 menit atau dengan
jumlah kata maksimal 10.000 kata. Novelet berukuran lebih panjang daripada cerpen, namun
lebih pendek daripada novel. Adapun novel atau roman berukuran lebih panjang daripada
novelet maupun cerpen. Novel dimuat dan dibuat dalam satu bush buku atau bahkan lebih.
Demi memudahkan pembelajaran, kali ini Anda akan mempelajari prosa naratif berbentuk
cerpen. Dalam cerpen, seperti juga dalam novel atau novelet, terkandung unsur instrinsik yang
meliputi tema, plot, tokoh, dan perwatakan.
Tema merupakan salah satu unsur intrinsik prosa naratif. Tema berkenaan dengan hal yang
dibicarakan dalam prosa itu. Bagi pengarang tema itu ada sebelum sebuah cerita dituliskannya.
Sedangkan bagi pembaca, tema ditemukan setelah membaca karya itu. Tema tidak disebutkan
secara eksplisit dalam sebuah karya. Misalnya, tema pada cerpen A.A. Navis yang sangat
monumental, "Robohnya Surau Kami" bertema tentang kemalasan bangsa Indonesia, atau kesalahkaprahan bangsa Indonesia dalam menjalani ajaran agama. Tema bisa jugs disebutkan
dalam satu kata saja, misalnya: sosial, ekonomi, hukum, agama, dan sebagainya.
Plot adalah jalan cerita ditambah konflik. Dengan demikian, plot tidak hanya berupa jalan
cerita, melainkan harus ditambah dengan konflik.
Plot merupakan rangkaian kejadian atau perbuatan yang berusaha memecahkan konflik,
yang terdapat dalam narasi, yang berusaha memulihkan situasi narasi ke dalam suatu situasi
yang seimbang dan harmonis. Alur mengatur bagaimana peristiwa-peristiwa dalam cerita
saling berkaitan: peristiwa A mengakibatkan peristiwa B, peristiwa B mengakibatkan cerita C,
dan seterusnya sampai cerita tamat.
Tokoh adalah pelaku cerita. Penampilan tokoh dalam sebuah prosa naratif bisa
menggunakan teknik akuan, atau diaan. Dengan demikian, penampilan tokoh dalam cerita
berkaitan dengan sudut pandang cerita itu.
Perwatakan adalah bagaimana si tokoh berwatak. Apakah ia pemarah, peramah, pemalu,
dan sebagainya. Adapun tekniknya, secara garis besar dibagi dua, yaitu teknik analitik dan
teknik dramatik. Teknik analitik artinya pengarang secara langsun menceritakan karakter
tokoh-tokohnya. Adapun pada teknik dramatif, pengarang secara tidak langsung menceritakan
karakter tokoh-tokohnya.
Ada beberapa macam teknik dramatik, yaitu (1) melukiskan tempat atau lingkungan sang
tokoh, misalnya, gambaran sebuah kamar tidur yang centang-perenang buku berserakan, baju
bergantungan tidak teratur, kasur tanpa seprai, sepatu kotor, lantai berdebu, jaring laba-laba
yang silang-pintang, menggambarkan tokoh yang jorok; (2) dialog antartokoh; (3)
menggambarkan tindakan atau tingkah laku tokoh- terhadap suatu kejadian.
Perhatikan dengan saksama contoh prosa naratif berbentuk cerpen berikut ini!
Bu Guru Dwita

