Genesa dan Potensi Mineralisasi Emas di
GENESA DAN POTENSI MINERALISASI EMAS DI SEPANJANG SAYAP BARAT PEGUNUNGAN BUKIT BARISAN; KASUS DAERAH KOTA AGUNG DAN SEKITARNYA, LAMPUNG SELATAN
Oleh :
Iskandar Zulkarnain, Sri Indarto, Sudarsono, Iwan Setiawan, dan Kuswandi
Abstrak
Penelitian ini merupakan penelitian tahun kedua dari rencana penelitian geologi selama 3 tahun di sepanjang sayap barat pegunungan Bukit Barisan di pulau Sumatera. Penelitian tahun lalu dilakukan di daerah Sumatera Barat yang mencakup 4 lokasi yakni, Pasaman, Bonjol, Mangani dan Salido. Penelitian tahun ini dilakukan di daerah Kota Agung dan sekitarnya, Lampung Selatan, meliputi Ketapang, Guring, Tamiyang, Gisting, Sekampung, Way Ulu Semung, Way Kerap, Sukadana, dan Rajabasa yang juga merupakan kawasan di sayap barat pegunungan Bukit Barisan
Tujuan akhir dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan suatu metoda eksplorasi mineralisasi emas berdasarkan karakter geokimia batuan volkanik yang berasosiasi dengan mineralisasi tersebut. Untuk mencapai tujuan tersebut maka rangkaian penelitian ini diarahkan kepada pengumpulan sampel batuan volkanik dan analisis karakter geokimianya dari berbagai lokasi di sepanjang sayap barat pegunungan Bukit Barisan. Batuan volkanik yang menjadi target utama adalah batuan yang termasuk kedalam Formasi Hulusimpang, karena hingga saat ini formasi ini yang selalu memperlihatkan korelasi dengan pembentukan mineralisasi emas di kawasan dimaksud. Dari kumpulan data yang diperoleh tersebut, maka akan dapat ditemukan secara statistik suatu metoda eksplorasi yang lebih efisien dan akurat serta menjadi lebih murah karena akan memangkas sebagian tahapan yang dilakukan dalam metoda eksplorasi konvensional.
Hasil analisis petrografi dan kimia menunjukkan bahwa batuan volkanik yang dikoleksi terdiri dari basalt, andesit, dasit, granit, dan batuan malihan sekis mika. Batuan ini umumnya sudah mengalami ubahan (alterasi) kecuali basalt dari daerah Sukadana dan Tamiyang, disamping itu ada juga yang membawa mineralisasi (batuan dari Way Kerap). Mineral alterasi yang terbentuk diidentifikasi berupa khlorit, karbonat, epidot, serisit, silika, lempung, sedangkan mineral bijih yang ditemukan adalah sulfida berupa pirit, sfalerit dan galena.
Pola diagram REE Fomasi Hulusimpang menunjukkan bahwa batuan tersebut berasal dari dua sumber magma yang berbeda, sedangkan basalt dari Sukadana dan Tamiyang menunjukkan pola yang sama sekali berbeda sehingga bisa dipastikan bahwa batuan kedua daerah tersebut berasal dari magma yang berbeda dari kedua jenis Formasi Hulusimpang tersebut. Batuan volkanik yang berasosiasi dengan mineralisasi emas diinterpretasikan berasal dari magma yang mempunyai Light Rare Earth Elements (LREE) > 40 dan umumnya mereka berkomposisi intermediate. Mineralisasi yang terdapat di daerah Kota Agung dan Pola diagram REE Fomasi Hulusimpang menunjukkan bahwa batuan tersebut berasal dari dua sumber magma yang berbeda, sedangkan basalt dari Sukadana dan Tamiyang menunjukkan pola yang sama sekali berbeda sehingga bisa dipastikan bahwa batuan kedua daerah tersebut berasal dari magma yang berbeda dari kedua jenis Formasi Hulusimpang tersebut. Batuan volkanik yang berasosiasi dengan mineralisasi emas diinterpretasikan berasal dari magma yang mempunyai Light Rare Earth Elements (LREE) > 40 dan umumnya mereka berkomposisi intermediate. Mineralisasi yang terdapat di daerah Kota Agung dan
I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Indonesia yang terdiri dari kurang lebih 13.000 pulau, sebagian besar dibentuk oleh busur volkanik-plutonik (Sillitoe, 1994). Panjang total busur mencapai 9.000 Km, dan 80% segmennya diketahui mengandung endapan- endapan mineral (Carlile dan Mitchell, 1994). Endapan mineral tersebut tersebar mulai dari sepanjang bagian barat pulau Sumatera, menerus ke selatan Jawa, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan, Sulawesi, Endapan mineral di Halmahera dan Irian Jaya. Halmahera dan Irian Jaya kemungkinan termasuk bagian dari gugusan endapan mineral tepian Lautan Pasifik, sedangkan Endapan mineral di Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, dan Kalimantan adalah lebih terkait dengan interaksi konvergen lempeng sepanjang tepian timurlaut lempeng India-Australia (Hamilton, 1979).
Sektor pertambangan adalah salah satu sektor yang mampu bertahan terhadap krisis ekonomi yang melanda Indonesia dan ini ditunjukkan oleh penerimaan negara dari sektor ini yang tercatat paling tinggi pada tahun 2000 (Gambar 1).
Gambar 1. Penerimaan negara dari sektor pertambangan yang memperlihatkan penerimaan tertinggi pada tahun 2000
PENERIMAAN NEGARA DARI PAJAK DAN BUKAN PAJAK DI SEKTOR PERTAMBANGAN TAHUN 2000-2005
10000 PN bukan pajak 8845.23 9000
PN pajak 8000
p u 6000 R 5000 a r 4000
il y 3000
Realisasi Rencana 2004
Sumber: ESDM, 2004
Emas dan logam dasar merupakan dua komoditi sumberdaya logam yang mempunyai peran menonjol di sektor pertambangan selain migas dan batubara. Kedua logam tersebut mempunyai harga jual yang relatif stabil di pasaran dunia dibanding timah dan nikel.
Kenyataan pada dasawarsa terakhir ini menunjukkan bahwa produksi emas terus berlangsung, sedangkan peluang penemuan cadangan baru cenderung menurun disamping biaya eksplorasi yang semakin mahal. Produksi emas PT Antam yang dimulai sebesar 95.038 troy ounces pada tahun 1999 kemudian meningkat dan stabil pada kisaran 123.000 hingga 129.000 troy ounces pada tahun 2000 hingga 2002 dan meningkat hingga 134.258 troy ounces pada tahun 2003, menunjukkan produksi emas dalam negeri yang terus berlangsung (Tabel 1.).
Tabel 1. Produksi komoditi logam PT Aneka Tambang Tbk dari tahun 1999 hingga 2003
Sumber: Laporan Tahunan PT Aneka Tambang, 2003
Pada siaran persnya pada 3 Agustus 2001, PT Kelian Equatorial Mining yang mulai beroperasi 1992-2004, menyatakan produksi tahun terakhir mereka sekitar
12.4 ton emas dan 10.9 ton perak, sedangkan posisi cadangan mereka sampai 31 Desember 2000 sekitar 30 ton. Data ini menunjukkan bahwa sebagian tambang emas di Indonesia sudah mendekati masa penutupan tambang, sedangkan cadangan baru masih belum banyak ditemukan. Cadangan emas yang paling akhir ditemukan dan kini tengah ditambang adalah tambang Batu Hijau di pulau Sumbawa yang dioperasikan oleh PT Newmont Nusa Tenggara.
