BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Problem Based Learning Berbantuan Media Gambar untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kognitif, Afektif, dan Psikomotor IPA pada Siswa Kelas V SDN Kutowinangun

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Hakikat Pembelajaran IPA

  Pembelajaran merupakan salah satu tindakan edukatif yang dilakukan guru di kelas. Keberhasilan suatu pembelajaran tergantung bagaimana interaksi antara guru dan siswa. Interaksi guru dan siswa dapat berjalan baik bila guru kompeten dalam mengelola kelas. Menurut Asy'ari (2006:37) untuk pembelajaran IPA difokuskan dalam pembelajaran adalah adanya interaksi antara siswa dengan obyek atau alam secara langsung. Karena itu guru sebagai fasilitator perlu menciptakan kondisi dan menyediakan sarana agar siswa dapat mengamati dan memahami obyek IPA.

  Nur dan Wikandri dalam Trianto (2012:143) menyatakan, proses belajar mengajar IPA lebih ditekankan pada pendekatan keterampilan proses, hingga siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori-teori, dan sikap ilmiah siswa itu sendiri yang akhirnya dapat berpengaruh positif terhadap kualitas proses pendidikan maupun produk pendidikan. Selama ini proses pembelajaran IPA hanya menghafalkan fakta, prinsip, atau teori saja. Untuk sebab itu perlu dikembangkan suatu model pembelajaran IPA yang melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-idenya.

  IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang alam. Trianto (2012:136-137) juga menjelaskan bahwa IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperiman serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan sebagainya. Dalam kurikulum 2006

  “IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Sekurang-kurangnya ada 7 ruang lingkup pemahaman IPA sebagaimana berikut: a)

  IPA sebagai kumpulan pengetahuan Mengacu pada kumpulan berbagai konsep IPA yang sangat luas. Pengetahuan tersebut berupa fakta, teori, dan generalisasi yang menjelaskan alam.

  b)

  IPA sebagai suatu proses penelusuran (investigation) Umumnya merupakan suatu pandangan yang menghubungkan gambaran IPA yang berhubungan erat dengan kegiatan laboratorium beserta perangkatnya.

  c)

  IPA sebagai kumpulan nilai Berhubungan erat dengan penekanan IPA sebagai proses, pandangan ini menekankan pada aspek nilai ilmiah yang melekat pada IPA. Ini termasuk didalamnya nilai kejujuran, rasa ingin tahu, dan keterbukaan.

  d)

  IPA sebagai cara untuk mengenal dunia Proses IPA dipertimbangkan sebagai suatu cara dimana manusia mengerti dan memberi makna pada dunia di sekeliling mereka, selain juga merupakan salah satu cara untuk mengetahui dunia beserta isinya dengan segala keterbatasannya.

  e)

  IPA sebagai institusi sosial IPA seharusnya dipandang dalam penegrtian sebagai kumpulan para profesional, yang didanai, dilatih dan diberi penghargaan akan hasil karya.

  f)

  IPA sebagai hasil konstruksi manusia Pandangan ini menunjuk pada pengertian bahwa IPA sebenarnya merupakan penemuan dari suatu kebenaran ilmiah mengenai hakikat semesta alam. Hal pokok dalam pandangan ini adalah

  IPA merupakan konstruksi pemikiran manusia. Oleh karenanya, dapat saja apa yang dihasilkan IPA memiliki sifat bias dan sementara.

  IPA merupakan sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari. Apa yang akan dipakai dan digunakan untuk pemenuhan kebutuhan hidup sangat dipengaruhi oleh IPA. Bukan saja pemakaian berbagai jenis produk teknologi sebagai hasil investigasi dan pengetahuan, melainkan pula cara bagaimana orang berpikir mengenai situasi sehari-hari sangat kuat dipengaruhi oleh pendekatan ilmiah (saintifik approach). Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran IPA di SD, siswa harus dapat membangun kemampuannya dalam bekerja ilmiah dengan pengetahuannya sendiri dan difasilitasi oleh guru. Oleh sebab itu pembelajaran dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (saintifik inquiry). Dan juga diharapkan dapat menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah.

2.1.2 Model Problem Based Learning

2.1.2.1 Pengertian Problem Based Learning

  Problem Based Learning merupakan salah satu model pembelajaran inovatif

  yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa. Dalam pengertian dan pemahaman Problem Based Learning banyak teori yang dibicarakan. Beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya menurut Dutch dalam Taufiq (2009:21), Problem Based Learning adalah model pembelajaran yang menantang siswa untuk belajar bagaimana belajar serta bekerjasama dalam kelompok untuk mencari solusi dari masalah yang nyata.

  Lebih lanjut Problem Based Learning menurut Daryanto (2014:29) merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar. Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran yang berbasis masalah, peserta didik bekerja dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata (real world). Menurut Dewey dalam Trianto (2011:67) Problem Based Learning adalah interaksi antara stimulus dengan respon, merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan. Lingkungan memberikan masukan kepada siswa berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis serta dicari pemecahannnya dengan baik.