(Yanusa Nugroho)
Hari ini ulangan bahasa Indonesia. Ah, anak-anak. Mereka begitu tekun mengerjakan
tugas masing-masing. Arak-anak yang sangat diharapkan orang tua kelak menjadi "orang".
Dan, ah, lihatlah si Ninin, gadis kecilnya. Anak itu, yang kini serius itu, kemarin atau
entah beberapa hari yang lalu datang ke tempat kosnya.
"Bu, says bingung," katanya begitu pintu dibuka.
"Ada apa? Kalimat majemuk lagi, ya?" godanya.
"Ah, Ibu," rengeknya manja.
Bu Guru kita membelainya, mengajaknya duduk di kursi plastik hijau.
"Ada apa, sih, Nona Manis?"
"Saya bingung."
"Bingung apa?"
Ninin diam saja, seolah ragu.
Muridnya yang situ ini memang begitu dekat dengannya. Dia anak kelas II-C di SMP
tempatnya mengajar.
"Ibu tahu si Tony?" tanyanya malu-malu.
Sejenak Bu Guru kita terkejut, tetapi secepat itu pula tersenyum, bahkan akhirnya tertawa
renyah sekali lewat penuturan gadis kecilnya ini. Oh, alah Ninin, Ninin.
Dan memang itulah yang ingin diutarakan. Tony mengiriminya surat, sebenarnya bukan
surat, hanya kartu kecil bertuliskan sesuatu.
"Apa, sih, maunya, Bu?" tanyanya beberapa saat kemudian.
"Mau Ninin apa?" balik Bu Guru kita sambil tersenyum.
Ninin diam lagi, wajahnya tunduk. Bu guru kita tersenyum dalam hati.
Hari ini ulangan bahasa Indonesia. Hari ini mereka harus membuat sebuah karangan
singkat. Memang harus bisa berkata lewat tulisan. Mereka harus bisa jujur pada diri sendiri
dengan menulis. Ah, anak-anak manis.
Hari ulang tahun Ibu Guru kita, dan dia mendapatkan hadiah istimewa: muridnya bisa
mengarang dengan tenang.
Hari-hari di kelas dilaluinya dengan gairah kerja dan suka-ria bersama anak-anak itu. Tiga
puluh lima semuanya, dan dia hafal betul seorang demi seorang karena dialah wali kelas
mereka. Dario Amy Suryaningsih, si pemalu yang sederhana, anak seorang pengusaha
terkenal, sampai Zamroni si hitam bandel; dia ketua kelas karena yang paling besar badannya.
Dia hafal dan ingat bagaimana tingkah, celetuk, dan Ganda mereka.
Ruang kelas saat itu hening sekali, Bu Guru kita duduk di kursi di depan mereka.
Memandang sudut kiri tempat si Yusak duduk.
Bu guru kita tersenyum ketika melihat si Yusak menggaruk kepalanya, karena ketika
digaruk, sobekan kertas kecil-kecil berlompatan dari gumpalan rambutnya yang keriting.
Anehnya, Yusak tak menyadari itu semua. Anak kelahiran sebuah desa kecil di daerah Kepala
Burung itu kembali tekun menuliskan kata-katanya. Itu pasti ulah si Budina atau Lucy, karena
mereka berdualah yang akrab dengan Yusak.
Di sebelahnya duduk Biko. Nama sebenarnya adalah Ahmad Zainuri, entah bagaimana
asal multa namanya berubah menjadi Biko. Ah, rasanya aku ingat! Kata Bu Guru kita. Kalau
tak salah Mama Biko muncul setelah ulang tahun Amy tiga bulan lalu. Waktu itu kawankawan sekelas diundang datang makan siang.
Amy mempunyai seekor burung betet yang sudah sangat jinak. Begitu jinaknya betet ini
sehingga dibiarkan lepas bebas berjalan-jalan di dalam rumah. Pintu sangkarnya yang dari besi
itu selalu terbuka lebar sehingga si Betet bisa keluar masuk kapan saja.
Tubuh burung itu agak bulat, warnanya hijau, paruhnya yang pendek membuat langkah
menjadi lucu, apa lagi jika diberi makanan dan untuk itu dia buru-buru maka langkahnya jadi
kian mengelikan; megal-megol seperti entok.
Si Beret ini anehnya hari ini tidak mau didekati siapapun, termasuk Amy. Tetapi, lebih
aneh lagi, kepada Zainuri dia mau, bahkan bertengger manja di pundaknya.
Lihat, cuma kepadaku dia mau. Habis, kalian belum mandi!" katanya bangga, dan berdiri
tegak mirip si buta dari gua hantu. Anak-anak dan Bu guru kita tertawa.
"Ya, sudah karena dia jinak sama kamu, sekalian saja pakai namanya," gods Amy sambil
tersenyum.
"Siapa namanya?" tanya Ninin sengaja memancing tawa.
"Biko!"

