IDENTIFIKASI PENGARUH KEBIJAKAN EKONOMI pdf

IDENTIFIKASI PENGARUH KEBIJAKAN EKONOMI KREATIF
DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (DIY)
(STUDI KASUS : MODERNISASI PRODUK KULINER TRADISIONAL)
Briantama Yanuar Ridwan
14/364964/GE/07754
[email protected]

Abstract
Creative economy are tools used for developing product with human creativity, it
has impact that the product has high value. Developing of creative economy can increases
regional economy. The example of creative economic development are modernization of
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) traditional culinary product. The background of
developing creative economy in DIY are the diversity of culinary traditional product.
Tools for developing traditional culinary can be develops with modernization product or
develops the culinary packing. It has high prospect for the marketing. So, the product can
be vend to the other country. The develops of traditional culinary must be do with knowing
the creative economy policy. Creative economy policy must be develops with structured
institutional. The product market policy that vend traditional culinary product at the
specific place are used for develops the regional economy. So, the regional economy can
be increases. It can develops regional become progress.


Keywords : Creative Economy, Traditional Culinary, Policy, Regional Development

IDENTIFIKASI PENGARUH KEBIJAKAN EKONOMI KREATIF
DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (DIY)
(STUDI KASUS : MODERNISASI PRODUK KULINER TRADISIONAL)
Briantama Yanuar Ridwan
14/364964/GE/07754
[email protected]
Intisari
Ekonomi kreatif merupakan sarana yang digunakan untuk mengembangkan produk
dengan kreativitas seseorang, sehingga produk yang dihasilkan memiliki nilai jual yang
cukup tinggi. Pengembangan ekonomi kreatif diperlukan karena dapat meningkatkan
perekonomian di suatu wilayah. Salah satu pengembangan ekonomi kreatif yang dapat
dilakukan yakni dalam melakukan modernisasi produk olahan kuliner tradisional di
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Hal ini dapat dilakukan karena Provinsi
DIY memiliki potensi kuliner tradisional yang cukup beragam, sehingga dapat
dikembangkan dengan baik. Pengembangan yang dilakukan dapat dengan melakukan
modernisasi produk maupun pengemasan produk. Pengembangan yang dilakukan pada
olahan makanan tradisional memiliki prospek yang cukup besar terhadap pemasarannya.
Sehingga, produk yang dihasilkan dapat dipasarkan sampai ke luar negeri. Pengembangan

olahan makanan tradisional tersebut juga harus melihat kebijakan ekonomi kreatif yang
digunakan. Kebijakan ekonomi kreatif dapat digunakan dengan mempertimbangkan
faktor kelembagaan dari kegiatan usaha kuliner tradisional. Selain itu, perlunya kebijakan
untuk dapat memasarkan produk pada satu sentra dan peningkatan hubungan antar daerah
dinilai diperlukan dalam menunjang kegiatan pemasaran olahan kuliner tradisional.
Sehingga, peningkatan perekonomian daerah dapat semakin meningkat. Hal ini membuat
perkembangan wilayah dapat terjadi dengan baik.
Kata kunci : Ekonomi kreatif, Kuliner Tradisional, Kebijakan, Perkembangan Wilayah

1.

Pendahuluan
1. 1 Latar Belakang
Ekonomi merupakan salah satu bidang utama yang memberikan dampak
terhadap peningkatan kualitas wilayah. Hal tersebut penting karena sektor ekonomi
yang dikembangkan di tiap wilayah dapat berfungsi sebagai penghubung antar sektor
yang berasosiasi. Faktor ekonomi yang ada di suatu wilayah juga dapat digunakan
sebagai pengontrol kegiatan di wilayah tersebut. Sehingga, faktor ekonomi
memberikan dampak terhadap perkembangan wilayah.
Ilmu ekonomi adalah studi tentang bagaimana individu dan masyarakat

menentukan pilihan penggunaan sumber daya yang langka yang telah disediakan
oleh alam dan generasi sebelumnya (Case, 2007:13). Studi ekonomi tersebut lebih
menekankan pada proses pengalokasian berbagai kebutuhan sehingga konsumen
dapat menentukan skala prioritas dalam menentukan kebutuhan. Ilmu ekonomi ini
kemudian dapat dikembangkan dalam konteks pembangunan ekonomi dan
pertumbuhan ekonomi.

