PENYEBARAN DAN ISLAM DI JAWA

PENYEBARAN ISLAM DI JAWA
Islam untuk pertama kali masuk kepulau Jawa pada abad ke 14 M (tahun 1399 H) di bawa
oleh Maulana Malik Ibrahim dengan keponakannya bernama Mahdum Ishaq yang menetap di
Gresik. Beliau adalah orang Arab dan pernah tinggal di Gujarat. Pada zaman itu yang
berkuasa dijawa adalah kerajaan Majapahit. Salah seorang raja Majapahit bernama Putri
Campa. Kerajaan tersebut sangat berfaedah bagi dakwah Islam.
Di jawa proses Islamisasi sudah berlangsung sejak abad ke-11 M, meskipun belum meluas,
terbikti dengan ditemukannya makam Fatimah binti Maimun di Leran Gresik yang berngaka
tahun 475 H (1082 M). Berita tentang Islam di Jawa pada abad ke 11 dan 12 M memang
masih sangat langka, akan tetapi sejak akhir abad ke 13 M dan abad-abad berikutnya,
terutama ketika majapahit mencapai puncak kebesarannya, bukti-bukti adanya proses
Islamisasi sudah banyak, drngan ditemukannya beberapa puluh nisankubur di Troloyo,
Trowulan dan Gresik, bahkan menurut berita Ma-huan tahun 1416 M, di pusat majapahit
maupun pesisir, terutama dikota pelabuhan, telah terjadi proses Islamisasi dan sudah pula
terbentuk masyarakat Muslim.
Pertumbuhan masyarakat Islam disekitar Majapahit dan terutama di beberapa kota pelabuhan
di Jawa erat hubungnnya dengan perkembangan pelayaran dan perdagangan yang dilakukan
orang-orang Islam yang telah mempunyai kekuasaan ekonomi dan politik di Samudra Pasai,
Malaka, dan Aceh.
Tome Pires juga menyebutkan bahwa di Jawa sudah ada kerajaan yang bercorak Islam, yaitu
Demak, dan kerajaan=kerajaan di daerah pesisir utara Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa

Barat, di samping masaih ada kerajaan-kerajaan yangb ercorak Hindu.
Melihat makam-makam Muslim yang terdapat disitus-situs Majapahit, diketahui bahwa Islam
sudah hadir di ibukota Majapahit sejak kerajaan itu mencapai puncaknya. Meskipun
demikian, lazim dianggap bahwa Islam di Jawa pada mulanya menyebar selama periode
merosotnyakerajaan Hindu Budha. Islam menyebar kepesisir pulau Jawa melalui hubungan
perdagangan, kemudian adri pesisir ini, agak mbelakangan menyebar kepedalaman pulau itu.
Perkembangan Islam di pulau jawa bersamaan waktunya dengan melemahnya posisi raja
Majapahit. Hal itu memberi peluang kepada raja-raja Silam pesisir untuk membangun pusatpusat kkekuasaan yang independen.
Proses penyebaran Islam di Indonesia atau proses Islamisasi tidak terlepas dari peranan para
pedagang, mubaliqh/ulama, raja, bangsawan atau para adipati. Di pulau Jawa, peranan
mubaliqh dan ulama tergabung dalam kelompok para wali yang dikenal dengan sebutan
Walisongo atau wali Sembilan.
Ada beberapa pendapat mengenai arti Walisongo. Pertama adalah wali yang sembilan, yang
menandakan jumlah wali yang ada sembilan, atau sanga dalam bahasa Jawa. Pendapat lain
menyebutkan bahwa kata songo/sanga berasal dari kata tsana yang dalam bahasa Arab berarti
mulia. Pendapat lainnya lagi menyebut kata sana berasal dari bahasa Jawa, yang berarti
tempat.
Pendapat lain yang mengatakan bahwa Walisongo adalah sebuah majelis dakwah yang
pertama kali didirikan oleh Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) pada tahun 1404 Masehi
(808 Hijriah). Saat itu, majelis dakwah Walisongo beranggotakan Maulana Malik Ibrahim

sendiri, Maulana Ishaq (Sunan Wali Lanang), Maulana Ahmad Jumadil Kubro (Sunan
Kubrawi); Maulana Muhammad Al-Maghrabi (Sunan Maghribi); Maulana Malik Isra'il (dari
Champa), Maulana Muhammad Ali Akbar, Maulana Hasanuddin, Maulana 'Aliyuddin, dan
Syekh Subakir.
Walisongo atau Walisanga dikenal sebagai penyebar agama Islam di tanah Jawa pada abad ke