Gelak tawa memenuhi ruangan besar itu, Ahmad Zainuri hanya cengar-cengir salah
tingkah, sementara si Betet agaknya senang, menjerit-jerit dengan suaranya yang parau. Sejak
hari itu dia dipanggil si Biko.
Bu guru kita tersenyum kecil. Sunggingan senyumnya manis sekali. Tetapi secepat itu dia
telan bulat-bulat. Apa jadinya jika ketika itu ada murid-muridnya yang tahu dirinya tersenyum
seorang diri.
Dilihatnya pula si cantik Amy agak diganggu oleh bolpoinnya. Beberapa kali digosokgosokkannya bolpoin itu pada kertas. Agaknya tintanya habis. Dia melihat ke kiri ke kanan.
Pasti cari pinjaman, kata Bu, Guru kita dalam hati. Kemudian didekatinya Amy,
dipinjamkannya bolpoin. Amy menerimanya dengan malu-malu. Amy, Amy,.... Ke mana
bolpoinmu yang lain nona manis? Oh, tentu kau pinjamkan pada Ninin atau si ceking
Ramadan, biasaya memang mereka yang dering pinjam, kan? Dan kini kau pinjam dariku, Bu
Guru kita tertawa dalam hati.
Amy dulu pernah bercerita padanya tentang keluarganya. Dikatakannya bahwa ia tak
betah di rumah, dia lebih senang tidur di rumah yang di Pasar Minggu, karena di sana bisa
tenang dan tenteram tdak kesepian seperti di rumah orang tuanya.
"Amy takut sepi?" tanya Bu Guru kita waktu itu.
"Sepi sih, tidak, Bu, tapi.... Ah, pokoknya nggak enak. Papa memang sering bicara ketika
kami semeja makan, tapi.... Pokoknya enggak enak!"
“Apa Amy nggak bisa cerita dengan santai pada Papa atau Mama?"
"Ya, lagi pula Amy harus turut apa kata Papa" "Amy takut membantah ucapan Papa?"
"Takut, sih tidak, tapi.... Sebenarnya Amy kasihan pada Papa, Bu, Mas Tomy sering pergi
dan bertengkar dengan Papa, karenanya Papa sering sakit, Bu. Tapi...."
"Bu Gur tahu, Amy sayang pada Papa, dan Papa Amy juga sayang pada Amy dan Mas
Tomy, hanya saja Amy belum mengerti benar apa yang Papa Amy maksudkan. Yang penting,
Amy jangan melawan apalagi bertengkar seperti Mas Tomy. Ibu sarankan sekali-sekali ajak
Papa Amy piknik."
“Uun, mara pernah sempat! Berangkat kerja bareng dengan Amy, pulang kerja seringkali
sudah jam sepuluh malam. Minggu ada urusan, mama juga begitu.”
Bu Guru kita diam, seolah Amy adalah dirinya di masa lalu. Tentu saja orang tua Bu Guru
kita tak sekaya orang tua Amy. Dulu Bu Guru kita juga mengalami hal seperti itu. Tak ada
tempat mencurahkan perasaan hati selain si Popy, bonekanya. Tiap hari, apalagi jika hari libur,
sepanjang hari Bu Guru kita bermain dengan si Popy. Bercerita, menyanyi, menangis, tertawa,
semuanya hanya Popy yang tahu. Sejak saat itu Bu Guru kita membangun dunianya sendiri,
dunia yang akrab tanpa banyak kata-kata terhambur; dunia kesendirian yang tenang.
"Nilai-nilaimu bagus, tes IQ-mu memuaskan; Papa sarankan kamu masuk kedokteran."
Padahal waktu itu dia baru saja lulus SMP. Itu artinya Bu Guru kita di SMA harus lebih
giat belajar supaya kelak menjadi dokter seperti saran Papa. Tetapi apa hendak dikata, ujian
saringan perguruan tinggi tidak meluluskannya; dan Bu Guru kita gembira, tetapi sekaligus
sedih, karena melihat Papa begitu terpukul.
"Pa," katanya suara malam, "boleh Ita bicara?"
Bu Guru kita waktu itu, melihat wajah Papanya berubah. Wajah itu seolah tak percaya
bahwa yang berbicara di depannya adalah anaknya, anaknya yang nomor dua, Dwita! Sorot
mata Papa lain sekali. Jika selama ini Papa menganggap anaknya anak bawang, kini Papa
terkejut melihat kenyataan anaknya telah gadis dan berani bicara seperti itu.
"Tentu! Kamu mau bicara apa?" kata papa lembut sekali.
Dan semuanya begitu lancar terurai, meluncur lewat lima tahun lalu. Kini Bu Guru kita
tengah menghadapi murid-muridnya ulangan. Kini Bu Guru kita tengah menikmati dunia yang
sedikit demi sedikit dibangunnya itu. Dunia yang penuh bunga-bunga yang mulai bermekaran,
ceria, nakal, dan ah, anakanak.
Amy manis, kau juga pernah bilang pada ibu bahwa kau ingin menjadi insinyur lapangan
terbang, seperti om, ah, siapa om-mu yang sering kau ceritakan itu? Ah, sudahlah!
"Sudah selesai?" tanya Bu Guru kita memecah keheningan.
Kelas pecah, keluhan meletup di sana-sini. Gelisah mulai menggeliat di siang itu. "baik,
ibu beri waktu lima menit lagi."
"Huuu ... !" Itu pasti suara Yusak.
Bu guru hanya tersenyum kecil. Si Kriting krupuk itu, begitulah kawan-kawan sekelas
menjulukinya, memang, selalu begitu. Padahal, sering kali dia sudah selesai mengerjakan
tugasnya.

