REVIEW : BUKU FILSAFAT KONTEMPORER
REVIEW BUKU FILSAFAT KONTEMPORER:
JERMAN DAN INGGRIS
Untuk Memenuhi Tugas Filsafat Ilmu dan Manusia
Dibina oleh:
Dr. Ahmad Chusairi, MA
Prof. Dr. Cholicul Hadi, Drs., M.Si., Psikolog
Disusun oleh:
Muhammad Syamsud Dluha (111714253019)
PROGRAM STUDI MAGISTER PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2017
MINDMAP FILSAFAT KONTEMPORER:
JERMAN DAN INGGRIS
Idealisme
Bernard Bosanquet
Positivisme Logis
Alfred Ayer
FILSAFAT
INGGRIS
Filsafat Analitis
Moore
Russell
Wittgenstein
Cambrigde
Oxford
Rasionalisme Kritis
Karl Popper
Neokantianisme
Herman Cohen
Ernest Cassier
Wihelm Windelband
Filsafat Kehidupan
Wihelm Dilthey
Fenomenologi
FILSAFAT
JERMAN
Edmund Husserl
Max Scheler
Eksistensialisme
Karl Jaspers
Neothomisme
Joseph Geyser
Joseph Pieper
FILSAFAT KONTEMPORER: JERMAN DAN INGGRIS
Pendahuluan (What, When, Where, How, Why)
Secara umum, sejarah filsafat barat terbagi menjadi 3 periode: 1) Filsafat Zaman
Yunani dan Romawi; 2) Filsafat Abad Pertengahan; 3) Filsafat Modern. Periode ketiga ini
biasanya dianggap berakhir dengan pembahasan pemikiran filsuf Jerman Friederich
Nietzsche (1844-1900). Namun hari ini ada yang mengembangkan sejarah periodisasi
filsafat barat yaitu periode dimana kita hidup saat atau periode 4) Filsafat Kontemporer.
Filsafat kontemporer muncul dan berkembang pesat di berbagai belahan dunia pada abad
20.
Istilah kontemporer memiliki makna sekarang, saat ini, atau zaman yang kita saat
penutur/pembicara/pendengar alami. Filsafat kontemporer adalah cara pandang dan berpikir
mendalam menyangkut kehidupan pada masa kini. Ciri filsafat kontemporer adalah memiliki
sifat yang heterogen.
Sebagian besar peneliti sepakat cikal bakal filsafat kontemporer dimulai setelah era
pemikiran filsafat Nietzsche. Niestzsche mengkritik habis-habisan moral kebudayaan Barat,
baginya tidak ada lagi ruang bagi pertimbangan moral, begitu manusia berpikir tentang
kepentingannya, maka ukuran baik-buruk ditentukan oleh kepentingan sang penguasa.
Nietzsche mengkritik kegagalan pemikiran filsafat modernisme.
Perkembangan Filsafat Barat Kontemporer tentu saja tidak dapat dilepaskan dari
perkembangan filsafat sebelumnya, yaitu Filsafat Barat Modern. Masalah yang dihadapi
manusia modern sangat berbeda dengan manusia abad XX. Kehidupan manusia abad XX
adalah kehidupan yang rumit dan penuh dengan berbagai persoalan. Oleh karena itu para
filsuf sepakat bahwa munculnya permasalahan adalah dari cara berfikirnya. Sehingga filsuffilsuf di berbagai belahan dunia termasuk mencetuskan pemikiran-pemikiran baru yang khas
yaitu filsafat kontemporer. Bagaimana pandangan para filsuf dari Jerman dan Inggris akan
dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut.
Pandangan Filsafat Inggris Kontemporer
Filsafat inggris kontemporer memiliki 7 pandangan utama:
1. Idealisme
Pada awal abad 20, aliran filosofis yang dominan di inggris adalah idealisme. Kadang
juga disebut sebagai neohegelianisme, karena filsafat Hegel sebagai sumber inspirasi
utama bagi para penganut filsafat idealisme. Filsafat idealisme di Inggris berkembang
sebagai reaksi atas materialisme dan positivisme. Salah satu ide fislafat idelaisme
berasal dari filsuf Bernard Bosanquet (1848-1923) yang menganggap kebenaran adalah
keseluruhan. Benda-benda atau fakta hanya mendapat maknanya karena tercantum
dalam keseluruhan. Dengan kata lain, yang individual harus dimengerti dalam
hubungan dengan absolut.
2. George Moore dan Bertrand Russell
a. George Moore (1873-1958), filsuf yang tidak menolak metafisika namun tidak
mempraktikkan cabang filsafat tersebut. Ia seorang tokoh yang skeptis terhadap
metafisika. Moore menulis artikel berjudul “The Refutation of Idealism” pada tahun
1903 yang mengkritik habis tentang idealisme, seperti pendapat kaum idealis yang
menganggap segala sesuatu bersfat spiritual, tidak ada dunia material di sekitar
kita, dan waktu tidaklah nyata. Dibanding pemikiran filsuf idealisme yang berbelitbelit, Moore lebih sering menggunakan akal sehat (common sense), meskipun dia
tidak mengatakan bahwa akal sehat selalu benar. Moore lebih suka menggunakan
analisa, yang kemudian melahirkan aliran pemikiran baru di inggris yaitu filsafat
analalitis.
b. Bertrand Russel (1872-1970), salah satu pandangan yang terkenal adalah
atomisme logis. Tujuan utama dari teori ini adalah analisis untuk menelanjangi
struktur hakiki bahasa dan dunia. Dia tidak menganalisis pendapat-pendapat filsuf
seperti Moore, karena menurut dia fisafat bertugas menganalisis fakta-fakta. Filsafat
harus melukiskan jenis-jenis fakta yang ada seperti zoologi berrtugas menentukan
jenis-jebis binatang. Fakta-fakta tidak dapat bersifat benar atau salah. Yang dapat
bersifat benar atau salah adalah proposisi-proposisi yang mengungkapkan faktafakta.
3. Alfred Ayer dan Positivisme Logis
Ayer (1910-1989) merupakan filsuf setuju dengan usaha Moore dan Russell dalam
menciptakan penjelasan dan ketelitian di bidang filsafat. Ayer dikenal melalui
pandangan neopositivisme atau positivisme logis. Dia menjelaskan mengenai prinsip
verifikasi,
yang
cenderung
untuk
menentukan
makna
suatu
ucapan,
bukan
kebenarannya. Semua ucapan yang memiliki makna dapat diverifikasi. Sebaliknya,
ucapan-ucapan metafisika, teologi, etika dan estetika dianggap tidak memiliki makna
yang dapat diverifikasi.
4. Ludwig Wittgeinstein
Wittgeinsten memiliki pandangan yang mirip dengan Russell mengenai teori atomisme
logis. Teori pertama Wittgeinsten disebut Tractatus Logico-philosophicus, yaitu suatu
proposisi elementer menunjuk pada suatu state of affairs dalam realitas. Suatu proposisi
elementer terdiri dari nama-nama. Suatu nama menunjuk kepada suatu objek dalam
realitas. Tetapi nama-nama tersendiri tidak memiliki makna. Nama-nama tersendiri tidak
mengatakan sesuatu dan akibatnya tidak mungkin bersifat benar atau tidak benar.
Hanya proposisilah yang memiliki makna.
Teori kedua adalah Philosophical Investigations. Teori ini sedikit banyak mengkiritik
teorinya yang pertama yaitu tractacus. Secara umum pandangan ini berbicara bahwa
filsafat
harus
mnyelidiki
permainan-permainan
bahasa
yang
berbeda-beda,
menunjukkan aturan-aturan yang berlaku di dalamnya, menetapkan logikanya dan
sebagainya. Filsafa tidak campur tangan dalam pembentukan suatu permainan bahasa.
