LAPORAN MENGENAI MODEL PEMBELAJARAN BERB

LAPORAN MENGENAI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

1. PENGERTIAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
Arends (Nurhayati Abbas, 2000: 12) menyatakan bahwa model pembelajaran
berdasarkan masalah (problem based-learning/PBL)adalah model pembelajaran
dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik, sehingga siswa dapat
menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan keterampilan yang lebih
tinggi dan inkuiri, memandirikan siswa, dan meningkatkan kepercayaan diri sendiri.
Model ini bercirikan penggunaan masalah kehidupan nyata sebagai sesuatu dan
meningkatkan keterampilan berpikirkritis dan menyelesaikan masalah, serta
mendapatkan pengetahuan konsep-konsep penting.
Pendekatan ini mengutamakan proses belajar dimana tugas guru harus memfokuskan
diri untuk membantu siswa mencapai keterampilan mengarahkan diri. Pembelajaran
berdasarkan masalah penggunaannya di dalam tingkat berpikir lebih tinggi, dalam
situasi berorientasi pada masalah, termasuk bagaimana belajar (Nurhayati Abbas,
2000:12).
Guru dalam model pembelajaran berdasarkan masalah berperan sebagai penyaji
masalah, penanya, mengadakan dialog, membantu menemukan masalah dan pemberi
fasilitas penelitian. Selain itu guru menyiapkan dukungan dandorongan yang dapat
meningkatkan pertumbuhan inquiri dan intelektual siswa.Pembelajaran berdasarkan
masalah hanya dapat terjadi jika guru dapat menciptakan lingkungan kelas yang

terbuka dan membimbing pertukaran gagasan. Pembelajaran berdasarkan masalah
juga dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan aktivitas belajar siswa,
baik secara individual maupun secara kelompok. Di sini guru berperan sebagai
pemberi rangsangan, pembimbing kegiatan siswa, dan penentun arah belajar siswa
(Nurhayati Abbas, 2000:12).
Hal yang perlu mendapatkan perhatian dalam pembelajaran berdasarkan masalah
adalah memberikan siswa masalah yang berfungsi sebagai batu loncatan untuk proses
inkuiri dan penelitian. Di sini, guru mengajukan masalah, membimbing dan
memberikan petunjuk minimal kepada siswa dalam memecahkan masalah.

Pengaturan pembelajaran berdasarkan masalah berkisar pada masalah atau pertanyaan
yang penting bagi siswa maupun masyarakat. Menurut Arends (Nurhayati Abbas,
2000:13) pertanyaan dan masalah yang diajukan itu haruslah memenuhi kriteria
sebagai berikut :
1. Autentik. Yaitu masalah harus lebih berakar pada kehidupan dunia nyata siswa
daripada berakar pada prinsip-prinsip disiplin ilmu tertentu.
2. Jelas. Yaitu masalah dirumuskan dengan jelas, dalam arti tidak menimbulkan masalah
baru bagi siswa yang pada akhirnya menyulitkan penyelesaian siswa.
3. Mudah dipahami. Yaitu masalah yang diberikan hendaknya mudah dipahami siswa.
Selain itu, masalah disusun dan dibuat sesuai dengan tingkat perkembangan siswa.

4. Luas dan sesuai dengan Tujuan Pembelajaran. Yaitu masalah yang disusun dan
dirumuskan hendaknya bersifat luas, artinya masalah tersebut mencakup seluruh
materi pelajaran yang akan diajarkan sesuai dengan waktu, ruang dan sumber yang
tersedia. Selain itu, masalah yang telah disusun tersebut harus didasarkan pada tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan.
5. Bermanfaat. Yaitu masalah yang disusun dan dirumuskan haruslah bermanfaat, baik
bagi siswa sebagai pemecah masalah maupun guru sebagai pembuat masalah.
Masalah yang bermanfaat adalah masalah yang dapat meningkatkan kemampuan
berpikir dan memecahkan masalah siswa. Serta membangkitkan motivasi belajar
siswa.