  Dari uraian diatas sangatlah jelas bahwa model Problem Based Learning gurunya. Kemudian siswa memperdalam pengetahuannya tentang apa yang mereka telah ketahui dan apa yang mereka perlu ketahui untuk memecahkan masalah tersebut. Siswa dapat memilih masalah yang dianggap menarik untuk dipecahkan sehingga mereka terdorong berperan aktif dalam belajar.

  Masalah yang akan diselesaikan melalui kerja kelompok sehingga dapat memberi pengalaman-pengalaman belajar yang beragam pada siswa tersebut seperti kerjasama dan interaksi dalam kerja kelompok, disamping pengalaman belajar yang berhubungan dengan pemecahan masalah seperti membuat hipotesis, merancang percobaan, melakukan penyelidikan, mengumpulkan data, menginterpretasikan data, membuat kesimpulan, mempresentasikan, berdiskusi, dan membuat laporan. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa model Problem Based Learning dapat memberikan pengalaman yang kaya kepada siswa. Dengan kata lain, penggunaan Problem Based

  

Learning dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang apa yang mereka pelajari

  sehingga diharapkan mereka dapat menerapkannya dalam kondisi nyata pada kehidupan sehari-hari.

  Berdasarkan pendapat para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa model

  

Problem Based Learning adalah model pembelajaran yang diawali dengan pemberian

  suatu masalah kepada siswa dimana masalah tersebut dialami atau merupakan pengalaman sehari-hari siswa. Selanjutnya siswa dapat menyelesaikan masalah tersebut untuk menemukan pengetahuan baru. Secara garis besar Problem Based

  

Learning terdiri penyajian pembelajaran yang menggunakan masalah dalam dunia

  nyata atau kegiatan yang menyajikan kepada siswa suatu situasi masalah yang autentik dan bermakna serta memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri.

  Dalam Problem Based Learning, siswa dituntut menyelesaikan suatu masalah secara ilmiah serta memperoleh pengetahuan dan konsep yang baru dari pelajaran serta bertanggung jawab atas pendidikan yang mereka jalani, serta diarahkan untuk tidak terlalu tergantung pada guru. Problem Based Learning membentuk siswa mereka jalani. Seorang guru lebih berperan sebagai fasilitator atau tutor yang memandu siswa menjalani proses pendidikan. Ketika siswa menjadi lebih cakap dalam menjalani proses belajar, Problem Based Learning tutor akan berkurang keaktifannya.

2.1.2.2 Karakteristik Problem Based Learning

  Arends dalam Trianto (2011:93) berpendapat bahwa Problem Based Learning memiliki karakteristik meliputi: a)

  Pengajuan masalah bukan mengorganisasikan materi disekotar prinsip-prinsip atau keterampilan akademik tertentu. Masalah yang diajukan berhubungan dengan situasu kehidupan nyata pembelajar untuk menghindari jawaban sederhana dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi terhadap masalah tersebut.

  b) Fokus pada disiplin ilmu.

  Meskipun pembelajaran berbasis masalah berpusat pada mata pelajaran tertentu (IPA, matematika, dan ilmu-ilmu sosial), masalah yang dipilih harus benar-benar nyata agar dalam pemecahannya siswa dapat meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran.

  c) Penyelidikan autentik.

  Problem Based Learning mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadapmasalah nyata.

  d) Menghasilkan produk dan memamerkannya. Pembelajaran berbasis masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Bentuk karya siswa tersebut dapat berupa laporan, model fisik dan video. Karya nyata tersebut kemudian didemonstrasikan kepada yang lain. e) Kerja sama. Pembelajaran

  Berdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu sama lain, secara berpasangan atau secara berkelompok. Sedangkan menurut Barrows dalam Komalaningsih (2007:27) menyatakan bahwa pembelajaran Problem Based Learning memiliki karakteristik meliputi: (1)

  Pembelajaran Berpusat pada siswa, (2) Pembelajaran terjadi dalam kelompok kecil, (3) Pengajar merupakan fasilitator atau pembimbing, masalah merupakan fokus dan stimulus pembelajaran, dan informasi baru diperoleh melalui pembelajaran sendiri (self-directed learning). Menurut Tan dalam Taufiq (2009:22) Karakteristik yang terdapat dalam proses Problem Based Learning adalah: (1) Masalah digunakan sebagai awal pembelajaran, (2) Biasanya masalah yang digunakan merupakan masalah dunia nyata yang disajikan secara mengambang (ill-structured). (3) Masalah biasanya menuntut perspektif majemuk (multipel perspektif). (4) Masalah membuat pembelajar tertantang untuk mendapatkan pembelajaran diranah pembelajaran yang baru. (5) Sangat mengutamakan belajar mandiri (self direct learning). (6) Memanfaatkan sumber pengetahuan yang bervariasi tidak dari satu sumber saja. (7) Pembelajaran kolaboratif, komunikatif, dan kooperatif. Pembelajar bekerja dalam kelompok, berinteraksi, saling mengajarkan (peer teaching), dan melakukan presentasi. Dari beberapa penjelasan mengenai karakteristik proses Problem Based Learning dapat disimpulkan bahwa tiga unsur yang esensial dalam proses Problem Based

  Learning yaitu adanya suatu permasalahan, pembelajaran berpusat pada siswa, dan belajar dalam kelompok kecil.