Filsafat hanya melukiskan berfungsinya. Dengan menerangkan cara bahasa dipakai
sering kali masalah-masalah filosofis dapat dipecahkan.
5. Beberapa Filsuf lain Cambridge
Pembaruan utama filsafat Inggris dijalankan oleh Moore, Russell dan Wittgenstein.
Ketiganya dianggap sebagai peletak dasar aliran filsafat analitis di Inggris. Semuanya
bekerja di Universitas Cambrigde. Selain ketiga filsuf utama itu, masih ada nama-nama
seperti Charles Dunbar Broad (1887-1971) yang mula-mula menganut idealisme
kemudian mulai mempraktikkan filsafat mirip seperti Moore dan Russell; Franky
Ramsey (1903-1930); dan John Wisdom (1904-1993) yang termasuk penganut dan
penyebar teori-teori dari Wittgenstein.
Inggris memiliki dua universitas termasyhur yaitu Universitas Cambridge yang
mementingkan hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan, dan Universitas Oxford
yang mementingkan hubungan filsafat dan sastra, khususnya sastra klasik. Sesudah
PD II, Universitas Oxford lebih menonjol sebagai pusat filsafat paling penting di Inggris.
6. Beberapa Filsuf Oxford
Sesudah PD II Oxford menjadi pusat baru dalam gerakan filsafat analitis. Sebagai
subjek analisis mereka, bahasa menadapat perhatian khusus. Karena itu filsafat di
Oxford selama periode itu terutama dipraktikkan sebagai ordinary language philosophy.
Mereka sangat dipengaruhi oleh Wittgeinstein II. Diantara tokoh-tokohnya adalah Gilbert
Ryle (1900-1976); John Austin (1911-1960) yang memiliki kajian utama mengenai
bahasa gaul sehari-hari; dan Peter Strawson (1919-2006).
7. Karl Popper dan Rasionalisme Kritis
Karl Popper (1902-1994) membicarakan filsafat secara umum menjadi dua hal, Filsafat
ilmu pengetahuan dan filsafat politik dan sosial. Dalam filsafat ilmu pengetahuan,
Popper mencetuskan mengenai metode induktif dalam ilmu alam. Kemudian Popper
fokus pada masalah demarkasi dengan apa yang disebut sebagai The Principle of
Verification,
yaitu prinsip yang memungkinkan untuk membedakan antara ilmu
pengetahuan empiris dan meafisika. Lalu, Popper mencetuskan teori tentang
pembagian 3 macam dunia, dunia 1 meliputi semua hal fisis yang disajikan kepada
panca indera; dunia 2 yang meliputi segala sesuatu yang dialami secara subjektif; dan
dunia 3 yang terdiri dari pikiran-pikiran dalam arti isi pikiran. Dalam filsafat politik dan
sosial, dia menenkankan tentang pentingnya Historisme. Teori tersebut muncul karena
pengalaman Popper sebagai Yahudi yang mengalami pengasingan selama PD II.
Historisme berpendapat bahwa sejarah dan masyarakat berkembang dengan cara
mutlak perlu dan jika kita mengetahui hukum yang menentukan sejarah, kita dapat
meramalkan juga jalannya sejarah di masa mendatang.
Filsafat Jerman Kontemporer
1. Neokantianisme
Salah satu aliran penting di Jerman pada paruh kedua abad ke- 19 yang memberi
perhatian baru pada filsafat Immanuel Kant (1724-1804) yaitu neokantianisme. Ada 2
madzhab utama: Madzhab Marburg. Madzhab ini dirintis oleh Herman Cohen (18421918). Ia menganggap filsafat sebagai analisis logis tentang pemikiran manusia.
Pengetuan yang paling ideal adalah pengetahuan eksakta yang dihasilkan oleh ilmu
pengetahuan alam. Ernest Cassier (1874-1945), sempat diusulkan oleh Cohen sebagai
penerus di Marburg, namun tidak disetujui oleh Universitas. Cassier menulis Filsafat
tentang Bentuk-bentuk Simbolis. Dia mencari apa yang menandai manusia sebagai
manusia, dalam perbedaannya dengan makhluk-makhluk lain. Dia berfikir pemecahan
masalah ini harus dicari dalam simbol. Ciri khas manusia ialah bahwa ia merupakan
animal symbolicum, makhluk yang mengerti serta membentuk simbol. Tanda menunjuk
pada satu hal saja, sedangkan simbol bersifa universal dan karena itu relatif. Karena
adanya simbol, manusia dapat mneciptakan suatu dunia kulutural, dimana terdapat
bahasa, mitos dan agama, kesenian, ilmu pengetahuan.
Madzhab kedua adalah Madzhab Baden. Filsuf yang meninjol dalam madzhab ini
adalah Wihelm Windelband (1848-1915). Menurut Windelband ada dua jenis ilmu
pengetahuan yang masing-masing memiliki sifat tersendiri: ilmu pengetahuan alam dan
ilmu pengetahuan budaya atau ilmu pengetahuan historis. Ilmu pengetahuan alam
disifatkan sebagai ilmu pengetahuan nomotetis, yang membahas fenomena-fenomena
pengalaman inderawi yang dapat diulangi terus menerus dan hanya merupakan kasuskasus yang menyangkut suatu hukum umum dalam alam. Sedangkan ilmu
pengethauan budaya disebut sebagai ilmu pengetahuan idiografis, yang membahas
individual yang unik, yang hanya satu kali terjadi dan ia coba mencari keunikannya.
Selain itu Windelband, tokoh lain yang menonjol dalam Madzhab Baden adalah Heinrich
Ricket (1863-1936) dan Emil Lask (1875 dan 1915).
2. Wihelm Dilthey dan Filsafat Kehidupan
Wihelm Dithney (1833-1911) menaruh perhatian pada filsafat kehidupan. (Philosophie
des Lebens). Dia mengembangkan pendapat Windelband mengenai pembagian ilmu
pengetahuan menajdi dua yaitu Naturswissenschaften yang berkaitan dengan ilmu
pengetahuan
alam
dan
Geitseswissenschaften
yang
berkaitan
dengan
ilmu
pengetahuan budaya. Ia lebih terperinci dalam mempelajari ilmu budaya yang
digolongkan seperti ilmu sejarah, ekonomi, ilmu hukum dan politik, ilmu agama, ilmu
kesusastraan, psikologi, dan sebagainya. Menurut Dilthey, ilmu pengetahuan budaya
memiliki metode tersendiri yang tidak dapat disamakan dengan ilmu pengetahuan alam.
Ia meamandang ilmu budaya bahwa dalam ilmu pengetahuan itu dipraktikkan apa yang
disebutnya verstehen (mengerti), yaitu menemukan makna suatu prouk manusiawi yang
hanya dapat dilakukan dengan menempatkannya dalam kontkesnya . Sedangkan ilmu
pengetahuan alam berdasar pada ekclaren, yaitu menjelaskan suatu kejadian atas
dasar penyebabnya.
3. Neothomisme
Sekitar pertengahan abad ke- 19, kalangan katolik di Jerman dan Italia terdapat
sejumlah filsuf yang mencari inspirasi dari Filsufa abad ke- 13 yaitu Thomas Aquinas.