Menurunnya penemuan cadangan baru endapan emas, bukan saja terjadi di Indonesia, tapi juga menjadi kecenderungan dunia. Data dari WMC, juli 2004, menunjukkan bahwa penemuan cadangan terbesar pernah terjadi pada kurun waktu antara tahun 1981 hingga 1988, kemudian menurun dan naik lagi pada tahun 1994 dan akhirnya terus menurun hingga tahun 2000. Dari tahun 2000 hingga tahun 2004, tingkat kesuksesan penemuan ini tetap masih rendah (Gambar 2).
Berbanding terbalik dengan tingkat kesuksesan penemuan cadangan baru yang rendah, biaya eksplorasi yang diperlukan untuk penemuan cadangan baru semakin meningkat dengan tajam hingga mencapai 3 kali lipat dalam 20 tahun terakhir (Gambar 3).
Gambar 2. Tingkat kesuksesan penemuan cadangan emas baru yang menunjukkan penurunan tajam pada dasawarsa terakhir ini.
Gambar 3. Kenaikan biaya eksplorasi emas yang meningkat tajam hingga sampai 3 kali lipat dalam 20 tahun terakhir.
Sumber: http://www.wmc.com/acrobat/pacrim20040922.pdf
Kecenderungan diatas mengisaratkan bahwa diperlukan suatu metoda atau konsep ataupun pendekatan baru dalam eksplorasi emas yang memberikan peluang lebih besar dalam penemuan cadangan baru, tetapi dapat dilakukan dalam waktu yang lebih pendek dan dengan biaya yang lebih murah. Dalam konteks inilah penelitian ini dilakukan.
Penelitian ini merupakan penelitian tahun kedua dari rencana penelitian geologi selama 3 tahun di sepanjang sayap barat pegunungan Bukit Barisan di pulau Sumatera. Penelitian tahun lalu dilakukan di daerah Sumatera Barat yang mencakup 4 lokasi yakni, Pasaman, Bonjol, Mangani dan Salido. Penelitian tahun ini dilakukan di daerah Kota Agung dan sekitarnya, Lampung Selatan, meliputi Ketapang, Guring, Tamiyang, Gisting, Sekampung, Way Ulu Semung, Way Kerap, Sukadana, dan Rajabasa yang juga merupakan kawasan di sayap barat pegunungan Bukit Barisan
Tujuan akhir dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan suatu metoda eksplorasi mineralisasi emas berdasarkan karakter geokimia batuan volkanik yang berasosiasi dengan mineralisasi tersebut. Untuk mencapai tujuan tersebut maka rangkaian penelitian ini diarahkan kepada pengumpulan sampel batuan volkanik dan analisis karakter geokimianya dari berbagai lokasi di sepanjang sayap barat pegunungan Bukit Barisan. Batuan volkanik yang menjadi target utama adalah batuan yang termasuk kedalam Formasi Hulusimpang, karena hingga saat ini formasi ini yang selalu memperlihatkan korelasi dengan pembentukan mineralisasi emas di kawasan dimaksud. Dari kumpulan data yang diperoleh Tujuan akhir dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan suatu metoda eksplorasi mineralisasi emas berdasarkan karakter geokimia batuan volkanik yang berasosiasi dengan mineralisasi tersebut. Untuk mencapai tujuan tersebut maka rangkaian penelitian ini diarahkan kepada pengumpulan sampel batuan volkanik dan analisis karakter geokimianya dari berbagai lokasi di sepanjang sayap barat pegunungan Bukit Barisan. Batuan volkanik yang menjadi target utama adalah batuan yang termasuk kedalam Formasi Hulusimpang, karena hingga saat ini formasi ini yang selalu memperlihatkan korelasi dengan pembentukan mineralisasi emas di kawasan dimaksud. Dari kumpulan data yang diperoleh
Walaupun yang menjadi target utama penelitian ini adalah karakter geokimia batuan volkanik, namun dalam penelitian lapangan dilakukan juga pengamatan aspek geologi lainnya seperti keragaman litologi, struktur geologi dan aspek mineralisasi. Hal ini dimaksudkan agar dapat diperoleh bukan hanya suatu pemahaman yang komprehensif tentang karakter geokimia batuan pembawa mineralisasi tetapi juga tentang proses pembentukannya menjadi sebuah sebakan. Sejauh memungkinkan, posisi pengambilan contoh batuan ditentukan dengan menggunakan GPS.
1.2. Kerangka Teori
Adalah suatu fenomena geologi yang sudah diterima secara umum, bahwa keterdapatan endapan mineral logam, baik logam mulia seperti emas dan golongannya, maupun logam dasar seperti tembaga dan keluarganya, selalu berkaitan dengan kehadiran batuan-batuan magmatik atau volkanik yang berasal dari pembekuan magma. Dimana endapan logam tersebut dijumpai, maka disana hadir sejumlah batuan magmatik/volkanik yang sering beragam dalam jenis mineral dan komposisinya. Sebut saja endapan tembaga porfir yang dijumpai di seputar lautan Pasifik, mulai dari Amerika Selatan di sepanjang pegunungan Andes terus ke utara menyusuri pegunungan Rocky Mountain di Amerika Utara, terus ke Alaska, Eropa dan berbelok ke barat menuju Iran dan terus kearah negara kepulauan di Pasifik Barat Laut seperti New Hibrides, Bougainville dan terus ke Papua New Geunia, Papua dan berbelok ke utara ke Filipina, adalah endapan tembaga yang juga mengandung emas yang selalu berasosiasi dengan batuan magmatik/volkanik. Umumnya endapan ini terdapat dalam suatu komplek “multi intrusion” dimana batuan magmatik dan volkanik berada bersama-sama dengan komposisi dan jenis yang beragam.
Semua endapan emas dan tembaga yang utama di Indonesia selalu berasosiasi dengan batuan gunungapi (volcanic rocks) yang berumur Mio-Pliosen (Carlile dan Mitchell, 1994) dan umumnya mereka tersebar di busur kepulauan
Pasifik bagian barat (Sillitoe, 1989). Pola penyebaran ini diyakini lebih disebabkan kepada keterkaitan endapan ini dengan zona penunjaman kerak samudera ke bawah kerak benua.
Diantara berbagai jenis endapan emas yang dikenal di dunia, endapan emas jenis epithermal yang mengandung sulfida ( baik yang low maupun high sulphide) adalah yang paling dicari di Indonesia karena lebih murah biaya eksploitasinya. Gejala mineralisasi emas epithermal, seperti juga endapan tembaga pofir, selalu berasosiasi dengan pembentukan zona alterasi. Akan tetapi, sebaliknya, tidak semua zona alterasi akan membawa mineralisasi (Gambar 4). Suatu proses hidrothermal yang berawal dari kegiatan suatu volkanisme akan dapat menghasilkan zona-zona alterasi (zona potasik, zona filik, zona argilik, zona propilitik dan silisifikasi), tetapi zona alterasi mana yang terbentuk akan sangat dipengaruhi oleh komposisi fluida yang dihasilkan dan kondisi geologi/ geohidrologi daerah sekitarnya. Tetapi, seperti disebutkan diatas, pembentukan zona alterasi tidak selalu membawa mineralisasi. Dengan asumsi bahwa sumber logam emas dan sekutunya itu adalah magma, maka keterdapatan mineralisasi di suatu zona alterasi haruslah terkait dengan komposisi kimia magma asalnya. Dengan kata lain, magma yang membawa mineralisasi haruslah memiliki perbedaan dengan magma yang tidak membawa mineralisasi (barren).