2.1.2.3 Tujuan Problem Based Learning

  Dalam Problem Based Learning mempunyai beberapa tujuan. Problem Based

Learning tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-

  banyaknya kepada siswa. Menurut Arends dalam Trianto (2011: 94-96) Problem ini: (1) mengembangkan kemampuan berpikir dan keterampilan pemecahan masalah, (2) pemodelan peranan orang dewasa, artinya pembelajaran berdasarkan masalah dapat mendorong terjadinya pengamatan dan dialog antara siswa dengan narasumber sehingga secara bertahap siswa dapat memahami peran orang yang diamati atau narasumber (ilmuwan, guru, dokter, dan sebagainya), (3) pembelajar yang otonom dan mandiri.

2.1.2.4 Tahapan Pelaksanaan Problem Based Learning

  Menurut Kurinasih dan Sani (2014: 77-78) pada dasarnya, Problem Based

  

Learning diawali dengan aktivitas peserta didik untuk menyelesaikan masalah nyata

  yang ditentukan atau disepakati. Proses penyelesaian masalah tersebut berimplikasi pada terbentuknya keterampilan peserta didik dalam menyelesaikan masalah dan berpikir kritis serta sekaligus membentuk pengetahuan baru. Proses tersebut dilakukan dalam tahapan-tahapan atau sintaks pembelajaran yang disajikan pada tabel berikut:

Tabel 2.1 Tahapan-tahapan atau sintaks pembelajaran Problem Based Learning

  Tahapan Aktivitas Guru dan Peserta Didik

  Tahap 1: mengorientasikan peserta didik terhadap masalah

  Guru menjelaskan tujuan pembelajarandan sarana atau logistik yang dibutuhkan. Guru memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah nyata yang dipilih atau ditentukan. Tahap 2: Mengorganisasi peserta didik untuk belajar

  Guru membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah yang sudah diorientasikan pada tahap sebelumnya.

  Tahap 3: Membimbing penyelidikan individual dan maupun kelompok

  Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai dan melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan kejelasan yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah. Tahap 4: Guru membantu peserta didik merencanakan Mengembangkan dan atau menyiapkan karya yang sesuai sebagai menyajikan hasil karya hasil pemecahan masalah dalam bentuk laporan, video atau model

  Tahap 5: Guru membantu peserta didik untuk Menganalisis dan melakukan refleksi atau evaluasi terhadap mengevaluasi proses proses pemecahan masalah yang dilakukan. pemecahan masalah

2.1.2.5 Kelebihan Problem Based Learning

  Trianto (2011: 96-97) menyatakan, model Problem Based Learning (PBL) memiliki kelebihan. Kelebihan model pembelajaran ini, adalah : a)

  Realistik dengan kehidupan siswa,

  b) Konsep sesuai dengan kebutuhan siswa,

  c) Memupuk sifat inquiri siswa,

  d) Retensi konsep menjadi kuat, dan

e) Memupuk kemampuan problem solving.

  2.1.3 Media Gambar

2.1.3.1 Pengertian Media

  Berikut ini akan dibahas pengerian media menurut para ahli. Menurut Musfiqon (2011:28) media pembelajaran dapat didefinisikan sebagai alat bantu berupa fisik maupun non fisik yang sengaja digunakan sebagai alat bantu berupa fisik maupun non fisik yang sengaja digunakan sebagai perantara antara guru dan siswa dalam memahami materi pembelajaran agar lebih efisien. Sanaky (2013:4) mengemukakan media adalah sarana pendidikan yang dapat digunakan sebagai perantara dalam proses pembelajaran untuk mempertinggi efektifitas dan efesiensi dalam mencapai tujuan pengajaran.

  Sedangkan Miarso dalam Musfiqon (2011:27) mengartikan media sebagai wadah dari pesan yang oleh sumber atau penyalurnya ingin diteruskan kepada sasaran atau penerima pesan tersebut, materi yang ingin disampaikan adalah pesan pembelajaran dan bahwa tujuan yang ingin dicapai adalah terjadinya proses belajar. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa media merupakan alat yang digunakan untuk mengefektifkan pembelajaran yang dilakukan antara guru dan murid agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Media diharapkan mempermudah siswa dalam proses pembelajaran.

  2.1.3.2 Media Gambar

  Beberapa ahli berpendapat tentang definisi media gambar. Rohani dalam Musfiqon (2013:73) media gambar adalah media yang merupakan reproduksi bentuk asli dalam dua dimensi, yang berupa foto atau lukisan. Sadiman dalam Musfiqon (2006:29) media gambar adalah media yang paling umum dipakai. Merupakan bahasa yang umum, yang dapat dimengerti dan dinikmati dimana-mana, oleh karena itu pepatah cina mengatakan bahwa sebuah gambar berbicara lebih banyak dari pada seribu kata.

