SIKAP SIKAP KEPRIBADIAN MORAL YANG KUAT

ETIKA DASAR
SIKAP-SIKAP KEPRIBADIAN MORAL YANG KUAT
Ringkasan Bab 10 Buku Etika Dasar Karangan Franz Magnis-Suseno
Dosen Pembimbing:
Dr. Agus Rachmat, OSC
Penyusun:
Stanislaus Ryo Zenna
Pengantar
Apakah yang dimaksud dengan kekuatan moral itu? Kekuatan moral menurut Franz
Magnis adalah kekuatan kepribadian seseorang yang mantap dalam kesanggupannya untuk
bertindak sesuai dengan apa yang diyakininya sebagai benar.
Mengapa kita perlu mengembangkan sikap-sikap yang menunjang kekuatan moral
dalam diri kita? Pada dasarnya manusia adalah makhluk yang bebas. Kebebasan tersebut
terbagi menjadi dua, yaitu kebebasan sosial dan kebebasan eksistensial. Kebebasan sosial
merupakan kebebasan yang diberikan oleh masyarakat kepada kita sebagai ruang bagi
kebebasan eksistensial. Sedangkan kebebasan eksistensial ialah kebebasan untuk menentukan
diri kita sendiri. Walaupun terdapat intervensi dari berbagai pihak atas kebebasan kita, kita
harus mampu memutuskan sendiri suatu tindakan dan bertanggungjawab atasnya. Inilah
kenyataan yang dihadapi setiap orang, bahwa ia harus mampu mempertanggungjawabkan
tindakannya berdasarkan prinsip-prinsip dasar objektif dalam etika normatif (prinsip sikap
baik, prinsip keadilan, prinsip self respect). Untuk itu diri kita harus memadai (adequate)

untuk memutuskan suatu tindakan secara benar, yaitu dengan mengembangkan sikap-sikap
yang membantu kita memperoleh kekuatan moral.
Bagaimana cara memperoleh sikap-sikap yang menunjang kekuatan moral dalam diri
kita? Menurut Franz Magnis, kita harus lebih dahulu mengenali lima sikap atau keutamaan
yang mendasari kepribadian moral yang mantap; yakni kejujuran, kesediaan untuk
bertanggungjawab, kemandirian moral, keberanian moral, dan kerendahan hati. Kemudian,
kita harus mengetahui makna dari keaslian atau otentisitas yang menunjang kepribadian yang
kuat. Sikap realistik dan kritis juga harus mendasari pemahaman moral kita dalam bertindak,
sehingga kita mampu memenuhi tanggung jawab moral kita dengan tepat. Setiap bagian dari
sikap/keutamaan tersebut akan dijelaskan secara ringkas sebagai berikut.

Lima Keutamaan yang Mendasari Kepribadian Moral yang Kuat
1. Kejujuran
Untuk menjadi seseorang yang kuat dalam moral adalah harus mempunyai kejujuran.
Tidak jujur berarti tidak seia-sekata, dan itu berarti bahwa kita belum sanggup untuk
mengambil sikap yang lurus.
Tanpa kejujuran keutamaan-keutamaan moral lainnya kehilangan nilai mereka. Bersikap
baik terhadap orang lain, tetapi tanpa kejujuran, adalah kemunafikan dan sering beracun.
Bersikap jujur terhadap orang lain berarti ada dua: pertama, sikap terbuka, kedua sikap fair.
Dengan terbuka tidak dimaksud bahwa segala pertanyaan orang lain harus kita jawab dengan

selengkapnya, atau bahwa orang lain harus kita jawab dengan selengkapnya, atau bahwa
orang lain harus kita jawab dengan selengkapnya, atau bahwa orang lain berhak untuk
mengetahui segala pikiran kita. Orang-orang berhadapan dengan kita berarti kita mau
mengungkapkan apa adanya bukan ada apanya. Berani menjadi diri sendiri (Be your self),
terbuka juga berarti menandakan bahwa orang boleh tahu siapa kita ini, itulah hal pokok
mengenai keterbukaan. Selanjutnya pada bagian ke-2 ada hal yang mendasar yaitu, bicara soal
wajar (fair): ia memperlakukannya menurut standart-standart yang diharapkannya
dipergunakan orang lain terhadap dirinya. Kejujuran juga bermula dari suara hati dan
keyakinan/kepercayaan contoh: dari apa yang di bicarakan oleh pribadi a terhadap pribadi b
maupun ke c adanya keterkaitan.
Ada beberapa cara untuk hidup jujur: jujur terhadap diri kita sendiri, berhenti untuk
membohongi diri kita sendiri, berhenti main sandiwara, dan menjadi diri sendiri itu yang
terpenting.
Kalau menyimak dari cara hidup jujur ini pada bagian utama mengenai jujur terhadap
diri sendiri rasanya untuk zaman kini rasanya sulit, sebab hanyalah anak kecil yang
mempunyai ciri ini dengan kepolosan dan mengungkapkan apa adanya dan apa yang
dipikirkannya. Berhenti membohong diri kita sendiri, itu semua berangkat dari kedalaman
hati kita mau apa kita ini hidup? apakah menjadi orang yang suka berbohong? atau menjadi
orang yang hidup dalam kejujuran? Itu sebuah pertanyaan yang reflektif sifatnya. Berhenti
main sandiwara, berkaitan dengan tindakan yang menunjukan suatu kemunafikan dan