SDA

Kreativitas

SDM

Ekonomi Kreatif

Gambar 1
Hubungan antara SDA, SDM, dan Kreativitas
Pengembangan bidang ekonomi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
kualitas perkembangan wilayah salah satunya dilakukan dengan pengembangan
ekonomi kreatif. Ekonomi kreatif dapat didefinisikan sebagai kegiatan yang

menekankan pada kreativitas, skill, maupun potensi seseorang/kelompok yang
kemudian menghasilkan gagasan, produk, ataupun jasa (Dreszeen, 2007). Ekonomi
kreatif dinilai memberikan peluang besar bagi wilayah agar dapat mengembangkan
potensi wilayahnya. Hal tersebut ditunjang oleh faktor yang saling terkait. Faktor
keberadaan Sumber Daya Alam (SDA), kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), dan

tingkat kreativitas seseorang dalam mengembangkan bidang usaha dinilai menjadi
faktor penting untuk menggerakkan ekonomi kreatif.
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan salah satu provinsi yang
memiliki peluang cukup besar dalam pengembangan ekonomi kreatif. Hal tersebut
terjadi mengingat DIY merupakan provinsi dengan tingkat keberagaman berbagai
sektor yang cukup tinggi. Adanya berbagai keberagaman yang ada di Provinsi DIY
dinilai dapat menopang sektor perkembangan wilayah di provinsi dengan corak
budaya yang kental tersebut. Pengembangan berbagai sektor yang potensial tadi
dapat meningkatkan kualitas ekonomi wilayah. Sehingga, perkembangan wilayah
dapat terjadi dengan baik.
Saat ini Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menjadi kiblat dalam
pengembangan ekonomi kreatif di tingkat nasional. Hal ini dapat dilihat dari
berkembangnya industri digital (Jogja Digital Valley) maupun industri kreatif lain.
Berpotensinya pengembangan ekonomi kreatif ini dapat dilihat dari banyaknya

potensi yang dapat dikembangkan. Kondisi ini membuat Provinsi DIY berpotensi
besar dalam pengembangan bidang ekonomi kreatif.
Salah satu bidang yang dapat dikembangkan menjadi bagian dari ekonomi
kreatif yakni industri di bidang kuliner. Hal tersebut memiliki peluang yang cukup
besar karena kuliner khas Provinsi DIY memberikan kesan tersendiri bagi
masyarakat yang datang ke daerah tersebut. Selain itu, kuliner DIY yang memiliki
kualitas yang cukup tinggi membuat pengembangan kuliner di DIY dinilai dapat
memberikan proporsi tersendiri terhadap peningkatan ekonomi regional di Provinsi
DIY.
Seiring dengan perkembangan teknologi, pengembangan industri kuliner tadi
juga dikembangkan dengan berbagai media ataupun hal-hal teknis lain yang
berdampak terhadap kualitas produksi kuliner. Selain itu, pola perilaku masyarakat
yang cenderung menginginkan berbagai hal secara praktis dan efisien memberikan
peluang cukup besar bagi penggerak ekonomi di bidang kuliner untuk dapat
mengembangkan bidang kulinernya secara modern. Ini memberikan peluang bagi
pelaku usaha kuliner untuk dapat mengkreasikan berbagai kuliner yang
dikembangkan, terutama kuliner yang berbasis secara tradisional. Sehingga, usaha
kuliner yang dikembangkan tadi tidak kalah saing dengan industri kuliner lain.

Kebijakan pemerintah yang berlomba-lomba dalam mengembangkan wilayah

agar tidak kalah saing dengan wilayah lain, membuat pemerintah mengembangkan
berbagai peraturan yang dinilai dapat menguntungkan wilayah tersebut. Ini
dimaksudkan agar perkembangan wilayah yang dikembangkan dapat meningkat.
Selain itu, adanya pengembangan peraturan pemerintah sebagai akibat dari arus
globalisasi, mengharuskan pemerintah untuk mengkaji berbagai peraturan yang telah
diterapkan. Peraturan yang digunakan untuk menopang perkembangan wilayah juga
harus dikaji dengan melihat batasan-batasan yang menopang perkembangan wilayah,
salah satunya pada bidang ekonomi kreatif. Sehingga, perkembangan wilayah dapat
sejalan dengan prinsip dasar yang diinginkan.