Gambar 4. Kartun keterkaitan antara kegiatan magma dan pembentukan zona alterasi dan
mineralisasi dimana proses alterasi tidak selalu membawa mineralisa si
Perbedaan ini diinterpretasikan dapat ditelusuri dari karakter geokimia batuan volkanik yang dihasilkan oleh kegiatan magmatik atau volkanik yang membawa mineralisasi tersebut. Oleh karena itu, bila karakter geokimia yang unik ini dapat diidentifikasi dan diketahui, maka dengan menganalisis batuan volkanik suatu kawasan untuk mendapatkan karakter geokimianya, maka potensi mineralisasi emas kawasan tersebut akan dapat diketahui. Cara ini tentu akan lebih murah dan cepat dan memiliki peluang yang besar untuk menemukan cadangan emas yang baru.
1.3. Perumusan Masalah
Untuk mengembangkan suatu metoda atau konsep eksplorasi yang didasarkan pada penentuan karakter geokimia batuan volkanik yang membawa mineralisasi, mau tidak mau diperlukan pendekatan statistik. Mengingat sumber logam, baik emas maupun logam dasar, dari suatu proses hidrothermal yang terkait dengan aktivitas magma masih tetap menjadi perdebatan (apakah dari magma atau dari batuan samping), maka penentuan karakter geokimia batuan volkanik yang benar-benar terkait dengan potensi mineralisasi tersebut, bukanlah suatu yang dapat diharapkan seragam dan sederhana. Pola geokimia batuan volkanik yang membawa mineralisasi di suatu daerah akan bisa berbeda dengan pola batuan volkanik pembawa mineralisasi di daerah lain. Karena itu diperlukan banyak data dan pendekatan statistik untuk dapat memperoleh pola spesifik yang berlaku umum sehingga dapat diaplikasikan sebagai suatu konsep eksplorasi yang valid.
Berangkat dari kondisi yang demikian, maka penelitian ini direncanakan untuk mengumpulkan data dan sampel batuan volkanik dari daerah mineralisasi yang berbeda-beda, disamping mengoleksi sampel dari formasi-formasi batuan volkanik yang „dicurigai“ sebagai kelompok batuan pembawa mineralisasi. Karena itu, penelitian ini dilakukan di sepanjang sayap barat pegunungan Bukit Barisan yang sudah diketahui sejak zaman Belanda memiliki indikasi akan keterdapatan endapan emas epithermal.
1.4. Hasil Penelitian Tahun 2003
Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa pada tahun 2003, penelitian di lakukan di daerah Sumatera Tengah yang meliputi lokasi Pasaman Barat, Bonjol, Mangani dan Salido. Namun, karena hambatan teknis/perizinan sampel dari Mangani tidak dapat diperoleh. Hasil analisis kimia batuan dari lokasi-lokasi tersebut menunjukkan bahwa terdapat dua pola diagram REE yang berbeda dari batuan-batuan tersebut (Gambar 5), dimana batuan volkanik yang berasosiasi dengan mineralisasi memperlihatkan pemiskinan (depleted) akan unsur Heavy Rare Earth Element (HREE) tetapi tidak mengalami pengayaan pada unsur Light Rare Earth Element (LREE). Sampel dari Pasaman dan Bonjol adalah sampel yang dikoleksi dari kawasan mineralisasi yang juga dicirikan oleh adanya kegiatan penambangan emas oleh rakyat di daerah tersebut. Namun, sampel yang berasal dari Salido, walaupun dikoleksi dari sekitar kawasan termineralisasi tetapi tidak memperlihatkan adanya pola pemiskinan akan HREE. Hal ini kemungkinan disebabkan karena sampel batuan tersebut merupakan produk volkanik yang berbeda dari batuan volkanik yang membawa mineralisasi di daerah itu, mengingat suatu kawasan mineralisasi selalu dicirikan oleh kehadiran lebih dari satu kegiatan volkanik.
Gambar 5. Diagram REE sampel batuan volkanik dari daerah Pasaman, Bonjol dan Salido yang menunjukkan adanya dua pola REE yang berbeda, dimana batuan volkanik yang berasosiasi dengan mineralisasi menunjukkan pemiskinan akan HREE.
II. METODOLOGI
Metoda yang digunakan untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam mencapai target adalah : Metoda yang digunakan untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam mencapai target adalah :
b. Membuat peta lokasi/lintasan pengamatan geologi terutama (litologi, alterasi, mineralisasi, pengukuran arah dan penyebaran urat kuarsa, dan pengukuran struktur geologi), pengambilan contoh batuan
c. Menganalisis contoh batuan di laboratorium, dan menginterpretasi hasil penelitian lapangan dan laboratorium.
II.1. Pengumpulan data sekunder :
i. Pengumpulan sejumlah publikasi yang umumnya berkaitan dengan cebakan mineral di daerah Sumatra
ii. Literatur: Busur magmatik kaitannya dengan emas dan mineralisasi tembaga di Indonasia (Carlile, J.C. and Mitchell. A.H.G., 1994), Tectonics of the Indonesia region (Hamilton, W.B., 1979), dan sebagainya (lihat pustaka)
iii. Peta topografi buatan: JANTOP TNI AD, 1974, lembar Kota Agung, Lampung dan Tanjung Karang, Sekala 1 : 250000 (Digambar oleh Kartografi Dit. Geologi 1977).
iv. Peta geologi Lembar Kota Agung, dan Tanjung Karang, skala 1 : 250.000 v. Citra landsat Daerah Lampung/Kota Agung dan sekitarnya, sekala 1 : 250.000
II.2. Penelitian Lapangan :
➢ Menentukan lokasi dan membuat peta lintasan pengamatan geologi. Lokasi-lokasi penelitian adalah yang diperkirakan memiliki singkapan yang
baik, dan representatif (Gambar 7 dan 8.). Lintasan pengamatan meliputi Kota Agung, Pekondoh dan sekitarnya adalah daerah sekitar Guring, Ketapang, Gisting, Sekampung, Way Ulu Semung, Way Kerap, Sukadana dan Rajabasa. Foto singkapan dan lintasan dapat dilihat pada foto 1. di bawah.
II.3. Analisis Laboratorium :
Melakukan berbagai analisis di laboratorium dari sejumlah batuan yang terpilih.
1. Analisis petrografi, untuk mengetahui komposisi mineral batuan dan jenis batuan secara mikroskopik, jumlah contoh batuan yang dianalisis 40 buah.
2. Analisis kimia: Major dan Trace Element, dan Unsur Tanah Jarang (REE) sebanyak 12 buah.
3. Analisis mineragrafi, untuk mengidentifikasi, mendeskripsi mineral- mineral bijih, dengan variasi struktur dan teksturnya. Contoh yang dianalisa 4 buah.
4. Analisis Citra Satelit, untuk mendapatkan gambaran secara umum kondisi geologi daerah penelitian termasuk struktur yang berkembang di daerah tersebut. Analisis petrografi, mineragrafi dan citra satelit dilakukan di Laboratoium
Fisika Optik-Pusat penelitian Geoteknologi LIPI, sedangkan analisis kimia dilakukan di Activation Laboratories Ltd., Canada.