14. Mereka tinggal di tiga wilayah penting pantai utara Pulau Jawa, yaitu Surabaya-GresikLamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat.
Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk
digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia,
khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka
yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap
kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat para Walisongo
ini lebih banyak disebut dibanding yang lain. Dari nama para Walisongo tersebut, pada
umumnya terdapat sembilan nama yang dikenal sebagai anggota Walisongo yang paling
terkenal, yaitu:
• Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim
• Sunan Ampel atau Raden Rahmat
• Sunan Bonang atau Raden Makhdum Ibrahim
• Sunan Drajat atau Syarifuddin
• Sunan Kudus atau Ja'far Shadiq

• Sunan Giri atau Raden Paku atau Ainul Yaqin
• Sunan Kalijaga atau Raden Said
• Sunan Muria atau Raden Umar Said
• Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah
Para Walisongo adalah intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya.
Pengaruh mereka terasakan dalam beragam bentuk manifestasi peradaban baru masyarakat
Jawa, mulai dari kesehatan, bercocok-tanam, perniagaan, kebudayaan, kesenian,
kemasyarakatan, hingga ke pemerintahan.
Walisongo atau walisanga merupakan tokoh penting dalam penyebaran islam di tanah jawa
pada abad 14. Walisongo tidak hidup pada saat yang persis bersamaan. Namun satu sama lain
mempunyai keterkaitan erat, bila tidak dalam ikatan darah juga dalam hubungan guru-murid.
Dalam penyebaran agama islam Kesembilan wali ini mempunyai peran yang unik dalam.
Mulai dari Maulana Malik Ibrahim yang menempatkan diri sebagai “tabib” bagi Kerajaan
Hindu Majapahit; Sunan Giri yang disebut para kolonialis sebagai “paus dari Timur” hingga
Sunan Kalijaga yang mencipta karya kesenian dengan menggunakan nuansa yang dapat
dipahami masyarakat Jawa, yakni nuansa Hindu dan Budha.
1. Maulana Malik Ibrahim dikenal dengan nama Syeikh Maghribi menyebarkan Islam di
Jawa Timur. Inilah wali yang pertama datang kejawa abad ke-13. Ia diperkirakan lahir di
Samarkand di Asia Tengah, pada paruh awal abad ke-14. Babad Tanah Jawi versi Meinsma
menyebutnya Asmarakandi, mengikuti pengucapan lidah orang Jawa terhadap AsSamarqandy.

Maulana Malik Ibrahim umumnya dianggap sebagai wali pertama yang mendakwahkan Islam
di Jawa. Ia mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam dan banyak merangkul rakyat
kebanyakan, yaitu golongan masyarakat Jawa yang tersisihkan akhir kekuasaan Majapahit.
Malik Ibrahim berusaha menarik hati masyarakat, yang tengah dilanda krisis ekonomi dan
perang saudara. Ia membangun pondokan tempat belajar agama di Leran, Gresik. Pada tahun
1419, Malik Ibrahim wafat. Makamnya terdapat di desa Gapura Wetan, Gresik, Jawa Timur.
2. Sunan Ampel dengan nama asli Raden Rahmat menyebarkan Islam di daerah Ampel
Surabaya. Sunan Ampel bernama asli Raden Rahmat, menurut riwayat ia adalah putra
Ibrahim Zainuddin Al-Akbar dan seorang putri Champa yang bernama Dewi Condro Wulan
binti Raja Champa Terakhir Dari Dinasti Ming, Sunan Ampel umumnya dianggap sebagai
sesepuh oleh para wali lainnya. Pesantrennya bertempat di Ampel Denta, Surabaya, dan
merupakan salah satu pusat penyebaran agama Islam tertua di Jawa,
3. Sunan Bonang adalah putra Sunan Ampel memiliki nama asli Maulana Makdum Ibrahim,

Sunan yang sangat bijaksana, menyebarkan Islam di Bonang (Tuban). Ia adalah putra Sunan
Ampel dengan Nyai Ageng Manila, putri adipati Tuban bernama Arya Teja. Sunan Bonang
banyak berdakwah melalui kesenian untuk menarik penduduk Jawa agar memeluk agama
Islam. Ia dikatakan sebagai penggubah suluk Wijil dan tembang Tombo Ati, yang masih
sering dinyanyikan orang. Pembaharuannya pada gamelan Jawa ialah dengan memasukkan
rebab dan bonang, yang sering dihubungkan dengan namanya. Universitas Leiden