1. 2 Tujuan
Berdasarkan latar belakang di atas, tujuan dari penulisan paper ini diantaranya:
a. Menganalisis bagaimana peluang usaha kuliner tradisional terhadap tingkat
perkembangan wilayah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
b. Menganalisis

prediksi

usaha kuliner


tradisional

terhadap

tingkat

perkembangan wilayah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
c. Mengkaji kebijakan pemerintah di bidang ekonomi kreatif terhadap
kegiatan ekonomi di bidang kuliner tradisional Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY).

1. 3 Manfaat
Berdasarkan tujuan di atas, manfaat dalam penulisan paper ini diantaranya:
a. Dapat menganalisis bagaimana peluang usaha kuliner tradisional terhadap
tingkat perkembangan wilayah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
(DIY).
b. Dapat menganalisis prediksi usaha kuliner tradisional terhadap tingkat
perkembangan wilayah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
c. Dapat mengkaji kebijakan pemerintah di bidang ekonomi kreatif terhadap
kegiatan ekonomi di bidang kuliner tradisional Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta (DIY).

2.

Isi dan Pembahasan
Keberadaan ekonomi kreatif saat ini menjadi salah satu topik yang
dikembangkan pemerintah. Hal tersebut karena ekonomi kreatif dinilai memberikan
sumbangan yang cukup besar terhadap peningkatan ekonomi di suatu wilayah. Hal
tersebut dapat dilihat pada “Laporan Akuntabilitas Kinerja Kementrian Pariwisata
dan Industri Kreatif tahun 2013” bahwa proporsi nilai PDB yang disumbang dari
ekonomi kreatif di tahun 2013 mencapai Rp 641,82 triliun atau sekitar 7,05 %. Ini
menjadikan industri kreatif memiliki peluang cukup besar dalam meningkatkan
perekonomian nasional.
Ekonomi kreatif yang akan dikembangkan tersebut juga harus melihat berbagai
faktor ataupun indikator yang menopang kegiatan pengembangan industri kreatif
tersebut. Hal tersebut harus diperhatikan mengingat indikator yang dikembangkan
memberikan dampak terhadap proses ataupun hasil yang didapatkan di masa
mendatang. Berbagai indikator yang dapat dikembangkan sebagai industri kreatif
seperti yang dikutp dari “Pengembangan Industri Kreatif Menuju Visi Ekonomi
Kreatif 2025” menyatakan bahwa terdapat 14 topik yang dapat dikembangkan

sebagai ekonomi kreatif.
Topik yang dikembangkan tidak serta merta terfokus pada 14 topik yang ada.
Hal tersebut karena masih terdapat banyak topik yang dinilai dapat dikembangkan
sebagai bagian dari ekonomi kreatif. Pengembangan yang dilakukan ini juga harus
melihat bagaimana optimalisasi sumberdaya yang tersedia serta tingkat kreativitas
seseorang dalam mengembangkan usaha di bidang ekonomi kreatif tersebut.
Dampaknya, pengembangan yang dilakukan tadi dapat memberikan sumbangan
peningkatan ekonomi di suatu wilayah.
Salah satu bidang yang sebenarnya memiliki proporsi cukup besar terhadap
pengembangan ekonomi kreatif di suatu wilayah yakni pada bidang kuliner. Hal ini
terjadi dikarenakan adanya berbagai faktor. Pola perilaku masyarakat yang pergi ke
suatu wilayah cenderung mencari kuliner khas dari wilayah tersebut. Hal ini karena
kuliner yang ada di wilayah memberikan corak bagi wilayah tersebut. Selain itu, pola
perilaku masyarakat yang selalu membeli oleh-oleh di bidang kuliner juga membuat
bidang kuliner menjadi salah satu indikator yang dapat dipertimbangkan dalam
mengkaji ekonomi kreatif di suatu wilayah.

