EKSTRAK BETA KAROTEN WORTEL (DAUCUS CAROTA) SEBAGAI DYE SENSITIZER PADA DSSC

EKSTRAK BETA KAROTEN WORTEL (DAUCUS CAROTA) SEBAGAI DYE SENSITIZER PADA DSSC

Disusun Oleh : KHOIRUDDIN M 0207039

SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Fisika FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

Januari, 2012

commit to user

EKSTRAK BETA KAROTEN WORTEL (DAUCUS CAROTA) SEBAGAI DYE SENSITIZER PADA DSSC

KHOIRUDDIN M0207039 Jurusan Fisika Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta

ABSTRAK

Fabrikasi DSSC (Dye-Sensitized Solar Cell) telah dilakukan menggunakan bahan dye sensitizer β-Carotene wortel (Daucus carota). Hasil ekstraksi β-Carotene diperoleh dari wortel (Daucus carota). Karakterisasi dye β-Carotene meliputi uji absorbansi dan uji konduktivitas pada kondisi dalam gelap dan terang. Hasil karakterisasi absorbansi diperoleh pada daerah panjang gelombang 415 nm sampai 508 nm, sedangkan nilai fotokonduktivitas tertinggi diperoleh

(28,3 ± 4,2) × 10 −4 (Ω.m) -1 pada kondisi terang sedangkan pada kondisi gelap

sebesar (8,2 ± 1,1) × 10 −4 (Ω.m) -1 . Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa dye β-Carotene dari wortel mampu sebagai fotosensitizer. DSSC dibuat dengan

menggunakan semikonduktor TiO 2 rutile powder dengan dye β-Carotene tersebut.

Hasil fabrikasi DSSC diuji karakteristik I-Vnya. Hasil pengujian karakteristik I-V pada DSSC menunjukkan efisiensi konversi energi surya ke energi listrik. Tegangan maksimum yang dihasilkan sebesar 23,9 × 10 −2

V dan arus maksimum sebesar 3,3 × 10 −5

A dengan efisiensi tertinggi sebesar (12,5 ± 0,9) × 10 -4 %.

Kata kunci : DSSC, β-Carotene, dye, absorbansi

commit to user

β-CAROTENE EXTRACT FROM CARROT (DAUCUS CAROTA) AS DYE SENSITIZER ON DSSC

KHOIRUDDIN M0207039 Physics Department, Faculty of Mathematics and Natural Sciences Sebelas Maret University (UNS)

ABSTRACT

Fabrication of DSSC (Dye-Sensitized Solar Cell) was performed using a dye sensitizer material β-carotene from carrots (Daucus carota). β-Carotene extraction results obtained from carrots (Daucus carota). Characterization of β-Carotene include dye absorbance of test and conductivity test on the conditions in the dark and light. The results obtained in the characterization absorbance wavelength region 415 nm to 508 nm, while the value of photoconductivity obtained (28,3 ±

4,2) × 10 −4 (Ω.m) -1 in bright conditions, while in dark conditions for (8,2 ±

1,1) × 10 −4 (Ω.m) -1 . From the test results showed that the dye- β-carotene from

carrots capable as a photosensitizer. DSSC made using semiconductor rutile TiO 2

with a dye that β-Carotene. DSSC fabrication yield I-V characteristics tested. I-V characteristics of the test results show the efficiency of the DSSC solar energy conversion into electrical energy. The maximum voltage produced by 23,9 ×

10 −2

V and maximum current of 3,3 × 10 −5 A with the highest efficiency of (12,5 ± 0,9) × 10 -4 %.

Keywords: DSSC, β-Carotene, dye, absorbance

commit to user

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 48 LAMPIRAN-LAMPIRAN ........................................................................... 50

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan peradaban manusia, tingkat kebutuhan energi manusia juga semakin meningkat. Pemenuhan energi ini sebagian besar berasal dari pembakaran bahan bakar fosil yang berumur jutaan tahun dan tak dapat diperbaharui, dan sebagian kecil saja yang berasal dari penggunaan sumber energi lain yang lebih terbarukan (Ulaan, 2008).

Salah satu alternatif untuk mengurangi ketergantungan terhadap sumber energi yang berasal dari fosil adalah dengan mengembangkan sumber-sumber energi terbarukan. Air, angin, biomassa, panas bumi dan tenaga surya (matahari) merupakan beberapa contoh sumber energi terbarukan yang efektif karena keberadaaannnya di alam yang melimpah. Dari beberapa contoh energi terbarukan tersebut, energi surya adalah sumber energi yang berjumlah paling besar, tidak polutif dan tidak membeli.

Hal tersebut sangat sesuai dengan letak geografis Indonesia yang berada di garis khatulistiwa sehingga memiliki potensi energi surya yang cukup besar (Rahardjo, 2008). Dengan menggunakan teknologi fotovoltaik, energi surya dapat diubah secara langsung menjadi energi listrik. Pirantinya dikenal dengan nama sel surya.

Sel surya yang paling banyak digunakan saat ini adalah sel surya silikon. Walaupun sel surya sekarang didominasi oleh bahan silikon, namun mahalnya biaya produksi silikon membuat biaya konsumsinya lebih mahal dari pada sumber energi fosil. Sel surya yang murah bisa dibuat dari bahan semikonduktor organik. Hal ini karena semikonduktor organik dapat disintesis dalam jumlah besar. Meskipun demikian efesiensinya jauh dibawah sel surya silikon. Oleh karena itu penelitian terhadap material organik sebagai bahan dari sel surya masih perlu terus dikembangkan (Lehninger dalam Wijayanti, 2010).

commit to user

tahun 1991 dengan sistem ini dinamakan DSSC (dye-sensitized solar cell) (Halme, 2002). Mekanisme ini menunjukkan serapan optik dan proses pemisahan muatan melalui asosiasi suatu sensitizer sebagai bahan penyerap cahaya dengan suatu semikonduktor nanokristal yang mempunyai bandgap lebar (Grätzel, 2003). Sel surya tersensitesi dye dikembangkan sebagai konsep alternatif piranti fotovoltaik konvensional. Telah banyak studi tentang DSSC yang telah dikembangkan. Material semikonduktor yang sering digunakan dalam DSSC

adalah TiO 2 (Titanium Dioksida) dan ZnO (Zinc Oksida) yang memiliki struktur mesopori. Semikonduktor TiO 2 memiliki energi gap sebesar 3,2 eV, sedangkan

ZnO memiliki energy gap sebesar 3,3 eV dan keduanya mempunyai serapan sinar pada daerah sinar tampak. Material ini dipilih selain karena memiliki banyak keuntungan diantaranya murah, pemakaian luas, tidak beracun (Grätzel, 2003).