2. KAREKTERISTIK MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
Para pengembang pembelajaran berbasis masalah (Ibrahin dan Nur,2004) telah
mendeskripsikan karaketeristik model pembelajaran berbasis masalah sebagai berikut.
1. Pengajuan pertanyaan atau masalah. Pembelajaran berbasis masalah dimulai
dengan pengajuan pertanyaan atau masalah, bukannya mengorganisasikan disekitar
prinsip-prinsip atau keterampilan-keterampilan tertentu. Pembelajaran berbasis
masalah mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan atau masalah yang
kedua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna bagi siswa. Mereka
mengajukan situasi kehidupan nyata autentik untuk menghindari jawaban sederhana,

dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk situasi itu.

2. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin. Meskipun PBL mungkin berpusat pada
mata pelajaran tertentu. Masalah yang dipilih benar-benar nyata agar dalam
pemecahannya, siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran.
3. Penyelidikan autentik. Model pembelajaran berbasis masalah menghendaki siswa
untuk melakukan pennyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap
masalah

nyata.

Mereka

harus

menganalsis

dan

mendefinisikan


masalah

mengembangkan hipotesis dan membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalsis
informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi,

dan

merumuskan kesimpulan
4. Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya. PBL menuntut siswa untuk
menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan
yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan.
Bentuk tersebut dapat berupa laporan, model fisik, video, maupun program komputer.
Karya nyata itu kemudian didemonstrasikan kepada teman-temannya yang lain
tentang apa yang telah mereka pelajari dan menyediakan suatu alternatif segar
terhadap laporan tradisional atau makalah.
5. Kerjasama. Model pembelajaran berbasis masalah dicirikan oleh siswa yang
bekerjasama satu sama lain, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok
kecil. Bekerjasama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam
tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog

dan untuk mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berpikir.

3. TUJUAN DAN MANFAAT MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS
MASALAH
Pembelajaran berbasis masalah tidak dirancang untuk membantu guru memberikan
informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Pembelajaran berbasis masalah antara
lain bertujuan untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan
keterampilan pemecahan masalah (Ismail, 2002: 2). Pendekatan pembelajaran
berbasis masalah adalah konsep pembelajaran yang membantu guru menciptakan
lingkungan pembelajaran yang dimulai dengan masalah yang penting dan relevan
(bersangkut-paut) bagi siswa, dan memungkinkan siswa memperoleh pengalaman
belajar yang lebih realistik (nyata). Pemecahan masalah memegang peranan penting

baik dalam pelajaran sains maupun dalam banyak disiplin ilmu lainnya, terutama agar
pembelajaran berjalan dengan fleksibel. Kalau seorang peserta didik dihadapkan pada
suatu masalah pada akhirnya bukan hanya sekedar memecahkan masalah, tetapi juga
belajar sesuatu yang baru.
Manfaat lain dari pembelajaran berbasis masalah adalah membantu siswa
mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan memecahkan masalah.
Dengan pembelajaran berbasis masalah ini siswa berusaha berpikir kritis dan mampu

mengembangkan kemampuan analisisnya serta menjadi pembelajar yang mandiri.
Pembelajaran berbasis masalah memberikan dorongan kepada peserta didik untuk
tidak hanya sekedar berpikir sesuai yang bersifat konkret tetapi lebih dari itu berpikir
terhadap ide-ide yang abstrak dan kompleks.
3. KELEBIHAN DAN KELEMAHAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS
MASALAH
Selain manfaatnya, pembelajaran berbasis masalah juga memiliki kelebihan dan
kekurangan. Kelebihan PBM sebagai suatu model pembelajaran adalah :
1.Realistis dengan kehidupan siswa.
2.Konsep sesuai dengan kebutuhan siswa.
3.Memupuk sifat inquiri siswa.
4.Retensi konsep jadi kuat.
5.Memupuk kemampuan problem solving.
Dari kelebihan tersebut dapat dipahami bahwa pembelajaran berbasis masalah
membantu peserta didik mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah
dan keterampilan intelektualnya. Para peserta didik belajar dengan keterlibatan
langsung dalam pengalaman nyata atau simulasi serta menjadi pebelajar yang otonom
dan mandiri.
Selain kelebihan yang telah dkemukakan tersebut pembelajaran berbasis masalah juga
memiliki beberapa kelemahan, yaitu :

1.Membutuhkan persiapan pembelajaran (alat, problem, konsep) yang kompleks.
2.Sulitnya mencari problem yang relevan.
3.Sering terjadi miss-konsepsi.