  Menurut Sudjana (2001:68) media gambar adalah media yang mengkombinasikan fakta dan gagasan secara jelas dan kuat melalui kombinasi pengungkapan kata-kata dengan gambar-gambar. Media gambar merupakan media yang sederhana mudah dalam pembuatannya, dan ditinjau dari pembiayaan termasuk media yang murah harganya. Dari pendapat beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa media gambar merupakan media dua dimensi yang mengkombinasikan kata dengan gambar yang sederhana, murah dan mudah dalam pembuatannya sehingga dapat mudah dimengerti dan dinikmati dimana-mana.

2.1.3.3 Manfaat media pembelajaran

  Sudjana dan Rivai dalam Sanaky (2009:4-5) mengemukakan bahwa manfaat media pembelajaran sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran adalah sebagai a) Pengajaran lebih menarik perhatian pembelajar sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar.

  b) Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya, sehingga dapat lebih dipahami pembelajar, serta memungkinkan pembelajar menguasai tujuan pengajar dengan baik.

  c) Metode pembelajaran bervariasi, tidak semata-mata hanya komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata lisan pengajar, pembelajar tidak bosan, dan pengajar tidak kehabisan tenaga.

  d) Pembelajar lebih banyak melakukan kegiatan, sebab tidak hanya mendengarkan penjelasan dari pengajar saja, tetapi juga aktivitas lain yang dilakukan seperti: mengamati, melakukan, mendemontrasikan, dan lain-lain.

2.1.3.4 Beberapa kelebihan media gambar

  Menurut Ibid dalam Sanaky (2013:82-83) ada beberapa kelebihan media gambar atau foto: a)

  Gambar atau foto sifatnya konkrit, lebih realis menunjukkan pada pokok masalah bila dibandingkan dengan verbal semata.

  b) Gambar atau foto dapat mengatasi ruang dan waktu, artinya tidak semua benda, objek, peristiwa dapat dibawa kekelas, dan pembelajaran dapat dibawa keobjek tersebut. Maka perlu diciptakan dengan membuat gambar atau foto benda tersebut.

  c) Gambar atau foto dapat mengatasi keterbatasan pengamatan panca indera.

  Misalnya, binatang bersel satu tak mungkin dilihat dengan mata telanjang, tetapi dengan mikroskop . apabila tidak menggunakan mikroskop, maka dapat direkayasa dengan bentuk gambar atau foto.

  d) Memperjelas suatu sajian masalah dalam bidang apa saja dan untuk tingkat usia berapa saja. e) Media ini, lebih murah harganya, mudah didapatkan dan mudah digunakan tanpa memerlukan peralatan khusus.

  Jadi penggunaan media gambar atau foto dalam proses pembelajaran sangat tergantung pada kreasi dan inisiatif pengajar. Akan tetapi media gambar atau foto tersebut dilihat dari sisi seni lebih baik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Media gambar diharapkan memudahkan siswa dalam memperoleh suatu gambaran dan memahami materi pembelajaran.

  Menurut Sadiman (2005:33) Ada 6 syarat yang perlu dipenuhi oleh gambar atau foto yang baik sehingga dapat dijadikan sebagai media pembelajaran.

  a) Otentik

  Gambar tersebut harus secara jujur melukiskan situasi seperti kalau orang melihat benda sebenarnya.

  b) Sederhana

  Komposisi gambar hendaknya cukup jelas menunjukkan poin-poin pokok dalam gambar.

  c) Ukuran relatif Gambar/foto dapat membesarkan atau memperkecil objek/benda sebenarnya.

  d) Gambar/foto sebaiknya mengandung gerak atau perbuatan. Gambar yang baik tidaklah menunjukkan objek dalam keadaan diam tetapi memperlihatkan aktivitas tertentu.

  e) Gambar yang bagus belum tentu baik untuk mencapai tujuan pembelajaran.

  Walaupun dari segi mutu kurang, gambar/foto karya sendiri sering kali lebih baik.

  f) Tidak setiap gambar yang bagus merupakan media yang bagus. Sebagai media yang baik gambar hendaknya bagus dari sudut seni sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

2.1.4 Hasil Belajar

   Dimyati dan Mudjiono (2009:20) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan

  suatu puncak proses belajar. Hasil belajar tersebut terjadi terutama berkat evaluasi guru. Hasil belajar dapat berupa dampak pengajaran dan dampak pengiring. Kedua dampak bermanfaat bagi siswa dan guru. Menurut Davies dalam Dimyati dan Mudjiono (2009: 201), ranah tujuan pendidikan berdasarkan hasil belajar siswa secara umum dapat diklasifikasikan menjadi 3, yakni ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan menurut Sudjana (2009:22), bahwa hasil belajar adalah kemampuan kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar digunakan untuk mengukur tingkat ketercapaian tujuan pembelajaran oleh siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran.” Sudjana (2009) membagi tiga macam hasil belajar mengajar, yakni (1) keterampilan dan kebiasaan, (2) pengetahuan dan pengarahan, dan (3) sikap dan cita-cita.