Gambar 6.
Indeks lokasi daerah Kota Agung, Tamiyang, Sukadana dan Raj abasa
LP 14, 16/TMY, LP 15A-B/SKD
TAMIYANG- SUKADANA
Kota Agung
LP 16, 17,
dan sekitarnya
18A, 19/RBS RAJABASA
III. Data
Data yang diperoleh dari lapangan berupa: titik-titik koordinat lokasi pengamatan geologi yang diukur dengan GPS, sampel batuan dan foto singkapan serta data pengukuran kekar. Kemudian dibuat peta lokasi pengamatan dan pengambilan contoh batuan (Gambar 7 dan 8), dan peta geologi daerah penelitian Data yang diperoleh dari lapangan berupa: titik-titik koordinat lokasi pengamatan geologi yang diukur dengan GPS, sampel batuan dan foto singkapan serta data pengukuran kekar. Kemudian dibuat peta lokasi pengamatan dan pengambilan contoh batuan (Gambar 7 dan 8), dan peta geologi daerah penelitian
mineralisasi dan perbedaannya jika dibandingkan dengan pola batuan volkanik yang barren.
- Menganalisis struktur rekahan yang diukur di lapangan dan kaitannya dengan struktur regional daerah penelitian, untuk menemukan hubungan antara struktur tersebut dengan pola geometri pembentukan endapan epithermal di daerah dimaksud.
III.1. Geologi Umum
Pulau Sumatera terbentuk akibat tumbukan kerak benua Sundaland dengan kerak Samudera India-Australia. Tumbukan tersebut berarah N 23° E (Hamilton, 1979). Laju tumbukan membentuk arah miring 60° dengan jalur tepi Barat kerak Sundaland. Tumbukan ini mengakibatkan terbentuknya cekungan sunda disebelah barat Pulau Sumatera (Curray, et.al., 1979), dan cekungan-cekungan sedimentasi di daratan Sumatera. Tumbukan atau subduksi ini juga memicu terjadinya aktivitas magmatisme dan volkanisme di Pulau Sumatera sejak Tersier hingga kini. Gaya-gaya tektonik dari subduksi antara Sundaland dengan India-Australia ini secara periodik telah menyebabkan terjadinya sesar geser menganan yang membelah sejajar Pulau Sumatera (Fitch, et.al., 1972). Sesar geser ini menerus hingga sesar transform di Andaman. Sesar transform ini juga membentuk cekungan-cekungan tarikan (Pull Apart Basin) di daratan Sumatera.
Satuan Geologi daerah Lampung (berdasarkan peta geologi lembar Lampung dan Tanjung Karang yang diterbitkan oleh P3G, Bandung) dapat dikelompokkan ke dalam tiga satuan dari tua ke muda masig-masing berumur Mesozoik, Tersier dan Kuarter. Batuan tertua berumur Pra-Kapur terdiri dari genes, sekis, kuarsit dan marmer, yang penyebarannya diketahui di sekitar Kompleks Gunung Kasih, di Satuan Geologi daerah Lampung (berdasarkan peta geologi lembar Lampung dan Tanjung Karang yang diterbitkan oleh P3G, Bandung) dapat dikelompokkan ke dalam tiga satuan dari tua ke muda masig-masing berumur Mesozoik, Tersier dan Kuarter. Batuan tertua berumur Pra-Kapur terdiri dari genes, sekis, kuarsit dan marmer, yang penyebarannya diketahui di sekitar Kompleks Gunung Kasih, di
1. Batuan volkanik terdiri dari Formasi Hulusimpang yang tersebar di sebelah barat sepanjang lereng pantai barat hingga tanjung di Teluk Semangka.
2. Sedimen Fluvio-marine terdiri dari Formasi Muara Enim yang tersebar di sebelah timur dan menempati hampir seluruh daerah pengaliran sungai Mesuji. Batuan Kuarter terdiri dari tufa, basalt, piroklastik, dan sedimen fluviatil serta endapan pantai. Tufa yang dijumpai di utara sekitar Tigeneneng, di sekitar Tanjungkarang berbeda dengan tufa yang tersingkap lebih ke tenggara sepanjang jalan dari Panjang ke Bakauheni. Tufa Tigeneneng yang penyebarannya menerus ke utara adalah bagian dari Formasi Kasai. Tufa di Tanjungkarang-Pahoman memberi kesan sebagai ignimbrit dan adanya flow structure serta terbentuknya kekar meniang dengan sumbu yang hampir vertikal. Nishimura (1981) melakukan pentarikhan yang menghasilkan umur 1 (lk. 0.22) juta tahun. Tufa yang terdapat lebih ke tenggara dekat Bakahauni menutupi satuan vulkanik memberi kesan adanya perlapisan dengan komponen yang lepas. Umur satuan batuan yang mengandung air tanah dalam jumlah yang terbatas ini adalah 0.09 (lk. 0.01) juta tahun.
Di sekitar Sukadana ditemui sebaran plateau basalt yang sebagian tersingkap pada tebing-tebing landai sekitar daerah itu. Pada pentarikhan K/Ar didapatkan umur basalt sebesar 0.8 (lk. 0.4) juta tahun. Hasil pemboran di desa Sribhawono, Kecamatan Labuhan Maringgai memperlihatkan bahwa ketebalan maksimum basalt adalah 33.7m dengan susunan yang berlapis-lapis. Perlapisan itu masing-masing pada selang (4,5-16.4), (16.4-32.2) dan (32.2-33.7) m, dicirikan oleh perbedaan dalam (lapisan) berongga-rongga, retakan, sisipan tufa dan lempung setebal 40 cm. Retakan pada basalt itu merupakan aquifer yang Di sekitar Sukadana ditemui sebaran plateau basalt yang sebagian tersingkap pada tebing-tebing landai sekitar daerah itu. Pada pentarikhan K/Ar didapatkan umur basalt sebesar 0.8 (lk. 0.4) juta tahun. Hasil pemboran di desa Sribhawono, Kecamatan Labuhan Maringgai memperlihatkan bahwa ketebalan maksimum basalt adalah 33.7m dengan susunan yang berlapis-lapis. Perlapisan itu masing-masing pada selang (4,5-16.4), (16.4-32.2) dan (32.2-33.7) m, dicirikan oleh perbedaan dalam (lapisan) berongga-rongga, retakan, sisipan tufa dan lempung setebal 40 cm. Retakan pada basalt itu merupakan aquifer yang
Endapan piroklastik berupa breksi, lahar dan tufa, serta lava tersebar di beberapa kerucut antara lain G. Rajabasa dan Balirang (1281 m), G. Pesawaran (1582 m) dan Ratai (1681 m), G. Tanggamus (2101 m), Bukit Rindingan (1608 m), G. Sekincau (1718 m) dan Tangkitahiangan (914 m).
Sedimen klastik Kuarter lainnya adalah hasil endapan sungai dengan penyebaran sepanjang badan sungai. Di sepanjang garis pantai juga dijumpai sedimen fluvio marin.
Peta Geologi umum daerah telitian dapat dilihat pada gambar 9.