4.Memerlukan waktu yang cukup lama dalam proses penyelidikan.
Guru adalah pendidik yang membelajarkan siswa, maka guru harus melakukan
pengorganisasian dalam belajar, menyajikan bahan belajar dengan pendekatan
pembelajaran tertentu dan melakukan evaluasi hasil belajar, guru professional selalu
berusaha mendorong siswa agar berhasil dalam belajar.
Kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam model pembelajaran berbasis masalah
ini bukan berarti PBL merupakan model pembelajaran yang kurang efektif untuk
deterapkan dalam proses pembelajaran, akan tetapi kekurangan-kekurangan dalam
penerapan model pembelajaran berbasis masalah yang dikemukakan di atas, menuntut
guru sebagai pendidik harus kreatif dalam meminimalisir serta berusaha mencari
solusi untuk mengatasi kekurangan-kekurangan tersebut.
4. TAHAP-TAHAP MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
Menurut Arends (Nurhayati

Abbas, 2000:4), penerapan model pembelajaran


berbasis masalah terdiri dari lima tahap. Kelima tahap itu adalah(1) mengorientasikan
siswa pada masalah;(2) mengorganisasikan siswa untuk belajar;(3) memandu
menyelidiki secara mandiri atau kelompok;(4) mengembangkan dan menyajikan hasil
kerja; dan(5) menganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah.
Kelima tahap tersebut akan dijelaskan pada tabel berikut ini:
Tahapan

Kegiatan guru

Tahap 1 :

Guru menjelaskan tujuan
pembelajaran, menjelaskan
perangkat yang dibutuhkan,
memotivasi siswa agar terlibat
pada aktivitas pemecahan
masalah yang dipilihnya.

Orientasi siswa terhadap
masalah


Tahap 2 :

Mengorganisasi siswa
untuk belajar
Tahap 3 :

Guru membantu siswa
mendefnisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar
yang berhubungan dengan
masalah tersebut.
Guru mendorong siswa untuk
mengumpulkan informasi yang

Membimbing penyelidikan
individual dan kelompok.
Tahap 4 :

Mengembangkan dan

menyajikan hasil karya.

Tahap 5 :

Menganalisis dan
mengevaluasi proses
pemecahan masalah

sesuai dan melaksanakan
eksperimen untuk mendapatkan
penjelasan serta pemecahan
masalahnya.
Guru membantu siswa
merencanakan dan menyiapkan
karya yang sesuai seperti
laporan, video, dan model serta
membantu mereka berbagi tugas
dengan temannya.
Guru membantu siswa
melakukan refeksi atau evaluasi

teerhadap penyelidikan mereka
dan proses-proses yang mereka
gunakan.

5. EVALUASI PADA MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
Seperti yang telah disebutkan bahwa model pembelajaran berbasis masalah tidak
dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada
siswa. Pembelajaran berbasis masalah antara lain bertujuan untuk membantu siswa
mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan pemecahan masalah (Ismail,
2002: 2). Dalam pembelajaran berbasis masalah, perhatian pembelajaran tidak hanya
pada perolehan pengetahuan deklaratif, tetapi juga perolehan pengetahuan prosedural.
Oleh karena itu penilaian tidak cukup hanya dengan tes.
Penilaian dan evaluasi yang sesuai dengan model pembelajaran berbasis masalah
adalah menilai pekerjaan yang dihasilkan oleh siswa sebagai hasil penyelidikan
mereka. Penilaian proses dapat digunakan untuk menilai pekerjaan siswa tersebut,
penilaian itu antara lain asesmen kenerja, asesmen autentik dan portofolio. Penilaian
proses bertujuan agar guru dapat melihat bagaimana siswa merencanakan pemecahan
masalah melihat bagaimana siswa menunjukkan pengetahuan dan keterampilan.
Karena anyakan problema dalam kehidupan nyata bersifat dinamis sesuai
perkembangan jaman dan konteks/lingkungannya, maka perlu dikembangkan model
pembelajaran

yang

memungkinkan

siswa

secara

aktif

mengembangkan

kemampuannya untuk belajar (Learning how to learn). Dengan kemampuan atau
kecakapan tersebut diharapkan siswa akan mudah beradaptasi