tindakan ini merupakan suatu yang sudah direncanakan dan terpikirkan oleh subjek pelaku
dalam hal ini. Menjadi diri sendiri berarti berani bersikap lepas bebas dan mengakui siapakah
diri saya ini, berani menanggung resiko maksudnya jika seseorang mencuri barang yang
bukan miliknya harus berani mengungkapakn bahwa Dialah yang mencuri barang tersebut.

Pada bagian kalimat yang sudah tertera pada bagian atas sekarang kita mau lihat aspek
kejujuran berdasarkan perspektif umum:
Dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial
manusia, seringkali kita mendengar bahkan kita sering berbicara mengenai kejujuran.
Walupun ada juga yang sring berbicara mengenai kejujuran akan tetapi ketika ditanya
pengertiannya tidak dapat menjawab mengenai arti kejujuran. Lalu pertanyaan selanjutnya
yang kemudian muncul adalah, bagaimana kita akan bertindak jujur kalau kita tidak
mengetahui arti dari sebuah kejujuran?
Banyak sekali pandangan mengenai pengertian kejujuran. Jujur diartikan sebagai
ketulusan hati untuk tidak curang terhadap diri sendiri dan tidak curang terhadap oranglain.
Kejujuran merupakan keselaranan antara kata hati dan kata yang diucapkan, antara kata yang
diucapkan dan sikap serta perbuatan nyata. Sebagai orang Kristen kita dinasehati untuk selalu
berbuat jujur, di tengah berbagai ketidakjujuran dan ketidakbenaran, kita harus tetap bersikap
benar, jujur dan adil.
Orang yang jujur adalah orang yang dengan sadar, mau dan rela untuk mengakui segala

sesuatu yang terjadi, sesuai dengan realita yang ada.
Kejujuran terletak dalam multi dimensi, artinya bahwa kejujuran tiodak terletak hanya
dalam satu dimensi, tetapi ada dalam banyak sekali dimensi, bahkan mungkin semua dimensi
kehidupan manusia.
Jujur, adalah sikap pribadi. Jujur diekspresikan dengan kata-kata atau sikap yang
mencerminkan keadaan yang sesungguhnya. Tidak ditutupi atau bahkan tidak menipu.
Alasan orang harus jujur yaitu :
 kemungkinan terjadi kesalahpahaman.
 kemungkinan menghindar secara emosional.
kemungkinan menyakiti perasaan orang lain yang sebenarnya tidak perlu kita lakukan.
 kemungkinan membuang-buang waktu dan energi mental dengan percuma.
Setiap manusia pasti pernah dan terlibat dalam hal yang berkaitan dengan kejujuran.
Entah merasa dibohongi atau mencoba untuk melakukan sebuah kejujuran. Mau atau tidak
untuk berkata jujur itu merupakan suatu pilihan.
Hal-hal yang dihindari pada dasarnya menyangkut dua hal, yaitu rasa dan logika. Tiga
poin diantaranya adalah persoalan rasa. Tiga dari Empat memiliki arti sebagian besar. Jadi,
kejujuran memiliki kaitan sangat erat dengan perasaan.
Untuk berlaku jujur, itu tidak mudah. Ada rasa malu, takut, marah atau gengsi. Tapi,
energi besar yang diperlukan untuk jujur .energi itu merupakan dorongan dari manusianya