Gambar 7. Peta lokasi pengambilan contoh batuan daerah Kota Agung dan sekitarnya, Lampung Selatan
Gambar 8. Peta lokasi pengambilan contoh batuan daerah Rajabasa, Lampung
Selatan
Gambar 9. Peta Geologi daerah Kota Agung dan sekitarnya, Lampung Selatan
Gambar 10. Interpretasi citra daerah Kotagung Lampung dan sekitarnya, Selatan,
Lampung
Tabel 2. Petrografi contoh batuan dari Kota Agung dan sekitarnya, Lampung
KA TEKS BA TRI AC KETERA BATU No OH
SI TUR MINERAL PRIMER
T KS M NGAN AN P
MASADASAR
MINERAL UBAHAN
F XT GL KB SR KL SPML EP SI ZE GL N BB TF ML GL TU
Xen gabro px--kl,
LP karb 06 GU
Porf- direpl Basal B/
RIN af, klo, olv t 1 GR
G hipox 5 12
3 3 18 2 5 glo px porfiri
Porf- Kb direpl Basal LP
af, klorit, An t 2 11 hipox
5 3 8 3 64 porfiri vein sil
direpl epi,
LP pullapart 03 KET Porf-
, KT
APA af, orntsi Trakit 3 P
NG hipox 2 20 2
2 bjh frac porfiri Porf-
frac olv af,
direpl LP
hipox, klo, rim Basal 12 al
reac dg t 4 C mds
3 8 px porfiri Porf-
LP af, Px Ande 12 hipox,
pseudo sit 5 B vesc
8 3 kl, porfiri LP
WA Porf- 13 Y
af, B/
KE hipox, WK
RA al veinlets Latit 6 R
P mds 4 72 16 8 silika porfiri Porf-
LP af, 06 GU
hipox, Klo di Basal B RIN al
repl mlp, t 7 GR
6 37 5 An 64 porfiri Porf-
G mds 3 26
af, hipox,
Basal LP
al t 8 12 mds
5 2 porfiri Porf-
GU hipox, koloidal, Basal 06 RIN al
gls tdevit t 9 GR
3 2 sil porfiri LP
Porf- 16 RAJ af,
Ande A/
A hipox, sit RB
BA al basalt 10 S
SA mds
8 3 An 46 ik Porf-
hipox, Ande C/
RIN al sit 11 GR
G mds
3 8 4 porfiri Porf-
af, Ande LP
GIS hipox, sit 05 TIN
al basalt 12 GT
15 SU Porf- D/
KA pana, Basal SK
DA hipo, t 13 D NA
ves 9 39 35 2 15 porfiri Porr-
LP RAJ af, 19 A hipox,
Basal RB
BA al An 36- t 14 S
SA mds 3 36
3 18 2 An 51 porfiri Porr-
af, LP
RAJ hipx, Ande 16 /
A al sit RB
BA mds, basalt 15 S
SA ves
4 7 An 64 ik
LP equig 15A SU
r, /
KA interg Basal SK
DA r, ves, t 16 D NA
porf 5 42 32 3 16 2 porfiri Porf-
af, Ande hipox,
sit LP
al basalt 17 17 mds
8 13 ik SE
equig LP
KA r, Syeni 09 MP
porf, t SK
UN holx, (Traki 18 P
G afan 76 12 84 t) WA
veinlet q, LP
Y alt halo : Syeni 13 KE
Porf- ksr Q-Fn t WK
RA af, Q-mlp (Traki 19 R
P hipox 6 63
3 +bj-Fn Q t) sdg-
SE ksr, LP
KA terpb Frg 07 MP
u, basal SK
UN kemb teraltera Lithic 20 P
G uk 6 1 1 36 11 27 18 si tuf sdg-
LP SE ksr, Frg 13 KA
terpb basal A/
MP u, teraltera SK
UN kemb si, frg Lithic 21 P
G uk 12 3 10 58 17 syenit << tuf epi cyt
hls- Kf dekst, LP
sdg, epi direpl 04/
terbu, ser, KT
kemb sil direp Lithic 22 B uk
32 9 19 epi tuf Porf-
outline af,
hb LP
RAJ hipx, teroksida Ande 18/
A al si, sit RB
BA mds, pg diinkl hornb 23 S
SA ves
15 7 px lende equig
LP TA r, 16 MIY interg
Basal TM
AN r, ves, t 24 Y
G porf 17 40 28 3 12 porfiri epi direpl
LP mlp, kf 1A KET panar
pseudo KT
APA itik, sil granit 25 P
NG holx, 4 24
dan ser porfiri veinl sil,
ser LP
direpl 1B/
KET Porf- epi, KT
APA af, klo, zl granit 26 P
direpl sil, porfiri LP
NG hipx 6 26
WA diaba 13 Y
sik, C/
KE holx, px WK
RA equig exoluted Diaba 27 R
by plag, s sil direp
panar epi, itik,
epi--klo, LP
holx, klo--kb, 28 02 equi
3 14 7 hb sinistr granit 3 14 7 hb sinistr granit
LP kb, 1 KET porf-
sil--mlp, KT
APA af,hip ser cut granit 29 P
NG ox 8 35
18 41 8 10 15
1 sil, porfiri bjh
LP tersebar 06 GU
porf- pad Basal D/
RIN af,hip masadas t 30 GR
G ox 4 26
2 15 41
4 3 5 ar porfiri olv reac
LP RAJ rim px, 18 A porf-
ol--klo, Basal RB
BA af,hip plag t 31 S
3 9 5 diinkl ol porfiri LP
SA ox 14 38
2 8 21
WA epi--klo, 13F Y
kb--epi. /
KE porf- Ser--kb, WK
RA af,hip klo--epi, granit 32 R
6 vn kb porfiri LP
glass 12 y,
Frg bat 33 D shard
2 5 3 88 2 basaltis Perlit vn sil--
LP epi, epi-- 02A
klo, /
KET porf- devit, Ande KT
APA af,hip kb--epi, sit 34 P
kb--klo porfiri LP
mlp-kb, E/
KE porf- sil-kb, WK
RA af,hip klo-kb Dasit 35 R
mlp-plag porfiri mkv--
mlp, kf SE
porf- diink LP
KA af,hip mkv 08 MP
ox, dan sil, SK
UN kristl metam ? granit 36 P
? porfiri WA
G hls
40 1 25 4 12 3 15
LP Y Hbd-- 13 KE
porf- krb-- Ande FW
RA af,hip tersilisifik sit 37 KR
P ox 30 14 2
5 4 10
5 4 10 7 5 4 asi porfir
Keterangan kode : OL olivin, PG plagioklas, KF k-felspar, QZ kuarsa, PX piroksen, BI biotit, MVv muskovit, BJ bijih, MP mikrolit plagioklas, MPX mikrogranular piroksen, MQ mikrogranular kuarsa, MKF mikrolit k-felspar, XT kristalin, GL gelas, KB karbonat, SR serisit, KL klorit, SP serpentin, SI silika, ZE zeolit, GL gelas, LI limonit, XEN xenolith, BB batuan beku TF tuf, ML mineral lempung, TU turmalin
Keterangan foto 1. Perjalanan dan lokasi singkapan
a). Singkapan basal di Pantai Canti, Rajabasa b). Lintasan blok VI-Ulu Semung c). Singkapan batuan basal di Ketapang, Padang Ratu d). Lintasan Way Ulu Semung
III.1 Data petrografi
Batuan-batuan yang tersingkap di daerah penelitian, umumnya adalah anggota dari Formasi Hulusimpang. Beberapa contoh di antaranya merupakan hasil volkanik Rajabasa dan Basal Sukadana. Formasi Hulusimpang disusun oleh lava, breksi gunungapi dan tuf, umumnya telah mengalami proses ubahan, bersusunan andesit-basal, dan berumur Miosen Awal. Selain itu variasi-variasi batuan yang hadir di sekitar batuan (F. Hulusimpang) tersebut dilakukan Batuan-batuan yang tersingkap di daerah penelitian, umumnya adalah anggota dari Formasi Hulusimpang. Beberapa contoh di antaranya merupakan hasil volkanik Rajabasa dan Basal Sukadana. Formasi Hulusimpang disusun oleh lava, breksi gunungapi dan tuf, umumnya telah mengalami proses ubahan, bersusunan andesit-basal, dan berumur Miosen Awal. Selain itu variasi-variasi batuan yang hadir di sekitar batuan (F. Hulusimpang) tersebut dilakukan
37 contoh batuan telah diambil dan dianalisis, contoh-contoh batuan tersebut secara petrografi (R.B. Travis, 1955), dapat dibagi menjadi 12 kelompok batuan yaitu basal porfiri (12), andesit porfiri (4), andesit basaltis (4), andesit hornblende (1), trakit porfiri (2), latit porfiri (1), tufa batuan (3), granit (6), syenit porfiri (1), diabas (1), dasit porfiri (1) dan perlit (1).