  Susilana (2009) menjelaskan bahwa hasil belajar dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor dari diri siswa dan dari lingkungan. Faktor dari diri siswa adalah kemampuan yang dimilikinya, motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis. Faktor ini berpengaruh besar terhadap pencapaian hasil belajar siswa yakni sebesar 70% sedangkan yang 30% dipengaruhi oleh lingkungannya. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa mempunyai 3 ranah yang harus dimiliki oleh siswa setelah siswa menerima pengalaman belajar yang ditunjukkan melalui penguasaan kognitif, afektif, dan psikomotor. Hasil belajar dapat dilihat dari niai ulangan harian (formatif) dan tes semester (sumatif).

2.1.4.1. Ranah Kognitif

  Bloom dalam Dimyati dan Mudjiono (2009:26) mengemukakan adanya enam kelas/tingkatan yaitu : a)

  Pengetahuan, mencapai kemampuan ingatan tentang hal yang telah dipelajari b) Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap arti dan makna tentang hal yang dipelajari.

  c) Aplikasi, mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru.

  d) Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam bagian- bagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik.

e) Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru.

  f) Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu.

2.1.4.2. Ranah Afektif

  Sudjana (2010:30) mengemukakan ada 6 jenis kategori ranah afektif sebagai hasil belajar a)

  Reciving/attending, yakni semacam kepekaan dalam menerima rangsangan (stimulasi) dari luar yang datang kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dll . Dalam tipe ini termasuk kesadaran, keinginan untuk menerima stimulus, kontrol, dan seleksi gejala atau rangsangan dari luar.

  b) Responding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi yang datang dari luar. Hal ini mencakup ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulus dari luar yang datang kepada dirinya.

  c) Valuing (penilaian) berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus tadi. Dalam evaluasi ini termasuk didalamnya kesediaan menerima nilai, latar belakang, atau pengalaman untuk menerima nilai dan kesepakatan terhadap nilai tersebut.

  d) Organisasi, yakni pengembangan dari nilai kedalam satu sistem organisasi, termasuk hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan, dan prioritas nilai yang telah dimilikinya. Yang termasuk ke dalam organisasi ialah konsep tentang nilai, organisasi sistem nilai, dll.

  e) Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkahlakunya. Kedalamnya termasuk keseluruhan nilai dan karakteristiknya.

  Penilaian afektif pada penelitian i9ni menggunakan motivasi belajar siswa. Karena dengan mengetahui motivasi belajar siswa maka lebih mudah untuk menilai hasil belajarnya. Apabila motivasi belajar siswa baik, maka hasil belajar dan psikomotor siswa juga lebih baik. Motivasi adalah suatu perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Motivasi memiliki komponen dalam dan komponen luar. Ada kaitan yang erat antara motivasi dan kebutuhan, serta drive dengan tujuan dan insentif (Aqib, 2010 : 50) Pengertian motivasi diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar adalah suatu proses perubahan energi pada diri seseorang yang memberikan semangat, arah dan kegigihan perilaku untuk mencapai sebuah tujuan. Menurut Darajat (1995:144) aspek motivasi belajar adalah sebagai berikut : a)

  Tekun dalam belajar

  b) Ulet dalam menghadapi kesulitan belajar

  c) Mandiri dalam belajar

  d) Berprestasi dalam belajar 2.1.4.3.

   Ranah Psikomotor

  Menurut Leighbody dalam Haryati (2007: 26) dalam melakukan penilaian hasil belajar keterampilan sebaiknya mencakup :

a) Kemampuan siswa menggunakan alat dan sikap kerja.

  b) Kemampuan siswa menganalisis suatu pekerjaan dan menyusun urutan c) Kecepatan siswa dalam mengerjakan tugas yang diberikan kepadanya.

  d) Kemampuan siswa dalam membaca gambar dan atau symbol.

  e) Keserasian bentuk dengan yang diharapkan dan atau ukuran yang telah ditentukan.

2.1.4.4 Faktor - faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

  Pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan belajar yang kondusif, hal ini akan berkaitan dengan faktor dari luar siswa. Adapun faktor yang mempengaruhinya adalah mendapatkan pengetahuan, penanaman konsep, keterampilan, dan pembentukan sikap. Menurut Slameto (2008:54-72) faktor yang mempengaruhi hasil belajar digolongkan menjadi dua yaitu: faktor intern meliputi: faktor jasmaniah, psikologis, dan kelelahan, sedangkan faktor ekstern meliputi: faktor keluarga, sekolah, dan masyarakat.

  Menurut Slameto (2008: 54-72) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar digolongkan menjadi dua. Dua faktor tersebut akan dijelaskan dengan penjelasan sebagai berikut: 1.