sendiri untuk secara sadar, sukarela dan adanya kemauan dari dalam diri untuk berlaku jujur.
Dengan adanya pemahaman, pengertian, penghargaan, penghormatan, kasih sayang dan cinta,
maka kejujuran itu akan terasa mudah untuk diungkapkan.
Sampai saat ini, kejujuran adalah sesuatu tindakan yang baik bagi manusia. Walaupun
mungkin beberapa dari kita sudah tak mengakui pernyataan tersebut. Kejujuran dalam
pandangan moral adalah keadaan dimana manusia tahu, sadar, rela dan mau untuk mengakui
atau melakukan kejujuran sesuai dengan realitas yang ada. Oleh karena itu, terjawab sudah
kapan kita harus jujur. Jawabannya tentunya dalam segala setiap tindakan kita sebagai
manusia(tindakan baik bagi manusia).
Untuk membiasakan sikap jujur, maka kejujuran itu perlu ditanamkan sejak dini. Anak
yang sudah dibiasakan jujur sejak kecil, akan menjadikan sikap itu sebagai kebiasaan.
Bagaimana kita bisa menbiasakan kejujuran sejak dini? Berikut beberapa cara yang bisa
digunakan untuk mendidik seorang anak untuk biasa bersikap jujur.
Menanamkan kesadaran untuk selalu hidup jujur dan menyadari akibat buruk
kebohongan.
Orang tua yang memahami arti kejujuran dan akibat buruk kebohongan yang tertulis
diatas sekalipun dulunya biasa berbohong dan selalu hidup dalam ketidakjujuran akan
mempunyai tekad untuk hidup jujur dan membenci adanya kebohongan. Orang tua yang
demikian tidak akan pernah kompromi dengan kebohongan yang ada disekitarnya termasuk
anaknya sendiri. Sikap tidak kompromi dengan kebohongan tersebut akan membantu

mengubahkan kebohongan pada anak.
Membiasakan sikap jujur sebagai budaya didalam kehidupan keluarga
Anak kecil pintar sekali meniru apa yang dilihat, dan kebohongan dari tingkah laku dan
perkataan yang dilakukan orang tua juga akan menanamkan kebohongan dalam mental anak
kecil tersebut. Apapun itu bentuk kebohongannya sekalipun dalam hal kecil,itu semua
terekam dalam memori sang anak.
Janji yang yang tidak ditepati juga menjadi penyebab yang gampang direkam. Jangan
pernah menjanjikan sesuatu yang pastinya tidak ditepati. Jika janji tersebut tidak jadi karena
faktor lain,katakan maaf dan kasih pengertian kepada si kecil. Jangan juga menceritakan
sesuatu yang mengandung kebohongan karena ketika nantinya sang anak melihat
kenyataannya dia akan merekamnya. Jangan gengsi meminta maaf jika ada kesalahan kita
dimata anak kita. Sikap gentle kita ini akan direkam menjadi suatu kebaikan nantinya bagi
dia.

Kesadaran jujur tidak akan dihukum.
Memberi pengertian dan gambaran kepada si kecil tentang kejujuran dan keburukan dari
kebohongan. Ajarkan juga si kecil untuk tidak takut mengaku kalau berbuat salah. Kasih
pengertian jika dia berbuat salah dan mengaku tidak akan dihukum. Jangan selalu
memberikan ancaman untuk suatu kesalahan karena itu menjadi suatu momok yang
menakutkan bagi sang anak ketika dia berbuat suatu kesalahan.

Komunikasi Yang Baik Dengan Sang Anak
Orang tua harus sering berkomunikasi dengan baik dan terbuka kepada sang anak.
Keterbukaan dimulai dari orang tua bisa menceritakan apa yang dia lakukan ketika dia pergi/
kerja meninggalkan sang anak. Hal ini akan membuat sang anak juga akan menceritakan apa
yang terjadi pada dirinya selama dia tidak bersama dengan kita. Tunjukkan sikap yang
menyimak dengan baik apa yang diceritakannya, jangan anggap remeh setiap ceritanya. Dan
juga berikan apresiasi atas cerita dan kejujuran sang anak tersebut. Jangan lupa memberikan
apresiasi yang baik dari orang tua atas kejujuran sang anak dibanding hukuman atas kesalahan
yang dibuat.
Memperjuangkan moral ada beberapa tips, yaitu: Gerakan moral harus berawal dari diri
kita sendiri, menjadikan kejujuran sebagai gerakan moral maksudnya kejujuran itu tidak bisa
secara singkat di atasi melainkan membutuhkan proses yang dinamis (bergerak). Inti dari
segala ungkapan mengenai kejujuran ini sebenarnya mau mengatakan bahwa dan mengajak
kita manusia untuk menjadi pribadi yang jujur karena itu sangat berguna dan penting untuk
diri kita sebab segala sesuatunya dapat ber-efek baik kepada sesama kita manusia.
2. Kesediaan untuk Bertanggung Jawab
Kesediaan sebagai kualitas dasar kepribadian moral menjadi operasional dalam
kesediaan untuk bertanggung jawab.
Itu, yang pertama, berarti kesediaan untuk