a). LP 16a/TMY b). LP 15/SKD
Keterangan foto 2. sayatan tipis batuan basal porfiri
a). Basal porfiri, porfiritik dan hipokristalin, menunjukan fenokris olivin,
piroksen dan plagioklas, lokasi Tamiyang b). Basal porfiri, menunjukan tekstur glomeroporfiritic, fenokris olivin, piroksen dan plagioklas, lokasi Sukadana
Basal porfiri ditunjukkan oleh contoh LP 06 GR, LP 06B/GR (2), LP 06 D/GR, LP 11, LP 12, LP 12C, LP 15A/SKD, LP 15 D/SKD, LP 16 TMY, LP 18/ RBS, dan LP 19 RBS (Foto 2.). Basal porfiri bertekstur porfiritik, hipokristalin dan berongga-rongga (vesicular); pada contoh LP 15A/SKD dan LP 16 TMY, basal porfiri bertekstur equigranular. Batuan disusun oleh fenokris olivin (2-17%), plagioklas (12-42%), kuarsa (LP 12, 1%), dan piroksen (2-35%); fenokris- fenokris tersebut tertanam dalam masadasar berupa mikrolit plagioklas (10-41%), mikrogranular piroksen (7-16%), kristalit (LP 12, 31%), dan gelas (3-16%). Batuan telah mengalami proses ubahan yang dicirikan oleh kehadiran kelompok Basal porfiri ditunjukkan oleh contoh LP 06 GR, LP 06B/GR (2), LP 06 D/GR, LP 11, LP 12, LP 12C, LP 15A/SKD, LP 15 D/SKD, LP 16 TMY, LP 18/ RBS, dan LP 19 RBS (Foto 2.). Basal porfiri bertekstur porfiritik, hipokristalin dan berongga-rongga (vesicular); pada contoh LP 15A/SKD dan LP 16 TMY, basal porfiri bertekstur equigranular. Batuan disusun oleh fenokris olivin (2-17%), plagioklas (12-42%), kuarsa (LP 12, 1%), dan piroksen (2-35%); fenokris- fenokris tersebut tertanam dalam masadasar berupa mikrolit plagioklas (10-41%), mikrogranular piroksen (7-16%), kristalit (LP 12, 31%), dan gelas (3-16%). Batuan telah mengalami proses ubahan yang dicirikan oleh kehadiran kelompok
Andesit porfiri ditunjukkan oleh contoh LP 02A/KTP, LP 06 C/GR, LP 12B, LP 13 F/WKR (Foto 3). Andesit porfiri bertekstur porfiritik dan hipokristalin, disusun oleh fenokris plagioklas (20-34%), piroksen (2-4%), k- felspar (LP 13F/ WKR, 14%), hornblende (LP 13F/ WKR, 5%), dan kuarsa (LP 13F/ WKR 2%). Fenokris-fenokris tersebut tertanam dalam masadasar mikrolit plagioklas (10-48%) dan gelas (0-5%), mikrogranular kuarsa (LP 13F/ WKR, 5%) dan mikrolit k-felspar (LP 13F/WKR, 4%) dan kristalit (LP 12B, 20%). Batuan telah mengalami proses ubahan yang dicirikan oleh kehadiran kelompok mineral ubahan klorit (4-8%), karbonat (7-10%), epidot (35%, LP 02 A/KTP), mineral lempung (5%, LP 13F/ WKR), silika (3-5%), gelas/vitrifikasi (4%) dan bijih (2-8%).
a). LP 12b
b). LP 02
Keterangan foto 3, Sayatan tipis batuan
a). Andesit, porfiritik, hipokristalin, fenokris plagioklas b). Granit, panaritik dan holokristalin, fenokris k felspar, biotit, hornblende
dan mineral bijih
Andesit hornblende ditunjukkan oleh contoh LP 18/RBS. Batuan bertekstur porfiritik, hipokristalin dan vesicular. Batuan berkomposisikan fenokris plagioklas (23%), piroksen (4%), dan hornblende (13%), mineral bijih (2%). Fenokris-fenokris tersebut tertanam dalam masadasar berupa mikrolit plagioklas (36%) dan gelas (15%). Batuan hanya mengalami vitrifikasi kristal (7%).
Andesit basaltik ditunjukkan oleh contoh LP 05/GT, LP 16/RBS, LP 16A/ RBS, dan LP 17. Batuan bertekstur porfiritik dan hipokristalin, dan berkomposisikan fenokris plagioklas (32-38%), piroksen (10-25%); fenokris- fenokris tersebut tertanam dalam masadasar mikrolit plagioklas (12-44%), mikrogranular piroksen (5-6%), dan gelas (4-8%). Batuan umumnya masih segar kecuali LP 16A/RBS yang telah mengalami proses ubahan, yang dicirikan oleh kehadiran kelompok mineral ubahan klorit (4%), karbonat (3%), serisit (1%), mineral lempung (8%), gelas (3%), dan mineral bijih (3-4%).
Granit ditunjukkan oleh contoh LP 1A/KTP dan LP 02 (Foto 3). Batuan bertekstur panaritik dan holokristalin; batuan disusun oleh fenokris plagioklas (4-10%), k-felspar (24-28%), piroksen (12%, LP 02), kuarsa (12%, LP 02), muskovit (3%, LP 02), hornblende (8%, LP 02). Batuan granit telah mengalami proses alterasi yang dicirikan oleh kehadiran kelompok mineral ubahan seperti klorit (3-14%), karbonat (1-2%), serisit (2-3%), mineral lempung (18-20%), epidot (16%), silika (10-13%), gelas (4%), dan mineral bijih (3%). Batuan granit telah mengalami proses alterasi yang dicirikan oleh kehadiran kelompok mineral ubahan seperti klorit (3-15%), karbonat (0-6%), serisit (0-4%), mineral lempung (0-20%), epidot (3-16%), silika (0-15%) dan mineral bijih (0-4%). Sedangkan porfiri granit ditunjukkan oleh contoh LP 1/KTP, LP 1B/ KTP, LP 08 SKP, dan LP 13F/WKR. Batuan bertekstur porfiritik dan hipokristalin, berkomposisikan fenokris plagioklas (5-8%), k-felspar (26-35%), piroksen (0-2%), kuarsa (0-7%), muskovit (LP 08/SKP, 25%); fenokris-fenokris tersebut tertanam dalam masadasar berupa mikrolit plagioklas (7-24%).