"Baik, kumpulkan!" perintah Bu Guru kita tegas, lima menit kemudian.
Tak ada suara. Zamroni dengan cekatan mengumpulkan kertas ulangan dan
menumpukkan di meja. Kelas kembali sunyi. Bu Guru kita agak heran melihat seolah
menunggu sesuatu.
"Kalian boleh pulang," perintahnya sambil masih memandangi murid-muridnya.
Seisi kelas hanya tersenyum, saling pandang sesama mereka.
"Ada apa?" Bu Guru kita tersenyum heran. Kemudian mengemasi kertas ulangan. Terbaca
olehnya judul karangan milik Ninin "Ulang Tahun Guruku". Kelas mulai hidup oleh gelakgelak kecil tawa mereka.
Lembar kedua dibacanya, "Ulang Tahun Nih, Yee..."
Tulisan Yusak. Kelas makin hidup. Bu Guru gugup, segera dibacanya lembar-lembar
ulangan itu, dan ya, Tuhan! Semua bertuliskan....
"panjang umurnya, panjang umurnya, panjang umurnya Bu Guru kita, Bu Guru kitaaa, ...
dan bahagia..." Mereka menyanyi dan bertepuk tangan.
Di luar sana tak ada hujan, bahkan mendung pun tidak, tetapi Dwita Fajarini, bu Guru kita
pipinya basah, matanya pun begitu.
(dikutip dari Horison Sastra Indonesia: Kitab Cerita Pendek. 2000)
Analisis Tema, Plot, Tokoh, dan Perwatakan
Cerita pendek di atas bertema keakraban antara seorang Bu Guru dengan muridmuridnya. Hal itu dapat dilihat dari hafalnya Bu Guru kira pada nama siswa-siswanya dan
ucapan selamat ulang tahun Bu Guru tersebut dari murid-muridnya.
Plotnya adalah alur maju, yang sesekali dicampur plot kilas balik. Jalan ceritanya berkisar
pada kegiatan Bu guru mengajarkan siswa-siswanya mengarang.
Konfliknya dialami oleh Bu guru maupun murid -muridnya. Konflik pada bu guru adalah
pada masa silamnya, ketika ayahnya berkehendak Dwita Fajarini, Bu guru itu, jadi seorang
dokter. Tapi Bu guru kita memilih jadi guru. Konflik pada anak adalah pada seorang siswa
bernama Amy, yang tidak mendapat perhatian penuh orang tuanya karena sang ayah. Ayah si
Amy, selalu berangkat kerja pagi hari dan pulang pukul sepuluh malam. Ditambah pula
pertengkaran antara ayah Amy dan kakak Amy, Tomy.
Tokohnya, tentu saja adalah Bu guru itu sendiri sebagai tokoh utama, dan murid-muridnya
sebagai tokoh tambahan. Tokoh Bu guru kita ini berwatak penyabar, familiar, dan baik hati.
Identifikasi bahwa dia berwatak seperti itu terlihat pada teknik perwatakan dramatik, yakni
dialog antar tokoh (Bu guru dengan murid-muridnya) dan tingkah laku tokoh-tokoh itu.
D. Skenario Pembelajaran
No

Kegiatan

1 Pendahuluan

Alokasi Waktu
5 menit

2 Inti
 Membaca drama Indonesia dan drama terjemahan
 Mengidentifikasi tema, plot, tokoh, dan perwatakan dalam prosa naratif drama Indonesia
 Mediskusikan perbandingan unsur-unsur intrinsik prosa
naratif drama Indonesia dengan prosa naratif drama terjemahan
 Menentukan dalam drama Indonesia dan terjemahan
 Merangkum hasil diskusi
 Melaporkan hasil diskusi
 Memberikan tanggapan
3 Penutup
Penguatan keterampilan menyimak berita

E. Media dan Sumber Bahan

Metode

Ceramah
Tanya jawab
diskusi
inkuiri
simulasi
demonstrasi

15 menit





Buku teks yang terkait (modul yang ditulis oleh tim MGMP Bahasa dan Sastra Indonesia)
Buku Bahasa Indonesiaku Bahasa Negeriku 3 untuk Kelas XII SMA dan MA Program
Studi Bahasa, Platinum (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri), Solo.
Buku Membina Kompetensi Berbahasa dan Bersastra Indonesia, Grafindo, Bandung

F. Evaluasi
1. Apa yang Anda ketahui tentang tema, plot, tokoh, dan perwatakan dalam prosa naratif?
Jelaskan!
2. Masukkanlah uraian analisis tema, plot, tokoh dan perwatakan dalam cerpen “Bu Guru
Dwita” di atas ke dalam format berikut!
Judul cerpen : Bu Guru Dwita
Penulis
: Yanusa Nugroho
Tema
Plot
Tokoh
Perwatakan
………………..
………………..
………………..
………………..
………………..
………………..
………………..
………………..
………………..
………………..
………………..
………………..
………………..
………………..
………………..
………………..
………………..
………………..
………………..
………………..
………………..
………………..
………………..
………………...

Mengetahui,
Kepala MAN Tambakberas

Jombang, Agustus 2010
Guru Mata Pelajaran

Drs. H. AH. SUTARI, M.Pd
NIP 131415738

ARFIN SUWARNO, S.Pd

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Mata Pelajaran
Satuan Pendidikan
Waktu
Kelas/Semester
Program

: Sastra Indonesia
: MAN TAMBAKBERAS
: 6 jam pelajaran (@ 40 menit)
: XII/II
: Bahasa