Telah banyak peneliti yang telah mengembangkan DSSC dengan mencoba berbagai jenis dye alami dari ekstrak tumbuhan. Beberapa yang telah dikembangkan diantaranya adalah ekstrak dye atau pigmen tumbuhan seperti ekstrak klorofil (Sasaki et.al, 2008), antosianin (Wongcharee, 2006) dan beta karoten (Gao et.al, 2000). Salah satu hasil DSSC yang telah dikembangkan adalah DSSC yang dibuat oleh Gao (2000) menggunakan karotenoid berhasil membuat

DSSC dengan efisiensi 34% dan stabil pada 1 jam penyinaran cahaya matahari. Sifat dari β-carotene yang termasuk dalam karotena yang mampu menyerap cahaya merupakan fungsi dari dye pada DSSC. Fungsi absorbsi cahaya dilakukan oleh molekul dye yang terabsorbsi pada permukaan semikonduktor

TiO 2 . β-carotene memiliki absorbsi maksimum pada panjang gelombang 400-550 nm. Sehingga β-carotene merupakan komponen utama yang terungkap karakteristik fotosensitizer pada sinar tampak (Wei Lin, 2007). Penelitian yang telah dilakukan oleh Karnjanawipagul (2010) mengatakan bahwa dalam 100 g wortel terdapat 6,19 mg - 14,59 mg β-carotene yang dapat diekstraksi. Kandungan β-carotene dari wortel sebanyak ini dapat dimanfaatkan sebagai dye sensitizer alami untuk sistem DSSC.

commit to user

wortel (Daucus carota) yang memiliki kadar β-carotene tinggi. β-carotene ini

akan dikaji mulai dari proses ekstraksi β-carotene, pengujian karakteristik optik dan I-V dari dye β-carotene, serta fabrikasi DSSC.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana spektrum absorbsi β-carotene wortel yang diekstraksi sehingga mampu menjadi dye pada system DSSC?

2. Bagaimana karakteristik I-V dari β-carotene wortel yang akan digunakan sebagai dye?

3. Bagaimana karakteristik I-V dari DSSC menggunakan dye β-carotene wortel?

4. Bagaimana efisiensi DSSC menggunakan dye β-carotene wortel?

1.3 Batasan Masalah

Penelitian ini diberi batasan sebagai berikut:

1. Dye pada penelitian ini merupakan ekstraksi dari β-carotene wortel.

2. Karakterisasi optik meliputi absorbansi menggunakan Spektrometer UV-Vis dan karakterisasi I-V dengan two point probe.

3. TiO 2 powder rutile dilapiskan pada FTO menggunakan metode slip casting pada fabrikasi DSSC, selanjutnya dilakukan pengujian karakteristik I-V pada DSSC.

commit to user

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Membuat ekstraksi β-carotene wortel sehingga mampu menjadi dye pada system DSSC.

2. Mengetahui kemampuan fotosensitizer β-carotene wortel sehingga dapat dijadikan sebagai dye.

3. Membuat DSSC dengan TiO 2 powder rutile sebagai bahan semikonduktor menggunakan hasil isolasi β-carotene wortel sebagai dye.

4. Mengetahui karakteristik I-V DSSC menggunakan dye β-carotene wortel.

1.5 Manfaat Penelitian

DSSC dengan dye sensitizer β-carotene dari wortel pada penelitian ini dapat menjadi acuan untuk penelitian lebih lanjut untuk mengembangkan sel surya yang mempunyai performansi dan efisiensi yang lebih baik. Dan diharapkan hasil dari penelitian ini dapat diambil manfaatnya untuk digunakan sebagai energi alternatif di masyarakat.

commit to user

BAB II DASAR TEORI

2.1. Energi Surya

Energi surya adalah energi yang didapat dengan mengubah energi panas surya (matahari) melalui peralatan tertentu menjadi sumber daya dalam bentuk lain. Energi surya menjadi salah satu sumber pembangkit daya selain air, uap, angin, biogas, batu bara, dan minyak bumi

Pancaran matahari merupakan radiasi elektromagnetik yang luar biasa banyak. Dalam kaitann ya dengan sel surya yaitu perangkat pengkonversi radiasi matahari menjadi listrik, terdapat dua parameter penting dalam energi surya: pertama intensitas radiasi, yaitu jumlah daya matahari yang datang kepada permukaan per luas area, dan karakteristik spektrum cahaya matahari (Smestad dan Grätzel, 1998). Energi surya terpancar hingga ke bumi berupa paket-paket

energi yang disebut foton. Total kekuatan radiasinya mencapai 3 𝑥 10 23 kilowatt

(kW). Namun demikian sebagian besar dari radiasi ini hilang di angkasa.

Jumlah rata-rata sinar matahari di atas atmosfir bumi disebut sebagai solar constant . Pengukurannya dilakukan oleh beberapa satelit yang menunjukkan

bahwa solar constant bernilai 1368 watt/m 2 . Intensitas sinar matahari ke bumi

bervariasi karena orbit bumi mengitari matahari adalah elips. Perbedaan intensitas sinar matahari antara perihelium dan aphelium sekitar 6,7 % hal ini berpengaruh pada pancaran matahari saat waktu-waktu tertentu.

2.2. Sel Surya

2.2.1. Gambaran Umum Sel Surya

Sel surya atau Photovoltaic (PV) cell adalah sebuah peralatan yang mengubah energi matahari menjadi listrik oleh efek fotovoltaik. Photovoltaic merupakan kajian bidang teknologi dan riset yang berhubungan dengan aplikasi sel surya sebagai energi surya. Photovoltaic berasal dari Bahasa Yunani yang merupakan kombinasi kata light, photo, dan voltaic dari nama Alessandro Volta

commit to user

yang tidak tampak memiliki dua buah sifat yaitu berperilaku sebagai gelombang dan dapat sebagai partikel yang disebut sebagai foton. Penemuan ini pertama kali diungkapkan oleh Einstein pada tahun 1905. Energi yang dipancarkan oleh sebuah cahaya dengan panjang dan frekuensi foton satu gelombang dirumuskan dengan persamaan :

𝐸 = ℎ. 𝑐 𝜆 (2.1)

Dengan h adalah tetapan Planck (6,62 𝑥 10 −34 J.s) dan c adalah kecepatan cahaya vakum (3,00 𝑥 10 8 m/s). Persamaan di atas juga menunjukkan bahwa

foton dapat dilihat sebagai partikel energi atau sebagai gelombang dengan panjang gelombang dan frekuensi tertentu.

2.2.2. Prinsip kerja sel surya

Prinsip kerja sel surya adalah berdasarkan konsep semikonduktor p-n junction . Sel terdiri dari lapisan semikonduktor doping-n dan doping-p yang membentuk sambungan (junction) p-n, lapisan antirefleksi, dan substrat logam sebagai tempat mengalirnya arus dari lapisan tipa-n (elektron) dan tipe-p (hole). Hal ini dapat dilihat pada struktur sel surya Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Struktur sel surya silikon sambungan p-n (Halme, 2002)

Semikonduktor type-n didapat dari silikon yang didoping unsur golongan

V sehingga terdapat kelebihan elektron valensi. Pada sisi lain semikonduktor tipe- p diperoleh dengan doping unsur golongan III sehingga elektron valensinya defisit

commit to user

maka kelebihan elektron tipe-n berdifusi ke tipe-p sehingga area doping-n akan bermuatan positif sedangkan area doping-p akan bermuatan negatif. Medan elektrik yang terjadi antara keduanya mendorong elektron kembali ke daerah-n dan hole ke daerah-p. Pada proses ini telah terbentuk sambungan p-n. Dengan menambahkan kontak logam pada area p dan n maka telah terbentuk dioda.