Hal yang memperkuat bertahannya pemikiran Aquinas karena pada tahun 1879 Paus
Leo XII mengeluarkan suatu ensilik (edaran) yang mnganjurkan seluruh umat katolik
mengikuti pemikiran filsafat Thomas Aquinas. Para pemimpin katolik pada abad
pertengahan memang menaruh perhatian khusus pada perkembangan pemikiran
filsafat, terutama postifisme dan materialisme yang dianggap kurang cocok untuk kaum
katolik. Mereka mengembangkan opsi pemikiran filasfat lain seperti fidelisme,
tradisionalisme dan ontologisme yang memberikan seuatu keseimbgangan yang
mengagumkan antara iman dan ratio. Beberapa tokoh utama neothomisme adalah
Joseph Geyser (1869-1948), Joseph Pieper (1904-1997), Gustav Siewerth (1903-1963),
Gallus Manser (1866-1950), Paul Wyser (1904-1964), Karl Rahner (1904-1984)
Emerich Coreth (1919-2006), Martin Grabmann (1875-1949), Josef Koch (1885-1967),
dan Paul Wilpert (1906-1967).
4. Edmund Husserl dan Fenomenologi
Edmund Husserl (1859-1938) adalah filsuf pendiri aliran fenomenologi. Fenomenologi
meletakkan kesadaran dan pengalaman secara langsung sebagai dasar filsafat.ia
mengembangkan pemikiran Immanuel Kant. Ia mementingkan dimensi historis dalam
kesadaran dan dalam realitas. Suatu fenomena tidak pernah merupakan sesuatu yang
statis, namun sangat bergantung pada sejarahnya. Seperti contoh: ketika memahami
fisika klasik dari Newton perlu juga mengetahui tentang teori kuantum dan ilmu Euklidis.
5. Max Scheler
Max Scheler (1878-1928), merupakan filsuf yang mendapat insipirasi dari banyak filsuf
lain seperti Rudolf Eucken, Nietzsche, Dilthey, dan Bergson. Dia menyumbangkan
pemkiran filsafat fenomenologi, membagi menjadi 3 unsur yaitu penghayatan (Erleben),
perhatian kepada washeit, dan perhatian kepada hubungan satu sama lain
(Wesenzusammenhang). Selain fenomenologi, Scheler juga mengajarkan tentang etika
pada tingkat agama. Nilai-nilai terbagi menjadi 4 yaitu (1) nilai-nilai yang menyangkut
kesenangan; (2) nilai-nilai berkaitan dengan vitalitas; (3) nilai-nilai rohani tidak
tergantung dari hubungan timbal balik antara organisme dengan dunia di sekitarnya.
“Yang kudus” dan “yang tidak kudus” merupakan nilai-nilai yang menyangkut objekobjek absolut. Mengenai Persona, Scheler mengkritik pandangan dari Kant dan kaum
Skolastik. Dia menganggap persona dasr kesatuan pelbagai aktus yang belainan-lainan
jenisnya. Suatu inidividu yang menjalankan aktus-aktus sejenis, tidak dapat disebut
persona. Misalnya, Allah seperti dimengerti oleh Aristoteles sebagai “pemikiran yang
memandang pemikirannya”, bagi Scheler tidak bisa dianggap sebagai persoona.
Persona tidak merupakan suatu hal di atas atau di belakang aktus-aktus konkret, tetapi
hanya ada dan menghayati diri dalam perwujudan aktus-aktus. Pengertian persona
menurut Scheler bersifat dinamis. Dalam memandang hubungan agama dengan filsafat,
Scheler menolak setiap percobaan untuk mengidentifikasi dua hal tersebut, baik
percobaan filsafat mencakup agama ataupun percobaan teologi mencakup filsafat.
6. Nikolai Hartmann
Nikolai Hartman (1882) menciptakan suatu ontologi baru, suatu ajaran tentang “ada”.
Dia menulis buku mengenai Metafisika Pengenalan menurut Garis Besarnya (1921).
Dalam buku itu dia mengkritik neokantianisme yang mengatakan bahwa objek
pengenaan tergantung pada subjek. Menurut Hartman, pengenalan hanya mungkin, jika
objek tersebut tidak tergantung pada subjek.
7. Karl Jaspers dan Filsafat Eksistensi
Pemikiran Karl Jaspers (1883-1969) dikenal sebagai filsafat eksistensi. Dibagian
pertama bukunya dia berbicara mengenai Orientasi dalam dunia yang membedakan
anatara ilmu pengetahuan dan filsafat. Ilmu pengetahuan menyelidiki realitas menurut
beberapa aspek tertentu, namun tidak dapat menghasilkan pengetahuan yang definitif.
Ilmu pengetahuan akhirnya menjumpai pertanyaan-pertanyaan yang tidak dapat
dijawab oleh ilmu pengetahuan itu sendiri. Bukan berarti ilmu pengetahuan tidak
penting, namun harus dibedakan dengan filsafat. Fislafat bertolak dari pengalaman
“aku” yang sangat unik. Tugasnya adalah menyelami, melukiskan dan menganalisis
pengalaman sebagai aku. Pengalaman tersebut merupakan satu-satunya dasar bagi
ucapan filsafat dan bagi pengethauan kita tentang realitas. Bagian kedua dalam
tulisannya berbicara tentang eksistensi, yang menjadi inti utama pemikiran Jaspers.
Eksistensi adalah yang paling berharga dan paling otentik dalam diri manusia.
Eksistensi ialah aku yang sebenarnya, yang bersifat unik dan sama sekali tidak objektif.
Jaspers membedakan eksistensi (Existenz) dengan Dasein. Dasein adalah keberadaan
empiris manusia sejauh memiliki ciri-ciri tertentu dan dapat dilukiskan dari luar.
Mencampuradukkan eksistensi sebagai dasar otentik manusia dengan Dasein akan
mengakibatkan materialisme. Sedangkan mengorbankan Dasein kepada eksistensi,
akan berakhir dengan nihilisme. Manusia sebaiknya memilih jalan tengah antara kedua
hal ini karena eksistensi tidak mungkin ditiadakan. Dalam hal metafisik, Jaspers
menganggap dunia merupakan Ada yang sebenarnya, Ada yang sebenarnya
mengatasis egala realitas duniawi atau dengan kata lain bersifat transenden.
8. Martin Heidegger
Pemikiran Martin Heidegger (1889) terbagi ke dalam dua periode. Peridoe pertama
Heidegger
membahas
tentang
Ada
dan
Waktu.
Menurut
Heidegger,
untuk
membeberkan pertanyaan tentang Ada, lebih dahulu kita harus bertanya akan Ada-nya
makhluk satu-satunya yang mengajukan pertanyaan itu, yaitu manusia. Manusia
ditunjuk Heideger dengan nama Dasein, yang dimaksud bahwa manusia adalah “ada”
(sein) yang berada “disitu” (da). Manusia tidak ada begitu saja, tetapi seacara erat
berpautan dengn Ada-nya sendiri. Berbeda dengan benda-benda dan binatangbinatang, manusia terlibat dalam Ada-nya. Dasein diterjemahkan sebagai “eksistensi”
dan “berada-dalam-dunia”. Periode Kedua Heidegger mengalami perubahan penting
dalam konsep Ada dan Waktu. Terdapat pembalikan (kahre) pemikiran Heidegger di
periode kedua dibaningkan periode pertama. Di periode kedua, Dasein tidak lagi
menjadi titik pangkal untuk membeberkan pertanyaan-akan-Ada, karena analisis
tersebut hanyalah mungkim bila Ada itu sendiri tampak sebagai “tidak-tersembunyi”.
“Tidak-tersembunyi” merupakan kata yang dipakai Heidegger untuk menunjukkan
konsep
“benar”.
Heidegger
dalam
periode
kedua
menginsafi
bahwa
ketidaksembunyiannya Ada merupakan kejadian paling asalmi yang memungkinkan
analisis tentang Dasein dan tidak sebaliknya.
9. Filsuf Yahudi
a. Franz Rosenweig
Franz Rosenzweig (1886) merupakan seorang filsuf yahudi dengan memiliki
pemikiran kaitan filsafat dengan agama. Ia disebut sebagai the father of Jewish
existentialism, meskipun dia sendiri tidak pernah menggunakan kalimat eksistensi.