A. Kompetensi Dasar
7.2 Mengomentari tokoh, perwatakan, latar, plot, tema, dan perilaku berbahasa dalam drama
Indonesia yang memiliki warna lokal/daerah
B. Indikator
 Membaca naskah drama dan menganalisis unsur intrinsiknya;
 Menjelaskan pembabakan dalam teks drama;
 Menjelaskan perilaku berbahasa dalam naskah drama.
 Membahas unsur-unsur drama (tema, penokohan, konflik, dialog)
C. Materi Pokok
Teks atau naskah drama berbentuk dialog antara tokoh satu dengan lainnya. Dalam
membacakan teks drama, Anda harus benar-benar menghayati dialog tersebut.
Dalam karya sastra berbentuk drama, seperti halnya pada karya sastra berbentuk prosa
(novel/cerpen), terdapat unsur intrinsik berupa tema, plot, tokoh, perwatakan, dan bahasa.
Adapun unsur yang khas dalam drama, terdapat unsur pembabakan. Dalam pembelajaran ini
Anda akan mempelajari unsur-unsur tersebut. Agar pembelajaran lebih mudah Anda cerna,
berikut ini disajikan contoh penggalan drama. Setelah itu, disajikan pula hasil analisis dari segi
unsur-unsur tema, plot, tokoh, perwatakan, pembabakan, dan penggunaan bahasa. Silakan
cermati dengan saksama kutipan drama berikut!
Ibu
Sudahlah. Apa faedahnya? Jinakkan hasratmu ingin merusak.
Anak
Pandang mata saya akan selalu terganggu selama Cindil masih ada. Bahkan juga pandang mata
dalam angan-angan saya.
Ibu
Demikian mendalam bencimu kepadanya.
Anak
Tujuh tahun lewat saya berharap, segalanya memang telah berakhir. Tak ada lagi dendam
antara keluarga kita dengan keluarga Kunting. Nyatanya apakah yang terjadi, Ibu? Supriatmi
dibuat malu. Tapal batas tanah kita digeser ke barat, dikurangi.
Ibu
Demi ketenteraman, kurelakan semua itu.
Anak
Saya tidak dapat menerima! Ayah yang sudah di dalam tanah, difitnah mempunyai hutang di
mana-mana, juga hutang kepadanya. Ratusan ribu rupiah katanya. Tanah pekarangan yang kita
tempati ini telah pula dijual padanya. Begitu katanya. Mana buktinya? Ibu pernah melihat
buktinya? (Merenung, gusar) Seolah-olah kita sekarang hanya menumpang. Karena belas
kasihan Cindil. Betapa hina!
Ibu
Biarlah akibatnya dia yang menanggung. Allah Maha Mendengar dan Maha. Mengetahui.
Anak
Ini keterlaluan, Ibu.
Ibu
Jadi, hasutan pamanmu, Tenyok akan kaupenuhi?
Anak
Pukul berapa Cindil biasa lewat sungai itu? Menjelang Isya’
Ibu

(memandang anak dengan curiga, takut, canggung untuk menjawab)
Anak
Ibu tidak mau mengatakan?
Ibu
Kalau pulang dari rantau hanya untuk memulai lagi malapetaka permusuhan, alangkah lebih
baik jika engkau tidak usah pulang.
Anak
(menunduk, gusar)
Ibu
(menyesal telah melukai hati anaknya. Didekatinya anak, mengusap kepala si anak).
Maafkan Ibu. Aku gembira kau pulang setelah tujuh tahun tanpa kabar.
Anak
Ibu, nama keluarga harus dibersihkan.
Ibu
Tapi Cindil sangat kuat, anakku. Dia sekarang amat ganas. Dia seorang "gali". Kau akan kalah
menghadapinya.
Anak
Almarhum ayah menghadapi empat orang garong dapat menang. Tak suatu pun saya takutkan.
Pukul berapa dia biasa lewat sungai itu?
Ibu
(setelah lama ragu) Menjelang Isya.
Anak
Kalau begitu saya hadang sekarang. (bergerak pergi)
(Sumber: Modul Kuliah, Buku Materi Pokok Kesusastraan II)
Apa tema penggalan drama di atas? Bagaimana plotnya? Siapa tokoh-tokohnya? Siapa tokoh
protagonis dan antagonisnya? Bagaimana teknik perwatakannya? Bagaimana
pembabakannya? Bagaimana pula penggunaan bahasanya?
Mari kita mencoba menganalisisnya!
Tema
Tema adalah pokok pikiran yang dicetuskan pengarang yang menjadi jiwa dan dasar cerita.
Dengan mendasarkan pada definisi tema tersebut maka tema pada penggalan drama tersebut
adalah "perseteruan antara dua keluarga." Hal itu tampak dari isi dialog antara ibu dan Anak
yang intinya menggugat tokoh antagonis Cindil, yang menurut si Anak, Cindil suka memfitnah
keluarganya.
Plot
Plot, atau disebut juga alur, adalah rangkaian peristiwa yang direka dan dijalin dengan
saksama dan menggerakkan jalan cerita melalui rumitan/permasalahan ke arah klimaks dan
penyelesaian, pautannya dapat diwujudkan oleh hubungan waktu dan hubungan sebab akibat.
Berdasarkan hubungan waktu, plot dibedakan menjadi plot maju dan plot kilas balik. Dari
dialog yang dilisankan ibu dan Anak dalam penggalan drama di atas, plot tergambar sebagai
berikut.
 Selama tujuh tahun si anak merantau.
 Setelah tujuh tahun merantau, si Anak pulang menjenguk ibunya
 Kepulangan si Anak karena ingin membalaskan dendam pada Cindil yang dikatakannya suka
memfitnah pada keluarga si Anak. Ayah si Anak, menurut si tokoh Anak, difitnah banyak
utangnya, termasuk utang kepada Cindil itu.
 Si Anak akan mendatangi Cindil di tepian sungai seusai Isya.
Dilihat dari urutan peristiwa yang tergambar dalam dialog, tampak bahwa plot yang digunakan
adalah plot maju: si anak merantau, pulang, lalu mau mendatangi Cindil. Namun, bisa juga
disebutkan bahwa plot tersebut dicampur dengan plot kilas balik. Hal itu tergambar dari isi
dialog yang disampaikan si Anak.
Tokoh
Drama di atas hanya disampaikan oleh dua orang tokoh, yaitu tokoh Ibu dan tokoh Anak.
Namun, dari isi dialog yang disampaikan Ibu dan Anak itu, tergambar pula tokoh Cindil.
Kalau tokoh dibedakan menjadi tokoh protagonist dan antagonis, maka yang menjadi