Gambar 2.2. Cara kerja sel surya silikon (Halme, 2002)

Ketika sambungan disinari foton dengan energi yang sama atau lebih besar dari lebar pita energi material tersebut akan menyebabkan eksitasi elektron dari pita valensi ke pita konduksi dan akan meninggalkan hole pada pita valensi. Elektron dan hole ini dapat bergerak dalam materi sehingga menghasilkan pasangan elektron-hole. Apabila ditempatkan hambatan pada terminal sel surya, maka elektron dari area-n akan kembali ke area-p sehingga menyebabkan perbedaan potensial dan arus akan mengalir. Skema kerja sel surya silikon ditunjukkan pada Gambar 2.2.

2.2.3. Performa Sel Surya

Daya listrik yang dihasilkan sel surya ketika mendapat cahaya diperoleh dari kemampuan perangkat sel surya tersebut untuk memproduksi tegangan dan arus. Kemampuan ini direpresentasikan dalam kurva arus tegangan (I-V) ditunjukkan pada Gambar 2.3.

commit to user

Gambar 2.3. Bentuk khusus dari kurva I-V solar cell (Makvart, 2003)

Gambar 2.3 memperlihatkan tegangan open-circuit (Voc), Arus short circuit Isc, dan Maximum Power Point (MPP), dan arus tegangan pada MPP :

I mpp ,V mpp . Ketika sel dalam kondisi short circuit, arus maksimum atau arus short circuit (I sc ) dihasilkan, sedangkan pada kondisi open circuit tidak ada arus yang dapat mengalir sehingga tergangannya maksimum, disebut tegangan open-circuit (V oc ). Titik pada kurva I-V yang menghasilkan arus dan tegangan maksimum disebut titik daya maksimum (MPP). Karaktersitik penting lainnya dari sel surya yaitu fill factor (FF), dengan persamaan (Halme, 2002) :

𝐹𝐹 = 𝑉 𝑀𝑃𝑃 . 𝐼 𝑀𝑃𝑃 𝑉

𝑜𝑐 . 𝐼 𝑆𝐶

(2.2)

Dengan menggunakan fill factor maka maksimum daya dari sel surya didapat dari persamaan (Halme, 2002) :

𝑃 𝑀𝐴𝑋 = 𝑉 𝑜𝑐 . 𝐼 𝑆𝐶 . 𝐹𝐹

(2.3)

Sehingga efisiensi sel surya yang didefinisikan sebagai daya yang dihasilkan dari sel (P max ) dibagi dengan daya dari cahaya yang datang (P cahaya ):

𝜂= 𝑃 𝑚𝑎𝑥 𝑃

𝑐𝑎 ℎ𝑎𝑦𝑎

𝑥 100%

(2.4)

commit to user

performansi sel surya. Efisiensi dari sel surya tergantung pada temperatur dari sel dan yang lebih penting lagi adalah kualitas illuminasi. Misalnya total intensitas cahaya dan intensitas spektrum yang terdistribusi. Oleh karena itu, standar kondisi pengukuran harus dikembangkan sejalan dengan pengujian sel surya di laboraturium. Kondisi standar yang telah digunakan untuk menguji solar sel

dengan intensitas cahaya 1000 W/m 2 , distribusi spektrum dari pancaran matahari seperti Gambar 2.4, dan temperatur sel 25 o

C. Daya yang dikeluarkan solar cell

pada kondisi ini adalah daya normal dari sel, atau modul, dan dicatat sebagai puncak daya (peak watt), W p (Halme, 2002).

Gambar 2.4. Spektrum pancaran sinar matahari

2.3. DSSC

2.3.1. Gambaran Umum DSSC

DSSC sejak pertama kali ditemukan oleh Grätzel pada tahun 1991, telah menjadi salah satu topik penelitian yang dilakukan intensif oleh peneliti di seluruh dunia. DSSC bahan disebut juga terobosan pertama dalam teknologi sel surya sejak sel surya silikon.

commit to user

efisiensi kompleks ruthenium untuk mengaktifkan semikonduktor oksida, yang sangat sensitif di daerah cahaya tampak (visible region). DSSC terdiri dari sebuah elektrode kerja, sebuah counter electrode dan sebuah elektrolit. Zat warna dari komleks ruthenium melekat pada pori nanokristal dari film semikonduktor,

misalnya TiO 2 yang merupakan elektroda kerja. Sebuah kaca konduktif platina sebagai counter electrode dan larutan I 3 - /I 2 - sebagai elektrolit (Halme, 2002).

DSSC atau Sel Gratzel ini sangat menjanjikan karena dibuat dengan material dengan biaya murah dan pembuatannya tidak membutuhkan peralatan yang rumit. Efisiensi DSSC dengan bahan organik terdiri dari ruthenium (II) polypyridyl complex seperti N3 dye mencapai 10% (Grätzel, 2003).

2.3.2. Prinsip Kerja DSSC

Pada susunan paling sederhana pada DSSC terdiri dari kaca konduktif transparan dilapisi dengan semikonduktor TiO 2 , molekul dye berkait dengan permukaan TiO 2 , sebuah elektrolit seperti I 3 - /I 2 - , dengan illuminasi pada sel mampu menghasilkan tegangan dan arus (Halme,2002).

Gambar 2.5. Struktur dan komponen DSSC (Halme, 2002)

commit to user

muatan oleh injeksi elektron dari dye pada TiO 2 di permukaan elektrolit semikonduktor. Dengan struktur pori yang nano maka permukaan dari TiO 2

menjadi luas sehingga memperbanyak dye yang terabsorbsi dan akan meningkatkan efisiensi Meskipun hanya selapis dye, dapat mengabsorbsi kurang dari 1% dari cah aya yang datang (O’Regan dan Grätzel, 1991). Saat penyusunannya, molekul dye menjadi sebuah lapisan dye yang tebal. Lapisan tersebut mampu meningkatkan kemampuan optis DSSC. kontak langsung antara molekul dye dengan permukaan elektrode semikondutor dapat memisahkan muatan dan berkontribusi pada pembangkit arus.

Prinsip kerja DSSC digambarkan dengan Gambar 2.6. Pada dasarnya prinsip kerja dari DSSC merupakan reaksi dari transfer elektron. Proses pertama dimulai dengan terjadinya eksitasi elektron pada molekul dye akibat absorbsi foton. Elektron tereksitasi dari ground state (D) ke excited state (D*).

𝐷+𝑒 − → 𝐷 ∗ (2.5)

Elektron dari exited state kemudian langsung terinjeksi menuju conduction band (E CB ) titania sehingga molekul dye teroksidasi (D + ). Dengan adanya donor elektron oleh elektrolit (I - ) maka molekul dye kembali ke keadaan awalnya

(ground state) dan mencegah penangkapan kembali elektron dye yang teroksidasi.

2 𝐷 + +3 𝑒 − →𝐼 3 − +2 𝐷

(2.6)

commit to user

Gambar 2.6 . Ilustrasi prinsip kerja DSSC berdasarkan transfer elektron pada medium (Natalita, 2011)

Setelah mencapai elektrode TCO, elektron mengalir menuju counter- elektroda melalui rangkaian eksternal. Dengan adanya katalis pada cunter- elektroda, electron diterima pada proses sebelumnya, berkombinasi dengan elektron membentuk iodide (I - ).