Bukunya terdiri dari 3 bagian, buku pertama berkaitan dengan tiga fenomena
fundamental dari pengalaman kita, yaitu Allah, dunia dan manusia. Rosenzweig
menentang setiap macam monisme dan ia berpendapat bahwa monisme ini
memuncak dalam idealisme Hegel. Ia menekankan bahwa realitas mendahului
pemikiran dan karena itu tidak mungkin tergantung dari pemikiran, se.bagaimana
dikatakan dalam idelaisme. Buku bagian kedua berbicara tentang penciptaan,
pewahyuan serta penebusan dan menjelaskan bagaimana melalui penciptaan,
pewahyuan dan penebusan diadakan hubungan satu sama lain antara Allah, dunia
dan manusia. Dalam Penciptaan Allah memilih dan memanggil dunia dan manusia.
Dengan pewahyuan, yaitu bila Allah menyatakan namanya keadaan terttutup
manusia dibongkar dan relasi Aku-Engkau diadakan. Jika Manusia menjawab, ia
dapat meneruskan dialog. Jika ia tidak mau menjawab, ia menghambat
berlangsungnya dialog. Dalam penebusan yang berasal dari perintah yang
disampaikan dalam pewahyuan, terlaksanalah keterarahan pada dunia dan orang
lain. Pada bagian ketiga buku, menyoroti hasil hubungan-hubungan yang dibahas
dibagian kedua. Bagian ini diberi semboyan In tyrannos “melawan para tiran”.
Maksudnya dengan “tiran-tiran” ialah kuasa-kuasa yang mepertahankan status quo
atau realitas yang tertutup pada dirinya.
b. Martin Buber
Pemikiran utama Martin Buber (1878) adalah hubungan Aku-Engkau dan Aku-Itu.
Sepanjang kehidupan manusia ditandai dengan relasi Aku-Engkau dan mengerucut
pada relasi Aku-Itu yang dominan. Relasi Aku-Engkau memuncak dalam relasi Aku
dengan Allah sebagai Engkau yang abadi. Melawan tendensi mistik yang
meleburkan pribadi manusia ke dalam Allah, Buber menekankan bahwa pada taraf
religius sungguh terdapat relasi Aku-Engkau.
10. Lingkungan Wina
Universitas Wina sudah memberikan mata kuliah “filsafat ilmu pengetahuan induktif”
sejak tahun 1895. Dengan demikian Universitas Wina sudah memndapatkan tradisi
empiristis dalam menyoroti ilmu pengetahuan. Sejak abad ke- 19 pandangan Wina
terhadap logika mengalami suatu pembaharuan radikal. Perbedaan antara logika
modern (disebut logistik) dan logika klasik yaitu (1) penggunaan simbol-simbol menurut
analogi dengan matematika; (2) bertambahnya wilayah-wilayah pembahasan yang
sama sekali baru. Pemikiran Wina yang mengatakan bahwa matematika adalah apriori
bukanlah sesuatu yang baru. Hal baru yang dilihat oleh Lingkungan Wina ialah
hubungannya dengan empirisme. Logika dan matematika tidak mengatakan apapun
tentang realitas empiris. Dua ilmu ini hanya memandang relasi-relasi pikiran. Ucapanucapan logika serta matematika hanya bersifat analitis belaka dan bukan sintetis. Tetapi
semua ucapan tentang realitas empiri bersifat sintetis, berarti dilakukan atas dasar
pengalaman. Menurut Wina, tugas filsafat adalah menjalankan analisis logis terhadap
pengetahuan ilmiah. Filsafat tidak diharapkan memecahkan masalah, melainkan hanya
menganalisis masalah-masalah dan dengan itu menjelaskannnya. Lingkungan Wina
membatasi tugas-tugas filsafat pada hal-gal yang menyangkut fakta-fakta empiris;
pengekspresian pengetahuan kita—bahasa; dan masalah-masalh metafisis.
11. Mazhab Frankfrut
Merupakan madzhab yang dianut oleh sekumpulan sarjana yang bekerja pada Institut
fur Sozialforschung yang berdiri pada tahun 1923. Filsafat yang terkenal dari Madzhab
Franfrut adalah “teori kritis”.
a. Maz Hoekheimer
Maz Hoekheimer (1895-1973) adalah pencipta istilah teori kritis. Maksud dari teori
ini adlah untuk menganalisis fungsi ilmu pengetahuan dan filsafat dalam
masyarakat, dengan membedakan antara teori tardisional dan teori kritis. Menurut
anggapan ini teori dimaksudkan suatu keseluruhan ucapan-ucapan tentang bidang
keahlian tertentu yang disusun sedemikian rupa sehingga semua ucapan itu dapat
diturunkan dari sejumlah ucapan dasar. Teori kritis mengkritik keras positivisme
yang mementingkan fakta-fakta yang dianggap merupakan produk masyarakat
tertentu. Teori kritis tidak memperoleh hak eksistensisnya dari fakta-fakta objektif,
tetapi dari kemungkinan-kemungkinan bagi suatu tatanan masyarakat yang baru.
b. Theodor W. Adorno
Pemikiran Theodor Wiesengrund Adorno (1903-1969) yang menonjol adalah
penolakannya pada pemikiran sistematis. Pemikirannya tentang rasionalitas yang
mana ingin mempertahankan suatu ide dasar Aufklarung, yaitu emansipasi melalui
jalan menambah rasionalitas.
c. Herbert Marcuse
Herbert Marcuse (1898-1979) dianggap sebagai pemikir yang agak berbeda
dengan filsuf Mazhab Franfrut lain dimana pemikirannya cenderung sistematis.
Pemikirannya yang terkenal adalah One-Dimensional Man. Manusia adalah
makhluk yang menurut kodratnya mendambakan kebahagiaan dan berhak juga
atas kebahagiaan. Ciri itu Marcuse dapatkan atas pengamatannya pada
masyarakat industri. Dia menyebut bahwa manusia itu berdimensi satu yang tidak
mengenal oposisi atau alternatif.
d. Jurgen Habermas
Jurgen Habermas (1929) memiliki 3 pemikiran utama, (1) Teori perbuatan-tutur,
yang mengkritik positivime yang mengabaikan logika khusus dari proses
komunikatif. Habermas mengganggap praksis komunikatif manusia secara
keseluruhan bertujuan untuk mencapai persetujuan dengan orang lain dalam
konteks kemasyrakatan; (2) teori argumentasi, menurut Habermas kebenaran
adalah ucapan-ucapan yang diterima berdasarkan konsesu rasional di antara
semua pihak bersangkutan; (3) Teori evolusi sosial, intinya adalah perbedaan
antara dua macam proses belajar: di satu pihak proses-proses belajar teknis yang
membawakan penguasaan alam lebih besar dan peningkatan produktivitas kerja
dan di lain pihak proses-proses belajar komunikatif dari relasi-relasi di antara
manusia.
12. Hans-George Gadamer dan Hermeneutika
Hans-George Gadamer (1900) mencetuskan hermeneutika. Hermeneutika berasal dari
bahasa
Yunani
hermeneu:
mengartikan,
menginterpretasikan,
menafsirkan,
menerjemahkan. Kemudian mulai abad ke- 17 dan 18 mulai dipakai untuk menunjukkan
ajaran tentang aturan-aturan yang harus diikuti dalam mengerti dan menafsirkan
dengan tepat suatu teks dari masa lampau, khususnya Kitab Suci dan tkes-teks klasik.