tokob protagonis adalah Anak dan ibunya, dan tokoh antagonisnya adalah
Cindil.
Perwatakan
 Tokoh Ibu, berwatak penyabar dan pasrah pada nasib
 Tokoh Aku, berwatak temperamental, mudah tersinggung, kuat.
 Tokoh Cindil, berwatak culas, suka memfitnah, kuat dan ganas.
Penggambaran watak tokoh tersebut jelas-jelas menggunakan teknik dramatik. Teknik
dramatik dapat diketahui melalui dialog antar tokoh, atau tokoh yang satu menceritakan tokoh
yang lain. Teknik yang digunakan dalam penggalan drama di atas adalah melalui dialog antar
tokoh, yakni tokoh Aku dan tokoh Ibu; dan tokoh lain diceritakan oleh tokoh. Tokoh Cindil
yang culas dan suka memfitnah, dan jugs ganas, kits ketahui dari isi dialog tokoh Aku dan
tokoh Ibu.
Pembabakan
Babak adalah bagian bestir dari suatu drama atau lakon yang terdiri atas beberapa adegan;
babak baru ditandai dengan pergantian setting atau dengan ditutupnya layar untuk dibuka
kembali. Penggalan drama di atas hanya terdiri atas satu babak karena semua peristiwa terjadi
dalam satu tempest dalam rangkaian satu waktu. Yaitu: tokoh Aku dan Ibu berdialog dalam
satu waktu dan satu tempat.
Perilaku Berbahasa
Penggalan drama di atas ditulis dengan menggunakan bahasa Indonesia standar, alias bahasa
Indonesia bakes. Menunjukkan pula, bahasa yang digunakan adalah bahasa percakapan. Jika
dilihat dari standar baku atau tidak laku, bahasa Indonesia dalam penggalan drama itu adalah
bahasa Indonesia baku. Tidak tampak unsur kedaerahan atau ragam prokem.
Jika dilihat dari perilaku tokoh dalam berbahasa, tampak bahwa tokoh Aku berperilaku cukup
santun, terutama kepada ibunya. Akan tetapi, dalam hal menghadapi tokoh antagonis, perilaku
berbahasa Anak menunjukkan perilaku antipati sekaligus terserat rasa dendam, sedangkan
perilaku berbahasa Ibu kepada anaknya menunjukkan perilaku penuh kasih sayang, walaupun
pada mulanya cukup jengkel dengan niat dan ulah anaknya yang mau membalas dendam pada
Cindil.
Dengan demikian, perilaku berbahasa dalam drama di atas sudah sesuai dengan tuntutan watak
tokoh masing-masing.
D. Skenario Pembelajaran
No

Kegiatan

1 Pendahuluan

Alokasi Waktu
5 menit

2 Inti
 Membaca naskah drama
 Menceritakan isi drama
 Membahas unsur-unsur drama (tema, penokohan, konflik, dialog)
 Merangkum hasil pembahasan
 Memberikan tanggapan
3 Penutup
Penguatan keterampilan menyimak berita

Metode

Ceramah
Tanya jawab
diskusi
inkuiri
simulasi
demonstrasi
15 menit

E. Media dan Sumber Bahan
 Buku teks yang terkait (modul yang ditulis oleh tim MGMP Bahasa dan Sastra Indonesia)
 Buku Bahasa Indonesiaku Bahasa Negeriku 3 untuk Kelas XII SMA dan MA Program
Studi Bahasa, Platinum (PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri), Solo.
 Buku Membina Kompetensi Berbahasa dan Bersastra Indonesia, Grafindo, Bandung.
 Contoh naskah drama Indonesia yang mempunyai warna lokal/daerah kekhasan (bentuk,

pementasan, dialog/dialek, kostum, adat, alur, dll.)
F. Evaluasi
Bacalah penggalan drama berjudul "Perempuan dalam Kereta" berikut ini!