menyimpan sebuah karya sastra bahasa Jawa bernama Het Boek van Bonang atau Buku
Bonang. Menurut G.W.J. Drewes, itu bukan karya Sunan Bonang namun mungkin saja
mengandung ajarannya. Sunan Bonang diperkirakan wafat pada tahun 1525.
4. Sunan Drajat juga putra dari Sunan Ampel nama aslinya adalah Syarifuddin, menyebarkan
Islam di daerah Gresik/Sedayu. Sunan Drajat banyak berdakwah kepada masyarakat
kebanyakan. Ia menekankan kedermawanan, kerja keras, dan peningkatan kemakmuran
masyarakat, sebagai pengamalan dari agama Islam. Pesantren sunan Drajat dijalankan secara
mandiri sebagai perdikan, bertempat di desa Drajat, kecamatan Paciran, Lamongan. Tembang
macapat Pangkur disebut sebagai ciptaannya. Gamelan Singomengkok peninggalannya
terdapat di musium daerah Sunan Drajat Lamongan.
5. Sunan Giri nama aslinya Raden Paku menyebarkan Islam di daerah Bukit Giri (Gresik) . Ia
mendirikan pemerintahan mandiri di Giri Kedaton, Gresik yang selanjutnya berperan sebagai
pusat dakwah Islam di wilayah Jawa dan Indonesia timur, bahkan sampai ke kepulauan
Maluku. Salah satu keturunannya yang terkenal ialah Sunan Giri Prapen, yang menyabarkan
islam diluar pulau jawa, yaitu Madura, Bawean, Nusa Tenggara, dan Maluku. Menyiarkan
agama dengan metode bermain.
6. Sunan Kudus nama aslinya Syeikh Ja’far Shodik menyebarkan ajaran Islam di daerah
Kudus.seorang ahli seni bangunan. Ia adalah putra sunan Ngudung atau Raden Usman Haji,
dengan Syarifah adik Sunan Bonang. Sebagai seorang wali, sunan kudus memiliki peran yang
sangat besar dalam pemerintahan Demak, yaitu sebagai panglima perang dan hakim peradilan

negara. Ia banyak berdakwah dikalangan kaum penguasa dan priyayi jawa. Diantara yang
menjadi muridnya ialah sunan Prawoto penguasa Demak, dan Arya Penangsang Adipati
Jipang Panolan. Salah satu peninggalannya ialah Masjid Menara Kudus yang gaya
Arsitekturnya bergaya campuran Hindu dan Islam. Sunan Kudus diperkirakakn meninggal
pada tahun 1550.
7. Sunan Kalijaga nama aslinya Raden Mas Syahid adalah putra dari adipati Tuban yang
bernama Tumenggung Wilatikta atau Raden Sahur. Suanan kalijaga adalah murid dari sunan
Bonang. Menyebarkan ajaran Islam di Jawa Tengah. Sunan Kalijaga menggunakan kesenian
dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah, antara lain kesenian wayang kulit dan
tembang suluk. Tembang suluk Ilir-Ilir dan Gundul-Gundul Pacul umumnya dianggap
sebagai hasil karyanya.
8. Sunan Muria adalah putra Sunan Kalijaga nama aslinya Raden Umar Syaid menyebarkan
islamnya di daerah Gunung Muria terletak antara Jepara dan Kudus, jawa Tengah, sangat
dekat dengan rakyat jelata. Sunan Muria adalah adik ipar dari Sunan Kudus. Menyebarkan
Silam dengan menggunakan Gamelan untuk menarik masyarakat agar masuk Islam, dan lagulagu Jawa Sinom dan Kinanti adalh salah satu lagu hasil Gubahannya.
9. Sunan Gunung Jati nama aslinya Syarif Hidayatullah, menyebarkan Islam di Jawa Barat
(Cirebon). Ia mengembangkan Cirebon sebagai pusat dakwah dan pemerintahannya, yang
sesudahnya kemudian menjadi kesultanan Cirebon. Anaknya yang bernama Maulana
Hasanudin, juga berhasil mengembangkan kekuasaan dan menyebarkan Agama Islam di
Banten, sehingga kemudian menjadi cikal-bakal berdirinya kesultanan Banten.

Para wali masing-masing mempunyai pesantren sebagai tempat para santri belajar agama
Islam. Mereka bukan saja sebagai pembuka babak baru Islam di Jawa, tetapi mereka juga

menguasai zaman berikutnya yang kemudian dikenal dengan ‘ zaman kewalen” (zaman wali).
Perkembangan Islam di luar Jawa relatif lebih cepat penyebarannya karena tidak banyak
berhadapan dengan budaya-budaya lain, kecuali budaya Hindu-Budha.
Dengan kehadiran para wali songo tersebut, bukan hanya dominasi budaya Hindu Jawa yang
mengalami kehancuran, melainkan juga membuka kurun baru bagi berlangsungnya
kebudayaan Islam di Indonesia. Pada zaman ini masyarakat Jawa menyebutnya sebagai
zaman kuwalen (zaman para Wali). Karena dekat dengan kalangan istana, mereka kemudian
diberi gelar sunan atau susuhunan (yang dijunjung tinggi).