6. PENERAPAN TEKNIK PENILAIAN LEARNING JOURNAL PADA MODEL
PEMBELAJARAN

BERBASIS

MASALAH UNTUK MENINGKATKAN

HASIL BELAJAR SISWA MATERI POKOK SEGIEMPAT

Untuk mengimplementasikan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah, guru perlu
memilih

bahan

pelajaran

yang

memiliki

permasalahan

yang

dapat

dipecahkan.Sedangkan pembelajaran dengan pemecahan masalah dapat diterapkan :


Manakala guru menginginkan agar siswa tidak hanya sekadar hanya dapat
mengingat metri pelajaran, akan tetapi menguasai dan memahaminya secara
utuh.



Apabila guru bermaksud untuk mengembangkan ketrampilan berpikir rasional
siswa.



Manakala guru menginginkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah
serta membuat tantangan intelektual siswa.



Jika guru ingin mendorong siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam
pembelajarannya.



Jika guru ingin agar siswa memahami hubungan antara apa yang dipelajari
dengan kenyataan dalam kehidupannya.
Berikut adalah contoh hasil kegiatan penerapat model pembelajaran berbasis masalah.
Berawal dari rendahnya prosentase jumlah siswa untuk mencapai tuntas
belajar pada pembelajaran matematika khususnya geometri. Terdapat satu
kegiatan yang merupakan komponen kegiatan pembelajaran yang berfungsi

ganda yaitu penyusunan learning journal oleh siswa. Di satu pihak berfungsi
sebagai sarana untuk mencapai tujuan pembelajaran dan di lain pihak sebagai
instrumen penilaian untuk mencapai tujuan tersebut. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui efektifitas penerapan teknik penilaian learing jurnal pada
model pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa
kelas VII pada materi pokok segiempat.
Subjek

dalam

penelitian

ini

adalah

siswa

kelas

VIIC

SMPN

3

Karanglewas.Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode tes dan
metode observasi yang kemudian dilakukan analisis untuk merumuskan hasil
penelitian.Presentase ketuntasan hasil belajar siswa untuk aspek pemecahan
masalah pada siklus I = 78.79% dan siklus II = 90.91%. Presentase ketuntasan
hasil belajar untuk aspek keaktifan siswa pada siklus I = 78,79 % dan siklus II =
87,88 %. Dapat disimpulkan bahwa penerapan teknik penilaian learning
journal pada model pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan hasil telah
berhasil.

Sumber:
http://rayapkabel.wordpress.com/2009/03/28/model-pembelajaran-inkuiri/

Dokumen yang terkait

ANALISIS KEMAMPUAN SISWA SMP DALAM MENYELESAIKAN SOAL PISA KONTEN SHAPE AND SPACE BERDASARKAN MODEL RASCH

69 778 11

MODEL KONSELING TRAIT AND FACTOR

0 2 9

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

2 5 46

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DITINJAU DARI PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI

6 77 70

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR FISIKA SISWA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) DENGAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL)

11 75 34

MENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA REALIA DI KELAS III SD NEGERI I MATARAM KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN TANGGAMUS TAHUN PELAJARAN 2011/2012

21 126 83

PENGARUH KEMAMPUAN AWAL MATEMATIKADAN MOTIFBERPRESTASI TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

8 74 14

PENGGUNAAN BAHAN AJAR LEAFLET DENGAN MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM GERAK MANUSIA (Studi Quasi Eksperimen pada Siswa Kelas XI IPA1 SMA Negeri 1 Bukit Kemuning Semester Ganjil T

47 275 59

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TPS UNTUK MENINGKATKAN SIKAP KERJASAMA DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV B DI SDN 11 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

6 73 58

PENINGKATAN HASIL BELAJAR TEMA MAKANANKU SEHAT DAN BERGIZI MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SHARE PADA SISWA KELAS IV SDN 2 LABUHAN RATU BANDAR LAMPUNG

3 72 62