  Faktor-faktor intern Faktor intern adalah faktor yang berasal dari diri siswa. Faktor intern ini terbagi menjadi tiga faktor yaitu : faktor jasmaniah, faktor psikologis dan faktor kelelahan.

  a) Faktor jasmaniah

  Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beseta bagian-bagiannya atau bebas dari penyakit. Kesehatan seseorang sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Proses belajar akan terganggu jika kesehatan seseorang terganggu, selain itu ia akan cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing, mengantuk jika badannya lemah, kurang darah ataupun ada gangguan fungsi alat indera serta tubuhnya.Kedua adalah cacat tubuh. Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh. Cacat ini dapat berupa : buta, tuli, patah kaki, patah tangan, lumpuh dan lain-lain. Jika ini terjadi maka belajar akan terganggu, hendaknya apabila cacat ia disekolahkan di sekolah khusus atau diusahakan alat bantu agar dapat mengurangi pengaruh kecatatan itu.

  b) Faktor psikologis

  Sekurangnya ada tujuh faktor yang tergolong ke dalam faktor psikologis yang mempengaruhi belajar. Faktor-faktor itu adalah: pertama inteligensi yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif, menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat. Kedua perhatian yaitu keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa itupun semata-mata tertuju kepada suatu objek atau sekumpulan objek. Ketiga minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. keempat bakat yaitu kemampuan untuk belajar. Kemampuan ini akan baru terealisasi menjadi kecakapan nyata sesudah belajar atau berlatih. Kelima motif harus diperhatikan agar dapat belajar dengan baik harus memiliki motif atau dorongan untuk berfikir dan memusatkan perhatian saat belajar. Keenam kematangan adalah suatu tingkat pertumbuhan seseorang. Ketujuh kesiapan adalah kesediaan untuk memberi renspon atau bereaksi. Dari faktor-faktor tersebut sangat jelas mempengaruhi belajar, dan apabila belajar terganggu maka hasil belajar tidak akan baik.

  c) Faktor kelelahan

  Kelelahan seseorang walaupun sulit untuk dipisahkan tetapi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu: kelelahan jasmani dan kelelahan rohani (bersifat praktis). Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan timbul untuk membaringkan tubuh. Kelelahan jasmani terjadi karena kekacauan substansi sisa pembakaran didalam tubuh. Sehingga darah tidak lancar pada bagian-bagian tertentu. Selain itu kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan, sehingga minat untuk menghasilkan sesuatu hilang. Kelelahan ini sangat terasa pada bagian kepala sehingga sulit untuk berkonsentrasi, seolah-olah otak kehabisan daya untuk bekerja. Kelelahan rohani dapat terjadi terus-menerus karena memikirkan atau tanpa ada variasi dalam mengerjakan sesuatu karena terpaksa dan tidak sesuai dengan bakat, minat dan perhatiannya. Menurut Slameto (2008:60) kelelahan baik jasmani maupun rohani dapat dihilangkan dengan cara sebagai berikut: tidur, istirahat, mengusahakan variasi dalam belajar, menggunakan obat-obat yang melancarkan peredaran darah, rekreasi atau ibadah teratur, olah raga, makan yang memenuhi sarat empat sehat lima sempurna, apabila kelelahan terus-menerus hubungi seorang ahli.

2. Faktor-faktor ekstern

  Faktor ekstern adalah faktor yang berasal dari luar siswa. Faktor ini meliputi: faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat yaitu dengan penjelasan sebagai berikut:

  a) Faktor keluarga

  Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa: cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga dan keadaan ekonomi keluarga. Sebagian waktu seorang siswa berada di rumah. Oleh karena itu, keluarga merupakan salah satu yang berperan pada hasil belajar. Oleh sebab itu orang tua harus mendorong, memberi semangat, membimbing, memberi teladan yang baik, menjalin hubungan yang baik, memberikan suasana yang mendukung belajar, dan dukungan material yang cukup.

  b) Faktor sekolah

  Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah. Sekolah adalah lingkungan kedua yang berperan besar memberi pengaruh pada hasil belajar siswa. Sekolah harus menciptakan suasana yang kondusif bagi pembelajaran, hubungan dan komunikasi perorang di sekolah berjalan baik, kurikulum yang sesuai, kedisiplinan sekolah, gedung yang nyaman, metode pembelajaran aktif-interaktif, pemberian tugas rumah, dan sarana penunjang cukup memadai seperti perpustakaan sekolah dan sarana yang lainnya.