Trakit porfiri ditunjukkan oleh contoh LP 03 KTP dan LP 13/WKR. Batuan bertekstur porfiritik dan hipokristalin dan disusun oleh fenokris plagioklas (2-6%), k-felspar (20-63%), dan kuarsa (2%); fenokris-fenokris tersebut tertanam dalam masadasar mikrolit k-felspar (30%), kristalit (15%) dan gelas (4%). Batuan telah mengalami proses alterasi yang dicirikan oleh kehadiran kelompok mineral ubahan seperti klorit (2-4%), epidot (1-15%), silika (3-18%). Mineral lain berupa gelas (0-2%) dan mineral bijih (5%).
Latit porfiri ditunjukkan oleh contoh LP 13 B/WKR. Batuan bertekstur porfiritik dan hipokristalin, disusun oleh fenokris plagioklas (4%) dan tertanam dalam masadasar mikrolit k-felspar (72%). Batuan telah mengalami proses alterasi yang dicirikan oleh silika (8%) dan mineral lempung (16%).
Lithic tuff ditunjukkan oleh contoh LP 04A/KTB, LP 07/SKP, dan LP 13A/SKP. Batuan berbutir sedang-kasar, sedangkan untuk LP 04A/KTB batuan berbutir halus-sedang; terpilah buruk dan kemas terbuka. Batuan disusun oleh fragmen plagioklas (6-14%), kuarsa (1-2%), piroksen (1%, LP 04/KTB), fragmen batuan beku (32-58%) dan tufa (9-11%) yang tertanam dalam matriks gelas (18%, LP 07/SKP) dan mineral lempung (17-27%). Batuan telah mengalami proses alterasi yang dicirikan oleh kelompok mineral ubahan epidot (0-15%), silika (0-8%), dan bijih (1-3%).
a). LP 13C/WKR b). LP 12D
Keterangan foto 4. Sayatan tipis batuan
a). Batuan diabas, diabasik, plagioklas intergroth dalam masadasar piroksen b). Fragmen kristal dan batuan tertanam dalam masadasar gelas
Syenit porfiri ditunjukan oleh contoh LP 09/SKP batuan bertekstur equigranular-porfiritik dan holokristalin. Batuan berkomposisikan fenokris k- felspar (76 %) dan kelompok mineral ubahan seperti serisit (12 %), epidot (8%), dan silika (4%).
Dasit porfiri bertekstur porfiritik dan hipokristalin, berkomposisikan fenokris plagioklas, kuarsa, dan tertanam dalam masadasar mikrolit plagioklas (12%), mikrogranular kuarsa (30%). Batuan telah mengalami proses alterasi Dasit porfiri bertekstur porfiritik dan hipokristalin, berkomposisikan fenokris plagioklas, kuarsa, dan tertanam dalam masadasar mikrolit plagioklas (12%), mikrogranular kuarsa (30%). Batuan telah mengalami proses alterasi
Diabas ditunjukan oleh LP 13C/WKR (Foto 4.), bertekstur diabasik, equigranular dan holokristalin. Batuan berkomposisikan plagioklas (37%), piroksen (36%), klorit (18%), dan serpentinit (5%) dan mineral bijih (4%).
Perlit ditunjukan oleh contoh LP 12 D (Foto 4.), bertekstur glass- shard dan aliran. Batuan berkomposisikan plagioklas (2%), biotit (3%), dan kuarsa (5%); terdapat xenolith bersifat basaltis (2%) dan tertanam dalam masadasar gelas (88%).
III.2 Kimia Batuan
12 sampel batuan volkanik dari daerah penelitian di Lampung telah
dianalisis untuk mengetahui unsur utama (major elements), unsur jejak (trace elements) dan unsur jarang-nya (rare earth elements). Analisis kimia ini dilakukan oleh Activation Labs, sebuah lab yang sudah terakreditasi di Kanada dengan kode analisis Litho4. Hasil analisis kimia ini dalam bentuk unsur utama diberikan pada Tabel 2. dibawah ini.
Tabel 2. Hasil analisis unsur utama sampel dari daerah penelitian Lampung.
SAMPLE Lokasi
SiO2 Al2O3 Fe2O3
TiO2 P2O5 LOI TOTAL
% % % % LP 02A/KTP (2) Cukuh Pandan
2.8 7.55 3.05 1.3 0.947 0.21 4.93 100.05 LP 02B/KTP
2.6 5.15 3.84 1.73 0.672 0.13 1.73 99.85 LP 06/GR
Ketapang
3.88 9.59 2.15 0.65 0.877 0.18 2.7 100.02 LP 11/SMG
Guring
Ulu Semung 50.84 18.82 9.86 0.31 3.64 9.8 2.8 0.81 1.123 0.21 1.64 99.87 LP11C-LP12C
4.76 9.17 2.73 0.9 1.282 0.32 0.79 100.18 LP 13/WKR
Ulu Semung
2.22 2.78 4.48 1.02 1.025 0.32 2.81 100.09 LP 13D/WKR
Way Kerap
1.88 4.67 3.49 1.98 0.572 0.13 2.21 99.99 LP 14/TMY
Way Kerap
7.06 8.59 3.55 0.5 1.28 0.16 -0.01 100 LP 15A/SKD
Tamiyang
7.04 8.5 3.42 0.56 1.262 0.17 0.71 99.56 LP 15B/SKD
LP 17/RBS Rajabasa
2.75 5.63 3.95 2.4 0.751 0.21 1.44 99.93 LP 18A/RBS
Tabel diatas menunjukkan bahwa sampel batuan tersebut dikoleksi dari lokasi yang berbeda-beda, terutama tersebar di kabupaten Tanggamus, Lampung Selatan. Semua sampel, kecuali sampel dari lokasi Sukadana dan Rajabasa, secara umum baik pada peta geologi yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi (P 3 G) Bandung, maupun dari publikasi yang diterbitkan, diklasifikasikan sebagai Formasi Hulusimpang. Formasi ini banyak disebut-sebut sebagai formasi yang hampir selalu berasosiasi dengan mineralisasi emas di pulau Sumatera.
III.3. Mineragrafi
Beberapa contoh yang dianggap mewakili, dilakukan preparasi sayatan poles untuk analisa mineragrafi. Contoh tersebut yaitu LP03KTP, LP 13WKR, LP 13D, dan LP 13B/WKR (Foto 5).
LP 03/KTP, mineral bijih yang teridentifikasi adalah pirit, berwarna kuning keputih-putihan, berbentuk trigonal-kubik, beberapa bagian retak, dan bertekstur solid solution dengan sfalerit yang berwarna abu-abu terang. Pirit di beberapa bagian tampak hadir sebagai mineral inklusi pada kristal.