melakukan apa yang harus dilakukan,

dengan sebaik mungkin. Bertanggung jawab berarti suatu sikap terhadap tugas yang
membebani kita. Kita merasa terikat untuk menyelesaikannya.
Kedua, sikap bertanggung jawab

mengatasi segala etika peraturan. karena etika

peraturan, hanya mempertanyakan apakah hal itu boleh dilakukan atau tidak. Sangat terikat
pada nilai yang dihasilkan.
Ketiga, wawasan orang yang bersedia untuk bertanggung jwab secara prinsipal tidak
terbaatas. Ia tidak membatasi perhatiannya pada apa yang menjadi urusan dan kewajibannya,
melainkan merasa bertanggung jawab dimana saja diperlukan. Bersedia mengarahkan tenaga,

kemampuannya untuk melalkukan sesuatu.
Keempat, kesediaan untuk bertanggung jawab termasuk kesediaan untuk, diminta dan
untuk memberikan, pertanggungjawaban atras tindakan-tindakan, atas pelaksanaan tugas dan
kewajiban. Jika lalai dan melakukan kesalahan harus bersedia dipersalahkan. Tidak
melibatkan orang lain.
Kesediaan untuk bertanggung jawab demikian adalah tanda kekuatan batin yang sudah

mantap, pertanggungjawaban dalah cerminan seseorang.
3. Kemandirian Moral
Untuk mencapai kepribadian moral yang kuat adalah dengan kemandirian moral.
Kemandirian moral berarti bahwa kita tak pernah ikut-ikutan saja dengan berbagai pandangan
moral dalam lingkungan kita, melainkan selalu membentuk penilaian dan pendirian sendiri
dan bertindak sesuai dengannya.
Kemandirian moral berarti tidak seperti balon yang ikut akan arah angin ke mana saja
berhembus. Kemandirian moral juga berarti bahwa kita tidak menyesuaikan pendirian kita
dengan apa yang mudah, enak, dan menghindari yang sulit atau rumit.
Kemandirian moral adalah kekuatan batin untuk mengambil sikap moral sendiri dan
bertindak sesuai dengannya. Kemandirian moral menuntut agar kita tidak melestarikan
budaya “membeo”. Mandiri secara moral berarti bahwa kita tidak dapat "dibeli" oleh
mayoritas. Dengan adanya kemandirian moral maka kita tidak akan mudah diombangambingkan oleh tawaran apapun melainkan tetap konsisten terhadap pendirian moral kita.
4. Keberanian Moral
Keberanian moral menunjukkan diri dalam tekad untuk tetap mempertahankan sikap
yang telah diyakini sebagai kewajiban apabila tidak disetujui atau secara aktif di lawan oleh
lingkungan. Orang yang memiliki keutamaan itu tidak mundur dari tugas dan tanggung jawab.
Kemandirian moral adalah kesetiaan terhadap suara hati yang menyatakan diri dalam
kesediaan untuk mengambil resiko konflik.
Keberanian moral berpihak pada yang lebih lemah melawan yang kuat, yang

memperlakukanya dengan tidak adil. Keberanian moral tidak menyesuaikan diri dengan
kekuatan- kekuatan yang ada kalau itu berarti mengkompromikan kebenaran dan keadilan. Ia
merasa lebih mandiri.

5. Kerendahan Hati
Kerendahan hati adalah kekuatan batin untuk melihat diri sesuai dengan kenyataannya.
Kenyataan di sini dalam hubungannya dengan rendah hati ialah bahwa orang tidak hanya
mampu melihat kelemahannya saja, tapi kelebihannya juga. Orang yang rendah hati itu dapat
mampu menerima dirinya. Maka ia adalah orang yang tahu diri dalam arti yang sebenarnya.
Dengan rendha hati, kita betul - betul bersedia untuk memperhatikan dan menanggapi
pendapat lawan, bahkan untuk perlunya mengubah pendapat kita sendiri.
Kerendahan hati ini tidak bertentangan dengan keberanian moral, melainkan justru
prasyarat kemurniannya. Tanpa kerendahan hati, keberanian moral mudah

menjadi

kesombongan atau kedok untuk menyembunyikan, bahwa kita tidak rela untuk
memperhatikan orang lain, atau bahkan kita sebenarnya takut dan tidak berani untuk
membuka diri dalam dialog kritis. Kerendahan hati menjamin kebebasan dari pamrih dalam
keberanian. Keberanian moral itu ialah sikap semangat yang tetap mempertahankan nilai nilai moral.