  c) Faktor masyarakat

  Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Pengaruh ini karena keberadaan siswa dalam masyarakat. Faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa ini meliputi: pertama kegiatan siswa dalam mayarakat yaitu misalnya siswa ikut dalam organisasi masyarakat, kegiatan-kegiatan sosial, keagamaan dan lain-lain, belajar akan terganggu, lebih-lebih jika tidak bijaksana dalam mengatur waktunya. Kedua multi media misalnya: TV, radio, bioskop, surat kabar, buku-buku, komik dan lain-lain. Semua itu ada dan beredar di masyarakat. Ketiga teman bergaul, teman bergaul siswa lebih cepat masuk dalam jiwanya daripada yang kita duga. Teman bergaul yang baik akan memberi pengaruh yang baik terhadap diri siswa begitu sebaliknya. Contoh teman bergaul yang tidak baik misalnya suka begadang, pecandu rokok, keluyuran minum-minum, lebih-lebih pemabuk, penjinah, dan lain-lain. Keempat bentuk kehidupan masyarakat. Kehidupan masyarakat disekitar siswa juga berpengaruh pada hasil belajar siswa. Masyarakat yang terdiri dari orang-orang yang tidak terpelajar, penjudi, suka mencuri, dan mempunyai kebiasaan yang tidak baik akan berpengaruh jelek kepada siswa yang tinggal disitu. Melalui penjelasan faktor intern dan ekstern yang mempengaruhi hasil belajar. Faktor intern meliputi: faktor jasmaniah, psikologis, dan kelelahan, dan faktor ekstern meliputi: faktor keluarga, sekolah, dan masyarakat.

2.2. Kajian Penelitian Yang Relevan

  Frizta Wahyu Pety Perida (2013) melakukan PTK dengan judul

  “Upaya

Meningkatkan Hasil Belajar IPA Tentang Sumber Daya Alam Melalui

Penggunaan Model Problem Based Learning Siswa Kelas 4 SDN 6 Depok

Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan Semester II Tahun 2012/2013”. Dari hasil

  penelitian ini menunjukan adanya peningkatan hasil belajar IPA siswa kelas 4 di SDN setelah menggunakan model Problem Based Learning. Hal ini nampak pada perbandingan ketuntasan hasil belajar siswa pada kondisi prasiklus sebesar 29,17%, siklus I meningkat menjadi 66,7% dan pada siklus II meningkat menjadi 91,7% dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM=70). Hasil penelitian ini disarankan untuk diterapkan dalam pembelajaran IPA di SD terutama dalam menggunakan model Problem Based Learning.

  Sumarsono (2012 ) melakukuan penelitian yang berjudul “Peningkatan Hasil

  

Belajar IPA Melalui Media Penggunaan Gambar Bagi Siswa Kelas VI Semester 1

SDN Ronggo 03 Kecamatan Jaken Kabupaten Pati Tahun Pelajaran 2011/2012

  ”. Jenis penelitian ini yaitu Penelitian Tindakan Kelas atau PTK dengan menggunakan 2 siklus, dimana penelitian ini dilaksanakan di SDN Ronggo 03 Kecamatan Jaken Kabupaten Pati selama 3 bulan dari bulan Oktober sampai Desember dengan subjek penelitian siswa kelas VI yang berjumlah 29 yaitu 17 siswa laki

  • – laki dan 12 siswa perempuan yang kemampuan akademiknya heterogen. Variabel yang merupakan sasaran dari penelitian ini adalah variabel terikat / Y ( Hasil Belajar ) dan variabel bebas / X ( Penggunaan gambar sebagai media pembelajaran ). Prosedur penelitian yang dilakukan berupa perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. Perencanaan dilakukan dengan mempersiapkan alat pembelajaran, RPP dan bahan ajar yang diperlukan. Tindakan pembelajaran dilakukan sesuai dengan perencanaan yang sudah dibuat yaitu dengan penggunaan media gambar. Observasi dilakukan untuk mengetahui apakah pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan rencana sehingga dapat meningkatkan hasil belajar, sedangkan refleksi dilakukan untuk menentukan kegiatan selanjutnya apakah dilakukan remidi atau pengayaan. Instrumen pengumpul data dalam penelitian ini yaitu diperoleh dari tes akhir, lembar observasi dan dokumentasi yang kemudian dianalisis untuk mengetahui hasil belajar siswa. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan,hal ini dibuktikan dengan hasil yang diperoleh pada siklus I yaitu 60 dan siklus II yaitu 80,27 dengan indikator berbeda dalam kategori meningkat. Hasil siklus II sudah melebihi dari KKM indikator yang
penelitian ini mampu menjawab tujuan penelitian yaitu penggunaan media gambar dalam pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar ilmu pengetahuan alam siswa kelas VI semester I SD Negeri Ronggo 03 Kecamatan Jaken Kabupaten Pati, tahun

  pelajaran 2011/2012. Akhirnya peneliti menyarankan kepada seluruh guru untuk kreatif dalam menyajikan pembelajaran terutama dalam menggunakan alat peraga dan media yang menarik serta bervariasi sehingga dapat membawa siswa dalam proses pembelajaran yang menyenangkan dan batas tuntas hasil belajar siswa dapat tercapai.

  Beberapa hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model Problem Based Learning dapat meningkatkan hasil belajar IPA. Namun perlu dibuktikan lagi pada penelitian tindakan kelas ini. Dengan analisis tersebut maka peneliti melakukan penelitian dengan menerapkan model Problem

  

Based Learning sebagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar kognitif, afektif, dan

psikomotor IPA siswa kelas V SDN Kutowinangun 04.