Perempuan dalam Kereta
Suara cermin dibanting dan diinjak-injak dengan sepatu. Dalam keremangan atau silhuet,
seorang perempuan bergerak, merintih, menari dalam kotak yang, terbuat dari koran-koran
kuning. Lalu memberontak dan merobek semuanya. Dua perempuan (bisa juga diperankan
oleh lelaki sedang terpekur dalam dua kerangkeng (semacam jeruji besi yang bisa dipakai
sebagai property). Gelisah dan kemudian saling menyapa.
Perempuan 1
Apakah engkau seorang serdadu? (Tidak ada jawaban). Apakah engkau seorang serdadu?
Perempuan 2
Serdadu... apa menurutmu aku seorang lelaki?
Perempuan 1
Tidak. Emangnya hanya lelaki yang bisa menjadi serdadu, menjadi jenderal atau presiden?
Perempuan 2
Kalau begitu, dugaanku tepat, engkau pasti seorang perempuan.
Perempuan 1
Jangan terlalu cepat percaya pada prasangka, pada pendapat atau kata-kata. Lelaki atau
perempuan tiada bedanya dalam berpendapat, dalam berkata atau berpikir. Bahkan juga
memiliki kesempatan yang sama untuk berperan atau bermain-main dalam ....
Perempuan 2
Ohh... dugaanku memang tepat, Anda seorang tahanan politik, bukan?
Perempuan 1
Kamu pikir, politik hanya berguna untuk menahan orang, memenjarakan manusia, he...
Perempuan 2
Lalu, kenapa engkau terkurung di sini dan bertanya-tanya tentang sesuatu di luar dirimu?
Perempuan 1
Karena aku bernama manusia, bukan hewan atau tumbuh-tumbuhan.
Perempuan 2
Apakah semua makhluk yang bernama manusia harus terkurung dalam jeruji dan pagar-pagar
seperti ini?
Perempuan 1
Oh, tidak, tidak semua. Karena tidak semua manusia mengalami nasib yang sama. Bahkan apa
yang sedang kita alami ini di sini, sebagaimana juga yang dialami oleh teman-teman kita,
sahabat-sahabat kita atau saudara-saudara kita yang lumpuh dan dilumpuhkan. Hampir
semuanya ditentukan oleh manusia.
Perernpuan 2
Oleh manusia atau oleh kekuasaan.
Perempuan 1
Oleh kedua-duanya... dan itulah yang disebut akal dan pikiran.
Perempuan 2
Ya,.. bisa juga. Karena hanya akal dan pikiran manusia yang minta disembah setelah Tuhan.
Yang minta dihormati setelah pangeran, yang minta ditaati perintahnya setelah raja. Dan
manusia juga yang selalu merasa duduk di samping singgasana para dewa, menafsirkan
titahnya, mengurus hartanya, men1bagikan rezekinya, menciptakan penjara bagi lawan jenis
dan orang-orang yang menentangnya. Namun, seperti yang tertulis dalam sejarah, hanya lelaki
yang pernah berkata bahwa dirinya adalah Tuhan.
Perempuan 1
Kalau begitu, semua jeruji dan penjara-penjara bagi perempuan dibangun dan diciptakan oleh
kaum lelaki.
Perempuan 2

Tidak, tidak semua. Tetapi jelas oleh seorang penguasa. Karena hanya
seorang penguasa yang memiliki kekuatan untuk membangun istana atau
penjara, surga atau neraka.
Perempuan 1
Dan kekuasaan selalu berada di tangan lelaki. Lelaki jugalah yang selalu
melebihkan diri sebelum panggung sejarah terbentuk, sebelum
keserakahan dan ketamakan menciptakan pasar-pasar budak, di mans
orang-orang tak bernama dijualbelikan seperti buah apel, sapi, atau
kerbau...
Perempuan 2
Tetapi, bukankah Adam dan Hawa diturunkan ke bumi secara bersamaan.
Perempuan 1
Ya... betul. Karena Tuhan hanya menciptakan satu makhluk yang terbuat
dari tanah, yang diberi ruh dalam darahnya, diberi otak dalam kepalanya,
diberi nurani dalam hatinya, dan diberi nama sebagai manusia. Bukan
lelaki atau perempuan, bukan banci atau wadam..., lalu, kenapa engkau
berada di sini dan terkurung seperti ini.
Perempuan 2
Adam dan Hawa memiliki hak dan kebebasan yang lama untuk
mengurung diri atau terbang mengelilingi angkasa, untuk menjelajahi
atau mengelola bumi dan seisinya.
Perempuan 1
Ya, ya... aku mengerti. Tetapi... apa yang terjadi, kaum harus tidak diberi
kesempatan untuk memiliki dan memiliki kebebasannya. Dan karena itu
mereka lebih sering dikurung dari pada mengurungkan diri, lebih sering
ditindas daripada menindas... apalagi dalam dunia politik, kaum
perempuan hanya dianggap sebagai mesin pengumpul suara, tetapi suara
mereka tidak pernah dikumpulkan.... Kaum perempuan dimuliakan dalam
retorika, dalam khutbah dan pidato, disebut sebagai ibu pertiwi, tiang
negara, pendidik utama dalam keluarga, pintu menuju surga dan lain
sebagainya, tetapi disingkirkan dalam kehidupan nyata. Dan semua itu,
telah terbukti dalam sejarah, dalam tradisi dan adat istiadat kaum lelaki...
dengan cara yang tidak pernah berubah, melalui kekerasan, keserakahan
dan kekuasaan....
Dua petugas berseragam lewat. Memeriksa, berkata-kata dengan suara yang keras dan tidak
jelas. Kemudian pergi dengan omelan yang juga tidak jelas.
(Sumber: Perempuan dalam Kereta, Hamdy Salad)
Perintah:
Lakukan analisis terra, plot, tokoh, perwatakan, pembabakan, dan perilaku
berbahasa dalam penggalan drama di atas. Lihat uraian pada Aktivitas I
di atas! Tulislah jawaban Anda pada format berikut ini!
Analisis Penggalan Drama
Judul: Perempuan dalam Kereta
Penulis: Hamdy Salad
1. Unsur Instrinsik
Tema
………………..
………………..
………………..
………………..
………………..
………………..