Makna Keaslian atau Otentisitas
Disini tempatnya untuk beberapa kata tentang sesuatu yang erat hubunganya dengan hal
kejujuran dan juga sangat penting kalau kita mau menjadi orang kuat dan matang; kita harus
menjadi otentik. Otentik berarti, kita menjadi diri kita sendiri. Kita bukan meniru orang lain
atau menjiplak.
“Otentik” berarti “asli”. Manusia otentik adalah manusia yang menghayati dan
menunjukkan diri sesuai dengan keasliannya, dengan kepribadian yang sebenarnya. Manusia
yang tidak otentik adalah manusia yang merupakan hasil dari luar bukan dirinya sendiri.
Manusia seperti ini menggantungkan dirinya secara penuh terhadap apa yang ada di luar
dirinya, yakni lingkungannya. Manusia yang tidak otentik memiliki cita-cita dan nilai-nilai
yang kabur dan hanya bergantung penuh pada kelompok-kelompok tertentu saja.
Ketidakotentikan dalam berbagai bidang nilai misalnya orang yang merasa malu apa
bila ia tidak mengikuti perkembangan zaman. Merasa ada ketertinggalan jika tidak
menggunakan produk-produk tertentu. Dibidang lain; Estetika misalnya: orang harus
mengikuti arsitektur tertentu. Atau juga dibidang politik, seorang mahasiswa yang kritis dan
pemberontak karena itulah gaya mahasiswa, tetapi di rumahnya ia bersikap feudal. Di bidang
religius; seorang yang masuk kedalam biara mendapat pelajaran tentang tokoh-tokoh tertentu
dan pada akhirnya ia bercita-cita seperti tokoh-tokoh tertentu, menyenangi cara hidupnya. Hal

ini masih belum otentik karena mungkin saja ia merasa takut ini hanya merupakan kewajiban
semata.
Oleh karena itu, keotentikan seseorang harus terus menerus diuji. Hal ini perlu
percobaab-percobaan; ia memasuku lingkungan yang lain, dengan nilai-nilai yang lain;
tanggung jawab dan inisiatifnya ditantang, ia juga diberi kesempatan untuk menunjukkan
dirinya yang sebenarnya.
Sikap Moral yang Realistik dan Kritis
Dua sikap ini merupakan suatu pendekatan intelektual, yang sesuai dengan ciri khas
etika sebagai refleksi kritis atas fenomen moralitas. Dengan bersikap realistik dan kritis, kita
dipanggil untuk memiliki tanggungjawab moral: membuka mata lebar-lebar pada realitas dan
berani membenahi kekurangan-kekurangan yang tampak dalam kesadaran kita. Manusia yang
kita hormati dan sesama terhadapnya kita mau bersikap baik bukan “si manusia”, melainkan
pelbagai orang berada dalam jangkauan pengaruh tindakan kita, dengan kebutuhan-kebutuhan
dan kemampuan-kemampuannya dengan kelemahan-kelemahan dan harapan-harapan mereka.
Kita wajib membuka mata lebar-lebar terhadap realitas. Tanggungjawab menuntut sikap yang
realistik. Siapa yang selalu bertindak menurut cita-cita luhur berada dalam bahaya akan
mengorbankan orang yang nyata demi cita-citanya. Apa yang menjadi kebutuhan orang dan
masyarakat yang real hanya dapat diketahui dari realitas itu sendiri. Tak ada jalan lain kecuali
membuka mata terhadap orang-orang yang nyata.
Tetapi sikap realistik tidak berarti bahwa kita menerima realitas begitu saja. Kita
mempelajari keadaan dengan serealis-realisnya supaya dapat kita sesuaikan dengan tuntutan
prinsip-prinsip dasar. Dengan kata lain, sikap realistik mesti berbarengan dengan sikap kritis.
Tanggungjawab moral menuntut agar kita terus menerus memperbaiki apa yang ada supaya
lebih adil, lebih sesuai dengan martabat manusia dan supaya orang-orang dapat lebih bahagia.
Sikap kritis perlu juga terhadap segala macam kekuatan, kekuasaan dan dan wewenang dalam
masyarakat. Kita tidak tunduk begitu saja, kita tidak dapat dan tidak boleh menyerahkan
tanggungjawab kita kepada mereka, tanpa pertimbangan dan analisa yang matang.
Sumber Bacaan:
Suseno, Franz Magnis. 1987. Etika Dasar: Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral.
Yogyakarta: Kanisius.
Bagian kejujuran ditambahkan dari http://www.adyavl88.blogspot.com diakses tanggal 3
Maret 2015 pada pukul 21.46 WIB.