Posisi bidang kuliner apabila dilihat dari 14 topik yang ditetapkan oleh
pemerintah berada pada pertemuan dari berbagai indikator lain. Indikator di bidang
kerajinan, seni pertunjukan, dan pasar barang seni dinilai memberikan pengaruh

cukup besar terhadap usaha di bidang kuliner. Hal ini terjadi karena kuliner yang ada
di suatu wilayah biasanya berasosiasi terhadap ketiga indikator lain. Hal tersebut
dipengaruhi oleh posisi konsumen dan kondisi pasar yang memiliki pengaruh
terhadap usaha kuliner tersebut. Sehingga, usaha kuliner yang ada dapat berpengaruh
pada ketiga indikator tadi.

Kerajinan

Seni Pertunjukan

Pasar Seni
Barang

Kuliner

Gambar 2
Hubungan antar indikator dan posisi kuliner terhadap indikator lain
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan salah satu provinsi
yang memiliki usaha di bidang kuliner cukup besar. Hal ini terjadi karena DIY
memiliki berbagai destinasi pariwisata yang menjadi andalan wisatawan. Banyaknya

destinasi wisata ini menyebabkan DIY memiliki usaha penunjang lain, salah satunya
di bidang kuliner. Kuliner yang ada di DIY tersebut cukup beragam, diantaranya
kuliner tradisional maupun kuliner modern. Ini menjadikan Provinsi DIY merupakan
salah satu daerah potensial dalam pengembangan usaha di bidang kuliner.
Pengembangan usaha kuliner tradisional di DIY cenderung berkembang cukup
pesat. Ini sebagai akibat banyaknya wisatawan yang mencari usaha kuliner
tradisional tersebut. Namun, kuliner tradisional tadi cenderung memiliki masa
kadaluarsa yang relatif cepat. Hal tersebut karena produk yang dihasilkan dari kuliner
tradisional tadi bersifat siap untuk dikonsumsi. Selain itu, sifat dari produk kuliner
tradisional yang tidak dilakukan proses pengawetan secara modern membuat kuliner

tradisional khas DIY tersebut cenderung tidak awet untuk dikonsumsi dalam jangka
waktu yang cukup lama.

Gambar 3
Peta Pewilayahan Pembangunan Destinasi Pariwisata
Sumber : Peraturan Daerah Provinsi DIY Nomor 1 Tahun 2012
Salah satu contoh kuliner tradisional yang sering dijajakan oleh wisatawan yang
datang ke DIY adalah gudeg. Gudeg merupakan olahan nangka muda yang dimasak
dengan berbagai rempah. Penyajiannya yang dapat disajikan dalam bentuk kering
dan basah membuat masyarakat sering mencari olahan tersebut. Namun, masa
kadaluarsa gudeg ini relatif cepat. Hal ini karena sifat makanan yang mudah
membusuk membuat jangka waktu konsumsi gudeg relatif singkat.
Selain itu, olahan kuliner tradisional yang merupakan salah satu kuliner khas
dari DIY adalah gatot dan tiwul. Gatot dan tiwul merupakan salah satu olahan khas
yang berasal dari fisiografi selatan Pulau Jawa, terutama di Kabupaten Gunungkidul.
Olahan yang berbahan dasar singkong ini sering menjadi makanan favorit bagi
wisatawan yang berkunjung ke DIY. Namun, pengolahan gatot dan tiwul yang
memiliki karakteristik untuk langsung disajikan membuat keawetan gatot dan tiwul
tersebut cenderung singkat. Hal ini membuat wisatawan lebih mengonsumsi gatot
dan tiwul di tempat tersebut dan jarang untuk membawanya sebagai bahan oleh-oleh,
terutama ke daerah yang jauh dari DIY.
Tingkat keawetan kedua jenis makanan yang relatif singkat membuat penggerak
usaha kuliner perlu melakukan modernisasi produk makanan. Modernisasi tadi perlu