Plot
………………..
………………..
………………..
………………..
………………..
………………..

2. Pembabakan dan Perilaku Berbahasa
Pembabakan
……………………………………..

Tokoh
………………..
………………..
………………..
………………..
………………..
………………..

Perwatakan
………………..
………………..
………………..
………………..
………………..
………………...

Perilaku berbahasa
……………………………………..

……………………………………..
……………………………………..
……………………………………..
……………………………………..

……………………………………..
……………………………………..
……………………………………..
……………………………………..

Mengetahui,
Kepala MAN Tambakberas

Jombang, Agustus 2010
Guru Mata Pelajaran

Drs. H. AH. SUTARI, M.Pd
NIP 131415738

ARFIN SUWARNO, S.Pd

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Mata Pelajaran
Satuan Pendidikan
Waktu
Kelas/Semester
Program

: Sastra Indonesia
: MAN TAMBAKBERAS
: 6 jam pelajaran (@ 40 menit)
: XII/II
: Bahasa

A. Kompetensi Dasar
8.1 Menentukan tema, plot , tokoh, perwatakan, dan pembabakan, serta perilaku berbahasa
dalam teks drama tradisional atau terjemahan
B. Indikator
 Membaca naskah drama
 Menentukan tema, plot, tokoh, perwatakan, dan pembabakan, serta perilaku berbahasa
 Mengidentifikasi unsur satiris/ humor dan atau sinisme yang tergambar dari dialog para
pelaku drama tersebut sebagai penanda dari perwatakan masing-masing pelakuterjemahan
 Menilai tema, plot, tokoh, perwatakan, dan pembabakan, serta perilaku berbahasa teks dalam drama tradisional
 Membuat usulan tentang drama terjemahan berdasarkan penilaian
C. Materi Pokok
Menentukan Unsur Intrinsik Drama
1. Membaca naskah drama
Drama adalah cerita atau kisah yang melihatkan konflik atau emosi yang mempunyai
tujuan untuk dipentaskan. Dalam drama dijelaskan juga layar, latar belakang, maupun sifat
watak pelaku-pelakunya.
Drama akan berhasil dalam pementasannya apabila sutradara atau pengatur lakunya dapat
memilih dengan tepat pelaku-pelaku yang cocok dengan sifat-sifat pelaku dalam cerita
drama tersebut.
Bila pelaku sudah sesuai dengan karakter dalam skenario drama, langkah selanjutnya
adalah memahami isi drama dengan cara membaca skenario.
a. Alur atau Plot
Alur dalam drama dibagi menjadi babak atau adegan. Babak adalah bagian dari plot yang
ditandai dengan perubahan setting. Adegan merupakan bagian dari babak yang ditandai
dengan adanya perubahan jumlah tokoh maupun perubahan masalah yang didialogkan.
b. Tokoh
Tokoh ialah pelaku yang menggerakkan alur. Dalam drama tokoh diperankan oleh seorang
aktor. Dengan peragaan tersebut perwatakan seorang tokoh akan semakin jelas dan
menarik.
c. Ciri khusus drama adalah dialog. Dalam drama dialog mempunyai peranan sangat penting.
Macam-macam percakapan dalam drama:
1) Prolog : Pengantar untuk membuka pertunjukan.
2) Monolog : Seorang pelaku tampil bercakap sendiri.
3) Dialog : Percakapan antarpelaku.
4) Epilog : Cakapan akhir sebagai penutup pertunjukan.
d. Latar atau Setting
Dalam drama setting terwujud dalam bentuk tata panggung (blocking), tata lampu, tata
bunyi dan tata rias.
e. Gerak atau Aksi
Dalam pementasan drama gerak merupakan ekspresi dari kegiatan para tokoh. Gerak dapat
dibedakan menjadi :
1) Mimik, yaitu perubahan raut muka.
2) Pantomimik, yaitu gerak-gerak anggota tubuh.
3) Blocking, yaitu perpindahan posisi aktor di atas panggung.
Pada pelajaran ini, siswa diharapkan mampu menentukan unsur-unsur drama dan
mengidentifikasi satiris/humor dan sinisme yang tergambar dalam dialog para pelaku drama.

D. Skenario Pembelajaran
No

Kegiatan

1 Pendahuluan

Alokasi Waktu

Metode

5 menit

2 Inti
 Membaca naskah drama
 Mengidentifikasi unsur satiris/ humor dan atau sinisme
yang tergambar dari dialog para pelaku drama tersebut
sebagai penanda dari perwatakan masing-masing pelaku
 Menjelaskan pembabakan dan perilaku berbahasa
 Mendiskusikan hasil identifikasi
 Merangkum hasil diskusi
 Melaporkan hasil diskusi
 Memberikan tanggapan
3 Penutup
Penguatan keterampilan menyimak berita

Ceramah
Tanya jawab
diskusi
inkuiri
simulasi
demonstrasi

15 menit

E. Media dan Sumber Bahan
 Buku teks yang t