Daftar Pustaka
Bertens, K. (2013). Filsafat Barat Kontemporer: Inggris dan Jerman. Jakarta. Penerbit:
Gramedia
JERMAN DAN INGGRIS
Untuk Memenuhi Tugas Filsafat Ilmu dan Manusia
Dibina oleh:
Dr. Ahmad Chusairi, MA
Prof. Dr. Cholicul Hadi, Drs., M.Si., Psikolog
Disusun oleh:
Muhammad Syamsud Dluha (111714253019)
PROGRAM STUDI MAGISTER PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2017
MINDMAP FILSAFAT KONTEMPORER:
JERMAN DAN INGGRIS
Idealisme
Bernard Bosanquet
Positivisme Logis
Alfred Ayer
FILSAFAT
INGGRIS
Filsafat Analitis
Moore
Russell
Wittgenstein
Cambrigde
Oxford
Rasionalisme Kritis
Karl Popper
Neokantianisme
Herman Cohen
Ernest Cassier
Wihelm Windelband
Filsafat Kehidupan
Wihelm Dilthey
Fenomenologi
FILSAFAT
JERMAN
Edmund Husserl
Max Scheler
Eksistensialisme
Karl Jaspers
Neothomisme
Joseph Geyser
Joseph Pieper
FILSAFAT KONTEMPORER: JERMAN DAN INGGRIS
Pendahuluan (What, When, Where, How, Why)
Secara umum, sejarah filsafat barat terbagi menjadi 3 periode: 1) Filsafat Zaman
Yunani dan Romawi; 2) Filsafat Abad Pertengahan; 3) Filsafat Modern. Periode ketiga ini
biasanya dianggap berakhir dengan pembahasan pemikiran filsuf Jerman Friederich
Nietzsche (1844-1900). Namun hari ini ada yang mengembangkan sejarah periodisasi
filsafat barat yaitu periode dimana kita hidup saat atau periode 4) Filsafat Kontemporer.
Filsafat kontemporer muncul dan berkembang pesat di berbagai belahan dunia pada abad
20.
Istilah kontemporer memiliki makna sekarang, saat ini, atau zaman yang kita saat
penutur/pembicara/pendengar alami. Filsafat kontemporer adalah cara pandang dan berpikir
mendalam menyangkut kehidupan pada masa kini. Ciri filsafat kontemporer adalah memiliki
sifat yang heterogen.
Sebagian besar peneliti sepakat cikal bakal filsafat kontemporer dimulai setelah era
pemikiran filsafat Nietzsche. Niestzsche mengkritik habis-habisan moral kebudayaan Barat,
baginya tidak ada lagi ruang bagi pertimbangan moral, begitu manusia berpikir tentang
kepentingannya, maka ukuran baik-buruk ditentukan oleh kepentingan sang penguasa.
Nietzsche mengkritik kegagalan pemikiran filsafat modernisme.
Perkembangan Filsafat Barat Kontemporer tentu saja tidak dapat dilepaskan dari
perkembangan filsafat sebelumnya, yaitu Filsafat Barat Modern. Masalah yang dihadapi
manusia modern sangat berbeda dengan manusia abad XX. Kehidupan manusia abad XX
adalah kehidupan yang rumit dan penuh dengan berbagai persoalan. Oleh karena itu para
filsuf sepakat bahwa munculnya permasalahan adalah dari cara berfikirnya. Sehingga filsuffilsuf di berbagai belahan dunia termasuk mencetuskan pemikiran-pemikiran baru yang khas
yaitu filsafat kontemporer. Bagaimana pandangan para filsuf dari Jerman dan Inggris akan
dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut.
Pandangan Filsafat Inggris Kontemporer
Filsafat inggris kontemporer memiliki 7 pandangan utama:
1. Idealisme
Pada awal abad 20, aliran filosofis yang dominan di inggris adalah idealisme. Kadang
juga disebut sebagai neohegelianisme, karena filsafat Hegel sebagai sumber inspirasi
utama bagi para penganut filsafat idealisme. Filsafat idealisme di Inggris berkembang
sebagai reaksi atas materialisme dan positivisme. Salah satu ide fislafat idelaisme
berasal dari filsuf Bernard Bosanquet (1848-1923) yang menganggap kebenaran adalah
keseluruhan. Benda-benda atau fakta hanya mendapat maknanya karena tercantum
dalam keseluruhan. Dengan kata lain, yang individual harus dimengerti dalam
hubungan dengan absolut.
2. George Moore dan Bertrand Russell
a. George Moore (1873-1958), filsuf yang tidak menolak metafisika namun tidak
mempraktikkan cabang filsafat tersebut. Ia seorang tokoh yang skeptis terhadap
metafisika. Moore menulis artikel berjudul “The Refutation of Idealism” pada tahun
1903 yang mengkritik habis tentang idealisme, seperti pendapat kaum idealis yang
menganggap segala sesuatu bersfat spiritual, tidak ada dunia material di sekitar
kita, dan waktu tidaklah nyata. Dibanding pemikiran filsuf idealisme yang berbelitbelit, Moore lebih sering menggunakan akal sehat (common sense), meskipun dia
tidak mengatakan bahwa akal sehat selalu benar. Moore lebih suka menggunakan
analisa, yang kemudian melahirkan aliran pemikiran baru di inggris yaitu filsafat
analalitis.
b. Bertrand Russel (1872-1970), salah satu pandangan yang terkenal adalah
atomisme logis. Tujuan utama dari teori ini adalah analisis untuk menelanjangi
struktur hakiki bahasa dan dunia. Dia tidak menganalisis pendapat-pendapat filsuf
seperti Moore, karena menurut dia fisafat bertugas menganalisis fakta-fakta. Filsafat
harus melukiskan jenis-jenis fakta yang ada seperti zoologi berrtugas menentukan
jenis-jebis binatang. Fakta-fakta tidak dapat bersifat benar atau salah. Yang dapat
bersifat benar atau salah adalah proposisi-proposisi yang mengungkapkan faktafakta.
3. Alfred Ayer dan Positivisme Logis
Ayer (1910-1989) merupakan filsuf setuju dengan usaha Moore dan Russell dalam
menciptakan penjelasan dan ketelitian di bidang filsafat. Ayer dikenal melalui
pandangan neopositivisme atau positivisme logis. Dia menjelaskan mengenai prinsip
verifikasi,
yang
cenderung
untuk
menentukan
makna
suatu
ucapan,
bukan
kebenarannya. Semua ucapan yang memiliki makna dapat diverifikasi. Sebaliknya,
ucapan-ucapan metafisika, teologi, etika dan estetika dianggap tidak memiliki makna
yang dapat diverifikasi.
4. Ludwig Wittgeinstein
Wittgeinsten memiliki pandangan yang mirip dengan Russell mengenai teori atomisme
logis. Teori pertama Wittgeinsten disebut Tractatus Logico-philosophicus, yaitu suatu
proposisi elementer menunjuk pada suatu state of affairs dalam realitas. Suatu proposisi
elementer terdiri dari nama-nama. Suatu nama menunjuk kepada suatu objek dalam
realitas. Tetapi nama-nama tersendiri tidak memiliki makna. Nama-nama tersendiri tidak
mengatakan sesuatu dan akibatnya tidak mungkin bersifat benar atau tidak benar.
Hanya proposisilah yang memiliki makna.
Teori kedua adalah Philosophical Investigations. Teori ini sedikit banyak mengkiritik
teorinya yang pertama yaitu tractacus. Secara umum pandangan ini berbicara bahwa
filsafat
harus
mnyelidiki
permainan-permainan
bahasa
yang
berbeda-beda,
menunjukkan aturan-aturan yang berlaku di dalamnya, menetapkan logikanya dan
sebagainya. Filsafa tidak campur tangan dalam pembentukan suatu permainan bahasa.