𝐼 3 − +2 𝑒 − → 3𝐼 − (2.7)

Iodide ini digunakan untuk mendonor elektron kepada dye yang teroksidasi, sehingga terbentuk suatu siklus transport elektron. Dengan siklus ini terjadi konversi langsung dari cahaya matahari menjadi listrik.

2.3.3. Material DSSC

2.3.3.1. Substrat

Substrat yang digunakan pada DSSC yaitu jenis TCO (Transparent Conductive Oxide ) yang merupakan kaca transparan konduktif. Material substrat itu sendiri berfungsi sebagai badan dari sel surya dan lapisan konduktifnya berfungsi sebagai tempat muatan mengalir. Material yang umumnya digunakan yaitu flourine- doped tin oxide (Sn:F atau FTO) dan Indium Tin Oxide (ITO) hal ini dikarenakan dalam proses pelapisan material kepada substrat, diperlukan proses sintering pada temperatur 400 o -500 o

C dan kedua material tersebut

commit to user

temperatur tersebut.

2.3.3.2. Titanium Dioxide (TiO 2 )

TiO 2 merupakan bahan semikonduktor yang bersifat inert, stabil terhadap fotokorosi dan korosi oleh bahan kimia (Hoffmann, 1995). TiO 2 merupakan padatan berwarna putih, mengalami dekomposisi (penguraian) pada suhu 1640 o C sebelum meleleh, kerapatan (density) sebesar 4,26 g/cm 3 , dan larut dalam asam sulfat pekat. TiO 2 sangat stabil pada temperatur tinggi dan bereaksi lambat, tidak

menyerap cahaya tampak namun dapat menyerap sinar UV, sifatnya yang anorganik menjadikannya tidak cepat rusak, serta memiliki luas muka yang luas karena strukturnya yang berbentuk serbuk (Wibowo, 2006).

Lapisan TiO 2 memiliki bandgap yang tinggi (3,2 eV) dan memiliki transmisi optik yang baik. Penggunaan TiO 2 diantaranya untuk manufaktur elemen optik. Selain itu TiO 2 berpotensial pada aplikasi divais elektronik seperti DSSC, sensor gas, dan lain-lainnya (Marchand, 2004). TiO 2 mempunyai kemampuan untuk menyerap dye lebih banyak karena

didalamnya terdapat rongga dan ukurannya dalam nano, sehingga disebut

nanoporous. Struktur TiO 2 memiliki tiga bentuk, yaitu rutile, anatase, dan brukit.

Rutile dan anatase cukup stabil, sedangkan brookite sulit ditemukan, biasanya brookite terdapat didalam mineral dan sulit untuk dimurnikan (Soleh, 2002).

Gambar 2.4. Struktur anatase (a) dan rutile (b) (Soleh, 2002)

commit to user

Serapan spektra TiO 2 perlu ditingkatkan didaerah cahaya tampak, dengan menambah lapisan zat warna/sensitizer, hal ini disebabkan TiO 2 hanya dapat

menyerap sinar ultra violet pada range antara 350-380 nm. Sensitizer yang digunakan dapat berupa dye organik dan kompleks metal organik, yang

diberlakukan pada semikonduktor TiO 2 Dye yang umumnya digunakan dan

mencapai efisiensi paling tinggi yaitu jenis ruthenium complex. Walaupun DSSC menggunakan ruthenium complex telah mencapai efisiensi yang cukup tinggi, namun dye jenis ini cukup sulit untuk disintesa dan ruthenium complex komersil berharga mahal. Jenis dye organik yang lain seperti phtalocyanine, cyanine, xanthenes, dan coumarine , umumnya memiliki energi ikat yang rendah dengan

TiO 2 dan serapan transfer muatan yang juga rendah di seluruh daerah cahaya tampak. Dye organik tersebut sangat murah dan mudah dalam preparasinya dibanding jika menggunakan ruthenium complex (Hao, 2005)

Sebuah kelompok studi di Jepang, telah mencoba lebih dari dua puluh jenis dye alami dari ekstrak tumbuhan sebagai fotosensitiser pada sistem sel surya ini, diantaranya adalah kol merah, kunyit, teh hijau, dan sebagainya. Kelompok lain dari Brazil, juga intensif mengembangkan sel surya berbasis dye alami, selain itu (Smestad dan Grätzel, 1998) juga telah menguji beberapa jenis berry seperti strawberry dan blackberry sebagai fotosensitizer pada sistem sel surya tersensitisasi dye. Ekstrak dye atau pigmen tumbuhan yang digunakan sebagai fotosensitizer berupa ekstrak klorofil (Amoa et.al, 2003), karoten (Wang et.al,2006) atau antosianin (Wongcharee, 2006).

2.3.4. β-Carotene sebagai Dye

Salah satu pigmen yang bias digunakan sebagai dye selain klorofil dan antosianin adalah β-Carotene. β-Carotene merupakan pigmen yang mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai pigmen pembantu dalam fotosintesis dan sebagai pewarna dalam bunga, buah dan sayuran yang berwarna kuning kemerahan. β- Carotene merupakan komponen yang bisa digunakan sebagai fotosensitizer pada daerah sinar tampak (Wei Lin, 2007). Pigmen ini terdapat salah satunya pada

commit to user

pelarut alkohol (Wei Lin, 2007). β-Carotene merupakan pigmen yang tidak mantap. Mereka mudah teroksidasi terutama bila terdedahkan di udara pada pelat KLT dan dapat juga mengalami pengisomeran trans-cis selama ditangani. Larutan β-Carotene harus disimpan di tempat yang gelap dan ideal.

Gambar 2.7. Struktur molekul pigmen β-Carotene (Hamann, 2008)

Spektrum β-Carotene sangat khas antara 400-500 nm, dua puncak utama di sekitar 450 nm dan biasanya ada dua puncak tambahan pada kedua sisi puncak utama. Letak ketiga kamsimum yang tepat, beragam, bergantung pada pigmennya. Sedangkan untuk pigmen β-Carotene dapat dilihat pada gambar 2.8. Untuk β- Carotene biasanya identifikasinya adalah pada sinar tampak. Sedangkan pada spektroskopi infra merah tidak ada gunanya, tetapi berharga untuk mendeteksi cirri struktur tertentu, seperti gugus keto atau asetilena.

Gambar 2.8. Spektrum serapan β-Carotene (Gao et.al, 2000)

commit to user

Salah satu bagian dari DSSC adalah elektrolit. Elektrolit dalam DSSC berfungsi untuk menggantikan kehilangan elektron pada pita HOMO dari dye akibat eksitasi elektron dari pita HOMO ke pita LUMO karena penyerapan cahaya tampak oleh dye. Elektrolit juga dapat menerima elektron pada sisi counter electrode . Elektrolit terdiri dari pasangan redoks yang sangat penting dalam menentukan karakteristik fotovoltaik dan daya tahan DSSC. DSSC menggunakan

pasangan elektrolit I - dan I 3 - sebagai elektrolit, karena sifatnya yang stabil dan mempunyai reversibility yang baik (Wang et.al., 2005).