dilakukan agar produk makanan yang dihasilkan memiliki jangka waktu konsumsi
yang cukup lama. Ini akan berdampak terhadap luasnya pasar dari penjualan
makanan tersebut. Selain itu, modernisasi juga diperlukan mengingat pola perilaku
masyarakat yang cenderung mencari makanan secara praktis dan efisien.
Peran ekonomi kreatif memiliki porsi cukup besar dalam pengembangan kedua
olahan pangan tersebut. Hal ini diperlukan karena pengembangan jangka waktu
keawetan konsumsi pangan yang ada memiliki hubungan dengan tingkat jangkauan
pasar dari produk olahan tersebut. Peran pelaku usaha kuliner untuk dapat
mengembangkan usahanya secara kreatif berdampak terhadap tingkat pendapatan
pelaku usaha tersebut. Ini memiliki dampak terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi
DIY yang memiliki pengaruh terhadap nilai PDRB Provinsi DIY.
Jangkauan Pasar
(Satuan jarak)

Pertumbuhan Ekonomi

Tingkat keawetan Makanan
(satuan waktu)

Gambar 4
Hubungan antara tingkat keawetan makanan dengan jangkauan pasar
Modernisasi produk olahan kuliner tradisional salah satunya dapat dilakukan
dengan pengembangan kemasan yang lebih modern. Hal ini dilakukan agar tingkat
keawetan makanan memiliki jangka waktu yang cukup panjang. Selain itu, adanya
pengemasan makanan tradisional yang lebih modern juga memiliki jaminan
kebersihan kemasan yang baik. Hal ini memiliki pengaruh bagi masyarakat untuk
dapat membeli olahan makanan tradisional dengan kemasan yang lebih modern.
Pengemasan olahan makanan tradional yang mulai dikemas secara modern salah
satunya pada proses pengemasan gudeg. Gudeg yang biasanya dikemas dengan
menggunakan kendil ataupun plastik, saat ini dapat dikemas dengan menggunakan
kaleng. Model pengemasan yang dilakukan mengadopsi pada model pengemasan
ikan sarden. Adanya model pengemasan yang lebih modern tersebut membuat

wisatawan dapat membawa kemasan dari gudeg tersebut yang kemudian dapat
dikonsumsi dalam jangka waktu yang cukup lama.
Selain itu, pengemasan olahan makanan tradisional yang dikemas secara modern
dilakukan pada pengemasan produk gatot dan tiwul. Pengemasan yang dilakukan
pada makanan tersebut dilakukan dengan memproduksi olahan gatot dan tiwul dalam
bentuk kering yang nantinya dapat dikonsumsi secara instan. Pengemasan modern
yang digunakan pada makanan tersebut membuat pola pikir masyarakat lebih
memilih kemasan makanan tradisional yang lebih modern. Dampaknya, banyak
wisatawan yang memilih kemasan tersebut dan jangka waktu untuk konsumsi
panganan tersebut cenderung panjang.
Model pengembangan olahan makanan yang dibuat dalam kemasan modern tadi
merupakan salah satu implementasi ekonomi kreatif di bidang kuliner. Pengemasan
yang modern membuka peluang pasar untuk dapat mengembangkan peluang pasar
secara lebih luas. Hal tersebut dapat terjadi mengingat pasar yang disasar setelah
adanya pengemasan makanan tradisional secara modern dapat berkembang sampai
ke luar negeri. Ini membuat peluang dalam proses produksi makanan tradisional yang
dikemas secara modern tersebut dapat berkembang dengan baik.
Berbagai hal juga harus dilihat agar pengembangan makanan tradisional tadi
dapat semakin berkembang. Peningkatan kualitas olahan yang harus dipantau
menjadi faktor teknis penting yang perlu diperhatikan. Kualitas olahan ini dapat
dilihat dari produk olahan tersebut ataupun kemasan dari makanan yang diproduksi
tadi. Sehingga, makanan tradisional yang diproduksi tadi dapat dikonsumsi dan tidak
memiliki efek bagi konsumen.
Dampak yang mungkin terjadi setelah adanya pengemasan makanan tradisional
secara modern yakni munculnya berbagai persaingan antar pelaku usaha kuliner.
Pelaku usaha kuliner berlomba-lomba dalam mengembangkan produk olahan yang
diproduksi. Ini dilakukan untuk mencari konsumen seluas-luasnya dan agar dapat
meningkatkan pendapatan pelaku usaha tersebut. Pengembangan olahan ini memang
memiliki dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi DIY. Hal ini karena pelaku
usaha banyak memproduksi olahan makanan tradisional tersebut. Namun, pelaku
usaha tadi juga harus semakin kreatif dalam mengembangkan usaha kuliner yang