Filsafat hanya melukiskan berfungsinya. Dengan menerangkan cara bahasa dipakai
sering kali masalah-masalah filosofis dapat dipecahkan.
5. Beberapa Filsuf lain Cambridge
Pembaruan utama filsafat Inggris dijalankan oleh Moore, Russell dan Wittgenstein.
Ketiganya dianggap sebagai peletak dasar aliran filsafat analitis di Inggris. Semuanya
bekerja di Universitas Cambrigde. Selain ketiga filsuf utama itu, masih ada nama-nama
seperti Charles Dunbar Broad (1887-1971) yang mula-mula menganut idealisme
kemudian mulai mempraktikkan filsafat mirip seperti Moore dan Russell; Franky
Ramsey (1903-1930); dan John Wisdom (1904-1993) yang termasuk penganut dan
penyebar teori-teori dari Wittgenstein.
Inggris memiliki dua universitas termasyhur yaitu Universitas Cambridge yang
mementingkan hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan, dan Universitas Oxford
yang mementingkan hubungan filsafat dan sastra, khususnya sastra klasik. Sesudah
PD II, Universitas Oxford lebih menonjol sebagai pusat filsafat paling penting di Inggris.
6. Beberapa Filsuf Oxford
Sesudah PD II Oxford menjadi pusat baru dalam gerakan filsafat analitis. Sebagai
subjek analisis mereka, bahasa menadapat perhatian khusus. Karena itu filsafat di
Oxford selama periode itu terutama dipraktikkan sebagai ordinary language philosophy.
Mereka sangat dipengaruhi oleh Wittgeinstein II. Diantara tokoh-tokohnya adalah Gilbert
Ryle (1900-1976); John Austin (1911-1960) yang memiliki kajian utama mengenai
bahasa gaul sehari-hari; dan Peter Strawson (1919-2006).
7. Karl Popper dan Rasionalisme Kritis
Karl Popper (1902-1994) membicarakan filsafat secara umum menjadi dua hal, Filsafat
ilmu pengetahuan dan filsafat politik dan sosial. Dalam filsafat ilmu pengetahuan,
Popper mencetuskan mengenai metode induktif dalam ilmu alam. Kemudian Popper
fokus pada masalah demarkasi dengan apa yang disebut sebagai The Principle of
Verification,
yaitu prinsip yang memungkinkan untuk membedakan antara ilmu
pengetahuan empiris dan meafisika. Lalu, Popper mencetuskan teori tentang
pembagian 3 macam dunia, dunia 1 meliputi semua hal fisis yang disajikan kepada
panca indera; dunia 2 yang meliputi segala sesuatu yang dialami secara subjektif; dan
dunia 3 yang terdiri dari pikiran-pikiran dalam arti isi pikiran. Dalam filsafat politik dan
sosial, dia menenkankan tentang pentingnya Historisme. Teori tersebut muncul karena
pengalaman Popper sebagai Yahudi yang mengalami pengasingan selama PD II.
Historisme berpendapat bahwa sejarah dan masyarakat berkembang dengan cara
mutlak perlu dan jika kita mengetahui hukum yang menentukan sejarah, kita dapat
meramalkan juga jalannya sejarah di masa mendatang.
Filsafat Jerman Kontemporer
1. Neokantianisme
Salah satu aliran penting di Jerman pada paruh kedua abad ke- 19 yang memberi
perhatian baru pada filsafat Immanuel Kant (1724-1804) yaitu neokantianisme. Ada 2
madzhab utama: Madzhab Marburg. Madzhab ini dirintis oleh Herman Cohen (18421918). Ia menganggap filsafat sebagai analisis logis tentang pemikiran manusia.
Pengetuan yang paling ideal adalah pengetahuan eksakta yang dihasilkan oleh ilmu
pengetahuan alam. Ernest Cassier (1874-1945), sempat diusulkan oleh Cohen sebagai
penerus di Marburg, namun tidak disetujui oleh Universitas. Cassier menulis Filsafat
tentang Bentuk-bentuk Simbolis. Dia mencari apa yang menandai manusia sebagai
manusia, dalam perbedaannya dengan makhluk-makhluk lain. Dia berfikir pemecahan
masalah ini harus dicari dalam simbol. Ciri khas manusia ialah bahwa ia merupakan
animal symbolicum, makhluk yang mengerti serta membentuk simbol. Tanda menunjuk
pada satu hal saja, sedangkan simbol bersifa universal dan karena itu relatif. Karena
adanya simbol, manusia dapat mneciptakan suatu dunia kulutural, dimana terdapat
bahasa, mitos dan agama, kesenian, ilmu pengetahuan.
Madzhab kedua adalah Madzhab Baden. Filsuf yang meninjol dalam madzhab ini
adalah Wihelm Windelband (1848-1915). Menurut Windelband ada dua jenis ilmu
pengetahuan yang masing-masing memiliki sifat tersendiri: ilmu pengetahuan alam dan
ilmu pengetahuan budaya atau ilmu pengetahuan historis. Ilmu pengetahuan alam
disifatkan sebagai ilmu pengetahuan nomotetis, yang membahas fenomena-fenomena
pengalaman inderawi yang dapat diulangi terus menerus dan hanya merupakan kasuskasus yang menyangkut suatu hukum umum dalam alam. Sedangkan ilmu
pengethauan budaya disebut sebagai ilmu pengetahuan idiografis, yang membahas
individual yang unik, yang hanya satu kali terjadi dan ia coba mencari keunikannya.
Selain itu Windelband, tokoh lain yang menonjol dalam Madzhab Baden adalah Heinrich
Ricket (1863-1936) dan Emil Lask (1875 dan 1915).
2. Wihelm Dilthey dan Filsafat Kehidupan
Wihelm Dithney (1833-1911) menaruh perhatian pada filsafat kehidupan. (Philosophie
des Lebens). Dia mengembangkan pendapat Windelband mengenai pembagian ilmu
pengetahuan menajdi dua yaitu Naturswissenschaften yang berkaitan dengan ilmu
pengetahuan
alam
dan
Geitseswissenschaften
yang
berkaitan
dengan
ilmu
pengetahuan budaya. Ia lebih terperinci dalam mempelajari ilmu budaya yang
digolongkan seperti ilmu sejarah, ekonomi, ilmu hukum dan politik, ilmu agama, ilmu
kesusastraan, psikologi, dan sebagainya. Menurut Dilthey, ilmu pengetahuan budaya
memiliki metode tersendiri yang tidak dapat disamakan dengan ilmu pengetahuan alam.
Ia meamandang ilmu budaya bahwa dalam ilmu pengetahuan itu dipraktikkan apa yang
disebutnya verstehen (mengerti), yaitu menemukan makna suatu prouk manusiawi yang
hanya dapat dilakukan dengan menempatkannya dalam kontkesnya . Sedangkan ilmu
pengetahuan alam berdasar pada ekclaren, yaitu menjelaskan suatu kejadian atas
dasar penyebabnya.
3. Neothomisme
Sekitar pertengahan abad ke- 19, kalangan katolik di Jerman dan Italia terdapat
sejumlah filsuf yang mencari inspirasi dari Filsufa abad ke- 13 yaitu Thomas Aquinas.