  Persamaan penelitian yang peneliti lakukan dengan beberapa penelitian di atas ialah sama-sama mengukur hasil belajar, selain itu instrumen yang digunakan peneliti untuk mengukur tingkat keberhasilan siswa juga berupa tes dan non tes. Sedangkan untuk perbedaannya terletak pada objek yang akan diteliti, masalah, tujuan, tindakan, variabel, dan pemanfaatan media di dalam proses tindakan yang dilakukan.

2.3 Kerangka Berpikir

  Berdasarkan kajian yang telah dilakukan oleh peneliti maka diperoleh alur kerangka berpikir bahwa kondisi awal SD Negeri Kutowinangun 04 kelas V dalam proses penbelajaran guru hanya menggunakan metode konvensional sehingga siswa kurang antusias dalam mengikuti proses pembelajaran. Model Problem Based Learning berbantuan Media Gambar untuk meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V. Model Problem Based Learning adalah model pembelajaran yang diawali dengan pemberian suatu masalah kepada siswa dimana masalah tersebut dialami atau merupakan pengalaman sehari-hari siswa, selanjutnya siswa menyelesaikan masalah

  

Based Learning perlu bantuan sebuah media yaitu media gambar untuk menunjang

  penyampaian materi dengan Problem Based Learning. Melalui penerapan Model Problem Based Learning berbantuan Media Gambar diharapkan dapat mencapai tujuan, yaitu untuk meningkatkan hasil belajar kognitif, afektif, dan psikomotor IPA siswa kelas V SDN Kutowinangun 04 Salatiga semester II tahun ajaran 2014/2015.

  LANGKAH Problem Based

  KELEBIHAN Problem Based

  Learning : Learning : a)

  Mengorientasikan peserta didik terhadap masalah.

  a) Realistik dengan kehidupan

  b)

  Mengorganisasi peserta siswa, didik untuk belajar.

  b) sesuai dengan Konsep

  c)

  Membimbing penyelidikan kebutuhan siswa, individual dan maupun

  c) Memupuk sifat inquiri siswa, kelompok.

  d) Retensi konsep menjadi kuat,

  d)

  Mengembangkan dan

  e) kemampuan Memupuk

  menyajikan hasil karya.

  problem solving.

  e)

  Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

  Meningkatkan Hasil Belajar

Gambar 2.1 Kerangka Pikir

2.4 Hipotesis Penelitian

  Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran yang diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas sebagai berikut : a)

  Penerapan model Problem Based Learning berbantuan media gambar untuk meningkatkan hasil belajar kognitif, afektif, dan psikomotor IPA pada siswa kelas V SDN Kutowinangun 04 Salatiga semester II tahun ajaran 2014/2015 dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

  1)

  Mengorientasikan peserta didik terhadap masalah

  2)

  Mengorganisasi peserta didik untuk belajar

  3)

  Membimbing penyelidikan individual dan maupun kelompok

  4)

  Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

  5)

  Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

  b) Pembelajaran melalui model Problem Based Learning berbantuan media gambar dapat meningkatkan hasil belajar kognitif, afektif, dan psikomotor

  IPA pada siswa kelas V SDN Kutowinangun 04 Salatiga semester II tahun ajaran 2014/2015.

Dokumen yang terkait

BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Model Picture and Picture Berbantu Permainan Puzzle untuk Meningkatkan Proses Pembelajaran dan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Siswa Kelas 1 SD N Batur 03 Geta

0 1 23

BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Model Picture and Picture Berbantu Permainan Puzzle untuk Meningkatkan Proses Pembelajaran dan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Siswa Kelas 1 SD N Batur 03

0 0 19

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Model Picture and Picture Berbantu Permainan Puzzle untuk Meningkatkan Proses Pembelajaran dan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Siswa Kelas 1 S

0 0 70

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Model Picture and Picture Berbantu Permainan Puzzle untuk Meningkatkan Proses Pembelajaran dan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Siswa Kelas 1 SD N Batur 03 Getasan Semarang

0 0 18

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran IPS - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektivitas Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dengan Permainan TTS dalam Meningkatkan Hasil Belajar IPS Siswa

0 0 34

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Lokasi Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektivitas Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dengan Permainan TTS dalam Meningkatkan Hasil Belajar IPS Siswa Kela

0 0 13

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektivitas Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dengan Permainan TTS dalam Meningkatkan Hasil Belajar IPS Si

0 0 24

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektivitas Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dengan Permainan TTS dalam Meningkatkan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas 5 SD Negeri Mangunsari 07 Salatiga Semester II Tahun Pelaj

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektivitas Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dengan Permainan TTS dalam Meningkatkan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas 5 SD Negeri Mangunsari 07 Salatiga Semester II Tahun Pelaj

0 9 93

BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Problem Based Learning Berbantuan Media Gambar untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kognitif, Afektif, dan Psikomotor IPA pada Siswa Kelas V SDN Kutowinangun 04

0 1 6