dikembangkan. Sehingga, tingkat persaingan antar pelaku usaha kuliner dapat
dilakukan diversifikasi dan produk yang dihasilkan cenderung beragam.
Jika merujuk pada “Kebijakan dan Strategi Pengembangan Ekonomi Kreatif
Indonesia tahun 2016”, pengembangan ekonomi kreatif menekankan pada berbagai
faktor. Faktor berupa tekanan bonus demografi, peningkatan media berbasis digital,
peningkatan kreativitas, peningkatan jumlah penduduk pada kelas menengah, dan
melimpahnya potensi SDA maupun SDM menjadi faktor terpenting ekonomi kreatif
dikembangkan di era saat ini. Hal ini membuat masyarakat harus mulai
mengembangkan berbagai usaha yang dinilai dapat mengembangkan perekonomian
masyarakat tersebut.
Kasus pengolahan makanan tradisional menjadi modern di masa depan
memerlukan berbagai faktor yang dominan. Kualitas SDM serta keberadaan SDA
dinilai menjadi faktor kunci agar pengembangan makanan tradisional berbasis
modern dapat berkembang dengan baik. Hal ini sejalan dengan pengembangan
kebijakan mengenai ekonomi kreatif. Kemerosotan tingkat perekonomian di tahun
2015 perlu ditunjang dengan peningkatan berbagai bidang ekonomi yang dapat
mendongkrak tingkat ekonomi tersebut, salah satunya dengan pengembangan
ekonomi kreatif.
Kebijakan ekonomi kreatif yang diterapkan memberikan peluang cukup besar
bagi pelaku usaha kuliner di Provinsi DIY. Namun, Kebijakan Ekonomi Kreatif
menjelaskan berbagai kendala pada usaha kreatif bidang kuliner, diantaranya faktor
SDM, kelembagaan, dan pemasaran. Ketiga indikator ini dinilai menjadi penghambat
dalam proses pengembangan ekonomi kreatif bidang kuliner. Namun, kendala usaha
kuliner di DIY cenderung dapat ditekan. Hal ini karena jumlah SDM yang dimiliki
DIY cukup besar. Kualitas SDM yang dimiliki juga cenderung baik. Hal ini sebagai
akibat banyaknya institusi pendidikan yang berdampak terhadap meningkatnya
kualitas SDM. Pemasaran yang dilakukan juga dapat berkembang dengan baik. Hal
ini sebagai akibat adanya pengaruh teknologi digital yang mengharuskan pelaku
usaha dapat mengembangkan usahanya. Hanya saja, kelembagaan pelaku usaha
kuliner di DIY kurang berkembang dengan baik. Hal ini karena model kelembagaan
usaha kuliner cenderung dilakukan secara turun-temurun. Sehingga, kelembagaan
yang dilakukan hanya pada lingkup internal.