Foto 5 a). LP03KTP, pirit dan sfalerit b). LP13/WKR, pirit dan sfalerit c). LP 13D, pirit, sfalerit dan galena
d). LP13B/WKR, pirit solid solution dengan kalkopirit dan sfalerit
LP 13 WKR, mineral bijih yang teridentifikasi adalah pirit berwarna kuning keputih-putihan, berbentuk kubik-trigonal, bertekstur solid solution dalam sfalerit. Beberapa pirit hadir berupa veinlets. Kalkopirit berwarna kuning terang dan bertekstur granular. Sfalerit berwarna abu-abu terang, granular dan solid solution dalam pirit. Terlihat adanya butiran emas, dengan ukuran yang sangat halus, solid solution dalam kristal pirit. Selain itu terdapat pula tetrahidrit (perak), dan magnetit di beberapa bagian yang menggantikan (replacement) sfalerit.
LP 13 D, mineral bijih yang bisa diidentifikasi adalah galena, berwarna abu keputih-putihan, simplelocking dengan pirit. Pirit granular dan solid solution dengan sfalerit. Di beberapa bagian sfalerit menggantikan pirit dalam sebuah kristal (inklusi).
LP 13B/ WKR LP 13, pirit berwarna kuning-keputih-putihan, berupa veinlets-iregular, dan bertekstur solid solution dengan sfalerit dan kalkopirit. Teridentifikasi pula tetrahidrit berwarna abu-abu dengan internal reflection kebiru-biruan dan butiran emas ? (solid solution pada pirit).
IV. Analisis Data
VI.1. Analisis Petrografi
VI.I.1 Alterasi batuan
Gejala alterasi pada batuan secara megaskopis dapat dilihat dari tekstur seperti perubahan warna batuan yang menggambarkan perubahan komposisi penyusunnya dan tekstur seperti breksiasi, veining dll. Perubahan mineral menjadi mineral lainnya ini diakibatkan oleh proses hidrotermal yang menyertai proses magmatisme.
Gejala alterasi batuan di daerah Kab. Lampung Selatan dan sekitarnya dapat diamati di desa Guring, Ketapang, Sekampung, Gisting, Way Kerap, Ulu Semung; Rajabasa. Gejala-gejala alterasi tersebut ditunjukkan oleh batuan ubahan basal-andesit, andesit hornblende, latit, trakit, granit porfiri, syenit, diabas, dasit, dan tufa batuan. Pada umumnya secara megaskopis mineral ubahan yang dominan Gejala alterasi batuan di daerah Kab. Lampung Selatan dan sekitarnya dapat diamati di desa Guring, Ketapang, Sekampung, Gisting, Way Kerap, Ulu Semung; Rajabasa. Gejala-gejala alterasi tersebut ditunjukkan oleh batuan ubahan basal-andesit, andesit hornblende, latit, trakit, granit porfiri, syenit, diabas, dasit, dan tufa batuan. Pada umumnya secara megaskopis mineral ubahan yang dominan
Secara petrografi diketahui bahwa intensitas mineral ubahan pada setiap jenis batuan beragam dan dapat dikelompokkan kepada terubah sedang. Dan yang paling intensif terubah adalah basal porfiri dan granit.
VI.1.2 Proses ubahan
Pengamatan secara petrografis menunjukkan bahwa contoh-contoh batuan dari daerah Kota Agung dan sekitarnya telah mengalami proses alterasi yang bervariasi; kecuali pada beberapa contoh batuan seperti basalt (LP 15D/SKD, Sukadana dan LP 16 TMY Tamiyang), andesit-basaltik (LP 05 GT Gisting), tufa batuan (LP 07 SKP Sekampung), dan perlit (LP 12 D). Proses ubahan pada setiap batuan diuraikan seperti di bawah ini.
Basalt porfiri dicirikan oleh kehadiran kelompok mineral ubahan seperti klorit, karbonat, serisit, mineral lempung, silika dan gelas. Tekstur yang dapat diamati adalah penggantian mineral (replacement), seperti olivin yang digantikan oleh klorit, dan penggantian kembali (overprint) karbonat digantikan menjadi klorit dan klorit menjadi mineral lempung.
Andesit porfiri dicirikan oleh kehadiran kelompok mineral ubahan seperti klorit, karbonat, epidot, silika, dan mineral lempung. Proses alterasi mineral ditunjukkan seperti pada contoh LP 02A/KTP, dan hadir pula epidot yang intensif tersebar pada masadasar batuan; tekstur overprint yang dapat diamati adalah silika dan karbonat digantikan oleh epidot, kemudian epidot dan karbonat digantikan oleh klorit.
Andesit-basaltik umumnya relatif segar kecuali pada LP 16/RBS, dicirikan oleh kehadiran kelompok mineral ubahan klorit, karbonat, serisit, mineral lempung dan gelas dalam jumlah yang kecil.
Trakit porfiri dicirikan oleh kehadiran kelompok mineral ubahan klorit, epidot, silika dan gelas. Tekstur yang dapat diamati adalah replacement seperti urat kuarsa digantikan oleh karbonat. Beberapa mikro struktur juga bisa diamati seperti kesan orientasi bijih pada system rekahan dan full apart veining pada silika Trakit porfiri dicirikan oleh kehadiran kelompok mineral ubahan klorit, epidot, silika dan gelas. Tekstur yang dapat diamati adalah replacement seperti urat kuarsa digantikan oleh karbonat. Beberapa mikro struktur juga bisa diamati seperti kesan orientasi bijih pada system rekahan dan full apart veining pada silika
Latit (trakit-andesit) porfiri dicirikan oleh mineral ubahan berupa silika dan mineral lempung, dan kadang-kadang muncul veinlets silika. Granit dicirikan oleh kelompok mineral ubahan klorit, karbonat, serisit, epidot mineral lempung, silika. Batuan granit merupakan batuan yang paling intensif mengalami proses alterasi, seperti pada contoh LP 1A/KTP. Proses alterasi mineral yang bisa diamati adalah serisit, klorit dan silika digantikan oleh epidot, epidot digantikan oleh klorit dan mineral lempung, dan zeolit digantikan oleh silika, kemudian epidot, serisit dan klorit digantikan oleh karbonat, karbonat, klorit digantikan oleh silika, dan silika digantikan oleh mineral lempung.
Trakit terubah dicirikan oleh kelompok munculnya mineral ubahan seperti klorit, serisit, epidot dan silika. Proses alterasi ditunjukkan oleh halo alteration dan gradasi butiran kuarsa.
Andesit hornblende (LP 16/RBS), dicirikan oleh proses vitrifikasi pada beberapa kristal hornblend dan fenokris lainnya. Diabas (bongkahan), mineral penyusunnya mengalami ubahan menjadi klorit dan serpentinit. Perlit, menunjukan komposisi yang segar, batuan ini memiliki xenolith yang bersifat basalt Dasit porfiri mineral ubahan yang terbentuk adalah klorit, karbonat, serisit, mineral lempung, epidot dan silika. Proses ubahan ditunjukan oleh tekstur replacement seperti klorit, silika dan mineral lempung digantikan oleh karbonat.
Lithic tuff mineral ubahan yang terbentuk adalah epidot dan silika. Proses ubahan terlihat pada matriks dan komponen, seperti pada contoh LP 04/ KTB, silika digantikan epidot, kemudian epidot digantikan menjadi serisit. Terlihat pula bahwa silika yang digantikan oleh epidot tersebut memotong kristal k-felspar berarah menganan (dekstral).
IV.2 Analisis Geokimia
Dalam usaha mendapatkan karakter kimia batuan-batuan Formasi Hulusimpang ini dan kaitannya dengan indikasi mineralisasi emas yang terdapat bersamanya, maka sifat-sifat kimia batuan ini akan dicoba didekati melalui unsur utama, jejak dan REE-nya.