2.3.6. Counter Elektrode

Counter elektrode dalam DSSC digunakan sebagai katalis. Penggunaan

katalis yang umum digunakan yaitu platina dan karbon. Penggunaan masing- masing jenis elektroda mempunyai kelebihannya masing-masing. Pada penelitian ini elektroda yang digunakan yaitu karbon. Karbon mempunyai luas permukaan yang relatif lebih luas dibandingkan dengan platina.

Karbon aktif digunakan dalam industri pangan maupun non pangan. Dalam industri pangan karbon aktif digunakan untuk menyerap gas dan peroksida yang menyebabkan kerusakan oksidatifpada minyak. Sedangkan untuk industri non pangan, karbon aktif berfungsi untuk memurnikan bahan-bahan kima seperti asam sitrat, asam galat, dan lain sebagainya. Selain itu karbon aktif juga dapat digunakan sebagai adsorben dan katalis (Yunianto, 2002).

2.3.7. Karakteristik Sifat Optik

Banyaknya sinar radiasi yang diabsorbsi oleh suatu larutan analit dapat dihubungkan dengan konsentrasi analit tersebut. Hubungan ini dapat dijelaskan

dengan menggunakan Hukum Lambert-Beer. Pada tahun 1729 Bouguer dan tahun 1760 Lambert menyatakan bahwa apabila energi elektomagnetik diabsorbsi oleh suatu larutan maka kekuatan energi yang akan ditransmisikan kembali akan menurun secara geometri (secara eksponensial) dengan jarak atau panjang yang ditempuh oleh gelombang tersebut.

commit to user

Gambar 2.9. Skema Hukum Lambert-Beer (Ingle, 1988)

Hukum Lambert menyatakan bahwa berkas cahaya datang yang diabsorbsi oleh suatu materi tidak bergantung pada intensitasnya. Hukum Lambert ini hanya berlaku jika di dalam material tidak ada reaksi kimia ataupun proses fisis yang dapat dipicu oleh berkas cahaya datang tersebut. Intensitas cahaya yang di

absorbsi oleh material tersebut dapat dituliskan dalam persamaan (2.8) (Ingle, 1988).

(2.8)

Cahaya dengan intensitas 𝐼 0 melewati suatu larutan dengan konsentrasi 𝑐,

dan ketebalan wadah larutan 𝑙, dan cahaya yang keluar memiliki intensitas 𝐼. Hukum Beer menyatakan bahwa absorbansi cahaya berbanding lurus dengan konsentrasi dan ketebalan media yang dinyatakan dalam persamaan (2.9)

T Log T

A       ) ( ) log(

(2.9)

Sehingga diperoleh persamaan :

A lc

      10 10

(2.10)

commit to user

A = absorbansi  = koefisien absorbansi

T = trasmitansi

I o = daya cahaya datang (W.m -2 )

I = daya cahaya keluar (W.m -2 )

c = kosentrasi molar (mol. l -1 ) l = tebal media (m)

commit to user

19

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Material Jurusan Fisika dan Laboratorium Gedung C, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA), Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli – Desember 2011.

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1. Alat Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah

1. UV-Visible Spectrometer Lambda 25 (1 perangkat)

2. Diffractometer D8 Advance (XRD) (1 perangkat)

3. Two Point Probe Elkahfi 100 (1 perangkat)

4. Keithley I-V meter 2402A (1 perangkat)

5. Hot Plate IKA ® C-MAG HS-7 (1 buah)

6. Timbangan Digital Mettler Toledo AL204 (1 buah)

7. Vortex stirrer IKA ® C-MAG HS-7 (1 perangkat)

8. Solar Power Meter Tes 1333R (1 buah)

9. Ultrasonic cleaner (1 buah)

10. Lampu OHP (1 buah)

11. Kaca Flourine doped Tin Oxide (FTO)

(10 buah)

12. Kertas Saring merk whatman no.42 (1 lembar)

13. Gelas Beker 20 ml (2 buah)

14. Hair Dryer (1 buah)

15. Gelas Ukur 10 ml (3 buah)

16. Pengaduk Magnetik (2 buah)

17. Botol Kaca 5 ml (10 buah)

18. Lempeng Tembaga 5 cm x 1 cm (2 buah)

19. Multimeter (2 buah)

commit to user

21. Corong (2 buah)

22. Aluminium Foil (3 lembar)

23. Pipet Tetes Kaca (4 buah)

24. Pisau (1 buah)

25. Kaca Preparat (8 buah)

26. Penjepit Kertas (4 buah)

27. Tissu (5 gulung)

3.2.2. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah:

1. Wortel segar jenis mantes.

2. N-hexane (1 liter)

3. Etanol (1 liter)

4. Bubuk TiO 2 jenis rutile

(20 gr)

5. Metanol (1 liter)

6. Larutan Elektrolit dengan PEG (5 ml)

7. Keyboard Protector (1 buah)

commit to user

Secara umum diagram penelitian ditunjukkan pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Diagram alir penelitian

Persiapan

Ekstraksi dye β-carotene Didapatkan la rutan

dye β-carotene

Pembuatan lapisan TiO 2

dengan slip casting

Fabrikasi DSSC

Pengujian Karakteristik

I-V

Karakteristik dasar Absorbansi

I-V

Preparasi bubuk TiO 2 Karakterisasi XRD

Perhitungan Efisiensi

Analisa dan kesimpulan

Pembuatan Counter

Elektroda

commit to user

Persiapan yang dilakukan adalah persiapan dan pembersihan alat-alat ekstraksi. Proses persiapan untuk ekstraksi dilakukan dengan pembersihan alat berupa gelas beker, corong, magnet stirrer. Alat-alat tersebut dibersihkan dengan menggunakan methanol. Selain proses persiapan ekstraksi, dilakukan pula pembersihan kaca konduktif (FTO) untuk pengujian sampel dengan methanol menggunakan ultrasonic cleaner seperti ditunjukkan pada gambar 3.2. Pembersihan kaca konduktif menggunakan ultrasonic cleaner agar kaca terbebas dari material-material yang tidak mampu dibersihkan dengan air saja. Kaca konduktif yang bersih mempengaruhi hasil pengujian dari sampel yang akan dilapiskan pada kaca konduktif tersebut.

Gambar 3.2. Pembersihan kaca preparat dengan ultrasonic cleaner

3.3.2. Ekstraksi Dye β-Carotene wortel

Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari campurannya dengan pembagian sebuah zat terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur untuk mengambil zat terlarut tersebut dari satu pelarut ke pelarut yang lain.

Gambar 3.3. Proses Ekstraksi Dye β-Carotene wortel

commit to user

diekstraksi dari wortel menggunakan hidrolisis tidak langsung dengan metode pemanasan. Pertama kali wortel dicuci dan dirajang kecil dengan ukuran 0,5 x 0,5 cm. Setelah itu wortel ditimbang sebanyak 3 variasi penimbangan yaitu 20 gr, 30 gr, dan 40 gr. Masing-masing diekstraksi dengan n-hexane dan diaduk dengan magnet stirrer selama 30 menit pada suhu 45 o

C. Setelah itu dilakukan

penyaringan larutan tersebut sehingga didapatkan dye alami yang dibutuhkan (Wei Lin, 2007).