Kebijakan ekonomi kreatif yang dilakukan semestinya memberikan proporsi
yang cukup besar pada indikator kelembagaan pelaku usaha kuliner. Hal ini
mengingat kelembagaan merupakan salah satu indikator yang berperan cukup besar
pada pelaku usaha kuliner. Perlunya sosialisasi pada bidang pemasaran maupun
kelembagaan pada asosiasi pelaku usaha kuliner tradisional dinilai dapat
memberikan pengaruh cukup besar terhadap peningkatan perekonomian yang
disumbang dari pengembangan industri kreatif bidang kuliner. Kelembagaan yang
terstruktur dapat memberikan pengaruh terhadap kegiatan usaha kuliner yang
dikembangkan.
Kebijakan ekonomi kreatif yang dilakukan pemerintah memberikan media bagi
pelaku usaha kuliner untuk mengembangkan usaha kulinernya. Pengembangan usaha
kuliner tidak hanya dilakukan pada beberapa produk olahan saja, namun dapat
dilakukan pada berbagai produk olahan lain. Hal ini karena keberagaman usaha
kuliner di DIY memiliki prospek cukup besar. Pelaku usaha kuliner tadi harus
memikirkan secara kreatif produk olahan yang diproduksi. Sehingga, tingkat
pendapatan masyarakat dapat berkembang dengan baik. Dampaknya, terjadinya
peningkatan PDRB DIY.
Adanya kebijakan di bidang ekonomi kreatif mengharuskan pelaku usaha
kuliner dapat mengembangkan usahanya. Salah satu cara yang dapat dilakukan
dalam mengembangkan usahanya yakni dengan melakukan pemasaran yang
terintegrasi dengan desa wisata. Perlu diketahui bahwa desa wisata merupakan salah
satu destinasi wisata yang terus dikembangkan oleh Pemerintah Daerah (Pemda).
Sehingga, destinasi wisata tadi dapat berkembang sejalan dengan pemasaran dari
produk kuliner yang dipasarkan. Produk kuliner yang dipasarkan di desa wisata dapat
memberikan prospek bagi produk olahan dan desa wisata tersebut. Ini membuat
daerah dapat semakin berkembang.
Kebijakan ekonomi kreatif yang dilakukan semestinya juga memberikan
proporsi dengan sistem perekonomian di daerah tersebut. Kegiatan perekonomian
yang dilakukan salah satunya dapat mengadopsi program “Bela Beli Kulonprogo”.
Konsep yang diterapkan dengan menjual barang khas dari daerah tersebut dapat
dikembangkan pada pelaku usaha kuliner tradisional. Pengembangan pemasaran
kuliner tradisional yang hanya dilakukan pada daerah tersebut dinilai dapat

memberikan sumbangan cukup besar dalam pengembangan usaha kuliner
tradisional. Pengembangan yang terpusat pada satu daerah dapat menjadikan daerah
tersebut menjadi sentra usaha kuliner tradisional. Beberapa daerah sudah
menerapkan sentra usaha kuliner. Namun, ini perlu ditunjang di daerah lain yang
kemudian dapat dikembangkan dengan mengadopsi program ”Bela Beli
Kulonprogo”.
Peran pemerintah untuk melakukan sosialisasi dalam pengembangan pemasaran
tadi perlu dilakukan. Perlunya penambahan jaringan antar daerah ataupun promosi
terhadap produk usaha kuliner tradisional dinilai dapat membantu kegiatan di bidang
usaha kuliner agar dapat berkembang cukup pesat. Selain itu, perlunya insentif yang
diberikan bagi pelaku usaha kuliner tradisional dinilai dapat membantu pelaku usaha
tersebut. Insentif dapat digunakan untuk melakukan modernisasi produk makanan
maupun untuk mengembangkan usaha yang dilakukan. Sehingga, kegiatan
pemasaran dapat berkembang dengan baik.

3.

Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Usaha kuliner tradisional di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
memiliki prospek yang cukup besar terhadap tingkat perkembangan wilayah.
Hal tersebut ditunjang oleh modernisasi produk yang membuat produk yang
dihasilkan menjadi lebih baik.
2. Usaha kuliner tradisional di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
memiliki prospek cukup besar dalam peningkatan perekonomian daerah. Hal
tersebut ditunjang oleh pengembangan ekonomi kreatif maupun pemasaran yang
dilakukan dengan teknologi digital.
3. Kebijakan ekonomi kreatif di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
memerlukan berbagai pengembangan. Hal ini dilakukan dengan memberikan
pendampingan pada bidang kelembagaan maupun pembuatan kebijakan yang
mengembangkan produk untuk dipasarkan pada satu kawasan pemasaran.

Daftar Pustaka

Case, Karl dan R. Fair. 2007. Prinsip-Prinsip Ekonomi. Jakarta : Erlangga.
Dreszeen, Craig. 2007. Partners in Creative Economy Planning Workbook.
Massashusetts: University of Massachusetts Amhest
Laporan Akuntabilitas Kinerja Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kratif Tahun 2013
Laporan Pengembangan Industri Kreatif Menuju Visi Ekonomi Kreatif Indonesia 2025
dalam Rencana Pengembangan 14 Subsektor Industri Kreatif Indonesia (20092015)
Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2012 Tentang
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta Tahun 2012-2025