Hal yang memperkuat bertahannya pemikiran Aquinas karena pada tahun 1879 Paus
Leo XII mengeluarkan suatu ensilik (edaran) yang mnganjurkan seluruh umat katolik
mengikuti pemikiran filsafat Thomas Aquinas. Para pemimpin katolik pada abad
pertengahan memang menaruh perhatian khusus pada perkembangan pemikiran
filsafat, terutama postifisme dan materialisme yang dianggap kurang cocok untuk kaum
katolik. Mereka mengembangkan opsi pemikiran filasfat lain seperti fidelisme,
tradisionalisme dan ontologisme yang memberikan seuatu keseimbgangan yang
mengagumkan antara iman dan ratio. Beberapa tokoh utama neothomisme adalah
Joseph Geyser (1869-1948), Joseph Pieper (1904-1997), Gustav Siewerth (1903-1963),
Gallus Manser (1866-1950), Paul Wyser (1904-1964), Karl Rahner (1904-1984)
Emerich Coreth (1919-2006), Martin Grabmann (1875-1949), Josef Koch (1885-1967),
dan Paul Wilpert (1906-1967).
4. Edmund Husserl dan Fenomenologi
Edmund Husserl (1859-1938) adalah filsuf pendiri aliran fenomenologi. Fenomenologi
meletakkan kesadaran dan pengalaman secara langsung sebagai dasar filsafat.ia
mengembangkan pemikiran Immanuel Kant. Ia mementingkan dimensi historis dalam
kesadaran dan dalam realitas. Suatu fenomena tidak pernah merupakan sesuatu yang
statis, namun sangat bergantung pada sejarahnya. Seperti contoh: ketika memahami
fisika klasik dari Newton perlu juga mengetahui tentang teori kuantum dan ilmu Euklidis.
5. Max Scheler
Max Scheler (1878-1928), merupakan filsuf yang mendapat insipirasi dari banyak filsuf
lain seperti Rudolf Eucken, Nietzsche, Dilthey, dan Bergson. Dia menyumbangkan
pemkiran filsafat fenomenologi, membagi menjadi 3 unsur yaitu penghayatan (Erleben),
perhatian kepada washeit, dan perhatian kepada hubungan satu sama lain
(Wesenzusammenhang). Selain fenomenologi, Scheler juga mengajarkan tentang etika
pada tingkat agama. Nilai-nilai terbagi menjadi 4 yaitu (1) nilai-nilai yang menyangkut
kesenangan; (2) nilai-nilai berkaitan dengan vitalitas; (3) nilai-nilai rohani tidak
tergantung dari hubungan timbal balik antara organisme dengan dunia di sekitarnya.
“Yang kudus” dan “yang tidak kudus” merupakan nilai-nilai yang menyangkut objekobjek absolut. Mengenai Persona, Scheler mengkritik pandangan dari Kant dan kaum
Skolastik. Dia menganggap persona dasr kesatuan pelbagai aktus yang belainan-lainan
jenisnya. Suatu inidividu yang menjalankan aktus-aktus sejenis, tidak dapat disebut
persona. Misalnya, Allah seperti dimengerti oleh Aristoteles sebagai “pemikiran yang
memandang pemikirannya”, bagi Scheler tidak bisa dianggap sebagai persoona.
Persona tidak merupakan suatu hal di atas atau di belakang aktus-aktus konkret, tetapi
hanya ada dan menghayati diri dalam perwujudan aktus-aktus. Pengertian persona
menurut Scheler bersifat dinamis. Dalam memandang hubungan agama dengan filsafat,
Scheler menolak setiap percobaan untuk mengidentifikasi dua hal tersebut, baik
percobaan filsafat mencakup agama ataupun percobaan teologi mencakup filsafat.
6. Nikolai Hartmann
Nikolai Hartman (1882) menciptakan suatu ontologi baru, suatu ajaran tentang “ada”.
Dia menulis buku mengenai Metafisika Pengenalan menurut Garis Besarnya (1921).
Dalam buku itu dia mengkritik neokantianisme yang mengatakan bahwa objek
pengenaan tergantung pada subjek. Menurut Hartman, pengenalan hanya mungkin, jika
objek tersebut tidak tergantung pada subjek.
7. Karl Jaspers dan Filsafat Eksistensi
Pemikiran Karl Jaspers (1883-1969) dikenal sebagai filsafat eksistensi. Dibagian
pertama bukunya dia berbicara mengenai Orientasi dalam dunia yang membedakan
anatara ilmu pengetahuan dan filsafat. Ilmu pengetahuan menyelidiki realitas menurut
beberapa aspek tertentu, namun tidak dapat menghasilkan pengetahuan yang definitif.
Ilmu pengetahuan akhirnya menjumpai pertanyaan-pertanyaan yang tidak dapat
dijawab oleh ilmu pengetahuan itu sendiri. Bukan berarti ilmu pengetahuan tidak
penting, namun harus dibedakan dengan filsafat. Fislafat bertolak dari pengalaman
“aku” yang sangat unik. Tugasnya adalah menyelami, melukiskan dan menganalisis
pengalaman sebagai aku. Pengalaman tersebut merupakan satu-satunya dasar bagi
ucapan filsafat dan bagi pengethauan kita tentang realitas. Bagian kedua dalam
tulisannya berbicara tentang eksistensi, yang menjadi inti utama pemikiran Jaspers.
Eksistensi adalah yang paling berharga dan paling otentik dalam diri manusia.
Eksistensi ialah aku yang sebenarnya, yang bersifat unik dan sama sekali tidak objektif.
Jaspers membedakan eksistensi (Existenz) dengan Dasein. Dasein adalah keberadaan
empiris manusia sejauh memiliki ciri-ciri tertentu dan dapat dilukiskan dari luar.
Mencampuradukkan eksistensi sebagai dasar otentik manusia dengan Dasein akan
mengakibatkan materialisme. Sedangkan mengorbankan Dasein kepada eksistensi,
akan berakhir dengan nihilisme. Manusia sebaiknya memilih jalan tengah antara kedua
hal ini karena eksistensi tidak mungkin ditiadakan. Dalam hal metafisik, Jaspers
menganggap dunia merupakan Ada yang sebenarnya, Ada yang sebenarnya
mengatasis egala realitas duniawi atau dengan kata lain bersifat transenden.
8. Martin Heidegger
Pemikiran Martin Heidegger (1889) terbagi ke dalam dua periode. Peridoe pertama
Heidegger
membahas
tentang
Ada
dan
Waktu.
Menurut
Heidegger,
untuk
membeberkan pertanyaan tentang Ada, lebih dahulu kita harus bertanya akan Ada-nya
makhluk satu-satunya yang mengajukan pertanyaan itu, yaitu manusia. Manusia
ditunjuk Heideger dengan nama Dasein, yang dimaksud bahwa manusia adalah “ada”
(sein) yang berada “disitu” (da). Manusia tidak ada begitu saja, tetapi seacara erat
berpautan dengn Ada-nya sendiri. Berbeda dengan benda-benda dan binatangbinatang, manusia terlibat dalam Ada-nya. Dasein diterjemahkan sebagai “eksistensi”
dan “berada-dalam-dunia”. Periode Kedua Heidegger mengalami perubahan penting
dalam konsep Ada dan Waktu. Terdapat pembalikan (kahre) pemikiran Heidegger di
periode kedua dibaningkan periode pertama. Di periode kedua, Dasein tidak lagi
menjadi titik pangkal untuk membeberkan pertanyaan-akan-Ada, karena analisis
tersebut hanyalah mungkim bila Ada itu sendiri tampak sebagai “tidak-tersembunyi”.
“Tidak-tersembunyi” merupakan kata yang dipakai Heidegger untuk menunjukkan
konsep
“benar”.
Heidegger
dalam
periode
kedua
menginsafi
bahwa
ketidaksembunyiannya Ada merupakan kejadian paling asalmi yang memungkinkan
analisis tentang Dasein dan tidak sebaliknya.
9. Filsuf Yahudi
a. Franz Rosenweig
Franz Rosenzweig (1886) merupakan seorang filsuf yahudi dengan memiliki
pemikiran kaitan filsafat dengan agama. Ia disebut sebagai the father of Jewish
existentialism, meskipun dia sendiri tidak pernah menggunakan kalimat eksistensi.