Gambar 3.4. Proses penyaringan pada ekstraksi Dye β-Carotene wortel

3.3.3. Karakterisasi dye β-Carotene

3.3.3.1. Karakterisasi Absorbansi dye β-Carotene

Hasil ekstraksi dye dalam bentuk larutan diuji absorbansinya dengan Spektrometer UV-Vis. Spektrometer UV-Vis ditunjukkan pada Gambar 3.5. Pengujian larutan β-Carotene dilakukan untuk mengetahui kemampuan absorbansi pada setiap sampel yang dihasilkan dari proses ekstraksi β-Carotene.

Semua sampel diuji untuk mengetahui spektrum masing-masing sampel. Sampel diuji pada panjang gelombang 350 nm sampai 800 nm. Pelarut dimasukkan pada kuvet hingga kuvet terisi pada batas kuvet, dan dilakukan baseline correction untuk menghilangkan background noise yang muncul saat uji sampel. Sebagai larutan pembandingnya digunakan n-hexane. N-hexane merupakan pelarut saat pembuatan ekstrak β-Carotene. Setelah diuji

commit to user

sebanding dengan perbedaan konsentrasi dye.

Gambar 3.5. UV-Vis Spektrometer Lambda-25

3.3.3.2. Karakteristik I-V dye β-Carotene

Pengukuran karakteristik I-V larutan dapat dilakukan dengan mengalirkan arus pada dua elektroda dengan jarak tertentu dan luas tertentu. Kedua elektroda tersebut dicelupkan ke dalam larutan β-Carotene sehingga jika Elkahfi 100 IV-meter dihidupkan, arus akan mengalir pada larutan tersebut. Pengukuran resistansi larutan β-Carotene dilakukan dengan menggunakan metode dua titik (two point probe).

Berdasarkan hukum Ohm, nilai resistansi bergantung pada kuat arus yang terukur melalui amperemeter dan tegangan yang terukur oleh voltmeter. Hukum Ohm dapat dituliskan dengan persamaan sebagai berikut:

𝑉 = 𝐼. 𝑅 R merupakan resistansi dalam Ω, V adalah tegangan dalam volt dan I adalah arus listrik yang mengalir dalam ampere (A). Skema pengukuran ditunjukkan pada Gambar 3.6.

commit to user

Gambar 3.6. Skema pengukuran karakteristik I-V larutan β-carotene

Dalam metode ini digunakan Elkahfi 100 IV-meter dalam rangkaian dengan tahapan sebagai berikut:

a. Merangkai alat percobaan sesuai dengan skema diatas.

b. Menyalakan Elkahfi-100 IV-meter yang telah terhubung dengan komputer.

c. Mengatur arus, tegangan awal dan akhir, serta beberapa pengaturan yang sesuai dengan pengambilan data dalm software Elkahfi.

d. Memasang sampel pada probe, kemudian dioperasikan dengan software Elkahfi-100 yang tersedia untuk pengambilan data pada kondisi gelap maupun disinari dengan cahaya lampu OHP.

e. Menyimpan data ke bentuk file Microsoft Excel untuk memudahkan dalam mengolah.

Data yang didapatkan dari uji ini adalah tegangan dan arus yang terukur oleh Elkahfi IV-meter. Dari data tersebut dapat dihitung konduktivitas dan resistivitas sampel yang kita uji.

Gambar 3.7. Elkahfi-100 IV-meter

commit to user

Penentuan struktur kristal menggunakan metode difraksi sinar-X dengan alat XRD Bruker D8 Advance. Sampel diuji menggunakan D8 Advance menggunakan radiasi Cu Kα (1,5406 Å) pada tegangan 40 kV, dan arus sebesar

40 mA. Hasil difraktometer dibandingkan dengan data JCPDS TiO 2 . Dalam hal ini karakterisasi X-ray Diffraction (XRD) dilakukan untuk mengidentifikasi TiO 2 yang akan dibuat lapisan.

Gambar 3.8. Difraktometer sinar-X tipe D8 Advance (Bruker)

3.3.5. Pembuatan Lapisan TiO 2

3.3.5.1. Pembuatan Pasta TiO 2

Langkah awal dalam pembuatan lapisan TiO 2 adalah membuat pasta TiO 2 . Dalam pembuatan pasta ini meliputi:

1. Menimbang bubuk TiO 2 sebanyak 3 gram.

2. Malarutkan bubuk TiO 2 ke dalam ethanol sebanyak 3 ml di gelas beker.

3. Mengaduk campuran tadi selama 10 menit dengan Vortex Stirrer untuk

mendapatkan homogenisasi pasta TiO 2 .

4. Pasta siap digunakan untuk pembuatan lapisan tipis TiO 2 . Pasta yang dihasilkan dari proses ini tidak dapat disimpan lama, karena akan mengeras dan menjadi agregat.

commit to user

Setelah pasta TiO 2 berhasil dibuat, maka langkah selanjutnya adalah

mendeposisikannya pada kaca substrat yaitu kaca konduktif FTO. Dalam penelitian ini menggunakan kaca konduktif FTO dengan hambatan 78,5 ohm.

Deposisi pasta TiO 2 dilakukan dengan metode slip casting, yaitu membuat lapisan

tipis dengan meratakan pasta pada screen area ukuran tertentu. Dalam hal ini menggunakan ukuran 2 cm x 1 cm.

Setelah TiO 2 dan kaca konduktif siap, kemudian dilakukan langkah- langkah sebagai berikut:

1. Letakkan kaca FTO pada permukaan yang bersih dan rata dengan sisi konduktif berada di atas. Untuk mengecek sisi yang konduktif menggunakan ohmmeter dengan menjepitkan probe-nya pada permukaan kaca.

2. Tutup tiga sisi kaca FTO menggunakan scotch tape seperti yang diperlihatkan pada gambar 3.9.

Gambar 3.9. Ilustrasi ukuran scotch tape

Gambar 3.10. FTO yang telah ditutup dengan scotch tape

commit to user

Kemudian menggunakan spatula kaca yang bersih, ratakan pasta TiO 2 ke seluruh permukaan FTO dengan ketebalan yang merata.

Gambar 3.11. Ilustrasi deposisi pasta TiO 2 pada kaca FTO

4. Setelah pasta TiO 2 dideposisikan, FTO didiamkan sesaat agar lapisan TiO 2 kering. Kemudian scotch tape dilepaskan perlahan hingga tidak ada lapisan yang terkelupas.

5. Pembuatan lapisan tipis TiO 2 sebanyak tiga buah, karena ada tiga variasi dye.

6. Lapisan tipis tersebut dipanaskan pada suhu 150 o C.

Gambar 3.12. Proses sintering lapisan tipis TiO 2

commit to user

Counter elektroda berfungsi sebagai elektroda lawan yang mempercepat kinetika reaksi proses reduksi pada FTO. Langkah-langkah pendeposisian counter elektroda adalah sebagai berikut:

1. Kaca konduktif FTO dengan hambatan 78,5 Ω dipersiapkan sebanyak tiga buah.

2. Kemudian dilakukan pengecekan untuk menentukan bagian yang konduktif.

3. Mendeposisikan karbon dari jelaga lilin pada kaca FTO.

4. Membersihkan lapisan karbon tersebut sehingga terbentuk lapisan dengan luas area 2 𝑥 1 cm.

Gambar 3.13. Proses deposisi carbon dengan pembakaran lilin

5. Terakhir, lapisan tersebut dipanaskan pada suhu 150 o

C agar karbon terikat pada substrat kaca FTO dengan baik.