Bukunya terdiri dari 3 bagian, buku pertama berkaitan dengan tiga fenomena
fundamental dari pengalaman kita, yaitu Allah, dunia dan manusia. Rosenzweig
menentang setiap macam monisme dan ia berpendapat bahwa monisme ini
memuncak dalam idealisme Hegel. Ia menekankan bahwa realitas mendahului
pemikiran dan karena itu tidak mungkin tergantung dari pemikiran, se.bagaimana
dikatakan dalam idelaisme. Buku bagian kedua berbicara tentang penciptaan,
pewahyuan serta penebusan dan menjelaskan bagaimana melalui penciptaan,
pewahyuan dan penebusan diadakan hubungan satu sama lain antara Allah, dunia
dan manusia. Dalam Penciptaan Allah memilih dan memanggil dunia dan manusia.
Dengan pewahyuan, yaitu bila Allah menyatakan namanya keadaan terttutup
manusia dibongkar dan relasi Aku-Engkau diadakan. Jika Manusia menjawab, ia
dapat meneruskan dialog. Jika ia tidak mau menjawab, ia menghambat
berlangsungnya dialog. Dalam penebusan yang berasal dari perintah yang
disampaikan dalam pewahyuan, terlaksanalah keterarahan pada dunia dan orang
lain. Pada bagian ketiga buku, menyoroti hasil hubungan-hubungan yang dibahas
dibagian kedua. Bagian ini diberi semboyan In tyrannos “melawan para tiran”.
Maksudnya dengan “tiran-tiran” ialah kuasa-kuasa yang mepertahankan status quo
atau realitas yang tertutup pada dirinya.
b. Martin Buber
Pemikiran utama Martin Buber (1878) adalah hubungan Aku-Engkau dan Aku-Itu.
Sepanjang kehidupan manusia ditandai dengan relasi Aku-Engkau dan mengerucut
pada relasi Aku-Itu yang dominan. Relasi Aku-Engkau memuncak dalam relasi Aku
dengan Allah sebagai Engkau yang abadi. Melawan tendensi mistik yang
meleburkan pribadi manusia ke dalam Allah, Buber menekankan bahwa pada taraf
religius sungguh terdapat relasi Aku-Engkau.
10. Lingkungan Wina
Universitas Wina sudah memberikan mata kuliah “filsafat ilmu pengetahuan induktif”
sejak tahun 1895. Dengan demikian Universitas Wina sudah memndapatkan tradisi
empiristis dalam menyoroti ilmu pengetahuan. Sejak abad ke- 19 pandangan Wina
terhadap logika mengalami suatu pembaharuan radikal. Perbedaan antara logika
modern (disebut logistik) dan logika klasik yaitu (1) penggunaan simbol-simbol menurut
analogi dengan matematika; (2) bertambahnya wilayah-wilayah pembahasan yang
sama sekali baru. Pemikiran Wina yang mengatakan bahwa matematika adalah apriori
bukanlah sesuatu yang baru. Hal baru yang dilihat oleh Lingkungan Wina ialah
hubungannya dengan empirisme. Logika dan matematika tidak mengatakan apapun
tentang realitas empiris. Dua ilmu ini hanya memandang relasi-relasi pikiran. Ucapanucapan logika serta matematika hanya bersifat analitis belaka dan bukan sintetis. Tetapi
semua ucapan tentang realitas empiri bersifat sintetis, berarti dilakukan atas dasar
pengalaman. Menurut Wina, tugas filsafat adalah menjalankan analisis logis terhadap
pengetahuan ilmiah. Filsafat tidak diharapkan memecahkan masalah, melainkan hanya
menganalisis masalah-masalah dan dengan itu menjelaskannnya. Lingkungan Wina
membatasi tugas-tugas filsafat pada hal-gal yang menyangkut fakta-fakta empiris;
pengekspresian pengetahuan kita—bahasa; dan masalah-masalh metafisis.
11. Mazhab Frankfrut
Merupakan madzhab yang dianut oleh sekumpulan sarjana yang bekerja pada Institut
fur Sozialforschung yang berdiri pada tahun 1923. Filsafat yang terkenal dari Madzhab
Franfrut adalah “teori kritis”.
a. Maz Hoekheimer
Maz Hoekheimer (1895-1973) adalah pencipta istilah teori kritis. Maksud dari teori
ini adlah untuk menganalisis fungsi ilmu pengetahuan dan filsafat dalam
masyarakat, dengan membedakan antara teori tardisional dan teori kritis. Menurut
anggapan ini teori dimaksudkan suatu keseluruhan ucapan-ucapan tentang bidang
keahlian tertentu yang disusun sedemikian rupa sehingga semua ucapan itu dapat
diturunkan dari sejumlah ucapan dasar. Teori kritis mengkritik keras positivisme
yang mementingkan fakta-fakta yang dianggap merupakan produk masyarakat
tertentu. Teori kritis tidak memperoleh hak eksistensisnya dari fakta-fakta objektif,
tetapi dari kemungkinan-kemungkinan bagi suatu tatanan masyarakat yang baru.
b. Theodor W. Adorno
Pemikiran Theodor Wiesengrund Adorno (1903-1969) yang menonjol adalah
penolakannya pada pemikiran sistematis. Pemikirannya tentang rasionalitas yang
mana ingin mempertahankan suatu ide dasar Aufklarung, yaitu emansipasi melalui
jalan menambah rasionalitas.
c. Herbert Marcuse
Herbert Marcuse (1898-1979) dianggap sebagai pemikir yang agak berbeda
dengan filsuf Mazhab Franfrut lain dimana pemikirannya cenderung sistematis.
Pemikirannya yang terkenal adalah One-Dimensional Man. Manusia adalah
makhluk yang menurut kodratnya mendambakan kebahagiaan dan berhak juga
atas kebahagiaan. Ciri itu Marcuse dapatkan atas pengamatannya pada
masyarakat industri. Dia menyebut bahwa manusia itu berdimensi satu yang tidak
mengenal oposisi atau alternatif.
d. Jurgen Habermas
Jurgen Habermas (1929) memiliki 3 pemikiran utama, (1) Teori perbuatan-tutur,
yang mengkritik positivime yang mengabaikan logika khusus dari proses
komunikatif. Habermas mengganggap praksis komunikatif manusia secara
keseluruhan bertujuan untuk mencapai persetujuan dengan orang lain dalam
konteks kemasyrakatan; (2) teori argumentasi, menurut Habermas kebenaran
adalah ucapan-ucapan yang diterima berdasarkan konsesu rasional di antara
semua pihak bersangkutan; (3) Teori evolusi sosial, intinya adalah perbedaan
antara dua macam proses belajar: di satu pihak proses-proses belajar teknis yang
membawakan penguasaan alam lebih besar dan peningkatan produktivitas kerja
dan di lain pihak proses-proses belajar komunikatif dari relasi-relasi di antara
manusia.
12. Hans-George Gadamer dan Hermeneutika
Hans-George Gadamer (1900) mencetuskan hermeneutika. Hermeneutika berasal dari
bahasa
Yunani
hermeneu:
mengartikan,
menginterpretasikan,
menafsirkan,
menerjemahkan. Kemudian mulai abad ke- 17 dan 18 mulai dipakai untuk menunjukkan
ajaran tentang aturan-aturan yang harus diikuti dalam mengerti dan menafsirkan
dengan tepat suatu teks dari masa lampau, khususnya Kitab Suci dan tkes-teks klasik.
Daftar Pustaka
Bertens, K. (2013). Filsafat Barat Kontemporer: Inggris dan Jerman. Jakarta. Penerbit:
Gramedia