3.3.7. Fabrikasi DSSC Setelah seluruh komponen DSSC siap, maka dilakukan pembuatan DSSC dengan langkah sebagai berikut:

1. Lapisan tipis TiO 2 yang telah dibuat direndam dalam dye dengan dilakukan variasi konsentrasi dye yang telah dibuat masing-masing tiga sampel. Perendaman ke dalam larutan β-carotene dilakukan selama 1 jam.

2. Sampel yang sudah selesai direndam dibersihkan dengan ethanol kemudian dikeringkan.

commit to user

Pemasangan keyboard protector ini dimaksudkan agar larutan elektrolit tidak sampai keluar area aktif lapisan TiO 2 . Selain itu pemasangan ini dimaksudkan juga untuk mencegah adanya short oleh larutan elektrolit pada DSSC.

Gambar 3.14. Pemasangan keyboard protector untuk mencegah short.

4. Teteskan larutan elektrolit diatas lapisan tipis TiO 2 yang telah direndam dalam dye selama 1 jam tersebut.

Gambar 3.15. Larutan elektrolit

5. Kaca FTO dengan elektroda kerja dan counter elektroda carbon disusun seperti gambar 3.16.

Gambar 3.16. Struktur DSSC pada penelitian ini.

commit to user

menggunakan penjepit buaya pada tepi elektroda lawan dan elektroda kerja seperti pada Gambar 3.17.

Gambar 3.17. Kontak pada DSSC yang dibuat.

3.3.8. Uji Karakteristik I-V dan Efisiensi DSSC

Dengan menggunakan uji karakteristik I-V ini, performansi sel surya dapat dilihat melalui pengukuran arus dan variasi tegangan. Terdapat 2 macam kurva karakteristik I-V yang didapat dari pengujian ini, yaitu saat kondisi gelap dan pada kondisi di sinari cahaya. Hal ini akan menunjukkan ada tidaknya sifat fotokonduktivitas DSSC. Pada kondisi terang DSSC disinari dengan lampu OHP

dengan intensitas 1245 W/m 2 . Pengukuran intensitas cahaya dengan solar power

meter TES 1333R. Sedangkan pengukuran I-V dilakukan dengan menggunakan seperangkat keithley 2602A system source yang ditunjukkan oleh gambar 3.18.

Gambar 3.18. (a) Pengujian I-V pada DSSC dengan menggunakan Keithley 2602A (b) Solar Power Meter 1333R

(a)

(b)

commit to user

alumunium foil. Sehingga setelah uji ini didapatkan perbedaan konduktivitas antara uji DSSC pada kondisi terang yang disinari dengan cahaya dari OHP dan pada kondisi gelap. Dari grafik karakteristik I-V kondisi terang yang didapatkan dapat ditentukan nilai fill factor maupun efisiensinya.

commit to user

33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Ekstraksi Dye β-Carotene

Pada penelitian ini telah dilakukan ekstraksi dye β-Carotene wortel. Wortel yang digunakan dalam penelitian ini merupakan wortel segar berjenis

mantes, yaitu wortel hasil kombinasi dari jenis wortel imperator dan chantenang dengan umbi akar wortel berwarna khas oranye. β-Carotene diekstraksi menggunakan pelarut n-hexane (non-polar) seperti dijelaskan oleh Edia, dkk (1998). Wortel dikupas dan diiris kecil-kecil dengan ukuran 0,5 x 0,5 cm dan tebal 0,1 cm, setelah itu ditimbang masing-masing sebanyak 20 gr, 30 gr dan 40 gr. Kemudian ketiganya diekstraksi menggunakan n-hexane masing-masing dengan volume 50 ml selama 30 menit pada suhu 40 o

C. Setelah ekstraksi selesai,

dilakukan penyaringan untuk mendapatkan larutan dye β-Carotene. Hasil ekstraksi tersebut didapatkan 3 larutan dengan konsentrasi yang berbeda-beda.

Gambar 4.1. Foto hasil ekstraksi β-Carotene dari wortel.

Gambar 4.1 menunjukkan hasil ekstraksi β-Carotene dari wortel berwarna orange bening dengan konsentrasi yang berbeda. Hal tersebut didapatkan karena masing-masing sampel menggunakan massa ekstraksi wortel yang berbeda-beda, sehingga jumlah β-Carotene yang terlarut dalam n-hexane

berbeda pula. Untuk menamakan sampel ekstraksi menggunakan S 1 untuk

commit to user

menggunakan 40 gr wortel, masing-masing dilarutkan pada 50 ml pelarut n- hexane .

4.2. Hasil Uji Absorbansi Dye β-Carotene Wortel

Semikonduktor TiO 2 tidak menyerap cahaya tampak, akan tetapi

mengabsorbsi cahaya UV. Absorbsi UV olehnya dapat menyebabkan terjadinya radikal hidroksil yang menyebabkan pigment sebagai fotokatalis. Penggunaan bahan pewarna (sensitizer) merupakan salah satu cara untuk memperbaiki sifat semikonduktor dengan meningkatkan absorbansi pada panjang gelombang cahaya

tampak dari bahan semikonduktor TiO 2 .

Absorbansi merupakan kuantitas yang menyatakan kemampuan bahan dalam menyerap (mengabsorbsi) cahaya. Senyawa organik mampu mengabsorbsi cahaya sebab senyawa organik mengandung elektron valensi yang dapat dieksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi (Wijayanti, 2010). Salah satu senyawa organik tersebut adalah β-Carotene. β-Carotene merupakan salah satu zat warna alami yang berpotensi dimanfaatkan sebagai fotosensitizer. Karakteristik absorbansi β- Carotene dalam mengabsorbsi cahaya menjadi hal yang penting dalam pemanfaatannya, yaitu sebagai dye sensitizer pada DSSC. Oleh karena itu perlu dilakukan uji absorbansi hasil ekstraksi wortel tersebut. Spektrum absorbans diukur pada rentang panjang gelombang 350 nm – 800 nm yang merupakan spektrum sinar tampak.

Proses pengujian absorbansi dye β-Carotene pada tiga sampel diawali dengan proses baseline pada spektrometer. Proses ini bertujuan untuk mengurangi pengaruh n-hexane sebagai pelarut pada ekstraksi wortel sehingga hanya spektrum absorbsi dari zat terlarut saja yang terukur. Selanjutnya setelah proses baseline, dilakukan pengujian absorbsi dye β-Carotene dari wortel.

commit to user

Gambar 4.2. Grafik absorbansi larutan β-Carotene wortel.

Gambar 4.2 memperlihatkan grafik absorbansi sebagai fungsi dari panjang gelombang. Dapat diamati dengan jelas bahwa puncak absorbansi β- Carotene ketiga sampel adalah pada panjang gelombang yang sama, yaitu pada 448 nm dan 475 nm. Selain itu, hasil uji absorbansi tersebut mempunyai karakteristik yang hampir sama dengan spektrum absorbansi β-Carotene seperti ditunjukkan pada gambar 2.8. Hal ini menunjukkan bahwa β-Carotene telah didapatkan dari ekstraksi wortel. Hasil pengujian tersebut memperlihatkan bahwa

absorbsi pada S 1 , S 2 dan S 3 terjadi pada rentang panjang gelombang yang sama yakni 380-480 nm. Dari grafik gambar 4.2 juga menunjukkan bahwa setiap panjang gelombang mempunyai nilai absorbansi maksimum yang berbeda. Hal ini dapat

diketahui dari nilai absorbansi setiap sampel. Nilai absorbansi S 1 adalah yang paling rendah jika dibandingkan dengan S 2 dan S 3 . Sedangkan S 3 adalah yang

paling tinggi. Kemampuan absorbansi dari S 1 ke S 3 semakin meningkat

menunjukkan kadar β-Carotene dalam pelarut semakin meningkat. Dengan kata

lain S 3 mempunyai kadar β-Carotene paling tinggi jika dibandingkan dengan S 1 maupun S 2 karena kandungan β-Carotene-nya adalah yang paling banyak.

Panjang Gelombang (nm)

20 gr wortel + 50 ml n-hexane 30 gr wortel + 50 ml n-hexane 40 gr wortel + 50 ml n-hexane

448

475

commit to user

Konduktivitas listrik suatu larutan bergantung pada konsentrasi, jenis, dan pergerakan ion di dalam larutan. Ion yang mudah bergerak memiliki

konduktivitas listrik yang besar. Konduktivitas β-Carotene hasil ekstraksi yang akan digunakan sebagai dye pada DSSC harus mampu mengalirkan listrik dan memiliki perbedaan karakteristik pada kondisi gelap dan terang. Oleh karena itu larutan dye dari hasil ekstraksi wortel ini harus diuji karakteristiknya.

Dye selain sebagai fungsi absorbsi, juga perlu diuji karakteristik sifat listriknya. Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui respon cahaya dengan mengukur I-V pada saat gelap dan pada saat disinari. Pengukuran I-V larutan dye β-Carotene ini dilakukan di Lab. Material Fisika Universitas Sebelas Maret Surakarta. Metode yang digunakan adalah metode two point probe dengan bantuan Elkahfi IV-meter yang mampu menghasilkan data arus dan tegangan.

Pengukuran I-V dilakukan dengan dua kondisi yaitu kondisi terang dan kondisi gelap. Pengukuran pada kondisi gelap dilakukan dengan menutup larutan dengan kotak penutup, sehingga kondisi di sekitar larutan akan gelap. Sedangkan pada kondisi terang dilakukan tanpa kotak penutup. Larutan disinari dengan

lampu OHP dengan intensitas 875 W/m 2 . Pengukuran intensitas lampu OHP menggunakan Solar Power Meter Tes 1333R. Karakterisasi I-V dilakukan dengan nilai tegangan 0-9 V. Dengan memberikan beda tegangan pada kedua ujung plat tembaga dengan jarak elektroda

8 mm dan luas penampang tercelup 35 mm 2 , maka terjadi aliran arus melewati

larutan β-Carotene yang dapat diukur dengan rangkaian two point probe yang terhubung dengan Elkahfi IV-meter.

Perbedaan kemampuan larutan β-Carotene dalam mengabsorbsi cahaya mempengaruhi kemampuannya dalam mengalirkan elektron. Hal ini ditunjukkan pada hasil pengujian I-V larutan. Pada gambar 4.2. menunjukkan kemampuan

absorbansi paling tinggi pada sampel S 3 , hal yang sama muncul pada kemampuan S 3 yang ditunjukkan pada gambar 4.4 dalam menghasilkan arus. Sampel S 3 memiliki kemampuan paling tinggi dibanding sampel lainnya. Perbandingan kemampuan semua sampel pada satu kondisi gelap yang sama ditampilkan pada

commit to user

kondisi terang ditunjukkan pada Gambar 4.4.

Gambar 4.3. Grafik karakteristik I-V larutan β-Carotene pada kondisi gelap dengan 𝑙 = 8 mm dan 𝐴 = 35 mm 2

Gambar 4.3 menunjukkan hasil pengujian semua sampel pada kondisi gelap. Perbandingan antar sampel menunjukkan kemampuan sampel dalam

mengalirkan arus. Dari hasil kurva menunjukkan S 3 menghasilkan arus yang

paling tinggi dari pada sampel yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa fraksi β- Carotene terlarut menentukan konduktivitas larutan.

Gambar 4.4 menunjukkan hasil pengujian semua sampel pada kondisi terang. Dari hasil kurva menunjukkan S 3 menghasilkan arus yang paling tinggi

dari pada sampel yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa larutan dye β-Carotene menunjukkan konsistensi walaupun diberi cahaya.

Tegangan (V)

S1-Gelap S2-Gelap S3-Gelap

commit to user

Gambar 4.4. Grafik karakteristik I-V larutan β-Carotene pada kondisi terang

dengan 𝑙 = 8 mm dan 𝐴 = 35 mm 2 pada intensitas 875 W/m 2

Sedangkan perbandingan nilai konduktivitas dari ketiga dye tersebut pada kondisi terang dan kondisi gelap disajikan dalam bentuk tabel 4.1.

Tabel 4.1. Perbandingan nilai konduktivitas dye kondisi disinari dan kondisi gelap

Dye

Konduktivitas Gelap

(Ω.m) -1

Konduktivitas Disinari

(Ω.m) -1 S 1 (5,9 ± 1,6) × 10 −4 (13,1 ± 1,9) × 10 −4 S 2 (7,7 ± 1,8) × 10 −4 (18,9 ± 6,4) × 10 −4 S 3 (8,2 ± 1,1) × 10 −4 (28,3 ± 4,2) × 10 −4

Hasil pengukuran respon cahaya terhadap larutan dye β-Carotene pada perbandingan masing-masing sampel ditunjukkan pada Gambar 4.5. Gambar tersebut menunjukkan perbandingan setiap sampel pada kondisi gelap dan terang. Teramati dengan jelas karakteristik peningkatan arus secara linier ketika tegangan dinaikkan. Arus yang muncul pada kondisi gelap lebih kecil dibandingkan larutan pada kondisi terang. Hasil ini mengidentifikasikan bahwa β-Carotene berperan sebagai fotosensitizer sehingga terdapat arus listrik. Gambar 4.5. memperlihatkan

perbandingan kurva hasil pengujian karakteritik I-V antara S 1 ,S 2 , dan S 3 .

Tegangan (V)

S1-Terang S2-Terang S3-Terang

commit to user

Gambar 4.5. Kurva I-V gelap-terang larutan β-Carotene wortel (a) Sampel 1 (S 1 ),

(b) Sampel 2 (S 2 ), dan (c) Sampel 3 (S 3 )

Kurva karakteristik I-V pada sampel S 1 kondisi gelap dan terang

menunjukkan selisih besar nilai arus pada kondisi gelap dan terang. Arus yang dihasilkan kondisi terang lebih tinggi dibandingkan kondisi gelap. Begitu juga

pengujian yang sama dilakukan pada S 2 dan S 3 .